19
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Vita Paramitha Teken 102012107 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Email: [email protected] PENDAHULUAN Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini. Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari satu mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis kontak alergi, dimana dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik. Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya.

Makalah Blok 15

Embed Size (px)

DESCRIPTION

blok 15

Citation preview

Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

Vita Paramitha Teken

102012107

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini.

Pada tahun 1898, dermatitis kontak pertama kali dipahami memiliki lebih dari satu mekanisme, dan saat ini secara general dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan berbeda dengan dermatitis kontak alergi, dimana dermatitis kontak iritan merupakan suatu respon biologis pada kulit berdasarkan variasi dari stimulasi eksternal atau bahan pajanan yang menginduksi terjadinya inflamasi pada kulit tanpa memproduksi antibodi spesifik. Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan oleh bahan iritan tersebut.

Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis. Pencegahan bahan-bahan iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada dermatitis kontak iritan. Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas lebih lanjut tentang dermatitis kontak iritan (DKI).1

ANAMNESIS

Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak

memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan lain sebagainya.Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).1

Berdasarkan kasus, anamnesa yang harus dilakukan terhadap pasien ialah:

Menanyakan identitas pasien seperti umur dan pekerjaannya. Menanyakan keluhan utama pasien. Menanyakan riwayat penyakit yang deskriptif & kronologisdan faktor-faktor yang

memperberat penyakit seperti demam,lelah atau gejala sistemik lainnya(panas, penurunan BB, kelelahan, lesu, rasa tidak enak badan & adanya gejala kekacauan mental), dan lain-lain.

Menanyakan riwayat penyakit dahulu seperti riwayat trauma dan aktivitas sosial yang dilakukan sehari-hari.

Menanyakan riwayat penyakit keluarga, apakah ada keluarga pasien yang pernah menderita penyakit yang sama seperti pasien atau ada riwayat trauma.1

PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi (look), melihat bagian lesi kulit, harus dilakukan pada tempat yang terang atau dengan pencahayaan yang cukup dan bila perlu dapat digunakan kaca pembesar. Yang harus diperhatikan dalam inspeksi adalah lokalisasi, batas, warna, ukuran, bentuk, penyebaran, efloeresensi yang khusus

Palpasi (feel), menyentuh lesi kulit, dilakukan dengan sangat hati-hati karena terdapat lesi yang cukup nyeri hanya dengan rabaan. Palpasi harus dilakukan mengunakan sarung tangan, agar tidak terkontaminasi dengan penyakit pasien.2,3

Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut: 2,3

Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritans.2,3

1. Patch TestPemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren. Dasar pelaksanaan uji tempel – Patch Test adalah sebagai berikut:

Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup

Biarkan selam 2 hari (minimal 24 jam) Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut dibaca

tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada tempat tersebut bisa kemungkinan terjadi dermatitis berupa: eritema, papul, oedema atau fesikel, dan bahkan kadang-kadang bisa terjadi bula atau nekrosis.2,3

2. Pemeriksaan KOHDapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi.2,3

3. Pemeriksaan IgEPeningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat atopi.2,3

DIFFERENT DIAGNOSISBerdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami pasien, pasien bisa dicurigai menderita beberapa penyakit seperti:a. Dermatitis Kontak Alergi

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

1) Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal).4

Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang

akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed memory T cells, yang

bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.4

2) Fase elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.4

b. Dermatitis VenenataGambaran spesifik, disebabkan oleh sekret/debris serangga terutama dari genus

paedrus,serta getah tumbuhan dengan bentuk lesi linier. Kulit yang terkena penyakit ini akan menjadi merah dan melepuh, di sertai rasa panas dan terbakar. Fase merah, melepuh dan rasa panas ini berlangsung 1-3 hari. Bila lesi digaruk maka lesi ini dapat menyebar dan meluas. Gejala dari dermatitis venenata adalah tidak ada gejala prodormal(lesu,lemas,nafsu makan menurun), lesi muncul tiba-tiba di pagi hari.4

c. Dermatitis AtopikKeadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang umumnya sering

terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopik.4

Working Diagnosis

Berdasarkan gejala-gejala yang timbul dapat disimpulkan kalau pasien perempuan tersebut menderita dermatitis kontak iritan.Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka

fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin.Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator-mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.4

Ada dua jenis bahan iritan yaitu:

1) Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang.

2) Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

EtiologiPenyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga dapat ikut berperan mempengaruhi adanya. Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic.5

Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin, 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden melaporkan

bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang diterima untuk mengerjakan pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko. Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti.6

Patofisiologi

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.Kebanyakan bahan iritan (toksik) merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diagliserida (DAG), platet activating faktor (PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF sehingga memperkuat perubahan vaskular. DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspersi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1(lL-1) dan granulocyte macrophage colony stimulatunf factor( GMCSF). lL-1 mengaktifkan sel T penolong mengeluarkan lL-2 dan mengekspresikan reseptor lL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1(ICAM-1). Pada kontak iritan keratinosit juga melepaskan TNFa, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.7

Gambaran Klinis

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu: 7,8

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Pada beberapa individu, gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis. Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang – hal ini dikenal sebagai “decrescendo phenomenon”. Pada beberapa kasus tidak biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap. Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.7,8

Gambar 1. DKI akut akibat penggunaan pelarutan industri

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)

Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut. Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.7,8

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)

Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.7,8

Gambar 2. DKI kronis akibat efek korosif dari semen.

4. Reaksi Iritan

Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.7,8

Gambar 3. Reaksi Iritan

5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)

Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih

lama. Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.7,8

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous

Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara histologi. Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang tinggi. Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).7,8

7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini.7,8

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)

Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan. DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal. Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran dan ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.7,8

Gambar 4. DKI Gesekan.

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform

Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa kosmetik.

Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik.7,8

Gambar 5. DKI Akneiform.

10. Dermatitis Asteatotik

Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.7,8

Gambar 7: DKI Asteatotik.

Komplikasi

Adapun komplikasi Dermatitis Kontak Iritan secara umum adalah sebagai berikut:

Meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal

Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada

pekerjayang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena DKI Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.9

Penatalaksanaan

a). Non Medikamentosa

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Pembersihan menyeluruh daerah yang terkena dengan air dingin. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.9

b). Medikamentosa

Pengobatan dilakukan secara suportif yang berkisar dari losion pelembab, krim antiseptik sampai steroid sistemik, dan antibiotik, tergantung pada kelainan kulitnya. Pruritus, yang seringkali menyertai iritasi, diobati dengan antihistamin (difenhidramin atau hidroksizin).

Sedangkan untuk mengatasi peradangan, jika sangat diperlukan, dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Efek samping hidrokortison terhadap kulit adalah hirsutisme, hipotrofi, strie, atrofise, dermatosis akneformis, purpura, dan telenangiektasis.9

Pencegahan

Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:

a. Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.

b. Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih.

c. Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.1,9

Prognosis

Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan penyebab dapat diidentifikasi dan dieliminasi. Prognosis untuk dermatitis iritan kumulatif atau dermatitis

iritan yang kronis ditangani seksama dan mungkin lebih buruk daripada dermatitis alergi. Dengan latar belakang atopi, kurangnya pengetahuan tentang penyakit, diagnosis, dan terapi yang terlambat merupakan faktor yang menyebabkan prognosis buruk. Dermatitis post-occupational persistent telah terlihat pada 11% dari individu.1,9

Kesimpulan

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap

pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal.

Klasifikasi Dermatitis adalah dermatitis kontak, dermatitis atopik, dermatitis numularis dan

demertitis soboik. Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar

merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu

alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Manifestasi klinis dermatitis adanya

tanda-tanda radang akut terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema

misalnya pada bagian utama muka

( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna. Pemeriksaan

penunjang dan lab dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa medis maupun keperawatan,

komlikasi yang mungkin muncul pada penatalaksaan medis dan keperawatan adalah infeksi.

Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan mencakup beberapa diagnosa yaitu Kerusakan

integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, nyeri dan gatal yang

berhubungan dengan lesi kulit, perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus,

perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik, kurang

pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit, resiko infeksi

berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.129-38.

2. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi 1. Jakarta: Erlangga; 2007.h.343-5.

3. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.117-9.

4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Surabaya: Erlangga; 2007.h.7-10.

5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.h.315.

6. Brown RG, Burns T. lecture notes on dermatology. Edisi 8. Jakarta: Erlangga; 2005.h.66-9.

7. Graber MA, Toth PP, Hering RL. Buku saku dokter keluarga. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.578-9.

8. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical dermatology. Fifth edition. New York: McGraw-hill Medical Publishing Division; 2005.h.18-22.

9. Gunawan SG, editor. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.513-4.