16
173 BAB VII NILAI BALITA PENENTU POLA ASUH GIZI Anak dalam penelitian ini adalah balita yang diibaratkan sebagai titipan Tuhan. Bagi orang tua balita, memiliki nilai tertentu serta menuntut dipenuhinya konsekuensi atas kehadirannya. Balita memiliki nilai universal, namun nilai balita tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor sosiokultural. Latar belakang sosial yang berbeda, tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan suatu kelompok sosial, serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan menyebabkan pandangan yang berbeda terhadap balita. Persepsi nilai balita oleh orang tua adalah merupakan tanggapan dalam memahami adanya balita, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal, yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Di daerah pedesaan balita mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Balita dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya, selain itu akan merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga. Banyak masyarakat di Desa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki. Di Desa Pecuk, pandangan tentang nilai balita sudah bergeser. Berdasarkan data dari informan yang didapat, semua menyatakan bahwa perawatan anak membutuhkan biaya yang banyak, sehingga pengaturan jumlah anak dalam keluarga menjadi pertimbangan yang penting.

Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

173

BAB VII

NILAI BALITA PENENTU POLA ASUH GIZI

Anak dalam penelitian ini adalah balita yang diibaratkan sebagai titipan Tuhan. Bagi orang tua balita, memiliki nilai tertentu serta menuntut dipenuhinya konsekuensi atas kehadirannya. Balita memiliki nilai universal, namun nilai balita tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor sosiokultural. Latar belakang sosial yang berbeda, tingkat pendidikan, kesehatan, adat istiadat atau kebudayaan suatu kelompok sosial, serta penghasilan atau mata pencaharian yang berlainan menyebabkan pandangan yang berbeda terhadap balita.

Persepsi nilai balita oleh orang tua adalah merupakan tanggapan dalam memahami adanya balita, yang berwujud suatu pendapat untuk memiliki diantara pilihan-pilihan yang berorientasi pada suatu hal, yang pada dasarnya terbuka dalam situasi yang datangnya dari luar. Di daerah pedesaan balita mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Balita dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya, selain itu akan merupakan jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga. Banyak masyarakat di Desa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki. Di Desa Pecuk, pandangan tentang nilai balita sudah bergeser. Berdasarkan data dari informan yang didapat, semua menyatakan bahwa perawatan anak membutuhkan biaya yang banyak, sehingga pengaturan jumlah anak dalam keluarga menjadi pertimbangan yang penting.

Page 2: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

174

A. Nilai Balita Nilai balita yang ada yang ada di Desa Pecuk dapat

berupa nilai yang positif (menguntungkan) atau nilai yang negatif (merugikan). 1. Nilai positif balita (menguntungkan)

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai positif dari balita di Desa Pecuk dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Secara emosional dapat memberi kebahagiaan, menghibur dan sebagai teman tempat mencurahkan rasa saying, seperti yang didapat dari hasil wawancara dengan para informan yang mengatakan bahwa, balita dapat menjadi teman saat suami bekerja sehingga ibu tak merasa kesepian. Balita, apalagi waktu masih umur satu tahunan, sedang lucu-lucunya, dapat diajak guyon (bercanda) dan menjadi hiburan saat sedang susah, sehingga jika bapak kerja keluar desa selalu ingin mendengarkan suaranya melalui telepon untuk mengobati rasa capek. Balita terutama yang masih kecil, belum bisa berjalan, belum mandiri, dapat sebagai tempat mencurahkan kasih sayang, di gendong-gendong, di kudang-kudang (dinyanyikan lagu-lagu kesayangan) serta dipeluk dan diciumi.

b. Secara perkembangan pribadi orang tua, dimana mempunyai anak dalam hal ini balita merupakan gambaran keluarga utuh yang dapat diterima di masyarakat serta dapat mengangkat derajat orang tua, seperti yang dikatakan oleh Ibu Sofia yang merupakan salah satu informan dari ibu balita Noval Setiawan:

Anak niku nek disawang lucu, iso kanggo hiburan nek lagi kesel bar nyambut gawe. Nek pinter iso ngangkat derajade wong tuo.

Page 3: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

175

Duwe anak rasane wis lengkap (Anak itu lucu, bisa untuk hiburan saat capek sesudah bekerja. Kalau anak pintar, bisa mengangkat derajad orang tua. Punya anak merasa jadi keluarga yang lengkap).

Ibu balita lainnya menyatakan bahwa, tidak mempunyai anak, maka merasa ada yang belum lengkap. Disamping itu saudara, tetangga atau lingkungan selalu bertanya tentang anak pada orang yang sudah berkeluarga, sehingga jika sudah menikah dan belum atau tidak mempunyai anak maka akan merasa malu atau rendah diri.

c. Secara ekonomi, mempunyai anak dapat memberi bantuan di hari tua, seperti memperhatikan, mengurusi, dan merawat. Hal tersebut berdasarkan data yang didapat dari informan ibu balita, yang mengatakan bahwa anak dapat membantu dan merawat orang tuanya kalau sudah tua atau sudah tak dapat bekerja lagi. Anak dapat menjadi tempat nunutan (tumpangan) pada saat orang tua sudah sakit-sakitan. Orang tua dapat menumpang tinggal dan menumpang makan pada anaknya.

d. Menciptakan kerukunan keluarga, dimana mempunyai anak dapat memperkuat ikatan perkawinan. Ibu balita menyatakan mempunyai anak dapat lebih mengikat hubungan antara suami istri. Adanya anak dapat menghindari keinginan untuk bertindak yang dapat merugikan keluarga, misalnya berselingkuh, bercerai.

2. Nilai negatif balita (yang merugikan)

Disamping nilai positif, juga terdapat nilai negatif balita di Desa Pecuk yang dikelompokan sebagai berikut:

a. Secara emosional, dapat disimpulkan bahwa balita sering menjengkelkan, membuat rumah berantakan, dan

Page 4: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

176

membuat pusing. Seperti yang diutarakan oleh para informan sebagai berikut: 1) balita sering menimbulkan pertengkaran dengan suami, yang biasanya berkaitan dengan masalah ekonomi, oleh karena balita minta jajan atau harus membeli susu padahal orangtua sedang tak punya uang, 2) balita juga membuat ibu sering marah, oleh karena membuat rumah berantakan, 3) balita juga dapat menjengkelkan saat rewel (merengek), manja tak mau menurut, 4) ibu dari balita Muhamad Maulana Syarif juga menyatakan, pada saat pulang kerja dan terburu-buru akan memasak, balita rewel dan beler (nakal), sehingga ibu sering mencubitnya.

b. Secara ekonomi, dimana uang yang harus disediakan untuk perawatan atau kebutuhan balita sangat banyak yaitu untuk jajan, makan sehari-hari, berobat dan membeli susu. Orang tua harus dapat memenuhi semua kebutuhan balita, termasuk menyenangkan balitanya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut selain harus bekerja keras yang dilakukan oleh bapak maupun ibu balita, maka jika tak mempunyai uang, orang tua harus berusaha dengan meminjam ke tetangga atau saudara. Seperti yang diceritakan oleh ibu dari balita Muhamad Maulana Syarif:

Waktu anak sakit dan tak punya uang, ibu harus berusaha meminjam ke tetangga atau saudara, oleh karena anak hanya cocok jika berobat ke bidan atau ke dokter praktek swasta, dengan biaya berkisar antara Rp 30.000. Dibandingkan berobat secara gratis ke puskesmas.

Selain itu kebutuhan balita untuk jajanpun harus dipenuhi, yang kemudian sering menimbulkan pertengkaran dengan suami, oleh karena tak mempunyai uang. Disamping itu balita juga membutuhkan makanan

Page 5: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

177

yang sehat, butuh lauk ikan dan susu formula yang harganya relatif mahal.

c. Membatasi kebebasan orang tua dan merepotkan. Terutama pada ibu yang bekerja, maka harus mencari pengasuh dan menyediakan uang untuk imbalannya. Demikian pula saat balita sakit, maka ibu harus mengatur dengan tempat kerjanya untuk dapat merawat atau membawa balitanya berobat. Ibu tak bisa begitu saja pergi meninggalkan balitanya di rumah, walaupun untuk keperluan bekerja, apalagi ibu yang sedang menyusui. Ibu pagi hari harus menyusui balitanya terlebih dahulu, menyiapkan makan pagi dan menyiapkan lauk untuk siang serta meninggalkan uang jajan kepada pengasuhnya. Pada dasarnya semua keperluan balitanya harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum ditinggal keluar rumah.

d. Membuat ketegangan di dalam hubungan suami-istri, terutama yang berkaitan dengan uang yang harus ada untuk keperluan anak. Informan ibu balita menyatakan bahwa ketegangan yang sering muncul berkaitan dengan keperluan balita untuk jajan yang harus disediakan setiap harinya. Selain itu keperluan untuk membeli susu juga kadang menjadikan ketegangan dalam keluarga.

Berdasarkan data yang didapat dari informan tentang nilai balita di Desa Pecuk tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa nilai balita di dalam keluarga adalah tinggi, sehingga balita dimanjakan dengan berbagai fasilitas atau keluarga mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap balitanya, khususnya yang berkaitan dengan pola asuh gizi balita, yaitu pada penyediaan makanan dan pelayanan kesehatan/pengobatan pada balita, seperti data hasil penelitian sebagai berikut:

Page 6: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

178

1. Penyediaan makanan balita

Pola asuh gizi yang berkaitan dengan penyediaan makanan balita di Desa Pecuk, yaitu:

a. Untuk anak makan harus minimal 3 kali sehari, dengan lauk yang disesuaikan dengan kesenangan anak, tetapi lebih banyak hanya mementingkan kuantitas saja (nasi dengan lauk seadanya misalnya dengan krupuk dan kecap atau dengan kuah sayur tanpa lauk lainnya). Hal tersebut juga terlihat saat observasi dilakukan. Penyediaan makanan setiap saat bagi balitanya terlihat dari beberapa anak yang meminta makan setiap saat selalu dipenuhi terutama terjadi diluar jam makan, seperti pada pukul 10.00, pukul 15.00.

Makanan pokok balita di atas satu tahun berupa nasi, dengan dominan lauk berupa sayur bayam/jangan kunci, yang kemudian oleh balita hanya dimakan kuahnya saja. Walaupun demikian pengetahuan tentang makanan yang sehat untuk balita termasuk pengetahuan tentang 4 sehat 5 sempurna sudah diketahui oleh ibu, dan mengakui bahwa pedoman makanan tersebut baik untuk kesehatan balita tetapi pada pelaksanaannya terdapat beberapa kendala antara lain balita tak menyukai sayur atau uang tidak mencukupi untuk membeli ikan. Hal tersebut dipertegas seperti yang diutarakan Ibu Winarsih, salah seorang ibu balita, sebagai berikut:

Biar hidup kami pas-pasan, anak tetep dikasih makanan yang bergizi, dikasih makan 3 kali sehari, dikasih susu meskipun endak setiap hari, lauk nuruti maunya anak, lainnya seadanya.

Balita di Desa Pecuk sangat menyukai ikan, baik ikan air tawar maupun ikan laut, yang banyak dijajakan oleh pedagang keliling dengan harga yang lebih murah

Page 7: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

179

dibandingkan dengan ayam atau daging sapi. Sering balita hanya memakan ikan saja tidak bersama dengan nasi (nggado), dan ibu tak melarangnya oleh karena merupakan kesenangan balita, sehingga kemudian makan harus dengan lauk yang tersisa saja, seperti sayur bayam dan tempe, tetapi oleh karena harga ikan relatif mahal untuk mereka, maka ibu hanya bisa menyediakan rata-rata seminggu dua kali saja dan itu dianggap sering.

Berdasarkan data pengamatan dan food recall didapat bahwa sayur paling sering diberikan sebagai lauk pada makanan balita. Walaupun pada dasarnya balita kurang menyukainya. Biasanya oleh balita hanya di makan kuahnya saja. Pemberian sayur bayam ini dengan pertimbangan harga yang murah, mudah didapat dan mudah cara memasaknya.

Pola konsumsi makanan balita informan mempunyai Angka Kecukupan Gizi protein (AKG protein) berkisar antara 15,88 gram sampai dengan 24,91 gram dengan rata-ratanya adalah 22,53 gram. Tingkat kecukupan protein (TKP) berkisar antara 111,68% sampai dengan 143,31% dengan TKP rata-rata sebesar 125,98% yang termasuk dalam kriteria diatas kecukupan. Konsumsi protein pada balita berasal dari telur, ikan, susu, tempe, tahu dan jajanan (biscuit, sate ojek, sosis). TKP yang tinggi ini terutama berasal dari telur dan ikan (Lampiran 3). Angka Kecukupan Gizi energi (AKG energi) berkisar antara 847,05 K.kal sampai dengan 1354,16 K.kal dengan rata-ratanya adalah 1221,48 K.kal. Sedangkan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) berkisar antara 67,72% sampai dengan 130,15% dengan TKE rata-rata sebesar 95,92% yang termasuk dalam kriteria normal (Tabel 7.1).

Kalori yang dihasilkan dari makanan balita berasal dari nasi, jajanan, sosis dan telur. Sedangkan kalori yang didapat terutama berasal dari jenis makanan nasi dan jajanan (Lampiran 3). Data tersebut menggambarkan bahwa

Page 8: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

pemenuhan zat gizi yang berkaitan dengan protein dan energi sudah baik.

Tabel 7.1: Data pola konsumsi makanan balita informan

No Nama informan AKG

(protein) Gram

TKP (%)

AKG (energi)

K.kal

TKE (%)

1 Putri Pandan Arum 15,88 130,10 847,05 130,15

2 Noval Setiawan 24,91 143,31 1354,16 98,53

3 Muh. Maulana Syarif 24,91 111,68 1354,16 97,96

4 Rendi Pratama 24,91 129,98 1354,16 85,26

5 M. Abdul Rohim 22,04 114,83 1197,91 67,72

Rata-rata

22,53 125,98

(diatas kecukupan) 1221,48

95,92

Sumber: Data primer

(normal)

b. Memberikan ASI (menyusui) balitanya dimanapun dan kapanpun balita memintanya, apakah itu diperjalanan, di tempat umum, dan bahkan bersamaan dengan pada saat ibu melakukan pekerjaan. ASI diberikan sampai dengan balita tidak mau atau sampai dengan ASI tidak berproduksi lagi.

c. Saat bayi masih umur 2 bulan, orang-orang tua sering menyarankan untuk memberi uletan sego gedang (nasi dicampur pisang ijo yang dihaluskan) bila bayi sering rewel (menangis), oleh sebagian ibu balita hal ini sudah mulai ditinggalkan, oleh karena bayi masih terlalu kecil sehingga takut mengakibatkan sakit usus, seperti yang sering diinformasikan oleh bidan, tetapi sebagian ibu balita masih melakukannya oleh karena merasa ASInya tak mencukupi sehingga bayi rewel terus. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh dua informan selaku ibu balita, Pada saat bayi berumur antara dua sampai dengan tiga bulan bayi

180

Page 9: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

181

sering rewel, tak mau tidur, oleh ibu bayi diberi nasi yang telah dihaluskan dengan cara di ulek pakai sendok makan dicampur kerokan pisang ijo. Setelah itu biasanya bayi terus tidur. Ilmu ini didapat ibu dari orang tuanya, walaupun bu bidan sudah pernah mengatakan hal tersebut tidak baik untuk kesehatan bayi. Tetapi menurut ibu, ASInya tidak mencukupi dan tidak membuat bayi kenyang. Sehingga harus ditambah dengan makanan yang lebih padat.

d. Untuk pemberian makanan tambahan untuk anak dibawah satu tahun, rata-rata diberikan pada anak menginjak umur 5 bulan, oleh karena dirasakan anak sudah lebih besar sehingga membutuhkan tambahan makanan lain selain ASI. Makanan tambahan yang diberikan berupa bubur bayi dalam kemasan yang pembuatannya sangat mudah dengan rasa bermacam-macam sesuai dengan keinginan walau harus dibeli di warung besar di Desa atau di Desa tetangga yang merupakan wilayah Kabupaten Jepara. Makanan tambahan juga berupa makanan tradisional yaitu bubur meniran (bubur lemu) yang sering diberikan untuk bayi dan anak-anak. Bubur terbuat dari tepung beras yang agak kasar, yang dimasak dengan santan dan banyak dijual di pasar atau dapat dipesan ke penjual sayur keliling (Gambar 7.2).

Page 10: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

Gambar 7.1: Salah satu cara menjajakan bubur meniran (bubur lemu) di pasar, dijual dalam kemasan bungkusan daun pisang atau di masukan plastik, bersama dengan jajanan pasar lainnya

182

Sumber: Data primer Gambar 7.2: Bubur meniran (bubur lemu), dalam kemasan

bungkusan dengan daun pisang atau di masukan plastik

Sumber: Data primer

Page 11: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

183

e. Penyediaan makanan balita di Desa Pecuk juga didapat dari konsumsi makanan jajanan. Bahkan makanan jajanan ini terlihat dominan dalam pemenuhan kebutuhan makan pada balita.

2. Pelayanan kesehatan/pengobatan pada balita

Perhatian keluarga terutama ibu terhadap kesehatan dan pengobatan pada balitanya cukup baik, yang dapat dilihat dari data sebagai berikut:

a. Untuk penyakit yang dianggap jelas penyebabnya seperti panas, mencret, pilek maka mereka lebih suka meminta pertolongan di puskesmas, Pustu yang berada dibalai desa yang memberikan pengobatan gratis. Kepuasan lebih tinggi ketika masyarakat berobat pada praktek dokter swasta/bidan, oleh karena obat yang diberikan dianggap lebih manjur, biaya yang dikeluarkan berkisar dari Rp 20.000,- sampai dengan Rp 40.000,-

b. Masih adanya ketergantungan penyembuhan sakit kepada dukun bayi, tiyang sepuh, orang pintar, untuk anak balitanya terutama yang berumur kurang dari satu tahun bila balita menangis terus (rewel), yang dianggap kecapekan, atau keceklik karena terlalu banyak polah (gerak) atau bila balita diberi obat oleh puskesmas/bidan tak sembuh-sembuh. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Ibu Winarsih:

Saat balita sakit diperiksakan ke Bu Bidan, tapi kadang juga dikasih air putih atau disembur oleh orang pintar, tapi itu pilihan kedua, kalau diberi obat tak sembuh-sembuh. Kadang juga dipijet Dukun bayi kalau anak rewel saja karena kecapekan.

Page 12: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

184

Anak kurang dari satu tahun juga sering diberi penangkal sawan yang didapat dari orang pintar atau kyai, yang berupa kalung berisi rajahan (tulisan Arab) atau berupa bengkle (sejenis rempah-rempah), supaya terhindar dari sakit atau keluhan karena penyebab yang tak bisa dilihat.

c. Pemberian imunisasi dasar pada balitanya sangat diutamakan sehingga semua balita mendapatkan imunisasi dasar sesuai dengan umurnya, yang dapat dibuktikan dari catatan kartu menuju sehat (KMS). Begitu juga dengan pemberian vitamin, baik vitamin A dari pembagian secara cuma-cuma dari puskesmas, maupun membelinya sendiri apabila dirasa anak memerlukannya, misalnya vitamin untuk menambah nafsu makan.

B. Nilai Sehat Balita

Menurut mereka balita merupakan masa anak yang

perlu mendapat perhatian dan kepedulian yang tinggi, oleh karena balita sepenuhnya bergantung dari perawatan orang tuanya dan balita yang sehat menjadi dambaan orang tua. Balita yang sehat menurut ibu, adalah balita yang tidak sakit, tidak rewel, mau bermain-main dengan temannya, diberi makan tak susah, badanya juga terlihat gemuk dan pada saat penimbangan di posyandu berat badannya selalu naik. Balita yang sehat membuat ibu senang, lega, disawang (dipandang) juga menyenangkan. Untuk mendapatkan balita yang sehat, maka menurut mereka, ibu harus memperhatikan pemberian makanan, imunisasi, pengobatan ketika sakit, termasuk juga harus selalu memantau berat badan balitanya melalui penimbangan di posyandu sebulan sekali. Usaha-usaha yang berkaitan dengan mendapatkan balita yang sehat tersebut tergambar pada hal-hal sebagai berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan makan balita merupakan faktor yang terpenting untuk mendapatkan balita yang sehat. Hal

Page 13: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

185

tersebut dapat disimpulkan berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan informan. Ibu berusaha memenuhi semua kebutuhan makan balita dengan cara, memberi makan balita setiap saat balita menginginkannya, memenuhi kesenangan makan dengan lauk ikan pada balita dan membelikan jajanan bila balita memintanya.

2. Kepedulian terhadap balita yang tinggi. Ibu bekerja mencari tambahan penghasilan diluar desa demi untuk memenuhi kebutuhan balitanya, terutama untuk keperluan jajan dan imbalan bagi pengasuhnya, sehingga dapat dikatakan penghasilan yang diterima setiap minggunya tak bersisa, hanya untuk memenuhi keperluan balitanya.

3. Pemberian vitamin dirasa perlu untuk mendapatkan anak yang sehat, baik yang didapat secara Cuma-Cuma pada saat penimbangan balita di posyandu, maupun vitamin yang harus dibeli sendiri. Jika anak susah makan maka orangtua akan membelikan vitamin penambah nafsu makan dari apotik atau toko obat yang letaknya di desa sebelah yang merupakan wilayah Kabupaten Jepara.

4. Pemberian imunisasi dasar pada balitanya sangat diutamakan, yang dapat dilihat pada catatan Kartu Menuju Sehat (KMS), dimana semua balita mendapatkan imunisasi dasar sesuai umurnya. Imunisasi ini dirasa sangat perlu oleh ibu untuk mendapatkan balita yang sehat. Walaupun imunisasi dasar tersebut merupakan program pemerintah, tetapi ibu dengan penuh antusias memerlukan membawa balitanya untuk di imunisasi. Hal tersebut dapat diamati, dimana posyandu selalu penuh pada saat-saat ada jadwal pemberian imunisasi.

5. Mengusahakan pengobatan ketika balita sakit. Usaha pengobatan ini juga mendapat perhatian yang maksimal. Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan hasil wawancara, dimana ibu berusaha membawa balitanya berobat, walaupun ibu

Page 14: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

186

bekerja diluar desa dan harus mengatur dengan tempatnya bekerja terlebih dahulu. Disamping itu pengobatan dilakukan ke tempat yang dianggap cocok untuk balitanya, yaitu ke tempat pengobatan praktek swasta oleh dokter atau bidan dengan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan fasilitas pengobatan gratis di puskesmas yang telah disediakan oleh pemerintah.

C. Nilai Balita dan Unsur-unsur Terkait Penentu Pola Asuh Gizi

Penentu pola asuh gizi balita di Desa Pecuk berfokus pada adanya nilai balita yang tinggi, sehingga balita dimanjakan dengan berbagai fasilitas. Hal tersebut kemudian menyebabkan unsur-unsur sosiokultural lainnya tampak ikut mendukung. Unsur-unsur tersebut berupa kebiasaan, norma, kohesi sosial dan kelembagaan.

Unsur kebiasaan yang dilatar belakangi adanya nilai balita yang tinggi berupa pemberian ASI setiap waktu balita memintanya, sampai dengan ASI tak keluar lagi, mengutamakan makanan untuk balitanya dan menyimpan gabah untuk keperluan penyediaan makan balitanya. Hal ini menunjukan semua kemampuan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan balitanya.

Unsur norma di masyarakat Desa Pecuk, yang berupa merefleksikan kebiasaan saling memberi di dalam keluarga dan masyarakat. Adanya nilai balita yang tinggi membuat balita seolah-olah menjadi tanggung jawab bersama, sehingga mereka saling merawat dan mengawasi balita yang ada di sekelilingnya. Balita menjadi bagian yang harus selalu mendapat perhatian oleh keluarga dan masyarakat.

Unsur kohesi sosial di Desa Pecuk yang berupa ikatan keluarga, gotong royong, rasa kekeluargaan dan tolong menolong yang terbentuk, berdasarkan pada nilai balita yang

Page 15: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

187

tinggi, yaitu pada ibu yang bekerja maka pengasuhan balitanya dititipkan kepada keluarga atau tetangga. Bentuk pengasuhan dapat berupa suka rela tanpa imbalan, atau atas dasar tolong menolong dengan imbalan dibawah standar yang berlaku di desanya.

Unsur kelembagaan yang ada di masyarakat Desa Pecuk yang bersifat tradisional juga dirahkan berdasarkan adanya nilai balita yang tinggi. Unsur kelembagaan ini diterapkan pada kegiatan posyandu yang merupakan tempat fasilitas pelayanan kesehatan bagi balita.

Page 16: Nilai Anak dan Jajanan dalam Konteks Sosiokultural Studi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/723/8/T1_902008004_BAB VII.pdf · menumpang makan pada anaknya. d. Menciptakan

188