89
1 1 BAB I KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN A. Kompetensi Dasar 1. Mampu menjelaskan pengertian mutu pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kebidanan. 2. Mampu menjelaskan tentang persepsi mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan kebidanan. 3. Mampu mendeskripsikan dimensi mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan. 4. Mampu menguraikan manfaat program jaminan mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan. B. Uraian Materi 1.1 Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu pelayanan kesehatan sangat melekat dengan faktor- faktor subjektivitas individu yang berkepentingan dalam pelayanan kesehatan, seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah sehingga akan membentuk pendangan yang bereda dalam definisi mutu pelayanan kesehatan. 1.1.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan Definisi mutu menurut pakar utama dalam manajemen mutu terpadu (total quality management) adalah sebagai berikut: 1. Menurut Juran (V. Daniel Hunt, 1993:32), mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitneess for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. 2. Crosby (1979:58) menyatakan mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau di standarkan. 3. Menurut Deming (1986:7), mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.

mutu pelayanan pdsa

  • Upload
    bjahboi

  • View
    377

  • Download
    11

Embed Size (px)

Citation preview

1

1

BAB I

KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN

A. Kompetensi Dasar

1. Mampu menjelaskan pengertian mutu pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan

kebidanan.

2. Mampu menjelaskan tentang persepsi mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan

kebidanan.

3. Mampu mendeskripsikan dimensi mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan.

4. Mampu menguraikan manfaat program jaminan mutu pelayanan kesehatan dan

kebidanan.

B. Uraian Materi

1.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan sangat melekat dengan faktor- faktor subjektivitas

individu yang berkepentingan dalam pelayanan kesehatan, seperti pasien,

masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan,

dan pemerintah daerah sehingga akan membentuk pendangan yang bereda dalam

definisi mutu pelayanan kesehatan.

1.1.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

Definisi mutu menurut pakar utama dalam manajemen mutu terpadu (total

quality management) adalah sebagai berikut:

1. Menurut Juran (V. Daniel Hunt, 1993:32), mutu produk adalah kecocokan

penggunaan produk (fitneess for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan

pelanggan.

2. Crosby (1979:58) menyatakan mutu adalah conformance to requirement, yaitu

sesuai dengan yang disyaratkan atau di standarkan.

3. Menurut Deming (1986:7), mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau

konsumen.

2

2

4. Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

5. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang

berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan

pelanggan (ASQC dalam Wijoyo,1999)

6. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang

dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman

dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan

tersebut (Din ISO 8402, 1986).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan

kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan kebutuhan

klien/konsumen/pasar atau melebihi harapan.

Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun dari

definisi di atas dapat diambil beberapa elemen sebagai berikut:

a. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan dalam

pelayanan kesehatan.

b. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.

c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah

Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep "Trilogy" mutu dan

mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan:

1. Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya, meningkatkan

produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi

2. Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan

antara kinerja aktual dan tujuan.

3. Peningkatan mutu: membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan

peningkatan mutu. Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-Iangkah yang

semuanya mengacu pada upaya peningkatan mutu

Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu

pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu

3

3

dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud

serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah

ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah,

penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-

dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-

masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya

penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut

ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun

dengan penyandang dana pelayanan kesehatan.

1.1.2 Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan

Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien,

masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan,

dan pemerintah daerah, pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur

penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain

disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan,

pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.

1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan/masyarakat

Pasien/masyarakat (konsumen) melihat layanan kesehatan yang bermutu

sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan

diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan

mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau

meluas penyakitnya.

Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan

mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali. Pemberi layanan harus

memahami status kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang

dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan

melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif

menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang

saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan

pasien/masyarakat.

4

4

2. Bagi pemberi layanan kesehatan

Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang

bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan

profesi dalam melakukan setiap layanan kesehatan sesuai dengan teknologi

kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan

kesehatan tersebut.

Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada¬

kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. Profesi

layanan kesehatan membutuhkan dan mengaharapkan adanya dukungan teknis,

administratif, dan layanan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam

menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan

yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Pasien

diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga

biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan

dan pencegahan penyakit akan ditingkatkan agar layanan kesehatan

penyembuhan semakin berkurang.

4. Bagi pemilik sarana layanan kesehatan

Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang

bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang

mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang

masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak

mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.

5. Bagi administrator layanan kesehatan

Administrator walau tidak langsung memberikan layanan kesehatan pada

masyarakat, ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan.

Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi

kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.

5

5

1.1.3 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Robert dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:

1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas

dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas

dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani

pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.

2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan

yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika

profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian

sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan

kesehatan mengurangi kerugian

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang

harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni:

tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat

diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable),

efisien (efficient) serta bermutu (quality).

Menurut Parasuraman dkk (1985) ada lima dimensi untuk menilai mutu

pelayanan kesehatan yaitu :

1. Kehandalan (Reliability)

Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang

dijanjikan secara akurat dan terpercaya, kinerja harus sesuai dengan harapan

pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua

pelanggan tanpa kesalahan, sikap sempati dan dengan akurasi yang tinggi,

memberikan informasi yang akurat, sehingga ketrampilan, kemampuan dan

penampilan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan sesuai dengan

6

6

apa yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa percaya pasien terhadap

pelayanan yang diberikan.

2. Empati (Emphaty)

Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik,

perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pasien. Disamping itu

empati dapat diartikan sebagai harapan pasien yang dinilai berdasarkan

kemampuan petugas dalam memahami dan menempatkan diri pada keadaan

yang dihadapi atau dialami pasien.

Empati diyakini berpengaruh terhadap hasil komunikasi dalam berbagai

tipe dari hubungan-hubungan sosial kita sehari-hari, tanpa empati komunikasi

diantara petugas kesehatan dengan pasien akan mengurangi kualitas

pelayanan kesehatan.

Empati yakni peduli, memberi perhatian pribadi dengan pasien atau

dengan kata lain kemampuan untuk merasakan dengan tepat perasaan orang

lain dan untuk mengkomunikasikan pengertian ini kapada orang trsebut.

Sikap petugas yang sabar dan telaten dalam menghadapi pasien cukup

memberikan harapan yang baik kepada pasien, disamping itu petugas

memiliki rasa hormat, bersahabat, memahami keadaan yang dialami pasien

dengan baik merupakan harapan para pasien.

3. Berwujud (Tangibles)

Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan aksistensinya kepada

pihak ekseternal, dimana penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana

fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata

pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yaitu meliputi fasilitas fisik

(gedung), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), dn

penampilan pegawai serta media komunikasi.

4. Ketanggapan (Responsiveness)

Yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang

tepat pada pasien, dengan menyampaikan informasi yang jelas, jangan

7

7

membiarkan pasien menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas

menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

5. Jaminan Kepastian (Assurance)

Yaitu mencakup pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang

dimiliki petugas kesehatan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

Asuransi diartikan sebagai salah satu kegiatan menjaga kepastian atau menjamin

keadaan dari apa yang dijamin atau suatu indikasi menimbulkan rasa kepercayan

Selain itu dimensi mutu pelayanan kesehatan meliputi:

1. Kompetensi Teknis (Technical Competence)

Keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer dan staf

pendukung dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga

menimbulkan kepuasan pasien. Kompetensi teknis berhubungan dengan

bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan

2. Akses terhadap pelayanan (Accessibility)

Akses atau jalan dalam memberikan pelayanan kepada pasien tidak terhalang

oleh keadaan geografis, sosial ekonomi, budaya, organisasi maupun hambatan

yang terjadi karena perbedaan bahasa.

a. Geografis

Dalam hal ini keadaan geografis merupakan keadaan daerah yang akan

mendapat pelayanan, dapat diukur dengan jenis tansportasi yang digunakan

untuk menuju tempat pasien, jarak / jauh dan tidaknya tempat yang dituju,

waktu perjalanan.

b. Akses ekonomi

Berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang

pembiayaannya terjangkau pasien. Pelayanan yang diberikan

memperhatikan keadaan ekonomi pasien, apabila pasien kurang mampu

bukan berarti tidak diberikan pelayanan yang maksimal. Dalam hal ini yang

dimaksud memberikan pelayanan kesehatan yang pembiayaan terjangkau

yaitu pasien diberi jalan lain untuk tetap mendapat pelayanan kesehatan

8

8

melalui bantuan misalnya dari pemerintah dengan menggunakan

ASKESKIN

c. Akses sosial atau budaya

Berkaitan dengan diterimanya pelayana yang dikaitkan dengan nilai budaya,

kepercayaan dan perilaku dari masyarakat setempat.

d. Akses organisasi

Berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien,

jam kerja klinik, waktu tunggu.

e. Akses bahasa

Pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang dipahami

pasien.

3. Efektifitas (Effectiveness)

Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang menyangkut

norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai dengan standar yang

ada.

4. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal Relation)

Berkaitan dg interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien, manajer dan

petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat.

5. Efisiensi (Efficiency)

Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada

memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan

memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki

6. Kelangsungan pelayanan (Continuity)

Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan termasuk

rujukan tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur, diagnosa dan

terapi yang tidak perlu.

7. Keamanan (Safety)

Berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang

berkaitan dengan pelayanan.

9

9

8. Kenyamanan (Amnieties)

Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung

dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan

bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan

berikutnya (L.D. Brown et al, op.cit., hlm 2-6).

1.1.4 Manfaat Program Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan

Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara

berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah

dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah

ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai

dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun

saran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

Program menjaga mutu dapat dilaksanakan, sehingga banyak manfaat

yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:

a) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.

Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat

diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang

benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat

diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan

pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.

b) Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.

Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat

dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah

standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus

mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan

dapat dicegah.

c) Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan.

10

10

Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan

masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan.

Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya

pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat secara keseluruhan. Dapat melindungi pelaksana pelayanan

kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.

1.2 Mutu Pelayanan Kebidanan

1.1.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan merupakan tugas yang menjadi tanggung jawab

praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan

meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan

keluarga dan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Terdapat

beberapa definisi mutu yang dapat diterapkan dalam pelayanan kebidanan yaitu:

1. Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta

penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah

ditetapkan (Azrul Azwar)

2. Memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melalui

peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses (Mary Z. Zimmerman).

3. Tingkatan di mana layanan kesehatan untuk individu atau penduduk mampu

meningkatkan hasil kesehatan yang diingin- kan dan konsisten dengan

pengetahuan profesional saat ini (Institute of Medicine, USA).

4. Tingkatan dimana layanan yang diberikan sesuai dengan persyaratan bagi

layanan yang baik (Avedis Donabedian).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan mutu pelayanan

kebidanan adalah bentuk pelayanan kebidanan terbaik yang memenuhi atau

melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan/pasien sesuai dengan standar dan

11

11

kode etik profesi yang telah ditetapkan melalui peningkatan yang berkelanjutan

atas semua proses.

1.1.2 Persepsi Mutu Pelayanan Kebidanan

Setiap orang akan menilai mutu pelayanan kebidanan berdasarkan standar

atau karakteristik yang berbeda-beda, hal ini karena dipengaruhi oleh subjektivitas

orang- orang yang berkepentingan dalam pelayanan kebidanan.

a. Bagi pemakai jasa pelayanan kebidanan

Klien/masyarakat (konsumen) melihat pelayanan kebidanan yang bermutu

sebagai suatu pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan diselenggarakan

dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu

mengatasi permasalahannya. Persepsi klien/masyarakat yang merasa puas akan

berpengaruh dalam kepatuhan dan kunjungan ulang dalam pelayanan

kebidanan. Provider harus memahami status dan kebutuhan pelayanan

kebidanan klien, mendidik dan melibatkan masyarakat dalam menentukan cara

efektif penyelenggaraan pelayanan kebidanan, sehingga diperlukan suatu

hubungan yang saling percaya antara provider dengan klien/masyarakat.

b. Bagi pemberi pelayanan kebidanan

Pemberi layanan kebidanan (provider) mengaitkan pelayanan kebidanan yang

bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol,

kebebasan profesi dalam melakukan setiap pelayanan kebidanan sesuai dengan

teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil

pelayanan kebidanan tersebut. Komitmen dan motivasi provider bergantung

pada¬ kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal.

c. Bagi penyandang dana pelayanan kebidanan

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan

kebidanan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan

efisien. Klien diharapkan dapat pulih dalam waktu yang sesingkat mungkin

sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Upaya promosi dan preventif

lebih ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.

12

12

d. Bagi pemilik sarana pelayanan kebidanan

Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan pelayanan yang menghasilkan

pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi

dengan tarif yang masih terjangkau oleh klien/masyarakat, yaitu pada tingkat

biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.

e. Bagi administrator pelayanan kebidanan

Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi

kebutuhan dan harapan klien/masyaraat serta pemberi layanan kebidanan.

1.1.3 Dimensi Mutu Pelayanan Kebidanan di Indonesia

Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi.

Dimensi mutu pelayanan kebidanan berdasarkan L.D. Brown meliputi:

a. Dimensi kompetensi teknis

Kompetensi teknis pelayanan kebidanan meliputi ketrampilan, kemampuan dan

penampilan atau kinerja provider. Dimensi ini menitiberatkan pada kepatuhan

provider dalam melaksanakan kinerja berdasarkan standar pelayanan

kebidanan yang telah ditentukan profesi. Tidak terpenuhinya dimensi ini akan

berakibat terhadap mutu pelayanan kebidanan.

b. Dimensi keterjangkauan atau akses

Dimensi ini mempunyai arti bahwa pelayanan kebidanan harus dapat

terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa terhambat faktor geografi,

ekonomi dan sosial. Pelayanan kebidanan saat ini sudah mencapai tempat

terdekat dengan masyarakat, yaitu dengan penempatan bidan di desa semenjak

tahun 1998 dan adanya program pemerintah dalam jaminan kehamilan,

persalinan dan keluarga berencana (KB).

c. Dimensi efektifitas

Pelayanan kebidanan harus efektif, artinya asuha kebidaan yang diberikan

harus mampu menangani kasus fisiologis kebidanan dan mampu mendeteksi

geala patologis kebidanan dengan tepat. Efektifitas pelayanan kebidanan ini

13

13

tergantung dari penggunaan standar pelayanan kebidanan dengan tepat,

konsisten dan sesuai dengan situasi setempat.

d. Dimensi efisiensi

Pelayanan kebidanan yang efisien dapat melayani lebih banyak klien.

Pelayanan kebidanan yang memenuhi standar peayanan umumnya tidak mahal,

nyaman bagi klien, waktu efektif dan menimbulkan risiko minimal bagi klien.

e. Dimensi kesinambungan

Kesinambungan pelayanan kebidanan artinya klien dapat dilayani sesuai

kebutuhannya, termasuk kebutuhan rujukan jika diperlukan. Klien mempunyai

akses ke pelayanan lanjutan jika diperlukan, termasuk riwayat pelayanan

kebidanan sebagai rujukan untuk pelayanan lanjutan.

f. Dimensi keamanan

Dimensi keamanan artinya pelayanan kebidanan harus aman, baik bagi

provider maupun klien maupun masyarakat sekitarnya. Pelayanan kebidanan

yang bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya

lain. Misalnya asuhan persalinan, pasien maupun provider harus aman dari

asuhan yang dilaksanakan. Bagi klien harus aman ketika melahirkan baik ibu

maupun bayinya, sedangkan provider juga harus aman dari risiko yang

diakibatkan oleh karena pelayanan kebidanan.

g. Dimensi kenyamanan

Dimensi ini berhubungan dengan kepuasan klien sehingga mendorong klien

datang kembali ke tempat pelayanan kebidanan tersebut. Kenyamanan atau

kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan klien. Kenyamanan juga terkait

dengan penampilan fisik pelayanan kebidanan, provider, peralatan medis dan

nonmedis. Misalnya, tersedianya tempat tertutup pada saat pemeriksaan, AC,

kebersihan daat menimbulkan kenyamanan bagi kien.

h. Dimensi informasi

Pelayanan kebidanan yang bermutu harus dapat memberikan informasi yang

jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana pelayanan kebidanan

itu akan/telah dilaksanakan.

14

14

i. Dimensi ketepatan waktu

Pelayanan kebidanan yang bermutu harus memperhatikan ketepatan waktu

dalam pelayanan serta efiektif dan efisien.

j. Dimensi hubungan antar manusia

Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau

kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling

menghormati, responsif, memberi perhatian dan lain-lain. Hubungan antar

manusia ini merupakan interaksi yang positif antara provider dan klien.

Dimensi pelayanan kebidanan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat

digunakan dalam menganalisis masalah mutu pelayanan kebidanan yang sedang

dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya.

Jika terdapat ketidakpuasan klien, maka analisis dilakukan pada setiap dimensi

pelayanan kebidanan. Peran utama sistem pelayanan kebidanan adalah selalu

menjamin mutu pelayanan dan selalu menngkatkan mutu pelayanan yang

diberikan. Semakin meningkatnya perhatian terhadap peningkatan mutu

pelayanan kebidanan, pemahaman pendekatan jaminan mutu pelayanan menjadi

semakin penting.

C. Rangkuman Materi

Mutu pelayanan kesehatan/kebidanan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan

/kebidanan dengan kebutuhan klien/konsumen/pasar atau melebihi harapan. Mutu

pelayanan kesehatan/ kebidanan memiliki banyak persepsi berdasarkan pengguna

pelayanan, pemberi pelayanan, penyandang dana layanan, penyelenggara layanan

dan administrator layanan kesehatan/kebidanan.

Program menjaga mutu dapat dilaksanakan, sehingga banyak manfaat yang

akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah sebagai

berikut: dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan, dapat lebih

meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan, dan dapat lebih meningkatkan

penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

15

15

Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi.

Menurut L.D. Brown dimensi mutu pelayanan kesehatan/kebidanan meliputi:

dimensi kompetensi tekni, dimensi keterjangkauan atau akses, dimensi efektifitas,

dimensi efisiensi, dimensi kesinambungan, dimensi keamanan, dimensi kenyamanan,

dimensi informasi, dimensi ketepatan waktu, dan dimensi hubungan antar manusia.

D. Latihan/Tugas

1. Diskusikan persepsi mutu pelayanan kebidanan bagi klien, bidan, penyandang

dana, pemilik layanan keebidanan dana, dan administrator!

2. Uraikan manfaat jaminan mutu pelayanan kebidanan!

E. Rambu-Rambu Jawaban Soal

1. Persepsi mutu pelayanan kebidanan meliputi:

a. Bagi pemakai jasa pelayanan kebidanan

Klien/masyarakat (konsumen) melihat pelayanan kebidanan yang bermutu

sebagai suatu pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan

diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap

dan mampu mengatasi permasalahannya. Persepsi klien/masyarakat yang

merasa puas akan berpengaruh dalam kepatuhan dan kunjungan ulang dalam

pelayanan kebidanan. Provider harus memahami status dan kebutuhan

pelayanan kebidanan klien, mendidik dan melibatkan masyarakat dalam

menentukan cara efektif penyelenggaraan pelayanan kebidanan, sehingga

diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara provider dengan

klien/masyarakat.

b. Bagi pemberi pelayanan kebidanan

Pemberi layanan kebidanan (provider) mengaitkan pelayanan kebidanan yang

bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol,

kebebasan profesi dalam melakukan setiap pelayanan kebidanan sesuai

dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome)

atau hasil pelayanan kebidanan tersebut. Komitmen dan motivasi provider

16

16

bergantung pada kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara

yang optimal.

c. Bagi penyandang dana pelayanan kebidanan

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan

kebidanan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan

efisien. Klien diharapkan dapat pulih dalam waktu yang sesingkat mungkin

sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Upaya promosi dan

preventif lebih ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin

berkurang.

d. Bagi pemilik sarana pelayanan kebidanan

Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan pelayanan yang menghasilkan

pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan,

tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh klien/masyarakat, yaitu pada

tingkat biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.

e. Bagi administrator pelayanan kebidanan

Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang

menjadi kebutuhan dan harapan klien/masyaraat serta pemberi layanan

kebidanan.

2. Manfaat jaminan mutu pelayanan kebidanan yaitu: dapat lebih meningkatkan

efektifitas pelayanan kesehatan, dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan

kesehatan, dan dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan.

F. Daftar Pustaka

1. Depkes, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

2. Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke tiga, Binarupa

Aksara. Jakarta. hal. 44-7.

3. Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.

4. Depkes RI, 1999. Program Jaminan Mutu, Dirjen Binkesmas, Jakarta.

17

17

5. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan

Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

6. Depkes. 2005. Quality Assurance.

7. -. 2005. Standar for the practice of midwifery.

8. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku

kedokteran: EGC.Jakarta.

9. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama.

10. Sallis E. 2008. Total Quality Management, Jakarta: Gramedia.

18

18

BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN

KEBIDANAN

A. Kompetensi Dasar

1. Mampu menguraikan bentuk program menjaga mutu perspektif yang meliputi:

Standarisasi; Lisensi; Sertifikasi; akreditasi.

2. Mampu menguraikan program menjaga mutu konkurent.

3. Mampu menguraiakan program menjaga mutu retrospektif yang meliputi:

Review Jaringan Rekam Medik; Review Jaringan; Survey Klien.

4. Mampu menjelaskan program menjaga mutu internal.

5. Mampu mendefinisikan program menjaga mutu eksternal.

B. Uraian Materi

2.1 Bentuk Program Menjaga Mutu

2.1.1 Penjaminan Mutu

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan

berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan

peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai

dengan standar layanan kesehatan yang disepakati.

Istilah jaminan mutu layanan kesehatan ini mencakup semua kegiatan yang

bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut meliputi total quality

management (TQM) atau manajemen mutu terpadu, continous quality improvement

atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen

mutu. Dengan demikian jaminan mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan :

1. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan

eksternal layanan kesehatan.

2. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam instansi

pelayanan kesehatan.

3. Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan perkiraan atau dugaan.

19

19

4. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan

pengakuan bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan

produktivitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontrbusinya

kepada instansi pelayanan kesehatan layanan kesehatan dihargai.

5. Menghindarkan pemborosan setiap bagian instansi pelayanan kesehatan layanan

kesehatan, termasuk waktu, karena waktu adalah uang.

6. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi

pada saat yang sama harus mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.

7. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu adalah doing the right

things all the times.

Pada dasarnya tahapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan

dilaksanakan melalui :

a. Sadar mutu

b. Penyusunan standar

c. Mengukur apa yang dicapai

d. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan.

Semua langkah dalam siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau lingkaran

mutu selalu berulang dan berkesinambungan serta tidak pernah berhenti, seperti

terlihat dalam gambar lingkaran mutu.

Gambar 2.1 Lingkaran mutu Sumber : Heizer dan Render (2005)

20

20

Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan

memerlukan hal-hal berikut :

a. Komitmen dari pemimpin instansi pelayanan kesehatan puncak

b. Komitmen dari semua personel

c. Kejelasan tanggung jawab kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan

d. Bersedia melakukan perubahan sikap

e. Pencatatan yang akurat

f. Komunikasi yang efektif pada setiap tingkat instansi pelayanan kesehatan

g. Pelatihan tentang pengetahuan dan ketrampilan mutu dan jaminan mutu layanan

kesehatan.

2.1.2 Total Quality Manajemen (TQM)

Perkembangan “mutu” itu dari cara inspection, quality control, quality

assurance sampai ke total quality sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan

ilmu. Jepang menggunakan istialah quality control untuk seluruhnya. Sedangkan di

Amerika memakai istilah “continuous quality improvement” untuk “total quality”

dan Inggris memakai istilah quality assurance untuk “quality assurance”,

continuous quality improvement maupun untuk total quality dan tidak

membedakannya.

Gambar 2.2 Skema sederhana perkembangan mutu Sumber : Nasution, 2001

Inspection

Quality Control (QC)

Quality Assurance

(QA)

Total Quality

Management

21

21

Shewart mengembangkan dan mengadopsi serta menerapkan kaidah statistic

sebagai quality control serta memperkenalkan pendekatan siklus P-D-S-A (Plan,

Do, Study, Act) yang mana hal ini kemudian dikembangkan oleh muridnya Deming

sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check, Action). Kaidah PDCA ini menjadi cikal bakal

yang kemudian dikenal sebagai “generic form of quality system” dalam “quality

assurance” dari BSI (British Standards of Institute) yang kemudian menjadi seri

ISO 9000 dan 14000.

1. Definisi TQM

Total quality management (TQM) adalah suatu cara pendekatan dalam upaya

meningkatkan efektifitas, efisiensi dan responsive instansi pelayanan kesehatan

dengan melibatkan seluruh staf/karyawan dalam segala proses aktifitas

meningkatkan mutu dalam rangka memenuhi kebutuhan/tuntutan konsumen

pengguna jasa instansi pelayanan kesehatan-instansi pelayanan kesehatan tersebut.

Ini merupakan suatu tingkat tertinggi dalam upaya instansi pelayanan kesehatan

tersebut untuk mencapai tingkat dunia. Secara jelas akan dijelaskan mengenai TQM

lebih lanjut.

2. Pilar Dasar dalam TQM

Menurut Lewis dan Smith (1994) terdapat 4 pilar dasar dalam penerapan

konsumen yaitu:

a. Kepuasan konsumen

Untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, langkah awal yang

harus dilakukan adalah mengidentifikasi siapa pelanggan instansi pelayanan

kesehatan, apa kebutuhan dan keinginan mereka

b. Perbaikan terus menerus

Konsumen akan selalu mengalami dinamika seiring lingkungan bisnis yang

terus mengalami perubahan. Oleh karena itu, instansi pelayanan kesehatan

harus mampu mengikuti perubahan kebutuhan dan keinginan konsumen.

c. Hormat/ respek terhadap setiap orang

Setiap orang dalam instansi pelayanan kesehatan merupakan individu yang

memiliki kontribusi bagi pencapaian kualitas yang diharapkan. Oleh karena

22

22

itu setiap orang dalam instansi pelayanan kesehatan harus diperlakukan

dengan baik dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam

pengambilan keputusan.

d. Manajemen berdasarkan fakta

Setiap keputusan yang diambil akan memberikan hasil yang memuaskan jika

didasarkan pada data dan informasi yang obyektif, lengkap dan akurat.

3. Elemen-elemen pendukung TQM

Untuk mendukung penerapan TQM, terdapat 10 elemen-elemen pendukung

yang harus diperhatikan instansi pelayanan kesehatan (Goetsch dan Davis :

1994) yaitu :

a. Fokus pada pelanggan

Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, pelanggan internal dan pelanggan

eksternal merupakan kekuatan pendorong aktivitas instansi pelayanan

kesehatan. Pelanggan eksternal menentukan kualitas pelayanan yang mereka

terima, sedangkan pelanggan internal berperan dalam menentukan kualitas

SDM, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan produk/jasa yang

dihasilkan.

b. Obsesi terhadap kualitas

Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, pelanggan internal dan eksternal

sebagai penentu kualitas. Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki obsesi

untuk memenuhi atau melebihi kualitas yang telah ditentukan pelanggan,

dengan melibatkan aktif semua karyawan pada berbagai level.

c. Pendekatan ilmiah

Segala aktivitas instansi pelayanan kesehatan TQM terutama menyangkut

desain karyawanan, proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

harus didasarkan pada kaidah ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan dan

diterima semua pihak yang terlibat.

d. Komitmen jangka panjang

TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen instansi pelayanan

kesehatan yang membutuhkan budaya baru dalam penerapannya. Komitmen

23

23

jangka panjang dari seluruh elemen instansi pelayanan kesehatan sangat

diperlukan untuk mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM bias

berjalan baik. Menajemen puncak merupakan pendorong proses

pengembangan kualitas, pencipta nilai, tujuan, dan system. Goetsch dan davis

(1994) menegaskan komitmen harus diwujudkan paling tidak sepertiga waktu

menajemen puncak digunakan untuk terlibat langsung dalam usaha

implementasi TQM. Kurangnya komitmen menajemen puncak merupakan

salah satu penyebab kegagalan penerapan TQM .

e. Kerjasama tim

Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM keberhasilan hanya akan dicapai

jika ada kerjasama dari seluruh elemen yang terkait, baik kerja sama antar

elemen internal instansi pelayanan kesehatan maupun dengan pihak eksternal

instansi pelayanan kesehatan.

f. Perbaikan sistem secara berkesinambungan

Setiap produk yang dihasilkan instansi pelayanan kesehatan selalu melalui

tahapan / proses tertenu di dalam suatu system/lingkungan. Oleh karena itu

system yang ada perlu terus diperbaiki agar selalu mendukung upaya

pencapaian kualitas.

g. Pendidikan dan Latihan

Dalam persaingan global yang diwarnai berbagai perubahan, kualitas total

hanya bisa dicapai jika para karyawan memiliki keahlian dan keterampilan

yang tinggi. Banyak ahli yang menyarankan pemberian pelatihan dan

pendidikan dalam rangka pengembangan kualitas (Banks: 1989). Pelatihan

yang diberikan harus merupakan pelatiahan yang bersifat dinamis, fleksibel,

dan bias mendorong kreatifitas karyawan. Dengan adanya pelatiahan, para

karyawan akan selalu siap menghadapi berbagai perubahan, komitmen

karyawanan yang meningkat dan mereka akan memiliki rasa percaya diri

yang mantap.

24

24

h. Kebebasan yang terkendali

Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, para karyawan diberi kesempatan

luas untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan

masalah. Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan tanggung jawab

karyawan terhadap segala keputusan yang yang telah disepakati bersama.

Meskipun demikian, kebebasan dan keterlibatan para karyawan harus didasari

dengan rentang kendali yang terarah agar keterlibatan mereka selalu mengacu

pada standar proses yang telah ditentukan

i. Kesatuan tujuan

Segala aktivitas seluruh elemen dalam instansi pelayanan kesehatan TQM

harus mengarah pada satu tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini

bukan berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak

manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.

j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

Para karyawan merupakan sumber daya sangat berharga bagi instansi

pelayanan kesehatan. Pemberdayaan terhadap para karyawan dapat diartikan

sebagai pemberian wewenang dan kekuasaan kepada mereka dalam

pengambilan keputusan, kontrol terhadap karyawan mereka, dan kemudahan

dalam memuaskan pelanggan.

Creech (1996) menyatakan bahwa agar penerapan TQM berhasil, empat

kriteria berikut harus dipenuhi instansi pelayanan kesehatan yaitu :

a. TQM harus didasarkan atas kesadaran terhadap pentingnya kualitas.

b. TQM harus memiliki sifat kemanusian yang kuat yang tercermin pada cara

karyawan diperlakukan, diikut sertakan dan diberi inspirasi.

c. TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi dengan memberikan

pemberdayaan dan keterlibatan pada karyawan pada semua level.

d. TQM harus dilaksanakan secara menyeluruh yang melibatkan seluruh elemen

instansi pelayanan kesehatan.

25

25

4. Pedoman dalam penerapan TQM

Agar penerapan TQM memperoleh keberhasilan, instansi pelayanan

kesehatan harus memiliki pedoman yang jelas dan terarah. Dalam penerapan

TQM, instansi pelayanan kesehatan bisa mengacu pada atribut efisiensi yang

dikemukakan oleh Oakland (1994), yaitu :

a. Commitment (komitmen)

Komitmen untuk menyediakan produk atau layanan yang efisien dan

menguntungkan harus ditunjukkan oleh manajemen dan instansi pelayanan

kesehatan.

b. Consistency (konsistensi)

Instansi pelayanan kesehatan harus menyediakan produk dengan kerja yang

consisten misalnya ketepatan spesifikasi, ketepatan jadwal, ketepatan

pengiriman dll

c. Competence (kompotensi)

Instansi pelayanan kesehatan harus menyediakan karyawan dengan

kemampuan atau kompotensi yang unggul untuk melaksanakan tugas-tugas

atau karyawanan sehingga mendukung pencapaian sasaran instansi pelayanan

kesehatan.

d. Contact (hubungan)

Instansi pelayanan kesehatan harus mampu menjalin hubungan baik dengan

consumen, karena tujuan instansi pelayanan kesehatan hádala menyediakan

produk yang sesuai dengan harapan dan keinginan consumen.

e. Communication (komuniksi)

Instansi pelayanan kesehatan harus mampu menjalin komunikasi yang baik

dengan consumen agara spesifikasi produk yang diinginkan consumen bisa

diterjemahkan dengan baik oleh instansi pelayanan kesehatan

f. Credibility (kredibilitas)

Instansi pelayanan kesehatan harus memperoleh kepercayaan dari consumen

dan juga harus mempercayai consumen. Dengan adanya saling percaya

hubungan dan komunikasi akan berjalan dengan baik.

26

26

g. Compasion (perasaan)

Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki rasa simpati terhadap konsumen

eksternal terutama menyangkut kebutuhan dan harapan mereka, konsumen

internal (pegawai) menyangkut haknya.

h. Courtesy (kesopanan)

Instansi pelayanan kesehatan melalau para karyawan harus menunjukkan

sikap sopan kepada consumen terutam karyawan yang langsung berhubungan

dengan consumen.

i. Cooperation (kerjasama)

Instansi pelayanan kesehatan harus bisa menciptakan iklim kerja yang baik

antar karyawan maupun antara instansi pelayanan kesehatan dengan

kosumen.

j. Capability (kemampuan)

Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki kemampuan untuk melakukan

pengambilan keputusan dan melakukan tindakan yang berkaitan dengan

pelayanan.

k. Confidence (kepercayaan)

Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki rasa percata diri bahwa instansi

pelayanan kesehatan mampu menyediakan produk atau layanan sesuai

kebutuhan dan harapan consumen. Rasa percata diri harus tertanam keseluruh

diri karyawan.

l. Criticism (kritik)

Instansi pelayanan kesehatan harus bersedia menerima kritican dari siapapun,

baik dari karyawan maupun dari eksternal terutama kritik dari konsumen.

Agar TQM berhasil menurut Heizer dan Render (2005) menyodorkan

beberapa aliran yang harus dilakukan oleh instansi pelayanan kesehatan seperti

disajikan pada gambar 2.3 dibawah ini. Keberhasilan implementasi TQM

diawali dengan lingkungan yang kondusif yang membantu perkembangan

kualitas diikuti pemahaman tentang prinsip-prinsip kualitas dan usaha untuk

meminta karyawan terlibat aktif mengikuti aktifitas yag diperlukan.

27

27

Gambar 2.3 Bagan alur TQM Sumber : Nasution, 2001

5. Hambatan dalam penerapan TQM

Pada pelaksanaan TQM masih terdapat hambatan dalam penerapannya.

Dalam Sawarjuono (1996) disebutkan bahwa suatu studi tentang kegagalan atau

factor penghambat penerapan TQM. Show, et al (1995) meneliti faktor

kegagalan penerapan TQM pada Strong Memorial Memorial di Rochester. Hasil

studi menemukan 8 hal sebagai penyebab kegagalan atau hambatan dalam

penerapan TQM yaitu :

a. Pembentukan tim yang keliru

b. Tujuan pembentukan yang tidak jelas

c. Seringnya terjadi pergantian tim padahal penggantinya tidak pernah

mengikuti pelatihan TQM

d. Kurangnya pemahaman tentang TQM

Organizational Practices

Leadership, Mission statement,Effective operating procedures, Staff

support, Training

Quality principles

Customer focus, Continuous improvement, Benchmarking, Just-in-Time,

Tools of TQM.

Customer Statisfaction

Winning order, Repeat customers

Yield : An affective organization with a competitive advantage

Employee fulfiilment

Empowerment, Organizational commitment

Yield : Employee attitude that c

28

28

e. Komunikasi antar anggota tim yang tidak lancar

f. Identifikasi masalah tidak dilakukan berdasar prinsip-prinsip TQM

g. Prinsip-prinsip TQM tidak dilaksanakan secara menyeluruh pada semua

lapisan manajemen.

h. Pimpinan puncak menghendaki pemecahan masalah secara cepat, tanpa

proses yang bertele-tele.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Sawarjuono (1996)

mengklasifikasikan faktor penyebab kegagalan penerapan TQM menjadi 2 (dua)

yaitu :

1. Faktor internal instansi pelayanan kesehatan meliputi :

a. Top manjemen tidak melaksanakan komitmennya

b. Kurangnya keterlibatan seluruh elemen

c. Struktur yang tidak sesuai kebutuhan TQM

d. Kurangnya pemahaman tentang apa yang dimaksud filosofi TQM

e. Kurangnya pelatihan yang memadai

f. Kepemimpinan yang kurang memadai

g. Keengganan anggota untuk menerima perubahan

h. Manajemen tidak tanggap terhadap dampak sosial akibat perubahan

lingkungan kerja

i. Upaya perbaikan kualitas mengabaikan biaya

j. Manajemen kurang memperhatikan penghargaan terhadap para karyawan

k. Manjemen mengabaikan faktor waktu, artinya manejemen menginginkan

perubahan yang dapat tanpa melalui proses perubahan manajemen

l. Para karyawan tidak diberi kesempatan untuk menemukan cara pemecahan

masalah

2. Faktor eksternal instansi pelayanan kesehatan meliputi :

a. Ketidakmampuan mengontrol kualitas produk pemasok

b. Manajemen kurang menaruh perhatian terhadap kepentingan konsumen

29

29

c. Lack of guidance, artinya pengarahan yang diberikan oleh konsultan

kurang memadai atau pihak manajemen kurang sepenuhnya memberi

kepercayaan kepada konsultan sehingga peran konsultan tidak optimal.

Berdasarkan temuan Tatikonda dan Tatikonda maka mengidentifikasi 10

hambatan dalam penerapan TQM yaitu :

1. Lack of vision

Visi merupakan gambaran tentang masa depan dan apa yang ingin dicapai

pada masa datang . Dalam visi disebutkan target dan identifikasi masa depan.

2. Lack of customer fokus

Ketidak pahaman terhadap kepuasan konsumen, kurangnya pememahaman

yang mendorong loyalitas konsumen, dan perbaikan kualitas yang tidak

memberikan nilai pada konsumen merupakan penyebab kegagalan TQM

3. Lack of Management Commitmen

Semua guru yang berkualitas menyatakan bahwa hambatan terbesar

perbaikan kualitas adalah kurangnya komitmen top manajemen.

4. Training With no Purpose

Banyak program pelatihan berkaitan dengan TQM yang tidak relevan dengan

tujuan atau para karyawan tidak memiliki ide dan pemahaman arti pentingnya

pelatihan

5. Lack of cost and Benefit Analisys

Tidak mengukur biaya sebagai akibat kualitas yang rendah maupun

keuntungan program perbaikan

6. Organization Structure

Struktur, pengukuran, dan system penghargaan. Tidak ada pelatihan yang bisa

membantu jika instansi memiliki birokrasi yang berlaku berlapis lapis. Peran

manajemen tidak jelas, seringkali pertanggung jawaban TQM di delegasikan

kepada middle manajer sehingga menghasilkan perebutan kekuasaan dalam

tim kualitas.

30

30

7. TQM creating its own bureaucracy

Seringkali usaha usaha TQM didelegasikan kepada “Kaisar / Raja” Kualitas

yang menciptakan kerajaan kualitas. Kualitas menjadi proses paralel, tercipta

lapisan birokrasi baru dengan aturan, standard an pelaporan staf sendiri.

8. Lack of Measurment or Erroneus measurements.

Penggunaan indicator keberhasilan yang keliru atau tidaka adanya indicator

kinerja perbaikan mutu merupakan penyebab kegagalan TQM. Misalnya

mengukur kinerja jangka pendek menggunakan ukuran kinerja jangka

panjang.

9. Rewards And Rekognition

Agar TQM berhasil, instansi memberi pengakuan dan penghargaan kepada

tim yang memiliki kinerja baik dan mendukung realisasi perbaikan mutu.

Perilaku karyawan sangat ditentukan oleh system

10. Accuonting Systems

Sistem akuntansi sering kali hanya mencatat biaya pengerjaan ulang, biaya

produk yang rusak/ cacat dan biaya lain yang terkait dengan biaya over head.

Ketidakpuasan konsumen, hilangnya penjualan dan konsumen yang pindah

kepada instansi lain seharusnya menjadi bagian dari biaya mutu yang harus

dicatat dan dilaporkan, karena biaya tersebut mengurangi perolehan laba.

12

ContinuousImprovement

TQM

CustomerFocus

PreventionUniversal

Responsibility

EmployeeEmpowermentEmployee

Involvement

Teamwork

ThinkingStatistically

SupplierTeaming

SustainedManagementCommitment

Root CauseCorrective

Action

Bench-marking

ValueImprovement

Training

QualityMeasurement

TOTAL QUALITY MANAGEMENTTOTAL QUALITY MANAGEMENT

Gambar 2.4 Elemen-elemen pendukung TQM

Sumber : Heizer dan Render (2005)

31

31

2.2 Program Penjaminan Mutu Pelayanan Kebidanan

Jaminan mutu pelayanan kesehatan secara umum dapat diartikan sebagai

keseluruhan upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan kesehtan yang

terbaik mutunya, yaitu layanan kesehatan yang sesuai dengan standar layanan

kesehatan yang disepakati. Pengertian operasional jaminan mutu layanan kesehatan

adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam meantau dan mengukur

mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan

kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati

(L.D.Brown, 1992).

Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui cara pengukuran

mutu perspektif, konkruen, retrospektif, internal dan eksternal.

2.2.1 Program Menjaga Mutu Perspektif

Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan

kesehatan yang dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh

sebab itu, pengukurannya akan dituukkan teradap struktur atau masukan

layanan kesehatan denan asumsi bahwa layanan keehatan harus memiliki

sumberdaya tertentu agar dapat menghasilkan layanan kesehatan yang

bermutu, seperti: standarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi.

a. Standarisasi

Penerapan standarisasi, seperti standarisasi peralatan, tenaga, gedung,

sistem, organissi, anggaran, dan lain-lain. Setiap fasilitas layanan kesehatan

yang memiliki standar yang sama mutunya. Standarisasi dapat membangun

klasifikasi layanan kesehatan. Contoh standarisasi layanan rumah sakit ke

dalam berbagai kelas tertentu, misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B,

kelas C, dan kelas D, rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B.

b. Lisensi

Perizinan atau lisens merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin

mutu layanan kesehatan. Surat Izin Praktek Bidan (SIPB) yang diberikan

merupakan suatu pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi syarat untuk

melakukan praktek sesuai dengan profesinya. Demikian juga dengan profesi

32

32

kesehatan lain, harus mempunyai izin kerja sesuai dengan profesinya.

Rumah sakit, rumah bersalin/bidan praktek mandiri aupun fasilitas layanan

kesehatan lain akan mendapat izin operasional setelah memenuhi

persyaratan tertentu dan izin itu harus diperbaharui dalam kurun waktu

tertentu. Mekanisme perizinan belum menjamin sepenuhnya kompetensi

profesi layanan kesehatan yang ada atau mutu layanan kesehatan fasilitas

layanan kesehatan tersebut.

c. Sertifikasi

Sertifiasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai

bidan adalah contoh sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh

departemen kesehatan dan /atau dinas kesehatan, sedangan sertifikasi oleh

majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI).

d. Akreditasi

Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan

seperti rumah sakit telah memenuhi beberapa standar layanan kesehatan

tertentu. Indonesia telah melakukan akreditasi rumah sakit umum melalui

departemen kesehatan.

Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian sumber daya,

bukan pada kinerja penyelenggaraan layanan kesehatan. Inilah salah satu

kekurangan pengukuran mutu dengan cara prospektif.

2.2.2 Program Menjaga Mutu Konkuren

Pengukuran mutu konkuren adalah pengukuran terhadap mutu layanan

kesehatan, yang dilakukan selama layanan kesehatan dilangsungkan atau

diselenggarakan. Pengukuran ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan

kadang-kadang perlu dilengkapi dengan peninjauan pada rekam medik, wawancara

dengan pasie/keluarga/petugas kesehatan, dan mengadakan pertemuan dengan

pasien/keluarga/petugas kesehatan.

33

33

a. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung dapat menghindarkan berbagai kesulitan yang

berhubungan dengan rekonstruksi kejadian hasil pemeriksaan pencatatan

retrospektif dn dari jawaban terhadap wawancara atau kuesioner. Pengamatan

langsung mungkin merupakan satu-satunya cara untuk melihat rincian

penyelenggaraan layanan kesehatan. Dalam pelaksanaan pengamatan langsung

terdapat syarat bagi pengamat yaitu:

• Harus mengerti terhadap apa yang akan diamati

• Harus low profile, tidak sok pintar

• Mempunyai latarbelakang yang berhubungan dengan apa yang sedang

diamati

• Harus dapat bersifat objektif.

Instrumen dalam melaksanakan pengamatan langsung dapat berupa

daftar tilik atau cheeklist. Daftar tilik merupakan salah satu alat yang dapat

digunakan untuk memudahkan pengaatan selama proses layanan kesehatan

dilakukan.

b. Penentuan sampel

Semua tehnik pengukuran memerlukan sampel pengamatan. Penentuan

berapa besar sampel dapat dibaca dala uku statistik khususnya kesehatan, tetapi

hal-hal berikut perlu diperhatikan:

• Pertama, sampel yang dipilih harus bebas bias sehingga sampel sama atau

hampir sama dengan populasinya.

• Kedua, sampel harus mengasilkan ukuran dalam jumlah yang dapat

dikerjakan secara realistis atau mudah oleh kelompok.

2.2.3 Program Menjaga Mutu Retrospektif

Program menjaga mutu restrospektif adalah penjaminan mutu yang

diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama

lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan

pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak

34

34

langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan atau berupa pandangan

pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah :

Record review, tissue review, survey klien dan lain-lain.

a. Review Jaringan Rekam Medik

Pemeriksaan dan penilaian catatan medik atau catatan lain merupakan kegiatan

yang disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medik pasien atau catatan

lainnya sangat berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan

kesehatan akan dengan mudah melakukan pemerikaan dan penilaian terhadap

hasil pemeriksaan tersebut.

b. Review Jaringan

Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan

sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada

catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah

informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan daripelayanan

yang diberikan.

c. Survey Klien

Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung

maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur.

2.2.4 Menjelaskan Program Menjaga Mutu Internal

Program Menjaga Mutu Internal (Internal quality assurance) adalah

organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu

berada dalam institusi yang menyelenggarakan layanan kesehatan. Untuk itu

dalam institusi layanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi yang

khusus menangani dan diberi tanggungjawab menyelenggarakan program

menjaga mutu. Organisasi yang dibentuk banyak macamnya. Jika ditinjau dari

peranan para pelaksananya secara umum dapat dibedakan atas dua macam :

1. Para pelaksana Program Penjaga Mutu yang terdiri para ahli yang tidak terlibat

dalam pendidikan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan

wewenang dan tanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu.

35

35

2. Para pelaksana Program Penjaga Mutu adalah mereka yang menyelenggarakan

pendidikan kesehatan (team based) jadi semacam gugus kendali mutu

sebagaimana yang dibentuk di dunia industri.

Dari kedua bentuk organisasi ini yang dinilai paling baik adalah yang kedua

karena sesungguhnya yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program

Menjaga Mutu seyogyanya bukan orang lain, tetapi mereka yang menjalankan

pendidikan kesehatan itu sendiri (Saifuddin dkk, 2001).

Berdasarkan kenyataan tersebut maka Program Menjaga Mutu Internal

adalah suatu kewajiban bagi kelompok organisasi itu sendiri dalam menjaga

kualitas/mutu pendidikan. Berhasil atau gagalnya suatu program menjaga mutu

sangat tergantung organisasi pendidikan kesehatan beserta para pelaksananya. Hal

ini disebabkan merekalah yang tahu standar yang telah ditetapkan maupun visi

dan misi dari organisasi yang telah mereka harapkan.

2.2.5 Menjelaskan Program Menjaga Mutu Eksternal

Program menjaga mutu eksternal (External quality Assurance) adalah suatu

organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu

dibentuk berada diluar organisasi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Biasanya dibentuk dalam suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan

tertentu, dibentuklah suatu organisasi di luar institusi yang menyelenggarakan

layanan kesehatan, yang diserahkan tanggungjawab menyelenggarakan Program

Menjaga Mutu. Misalnya suatu Badan Penyelenggara Akreditasi layanan

kesehatan, yang untuk kepentingan programnya membentuk suatu unit Program

Menjaga Mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan

mutu pendidikan kesehatan yang tergabung ke dalam program yang

dikembangkannya (Saifuddin dkk, 2001).

Program menjaga mutu eksternal ini merupakan sesuatu yang mungkin bisa

menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan kepentingan pihak ketiga dimasukkan

ke dalam saran-saran yang diberikan. Saran-saran yang diberikan bisa saja tidak

sesuai dengan visi dan misi dari institusi layanan kesehatan yang menjadi mitra

36

36

kerja Badan Penyelenggara diluar institusi tersebut. Apabila dibandingkan dengan

Program Menjaga Mutu Internal maka Program Menjaga Mutu Eksternal

kualitasnya lebih rendah.

C. Rangkuman Materi

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan

berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan

peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai

dengan standar layanan kesehatan yang disepakati.

Jaminan mutu layanan kesehatan ini mencakup semua kegiatan yang

bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut meliputi total quality

management (TQM) atau manajemen mutu terpadu, continous quality improvement

atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen

mutu.

Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui:

a. Pengukuran mutu perspektif yaitu stadarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi.

b. Pengukuran mutu konkruen yaitu pengamatan langsung dan penentuan sampel.

c. Pengukuran mutu retrospektif yaitu review jaringan rekam medik, review

jaringan dan survey klien.

d. Pengukuran mutu internal yaitu expert group and tim based.

e. Pengukuran mutu eksternal yaitu Badan Penyelenggara Akreditasi

Penyelenggaraan layanan kesehatan.

D. Latihan/Tugas

1. Diskusikan tentang cara pengukuran mutu layanan kebidanan!

2. Uraikan cara pengukuran mutu perspektif layanan kebidanan!

E. Rambu-Rambu Jawaban Soal

1. Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui:

a. Pengukuran mutu perspektif yaitu stadarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi.

37

37

b. Pengukuran mutu konkruen yaitu pengamatan langsung dan penentuan sampel.

c. Pengukuran mutu retrospektif yaitu review jaringan rekam medik, review

jaringan dan survey klien.

d. Pengukuran mutu internal yaitu expert group and tim based.

e. Pengukuran mutu eksternal yaitu Badan Penyelenggara Akreditasi

Penyelenggaraan layanan kesehatan.

2. Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan

yang dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Pengukuran mutu

prospektif meliputi:

a. Standarisasi

b. Lisensi

c. Sertifikasi

d. Akreditasi

F. Daftar Pustaka

1. Depkes, 2001. Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke

tiga, Binarupa Aksara. Jakarta. hal. 44-7.

2. Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.

3. Depkes RI, 1999. Program Jaminan Mutu, Dirjen Binkesmas, Jakarta.

4. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan

Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

5. Depkes. 2005. Quality Assurance.

6. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku

kedokteran: EGC.Jakarta.

7. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama.

8. Sallis E. 2008. Total Quality Management.

9. Nasution. 2001. Mananjemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia.

38

38

BAB III

STANDAR MUTU PELAYANAN KEBIDAAN

A. Kompetensi Dasar

1. Mampu menjelaskan Standar Pelayanan Kebidanan Dasar yang meliputi:

pengertian standar; syarat standar

2. Mampu mendefinisikan standar pelayanan kebidanan.

3. Mampu menguraikan standar persyaratan minimal: Standar masukan; Standar

lingkungan; Standar proses.

4. Mampu menguraikan standar penampilan minimal.

B. Uraian Materi

3.1 Standar Pelayanan Kesehatan

3.1.1 Pengertian

Standar pelayanan kesehatan merupakan bagian dari layanan kesehatan itu

sendiri dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi masalah mutu

layanan kesehatan. Standar pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang

mutu yang diharapkan, yang menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome)

sistem layanan kesehatan.

Standar pelayanan kesehatan merupakan alat organisasi untuk menjabarkan

mutu layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang

yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem.

3.1.2 Klasifikasi Standar

Donabedian (1980) menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan

ke dalam tiga kelompok. Anjuran Donabedian tersebut pada prinsipnya sama

dengan yang dianjurkan oleh WHO yaitu: standar struktur, standar proses dan

standar keluaran (outcome).

1. Standar Input atau Struktur

Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang

kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk ke dalamnya

39

39

adalah hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite,

personel, peralatan, gedung, rekam medis, keuangan, perbekalan, obat dan

fasilitas. Standar struktur merupakan rules of the game. Karakteristik yang relatif

stabil dari penyedia pelayanan kesehatan, alat dan sumber daya yang

dipergunakan, fisik dan pengaturan organisasi di lingkungan kerja. Konsep

struktur termasuk manusia, fisik, dan sumber keuangan yang dibutuhkan untuk

memberikan pelayanan medis. Struktur digunakan sebagai pengukuran tidak

langsung dari kualitas pelayanan.

Hubungan antara struktur dan kualitas pelayanan adalah hal yang penting

dalam merencanakan, mendesain, dan melaksanakan sistem yang dikehendaki

untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pengaturan karakteristik struktur yang

digunakan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi proses pelayanan

sehingga ini akan membuat kualitasnya berkurang atau meningkat.

2. Standar Proses

Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan

kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan . Standar

proses akan menjelaskan apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya dan

bagaimana sistem bekerja. Dengan kata lain standar proses adalah Playing the

game.

Beberapa pengertian tentang proses :

a. “Interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen

(pasien/masyarakat)” (Depkes RI, 2001).

b. “Suatu bentuk kegiatan yang berjalan dengan dan antara dokter dan pasien”.

(Donabedian, 1980).

c. “Semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan

interaksi secara profesional dengan pasiennya. Baik tidaknya pelaksanaan

proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga aspek, yaitu relevan tidaknya

proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan

terhadap pasien”. (Muninjaya, 2004).

40

40

d. “Proses yaitu semua kegiatan sistem melalui proses akan mengubah input

menjadi output.

e. Pengubahan/Transformasi berbagai masukan oleh kegiatan operasi/produksi

menjadi keluaran yang berbentuk produk dan/atau jasa.

3. Standar Output/Outcome

Standar output merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.

Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil atau

gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil

dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan

tersebut akan diukur. Tentang output/outcome, Donabedian memberikan

penjelasan bahwa outcome secara tidak langsung dapat digunakan sebagai

pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan. Dalam menilai apakah hasilnya

bermutu atau tidak, diukur dengan dengan standar hasil (yang diharapkan) dari

pelayanan medis yang telah dikerjakan.

Gambar 3.1 Pengelompokan standard dan indikator menurut Donabedian Sumber: Pohan, 2007

3.1.3 Penyusunan Standar Pelayanan Kesehatan

Penyusunan standar layanan kesehatan merupakan cara penyusunan bertahap.

Pendekatan ini digunakan untuk memandu organisasi layanan kesehatan atau orang

STRUKTUR

• Sumber daya manusia

• Perbekalan • Peralatan • Bahan • Fasilitas • Kebijaksanaan

• Standar

PROSES

• Anamnesis • Pemeriksaan fisik • Pemeriksaan

penunjang medic • Peresepan obat • Penyuluhan

kesehatan • Merujuk pasien

KELUARAN

• Tingkat kepatuhan meningkat

• Tingkat kesembuhan meningkat

• Tingkat kematian menurun

• Tingkat kecacatan menurun

• Tingkat kepuasan pasien meningkat

41

41

yang diberi tugas menyusun standar layanan kesehatan. Penggunaan berbagai

pertanyaan harus dipertimbangkan guna menentukan mutu layanan kesehatan apa

yang diperlukan oleh organisasi layanan kesehatan dan standar apa yang

dibutuhkan untuk dapat memenuhi mutu layanan kesehatan tersebut.berikut

langkah-langkah dalam penyusunan standar layanan kesehatan:

Langkah 1: Pilih salah satu fungsi atau sistem yang memerlukan standar layanan

Kesehatan

Pilih satu atau dua sistem atau sub sistem yang membutuhkan standar layanan

kesehatan. Sistem ini bisa berua klinis atau non klinis. Contoh layanan klinis adalah

penatalaksanaan ISPA, layanan immunisasi, dan layanan antenatal. Contoh layanan

nonklinis adalah prosedur layanan pasien masu rawat inap, prosedur layanan pasien

pulang, dan lain-lain. Organisasi layanan kesehatan dapat menentukan fungsi yang

prioritasnya tinggi dengan cara pendekatan enyaringan dua tingkat.

Penyaringan tingkat pertamaditentukan dengan fungsi atau sistem yang

volumenya tinggi, dan mudah menimbulkan masalah. Kriteria tambahan yang

sering digunakan adalah: kepentingan, kemudahan, dampak dan biaya.

Langkah 2: Bentuk tim atau kelompok pakar

Keputusan penting tentang fungsi atau sistem yang memerlukan standar

layanan kesehatan biasanya dilakukan oleh para kepala satuan kerja dan kepala

bagian. Setelah diputuskan, maka meraka menugaskan suatu kelompok kerja

multidisiplin atau kelompok pakar sesuai fungsi atau sistem untuk penyusunan

standar layanan kesehatan.

Langkah 3: Tentukan masukan, proses dan keluaran

Kelompok pakar yang telah diberikan tugas harus menentukan unsur-unsur

masukan, proses dan keluaran dari setiap komponen fungsi atau sistem. Masukan

diperlukan agar dapat melakukan proses, proses diperlukan untuk menghasilkan

keluaran. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah menentukan unsur penting atau

unsur kunci bagi fungsi atau sistem agar proses dan keluaran yang terjadi sesuai

harapan organisasi.

42

42

Langkah 4: Tentukan karakteristik mutu

Karakterstik mutu adalah sifat atau atribut untuk membedakan masukan,

proses, dan keluaran yang penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan dan

akan ditetapkan oleh kelompok atau organisasi layanan kesehatan. Contoh:

ketepatan waktu, selanjutnya akan ditentukan standar dari ketepatan waktu dalam

istilah yang dapat diukur.

Langkah 5: Tentukan/sesuaikan standar layanan kesehatan

Setelah kelompok memutuskan karakteristik mutu darisetiap fungsi atau

sistem, karakteristik mutu yang memerlukan standar harus diputuskan, kemudian

standar disusun. Untuk menyelesaikan langkah ini, kelompok biasanya melakukan

hal-hal berikut:

• Pemilihan pola atau bentuk penulisan standar

• Pengumpulan informasi

• Pembuatan naskah standar layanan kesehatan

Langkah 6: Nilai ketepatan standar layanan kesehatan

Standar layanan kesehatan harus dinilai untuk memastikan apakah standar

tersebut tepat atau layak bagi organisasi layanan kesehatan. Kelompok pakar atau

organisasi layanan kesehatan harus menentukan keabsahan standar, dapat

dipercaya, jelas, dan dapat diterapkan sebelum disebarluaskan. Peniaian standar

layanan kesehatan harus mengikuti tatacara berikut:

a. Tentukan siapa saja dalam organisasi yang akan menggunakan standar layanan

kesehatan atau yang akan terpengaruh oleh standar layanan kesehatan.

b. Tentukan cara untuk memperoleh informasi mengenai standar layanan kesehatan

dari kelompok sampel.

c. Lakukan anamnesis umpanbalik perbaikan jika diperlukan sebelum standar

layanan kesehatan disebarluaskan. Analisis juga dilakuakan terhadap kekuatan

dan kelemahan serta rekomendasi. Penilaian standar harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:

• Penilaian keabsahan/kesahihan atau validitas standar layanan kesehatan

• Penilaian reliabilitas atau keandalan standar layanan kesehatan

43

43

• Penilaian kejelasan standar layanan kesehatan.

3.2 Standar Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

dan berfokus kepada pelayanan perempuan. Untuk meningkatkan kualitas asuhan

kebidanan merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu

(AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Untuk mendapatkan asuhan kebidanan

yang berkualitas perlu didukung dengan tersedianya dengan standar asuhan

kebidanan, tenaga bidan yang profesional, sarana dan fasilitas yang sesuai dengan

kebutuhan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan WHO tahun 2000 dan hasil

evaluasi dari 10 rumah sakit di Jawa tengah dan Jawa timur asuhan kebidanan

belum didukung dengan tersedianya standar asuhan kebidanan dan standar

pelayanan atau standar lainnya yang berkaitan dalam peningkatan kualitas asuhan

kebidanan.

Untuk meningkatkan standar asuhan kebidanan di rumah sakit dan puskesmas

perlu dikembangkan berbagai perangkat lunak antara lain standar asuhan kebidanan

termasuk indikator keberhasilan yang jelas dan mudah diterapkan. Juga dapat

digunakan untuk menilai tingkat kinerja klinis bidan dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawab dalam memberikan asuhan berkualitas. Keberhasilan dalam

penerapan standar asuhan kebidanan sangat tergantung individu bidan itu sendiri,

usaha dari semua staf bidan dalam suatu organisasi disamping partisipasi organisasi

profesi.

Standar merupakan pernyataan-pernyataan tertulis mengenai harapan-

harapan tingkat ketrampilan/kompetensi untuk memastikan pencapaian suatu hasil

tertentu.

3.2.1 Batasan Standar Pelayanan Kebidanan

Standar pelayanan kebidanan adalah hasil yang harus dicapai, dapat diamati,

diukur sesuai dengan harapan dan harus tampak dalam perilaku yang dapat diukur

dalam melaksanakan pelayanan kebidanan (Depkes, 2002).

44

44

3.2.2 Syarat/Kriteria Standar Pelayanan Kebidanan

Syarat standar pelayanan kebidanan adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan bahasa yang jelas, sederhana dan mudah dimengerti.

b. Dapat diterima dalam lingkup asuhan yang diperlukan.

c. Dapat digunakan pada kondisi tertentu dalam melaksanakan asuhan kebidanan.

d. Terpusat pada fungsi dan kegiatan/penampilan yang harus dilaksanakan dan

ditetapkannya indikator keberhasilan.

e. Dapat menampilkan pelayanan bermutu (Depkes, 2002).

3.2.3 Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan

Standar pelayanan kebidanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat

kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar

pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap proses

dan hasil pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Suatu standar akan

efektif bila dapat diobservasi dan diukur, realistik, mudah dilakukan dan

dibutuhkan. Manfaat standar pelayanan kebidanan dapat didefinisikan sebagai

berikut:

a. Memandu, mendorong dan mengarahkan kinerja klinik dalam upaya

menampilkan asuhan kebidanan yang bermutu.

b. Sebagai parameter/tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas asuhan kebidanan

yang diberikan.

c. Merupakan alat penilaian diri sendiri bagi bidan dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya,

d. Mempertahankan profesionalisme bidan sebagai praktisi klinis.

e. Meningkatkan efektifitas dan efisien asuhan kebidanan.

f. Meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap asuhan kebidanan.

g. Melindungi penyelenggaraan pelayanan kesehatan dari kemungkinan timbulnya

gugatan hukum (Depkes, 2002).

45

45

3.2.4 Format Standar Pelayanan Kebidanan

Dalam membahas tiap standar pelayanan kebidanan digunakan format bahasan

sebagai berikut :

a. Tujuan merupakan tujuan standar.

b. Pernyataan standar, berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang

dilakukan dengan penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan.

c. Hasil, hal yang akan dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan

dalam bentuk yang dapat diukur.

d. Prasyarat, hal – hal yang diperlukan ( misalnya alat, obat, ketrampilan ) agar

pelaksana pelayanan dapat menerapkan standar.

e. Proses, berisi langkah – langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan

standar.

3.2.5 Ruang Lingkup Standar Pelayanan Kebidanan.

Telah disadari bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan

obstetri neonetal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak

terpisahkan dari pelayanan kebidanan disetiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut

dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat diturunkan. Berdasarkan itu,

standar pelayanan kebidanan ini mencakup standar untuk penanganan keadaan

tersebut, disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.

Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24

standar yang dikelompokkan sebagai berikut :

a. Standar pelayanan umum (2 standar)

b. Standar pelayanan antenatal (6 standar)

c. Standar prtolongan persalinan (4 standar)

d. Standar pelayanan nifas (3 standar)

e. Standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal (9 standar)

Ruang lingkup standar pelayanan kebidanan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Standar Pelayanan Umum

Terdapat dua standar pelayanan umum sebagai berikut :

46

46

1. Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat

Pernyataan standar :

Bidan memberikan penyuluhan dan nasihat kepada perorangan, keluarga dan

masyarakat terhadap segala hal yang bedrkaitan dengan kehamilan, termasuk

penyuluhan kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam

menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan

yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.

2. Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan

Pernyataan satandar :

Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu

registrasi semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan,

kepada setiap ibu hamil/ besalin / nifas dan bati baru lahir, semua kunjungan

rumahdan penyuluhan kepada masyarakat. Di samping itu, bidan hendaknya

mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya

masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir. Bidan meninjau

secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana

kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya.

b. Standar Pelayanan Antenatal

Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut ini :

1. Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil

Pernyataan standar :

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat

secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan

anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya

sejak dini dan secara teratur.

2. Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal

Pernyataan standar :

Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan

meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk

menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus

47

47

mengenal kehamilam risti / kelainan, khususnya anemia, kurang gizi,

hipertensi, PMS / infeksi HIV, memberikan pelayanan imunisai, nasihat dan

penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnyayang diberikan oleh

pukesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan.

Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang

diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.

3. Standar 5 : Palpasi Abdominal

Pernyataan Standar :

Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan

palpasi untuk memprkirakan usia kehamilan, serta bila umur kehamilan

bertambah memeriksa posisi, bagian terendah janin, dan masuknya kepala

janin ke rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan

tepat waktu.

4. Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

Pernyataan standar :

Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan atau

rujukan semua kasus anemi pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

5. Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan

Pernyataan standar :

Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan

dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil

tindakan yang tepat dan merujuknya.

6. Standar 8 : Persiapan Persalinan

Pernyataan standar :

Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami seerta

keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan

persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan

diencanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk

48

48

merujuk, bila tiba – tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya

melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.

c. Standar Pertolongan Persalinan

Terdapat empat standar dalam standar pertolongan persalinan seperti berikut ini :

1. Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala 1

Pernyataan standar :

Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah selesai, kemudian

memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan

kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.

2. Standar 10 : Persalinan Kala 2 yang Aman

Pernyataan standar :

Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan bersikap sopan

dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.

3. Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala 3

Pernyataan standar :

Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar dan membantu

pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.

4. Standar 12 : Penanganan Kala 2 dengan Gawat Janin melalui Episiotomi

Pernyataan standar :

Bidan mengenali secara tepat tanda – tanda gawat janin pda kala II yang lama

dan segera melakukan episiotomy dengan aman untuk memperlancar

persalinan diikuti dengan penjahitan perineum.

d. Standar Pelayanan Nifas

Terdapat tiga standar dalam standar pelayanan nifas seperti berikut ini :

1. Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

Pernyataan standar :

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan

spontan, mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan

tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah

atau menangani hipotermi.

49

49

2. Standar 14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan

Pernyataan standar :

Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi

dalam dua jam setelah persalina, serta melakukan tindakan yang diperlukan.

Disamping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal – hal yang

mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membentu ibu untuk memulai

pemberian ASI.

3. Standar 15 : Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas

Pernyataan standar :

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah

pada hari ketiga, minggu kedua, dan minggu keenam setelah persalinan,

untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penangan tali pusat

yang benar, penemuan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang

mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang

kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makan bergizi, perawatan

bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.

e. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri dan Neonatal

Disamping untuk pelayanan kebidanan dasar ( antenatal, persalinan, dan nifas )

disini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri neonetal.

1. Standar 16 : Penanganan Perdarahan dalam Kehamilan pada Trimerter III

Pernyataan standar :

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan,

serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.

2. Standar 17 : Penangan Kegawatan pada Eklamsia

Pernyataan standar ;

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam, serta

merujuk dan atau memberikan pertolongan pertama.

3. Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama / Macet

Pernyataan standar :

50

50

Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama / macet serta

melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.

4. Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstrator

Pernyataan standar ;

Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara

benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan

keamanannya bagi ibu dan janin / bayinya.

5. Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta

Pernyataan standar ;

Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan

pertama termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai

dengan kebutuhan.

6. Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer

Pernyataan standar :

Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama

setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan

pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.

7. Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder

Pernyataan standar :

Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan

postpartum sekunder dan melakukan pertolongan pertama untuk

penyelamatan jiwa ibu dan atau merujuknya.

8. Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis

Pernyataan standar :

Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis,

serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.

9. Standar 24 : Penangan Asfiksia Neonatorum

Pernyataan standar :

51

51

Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta

melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang

diperlukan dan memberikan perawatan lanjutan.

3.3 Standar Persyaratan Minimal Pelayanan Kebidanan

Standar persyaratan minimal adalah yang menunjuk pada keadaan minimal

yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan

bermutu. Menurut Saifuddin dkk (2001), standar persyaratan minimal ini dibedakan

atas tiga macam yakni :

3.3.1 Standar masukan

Standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang perlu

disediakan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan termasuk

kebidanan yang bermutu, yakni jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;

jenis, jumlah dan spesifikasi sarana serta jumlah dana (modal). Jika standar

masukan tersebut menunjuk pada tenaga pelaksana disebut dengan nama standar

ketenagaan (standard of personnel). Sedangkan jika standar masukan tersebut

menunjuk pada sarana dikenal dengan nama standar sarana (standard of facilities).

3.3.2 Standar lingkungan

Standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang

diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,

yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem manajemen yang

harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan / kebidanan. Satndar

lingkungan ini sering disebut dengan standar organisasi dan manajemen (standard

of organization and management).

3.3.3 Standar proses

Pada standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus

dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,

yakni tindakan medis dan tindakan non medis pelayanan kesehatan. Standar proses

ini dikenal dengan nama standar tindakan (standard of conduct). Karena baik atau

52

52

tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan

dengan standar proses maka haruslah dapat diupayakan tersusunnya standar proses

tersebut.

3.4 Standar Penampilan Minimal Pelayanan Kebidanan

Standar penampilan minimal (minimum performance standard) adalah yang

menunjuk pada penampilan layanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar

ini karena menunjuk pada unsur keluaran, disebut dengan nama standar keluaran

(standard of output) atau populer pula dengan sebutan standar penampilan

(standard of performance). Untuk mengetahui apakah mutu layanan kesehatan yang

diselenggarakan masih dalam batas-batas yang wajar atau tidak, perlulah ditetapkan

standar keluaran.

Untuk dapat meningkatkan mutu layanan kesehatan, keempat standar ini

perlu dipantau secara berkesinambungan. Apabila ditemukan penyimpangan perlu

segera diperbaiki. Secara sederhana kedudukan dan peranan keempat standar ini

dapat dilihat sebagai berikut :

STANDAR LINGKUNGAN

STANDAR STANDAR STANDAR MASUKAN PROSES KELUARAN

Penyimpangan Penyimpangan

PENYEBAB MASALAH MUTU MASALAH MUTU

Gambar 3.2 Kedudukan dan peranan standar dalam Program Menjaga Mutu

Sumber: Pohan, 2007

53

53

3.5 Model Standar Pelayanan Kebidanan

Untuk mempermudah pemahaman tentang standar pelayanan kebidanan,

berikut akan diuraikan sebagian dari standar pelayanan kebidanan, yaitu standar

pelayanan antenatal dan pelayanan intranatal. Standar pelayanan kebidanan terdiri

dari tujuan, prasyarat dan proses.

1. Standar Pelayanan Antenatal

Standar 3 : Identifikasi ibu hamil

a. Tujuan : Mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan

kehamilannya.

Gambar 3.3 Standar pelayanan antenatal Sumber: Depkes, 2002

b. Prasyarat

1. Bidan bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan kader untuk menemukan

ibu hamil dan memastikan ahwa semua ibu hamil telah memeriksakan

kehamilannya secara dini dan teratur.

2. Bidan harus memahami:

• Tujuan pelayanan antenatal dan alasan ibu tidak memeriksakan

kehamilannya secara dini;

• Tanda dan gejala kehamilan; dan

• Ketrampilan berkomunikasi secara efektif.

Pernyataan Standar

Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.

Hasil

• Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan

• Ibu, suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini dan teratur, serta mengetahui tempat pemeriksaan hamil

• Meningkatnya cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamian 16 minggu.

54

54

3. Bahan penyuluhan kesehatan yang tersedia dan sudah siap digunakan oleh

bidan.

4. Mencatat hasil pemeriksaan pada KMS ibu hami/buku KIA dan kartu ibu.

5. Transportasi untuk melakukan kunjungan ke masyarakat tersedia bagi bidan.

c. Proses

Bidan harus:

1) Melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan masyarakat secara teratur

untuk menjelaskan tujuan pemeriksaan keamilan kepada ibu hamil, suami,

keluarga maupun masyarakat.

2) Bersama kader kesehatan mendata ibu hamil serta memotivasinya agar

memeriksakan kehamilannya sejak dini (segera setelah terlambat haid atau

diduga hamil).

3) Melalui komunikasi dua arah dengan beberapa kelompok kecil

masyarakat, dibahas menfaat pemeriksaan kehamilan. Ajak mereka

memanfaatkan pelayanan KIA terdekat atau sarana kesehatan lainnya utuk

memeriksakan kehamilan.

4) Melalui komunikasi dua arah dengan pamong, tokoh masyarakat, ibu,

suami, keluarga dan dukun bayi jelaskan prosedur pemeriksaan kehamilan

yang diberikan. Hal tersebut akan mengurangi keraguan mereka tentang

apa yang terjadi pada saat pemeriksaan antenatal, dan memperjelas

manfaat pelayanan antenatal dan mempromosikan kehadiran ibu untuk

pemeriksaan antenatal.

5) Tekankan bahwa tujuan pemeriksaan kehamilan adalah ibu dan bayi yang

sehat pada akhir kehamilan. Agar tujuan tersebut tercapa, pemeriksaan

kehamilan harus segera dilaksanakan begitu diduga terjadi kehamilan, dan

dilaksanakan secara berkala selama kehamilan. Ibu harus melakukan

pemeriksaan antenatal paling sedikit 4 kal. Satu kali kunjungan pada

trimester pertama, satu kali kunjungan pada trimester kedua dan dua kali

kunjungan pada trimester ketiga.

55

55

6) Berikan penjelasan kepada seluruh ibu tentang tanda kehamilan, dan

fungsi tubuhnya. Tekankan perlunya ibu mengerti bagaimana tubuhnya

berfungsi. (Wanita harus memperhatikan siklus haidnya, mengetahui dan

memeriksakan diri bila terjadi keterlambatan atau haid kurang dari

biasanya).

7) Bimbing kader untuk mendata dan mencatat semua ibu hamil di daerhnya.

Lakukan kunjungan rumah kepada mereka yang tidak memerksakan

kehamilannya. Pelajari alasannya, mengapa ibu haml tersebut tidak

memeriksakan diri, dan jelaskan manfaat pemeriksaan kehamilan.

8) Perhatikan ibu bersalin yang tidak pernah memeriksakan kehamilannya.

Lakukan kunjungan rumah, pelajari alasannya. Berikan penyuluhan dan

konseling yang sesuai untuk kehamilan berikutnya, keluarga berencana

dan penjarangan kelahiran.

9) Jelaskan dan tingkatkan penggunaan KMS ibu hamil/buku KIA dan kartu

ibu.

2. Standar Pelayanan Intranatal

Standar 9: Asuhan Persalinan Kala I

a. Tujuan : Untuk meberikan pelayanan kebidanan yang memadai dalam

mendukung pertolongan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.

Gambar 3.4 Standar pelayanan intranatal Sumber: Depkes, 2007

Pernyataan Standar

Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah selesai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.

Hasil

• Ibu bersalin mendapat pertolongan darurat yang memadai dan tepat waktu, bila diperlukan.

• Meningkatnya cakupan persalian dan komplikasi lainnya yang ditolong tenaga kesehatan terlatih.

• Berkurangnya kematian/kesakitan ibu/bayi akibat partus lama

56

56

b. Prasyarat

1. Mengijinan ibu memilih orang yang akan mendampinginya selama proses

persalinan dan kelahiran.

2. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ketuban pecah.

3. Bidan telah terlatih dan trampil untuk:

• Memberikan pertolongan persalinan yang bersih dan aman

• Penggunaan partograf dan pembacaannya

4. Adanya alat untuk pertolongan persalinan termasuk beberapa sarung

tangan DTT/steril.

5. Adanya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman,

seerti air bersih, sabun dan anduk yang bersih, dua handuk/kain hangat

yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai

kemudian), pembalut wanita dan tempat untuk plasenta. Bidan sedapat

mungkin menggunakan sarung tangan yang bersih.

6. Tersedia ruangan yang hangat, bersih dan sehat untuk persalinan.

7. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA, partograf dan kartu ibu.

8. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan obstetri yang efektif.

c. Proses

Bidan harus:

1. Mengijinkan ibu memilih orang yang akan mendampinginya selama proses

persalinan dan kelahiran.

2. Segera mendatangi ibu hamil ketika diberitahu persalinan sudah

mulai/ketuban pecah.

3. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yan mengalir, kemudia keringkan

hingga betul-betul kering dengan handuk bersih setiap kali sebelum dan

sesudah melakukan kontak dengan pasien. (Kuku harus dipotong pendek

dan bersih). Gunakan sarung tangan bersih kapanpun menangani benda

yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh. Gunakan sarung tangan

DTT/steril untuk semua pemeriksaan vagina.

4. Menanyakan riwayat kehamilan ibu secara lengkap.

57

57

5. Melakukan pemeriksaan fisik secara lengkap (dengan memberikan

perhatian terhadap tekanan darah, denyut jantung janin/DJJ,frekuensi dan

lama kontraksi dan apakah ketuban pecah).

6. Lakukan pemeriksaan dalam secara aseptik dan sesuai dengan kebutuhan.

(Jika his teratur dan tidak ada hal yang mengkhawatirkan atau his lemah

tapi tanda-tanda vital ibu/janin normal, maka tidak perlu segera dilakukan

periksa dalam).

7. Dalam keadaan normal periksa dalam cukup setap empat jam dan HARUS

selalu secara aseptik.

8. Jangan melakukan periksa dalam jika ada perdarahan dari vagina yang

lebih banyak dari jumlah normal bercak darah/show yang ada pada

persalinan. Perdarahan dalam proses persalinan mungkin disebabkan

komplikasi seperti plasenta previa, segera rujuk ke puskesmas atau rumah

sakit terdekat ( Ikuti langkah yang tercantum di standar 16).

9. Catat semua temuan dan pemeriksaan dengan tepat dan seksama pada

kartu ibu dan partograf pada saat asuhan diberikan. Jika ditemukan

komplikasi atau masalah, segera berikan perawatan yang memadai dan rju

ke puskesmas/rumah sakit yang tepat.

10. Catat semua temuan dan pemeriksaan pada fase laten persalinan pada

kartu ibu dan catatan kemajua persalinan. Ibu harusdievaluasi sedikkitnya

setiap empat jam, lebih sering jika diindikasikan. Catatan harus selalu

memasukkan DJJ, periksa dalam, pecahnya ketuban, perdarahan/cairan

vagina, kontraksi uterus, tanda-tanda vital ibu (suhu, nadi, dan tekanan

darah), urine, minuman, obat-obat yang diberika, dan informasi yang

berkaitan lainnya serta semua perawatan yang diberikan.

11. Catat semua temuan pada partograf dan kartu bu pada saat ibu sampai

dengan fase aktif (pembukaan 4 cm atau lebih).

12. Lengkapi partograf dengan seksama untuk semua ibu yang akan bersalin.

Partograf adalah alat untuk mencatat dan menilai kemajuan persalinan,

kondisi ibu dengan janin. Penggunaan partograf diperlukan untuk

58

58

pengambilan keputusan klinis dan deteksi dini komplikasi dalam proses

persalinan, seperti misalnya partus lama. Penggunaan partograf secara

tepat akan memungkinkan bidan untuk membuat keputusan tentang

perawatan ibu paa waktu yang tepat dan memungkinkan rujukan dini jika

diperlukan.

13. Memantau dan mencatat denyut jantung janin sedikitnya setiap 30 menit

selama proses persalinan, jika ada tanda-tanda gawat janin (DJJ kurang

dari 100 kali/menit atau lebih dari 180 kali/menit), harus dilakukan setiap

15 menit. DJJ harus didengarkan selama dan segera setelah kontraksi

uterus. Jika ada tanda-tanda gawat janin bdan harus mempersiapkan

rujukan ke fasilitas yang memadai.

14. Melakukan dan mencatat pada partograf hasil periksa dalam setiap 4 jam

(lebih sering jika ada indikasi medis). Pada setiap periksa dalam, evaluasi

dan catat penyusupan kepala janin dan caian vagina/air ketuban.

15. Catat pada partograf ontraksi uterus setiap 30 menit pada fase aktif.

Palpasi jumlah dan lamanya kontraksi selama 10 menit.

16. Catat pada partograf dan amati penurunan kepala janin dengan palpasi

abdomen setiap 4 jam dan teruskan setiap periksa dalam.

17. Pantau dan catat pada partograf:

• Tekanan darah setiap 4 jam, lebih sering jika ada komplikasi

• Suhu setiap 2 jam, lebih sering jika ada tanda atau gejala infeksi

• Nadi setiap setengah jam

18. Minta ibu hamil agar sering buang air kecil sedikitnya setiap 2 jam. Catat

pada partograf jumlah pengeluaran urine setiap kali ibu buang air kecil,

catat protein atau aseton yang ada dalam urine.

19. Anjurkan ibu untuk mandi dan tetap aktif bergerak seperti biasa, dan

memilih posisi yang dirasakan nyaman; kecuali jika belum terjadi

penurunan kepala sementara ketuban sudah pecah. (Riset membuktikan

banyak keuntungannya jika ibu tetap aktif bergerak semampunya dan

merasa senyaman mungkin). Jangan perbolehkan ibu dalam proses

59

59

persalinan berbaring terlentang, ibu harus selalu berbaring miring, dudu

berdiri atau berjongkok. Berbaring terlentang mungkin menyebabkan

gawat janin.

20. Selama proses persalinan, anjurkan ibu untuk cukup minum guna

menghindari dehidrasi dan gawat janin. (Riset menunjukkan bahwa ada

keuntungannya untuk memperbolehkan ibu minum dan makan makanan

kecil selama proses persalinan tanpa komplikasi dan ada kerugiannya

melarang minum atau makanan kecil yang mudah dicerna).

21. Selama persalinan, beri dukungan moril dan perlakuan yang baik dan

peka terhadap kebutuhan ibu hamil, suami/keluarga/orang terdekat yang

mendampingi. Anjurkan pada orang yang mendampingi ibu untu

mengambil peran aktif dalam memberikan kenyamanan dan dukungan

kepada ibu selama persalinan.

22. Jelaskan proses persalinan yang sedang terjadi pada ibu, suami dan

keluarganya. Beritahu mereka kemajuan persalinan secara berkala.

23. Saat proses persalinan berlangsung, bersiaplah untuk menghadapi

kelahiran bayi (lihat standar 10).

24. Lakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman (lihat standar 10).

G. Rangkuman Materi

Standar pelayanan kesehatan/kebidanan merupakan bagian dari layanan

kesehatan itu sendiri dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi masalah

mutu layanan kesehatan. Standar ini terdiri dari pernyataan tentang mutu yang

diharapkan, yang menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome) sistem

layanan kesehatan/kebidanan.

Standar pelayanan kebidanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat

kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar

pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap proses

dan hasil pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Suatu standar akan

60

60

efektif bila dapat diobservasi dan diukur, realistik, mudah dilakukan dan

dibutuhkan.

Dalam pelayanan kebidanan terdapat standar persyaratan minimal dan standar

penampilan minimal kebidanan. Standar persyaratan minimal kebidanan meliputi

standar masukan, standar lingkungan dan standar proses. Standar penampilan

minimal (minimum performance standard) adalah yang menunjuk pada penampilan

layanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar ini karena menunjuk pada

unsur keluaran, disebut dengan nama standar keluaran (standard of output) atau

populer pula dengan sebutan standar penampilan (standard of performance).

H. Latihan/Tugas

1. Diskusikan tentang standar pelayanan kebidanan!

2. Uraikan tentang standar pelayanan minimal dalam pelayanan kebidanan!

I. Rambu-Rambu Jawaban Soal

1. Standar pelayanan kebidanan adalah hasil yang harus dicapai, dapat diamati,

diukur sesuai dengan harapan dan harus tampak dalam perilaku yang dapat diukur

dalam melaksanakan pelayanan kebidanan.

2. Standar persyaratan minimal kebidanan dibedakan atas tiga macam yakni :

a. Standar masukan

Standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang

perlu disediakan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan termasuk

kebidanan yang bermutu, yakni jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;

jenis, jumlah dan spesifikasi sarana serta jumlah dana (modal). Jika standar

masukan tersebut menunjuk pada tenaga pelaksana disebut dengan nama

standar ketenagaan (standard of personnel). Sedangkan jika standar masukan

tersebut menunjuk pada sarana dikenal dengan nama standar sarana (standard

of facilities).

61

61

b. Standar lingkungan

Standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan

yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang

bermutu, yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem

manajemen yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan /

kebidanan. Standar lingkungan ini sering disebut dengan standar organisasi dan

manajemen (standard of organization and management).

c. Standar proses

Pada standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang

harus dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang

bermutu, yakni tindakan medis dan tindakan non medis pelayanan kesehatan.

Standar proses ini dikenal dengan nama standar tindakan (standard of

conduct). Karena baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat

ditentukan oleh kesesuaian tindakan dengan standar proses maka haruslah

dapat diupayakan tersusunnya standar proses tersebut.

J. Daftar Pustaka

1. Depkes, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

2. Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke tiga, Binarupa

Aksara. Jakarta. hal. 44-7.

3. Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.

4. Depkes RI, 1999. Program Jaminan Mutu. Dirjen Binkesmas, Jakarta.

5. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan

Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

6. Depkes. 2005. Quality Assurance.PraktekKebidanan

7. Dekes. 2002. Standar Praktek Kebidanan.Jakarta: Depkes.

8. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku

kedokteran: EGC.Jakarta.

62

62

9. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama.

11. Sallis E. 2008. Total Quality Management, Jakarta: Gramedia.

12. PP IBI. 2006. 50 Tahun Ikatan Bidan Indonesia, Bidan Menyongsong Masa

Depan. Jakarta: PP IBI.

63

63

BAB IV

INDIKATOR MUTU PELAYANAN KEBIDANAN

A. Kompetensi Dasar

1. Mampu menjelaskan indikator mutu pelayanan kebidanan.

2. Mampu menguraikan Standar Out Come: Kepuasan pelanggan; Ketepatan;

Efisiensi dan efektifitas.

3. Mampu menguraikan kinerja bidan dalam pelayanan kebidanan.

B. Uraian Materi

4.1 Disiplin dalam Standar Pelayanan Kebidanan

Mutu Pelayanan kesehatan adalah Penampilan yang pantas dan sesuai (yang

sesuai dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang

dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah

mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,

ketidakmampuan dan kekurangan gizi.

Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat

yang memuaskan harapan dan kebutuhan masyarakat melalui pelayanan yang

efektif oleh pemberi pelayanan dan kebutuhan pemberi pelayanan, pada institusi

pelayanan yang diselenggarakan secara efisien. Interaksi ketiga pilar utama

pelayanan kesehatan yang serasi, selaras dan seimbang, merupakan panduan dari

kepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan kesehatan yang memuaskan

(satisfactory healty care).

Indikator utama untuk mengetahui standar rumah sakit adalah kepuasan

pasien terhadap pelayanan dari rumah sakit. Pelayanan yang baik dari suatu rumah

sakit akan membuktikan rumah sakit tersebut bermutu baik. Ini dapat dilihat dari

penanganan pasien yang cepat, tepat, dan ramah tamah dari petugas kesehatan.

1. Pengertian Indikator

Ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para pakar antara lain:

64

64

a. Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi.

Contoh: berat badan bayi dan umurnya adalah indikator status nutrisi dari bayi

tersebut

( Wilson & Sapanuchart, 1993).

b. Indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu

kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan

(Green, 1992).

c. Indikator adalah variable untuk mengukur suatu perubahan baik langsung

maupun tidak langsung (WHO, 1981)

Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut diatas adalah

pengukuran dan perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan

digunakan "indikator" sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi suatu

pelaksanaan kegiatan. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada pasien

dan proses-proses kunci serta spesifik disebut indikator klinis.

Indikator klinis adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur

dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien dan berdampak terhadap pelayanan.

Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk mengukur kualitas

pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai "bendera" yang menunjuk adanya

suatu masalah spesifik dan memerlukan monitoring dan evaluasi. Dalam

beberapa kegiatan, mungkin tidak relevan mengukurnya dengan ukuran

kuantitatif untuk mengambil suatu keputusan. Sebagai contoh dalam

komunikasi: bagaimana kualitas komunikasi interpersonal antara bidan - pasien,

maka pengukurannya adalah melalui observasi langsung untuk mengetahui

bagaimana kualitas interaksinya. Monitoring dilakukan terhadap indikator kunci

guna dapat mengetahui penyimpangan atau prestasi yang dicapai. Dengan

demikian setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri (self

assesment). Indikator Memiliki Karakteristik sebagai berikut :

1. Sahih (Valid) artinya indikator benar-benar dapat dipakai untuk mengukur

aspek-aspek yang akan dinilai.

65

65

2. Dapat dipercaya (Reliable): mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat

yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.

3. Peka (Sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu

banyak.

4. Spesifik (Specific) memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas dan

tidak tumpang tindih.

5. Relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal contoh:

pada unit bedah indikator yang dibuat berhubungan dengan pre-operasi dan

post-operasi.

2. Klasifikasi Indikator

a. Indikator input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk

melaksanakan aktivitas, antara lain: personel, alat/fasilitas, informasi, dana,

peraturan/kebijakan.

b. Indikator proses adalah memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan.

c. Indikator output : mengukur hasil meliputi cakupan, termasuk pengetahuan,

sikap, dan perubahan perilaku yang dihasilkan oleh tindakan yang dilakukan.

Indikator ini juga disebut indicator effect.

d. Indikator outcome : dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak

(impact) suatu program, perkembangan jangka panjang termasuk perubahan

status kesehatan masyarakat/penduduk.

Ilustrasi dari indikator dengan contoh kegiatan imunisasi: Input meliputi

peralatannya, vaksin dan alat proteksi dan staf yang terlatih, proses adalah

kegiatan dalam melakukan aktifitas pemberian imunisasi, output meliputi

cakupan pemberian meningkat adalah (output), dan outcome adalah dampaknya

sebagai efek output antara lain menurunnya morbiditas dan mortalitas dari upaya

pencegahan penyakit melalui immunisasi(outcome).

66

66

3. Indikator Kinerja Klinis

Mengidentifikasi indikator yang tepat untuk suatu tindakan klinis yang

memerlukan pertimbangan yang selektif dan membangun konsesus diantara

manager lini pertama (First Line Manager) dan staf, sehingga apa yang akan

dimonitor dan dievaluasi akan menjadi jelas bagi kedua belah pihak.

4. Pengukuran Indikator Kinerja Klinis

Untuk menilai keberhasilan suatu kegiatan pelayanan kebidanan

dipergunakan indikator kinerja klinis. Indikator adalah pengukuran kuantitatif,

umumnya pengukuran kuantitatif meliputi, yaitu :

a. Numerator adalah suatu data pembilang dari suatu peristiwa (events) yang

yang sudah diukur.

b. Denominator data penyebut adalah jumlah target sasaran atau jumlah seluruh

pasien yang menjadi sasaran pemberian asuhan/pelayanan. Contoh data

denominator di puskesmas: populasi sasaran dalam satu wilayah seperti:

jumlah balita, bumil, bayi baru lahir. Indikator yang meliputi denominator

sangat berguna untuk memonitor perubahan dan membandingkan tingkat

keberhasilan suatu area dengan area lain pada suatu wilayah.

Cara pengukuran ini disebut dengan proprosi. Tetapi dalam kondisi

tertentu indikator tanpa denominator (hanya data pembilang) sangat berarti

untuk kejadian jarang atau langka tetapi penting misalnya kematian ibu.

Indikator dapat dikategorikan serius dari peristiwa yang diukur. Bila peristiwa

tersebut dinilai sangat berbahaya atau berdampak luas, walaupun frekuensinya

rendah, maka diperlukan pengawasan atau monitoring yang lebih intens untuk

perbaikan yang lebih cepat.

5. Pengumpulan data indikator kinerja

Pengumpulan data indikator merupakan tulang punggung dari program

pengukuran kinerja. Hal tersebut hanya dapat dikembangkan melalui sistem

manajemen informasi yang tepat, dimana pengumpulan data, pengorganisasian

67

67

serta reaksi terhadap data kinerja direncanakan dan diorganisir secara sistematik,

sehingga dapat memberikan makna terhadap perubahan dan peningkatan mutu

pelayanan kesehatan dalam suatu organisasi.

Ada enam sasaran kunci pengumpulan data kinerja:

1. Menata sistem informasi yang akurat yang mendasari keputusan mendatang,

2. Menghindari aspek hukum yang berkaitan dengan pengukuran dan hasil data

yang dikumpulkan,

3. Menemukan lingkungan tepat yang dapat memberikan peluang untuk

melakukan tindakan,

4. Menumbuhkan motivasi staf dan merencanakan peningkatan kinerja itu

sendiri,

5. Mengumpulkan data interval secara reguler terhadap proses-proses kritis,

dalam upaya mempertahankan kinerja yang sudah meningkat,

6. Mengumpulkan data obyektif dan subyektif.

Evaluasi data penyimpangan kinerja melalui indikator kinerja klinis adalah

satu bagian penting dari dalam peningkatan kinerja. Ada dua jenis

penyimpangan, yaitu :

1. Pertama penyebab umum terjadinya penyimpangan, erat kaitannya dengan

penyimpangan minor yang terjadi dalam suatu organisasi pelayanan

kesehatan tanpa memperdulikan sistem yang sudah mapan. Penyebab

penyimpangan kinerja staf juga bisa terjadi karena, sistem atau prosedur yang

tidak jelas, keterbatasan fasilitas. Oleh karena itu, keterbatasan sumber-

sumber untuk mendeteksi penyebab dalam setiap penyimpangan minor masih

dapat ditoleransi.

2. Kedua penyebab khusus: terjadinya penyimpangan kinerja disebabkan

karena, kesalahan staf itu sendiri, kurang pengetahuan dan ketrampilan,

kemampuan yang kurang dalam pemeliharaan peralatan.

Target suatu indikator adalah menggunakan deviasi standar untuk

mengidentifikasi penyebab penyimpangan. Penyebab khusus terjadinya

penyimpangan lebih mudah dikoreksi dari pada penyebab umum. Sebagai contoh:

68

68

keharusan mencuci tangan secara rutin mungkin meningkat drastis, apabila staf

menyadari dan menerima bahwa praktek cuci tangan penting untuk meningkatkan

mutu kinerja dan akan dimonitor atau dievaluasi. Indikator diarahkan sebanyak

mungkin pada tindakan. Pada banyak organisasi, informasi yang diperoleh dari

indikator akan memerlukan tindak lanjut melalui investigasi: seperti kunjungan

supervisi untuk mengumpulkan lebih banyak data kualitatatif, survey khusus

sebelum mengarah pada suatu pengambilan keputusan.

Mengukur kinerja bidan dengan menggunakan indikator kinerja klinis

merupakan suatu langkah yang mempunyai keuntungan ganda. Pertama, cara ini

akan memberikan kesempatan bagi bidan untuk melakukan "self assessment“

sehingga dapat mengetahui tingkat kemampuannya, dan berusaha untuk

memperbaikinya. Peningkatan kemampuan dan produktifitas individu-individu akan

memberikan kontribusi peningkatan mutu pelayanan pada organisasinya yang

bermuara. pada kepuasan pasen dan staf. Sistem penilaian kinerja dengan indikator

kunci akan memberikan kesempatan kepada pimpinan untuk melakukan komunikasi

interpersonal yang efektif, sehingga secara bersama.-sama dapat dilakukan evaluasi

dan perbaikan yang mengarah pada perbaikan kinerja dan bermuara pada

peningkatan mutu pelayanan.

4.2 Standar Out Come

Standar outcome merupakan hasil akhir atau akibat layanan kesehatan.

Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil atau gagal.

Keluaran (outcome) adalah apa yang diarapkan akan terjadi sebagai hasil dari

layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan tersebut

akan diukur.

Donabedian (1980) memberikan penjelasan bahwa outcome secara tidak

langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan.

Dalam menilai apakah hasilnya bermutu atau tidak, diukur dengan dengan standar

hasil (yang diharapkan) dari pelayanan medis yang telah dikerjakan.

69

69

Indikator outcome mupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya,

yaitu input dan proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain seperti :

Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi

Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.

Kriteria outcome yang umum digunakan antara lain:

a. Kepuasan pasien

b. Pengetahuan pasien

c. Fungsi pasien

d. Indikator kesembuhan, kematian, komplikasi, dan lain-lain.

Sebagai contoh standar layanan ISPA di Puskesmas, sebagai keluaran

(outcome) antara lain klasifikasi dan pengobatan yang tepat, balita dirujuk tepat

waktu, kepuasan ibu/pengantar; pengetahuan ibu/pengantar, tingkat kematian kasus,

dan rekam medik yang diisi lengkap dan akurat. Jika dibandingkan antara kriteria

kepuasan pasien dan pengetahuan pasien, yang lebih mudah diukur adalah kriteria

pengetahuan pasien. Untuk setiap standar layanan kesehatan dapat dibuat beberapa

kriteria atau indikator. Kelompok jaminan mutu layanan kesehatan harus memilih

indikator yang terbaik dan mudah digunakan untuk menunjukkan pencapaian

standar layanan kesehatan dan mudah digunakan.

4.3 Kinerja Bidan

1. Definisi Kinerja

Kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari job performance atau

Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai

seseorang). Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang Kusriyanto

adalah :”perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan

waktu (lazimnya per jam)”. Ahli yang lain mendefinisikan bahwa kinerja

merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis

organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribuisi pekerjaanya. Kinerja

juga dapat diartikan tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara

mengerjakannya. Dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau

70

70

hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan

periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya.

Penilaian prestasi kerja (Performance appraisal) adalah seorang karyawan

melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya”. Penilaian

pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi

yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai,

kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun sesuatu (barang).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk

mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Di samping itu, juga

untuk menentukan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang

sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di

masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi

jabatan atau penentuan imbalan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan

(ability) dab faktor motivasi (motivation). Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai

berikut:

a. Faktor kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ)

dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan

yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110 – 120 ) apalagi IQ superior, very

superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya

dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah

mencapai kerja maksimal

b. Faktor motivasi (motivation)

Motivasi artinya suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi

kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif

71

71

(pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan

sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan

menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup

antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola

kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Perilaku dan kinerja dibedakan menjadi tiga variabel yaitu meliputi:

(1) Variabel individu : pengetahuan, beban kerja, kepuasan, latar belakang,

karakteristik atau demografii yang terdiri dari: usia, jenis kelamin, masa kerja

dan pendidikan

(2) Variabel organisasi : sumber daya, kepemimpinan, supervisi, imbalan atau

insentif, kebijakan, struktur organisasi, desain pekerjaan (kerjasama tim)

(3) Variabel psikologis: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi

Kinerja (performance) dipengaruhi juga oleh tiga faktor, yaitu:

(1) Faktor individual yang terdiri dari: kemampuan dan keahlian, latar belakang,

demografi;

(2) Faktor psikologis yang terdiri dari: persepsi, attitude, personality,

pembelajaran, motivasi ;

(3) Faktor organisasi yang terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan,

penghargaan, struktur, job design

Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas

maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja

individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja

(work effort) dan dukungan organisasi.

Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil:

(1) Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu.

Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan dan keahlian, latar

belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude,

personality, pembelajaran dan motivasi.

(2) Upaya kerja (work effort), membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.

72

72

(3) Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu.

Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan

kerja, struktur organisasi dan job design.

Teori hereditas berpandangan bahwa hanya faktor individu (termasuk

juga faktor keturunannya) yang sangat menentukan seorang individu mampu

berprestasi dalam melakukan suatu kegiatan atau tidak; sedangkan teori

lingkungan berpandangan bahwa hanya faktor lingkungan yang sangat

menentukan seorang individu mampu berprestasi atau tidak. Pendapat lain

adalah teori William stern yang dikenal dengan teori konversi William Stern

bahwa faktor-faktor penentu prestasi kerja individu adalah:

(1) Faktor individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki

integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah).

Adanya integritas yang tinggi antara fungsi dan fisik, maka individu tersebut

memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan

modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan

mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan

kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, tanpa adanya

konsentrasi yang baik dari individu dalam bekerja, maka mimpi pimpinan

mengharapkan mereka dapat bekerja produktif dalam mencapai tujuan

organisasi. Pada umumnya, individu yang mampu bekerja dengan penuh

konsentrasi apabila ia memiliki tingkat intelegensi minimal normal dengan

tingkat kecerdasan emosi baik (tidak merasa bersalah yang berlebihan, tidak

mudah marah, tidak dengki, tidak cemas, memiliki pandangan dan pedoman

hidup yang jelas berdasarkan kitab sucinya).

(2) Faktor lingkungan organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam

mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara

uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang

73

73

menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim

kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif

memadai.

C. Rangkuman Materi

Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi.

Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada pasien dan proses-proses kunci

serta spesifik disebut indikator klinis. Indikator klinis adalah ukuran kuantitas

sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien dan

berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk

mengukur kualitas pelayanan, tetapi dapat dianalogikan sebagai "bendera" yang

menunjuk adanya suatu masalah spesifik dan memerlukan monitoring dan evaluasi.

Donabedian (1980) memberikan penjelasan bahwa indikator outcome secara

tidak langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan

kesehatan. Dalam menilai apakah hasilnya bermutu atau tidak, diukur dengan dengan

standar hasil (yang diharapkan) dari pelayanan medis yang telah dikerjakan.

Indikator outcome mupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, indikator

juga dapat digunakan untuk menilai kinerja suatu profesi.

D. Latihan/Tugas

1. Diskusikan tentang indikator kinerja klinis kebidanan!

2. Sebutkan contoh kriteria outcome pelayanan kesehatan!

E. Rambu-Rambu Jawaban Soal

1. Pengukuran Indikator Kinerja Klinis

Untuk menilai keberhasilan suatu kegiatan pelayanan kebidanan dipergunakan

indikator kinerja klinis. Indikator adalah pengukuran kuantitatif, umumnya

pengukuran kuantitatif meliputi, yaitu :

a. Numerator adalah suatu data pembilang dari suatu peristiwa (events) yang yang

sudah diukur.

74

74

b. Denominator data penyebut adalah jumlah target sasaran atau jumlah seluruh

pasien yang menjadi sasaran pemberian asuhan/pelayanan. Contoh data

denominator di puskesmas: populasi sasaran dalam satu wilayah seperti:

jumlah balita, bumil, bayi baru lahir. Indikator yang meliputi denominator

sangat berguna untuk memonitor perubahan dan membandingkan tingkat

keberhasilan suatu area dengan area lain pada suatu wilayah

2. Kriteria outcome yang umum digunakan antara lain:

a. Kepuasan pasien

b. Pengetahuan pasien

c. Fungsi pasien

d. Indikator kesembuhan, kematian, komplikasi, dan lain-lain.

F. Daftar Pustaka

1. Depkes, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

2. Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke tiga, Binarupa

Aksara. Jakarta. hal. 44-7.

3. Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.

4. Depkes RI, 1999. Program Jaminan Mutu, Dirjen Binkesmas, Jakarta.

5. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan

Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

6. Depkes. 2005. Quality Assurance.

7. -. 2005. Standar for the practice of midwifery.

8. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku

kedokteran: EGC.Jakarta.

9. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama.

10. Moehriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta: Ghalia

Indah.

11. Hariandja. 2009.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo.

75

75

BAB V

PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN

A. Kompetensi Dasar

1. Mampu menjelaskan penilaian mutu pelayanan kebidanan berdasarkan konsep

Plan, Do, Cek, Action (PDCA) yang meliputi; Perencanaan, Pelaksanaan,

Pemeriksaan dan Perbaikan.

2. Mampu menguraikan penilaian mutu pelayanan kebidanan melalui: Observasi,

Wawancara dan Dokumentasi.

B. Uraian Materi

5.1 Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan

5.1.1 Model PDCA

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui

pelbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat

digunakan adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan

pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu

pelayanan kesehatan. Beberapa prinsip yang harus melandasi pola pikir dan pola

tindak semua pelaku manajemen kendali mutu berbasis PDCA adalah :

1. Quality first. Semua pikiran dan tindakan pengelola pelayanan kesehatan harus

memprioritaskan mutu;

2. Stakeholder- in. Semua pikiran dan tindakan pengelola pelayaan kesehatan harus

ditujukan pada kepuasan stakeholders;

3. The next process is our stakeholders. Setiap orang yang melaksanakan tugas

dalam proses pelayanan kesehatan harus menganggap orang lain yang

menggunakan hasil pelaksanaan tugasnya sebagai stakeholder-nya yang harus

dipuaskan;

4. Speak with data. Setiap pelaksana pelayanan kesehatan harus melakukan

tindakan dan mengambil keputusan berdasarkan analisis data yang telah

diperolehnya terlebih dahulu, bukan berdasarkan pengandaian atau rekayasa ;

76

76

5. Upstream management. Semua pengambilan keputusan di dalam proses

pelayanan kesehatan dilakukan secara partisipatif, bukan otoritatif.

Di dalam tahap ‘check’ pada manajemen kendali mutu berbasis PDCA,

terdapat titik-titik kendali mutu (quality check-points) dimana setiap orang

pelaksana pelayanan kesehatan harus mengaudit hasil pelaksanaan tugasnya dengan

standar mutu yang telah ditetapkan.

Sebagai contoh tindakan audit merupakan titik kendali mutu dalam proses

pelayanan kesehatan, yang dilakukan untuk mengaudit apakah standar mutu

pelayanan kesehatan sebagaimana dirumuskan dalam bentuk indikator pelayanan

telah dapat dicapai. Apabila hasil audit ternyata positif dalam arti telah mencapai

standar (S dalam SDCA) mutu sebagaimana dirumuskan dalam indikator pelayanan,

maka pada proses perencanaan atau Plan (P dalam PDCA) berikutnya standar mutu

tersebut harus ditinggikan, sehingga akan terjadi kaizen mutu pelayanan.

Sedangkan apabila hasil evaluasi ternyata negative dalam arti standar mutu

sebagaimana dirumuskan dalam indikator pelayanan belum atau tidak tercapai,

maka harus segera dilakukan tindakan atau Action (A dalam PDCA) agar standar

mutu dapat dicapai. Sebagai contoh, apabila hasil audit ternyata menunjukkan hasil

di bawah indikator pelayanan, maka pengelola peayanan kesehatan harus

melakukan Action (A dalam PDCA) yang dapat berupa review kembali kebijakan

sampai dengan indikator dapat dicapai. Oleh sebab itu, menetapkan titik-titik

kendali mutu (quality check-points) pada setiap satuan kegiatan dalam manajemen

kendali mutu berbasis PDCA, merupakan conditio sine qua non atau a must.

5.1.2 Model USE PDCA

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan merupakan prasyarat bagi

terwujudnya peningkatan kinerja pelayanan kesehatan. Adanya disparitas

mutu/kinerja yang cukup memprihatinkan perlu segera mendapatkan upaya

penanganan yang serius. Untuk itu perlu adanya model penjaminan mutu yang

dapat dijadikan acuan untuk memastikan terwujudnya pelayanan kesehatan efektif

yang berkemampuan untuk mencapai standar-standar yang telah ditetapkan dan

77

77

secara terus menerus meningkatkan standar pelayanan kesehatan dari waktu ke

waktu. Sehubungan dengan hal tersebut maka pelaksanaan penjaminan mutu

digunakan model USE PDSA.

Model USE PDSA, seperti terlihat pada gambar 4.1 adalah mode analisis

kebijaksanaan dan pengambilan keputusan untuk perbaikan terus menerus

(continuous improvemnet = Kaizen) yang didasarkan pada konsep Roda Deming

PDCA (Plan-Do-Check-Act) yang kemudian dikembangkan menjadi model USE

PDSA.

Masing-masing huruf pada model USE PDSA mempunyai arti sebagai berikut :

U = Understand the quality improvement needs (Memahami kebutuhan perbaikan

kualitas)

S = State the quality problem (s) (Menyatakan masalah kualitas yang dihadapi)

E = Evaluate the root cause (E) (Mengevaluasi akar penyebab masalah)

P = Plan the solution (P) (Merencanakan solusi masalah dalam perbaikan kualitas)

D= Do or implement the solution (D) (Melaksanakan rencana solusi atau kualitas)

S = Study the solution (S) result (mempelajari hasil-hasil solusi masalah atau

perbaikan kualitas)

A = Act to standardize the solution (A) (Menstandarkan hasil-hasil solusi masalah

atau perbaikan kualitas )

Adapun langkah-langkah penggunaan model USE PDSA dalam

memecahkan masalah kualitas adalah sebagai berikut :

78

78

Langkah 1 : Understand the quality improvement needs

Identifikasi masalah kualitas berdasarkan data yang ada

Langkah 2 : State the quality problem (s)

Nyatakan masalah kualitas yang dihadapi dengan pernyataan yang spesifik, tegas,

jelas dan dapat diukur. Jangan menggunakan kata-kata yang tidak operasional, tidak

jelas sehingga tidak diukur, seperti : kata-kata kurang lebih, rendah, sedang, tinggi

dan lain sebagainya. Kecuali itu pernyataan masalah harus dapat menjawab

pertanyaan 5W + 1 H yaitu : What (Apa masalahnya), Where (Dimana terjadinya),

Why (Mengapa terjadi), When (Kapan terjadinya), Who (Siapa pelakunya) dan

How (Bagaimana solusi masalah tersebut)

Langkah 3 : Evaluate the root cause (e)

Setelah masalahnya dinyatakan dengan jelas, spesifik dan operasional, langkah

selanjutnya adalah mengevaluasi akar penyebab masalah tersebut. Akar penyebab

masalah dapat dievaluasi dengan menggunakan Cause -Effect Diagram (Diagram

sebab akibat) atau Fish Bone Diagram (Diagram tulang ikan) atau dikenal juga

dengan Ishikawa Diagram (Ishikawa adalah penemu teknik ini).

Gambar 4.2 Cause-effect Diagram Sumber: Pohan, 2007

Langkah 4 : Plan the solution (P)

Langkah berikutnya adalah merencanakan solusi masalah. Mengacu pada hasil

evaluasi penyebab akar masalah pada langkah 3. Selanjutnya direncanakan solusi

masalahnya berupa rencana perbaikan masalah yang berisikan penyebab utama

79

79

masalah, tindakan perbaikan yang harus dilakukan, waktu pelaksanaan, biaya yang

dibutuhkan serta penanggung jawab pelaksanaannya

Langkah 5 : Do or Implement the solution (D)

Imlprementasi rencana perbaikan mengikuti Daftar Rencana Tindakan yang telah

disusun pada langkah 4.

Langkah 6 : Study the solution (S)

Setelah selang waktu tertentu, dilakukan studi berdasarkan data-data yang

dikumpulkan guna mempelajari apakah langkah-Iangkah perbaikan telah

menghilangkan atau menurunkan penyebab masalah kualitas yang dihadapi.

Langkah 7 : Act to standardize the solution (A)

Langkah terakhir dari model USE PDSA adalah menstandarisasikan hasil-hasil dan

merencanakan perbaikan terus menerus (Continuous Improvement atau KAIZEN)

Terdapat 7 alat statistik utama yang biasa digunakan sebagai alat bantu dalam

mengidentifikasi dan memecahkan masalah. Tujuh alat tersebut adalah sebagai

berikut : 1. Diagram sebab dan akibat (cause effect diagram) 2. Check sheet 3.

Diagram Pareto 4. Run chart dan control chart 5. Histogram 6. Stratifikasi 7.

Scatter Diagram. Selain ketujuh alat tersebut, yang masih sering dipakai yaitu brain

storming, dan flow chart.

5.1.3 Observasi

Pengamatan langsung atau observasi dapat menghindarkan berbagai kesulitan

yang berhubungan dengan rekonstruksi kejadian hasil pemeriksaan pencatatan

retrospektif dan dari jawaban terhadap wawancara atau kuesioner. Pengamatan

langsung mungkin merupakan satu-satunya cara untuk melihat rincian

penyelenggaraan layanan kesehatan. Dalam pelaksanaan pengamatan langsung

terdapat syarat bagi pengamat yaitu:

• Harus mengerti terhadap apa yang akan diamati

• Harus low profile, tidak sok pintar

• Mempunyai latarbelakang yang berhubungan dengan apa yang sedang diamati

• Harus dapat bersifat objektif.

80

80

Instrumen dalam melaksanakan pengamatan langsung dapat berupa daftar tilik

atau cheeklist. Daftar tilik merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk

memudahkan pengaatan selama proses layanan kesehatan dilakukan.

Data yang diperoleh dari pengamatan langsung merupakan data paling baik.

Pengamatan langsung ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: pengamatan

langsung dengan daftar tilik, pengamatan langsung tanpa daftar tilik dan mistery

shapper. Mistery shapper maksudnya pengamatan dilakukan oleh seseorang yang

tidak dikenal atau misterius. Setelah dilatih, pengamat misterius itu akan berpura-

pura menjadi pasien dan mencatat semua yang dialaminya selama menjadi pasien.

Metode seperti ini biasanya digunakan untuk mengetahui atau mengukur tingkat

kepuasan pasien atau tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar layanan

kesehatan dari sudut pandang pasien.

5.1.4 Wawancara

Wawancara adalah salah satu cara pengumpulandata dengan melakukan

tanya jawab pada seseorang atau sekelompok orang atau responden untuk meminta

pendapat atau keterangan mengenai sesuatu hal yang dianggap perlu dan penting.

Terdapat dua macam wawancara yaitu: perorangan dan kelompok.

Wawancara diakukan dengan pasien dan/atau keluarga/teman/petugas

kesehatan. Bergantung pada kriteria yang akan dinilai, wawancara dapat terstruktr

atau tidak terstruktur. Wawancara yang terstruktur terdiri dari pernyataan yag sudah

mempunyai jawaban. Peran pewawancara hanya untuk meyakinkan bahwa

pertanyaan benar-benar dimengerti oleh yang diwawancarai. Apabila wawancara

tidak terstruktur atau gabungan antara terstruktur dan tidak terstruktur maka

pewawancara akan mempuyai peran yang lebih besar karena pewawancara harus

mengerti dengan jelas apa yang ingin diketahui.

Keuntungan model wawancara meliputi:

a. Pertanyaan akan lebih jelas dan dimengerti sehingga jawabannyapun jelas.

b. Wawancara dapat memastikan bahwa pasien yang akan memberikan informasi.

c. Pasien merasa terlibat di dalam layaan kesehatan.

81

81

d. Pasien mempunyai kesempatan untuk melontarkan persoalan yang terlupakan

dalam menyusun wawancara..

e. Dalam wawancara tidak terstruktur, pewwancara dpat melakukan penelitian

yang mendalam terhadap sikap dan pendapat pasien dan dapat menanggapi apa

yang tersirat.

Wawancara mempunyai kekurangan sebagai berikut:

a. Pasien sulit memberikan tanggapan yang negatif.

b. Wawancara membutuhkan waktu sehingga biayanya mahal.

c. Pewawancara secara tidak sadar dapat dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan

pasien.

5.1.5 Dokumentasi

Pemeriksaan dan penilaian dokumen atau catatan lain merupakan kegiatan

yang disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medik pasien atau catatan lainnya

sangat berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan kesehatan

akan dengan mudah melakukan pemerikaan dan penilaian terhadap hasil

pemeriksaan tersebut.

Rekam medik pasien sering sekali tidak lengkap dan tidak akurat. Namun,

suatu rekam medik selalu dapat memberikan iformasi yang bermanfaat mengenai

mutu layanan kesehatan. Misalnya, kesalahan diagnosis, kesalahan pengobatan,

terhenti atau terputusnya suatu pengobatan, kegagalan pengobatan pada penyakit

kronis, gagalnya rencana pemeriksaan ulang atau tindak lanjut yang telah

dijadwalkan, kelengkapan data, dan tidak terlaksananya rujukan pasien.

5.2 Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan berdasarkan Konsep PDCA

Peluang untuk memecahkan masalah harus digunakan pada saat yang tepat

oleh mereka yang bertanggungjawab melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah 1 : Mengidentifikasi, memilih, dan mendefinisikan masalah

Kenali hal-hal yang berpotensi menjadi masalah dan kaji situasi dimana staf

mungkin dapat mempebaikinya. Tentukan kriteria utuk memilih masalah yang

82

82

paling penting. Definisikan secara operasional masalah yang dipilih, misalnya,

bagaimana staf mengetahui bahwa hal yang diidentifikasi merupakan masalah?

Bagaimana staf mengetahui bahwa masalah sudah terpecahkan, dengan cara

menentukan kriteria keberhasilan pemecahan masalah.

Langkah 2 : Pelajari dengan seksama proses yang terjadi dari segala aspek

Tentukan di mana dan kapan masalah muncul. Pahami proses terjadinya masalah.

Langkah 3 : Tentukan sebab masalah yang pokok

Tentukan faktor-faktor yang menimbulkan masalah dan keterkaitannya dengan

masalah. Gunakan metode untuk mengetes hipotesis tentang sebab-sebab yang

mungkin menimbulkan masalah tersebut. Kumpulkan data untuk mengetes

hipotesis dan untuk menentukan faktor penyebab yang paling dominan.

Langkah 4 : Identifikasi semua solusi yang mungkin

Berfikirlah secara kreatif untuk menangani sebab-sebab masalah yang mungkin

dapat diatasi.

Langkah 5 : Pilih solusi yang dapat dilaksanakan

Analisalah cara-cara pemecahan masalah yang mungkin dilaksanakan, dikaji dari

aspek kriteria keberhasilan memecahkan masalah, biaya yang diperlukan,

kemungkinan solusi dapat dilaksanakannya, atau kriteria lainnya.

Langkah 6 : Melaksanakan pemecahan masalah yang berkualitas dengan

PDCA

Ada empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif, yaitu:

a. Merencanakan (PLANN) : Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan

tujuan dan apa kriteria keberhasilan. Pimpinan harus memutuskan “siapa, apa, di

mana, dan baaimana” solusi akan dilaksanakan. Pada tahap ini, diperlukan

penjelasan tentang berbagai asumsi, dan dipikirkan tentang kemungkinan adanya

penolakan dari pihak yang dijadikan sasaran. Di sini harus sudah diputuskan

tentang data yang harus dikumulkan untuk memantau keberhasilan pelaksanaan

solusi masalah.

b. Pelaksanaan (DO) : Melaksanakan solusi sering melibatkan

pelatihan, termasuk proses pengumpulan data/informasi untuk memantau

83

83

perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat kemudahan atau kesulitan

pelaksanaan solusi. Amati bagamana solusi tersebut dilaksanakan. Buat catatan

tentang segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari kesepakatan. Setiap

masalah atau kesalahan yang muncul dalamproses ini harus diartikan sebagai

kesempatan untuk membuat perbaikan.

c. Cek (CHECK) : Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran

apa yang diperleh dari tindakan yang sudah dilakukan.

d. Bertindak (ACTION) : Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran

yang diperoleh dari tindakan yang sudah diambil:”Lanjutkan proses solusi, atau

hentikan, atau ulang kembali tindakan dari awal dengan tujuan melakkan

modifikasi”.

Berikut gambar pemecahan masalah dan hungannya dengan proses penjaminan

mutu layanan kesehatan:

Gambar 4.3 Siklus Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Sumber: Ibid. Modifikasi Quality Assurance Cycle, hlm 11.

Langkah 1 Pembuatan rencana

Langkah 2 Penyusunan standar

Langkah 3 Penyebarluasan standar

Langkah 4 Pemantauan mutu

Langkah 5 Penetapan masalah dan prioritas

Langkah 6 Perumusan masalah

Langkah 7 Penyusunan kelompok pemecahan masalah

Langkah 8 Analisis penyebab masalah

Langkah 9 Penyusunan pemecahan masalah

Langkah 10 Pemecahan masalah dan evaluasi

84

84

5.3 Daftar Tilik Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan

Untuk lebih memahami penilaian mutu pelayanan kebidanan, di bawah ini akan

disajikan contoh daftar tilik pelayanan antenatal dan pelaksanaan imunisasi.

e. Daftar tilik pengamatan pelaksanaan layanan antenatal

Puskesmas: Tanggal Pengamatan: Petugas yang diamati: Nama Pengamat:

Apakah petugas kesehatan menanyakan dan mencatat:

No Pertanyaan Y T TB

1. Nama? 2. Usia? 3. Nama suami? 4. Alamat?

5. Hari Pertama Haid Terakhir?

6. Usia Kehamilan?

7. Keluhan pusing hebat? Mata kabur?

8. Adanya perdarahan?

9. Keluhan bengkak kaki?

10. Keluhan demam tinggi?

11. Keluhan lain yang dirasakan?

12. G....P.....A.....?

13. Jumlah anak hidup?

14. Jumlah anak mati?

15. Kapan persalinan terakhir?

16. Penolong persalinan terakhir?

17. Cara persalinan yang lalu?

18. Penyakit yang diderita?

19. Status immunisasi saat ini?

Apakah petugas kesehatan melakukan pemeriksaan dan mencatat tentang:

No Pertanyaan Y T TB

20. Tinggi badan? 21. Berat badan?

Keterangan: 1. Daftar tilik ini digunakan untuk mengamati pelaksanaan layanan antenatal 2. Isilah kotak jawaban dengan tanda cek (√) pada kolom yang sesuai 3. Kolom jawaban “Y” (Y= ya), apabila petugas kesehatan melaksanakan 4. Kolom jawaban “T” (T= tidak), apabila petugas kesehatan tidak melaksanakan 5. Kolom jawaban “TB” (TB= tidak berlaku), apabila pernyataan tidak berlaku untuk ibu hamil

tersebut

85

85

22. Tekanan darah? 23. Tinggi fundus uteri?

24. Letak janin?

25. Denyut jantung janin?

26. Konjungtiva?

27. Bengkak pada kaki?

28. Hemoglobin (Hb)?

29. Protein urine?

Apakah petugas kesehatan menetapkan dan mencatat tentang:

No Pertanyaan Y T TB

30. Usia kehamilan? 31. Hari taksiran persalinan? 32. Risiko yang ditemukan? 33. Penyakit-penyakit lain yang ditemukan?

Apakah petugas kesehatan memberikan dan mencatat:

No Pertanyaan Y T TB

34. Immunisasi TT? 35. Tablet tambah darah? 36. Terapi/tindakan yang diperlukan?

Apakah petugas kesehatan menjelaskan kepada ibu hamil tentang:

No Pertanyaan Y T TB

37. Hasil pemeriksaan? 38. Pentingnya immunisasi? 39. Pentingnya tablet tambah darah? 40. Jenis risiko yang ditemukan?

41. Bahaya dari risiko kehamilan yang ditemukan?

42. Alasan ibu dirujuk bila ada indikasi dirujuk?

43. Kapan harus datang untuk periksa ulang?

Sumber: Pohan, 2007

86

86

f. Daftar tilik pengamatan pelaksanaan layanan imunisasi

Puskesmas: Tanggal Pengamatan: Petugas yang diamati: Nama Pengamat:

Apakah petugas kesehatan menanyakan dan mencatat:

No Pertanyaan Y T TB

1. Status imunisasi untuk menentukan imunisasi apa hari ini? 2. Kondisi kesehatan anak pada hari ini?

Apakah petugas kesehatan :

No Pertanyaan Y T TB

3. Menutup steriisator selama tidak melakukan vaksinasi? 4. Menggunakan satu jarum dan satu semprit untuk setiap kali

suntikan?

5. Menyimpan vaksin dlam termos berisi coldpack/es batu terbungkus dalam plastik yang selalu tertutup selama layanan?

6. Memberi vaksin dengan dosis yang tepat?

7. Memberikan suntikan secara benar (BCG, Campak, DPT/TT/Hepatitis B)?

8. Membersihkan permukaan kulit yang akan divaksinasi dengan menggunakan kapas yang dibasahi dengan air bersih?

Apakah petugas kesehatan melakukan pencatatan:

No Pertanyaan Y T TB

9. Hasil vaksinasi pada KMS? 10. Hasil vaksinasi pada buku desa?

Apakah petugas kesehatan menjelaskan kepada ibu/pengantar tentang:

No Pertanyaan Y T TB

11. Jenis vaksinasi yang diberikan hari ini? 12. Kemungkinan terjadi efek samping? 13. Keharusan ibu untuk berkonsultasi jika ada efek samping? 14. Anak dapat diimunisasi meskipun sakit ringan? 15. Pentingnya bayi mendapatkan imunisasi lengkap sebelum mencapai

umur 1(satu) tahun?

16. Kapan imunisasi berikutnya?

Keterangan: 1. Daftar tilik ini digunakan untuk mengamati pelaksanaan layanan antenatal 2. Isilah kotak jawaban dengan tanda cek (√) pada kolom yang sesuai 3. Kolom jawaban “Y” (Y= ya), apabila petugas kesehatan melaksanakan 4. Kolom jawaban “T” (T= tidak), apabila petugas kesehatan tidak melaksanakan 5. Kolom jawaban “TB” (TB= tidak berlaku), apabila pernyataan tidak berlaku untuk ibu hamil

tersebut

87

87

Sumber: Pohan, 2007

Misalnya dari 25 pengamatan layanan imunisasi yang dilakukan terdapat hasil sebagai berikut:

Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Ya 22 23 21 20 18 16 14 21 20 18 14 18 21 4 6 8 % 88 92 84 80 72 64 56 84 80 72 56 72 84 16 24 32

Artinya dalam 25 pengamatan variabel no.1 tingkat kepatuhannya hanya 88%, variabel no. 2 92%, variabel no.3 84%, variabel no.4 80% dst Tingkat kepatuhan terhadap standar = ∑Ya Jumlah pengamatan x variabel = (22+23+21+18+16+14+21+20+18+14+18+21+4+6+8) x 100% (25 x 26) = 66% C. Rangkuman Materi

Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui pelbagai

model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan

adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan

pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pelayanan

kesehatan.

PDCA merupakan empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif,

yaitu:

a. Merencanakan (PLANN)

Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan dan apa kriteria

keberhasilan.

b. Pelaksanaan (DO)

Melaksanakan solusi sering melibatkan pelatihan, termasuk proses pengumpulan

data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat

kemudahan atau kesulitan pelaksanaan solusi.

c. Cek (CHECK)

Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang diperleh dari

tindakan yang sudah dilakukan.

88

88

d. Bertindak (ACTION)

Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang diperoleh dari

tindakan yang sudah diambil.

Selain konsep PDCA, dalam penilaian mutu pelayanan kesehatan/kebidanan

juga digunakan tehnik observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Observasi atau

pengamatan langsung ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: pengamatan langsung

dengan daftar tilik, pengamatan langsung tanpa daftar tilik dan mistery shapper.

Wawancara adalah salah satu cara pengumpulandata dengan melakukan tanya jawab

pada seseorang atau sekelompok orang atau responden untuk meminta pendapat atau

keterangan mengenai sesuatu hal yang dianggap perlu dan penting. Pemeriksaan dan

penilaian dokumen atau catatan lain merupakan kegiatan yang disebut sebagai audit.

D. Latihan/Tugas

Uraikan konsep PDCA dalam penlaian mutu pelayanan kesehatan/kebidanan!

E. Rambu-Rambu Jawaban Soal

PDCA (Plan, Do, Check, Action) merupakan pengembangan berkelanjutan

(continuous improvement) atau kaizen mutu pelayanan kesehatan.

PDCA merupakan empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif,

yaitu:

a. Merencanakan (PLANN)

Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan dan apa kriteria

keberhasilan.

b. Pelaksanaan (DO)

Melaksanakan solusi sering melibatkan pelatihan, termasuk proses pengumpulan

data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat

kemudahan atau kesulitan pelaksanaan solusi.

c. Cek (CHECK)

Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang diperleh dari

tindakan yang sudah dilakukan.

89

89

d. Bertindak (ACTION)

Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang diperoleh dari

tindakan yang sudah diambil.

K. Daftar Pustaka

1. Depkes, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

2. Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke tiga, Binarupa

Aksara. Jakarta. hal. 44-7.

3. Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.

4. Depkes RI, 1999. Program Jaminan Mutu, Dirjen Binkesmas, Jakarta.

5. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan

Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

6. Depkes. 2005. Quality Assurance.

7. -. 2005. Standar for the practice of midwifery.

8. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku

kedokteran: EGC.Jakarta.

9. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama.

10. Muninjaya. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.