10
MITIGASI BENCANA TSUNAMI A. Pengertian Tsunami dan Mitigasi Bencana Tsunami berasal dari bahasa jepang yaitu Tsu = pelabuhan dan Nami = Gelombang. Jadi Tsunami berarti pasang laut besar dipelabuhan. Dalam imu kebumian terminology ini dikenal dan baku secara umum. Secara singkat Tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh oleh suatu gangguan impulsive yang terjadi pada medium laut, seperti gempa bumi, erupsi vulkanik atau longsoran. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi merupakan segenap usaha untuk meminimalisir kerugian dan resiko akibat bencana alam. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan / atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan / peredaman atau dikenal dengan istilah Mitigasi. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan manusia (man-made disaster). Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau

Mitigasi Bencana Tsunami

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mitigasi

Citation preview

MITIGASI BENCANA TSUNAMI

A. Pengertian Tsunami dan Mitigasi Bencana

Tsunami berasal dari bahasa jepang yaitu Tsu =  pelabuhan dan Nami = Gelombang.

Jadi Tsunami berarti pasang laut besar dipelabuhan. Dalam imu kebumian terminology ini

dikenal dan baku secara umum. Secara singkat Tsunami dapat dideskripsikan sebagai

gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh oleh suatu gangguan

impulsive yang terjadi pada medium laut, seperti gempa bumi, erupsi vulkanik atau

longsoran.

Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi merupakan segenap usaha

untuk meminimalisir kerugian dan resiko akibat bencana alam. Mitigasi dapat didefinisikan

sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana

alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah

usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.

Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan / atau meniadakan korban dan

kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum

terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan / peredaman atau dikenal dengan

istilah Mitigasi. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik

yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari

perbuatan manusia (man-made disaster). Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka

mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau

kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk

mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian

resiko (risk assessment). Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang

rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya

sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali

datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang

lebih besar dari yang diperkirakan semula. 

1. Tujuan Mitigasi 

Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi

penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan

kerusakan sumber daya alam.

b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.

c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta

mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja

dengan aman (safe).

2. Pertimbangan dalam Menyusun Program Mitigasi (khususnya di Indonesia):

Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan

Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan, pangan, tenaga

kerja, perumahan dan kebutuhan dasar lainnya.

Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat

Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat

untuk membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.

Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip desentralisasi)

Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan masyarakat

kurang mampu, dan pilihan subsidi biaya tambahan membangun rumah.

Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.

Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah

yang rentan bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi

politik.

Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.

3. Langkah-Langkah Mitigasinya:

Menerbitkan peta wilayah rawan bencana

Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangandi wilayah rawan bencana

Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana

Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada masyarakat di wilayah rawan

bencana

Mengadaka penyuluhan atas upaya peningkatan kewaspadaan masyarakat di wilayah

rawan bencana

Menyiapkan tempat penampungan sementara di jalur-jalur evakuasi jika terjadi

bencana

Memindahkan masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana ke tempat yang

aman

Membuat banguna untuk mengurangi dampak bencana

Membentuk pos-pos siaga bencana

B. Mitigasi Bencana Tsunami

Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat diperlukan

ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam. Ada beberapa langkah penting yang

efektif untuk mitigasi bahaya tsunami, yaitu:

1. Penilaian Bahaya (Hazard Assessment)

Unsur pertama untuk mitigasi yang efektif adalah penilaian bahaya. Penilaian

bahaya tsunami diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, dan

tingkat ancaman (level of risk).Penilaian ini membutuhkan pengetahuan tentang

karakteristik sumber tsunami, probabilitas kejadian, karakteristik tsunami dan

karakteristik morfologi dasar laut dan garis pantai.Untuk beberapa komunitas, data dari

tsunami yang pernah terjadi dapat membantu kuantifikasi faktor-faktor tersebut. Untuk

komunitas yang tidak atau hanya sedikit memiliki data dari masa lalu, model numerik

tsunami dapat memberikan perkiraan.Tahapan ini umumnya menghasilkan peta potensi

bahaya tsunami, yang sangat penting untuk memotivasi  dan merancang kedua unsur

mitigasi lainnya, peringatan dan persiapan.

2. Peringatan (warning)

Unsur kunci kedua  untuk mitigasi tsunami yang efektif adalah suatu sistem

peringatan untuk memberi peringatan kepada komunitas pesisir tentang bahaya tsunami

yang tengah mengancam. Sistem peringatan didasarkan kepada data gempa bumi sebagai

peringatan dini, dan data perubahan muka air laut untuk konfirmasi dan  pengawasan

tsunami. Sistem peringatan juga mengandalkan  berbagai saluran  komunikasi untuk

menerima data seismik  dan perubahan muka air laut, dan untuk memberikan pesan

kepada pihak yang berwenang. Pusat peringatan (warning center) haruslah:

a. cepat – memberikan peringatan secepat mungkin setelah pembentukan tsunami

potensial terjadi,

b. tepat – menyampaikan pesan tentang tsunami yang berbahaya seraya mengurangi

peringatan yang keliru, dan

c. dipercaya – bahwa sistem bekerja terus-menerus, dan pesan  mereka disampaikan

dan diterima secara langsung dan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang

berkepentingan.

3. Persiapan (preparedness)

Kegiatan kategori ini tergantung pada penilaian bahaya dan peringatan.Persiapan

yang layak terhadap peringatan bahaya tsunami membutuhkan pengetahuan tentang

daerah yang kemungkinan terkena bahaya (peta inundasi tsunami) dan pengetahuan

tentang  sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus mengevakuasi dan kapan

saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tanpa kedua pengetahuan tersebut akan

muncul kemungkinan kegagalan  mitigasi bahaya tsunami.Jenis persiapan lainnya adalah

perencanaan  tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas vital masyarakat seperti

sekolah, kantor polisi, pemadam kebakaran,dan rumah sakit berada diluar zona bahaya.

Usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang tahan terhadap tsunami,

melindungi bangunan yang telah  ada dan menciptakan  breakwater penghalang tsunami

juga termasuk bagian dari persiapan.

4. Penelitian (tsunami-related research)

Meskipun tidak terkait langsung  dengan aktivitas mitigasi, penelitian yang terkait

dengan tsunami sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas mitigasi.Riset yang

menyelidiki bukti-bukti paleo tsunami, mengembangkan database, kuantifikasi dampak

bahaya tsunami, atau pemodelan numerik dapat meningkatkan tingkat akurasu penilaian 

bahaya. Teknik sistem peringatan untuk penilaian cepat dan akurat bahaya gempa bumi

tsunami genik potensial dari data seismik dan instrumen pengukur muka air laut

dikembangkan melalui riset. Penelitian juga mampu meningkatkan cara pendidikan

publik sehingga tingkat kepedulian masyarakat akan bahya tsunami meningkat.

Menciptakan prosedur evakuasi yang efektif juga membutuhkan riset tersendiri tentang

bahaya susulan, terutama pada  kasus tsunami lokal.Penelitian juga memberikan panduan

perencanaan tataruang dalam zonainun dasipotensial.Demikian juga  halnya riset

mengenai sifat keteknikan untuk meningkatkan daya tahan struktur dan infrastruktur

terhadap tekanan tsunami.

C. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami

1. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Struktural

Upaya struktural dalam menangani masalah bencana tsunami adalah upaya teknis

yang bertujuan untuk meredam/mengurangi energy gelombang tsunami yang menjalar

ke kawasan pantai. Berdasarkan pemahaman atas mekanisme terjadinya tsunami,

karateristik gelombang tsunami, inventarisasi dan identifikasi kerusakan struktur

bangunan, maka upaya structural tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok,

yaitu :

a. Secara alami, contohnya adalah, penanaman hutan mangrove atau green belt,

disepanjang kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang.

b. Secara buatan,contohnya adalah pembangunan breakwater, seawall, pemecah

gelombang sejajar pantai untuk menahan tsunami, memperkuat desain bangunan

serta infrastruktur lainnya dengan kaidah teknik bangunan tahan bencana tsunami

dan tata ruang akrab bencana, dengan mengembangkan beberapa insentif anatara

lain, retrofitting dan relokasi.

2. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Non Struktural

Upaya Non struktural merupakan upaya non teknis yang menyangkut

penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan

upaya mitigasi structural maupun upaya lainnya. Upaya non structural tersebut

meliputi antara lain :

Kebijakan tentang tata guna lahan/  tata ruang/ zonasi kawasan pantai yang aman

bencana,

Kebijakan tentang standarisasi bangunan (pemukiman maupun bangunan lainnya)

serta infrastruktur sarana dan prasarana,

Mikrozonasi daerah rawan bencana dalam skala local,

Pembuatan peta potensi bencana tsunami, peta tingkat kerentanan dan peta

tingkat ketahanan, sehingga dapat didesain komplek pemukiman “akrab bencana”

yang memperhaikan berbagai aspek,

Kebijakan tentang eksplorasi dan kegiatan perekonomian masyarakat kawasan

pantai,

Pelatihan dan simulasi mitigasi bencana tsunami,

Penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana tsunami dan,

Pengembangan system peringatan dini adanya bahaya tsunami.

Penerapan teknologi informasi terhadap tanda-tanda bencana alam

a. Radio komunikasi

Radio komunikasi adalah pilihan mutlak untuk komunikasi di tingkat

lokal,terutama bagi satuan tugas pelaksana penaggulangn bencana alam dan penangana

pengungsi. Alat ini minimal telah tersebar di seluruh wilayah rawan bencana.

b. Telepon

Melalui telepon , semua pihak dapat berbagi informasi dan komunikasi dengan

mudah karena hampir semua masyarakat mempunyai telepon

c. Pengeras suara

Pengeras suara merupakan pilihan untuk mengkomunikasikan kondisi kerawanan

bencana alam dalamcakupan wilayah yang sangat terbatas

d. Kentongan

Kentongan adalah alat komunikasi tradisional yang cukup akrab dengan kehidupan

masyarakat di berbagai pelosok dikawasa di indonesia. Isi pesan yang disampaikan

melalui tanda kentongan hendaknya singkat dan bermakna. Seperti bunyi kentongan

yang berbeda memiliki arti yang berbeda juga.

Menghindari Dampak Tsunami

a. Sebelum terjadinya tsunami

Mengenali apa yang disebut tsunami

Memastikan struktur dan letak rumah

Jika tinggal atau berada di pantai, segera menjauhi pantai

Jika terjadi getaran atau gempa bumi, segera menjauhi pantai

Selalu sedia alat komunikasi

b. Saat terjadi tsunami

Bila berada di dalam ruangan, segera keluar untuk menyelamatkan diri

Berlari menjauhi pantai

Berlari ke tempat yang aman atau tempat lebih tinggi

c. Sesudah terjadi tsunami

Periksa jika ada keluarga yang hilang ataupun yang terluka

Minta pertolongan jika ada keluarga yang yang hilang atau terluka

Jangan berjalan di sekitar daerah tsunami atau pantai, karena kemungkinan terjadi

bahaya susulan

Referensi:

http://syafiraistyani.blogspot.co.id/2012/11/mitigasi-tsunami.html

http://tugasplhvildamega.blogspot.co.id/

http://tahtaazmi.blogspot.co.id/

http://mitigasibencana.tumblr.com/