occupational skin diseases.doc

Embed Size (px)

Citation preview

PENYAKIT-PENYAKIT KULIT NON EKSEMA AKIBAT KERJA YANG DISEBABKAN OLEH AGEN BIOLOGI, FISIK, DAN KIMIADiterjemahkan dari: Occupational Noneczematous Skin Diseases Due To Biologic, Physical, and Chemical Agents. Apra Sood dan James S, TaylorDalam Buku: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, Edisi-7, th 2008, Bab 212

Oleh:

Azhar Ramadan NonciPembimbing:

dr. I.G.A.A. Praharsini, Sp.KKPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS IBAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RS SANGLAH DENPASAR

2012

PENYAKIT-PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA YANG DISEBABKAN OLEH AGEN BIOLOGI, FISIK, DAN KIMIA

Pada bab ini akan dibahas penyakit-penyakit kulit non eksema di lingkungan kerja yang diakibatkan oleh agen biologi, fisik dan kimia. Termasuk juga eksema oleh karena trauma. Mengenai epidemiologi, insidensi, dan tatalaksana dari penyakit kulit akibat kerja, di bahas pada Bab. 211.

Untuk menegakkan suatu keterkaitan antara pekerjaan dengan infeksi tertentu tidak mudah. Dibutuhkan suatu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang laboratorium berupa isolasi terhadap organisme penyebab.

PENYAKIT KULIT AKIBAT AGEN BIOLOGI

Pekerja di bidang pelayanan kesehatan, kuliner, kebersihan, dan pekerja lapangan sangat berisiko mengalami infeksi kulit. Tabel 212-1 merupakan daftar beberapa jenis pekerjaan yang terkait dengan peningkatan risiko suatu infeksi tertentu.Infeksi Bakteri

INFEKSI STAFILOKOKUS DAN STREPTOKOKUS (lihat Bab.177) Infeksi kulit bakteri sekunder akibat stafilokokus dan streptokokus sering mengakibatkan komplikasi berupa abrasi, laserasi, terbakar, dan luka tusuk. Pemotong dan pengolah daging mungkin bisa mengalami infeksi luka dan tergores, paronikia, abses dan limfangitis. Folikulitis dan furunkel sering terjadi pada petani dan pekerja bangunan. Pekerja pada lingkungan yang kotor, lembab, dan panas atau pekerjaan yang selalu bersentuhan dengan orang yang terinfeksi seperti perawat, penata rambut, dan pekerja perawatan kecantikan juga mempunyai risiko terinfeksi. Pekerjaan pengolahan logam cair yang tercemar oleh bakteri merupakan sumber potensial infeksi yang lain bagi para pekerja. Peningkatan multidrug-resistant strain bakteri dan munculnya kelompok pengidap methicillin-resistance S.aureus menjadi kendala dalam tatalaksana.ANTHRAX (lihat Bab. 183) Anthrax, yang disebabkan oleh Bacillus anthracis, banyak ditemukan pada hewan ternak, domba, kuda, kambing, dan binatang herbivora yang liar. Pekerja di lahan pertanian, peternakan, penjual daging, dan pengolah daging dapat tertular melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi. Kulit, rambut kambing, bulu domba, dan tulang yang terkontaminasi dapat menulari kuli pelabuhan, pekerja kargo, pekerja gudang, dan karyawan pabrik pengolahan dari produk tersebut. Pekerja pengolahan kulit, pembuat karpet dan pembuat mebel juga berisiko tertular. Spora anthrax sangat infeksius, sehingga dipilih juga sebagai senjata dalam perang biologi. (lihat Bab. 213) pekerja laboratorium yang mengerjakan spesimen tersebut juga berisiko.INFEKSI MIKOBAKTERITuberkulosis Kulit. (lihat Bab. 184) Tuberculosis verrucosa cutis, merupakan suatu papul atau plak berkutil dan bersifat tumbuh secara lambat yang disebabkan oleh adanya inokulasi dari Mycobacterium tuberculosis atau M. Bovis, telah dilaporkan terjadi pada ahli patologi dan petugas kamar mayat (orang yang melakukan diseksi subyek-subyek anatomi untuk demonstrasi atau ahli anatomi kutil). Dokter ahli bedah, dokter hewan, petani, dan penjual daging juga berisiko, meskipun saat ini sudah jarang.Infeksi Mikobakteri Nontuberkulosis. Mycobacterium marinum dapat menyebabkan terjadinya kelainan granuloma akibat kolam renang atau akuarium, yaitu suatu infeksi granuloma yang soliter atau dapat meyebar yang terjadi pada tukang ikan, pembersih akuarium (gambar 212-1), dan pekerja pembersih kolam renang yang terkontaminasi. Dokter ahli bedah juga berisiko.

Gambar 212-1 Infeksi mikobakterial

atipikal Sporotrichoid dengan Myco-

bacterium marinum pada seorang wa-

nita yang bekerja pada toko ikan

BRUCELLOSIS (lihat Bab. 183) Brucellosis adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau melalui susu hewan terinfeksi yang diminum. Petani, peternak, pengolah daging, dokter hewan, dan petugas laboratorium berisiko untuk terinfeksi. Telah dilaporkan sebuah epidemi yang disebabkan dari hirupan kultur bakteri.TULAREMIA (lihat Bab. 183) Tularemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Francisella tularensis, suatu kuman basil gram negatif yang ditularkan oleh kutu dan lalat yang terdapat pada kelinci, tupai, burung, domba, berang-berang, tikus liar, serta anjing dan kucing peliharaan. Tularemia sering dijumpai pada pemburu dan penjerat hewan, petugas keamanan hutan, penjual hewan, pengolah bulu hewan, dan petugas laboratorium. Kuman ini sangat menular, dan harus dilakukan cara yang baik dalam penanganan kotoran dan jaringan yang terinfeksi.

Tabel 212-1

Infeksi Kulit Akibat KerjaJenis Pekerjaan Yang BerisikoInfeksi

Pekerja Agrikultural, petani, peternak, penggembala hewan, peneliti hewan Orf, milkers nodules, infeksi dermatofita, misetoma, kromoblastomikosis, sporotrikosis, cutaneus larva migrans,

Penjual daging, pengolah daging, pemotong hewanInfeksi stafilokokus dan streptokokus, kulit anthrax, kutil, erisipeloid, tularemia, brucellosis, leptospirosis,

Pekerja bangunan dan lapangan lainnya Blastomikosis, kokidiomikosis, athropod bites,

Tukang masak, pembuat roti, pengolah makanan, pencuci piring, bartender, pekerja pabrik pengalengan, pekerja tempat basah lainnyaParonikia dan intertrigo kandida

Pedagang ikan dan nelayanInfeksi stafilokokus dan streptokokus, erisipeloid

Pekerja hutan, pemburuTularemia, lyme disease

Tukang kebunSporotrikosis

Penata rambut, perawat tangan & kukuInfeksi stafilokokus dan streptokokus

Pekerja bidang kesehatan (dokter, perawat, dokter gigi, asisten dokter dan dokter gigi, perawat saluran nafas, paramedik)Herpes simpleks, infeksi HIV, hepatitis, infeksi stafilokokus dan streptokokus, kandidiasis

Pekerja laboratoriumBrucellosis, tularemia, infeksi HIV, hepatitis, cacar monyet

Anggota militerInfeksi stafilokokus dan streptokokus, infeksi dermatofita, athropod bites, leishmaniasis

Pekerja toko anjing, pekerja aquarium, pekerja pembersih kolam ikanGranuloma akuarium (Mycobacterium marinum), cacar monyet

Dokter hewanTuberkulosis kutis, kulit anthrax, brucellosis, tularemia, orf

ERISIPELOID (lihat Bab. 183) Erisipeloid sering sekali merupakan suatu penyakit akibat kerja dan disebabkan oleh Erysipelothrix rhusiopathiae. Suatu kuman batang Gram negatif yang terdapat pada ikan air laut dan air tawar, bebek, emu, ayam, kalkun, dan hewan ternak lain seperti domba. Tukang daging, nelayan, dan penjual ikan dan unggas banyak terinfeksi.

Infeksi Virus

HERPES SIMPLEKS (lihat Bab. 193) Infeksi yang disebabkan Virus Herpes Simpleks (VHS) paling sering ditemukan pada infeksi virus akibat kerja. Infeksi yang disebabkan oleh VHS tipe 1 & 2 terjadi pada pekerja yang rawan terpapar oleh sekret yang terinfeksi dari mulut dan saluran pencernaan. Dokter gigi, asisten dokter gigi, perawat, dan teknisi alat pernafasan sangat rentan tertular, selain itu herpes whitlow juga merupakan suatu masalah. Infeksi VHS tipe 1 akibat penggunaan jarum suntik juga telah dilaporkan. Herpes labialis merupakan suatu masalah yang sering terjadi pada pemain musik alat musik tiup. Infeksi VHS pada tubuh pegulat dan pemain rugby yang disebut herpes gladiator, bisa menyebabkan atlet tersebut terdiskualifikasi. Pada pekerja di bidang kesehatan, penggunaan sarung tangan, kacamata pelindung, dan masker merupakan pencegahan terbaik dan menurunkan insidensi penularan.INFEKSI VIRUS HEPATITIS DAN HIV Cedera akibat tertusuk jarum suntik merupakan hal yang sangat dikhawatirkan bagi pekerja di bidang pelayanan kesehatan, mereka berisiko tertular penyakit infeksi melalui darah yang patogen. Risiko tertular virus HIV setelah pajanan perkutan dari darah yang terinfeksi virus HIV diperkirakan rata-rata sekitar 0,3%. Untuk hepatitis B, dilaporkan risiko terinfeksi adalah 22% sampai 31% jika hasil pemeriksaan darah pada pasien positif pada hepatitis B surface antigen (HbsAg) dan hepatitis B e antigen (HbeAg). Tapi jika hasil pemeriksaan HbsAg positif dan HbeAg negatif risikonya 1% sampai 6%. Pada tahun 1983 sampai 1995, dilaporkan 95% pekerja kesehatan terhindar dari infeksi virus hepatitis B, besar kemungkinan karena adanya imunisasi dengan vaksin hepatitis B secara luas pada hampir seluruh tenaga kesehatan. Insiden rata-rata terbentuknya anti hepatitis C serokonversi setelah tertusuk jarum yang positif terpajan virus hepatitis C sebesar 1,8% (rentang, 0-7%). Data paling akurat pada cedera akibat tertusuk jarum dan benda tajam didapat dari sebuah penelitian retrospektif, yang menghasilkan angka kejadian tahunan diperkirakan berkisar 562-839 kejadian cedera per 1000 pekerja pelayanan kesehatan per tahun. Perawat dilaporkan merupakan kelompok yang paling banyak mengalami kasus. Ini wajar karena perawat merupakan orang yang paling sering bersentuhan dengan pasien. Evaluasi dan penanganan yang segera pada pekerja yang terluka, diperlukan untuk menilai risiko yang terkait dengan pajanan dan kebutuhan untuk profilaksis pasca pajanan (anti-retroviral untuk HIV, imunoglobulin dan vaksinasi untuk virus hepatitis B). Cara pencegahan yang penting pada kasus cedera akibat jarum suntik telah dilaporkan yaitu dengan penggunaan alat injeksi tanpa jarum atau jarum baru yang aman. Sistem injeksi tanpa jarum merupakan alternatif untuk injeksi pada prosedur yang ditetapkan dan dengan demikian mengurangi risiko cedera perkutan yang melibatkan benda tajam yang terkontaminasi. Contoh sistem injeksi tanpa jarum antara lain, pemberian terapi intravena yang berupa obat atau cairan melalui kateter atau alat penghubung dengan menggunakan sebuah kanul tumpul atau atau penghubung bukan jarum lainnya, dan sistem injeksi jet yang memberikan suntikan cairan obat secara subkutan atau intramuskular melalui kulit tanpa menggunakan jarum.KUTIL VIRUS (lihat Bab. 196) Pengolah daging, unggas, dan ikan memiliki prevalensi tinggi mengalami kutil virus, yang mungkin disebabkan oleh adanya akuisisi luka ringan dan lecet selama bekerja. Telah dilaporkan bahwa Human papillomavirus 7 sering ditemukan pada penderita.MOLUSKUM KONTAGIOSUM (lihat Bab. 195) Pegulat dan petinju profesional rentan untuk mengalami moluskum.

ORF (EKTIMA KONTAGIOSUM) (lihat Bab. 195) Orf, yang disebabkan oleh parapoxvirus, endemis pada domba dan kambing, dan mudah menular kepada manusia melalui kontak langsung. Dokter hewan, petani, dan penggembala termasuk yang berisiko mengalami penyakit ini.MILKERS NODULES (lihat Bab. 195) Virus paravaccinia, yang menginfeksi puting susu sapi dan menyebabkan ulkus pada mulut anak sapi, dapat menulari pemerah susu dan dokter hewan, mengakibatkan milkers nodules (atau pseudocowpox) (lihat gambar 212-1.1 pada edisi online)

CACAR MONYET (lihat Bab. 195) Wabah cacar monyet pada manusia di Amerika pada tahun 2003 telah ditelusuri bersumber dari pengiriman binatang pengerat Afrika yang telah terinfeksi, beberapa ekor diantaranya menghilang dari kandangnya, yang mengakibatkan infeksi sekunder pada anjing padang rumput liar yang ada pada toko hewan peliharaan yang sama. Pajanan pada anjing padang rumput yang terinfeksi ini mengakibatkan 37 infeksi pada manusia antara lain, penjual hewan peliharaan eksotik, pemilik hewan peliharaan, dan pekerja perawat hewan. Meskipun penularan virus cacar monyet dari manusia ke manusia masih dianggap jarang, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menyarankan untuk pencegahan secara ketat dari pajanan kontak, droplet, dan udara pada pekerja kesehatan. Vaksinasi cacar dianjurkan bagi pekerja kesehatan dan anggota keluarga yang kontak dengannya untuk setiap kasus cacar monyet yang dilaporkan kepada Pusat Pedoman Penyakit Pengendalian dan Pencegahan.Infeksi JamurINFEKSI KULIT DERMATOFITA (lihat Bab. 188) Infeksi kulit dermatofita sering dijumpai pada petani dan peternak. Infeksi Trichophyton rubrum dan T. Mentagrophytes yang umum terdapat pada masyarakat, dapat terjadi pada situasi tempat kerja yang mudah meningkatkan produksi keringat dan oklusi. Microsporum gypseum, T. mentagrophytes, dan T. verrucosum menyebabkan infeksi pada pekerja agrikultur dan pekerja lapangan lainnya (lihat gambar 212-1.2 pada edisi on-line). M. canis menginfeksi dokter hewan dan petugas laboratorium. Fisioterapis yang melakukan hidroterapi juga sering mengalami infeksi jamur pada kulit. Telah dilaporkan suatu infeksi tinea korporis yang tidak khas pada seorang ilmuwan akibat strain laboratorium Arthroderma benhamiae.

KANDIDIASIS (lihat Bab. 189) Infeksi oleh Candida albicans sering terjadi pada pekerja yang kulitnya lembab dan tertutup, seperti mereka yang menggunakan sarung tangan dalam waktu lama. Mereka yang berisiko mengalami kandidiasis antara lain pengolah makanan, perawat, asisten dokter gigi, pencuci piring, dan pekerja jasa pencuci baju.

SPOROTRIKOSIS (lihat Bab. 190) Sporotrikosis yang disebabkan sporothrix schenckii, merupakan suatu keadaan akibat inokulasi melalui luka tusuk dari duri, kayu, atau serpihan. Ini sering dialami pada petani, perawat, dan pekerja hutan, dan mereka yang bekerja di lapangan. Tukang kebun yang bekerja dengan lumut sphagnum yang digunakan untuk mengemas akar tanaman juga bisa berisiko.MISETOMA (KAKI MADURA) (lihat Bab. 185 dan 190) Misetoma yang disebabkan oleh beberapa spesies jamur dan actinomycetes, sering dialami petani dan pekerja lapangan pada negara tropis dan sub-tropis; berisiko pada orang yang biasa berjalan tanpa alas kaki.

KROMOBLASTOMIKOSIS (lihat Bab. 190) kromoblastomikosis, merupakan suatu mikosis dalam, sering didahului oleh luka tusuk atau trauma lain dimana jamur yang hidup di tanah dari spesies Phialophora, Hormodendrum, dan Fonsecaea masuk sampai ke dalam lapisan jaringan. Kromoblastomikosis berisiko pada pekerja daerah pertanian dan pekerja lapangan lainnya.

BLASTOMIKOSIS (lihat Bab. 190) Mereka yang berisiko mengalami blastomikosis antara lain adalah pekerja agrikultur, pekerja hutan, dan pekerja bangunan; petani; dan orang yang bekerja dengan alat berat pemindah tanah.KOKIDIODOMIKOSIS (lihat Bab. 190) Kokidiodomikosis terjadi akibat dari menghirup debu yang mengandung spora Coccodioides immitis. Petani, pekerja bangunan, operator alat berat dan buldoser, dan petugas laborat rentan mengidap.Penyakit-Penyakit Parasit (lihat Bab. 206 dan 207)Telah terjadi peningkatan insiden dari leishmaniasis kulit di Amerika serikat. Banyak dialami oleh personil militer yang ditugaskan ke Asia tengah atau barat daya atau daerah lain yang endemis leishmaniasis. Larva dari Ancylostoma braziliense dan Necator americanus menyebabkan creeping eruption (larva migrans kutaneus) pada pekerja pertanian, nelayan, pekerja selokan, dan penjaga pantai. Kulit penyelam, penjaga pantai, buruh pelabuhan, dan pekerja yang merawat danau dan kolam rentan mengalami swimmers itch yang diakibatkan oleh larva cercariae dari trematoda schistosome; pernah juga dilaporkan keluhan swimmers itch timbul setelah aktifitas membersihkan akuarium. Dogger bank itch dialami oleh nelayan dan pekerja dermaga di daerah laut utara, yang terkena bryozoan laut Alcyonidium gelatinosumSengatan, Gigitan, dan Infestasi Arthropoda (lihat Bab. 208 dan 210)Gigitan lebah, tawon, semut, kutu, lipan, dan kaki seribu sering menyebabkan kelainan kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pekerja lapangan, pengolah makanan, peternak ayam (kutu ayam), pekerja di pabrik pengolahan makanan, pekerja restoran, dan buruh pelabuhan bisa berisiko terkena gigitan atau sengatan. Wabah skabies sering terjadi di rumah sakit, panti jompo, dan panti-panti lainnya. Penyakit Lyme (lihat Bab. 187) ditularkan melalui gigitan kutu dan dapat menginfeksi pekerja lapangan, penebang kayu, peternak, dan pekerja konstruksi di hutan belantara.

P PENYAKIT KULIT AKIBAT AGEN FISIKKelainan Kulit disebabkan Trauma Mekanik

Kulit dapat mengalami gesekan, tekanan, goresan, laserasi, dan lecet di tempat kerja. Trauma mekanik yang berulang seperti tekanan atau gesekan intensitas ringan, merupakan trauma mekanik yang paling sering dan dapat menyebabkan hiperpigmentasi dan likenifikasi, sedangkan tekanan atau gesekan yang lebih berat dapat mengakibatkan hiperkeratosis dan terbentuknya kalus (gambar 212-2). Tekanan gesek yang mendadak dapat menyebabkan ulkus, erosi, dan bula. Tekanan yang berlebihan dan lama dapat menyebabkan hiperpigmentasi dan penebalan, merupakan keluhan khas dari berbagai jenis pekerjaan (gambar 212-3). Ciri khas kelainan kulit pekerja akibat agen fisik selain kalus dan klavus antara lain adalah terjadi perubahan warna kulit, telangiektasis, tato, dan kecacatan. Penggunaan pakaian pelindung secara rutin dan baik, terutama memilih jenis sarung tangan yang lebih lebar, dapat mengurangi insiden kelainan kulit pekerja. Pada musisi, keadaan klinis dan lokasi lesi kulit biasanya spesifik pada daerah yang bersentuhan dengan alat musik (contoh: leher pemain biola, dada pemain cello, puting susu pemain gitar, dagu pemain flute). Pada atlet, tekanan dan gesekan yang berulang saat berlari dapat menyebabkan tumit hitam atau talon noir serta lecet dan mengalami joggers toe. Klavus juga dapat terbentuk akibat tekanan yang ekstrem terkait dengan deformitas tulang, gerakan jalan kaki yang salah, atau ukuran sepatu yang tidak sesuai. Telah digambarkan suatu kumpulan kelainan kulit baru terkait dengan penggunaan komputer yang berkepanjangan menyebabkan trauma berulang (mousing callus) dan tekanan lama (computer palms). Kondisi kulit dasar seperti pada penderita psoriasis dan liken planus dapat diperburuk oleh trauma akibat pekerjaan (koebenerization). Dermatitis lama yang disebabkan gesekan dan tekanan rentan dapat menyebabkan sensitisasi alergi. Eksema tangan hiperkeratosis merupakan suatu dermatitis hiperkeratosis kronik, bersisik, pecah-pecah pada telapak tangan yang didapat pada pekerja manual yang mengalami tekanan dan gesekan berulang (gambar 212-4). Pulpitis, suatu dermatitis yang kering, bersisik, pecah-pecah, dan nyeri pada ujung jari, terutama dialami oleh wanita yang melakukan pekerjaan rumah tangga. Dilaporkan suatu kondisi yang serupa pada pekerja dokter gigi yang alergi terhadap bahan akrilat, dimana terjadi parestesia pada ujung jari. Eksema pasca trauma (dermatitis pada loco minoris resistentiae) adalah dermatitis yang terjadi pada daerah trauma. Eksema ini biasanya muncul beberapa minggu setelah cedera akut dan dapat bertahan dan berulang dalam jangka waktu yang lama. Perubahan fungsi dan kerusakan kulit berperan dalam mempercepat terjadinya eksema. Tabel 212-2 daftar jenis eksema pasca trauma beserta contohnya.Tabel 212-2

Klasifikasi Klinis Eksema Pasca Trauma

1. Reaksi idiopatik (tidak ada eksema endogen) (contoh: luka bakar di tangan yang menjadi eksema 1 bulan kemudian)

2. Reaksi isomorfik

a) Primer (sebelum eksema endogen) (contoh: luka gores pada jari menjadi eksema jari dan kemudian menjadi eksema atopi fleksural)

b) Sekunder (sesudah eksema endogen) (contoh: eksema tangan iritan yang diikuti luka tusuk jari dan eksema jari, yang menetap setelah eksema tangan hilang).

Tabel 212-3

Klasifikasi Granuloma akibat Pekerjaan

Zat Penyebab (digunakan pada)

Granuloma Imunogenik

Berilium (produksi logam, produksi layar sinar x)

Zirkonium (produksi baja)

Kadmium (industri karet dan cat)

Granuloma Nonimunogenik

Silika (sandblasting, pertambangan, peledak lahan tambang)

Starch (pekerjaan yang membutuhkan penggunaan sarung tangan bedah)

Duri kaktus (pertanian, pekerjaan lapangan)

Duri landak laut (menyelam)

Serpihan kayu (pertanian, kehutanan)

Rambut (potong rambut, pertanian, pemeliharaan hewan)

Wol domba (peternakan domba)

Granuloma

Granuloma bisa terbentuk karena penetrasi benda asing ke dalam kulit, dapat secara imunogenik dan nonimunogenik. Tabel 212-3 daftar penyebab penyakit granuloma kulit akibat pekerjaan. Penetrasi rambut manusia ke dalam ruang interdigital tukang cukur dan penetrasi dari rambut sapi dan domba ke dalam tangan pencukur hewan dapat menyebabkan granuloma akibat benda asing.

Luka Bakar dan Gangguan Kulit Lainnya Akibat PanasPara pekerja berisiko mengalami luka bakar sebagai akibat dari panas yang mendidih; kontak dengan cairan logam, benda panas, dan tar, dan juga api luka bakar setelah ledakan. Tukang masak dan remaja yang bekerja di restoran makanan cepat saji, dapat mengalami luka bakar dari minyak panas. Roofers sering mengalami luka bakar akibat aspal panas. Adapun bahan peledak dan cairan yang mudah terbakar merupakan penyebab tersering pada luka bakar di lingkungan industri. Orang yang bekerja di pabrik pengecoran dan peleburan berisiko mengalami luka bakar akibat logam cair. Pemadam kebakaran juga berisiko mengalami luka bakar, meskipun penggunaan alat pelindung dapat meminimalisasi tingkat luka bakar. Pekerja yang terpajan suhu panas yang lama atau berulang dapat mengalami eritema ab igne. Akne vulgaris, rosasea, dan herpes simpleks dapat diperburuk akibat pajanan panas dari tungku terbuka, obor panas, oven, dan kompor.Luka Bakar Listrik

Pada daerah industri, luka bakar listrik biasanya merupakan cedera akibat aliran listrik bertegangan tinggi, yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang serius. Pekerja lapangan berisiko mangalami luka bakar akibat tersambar petir yang berbentuk pola seperti tumbuhan pakis. Kelainan Kulit Akibat Suhu DinginFrostbite, kaligata, immersion foot, dan urtikaria karena dingin banyak dialami oleh pekerja yang bekerja di lingkungan yang dingin. Seperti petugas militer yang ditugaskan di daerah iklim dingin. Pembuat es, gas cair, pekerja ruang pendingin, dan orang-orang yang terlibat dalam olah raga musim dingin juga berisiko.Sindroma Akibat GetaranGetaran dari peralatan kerja yang selalu dipegang dapat menginduksi suatu jenis kekakuan pembuluh darah pada jari dan tangan yang disebut juga sebagai white fingers atau vibration-induced white finger. Pekerja pengguna peralatan listrik yang bersifat bergetar seperti mesin pengebor, mesin penumbuk, riveting hammer, gergaji mesin, dan mesin tangan penghalus dapat mengalami sindroma ini, terutama pada daerah beriklim dingin. Keluhan-keluhan vaskular dapat disertai dengan keluhan neuromuskular dan bahkan bisa disertai dengan kelainan tulang, disebut sebagai kumpulan gejala akibat getaran pada lengan dan telapak tangan. Gejala awalnya ringan berupa kesemutan dan mati rasa, kemudian menjadi pucat dan kaku pada satu atau lebih dari jari, dan pada kondisi lanjut menjadi parestesi dan melemahnya otot-otot intrinsik. Frekuensi getaran antara 30 dan 300 Hz yang paling berdampak. Merokok juga dianggap sebagai salah satu risiko. Perubahan dalam desain bentuk dari gergaji mesin dan peralatan yang bergetar lainnya mengakibatkan suatu penurunan dari prevalensi keluhan akibat getaran. PENYAKIT KULIT AKIBAT AGEN KIMIA DAN RADIASI

Kelainan jaringan ikat akibat pekerjaan

Fenomena Raynaud dan lesi kulit seperti skleroderma dengan perubahan osteolitik pada tulang jari nampak jelas pada pekerja yang terpapar vinil klorida (lihat juga Bab. 158 dan 171). Tabel 212-4

Bahan yang terkait dengan Penyakit Jaringan Ikat akibat Pekerjaan

Sklerosis Sistemik

Silika

Diklorinasi dan alifatik hidrokarbon dan zat pelarut (misalnya; trikloroetilen)

Hidrokarbon aromatik dan zat pelarut (misalnya; benzena)

Penyakit mirip Skleroderma

Vinil klorida Epoksi resin [bis(4-amino-3-metilsikloheksil)metana]

Diklorinasi dan alifatik hidrokarbon dan zat pelarut (misalnya; trikloroetilen)

Hidrokarbon aromatik dan zat pelarut (misalnya; benzena)

Pestisida

Obat-obatan (bleomisin, pentasokin)

Anilin dan asam lemak anilides

Parafin

Silikon

Sindroma ini disebut occupational acro-osteolysis. Pajanan zat pelarut organik lainnya juga telah dilaporkan menyebabkan penyakit mirip skleroderma (tabel 212-4). Sklerosis sistemik dan perubahan kulit mirip skleroderma juga terkait dengan pajanan silika dan silikosis paru, terutama pada pekerja tambang bawah tanah (penambang batubara, emas, uranium , dan timah), tukang batu, dan mereka yang dalam pekerjaan terkait. Penggunaan yang simultan pada peralatan yang bergetar saat penambangan dapat berkontribusi pada terjadinya penyakit.Akne Akibat Kerja dan Lingkungan

OIL ACNE (lihat Bab. 78) Oil acne merupakan suatu folikulitis yang terjadi pada kulit yang terkena kontak dengan bahan minyak. Terutama minyak yang digunakan pada industri berat atau straight cutting oils yang digunakan oleh teknisi mesin. Area yang paling sering mengalami oil acne adalah pada daerah baju yang banyak terpapar cairan minyak, seperti area lengan dan paha. Oil acne juga disebabkan oleh penguapan minyak di udara. Dengan penggunaan pakaian pelindung dan kontrol yang lebih baik, terjadinya oil acne akan berkurangCOAL TAR AND PITCH ACNE (lihat Bab. 78) Coal tar oils, creosote, dan pitch dapat menyebabkan akne tipe komedonal, dengan predileksi pada daerah yang terpapar, sering pada daerah malar. Pekerja pabrik tar batubara, roofers, pekerja pemeliharaan jalan, dan pekerja bangunan berisiko mengalami kelainan ini. Reaksi fototoksik juga bisa terjadi dan menyebabkan hiperpigmentasi, yang biasa disebut coal tar melanosis. Pada komplikasi akhir juga dapat terjadi papiloma akibat tar dan pitch, keratosis, dan akantoma.CHLORACNE (lihat Bab. 78) Chloracne merupakan salah satu indikator yang paling sensitif pada pajanan halogenasi aromatik hidrokarbon beracun tertentu akibat pekerjaan dan lingkungan, yang terkontaminasi selama proses sintesis bahan kimia. Pajanan dapat masuk melalui inhalasi, tertelan atau perkutan. Salah satu zat yang paling kuat menginduksi terjadinya chloracne adalah 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD), yang telah diindetifikasi pada banyak wabah industri dan kasus-kasus yang dicurigai akibat keracunan di Austria dan Ukraina. Za-zat kimia penyebab chloracne lainnya tercantum pada tabel 212-5.TABEL 212-5

Bahan Kimia Yang Menyebabkan Terjadinya Chloracne

Polyhalogenated naphthalenesa Polychloronaphthalenes

Polybromonaphthalenesb,c Polyhalogenated biphenyls

Polychlorobiphenyls (PCBs)

Polybromobiphenyls (PBBs)

Polyhalogenated dibenzofuransa Polychlorodibnezofurans (especially tri-, tetra-, penta-, and hexachlorodibenzofurans)

Polybromodibnezofurans (especially tetrabromodibenzofurans)

Contaminants of polychlorophenol compounds, especially herbicides (2,4,5-tetra-and pentachlorophenol) and herbicide intermediates (2,4,5-trichlorophenol)

2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD), hexachlorodibenzo-p-dioxin

Tetrachlorodibenzofuran

Contaminants of 3,4-dichloroaniline and related herbicides

3,4,3,4 Tetrachloroazoxybenzene (TCAOB)

3,4,3,4-Tetrachloroazobenzene (TCAB)

Lainnya 1,2,3,4-Tsetrachlorobenzene (experimental)

Dichlobenil (Casaron), herbicide

Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT; crude trichlorobenzene)ca The polychlorodibnezofurans and hexachloronaph-thalenes dapat terjadi sebagai kontaminan pada beberapa PCBs.b The polybromonaphthalenes dapat terjadi sebagai kontaminan pada beberapa PBBs.c Not confirmed as chloracnegens.

From Taylor JS: Environmental chloracne: Update and overview. Ann N Y Acad Sci 320:295, 1979.

Secara klinis, distribusinya khas, dengan komedo tertutup multipel dan kista berwarna seperti jerami terutama di daerah malar membentuk gambaran sabit dan lipatan retroaurikular, tidak mengenai hidung; punggung, ekstremitas, dan leher bagian belakang serta dapat juga mengenai bokong, skrotum, dan penis. TCDD mengganggu diferensiasi keratinosit. Polychlorinated biphenyls (PCBs) dan TCDD menyebabkan hiperkeratosis folikel dan hiperhidrosis palmo-plantar. PCBs dapat juga menyebabkan hiperpigmentasi pada kulit, membran mukosa, dan kuku serta konjungtivitis. Chloracne mungkin bisa sulit dibedakan dengan fase awal akne vulgaris (tabel 212-6) dan komedo pada geriatri. Pembentukan jaringan parut bisa dari ringan sampai berat, tergantung tingkat pajanan bahan kimia dan kulit yang terpajan. TABEL 212-6 Perbandingan gejala klinis antara Akne vulgaris dan Chloracne

GEJALA KLINISAKNE VULGARISCHLORACNE

UsiaRemajaSemua umurKomedoAdaBanyak (jika tidak ada, bukan chloracne)

Kista berwarna jeramiJarangPatognomonikKomedo temporalJarangDiagnostikMengenai retroaurikularTidak banyakBanyakMengenai hidungTidak banyakTidak banyakTemuan kelainan sistemikJarangBanyak

Kanker Kulit Akibat KerjaSir Percivall Pott pada tahun 1775, melaporkan bahwa kanker pertama yang dihubungkan dengan pajanan lingkungan adalah kanker skrotum pada pekerja pembersih cerobong asap. Persentase kanker kulit yang disebabkan oleh lingkungan kerja diperdebatkan, beberapa penelitian melaporkan sebanyak 70 persen sampai 80 persen, namun penelitian lain menunjukan hasil yang lebih rendah. Agen-agen penyebab yang umum pada kanker kulit akibat pekerjaan dan pekerja dengan potensi terpajan tercantum pada tabel 212-7.TABEL 212-7

Agen Penyebab Kanker Kulit dan Risiko Terpajan Akibat Pekerjaan dan Industri

Agen penyebabIndustri/Aktivitas dengan Potensi TerpajanPolycyclic aromatic hydrocarbons

Coal gasification, aluminum production, iron and steel foundries, coke production, shale oil extraction, tar distilling, asphalt and roofing material work, wood impregnation

Arsenic

Glass working; copper, zinc, and lead smelting; pesticide and herbicide production; semiconductor industry

Ultraviolet light

Outdoor work, welding

Ionizing radiation

Nuclear power plants, radiography, uranium mining

SINAR ULTRAVIOLET (lihat Bab. 112 dan 113) Radiasi ultraviolet (UV) bekerja sebagai inisiator dan promotor terjadinya tumor. Kebanyakan penelitian melaporkan hubungan yang signifikan antara pekerjaan yang berhubungan dengan pajanan sinar matahari dengan terjadinya kanker kulit dan keratosis aktinik (lihat gambar 212-4.1 edisi on-line), tetapi penelitian lain tidak menemukan hubungan yang signifikan atau suatu peningkatan risiko yang sangat sedikit, mungkin karena seleksi diri yang besar untuk pekerjaan di dalam ruangan diantara mereka yang memiliki kulit normal dan suatu kecenderungan untuk terpapar dibandingkan mereka yang memiliki tipe kulit yang tidak rentan.

Pajanan radiasi UV, khususnya sinar UVB, diduga memainkan peran penting dalam patogenesis melanoma maligna (lihat Bab. 124), meskipun beberapa penelitian tidak menunjukan peningkatan risiko terjadinya melanoma pada pekerja lapangan dibandingkan pekerja di dalam ruangan. Hal ini sesuai dengan epidemiologi dari melanoma terhadap intesitas pajanan ultraviolet yang intermiten. Melanoma lebih sering ditemukan dalam keterkaitan dengan liburan dan kegiatan rekreasi dibandingkan dengan pekerja. Pajanan radiasi bukan dari matahari seperti lampu UV dan sunbed pada non pekerja, dilaporkan berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya melanoma. Hubungan antara terjadinya karsinoma sel skuamosa dengan pajanan UV yang berulang cukup kuat, membuat para pekerja lapangan signifikan berisiko. Namun, pajanan akibat pekerjaan lain, seperti terpajan bahan kimia karsinogenik, juga sangat berperan, dan tidak bisa dikesampingkan adanya efek aditif. Untuk menentukan bahwa tempat kerja berperan dalam terjadinya kerusakan kulit aktinik dan kanker kulit, dokter harus mempertimbangkan riwayat pekerjaan secara rinci dengan deskripsi pekerjaan pertama kali, dan juga aktivitas diluar kerja, hobi, olahraga, dan kegiatan rekreasi lainnya, termasuk tempat dan aktivitas pasien saat usia muda.HIDROKARBON POLISIKLIK AROMATIK Sebagian besar dari laporan tumor-tumor kulit akibat kerja adalah akibat pajanan hidrokarbon polisiklik aromatik (PAHs). PAHs bersifat hidrofobik, suatu senyawa nonpolar yang membentuk senyawa DNA dan bertindak sebagai karsinogen utuh. Coal tar dan produk minyak bumi seperti tar, pitch, kokas, karbon hitam (jelaga), creosote, anthracene, minyak mentah parafin, aspal, bensin dan minyak disel, pelumas, minyak mentah, minyak pendingin, dan juga minyak, lilin, dan ter dari produk penyulingan minyak serpih dan lagnit semuanya mengandung PAH. Pajanan yang tinggi terhadap PAH akibat pekerjaan dapat terjadi di berbagai macam pekerjaan dan industri (lihat tabel 212-7), dan pekerja visa terpajan PAH melalui kontak kulit atau inhalasi. Risiko mengalami melanoma, serta kanker organ dalam, telah dilaporkan meningkat pada pekerja kilang minyak.

Terdapat hubungan antara kanker skrotum dengan penggunaan cutting oil, mungkin terkait dengan penambahan minyak serpih. Penggunaan creosote pada pengolahan kayu telah diduga sebagai penyebab kanker kulit dan kanker bibir bila dikaitkan dengan pajanan sinar matahari. Pekerja pembuat jalan dan roofer juga berisiko mengalami kanker kulit dan kanker organ dalam karena potensi karsinogenitas aspal dan PAH dari produk batubara. Pekerja kilang tar dalam peningkatan risiko mengalami kanker kulit non-melanoma, terutama pada daerah wajah, lengan dan tangan. Penggunaan bahan tar secara topikal untuk pengobatan penyakit kulit telah diduga dapat menimbulkan risiko terjadinya kanker kulit, tetapi belum pernah dilakukan pengamatan.ARSENIK Air minum yang mengandung zat arsenik sangat berhubungan dengan terjadinya bermacam keganasan kulit dan organ dalam. Alkohol, bentuk trivalen dari arsenik lebih toksik daripada bentuk pentavalen. Meskipun arsenik menyebabkan kelainan kromosom pada penelitian eksperimental pada jaringan manusia, tapi tidak menyebabkan kanker pada hewan coba. Pajanan jangka panjang arsenik dapat menyebabkan keratosis arsenik, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel basal, dan penyakit Bowen. Karsinoma sel Merkel juga telah dilaporkan terjadi pada orang dengan arsenikalisme kronis. Tabel 212-7 daftar jenis pekerjaan yang beresiko terpapar arsenik.RADIASI IONISASI (lihat Bab. 95) Pajanan radiasi ionisasi telah diketahui menjadi penyebab kanker kulit akibat kerja sejak awal 1900-an. Korban bom atom memiliki peningkatan risiko mengalami karsinoma sel basal. Kanker kulit yang disebabkan pajanan sinar-X tampaknya terkait dengan banyaknya kasus lesi kulit multipel, kekambuhan berulang, dan gejala sisa dari operasi pembedahan besar (gambar 212-5). Telah dilaporkan terdapat prevalensi yang tinggi pada kasus melanoma yang dialami pilot dan pramugari yang terpajan radiasi kosmik; namun bebrapa pengamat merasa bahwa keterkaitan ini disebabkan efek dari gaya hidup.

DIAGNOSIS, PENGOBATAN, DAN PENCEGAHANKonsep umum mengenai diagnosis, pengobatan, dan pencegahan dari kelainan kulit akibat pekerjaan telah dibahas pada bab sebelumnya (bab 211).SEKILAS PANDANG

Jenis pekerjaan tertentu berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi (virus, bakteri, jamur, parasit) atau gigitan, sengatan, dan serangan golongan athropoda.

Trauma mekanis banyak terjadi di lingkungan kerja dan bisa menyebabkan terjadinya suatu manifestasi kulit.

Kondisi awal kulit dapat diperburuk oleh trauma mekanis yang terkait dengan suatu pekerjaan.

Penyakit kulit granuloma akibat kerja dapat bersifat imunogenik (misalnya, yang diinduksi berilium) atau nonimmunogenik (misalnya, yang diinduksi silika).

Penyakit kulit pada pekerja dapat terjadi akibat pajanan panas, dingin dan faktor atmosfer lain yang berlebihan seperti kelembaban yang rendah di tempat kerja.

Pajanan dari silika, vinil klorida, dan agen-agen kimia lain dapat menyebabkan sklerosis sistemik dan penyakit tertentu seperti skleroderma.

Chloracne merupakan salah satu indikator yang paling mudah terjadi akibat dari pajanan aroma hidrokarbon berhalogen yang toksik.

Kanker kulit pada pekerja yang disebabkan oleh zat kimia karsinogenik atau oleh pajanan sinar ultra violet merupakan masalah kesehatan utama.

(Gambar 212-1.1 edisi on-line) infeksi jamur pada kuku seorang penjual sayur

(Gambar 212-1.1 edisi on-line) milkers nodule merupakan suatu kondisi self-limited pada jari

Gambar 212-2 walaupun sudah banyak penggunaan mesin pada berbagai pekerjaan, namun tangan ternyata masih diperlukan. berikut seorang pekerja bengkel yang sedang mengamplas mobil yang akan di cat.

Gambar 212-3 Distrofi kuku pada seorang pekerja rumah jagal. Sambil memegang pisau di tangan kanan untuk memotong kulit hewan, dia menarik-narik kulit tersebut dengan tangan kirinya.

Gambar 212-4 Dermatosis hipertrofi kronik pada telapak tangan seorang masinis berusia 59 tahun. Ia dipindah untuk bekerja di gudang, dimana ia menggunakan alat secara terus-menerus, dan terpaksa berhenti dari pekerjaannya karena kondisi dermatosis disertai perdarahan dan pecah-pecah yang tidak pernah membaik

Gambar 212-4.1 (edisi on-line) kerusakan parah aktinik dengan keratosis aktinik dan skuamus sel karsinoma

Gambar 212-5 Radiodermatitis dan karsinoma sel skuamosa pada wanita yang pernah bekerja sebagai teknisi alat sinar-x selama bertahun-tahun, saat melakukan pemeriksaan fluoroskopi dan sinar-x pada pasien anak tetap memegang pasien tetapi tanpa menggunakan alat pelindung