Click here to load reader
Upload
angelinamay14
View
83
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I. LANDSAN TEORI
A. Medis
1. Pengertian
a. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian
danKecacatanutama pada kelompok usia produktif dan sebagian
besar terjadi akibatkecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007).
b. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari
luar,yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
manamenimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10%
meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit,
80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10%
termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera
kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada
kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28%
lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan,
kegiatan olahraga dan rekreasi.
— Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat
inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10%
dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB,
5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.
3. Anatomi fisiologi
a. Calvaria (os frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis).
b. Basis cranii (os petrosus, ethmoidalis, sphenoidalis, mastoideus, dan
atap orbita).
c. Struktur pelindung otak: Rambut, kulit, tulang, meninges dan cairan
serebrospinal (LCS)
d. Struktur otak:
Otak → 100 milyar neuron & 1 trilyun neuroglia.
Berat ± 1400 gram atau 2% BB manusia, dikelilingi LCS → mengisi
ruang Subaraknoid.
Komponen otak : cerebrum, cerebellum dan batang otak.
Pasokan darah otak dari : a. carotis interna dan a. vertebralis.
4. Etiologi
a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi (tabrakan motor dan mobil)
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul).
b. Trauma tembus : Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
(Mansjoer, 2000).
5. Klasifikasi
Klasifikasi cedera kepala secara umum berdasarkan Nilai Skala
Glasgow (GCS):
a. Cedera Kepala Ringan
1)GCS 13 –15.
2)Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30 menit.
3)Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,
hematoma.
b. Cedera kepala Sedang.
1)GCS 9 – 12,
2)Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
3)Saturasi oksigen > 90%.
4)Tekanan darah systole > 100 mmHg.
5)Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat.
1) GCS 3 – 8.
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.
Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya
dibagimenjadi dua :
a) Cedera Kepala Primeradalah kelainan patologi otak yang
timbul akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-
decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
i) Gegar kepala ringan.
ii) Memar otak.
ii) Laserasi.
b) Cedera Kepala Sekunderadalah kelainan patologi otak
disebabkan kelainanbiokimia, metabolisme, fisiologi
yangtimbul setelah trauma.Pada cedera kepala sekunder
akan timbul gejala, seperti :
i) Hipotensi sistemik.
ii) Hipoksia.
iii) Hiperkapnea.
iiii) Edema otak.
iv) Komplikasi pernapasan.
v) Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.
6. Patofisiologi
7. Tanda dan gejala
a. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak.
Trauma kepala tertutup
Trauma kepala terbuka
b. Trauma pada jaringan otak
Konkosio: di tandai adanya kehilangan kesadaran sementara tanpa
adanya kerusakan jaringan otak, terjadi edema serebral.
Kontosio : di tandai oleh adanya perlukaan pada permukaan
jaringan otak yang menyebabkan perdarahan pada area yang
terluka, perlukaan pada permukaan jaringan otak ini dapat terjadi
pada sisi yang terkena ( coup) atau pada permukaan sisi yang
berlawanan (contra coup).
Laserasi: ditandai oleh adanya perdarahan ke ruang subaraknoid,
ruang epidural atau subdural.Perdarahan yang berasal dari vena
menyebabkan lambatnya pembentukan hematome, karena
rendahnya tekanan. Laserasi arterial ditandai oleh pembentukan
hematome yang cepat karena tingginya tekanan.
c. Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang) :
Penurunan kesadaran ringan saat kejadian —– periode Lucid interval
(beberapa menit – beberapa jam) — penurunan kesadaran hebat —
koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek
patologik positip.
d. Hematom subdural.
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.Biasanya pecah vena — akut,
sub akut, kronis.
Akut :
Gejala 24 – 48 jam.
Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
TIK meningkat.
Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil
lambat.
Sub Akut :
Berkembang 7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK
meningkat — kesadaran menurun.
Kronis :
Ringan , 2 minggu – 3 – 4 bulan.
Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
e. Hematom intrakranial.
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih. Selalu diikuti oleh
kontosio.Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi –
deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
Tanda dan gejala lainnya:
Sukar bangun.
Sukar bicara.
Sakit kepala berat.
Muntah.
Kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
perdarahan.
laju pernafasan menjadi lambat
linglung.
Kejang
patah tulang tengkorak.
memar di wajah atau patah tulang wajah
keluar cairan dari hidung, mulut atau telinga (baik cairan jernih
maupun berwarna kemerahan).
sakit kepala (hebat).
hipotensi (tekanan darah rendah).
tampak sangat mengantuk dan rewel.
perubahan perilaku/kepribadian.
Gelisah.
bicara ngawur.
kaku kuduk.
pembengkakan pada daerah yang mengalami cedera.
penglihatan kabur.
penimbunan darah di belakang gendang telinga atau perdarahan
dari telinga (jika gendang telinga telah pecah).
8. Pemeriksaan diagnostik.
a. CT Scan ( dengan tanpa kontras ) :Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
b. MRIDigunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
c. Cerebral Angiography :Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral
seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema,
perdarahan dan trauma.
d. Serial EEGDapat melihat perkembangan gelombang patologis.
e. X – RayMendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan
struktur garis ( perdarahan / edema ), fragmen tulang.
f. BAERMengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
g. PETMendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
h. CFSLumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
i. ABGsMendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan
( oksigenisasi ) jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
j. Kadar elektrolitUntuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intrakranial.
k. Screen ToxicologiUntuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
9. Komplikasi
a. Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan
hematom intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi
otak. (Brunner & Suddarth, 2002 : hal. 2215).
b. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial
karena ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar
meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak
diakibatkan dari trauma.
c. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak
melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan
iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel, dan kematian.
d. Defisit neurologik dn psikologik.
e. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia).
f. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak).
g. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang
penunjang berat badan) Menurut Arief Mansjoer (2000).
h. Hemorahagi.
10. Penatalaksanaan medik.
a. Pemeriksaaan GCS
Dilakukan dengan memeriksa respon dari 3 area : membuka mata,
respon verbal dan respon motorik. Skor terendah 3 dan tertinggi
15.Respon motorik dinilai yang terbaik dari kedua sisi.
Respon membuka mata (eye)
(4). Spontan dengan adanya kedipan
(3). Dengan suara
(2). Dengan nyeri
(1). Tidak ada reaksi
Respon bicara (verbal)
(5). Orientasi baik
(4). Disorientasi (mengacau/bingung)
(3). Keluar kata-kata yang tidak teratur
(2). Suara yang tidak berbentuk kata
(1). Tidak ada suara
Respon bicara (verbal) untuk anak-anak
(5). Kata-kata bermakna, senyum, mengikuti objek
(4). Menangis, tapi bisa diredakan
(3). Teriritasi secara menetap
(2). Gelisah, teragitasi
(1). Diam saja
Respon motorik (motor)
(6). Mengikuti perintah
(5). Melokalisir nyeri
(4). Menarik ekstremitas yang dirangsang
(3). Fleksi abnormal (dekortikasi)
(2). Ekstensi abnormal (decerebrasi)
(1). Tidak ada gerakan
Nilai GCS = (E+V+M) = 15 (terbaik) dan 3 (terburuk).
b. Observasi 24 jam.
c. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
d. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
e. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
f. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
g. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
h. Pemberian obat-obat analgetik.
i. Pembedahan bila ada indikasi.
11. Prognosis
Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi,
umuranak, lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena.
50% darianak yang mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari
24 jam, akanmengalami komplikasi jangka panjang berupa kelainan
fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian akibat cedera kepala berat lebih
sering ditemukan pada bayi.
Anak-anak yang bertahan hidup seringkali harus menjalani rehabilitasi
kecerdasan dan emosi. Masalah yang biasa timbul selama masa
pemulihanadalah hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat
sebelum terjadinyacedera (amnesia retrograd), perubahan perilaku,
ketidakstabilan emosi,gangguan tidur dan penurunan tingkat
kecerdasan.
B. KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga ( penangung jawab ) : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat golongan
darah, penghasilan, hubungan klien dengan penanggungjawab.
b. Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi,
muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah,
luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran pernapasan,
adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
c. Riwayat penyakit dahulu barulah diketahui dengan baik yang
berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit system-
sistem lainnya, demikian pula riwayat penyakit keluarga yang
mempunyai penyakit menular.
d. Aktivitas / Istirahat
Gejala: merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadreplegi,ataksia cara berjalan tidak tegap, masalah dalam
keseimbangan, cedera (trauma ortopedi), kehilangan tonus otot, otot
aspastik.
e. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
perubahan frekuensi jantung (bradikardi, tachycardi, disrhitmia).
f. Integritas Ego
Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi dan impulsive.
g. Eliminasi.
Gejala : incontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
h. Makanan / Cairan.
Gejala : mual, muntah, dan mengalami, perubahan selera
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, disfagia).
i. Neuro Sensori.
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal
pada eksremitas
Tanda : perubahan kesadaran bias sampai koma, perubahan status
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi / tingkah laku dan memori), perubahan
pupil, deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti, kehilangan
pengindraan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris,
genggaman lemah, tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada
atau lemah, apraksia, hemiparese, quadraplegi, postur (dekortikasi,
deserebrasi), kejang, sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan,
kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan
posisi.
j. Nyeri / kenyamanan.
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeriyang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
k. Pernapasan.
Tanda : perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi
positif.
l. Keamanan.
Gejala : trauma baru / trauma karena kecelakaan
Tanda : fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kulit ; laserasi,
abrasi, perubahan warna, seperti “racoon eyes”, tanda battle di
sekitar telinga, adanya aliran (drainase) dari telinga / hidung,
gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralise, demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
m. Interaksi Sosial.
Tanda : afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria, anomi.