Upload
zaki-yamani
View
132
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
REFRESHING
Infeksi Saluran Kemih Pada Anak
Oleh:
Firman Kurniawan A 0810710046Zaki Yamani 0810713043Noor Aqilah bt Mohd Tamyes 0810714026
Pembimbing:
DR.dr. Krisni Subandyah, SpA (K)
LABORATORIUM / SMF ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi.
Ada pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai
adanya mikroorganisme patogenik (patogenik : yang menyebabkan penyakit)
pada urine, uretra (uretra : saluran yang menghubungkan kandung kemih
dengan dunia luar), kandung kemih, atau ginjal.
ISK sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil dan merupakan suatu
keadaan yang perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya
menunjukkan gejala yang amat samar dengan risiko kerusakan ginjal yang
lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar. Pengenalan
awal, pengobatan yang tepat dan mengetahui faktor dasar yang
mempermudah infeksi lebih jauh penting untuk mencegah perjalanan
penyakit untuk menjadi pyelonefritis atau urosepsis dan menghindari sekuele
akhir seperti jaringan parut pada ginjal dan gagal ginjal.(Stanley Hellerstein,
MD. 2006)
Sekitar 2.6% sampai 3.4% anak-anak di amerika terkena ISK.ISK dapat
terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian ISK pada
bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar
dibanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun,
ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya,
sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Rasio ini terus meningkat
sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih
besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat,
risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak
disunat (Andrew,2009) .
Karena tingginya angka kejadian ISK pada anak-anak dengan gejala
klinis yang tak terlalu jelas serta tingginya resiko komplikasi yang lebih berat,
maka dalam refreshing kali ini penulis akan membahas tentang ISK.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pendekatan diagnosa ISK yang tepat pada anak?
Bagaimana penatalaksanaan dan terapi ISK yang tepat pada anak?
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui pendekatan diagnosa ISK yang tepat pada anak.
Mengetahui penatalaksanaan ISK yang tepat pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi. Ada
pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya
mikroorganisme patogenik (patogenik : yang menyebabkan penyakit) pada urine,
uretra (uretra : saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan dunia luar),
kandung kemih, atau ginjal.
ISK adalah infeksi pada saluran kemih. Saluran kemih merupakan bagian
dari tubuh yang berguna untuk memproduksi dan membuang urin, yaitu ginjal
untuk menghasikan urin, ureter yang menyalurkan urine dari ginjal ke buli, buli
sebagai penyimpanan urin dan uretra sebagai saluran urin dari buli keluar tubuh
(Cambrige University Hospial, 2010).
Merupakan batasan infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi pada
saluran kemih, mulai dari uretra, buli-buli, ureter, pielum ginjal sampai jaringan
ginjal. Infeksi ini dapat berupa pielonefritis akut/kronis, infeksi saluran air kemih
berulang, bakteriuria bermakna dan bakteriuria asimtomatis (Sjaifullah, 2008).
2.2 Epidemiologi dan Insidensi
Sekitar 2.6% sampai 3.4% anak-anak di amerika terkena ISK.ISK dapat
terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki.2 Kejadian ISK pada
bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar
dibanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK
lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar
ISK terjadi pada anak perempuan. Rasio ini terus meningkat sehingga di usia
sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada
anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga
menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat (Andrew,2009)
Infeksi saluran kemih pada anak dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Angka rasio kejadian infeksi saluran kemih pada anak dilaporkan untuk rasio bayi
laki – laki dan perempuan pada awal kehidupan bayi adalah antara 3 : 1 dan 5 :
1. setelah masa bayi, anak perempuan lebih sering mengalami infeksi saluran
kemih dibandingkan laki – laki yaitu dengan rasio L/P 1 : 4 untuk infeksi yang
simtomatis dan 1 : 25 untuk infeksi yang asimtomatis pada anak usia sekolah,
diduga faktor uretra yang lebih pendek pada perempuan yang berperan dalam
hal ini (Alatas Husein,2002).
Data prevalensi rumah sakit RSCM Jakarta dalam periode 3 tahun (1993-
1995) didapatkan 212 kasus ISK, dengan rata-rata 70 kasus baru per tahun. Data
studi kolaboratif pada 7 rumah sakit pusat pendidikan dokter di Indonesia dalam
kurun 5 tahun (1984-1989) dilaporkan angka kejadian kasus baru ISK pada anak
berkisar antara 0,1- 1,9% dari seluruh kasus pediatric yang dirawat . Jumlah ISK
kompleks di Jakarta lebih sedikit dari ISK simpleks yaitu 22,2% dari 42 kasus
ISK. Meskipun lebih sedikit perlu mendapat perhatian khusus karena dapat
bersifat progresif (Alatas Husein,2002).
Angka kekambuhan cukup tinggi yaitu pada anak perempuan 30% pada
tahun pertama dan 50% dalam 5 tahun kedepan. Sedangkan pada anak laki-laki
angka kekambuhan sekitar 15-20% pada tahun pertama dan setelah umur 1
tahun jarang ditemukan kekambuhan. ISK yang terjadi nosokomial di rumah sakit
pernah dilaporkan sebanyak 14,2% per 1000 penderita anak, hal ini terjadi
biasanya karena pemakaian kateter urin jangka panjang (Alatas Husein,2002).
2.3 Etiologi
Kuman penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah E. Coli yaitu
sekitar 80% – 90% kasus kasus ISK dan kuman patogen lainnya meliputi
Klebsiella-Enterobacter spp., Proteus spp., Enterococcus faecalis, dan
stafilokokus koagulase-negatif. Pada infeksi saluran kemih kronis sering kali
berkaitan dengan Pseudomonas spp., Proteus spp., enterokokus atau Candida
spp (Sjaifullah, 2008).
2.4. Klasifikasi
ISK pada anak dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi, infeksi, dan kelainan
saluran kemih.
Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimptomatik dan
simptomatik.
Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK
bawah
Berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK
simpleks dan ISK kompleks.
Untuk kepentingan klinis dan tata laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK
simpleks dan ISK kompleks.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan
ISK menjadi ISK atipikal dan ISK berulang.
2.5 Patogenesis
Patogenesis ISK sangat kompleks karena menyangkut interaksi dari
berbagai faktor, baik dari pihak penjamu ( host ) dan dari faktor virulensi kuman.
Pada bayi, terutama neonatus biasanya bersifat hematogen sebagai akibat
terjadinya sepsis. Sedangkan pada anak-anak infeksi biasanya berasal dari
daerah perineum yang kemudian menjalar secara ascendens sampai ke kandung
kemih, ureter atau ke parenkim ginjal (Latief, 1985).
Bukti terjadinya ISK dengan jalur asendens adalah ditemukannya strain
bakteri yang sama didaerah perineum penderita ISK, yang tidak ditemukan pada
anak normal. Pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi, bakteri patogen berasal
dari flora di bawah preputium dan frekuensi terjadinya ISK juga lebih besar
(Alatas Husein, 2002).
2.5.1 Kolonisasi Periuretra
Setelah lahir, area periuretra, termasuk uretra bagian distal, menjadi
tempat kolonisasi mikroorganisme aerob dan anaerob yang berfungsi
sebagai barier pertahanan terhadap kolonisasi kuman patogen saluran
kemih. Pada anak yang lebih kecil, enterobacteria dan enterococcus
merupakan flora normal di saluran kemih. Eschericia coli merupakan bakteri
gram negatif yang dominan pada anak perempuan, sedangkan E coli dan
Proteus sp pada anak laki-laki. Anak balita sering terkena ISK karena
kolonisasi periuretra oleh E coli, enterococci, dan Proteus sp. Pada
umumnya kuman patogen ini ditemukan pada tahun pertama kehidupan dan
jarang didapatkan setelah >5 tahun.
2.5.2 Faktor Penjamu (Host)
Tiap individu memiliki kerentanan yang berbeda – beda terhadap ISK.
Hal ini dapat diterangkan oleh adanya faktor-faktor hospes, seperti produksi
antibodi uretra dan servikal (IgA), dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
perlekatan bakteri pada epitel introitus dan uretra.Tomm- Horsfall
glikoprotein dan IgA sekretori mencegah perlekatan bakteri pada uroepitel.
Pada anak dengan ISK berulang kadar IgA sekretori lebih sedikit
dibandingkan dengan anak normal. Hal ini menunjukkan adanya defek
respon imun terhadap infeksi (Alatas Husein, 2002).
Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran kemih, dan penyakit
granulomatosa kronis adalah faktor lain yang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi. Bila organisme dapat masuk ke dalam kandung
kemih, beratnya infeksi dapat menggambarkan virulensi bakteri (Nelson,
1996).
Refluks vesiko ureter (RVU) merupakan factor penjamu utama untuk
terjadinya pielonefritis pada anak. RVU ditemukan pada 25-50% ( rata-r
ata) penderita ISK. Pada pasien dengan ISK yang disertai RVU,80%
menunjukkan gambaran parut ginjal pielonefritik. Obstruksi dan beberapa
kelainan uronefrotapi congenital juga merupakan faktor predisposisi
terjadinya ISK. Obstruksi paling sering terjadi pada hubungan pelvio ureter,
vesiko ureter dan uretra posterior. Demikian pula kelainan fungsional saluran
kemih seperti buli-buli neurogenik dan non neurogenerik dapat menimbulkan
retensio urin atau inkontinesia yang dapat menimbulkan ISK (Alatas Husein,
2002).
2.5.3 Faktor Virulensi Bakteri
Bakteri virulen berarti mempunyai kemampuan untuk menimbulkan
infeksi. Bakteri uropatogen adalah strain bakteri yang mempunyai faktor
virulensi spesifik untuk meninbulkan kolonisasi pada uroepitel. Tahap awal
timbulnya infeksi adalah terjadi perlekatan bakteri pada sel epitel. Tahap
berikutnya baru terjadfi penetrasi bakteri ke jaringan, proses inflamasi dan
kerusakan sel. E.Coli mempunyai daya melekat pada uroepitel karena
adanya zat adhesion di membrane luar bakteri,pada rambut-rambut (pili)
spesifik yang disebut fimbrie. E. Coli pieloenefritogenik mempunyai fimbrie
yang dapat mengaglutinasi eritrosit golongan darah P1, oleh kerena ISK
disebut P-fimbrie.
Ada 2 tipe fimbrie yaitu tipe I dan II. I ditemukan pada hampir semua
E.Coli. karena perlekatan tipe I pada sel dapat dihambat oleh D – Mannosa,
disebut “mannose sensitif”. Perlekatan tipe II tidak dapat dihambat oleh D –
Mannosa karena ISK disebut Mannosa resisten’. P- fimbrie termasuk tipe II
dan hanya ditemukan pada strain E.Coli tertentu. Reseptor untuk P-fimbrie
adalah suatu glikosfingolipid yang terdapat pada membrane sel uroepitel,
yaitu galaktosa a 1–4-galaktosa a (gal-gal pili). E.Coli dengan P-fimbrie inilah
yang dapat menyebabkan pielonefritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
E. Coli pielonefritogenik 76-94% mengandung P-fimbrie, sedangkan pada
yang menyebabkan sistitis hanya ditemukan pada 19-23%.
Faktor virulensi lain yang ditemukan pada E.Coli adalah:
1. Antigen K : suatu polisakarida pada kapsul yang dapat melindungi bakteri
terhadap lisis oleh komplemen dan fagositis. Juga lebih banyak ditemukan
pada anak dengan pielonefritis daripada sistisis.
2. Antigen O : bersifat toksik dan menyebabkan terjadinya dema, dan
inflamasi.
3. Hemolisin : protein sitotoksik yang pada percobaan invitro dapat merusak
sel epitel (tubulus)
4. Colisin (Colisin-V) : jenis protein yang dapat membunuh bakteri lain.
5. Aerobaktin : protein yang dapat mengikat dan menumpuk zat besi yang
berguna untuk pertimbunan kuman.
2.5.4 Faktor Predisposisi
- Anak perempuan
- Anak laki-laki tidak disirkumsisi
- Disfungsi miksi
- Obstipasi kronik
- Instrumentasi uretra
- Pemasangan kateter (buli-buli)jangka panjang
- Infestasi cacing kremi
- Buli-buli neurogenik dan non neurogenik
- Membersihkan feses dari bawah keatas
- Mandi busa
- Kelainan anatomi saluran kemih
- Uropati Obstruktif
- Adhesi labia
- Refluks vesiko ureter
- Batu saluran kemih
2.6 Manifestasi klinis
Infeksi saluran kemih dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi
baru lahir gejala dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan
pertumbuhan, atau tanda-tanda sepsis. Pada masa bayi gejala sering
berupa panas yang tidak diketahu penyebabnya, nafsu makan berkurang,
gangguan pertumbuhan berkurang, kadang – kadang diare atau kencing
sangat berbau. Pada usia prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam,
sering kencing, dan mengompol. Pada usia sekolah gejala spesifik makin
nyata berupa mengompol, sering kencing sakit waktu kencing, atau sakit
pinggang (Nelson, 1996).
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter,
pielum, dan ginjal) sedangkan gejala ISK bagian bawah ( kandung kemih
dan uretra) biasanya lebih ringan, umumnya berupa disuria, polakisuria,
atau kencing mengedan, tanpa demam.
Pada infeksi kronis atau berulang dapat terjadi tanda – tanda gagal ginjal
menahun atau hipertensi serta ganguan pertumbuhan.
Secara umum gejala klinis dari infeksi saluran kemih berbeda – beda
yaitu tergantung dari umurnya, berikut uraiannya :
- Umur 0 – 1 bulan : Gangguan pertumbuhan, anoreksia,
muntah dan diare, kejang, koma, panas / hipotermia tanpa
diketahui sebabnya
- Umur 1 – 24 bulan: Panas / hipotermia tanpa diketahui
sebabnya, gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare,
kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air kemih berbau /
berubah warna, kadang – kadang disertai nyeri perut /pinggang.
- Umur 2 – 6 tahun : Panas / hipotermia tanpa diketahui
sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria,
enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare, muntah,
gangguan pertumbuhan serta anoreksia.
- Umur 6 – 18 tahun : Nyeri perut / pinggang, panas tanpa
diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polikisuria,
disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna.
2.7 Diagnosis
Pada kasus ISK yang simptomatis, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang ditemukan serta dengan adanya jumlah
bakteri yang bermakna dalam urin yang seharusnya steril dengan atau tanpa
disertai piuria. Bila ditemukan silinder lekosit, maka kemungkinan pielonefritis
perlu dipikirkan.
2.7.1 Anamnesa
Pada kasus simptomatis, terutama pada bayi yang baru lahir, akan
didapatkan keluhan dari orangtua yaitu bayi sering demam, muntah, mencret,
tidak mau minum, perut kembung, tampak kuning, dan air kemih berwarna
kemerahan.
Manakala pada anak usia prasekolah dan sekolah, dari anamnesis bisa
didapatkan keluhan demam dengan atau tanpa menggigil, sakit di daerah
pinggang, sakit waktu berkemih, buang air kemih sedikit-sedikit tetapi sering, air
kemih kerung atau berwarna kemerahan.
ISK serangan pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih jelas
dibandingkan dengan infeksi berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol
kandung kemih, pola berkemih dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk
menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan tanda klinis yang sering
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran
antropometrik, pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara
uretra, pemeriksaan neurologic ekstrimitas bawah, tulang belakang untuk melihat
ada tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Genitalia eksterna
diperiksa untuk melihat kelainan fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki atau
sinekia vagina pada perempuan.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk menegakkan diagnosis ISK
ialah biakan urin dan pemeriksaan urin lengkap.
1. Biakan Urin
Penampungan urin untuk biakan dapat dilakukan dengan 3 cara:
i. Urin pancaran tengah (midstream urine)
ii. Kateterisasi kandung kemih
iii. Pungsi kandung kemih
Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah waktu antara pengiriman bahan dan
penanaman dalam media biakan. Bila urin dibiarkan dalam suhu kamar selama ½
jam atau lebih maka kuman akan cepat membiak sehingga akan memberikan
hasil yang positif palsu. Bila urin tidak segera dikirim ke laboratorium, maka harus
disimpan pada suhu 4˚C. Dengan cara ini urin dapat disimpan selama 24-48 jam
tanpa merubah jumlah kuman.
Interpretasi biakan urin
Umumnya urin dibiakkan dalam media agar darah dan media McConkey.
Interpretasi hasil biakan urin bergantung pada teknik pengambilan sampel urin,
waktu dan keadaan klinik.
Untuk teknik pengambilan sampel urin dengan cara aspirasi supra pubik,
semua literature sepakat bahwa bakteriuria bermakna jika ditemukan
kuman dengan jumlah berapa pun.
Untuk teknik pengambilan sampel dengan kateter urin dan urin pancar
tengah
o Berdasarkan criteria Kass, dipakai jumlah kuman ≥105 cfu/mL urin
sebagai bakteriuria bermakna.
o Garin dkk., menggunakan jumlah >105cfu/mL sebagai criteria
bermakna,
o Paschke dkk. (2010) menggunakan batasan ISK dengna jumlah
kuman > 50x103cfu/mL untuk teknik pengambilam urin dengan
midstream/clean catch,
o Pada neonates, Lin dkk. Menggunakan jumlah >105cfu/mL,
Baerton dkk., menggunakan batasan kuman > 104cfu/mL jika sample urin
diambil dari urin bag.
2. Pemeriksaan Urin Lengkap
Pemerkiksaan urinalisis meliputi lekosituria, nitrit, leukosit esterase, protein,
dan darah. Leukosituria merupakan penunjuk kemungkinan adanya bakteriuria,
tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria biasanya
ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK
simptomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria
dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril perlu
ditimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan
Ureaplasma urealitikum.
Pemeriksaan dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase,
enzim yang terdapat di dalam lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya
leukosit dalam urin.
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin.
Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan
jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebahagian besar kuman Gram
negative dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi nitrit,
sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam urin. Urin dengan berat
jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit.
Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak
dipakai sebagai indicator diagnostik. Protein dan darah mempunyai sensitivitas
dan spesifisitas yang rendah dalam diagnosis ISK. Peningkatan Neutrophil
gelatinase associated lipocalin urin (uNGAL) dan rasio uNGAL dengan creatinine
urin (uNGAL/Cr) > 30 ng/mg merupakan tanda ISK.
Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, tetapi dapat dilihat dengan fase
kontras. Pada urin segar tanpa dipusing (uncetrifuged urine), terdapatnya kuman
pada setiap LPB pemeriksaan mikroskopis menandakan jumlah kuman lebih dari
107cfu/mL urin, sedangkan pada urin yang dipusing, terdapatnya kuman pada
setiap LPB pemeriksaan mikroskopis menandakan jumlah kuman lebih dari
105cfu/mL urin. Jika pada mikroskope fase kontras tidak terlihat kuman,
umumnya urin steril.
2.8 Diagnosis Banding
- Pada anak-anak yang telah mendapatkan vaksin terhadap H.influenzae dan S.
pneumonia :
Kemungkinan terjadinya ISK sebesar 7%
- Gejala-gejala traktus urinarius dan bakteriuria dapat terjadi pada:
Vulvovaginitis non-spesifik
Nefrolitiasis
STD (Chlamydia)
Vaginal foreign body
- Gejala trias demam, nyeri abdomen, dan pyuria dapat terjadi pada:
Apendisitis
Kawasaki disease
2.9 Tatalaksana
Tatalaksana ISK didasarkan pada beberapa faktor seperti umur pasien,
lokasi infeksi, gejala klinis, dan ada tidaknya kelainan yang menyertai ISK. Sistitis
dan pielonefritis memerlukan pengobatan yang berbeda. Keterlambatan
pemberian antibiotik merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya jaringan
parut pada pielonefritis. Sebelum pemberian antibiotik, terlebih dahulu diambil
sampel urin untuk pemeriksaan biakan urin dan resistensi antimikroba.
Penanganan ISK pada anak yang dilakukan lebih awal dan tepat dapat
mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut.
Sampai saat ini masih belum ada keseragaman dalam penangan ISK pada
anak, dan masih terdapat beberapa hal yang masih kontroversi. Beberapa
protokol penanganan ISK telah dibuat berdasarkan hasil penelitian multisenter.
Secara garis besar, tatalaksana ISK terdiri atas : 1. Eradikasi infeksi akut, 2.
Deteksi dan tatalaksanan kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan
saluran kemih dan 3. Deteksi dan mencegah infeksi berulang.
Eradikasi Infeksi akut
Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut, mencegah
terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkim ginjal. Jika seseorang anak
dicurigai ISK, berikan antibiotik dengan kemungkinan yang paling sesuai sambil
menunggu hasil biakan urin, dan terapi selanjutnya disesuaikan dengan hasil
biakan urin. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada pila resistensi kuman
setempat atau lokal, dan bila tidak ada, dapat digunakan profil kepekatan kuman
yang terdapat dalam literatur. Umumnya hasil pengobatan sudah tampak dalam
48-72 jam pengobatan. Bila dalam waktu tersebut respon klinis belum terlihat,
mungkin antibiotik yang diberikan tidak sesuai atau mungkin yang dihadapi
adalah ISK komplek, sehingga antibiotik dapat digantikan. Selain pemberian
antibiotik, dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan.
NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut.
1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter
spesialis anak, pengobatan harus dengna antibiotik parenteral
2. Bayi > 3 bulan dengan pielonefritis akut / ISK atas :
- Pertimbangan untuk dirujuk ke spesialis anak
- Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang
resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman,
seperti sefalosporin atau ko-amoksikalv
- Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan
antibiotik parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-
4 hari dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga total lama
pemberian 10 hari
3. Bayi > 3 bulan dengan sistitis / ISK bawah :
- Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi
kuman setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat
diberikan trimetropim, sefalosporin atau amoksisilin
- Bula dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai
kembali dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat
pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat
Berbagai antibiotik digunakan untuk pengobatan pada Isk, baik antibiotik yang
diberikan secara oral maupun parenteral
Tabel 1. Pilihan antibiotik oral pada infeksi saluran kemih
Jenis antibiotik Dosis per hari
Amoksilin
Sulfonamid
- Trimetroprim (TMP)-
sulfametotakson
- Sulfisosazol
Sefalosporin
- Sefiksim
- Sefpodiksim
- Sefprozil
- Sefaleksin
20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
6-12 mg TMP dan 30-60 mg SMX mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis
120-150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
- Lorakarbef 15-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
Jenis Amtibiotik Dosis Per hari
Seftriakson
Sefotaksim
Seftazidim
Sefazolin
Gentamisin
Amikasin
Tobramisin
Tikarsilin
Ampisilin
75 mg/kgBB/hari
150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 jam
150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 jam
50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 8 jam
7.5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 jam
15 mg/kgBB/hari dibagi dalam 12 jam
5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 8 jam
300 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 jam
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6 jam
Pengobatan ISK pada neonatus
Pada masa neonatus, gejala klinik ISK tidak spesifik, dapat berupa apati,
anoreksia, iktersus, gagal tumbuh, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau
minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Kemampuan neonatus
mengatasi infeksi infeksi yang belum berkembang menyebabkan mudah terjadi
sepsisa atau meningitis, terutama pada neonatus dengan kelainan saluran
kemih.
Pengobatan terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi bakteri Gram negatif.
Antibiotik harus segera diberikan secara intravena. Kombinasi aminoglikosida
dan ampisilin pada umumnya cukup memadai. Lama pemberian antibiotik pada
neonatus dengan ISK adalah 10-14 hari. Pemberian profilaksis antibiotik segera
diberikan setelah pengobatan fase akut
Bakterutia asimtomatik
Pada beberapa kasus ditemukan pertumbuhan kuman >105 cfu/mL
dalam urin tanpa gejala klinik ISK bawah (disuria, urgensi dan frekuensi) ataupun
gejala klinik ISK atas seperti demam, menggigil, nyeri sekitar ginjal.
Secara umum disepakati bahwa bakteriuria asimtomatik tidak memerlukan
terapi antibiotik, malah pemberianan antibiotik dapat menambah risiko komplikasi
antara lain meningkatkan rekurensi pada 80 % kasus.
Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
Dalam pengamatan selanjutnya 30-50% penderita akan mengalami infeksi
berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Oleh karena itu perlu
dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase
akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun.
Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut. Bila
relaps atau reinfeksi terjadi lebih ari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan
pengobatan profilaksis, dengan obat-obat anti septis urin, yaitu nitrofurantion,
kontrimoksazol, sefaleksin atau metenamin mandelat. Pada umumnya diberikan
seperempat dosis normal, satu kali sehari pada malam hari slama 3 bulan. Bila
infeksi traktus urinarus disertai dengan kelainan anatomis (disebut ISK kompleks
atau complicated urinary infection), maka hasil pengobatan biasanya kurang
memuaskan. Pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan
dilakukan dengan terapi profilaksis selama 6 bulan dan bila perlu sampai 2 tahun.
Koreksi pembedahan
Bila pada pemeriksaan radioogis ditemukan obtruksi, maka perlu dilakukan
koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari derajat stadiumnya.
Refluks stadium I sampai III biasanya akan menghilang dengan pengobatan
terhadap infeksinya. Pada stadium IV perlu dilakukan koreksi bedah yaitu dengan
reimplantasi ureter pada kandung kemih (ureteroneosistostomi). Pada keadaan-
keadaan tertentu misalnya pada pionefritis atrofik kronik, tindakan nefrektomi
kadang-kadang perlu dilakukan.
2.10Rawat Inap
ISK yang memerlukan rindakan rawat inap antara lain, ISK pada neonatus,
pielonefritis akut, ISK dengan komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi, ISK
disertai sepsis atau syok, ISK dengan gejala klinik yang berat seperti rasa sakit
yang hebat, toksik, kesulitan asupan oral, muntah dan dehidrasi.
ISK dengan kelainan urologi yang kompleks, Isk dengan organisme resisten
terhadap antibiotik oral, atau terdapat masalah psikologis seperti orangtua yang
tidak mampu merawat anak.
2.11Prognosis
Prognosis ISK pada anak bergantung pada:
Cepat/lambatnya pengobatan;
Sensitivitas mikroba;
Ada tidaknya komplikasi;
Simple ISK (ISK yang tanpa komplikasi) memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan complicated ISK (ISK dengan komplikasi penyerta).
Ada tidaknya kelainan struktural
2.12Komplikasi
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakterimia, sepsis dan meningitis.
Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal,
komplikasi pada masa kehamilan seperti preeclampsia. Parut ginjal terjadi pada
8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko
terjadinya parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan pemberian antibiotic
dalam tatalaksana ISK, infeksi berulang, dan obstruksi saluran kemih.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Infeksi saluran kemih adalah keadaan bertumbuh dan berkembang biaknya
kuman atau mikroba di dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. ISK
merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, sering merupakan tanda
kelainan ginjal dan saluran kemih, dan potensial menyebabkan parut ginjal yang
berlanjut menjadi gagal ginjal terminal. Diagnosis dini dan terapi adekuat sangat
penting dilakukan agar penyakit tidak berlanjut. Peranan pencitraan sangat
penting untuk mencari faktor predisposisi, dan jenis pemeriksaan tergantung
pada tujuan dan fasilitas yang tersedia. Teknik pengambilan sampel untuk biakan
urin terdiri atas aspirasi suprapubik, kateterisasi urin, urin pancar tengah dan
pengambilan urin dengan urin collector. Deteksi kelainan saluran kemih,
meningkatkan strategi pemanfaatan pemeriksaan pencitraan, dan penggunaan
antibiotic yang tepat akan menurunkan terjadinya parut ginjal dan komplikasinya.
Pengobatan ISK bertujuan untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Keberhasilan
penanganan yang efektif ialah diagnosis dini dan pengobatan antibiotic yang
adekuat, serta tindak lanjut yang terprogram.
Diagnosis klinis ISK dapat ditegakkan sehingga dapat diterapi dengan antibiotic
empiris meskipun belum ada hasil biakan urin apabila:
Anak dengan demam disertai kelainan pada urinalisis seperti leukosituria,
uji nitrit positif, leukosit esterase positif.
Anak dengan keluhan gangguan berkemih seperti disuria, polakisuria,
urgency, frequency, ngompol, nyeri pinggang disertai dengan kelainan
pada urinalisis seperti leukosituria, uji nitrit positif, leukosit esterase positif.
Daftar Pustaka
Alatas Husein, 2002, Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta.
Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak 2,Infomedika, Jakarta.
Behrman, Kliegman, Arvin, Nelson, 1996, Nelson Textbook Of Pediatrics, 15th
en,pp 1863-5, WB Saunders Compay, Philadelphia, Pennysilvania.
Sudung, Taralan, Husein,.2011. Konsesnsus Infeksi Saluran Kemih Pada Anak. Badan Penerbit Ikaan Dokter Anak Indonesia.
Sjaifullah, Soemiarso,. 2008. Infeksi Saluran Kemih. Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III. Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya
Andrew,.2009. Urinary Tract Infection in Children. Director of Pediatric Urology ; Los Angeles