Upload
athaurrohman-alfaina-shidiq
View
13
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mitigasi
Citation preview
MITIGASI BENCANA TSUNAMI
A. Pengertian Tsunami dan Mitigasi Bencana
Tsunami berasal dari bahasa jepang yaitu Tsu = pelabuhan dan Nami = Gelombang.
Jadi Tsunami berarti pasang laut besar dipelabuhan. Dalam imu kebumian terminology ini
dikenal dan baku secara umum. Secara singkat Tsunami dapat dideskripsikan sebagai
gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh oleh suatu gangguan
impulsive yang terjadi pada medium laut, seperti gempa bumi, erupsi vulkanik atau
longsoran.
Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat. Mitigasi merupakan segenap usaha
untuk meminimalisir kerugian dan resiko akibat bencana alam. Mitigasi dapat didefinisikan
sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana
alam dan akibatnya terhadap manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah
usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.
Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan / atau meniadakan korban dan
kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum
terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan / peredaman atau dikenal dengan
istilah Mitigasi. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik
yang termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari
perbuatan manusia (man-made disaster). Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka
mengurangi kerugian akibat kemungkinan terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau
kerugian harta benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk
mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian
resiko (risk assessment). Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang
rutin dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya
sudah dilakukan dalam periode jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali
datang lebih cepat dari waktu-waktu yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang
lebih besar dari yang diperkirakan semula.
1. Tujuan Mitigasi
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk, seperti korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan
kerusakan sumber daya alam.
b. Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta
mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja
dengan aman (safe).
2. Pertimbangan dalam Menyusun Program Mitigasi (khususnya di Indonesia):
Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan
Fokus bukan hanya dalam mitigasi bencana tapi juga pendidikan, pangan, tenaga
kerja, perumahan dan kebutuhan dasar lainnya.
Sinkron terhadap kondisi sosial, budaya serta ekonomi setempat
Dalam sektor informal, ditekankan bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat
untuk membuat keputusan, menolong diri sendiri dan membangun sendiri.
Menggunakan sumber daya dan daya lokal (sesuai prinsip desentralisasi)
Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan masyarakat
kurang mampu, dan pilihan subsidi biaya tambahan membangun rumah.
Mempelajari teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
Mempelajari tata guna lahan untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah
yang rentan bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi
politik.
Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.
3. Langkah-Langkah Mitigasinya:
Menerbitkan peta wilayah rawan bencana
Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangandi wilayah rawan bencana
Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana
Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada masyarakat di wilayah rawan
bencana
Mengadaka penyuluhan atas upaya peningkatan kewaspadaan masyarakat di wilayah
rawan bencana
Menyiapkan tempat penampungan sementara di jalur-jalur evakuasi jika terjadi
bencana
Memindahkan masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana ke tempat yang
aman
Membuat banguna untuk mengurangi dampak bencana
Membentuk pos-pos siaga bencana
B. Mitigasi Bencana Tsunami
Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat diperlukan
ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam. Ada beberapa langkah penting yang
efektif untuk mitigasi bahaya tsunami, yaitu:
1. Penilaian Bahaya (Hazard Assessment)
Unsur pertama untuk mitigasi yang efektif adalah penilaian bahaya. Penilaian
bahaya tsunami diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, dan
tingkat ancaman (level of risk).Penilaian ini membutuhkan pengetahuan tentang
karakteristik sumber tsunami, probabilitas kejadian, karakteristik tsunami dan
karakteristik morfologi dasar laut dan garis pantai.Untuk beberapa komunitas, data dari
tsunami yang pernah terjadi dapat membantu kuantifikasi faktor-faktor tersebut. Untuk
komunitas yang tidak atau hanya sedikit memiliki data dari masa lalu, model numerik
tsunami dapat memberikan perkiraan.Tahapan ini umumnya menghasilkan peta potensi
bahaya tsunami, yang sangat penting untuk memotivasi dan merancang kedua unsur
mitigasi lainnya, peringatan dan persiapan.
2. Peringatan (warning)
Unsur kunci kedua untuk mitigasi tsunami yang efektif adalah suatu sistem
peringatan untuk memberi peringatan kepada komunitas pesisir tentang bahaya tsunami
yang tengah mengancam. Sistem peringatan didasarkan kepada data gempa bumi sebagai
peringatan dini, dan data perubahan muka air laut untuk konfirmasi dan pengawasan
tsunami. Sistem peringatan juga mengandalkan berbagai saluran komunikasi untuk
menerima data seismik dan perubahan muka air laut, dan untuk memberikan pesan
kepada pihak yang berwenang. Pusat peringatan (warning center) haruslah:
a. cepat – memberikan peringatan secepat mungkin setelah pembentukan tsunami
potensial terjadi,
b. tepat – menyampaikan pesan tentang tsunami yang berbahaya seraya mengurangi
peringatan yang keliru, dan
c. dipercaya – bahwa sistem bekerja terus-menerus, dan pesan mereka disampaikan
dan diterima secara langsung dan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
3. Persiapan (preparedness)
Kegiatan kategori ini tergantung pada penilaian bahaya dan peringatan.Persiapan
yang layak terhadap peringatan bahaya tsunami membutuhkan pengetahuan tentang
daerah yang kemungkinan terkena bahaya (peta inundasi tsunami) dan pengetahuan
tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus mengevakuasi dan kapan
saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tanpa kedua pengetahuan tersebut akan
muncul kemungkinan kegagalan mitigasi bahaya tsunami.Jenis persiapan lainnya adalah
perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas vital masyarakat seperti
sekolah, kantor polisi, pemadam kebakaran,dan rumah sakit berada diluar zona bahaya.
Usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang tahan terhadap tsunami,
melindungi bangunan yang telah ada dan menciptakan breakwater penghalang tsunami
juga termasuk bagian dari persiapan.
4. Penelitian (tsunami-related research)
Meskipun tidak terkait langsung dengan aktivitas mitigasi, penelitian yang terkait
dengan tsunami sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas mitigasi.Riset yang
menyelidiki bukti-bukti paleo tsunami, mengembangkan database, kuantifikasi dampak
bahaya tsunami, atau pemodelan numerik dapat meningkatkan tingkat akurasu penilaian
bahaya. Teknik sistem peringatan untuk penilaian cepat dan akurat bahaya gempa bumi
tsunami genik potensial dari data seismik dan instrumen pengukur muka air laut
dikembangkan melalui riset. Penelitian juga mampu meningkatkan cara pendidikan
publik sehingga tingkat kepedulian masyarakat akan bahya tsunami meningkat.
Menciptakan prosedur evakuasi yang efektif juga membutuhkan riset tersendiri tentang
bahaya susulan, terutama pada kasus tsunami lokal.Penelitian juga memberikan panduan
perencanaan tataruang dalam zonainun dasipotensial.Demikian juga halnya riset
mengenai sifat keteknikan untuk meningkatkan daya tahan struktur dan infrastruktur
terhadap tekanan tsunami.
C. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami
1. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Struktural
Upaya struktural dalam menangani masalah bencana tsunami adalah upaya teknis
yang bertujuan untuk meredam/mengurangi energy gelombang tsunami yang menjalar
ke kawasan pantai. Berdasarkan pemahaman atas mekanisme terjadinya tsunami,
karateristik gelombang tsunami, inventarisasi dan identifikasi kerusakan struktur
bangunan, maka upaya structural tersebut dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok,
yaitu :
a. Secara alami, contohnya adalah, penanaman hutan mangrove atau green belt,
disepanjang kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang.
b. Secara buatan,contohnya adalah pembangunan breakwater, seawall, pemecah
gelombang sejajar pantai untuk menahan tsunami, memperkuat desain bangunan
serta infrastruktur lainnya dengan kaidah teknik bangunan tahan bencana tsunami
dan tata ruang akrab bencana, dengan mengembangkan beberapa insentif anatara
lain, retrofitting dan relokasi.
2. Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Non Struktural
Upaya Non struktural merupakan upaya non teknis yang menyangkut
penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan
upaya mitigasi structural maupun upaya lainnya. Upaya non structural tersebut
meliputi antara lain :
Kebijakan tentang tata guna lahan/ tata ruang/ zonasi kawasan pantai yang aman
bencana,
Kebijakan tentang standarisasi bangunan (pemukiman maupun bangunan lainnya)
serta infrastruktur sarana dan prasarana,
Mikrozonasi daerah rawan bencana dalam skala local,
Pembuatan peta potensi bencana tsunami, peta tingkat kerentanan dan peta
tingkat ketahanan, sehingga dapat didesain komplek pemukiman “akrab bencana”
yang memperhaikan berbagai aspek,
Kebijakan tentang eksplorasi dan kegiatan perekonomian masyarakat kawasan
pantai,
Pelatihan dan simulasi mitigasi bencana tsunami,
Penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana tsunami dan,
Pengembangan system peringatan dini adanya bahaya tsunami.
Penerapan teknologi informasi terhadap tanda-tanda bencana alam
a. Radio komunikasi
Radio komunikasi adalah pilihan mutlak untuk komunikasi di tingkat
lokal,terutama bagi satuan tugas pelaksana penaggulangn bencana alam dan penangana
pengungsi. Alat ini minimal telah tersebar di seluruh wilayah rawan bencana.
b. Telepon
Melalui telepon , semua pihak dapat berbagi informasi dan komunikasi dengan
mudah karena hampir semua masyarakat mempunyai telepon
c. Pengeras suara
Pengeras suara merupakan pilihan untuk mengkomunikasikan kondisi kerawanan
bencana alam dalamcakupan wilayah yang sangat terbatas
d. Kentongan
Kentongan adalah alat komunikasi tradisional yang cukup akrab dengan kehidupan
masyarakat di berbagai pelosok dikawasa di indonesia. Isi pesan yang disampaikan
melalui tanda kentongan hendaknya singkat dan bermakna. Seperti bunyi kentongan
yang berbeda memiliki arti yang berbeda juga.
Menghindari Dampak Tsunami
a. Sebelum terjadinya tsunami
Mengenali apa yang disebut tsunami
Memastikan struktur dan letak rumah
Jika tinggal atau berada di pantai, segera menjauhi pantai
Jika terjadi getaran atau gempa bumi, segera menjauhi pantai
Selalu sedia alat komunikasi
b. Saat terjadi tsunami
Bila berada di dalam ruangan, segera keluar untuk menyelamatkan diri
Berlari menjauhi pantai
Berlari ke tempat yang aman atau tempat lebih tinggi
c. Sesudah terjadi tsunami
Periksa jika ada keluarga yang hilang ataupun yang terluka
Minta pertolongan jika ada keluarga yang yang hilang atau terluka
Jangan berjalan di sekitar daerah tsunami atau pantai, karena kemungkinan terjadi
bahaya susulan
Referensi:
http://syafiraistyani.blogspot.co.id/2012/11/mitigasi-tsunami.html
http://tugasplhvildamega.blogspot.co.id/
http://tahtaazmi.blogspot.co.id/
http://mitigasibencana.tumblr.com/