17
Keluhan Mata Kiri tidak dapat Menutup dan Mulut Mencong ke Kanan Hendrikus Hendra Suseno 102011381 A8 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat [email protected] Pendahuluan Bell’s palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf fasialis, yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi ajah. Paralisis ini menyebabkan asimetri wajah serta mengganggu fungsi normal, seperti menutup mata dan makan. Awitan Bell’s palsy biasanya mendadak, penderita setelah bangun pagi mendapati salah satu sisi wajahnya asimetris. Gejala awal yang ringan seperti kesemutan di sekitar bibir atau mata kering biasanya cepat menjadi berat dalam waktu 48 jam atau kurang. Infeksi virus seperti herpes, mumps, dan HIV, serta infeksi bakteri seperti penyakit lyme atau tuberkulosis dapat menyababkan inflamai dan pembengkakan saraf kranial sehingga menyebabkan Bell’s palsy. Stres, kehamilan, fraktur tengkorak, tumor, atau kondisi 1

Makalah PBL Blok 22N

Embed Size (px)

DESCRIPTION

JK

Citation preview

Page 1: Makalah PBL Blok 22N

Keluhan Mata Kiri tidak dapat Menutup

dan Mulut Mencong ke Kanan

Hendrikus Hendra Suseno

102011381

A8

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat

[email protected]

Pendahuluan

Bell’s palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf

fasialis, yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi ajah. Paralisis ini menyebabkan

asimetri wajah serta mengganggu fungsi normal, seperti menutup mata dan makan. Awitan

Bell’s palsy biasanya mendadak, penderita setelah bangun pagi mendapati salah satu sisi

wajahnya asimetris. Gejala awal yang ringan seperti kesemutan di sekitar bibir atau mata

kering biasanya cepat menjadi berat dalam waktu 48 jam atau kurang. Infeksi virus seperti

herpes, mumps, dan HIV, serta infeksi bakteri seperti penyakit lyme atau tuberkulosis dapat

menyababkan inflamai dan pembengkakan saraf kranial sehingga menyebabkan Bell’s palsy.

Stres, kehamilan, fraktur tengkorak, tumor, atau kondisi neurologis yang disebabkan oleh

penyakit kronis seperti diabetes melitus dan sindrom Guillain-Barre dapat menyebabkan

Bell’s palsy.1

Pembahasan

Di dalam proses penelusuran suatu penyakit, kita harus mempunyai pengetahuan

mengenai ciri-ciri suatu penyakit dari keluhan pasien dan langkah-langkah dalam

mendiagnosa suatu penyakit untuk mengetahui penyakit apa yang dialami oleh pasien kita.

1

Page 2: Makalah PBL Blok 22N

A. Anamnesis

Dalam proses anamnesa dilakukan komunikasi dengan pasien yang berkaitan

dengan kondisi kesehatannya. Hal yang pertama kita tanyakan tentu mengenai

identitasnya, kemudian apa keluhannya dan sejak kapan. Kemudian kita tanya yang

berkaitan dengan penyakitnya atau keluhan penyerta lainnya seperti apakah ada rasa

nyeri di tempat lain, apakah ada gangguan atau kehilangan rasa kecap, dan riwayat

penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis,

herpes, cacar, rubella, mumps, dan lain-lain karena dapat menyebabkan inflamasi dan

pembengkakan saraf fasialis sehingga mengakibatkan Bells palsy.1

B. Pemeriksaan Fisik

Pada inspeksi terlihat pendataran dahi dan lipatan nasolabial pada sisi yang

terkena. Ketika pasien meminta menaikkan alis mata, sisi dahi yang lumpuh terlihat

datar. Ketika pasien diminta tersenyum, wajah menjadi menyimpang dan terdapat

lateralisasi ke sisi yang berlawanan dari yang lumpuh. Psien tidak dapat menutup

matanya secara sempurna pada sisi yang lumpuh. Pada saaat berusaha untuk menutup

mata, bola mata seolah bergulir ke atas pada sisi yang lumpuh. Hal ini disebut dengan

fenomena Bell dan merupakan hal yang normal pada saat menutup mata. Pemeriksaan

yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan harus dilakukan pada

pasien dengan kelumpuhan wajah. Pada telinga luar harus dilihat adanya vesikel,

infeksi, atau trauma, penurunan sensibilitas rasa nyeri di daerah aurikular posterior.1

C. Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:1,2

1. Laboratorium

Titer Lyme (IgM dan IgG), gula darah atau hemoglobin A1C (HbA1c),

pemeriksaan titer serum herpes simplek virus (HSV).

Pada MRI (magnetic resonansi imaging) tampak peningkatan intensitas

N. VII atau di dekat ganglion genikulatum. Jika pasien memiliki

riwayat trauma, dapat dilakukan CT-Scan tulang temporal.

2. Uji untuk menilai fungsi syaraf wajah dapat dilakukan dengan uji kecepatan

hantar syaraf dan EMG.

2

Page 3: Makalah PBL Blok 22N

D. Diagnosis Banding dan Diagnosis Kerja

Diagnosis banding

1. Stroke iskemik

Klasifikasi stroke iskemik berdasrkan waktunya terdiri atas:1

Transient Ischaemic Attack (TIA), merupaka defisit neurologis yang

membaik dalam waktu kurang dari 30 menit.

Reversible Ischaemic Neurological Defisit (RIND), merupakan defisit

neurologis membaik kurang dari 1 minggu.

Manifestasi klinis dari stroke iskemik ini adalah:1

Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan

hemiparesis dan hemihipestasi kontralateral yang terutama melibatkan

tungkai.

Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan

hemiparesis dan hemihipestasi kontralateral yang terutama mengenai

lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai

area otak dominan) atau hemipastial neglect (bila mengenai area otak

nondominan)

Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf

kranial seperti disartri, diplopi, dan vertigo. Gangguan serebral seperti

ataksia atau kehilangan keseimbangan atau penurunan kesadaran.

Infark Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan

murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

2. Stroke hemoragik

Klasifikasi stroke hemoragik adalah sebagai berikut:1

Perdarahan intraserebral (PIS), merupakan perdarahan primer yang

berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak.

Perdarahan subaraknoid (PSA), dimana suatu keadaan terdapatnya atau

masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid karena pecahnya

aneurisma, atau sekunder dari PIS.

3

Page 4: Makalah PBL Blok 22N

Manifestasi klinisnya dapat dilihat pada tabel berikut:1

Tabel 1. Manifestasi Klinis pada Perdarahan Intraserebral (PIS) dan

Perdarahan Subaraknoid (PAS)

Gejala klinis PIS PAS

Gejala defisit fokal berat ringan

Awitan (onset) menit/jam 1-2 menit

Nyeri kepala hebat sangat hebat

Muntah pada awalnya sering sering

Hipertensi hampir selalu biasanya tidak

Kaku kuduk jarang biasa ada

Kesadaran biasa hilang bisa hilang sebentar

Hemiparesis sering sejak awal awal tidak ada

Deviasi mata biasanya ada jarang

Likuor sering berdarah berdarah

Gejala klinis pada stroke akut berupa:1

Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang

timbul mendadak.

Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan

hemisensorik).

Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium , latergi,

stupor, atau koma).

Afasia  (tidak lancar atau tidak dapat bicara).

Disatria (bicara pelo atau cadel).

Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran).

Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

Diagnosis kerja adalah Bell’s palsy yang akan dibahas selanjutnya.

E. Etiologi

Penyebab tersering adalah virus herpes simplek tipe 1. Penyebab lain sebagai berikut:1

Infeksi virus lain

Neoplasma: setelah pengankatan tumor otak (neuroma akustik) atau tumor

lain.

Trauma: fraktur basal tengkorak, luka di telinga tengah, dan menyelam.

4

Page 5: Makalah PBL Blok 22N

Metabolik: kehamilan, diabetes melitus, hipertiroidisme, dan hipertensi.

Toksik: alkohol, talidomid, tetanus, karbonmonoksida.

F. Epidemiologi

Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial

akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden

terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy

setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan.

Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes

mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai

laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang

berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur

yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada

umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan

kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan

bisa mencapai 10 kali lipat.1

Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan.

Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi

Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21

– 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan

insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan

adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.1

G. Patofisiologi

Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut

pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus.

Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak

waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat

berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori

menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan

peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut

pada saat melalui tulang temporal.3

Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis

yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai

foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,

demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls

5

Page 6: Makalah PBL Blok 22N

motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan

supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks

motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang

berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.3

Oleh karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin”

atau dalam bahasa inggris “cold”, paparan udara dingin seperti angin kencang, AC,

atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu

penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di

dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada

lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum

timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi

di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus

longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai

kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu,

paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif

ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah).3

Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah

reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf

kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel

satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut

terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bell’s

palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi

tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk

memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa

diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena

lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun

disitu.3

H. Manifestasi Klinis

Berikut adalah manifestasi klinis penyakit Bell’s palsy berdasarkan tempat

yang terkena:1,2

1. Gejala pada sisi wajah ipsilateral

Kelemahan otot wajah ipsilateral.

Kerutan dahi menghilang ipsilateral

6

Page 7: Makalah PBL Blok 22N

Tampak seperti orang letih.

Tidak mampu atau sulit mengedipkan mata.

Hidung terasa kaku.

Sulit berbicara

Sulit makan dan minum

Sensitive terhadap suara.

Salivias yang berlebihan atau berkurang.

Pembengkakan wajah.

Berkurang atau hilangnya rasa kecap.

Nyeri di dalam atau di sekitar telinga.

Air liur sering keluar.

2. Gejala pada mata ipsilateral

Sulit atau tidak mampu menutup mata ipsilateral.

Air mata berkurang.

Alis mata jatuh.

Kelopak mata bawah jatuh.

Sensitif terhadap cahaya.

3. Residual

Mata terlihat lebih kecil.

Kedipan mata jarang atau tidak sempurna.

Senyum yang asimetri

Spasme hemifasial pascaparalitik.

Otot hipertonik.

Sinkinesia.

Berkeringat saat makan dan beraktifitas.

Otot menjadi lebih flaksid jika lelah.

Otot menjadi kaku saat letih atau kedinginan.

Secara kilinis, saraf lain kadang-kadang ikut teriritasi, misalnya rasa nyeri atau

baal pada wajah yang bisa disebabkan oleh iritasi N.V.

I. Faktor Resiko

Wanita muda usia 10-19 tahun lebih sering terkena dibandingkan dengan laki-

laki. Wanita hamil memiliki 3,3 kali risiko lebih tinggi dibandingkan dengan wanita

yang tidak hamil.1

7

Page 8: Makalah PBL Blok 22N

J. Penatalaksanaan

Terapi Umum

Untuk menghilangkan penekanan dapat diberikan prednisone dan antiviral

sesegera mungkin. Window of opportunity untuk memulai pengobatan adalah 7 hari

sejak awitan. Prednisone dapat diberikan jika muncul tanda-tanda radang. Istirahat

merupakan bagian dari terapi yang sangat penting. Pemakaian kacamata dengan lensa

berwarna atau kaca mata hitam kadang diperluka untuk menjaga mata tetap lembab

saat bekerja. Pemijatan wajah boleh dilakukan. Untuk rasa nyeri atau tidak nyaman,

kompres hangat akan membantu. Obat yang dapat menghilangkan nyeri ini

diantaranya gabapentin.1

Berikut pada tabel mengenai cara pemberian prednison dan antiviral pada

penyakit Bell’s palsy:1

Tabel 2. Dosis Prednison

Dosis Dewasa 1 mg/kg atau 60 mg oral qd selama 7 hari diikuti tapering-off

dengan total pemakaian 10 hari.

Dosis Anak 1 mg/kg PO qd selama 6 hari diikuti tapering-off dengan total

pemakain 10 hari.

Kontraindikasi Hipersensitivitas, diabetes berat yang tidak terkontrol, infeksi

jamur, ulkus peptikum, TBC, osteoporosis.

Tabel 3. Dosis Antiviral

Nama Obat Asiklovis, obat antiviral yang menghambat kerja HSV-1, HSV-

2, dan VZV.

Dosis Dewasa 400 mg PO 5 kali/hari selama 10 hari.

Dosis Anak < 2 tahun: belum dipastikan, > 2 tahun: 20 mg/kg PO selama 10

hari.

Kontraindikasi Hipersensitif, penderita gagal ginjal.

Selain tatalaksana di atas, ada juga terapi antiviral lain dan terapi tambahan berupa:1

1. Pemberian Antiviral pada Pasien Bell’s Palsy

Famsiklovir dan asiklovir sering diresepakn sebagai obat antiviral. Saat ini

dapat digunakan antiviral baru seperti valasiklovir yang bekerja cepat.

8

Page 9: Makalah PBL Blok 22N

2. Pemberian Vitamin B

Vitamin B penting dalam fungsi system saraf.

3. Perawatan Mata

Pemberian air mata buatan, lubrikan dan pelindung mata.

K. Komplikasi

Berikut adalah beberapa komplikasi dari Bell’s palsy, yaitu:4,5

1. Crocodile tear phenomenon

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini

timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari

regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva

tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion

genikulatum.

2. Synkinesis

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau

tersendiri. selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh

memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut

mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi

yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan

serabut-serabut otot yang salah.

3. Hemifacial spasm

Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan

tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium

awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai

pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme

ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul

dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.

4. KontrakturHal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis

lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat.

Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada

waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.

L. Pencegahan

Berikut adalah cara-cara yang dapat ditempuh untuk menghindari oenyakit

Bell’s palsy, yaitu:4,5

9

Page 10: Makalah PBL Blok 22N

Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah

angin mengenai wajah.

Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa

wajah langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin

terpasang di langit-langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan

kecepatan rendah saat pengoperasian kipas.

Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari.

Selain tidak bagusuntuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.

Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung

mata. Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah

berpotensi tinggi menyebabkan menderita Bell's Palsy.

Setelah berolah raga berat, jangan langsung mandi atau mencuci wajah dengan

air dingin.

Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin

langsung dengan cara menutupi wajah menggunakan kain atau penutup.

M. Prognosis

Kebanyakan pasien yang sembuh dari Bell’s palsy mengalami neuropraksia

atau hantaman konduksi saraf local. Pasein yang mengalami aksonotmesis memiliki

kesembuhan yang baik tetapi biasanya tidak sempurna. Faktor resiko yang

diperkirakan berhubungan dengan prognosis buruk adalah:1

1. Usia lebih dari 60 tahun.

2. Paralisis lengkap.

3. Penurunan rasa kecap atau air liur mengalir ke sisi yang lumpuh (biasanya 10-

25% dibandingkan dengan sisi normal).

Factor lain yang diperkirakan berhubungan dengan prognosis buruk termasuk

nyeri di bagian telinga posterior dan penurunan sekresi air mata. Pasien biasanya

memiliki prognosis baik. Hampir 80-90% pasien sembuh tanpa kelainan. Pasien yang

berusia 60 tahun atau lebih memliki kemungkinan 40% untuk sembuh dan 60%

mengalami sekuele. Bell’s palsy dapat rekuren pada 10-15% pasien. Hampir 30%

pasien dengan kelemahan wajah ipsilateral rekuren menderita tumor pada N.VII atau

kelenjar parotis.

Kesimpulan

10

Page 11: Makalah PBL Blok 22N

Bell’s palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf

fasialis, yangmenyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi ajah. Paralisis ini menyebabkan

asimetri wajah serta mengganggu fungsi normal, seperti menutup mata dan makan. Diagnosis

dapat ditegakkan secara klinik setelah penyebab yang jelas untuk lesi n. fasialis perifer

disingkirkan. Terapi dapat diberi dengan prednison dan obat antiviral, juga penambahan

vitamin B. Prognosis Bell’s palsy bervariasi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seorang laki-laki usia 25 tahun dengan

keluhan mata kiri tidak dapat ditutup dan mulutnya mencong ke kanan pada skenario,

menderita penyakit Bell’s palsy.

Daftar Pustaka

1. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Stroke dan bell’s palsy. Dalam:

Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC, 2009.h.25-30,137-41.

2. Djamil Y, Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.2009. h. 297-300.

3. Irga. Bell’s palsy,2009. http://www.irwanashari.com/260/bells-palsy.html.

4. Weiner HL, Levitt LP. Ataksia dan Bell’s palsy. Dalam: Buku Saku Neurologi. Ed 5.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.h.174.

5. Sabirin J. Bell’s palsy. Dalam: Gangguan Gerak. Semarang: Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro,1990.h.171-812.

11