29
Pendahuluan PPh Pasal 22 adalah salah satu jenis PPh yang pengenaannya agak menyimpang dari ketentuan umum PPh itu sendiri. Jika secara umum objek PPh berupa income atau pendapatan, objek PPh Pasal 22 justru menjadikan expenditure atau biaya/pengeluaran sebagai objeknya. Terutama jika dilihat dari sisi pihak yang dikenakan pemungutan PPh Pasal 22. Dasar Hukum Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, menetapkan : Pasal 22 (1) Menteri Keuangan dapat menetapkan: a. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang; b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. (2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (3) Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih

Pajak Pph Ps. 22

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Explanation

Citation preview

Page 1: Pajak Pph Ps. 22

Pendahuluan

PPh Pasal 22 adalah salah satu jenis PPh yang pengenaannya agak menyimpang dari

ketentuan umum PPh itu sendiri. Jika secara umum objek PPh berupa income atau

pendapatan, objek PPh Pasal 22 justru menjadikan expenditure atau biaya/pengeluaran

sebagai objeknya. Terutama jika dilihat dari sisi pihak yang dikenakan pemungutan PPh

Pasal 22.

Dasar Hukum

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008

tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, menetapkan :

Pasal 22

(1) Menteri Keuangan dapat menetapkan:

a. bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan

pembayaran atas penyerahan barang;

b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang

melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan

c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas

penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

(2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan.

(3) Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat yang diterapkan terhadap

Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100%

(seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat

menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Ikhtisar Perhitungan PPh Pasal 22

Uraian Perhitungan PPh Pasal 22 Sifat Pungutan

Impor Barang

a. Menggunakan API

b. Tidak menggunakan API

c. Impor yang tidak dikuasai (barang

2,5% x Nilai Impor

7,5% x Nilai Impor

7,5% x Harga Jual Lelang

Kredit Pajak

Kredit Pajak

Kredit Pajak

Page 2: Pajak Pph Ps. 22

impor yang dilelang DJBC)

Pembayaran atas pembelian dari APBN

dan / atau APBD-BUMN tertentu

1,5% x Harga Pembelian Kredit Pajak

Penjualan barang produksi oleh

produsen/importir BBM, BBG dan

Pelumas atas penjualan BBM, BBG, dan

Pelumas

BBM

a. SPBU Pertamina

b. SPBU bukan Pertamina

c. Pihak Lain

BBG

Pelumas

Industri tertentu :

a. Semen

b. Kertas

c. Baja

d. Otomotif

e. Farmasi

f. ATPM, APM, dan importir umum

kendaran bermotor

g. Industri dan eksportir dalam sektor

Perhutanan, Perkebunan, Pertanian,

dan Perikanan

0,25% dari penjualan tidak

termasuk PPN

0,30% dari penjualan tidak

termasuk PPN

0,30% dari penjualan tidak

termasuk PPN

0,30% dari penjualan tidak

termasuk PPN

0,30% dari penjualan tidak

termasuk PPN

0,25% x DPP PPN

0,10% x DPP PPN

0,30% x DPP PPN

0,45% x DPP PPN

0,30% x DPP PPN

0,45% x DPP PPN

0,25% x Harga Pembelian

tidak termasuk PPN

Final bagi

penyalur &

agen. Kredit

Pajak bagi

pembeli

lainnya.

Kredit Pajak

Kredit Pajak

Kredit Pajak

Kredit Pajak

Kredit Pajak

Kredit Pajak

Kredit Pajak

Penjualan barang yang tergolong sangat

mewah

5% x harga jual tidak

termasuk PPN dan PPn-BM

Kredit Pajak

Yang Dikecualikan Dari Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 :

Page 3: Pajak Pph Ps. 22

a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.

b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan

Nilai yaitu :

1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di

Indonesia berdasarkan asas timbal balik;

2. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas

di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar

dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian

pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan

internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;

3. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,

kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;

4. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan

tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;

5. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

6. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat

lainnya;

7. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

8. Barang pindahan;

9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan

barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan kepabeanan;

10.Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang

ditujukan untuk kepentingan umum;

11.Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang

diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;

12.Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi

keperluan pertahanan dan keamanan negara;

13.Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional

(PIN);

14.Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

Page 4: Pajak Pph Ps. 22

15.Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan

penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal

tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat

keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran

Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;

16.Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat

keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang

diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;

17.Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan

serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;

18.Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah

Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;

19.Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya

dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.

c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor

kembali.

d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor

kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah

diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi

syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, berkenaan dengan :

1. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, hurufc, dan huruf d yang jumlahnya paling

banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran

yang terpecah-pecah;

2. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang

terpecah-pecah;

3. Pembayaran untuk :

a) Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-

benda pos;

Page 5: Pajak Pph Ps. 22

b) Pemakaian air dal listrik.

f. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas

untuk tujuan ekspor.

g. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS).

PPh Pasal 22 Impor

Impor barang adalah salah satu kegiatan yang dijadikan objek pengenaan atau

pemungutan PPh pasal 22,sesuai dengan ketentuan pasal 22 UU PPh dan peraturan Menteri

keuangan (PMK) Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor

224/PMK.011/2012.Jadi yang dimaksud impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang

dari luar negeri ke dalam negeri,baik yang dilakukan secara legal atau tidak.Khusus untuk

impor illegal,kalau tertangkap pihak berwajib,pengenaan PPh pasal 22-nya dilakukan secara

khusus.

Untuk impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), tarif PPh Pasal 22

yang dikenakan adalah 2,5%.  Tetapi khusus untuk impor kedelai, gandum dan tepung terigu,

dikenakan tarif 0,5%. Sedangkan untuk impor yang tidak menggunakan API dan impor yang

tidak dikuasai dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif lebih tinggi, yaitu 7,5%.

Nilai yang dijadikan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPh Pasal 22 Impor

adalah Nilai Impor, yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk

yakni Cost-Insurance-Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang

dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan kepabeanan.

Misalnya dalam suatu kegiatan impor diketahui harga jual (cost) barang impor

tersebut dari produsen di luar negeri Rp 10.000.000,- sedangkan insurance dan freight

(ongkos angkut yang diminta produsen) masing-masing Rp 5.000.000,- dan Rp 7.000.000,-.

Bea Masuk yang dikenakan terhadap barang yang diimpor tersebut 25% dan pungutan

lainnya sebesar Rp 1.000.000,-. Dari keterangan ini, maka dapat dihitung DPP PPh Pasal 22

sebagai berikut:

Page 6: Pajak Pph Ps. 22

PPh Pasal 22 Impor yang harus dilunasi atau dibayar oleh importir adalah sebesar tarif

PPh Pasal 22 impor dikalikan dengan DPP PPh Pasal 22 Impor tersebut.  Dari gambar di atas,

berarti besarnya PPh Pasal 22 Impor (asumsi impor menggunakan API) adalah = 2,5% x Rp

28.500.000,- = Rp 712.500,-.

Jika ada kegiatan impor yang dilakukan secara illegal dan kemudian tertangkap oleh

pihak berwajib, maka barang impor tersebut akan disita oleh negara.  Selanjutnya barang

sitaan impor tersebut akan dilelang dan akan dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 7,5% dari

harga jual lelang.  Dalam hal ini, barang sitaan impor itu disebut dengan “impor yang tidak

dikuasai”.  Pihak yang dikenakan PPh Pasal 22 adalah pemenang lelang sehingga pemenang

lelang harus membayar sebesar harga jual lelang ditambah PPh Pasal 22 sebesar 7,5% dari

harga jual lelang tersebut.

Pengecualian PPh Pasal 22 Impor

Tidak semua impor dikenakan PPh pasal 22 sebab seperti ditegaskan dalam pasal 3

PMK Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor

224/PMK.011/2012 ada beberapa jenis barang yang atas impornya dikecualikan dari

pengenaan PPh pasal 22 impor (tidak dikenakan PPh pasal 22 impor.

Jadi untuk tidak dikenakan PPh pasal 22 impor ada yang memerlukan Surat

Keterangan Bebas (SKB) dari kepala KPP tempat importer atau pihak untuk melakukan

Page 7: Pajak Pph Ps. 22

impor terdaftar NPWP,atau dari Kantor DJBC setempat.Tanpa ada SKB sebagai syarat

pembebasan,PPh pasal 22 Impor tetap dapat dikenakan.

Satu-satunya impor yang dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 22 dan tidak

memerlukan SKB adalah impor kembali (re-impor), yaitu barang-barang yang telah diekspor

kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor

untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang

ditentukan oleh DJBC.

PPh Pasal 22 Bendaharawan

PPh Pasal 22 Bendahara adalah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendaharawan

Pemerintah (pusat maupun daerah).  Dalam konteks ini yang dimaksud dengan

Bendaharawan Pemerintah meliputi:

1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut

pajak pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah

dan lembaga-lembaga negara lainnya;

2. Bendahara pengeluaran yang melakukan pembayaran dengan mekanisme uang

persediaan (UP); dan

3. KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA,

untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).

Bendaharawan wajib memotong PPh Pasal 22 atas pembayaran tersebut dengan tarif

PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (satu setengah persen).  Sedangkan nilai yang dijadikan DPP atau

Dasar Pengenaan Pajaknya sebesar harga pembelian.

Misalnya kita menjual barang (melakukan pengadaan barang) kepada salah satu

instansi pemerintah dengan nilai tagihan Rp 25.000.000,-. Karena kita sudah PKP, atas

pengadaan barang tersebut terutang PPN 10% dan asumsikan juga kena PPn-BM 20%

sehingga jumlah tagihan kita ke instansi pemerintah tadi menjadi = Rp 25.000.000,- + ((10%

x Rp 25.000.000,-) + (20% x Rp 25.000.000,-)) = Rp 32.500.000,-.

Dari ilustasi itu dapat dihitung jumlah PPh Pasal 22 yang harus dipotong (baca:

dipungut) oleh Bendaharawan Pemerintah sebesar 1,5% x Rp 25.000.000,- atau sebesar Rp

375.000,-.  Jadi uang pembayaran yang akan kita terima dari instansi pemerintah tadi

Page 8: Pajak Pph Ps. 22

(seharusnya) = Rp 25.000.000,- dikurangi PPh Pasal 22 Rp 375.000,- atau sejumlah Rp

24.625.000,-.

Untuk PPN (Rp 2,5 juta) dan PPn-BM (Rp 5 juta) tidak dibayarkan ke kita (penjual),

melainkan akan disetor sendiri oleh Bendaharawan Pemerintah karena kebetulan

Bendaharawan Pemerintah adalah Wapu PPN.

Bendaharawan Pemerintah selanjutnya wajib menyetorkan PPh Pasal 22 dengan

menggunakan SSP yang dibuat atas nama vendor atau rekanan, dan ditandatangani oleh

Bendaharawan yang bersangkutan.  Jadi, satu SSP hanya untuk satu vendor atau rekanan.

Sesuai PMK Nomor 184/PMK.03/2007, Bendaharawan pemerintah seharusnya menyetor PPh

Pasal 22 tersebut pada hari yang sama dengan pembayaran kepada vendor atau rekanan.

Kemudian setelah menyetorkan PPh Pasal 22 tadi, Bendaharawan Pemerintah harus

menyerahkan lembar ke-1 dan ke-3 SSP penyetoran tersebut kepada vendor atau rekanan. 

SSP ini diperlakukan sama seperti Bukti Potong PPh dan dapat dikreditkan oleh vendor atau

rekanan di SPT Tahunan PPh karena PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah ini tidak

bersifat final.

PPh Pasal 22 Semen

PPh Pasal 22 Semen adalah PPh Pasal 22 yang dikenakan terhadap penjualan semua

jenis semen di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang

industri semen (produsen semen).

Subjek yang wajib melakukan pemungutan PPh Pasal 22 Semen adalah produsen

semen yang sudah ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 oleh KPP tempat produsen

semen tersebut terdaftar NPWP.  Penunjukan sebagai pemungut PPh Pasal 22 ini dilakukan

dengan penerbitan surat keputusan (SK) penunjukan sebagai pemungut PPh Pasal 22 oleh

Kepala KPP setempat.

PPh Pasal 22 Semen yang harus dipungut oleh oleh produsen semen adalah sebesar

0,25% dan DPP PPN.  Sesuai dengan ketentuan di bidang PPN, yang dimaksud dengan DPP

untuk BKP seperti halnya semen adalah Harga Jual semen itu sendiri.

Page 9: Pajak Pph Ps. 22

Jadi dengan harga semen sekarang misalnya Rp 70.000,-/zak, berarti PPh Pasal 22

yang dikenakan adalah 0,25% x Rp 70.000,- = Rp 175,-.  Dengan demikian, harga yang harus

kita bayar ke produsen semen tersebut adalah Rp 70.175,-/zak dan jika ditambah dengan PPN

10% dari Rp 70.000,- berarti total yang harus kita bayar Rp 77.175,-/zak.

Sebagai bukti bahwa kita (sebagai pembeli semen) sudah membayar PPh Pasal 22

Semen, kita harus meminta Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dari produsen semen yang

memungut PPh Pasal 22 tersebut.  Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPh Pasal 22

Semen ditetapkan bersifat tidak final.  Jadi Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 ini penting

terutama jika kita hendak mengkreditkannya di SPT Tahunan PPh kita.

PPh Pasal 22 Kertas

PPh Pasal 22 Kertas merupakan PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh badan usaha

yang bergerak di bidang industri kertas (produsen kertas).  PPh ini wajib dipungut untuk

setiap penjualan kertas di dalam negeri.

Produsen kertas wajib memungut PPh Pasal 22 Kertas apabila yang bersangkutan

sudah ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 oleh KPP tempatnya terdaftar NPWP. 

Penunjukan itu dilakukan melalui penerbitan Surat Keputusan Penunjukan Sebagai Pemungut

PPh Pasal 22 (sama seperti industri semen yang sudah diuraikan dalam artikel sebelumnya).

Dalam hal ini, pihak yang dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 (subjek yang

dipungut) adalah para pembeli kertas yang melakukan pembelian secara langsung kepada

produsen kertas.

Perlu diingat bahwa [embelian kertas yang dikenakan PPh Pasal 22 juga hanya

apabila pembelian tersebut dilakukan di dalam negeri.  Seandainya kita berada di luar negeri

dan membeli kertas dari produsen kertas di Indonesia, yang berarti produsen kertas itu

melakukan ekspor, maka kita tentu tidak akan dikenakan PPh Pasal 22.  Sebab seperti

dinyatakan dalam PMK Nomor 154/PMK.03/2010, objek pemungutan PPh Pasal 22 Kertas

adalah penjualan di dalam negeri (bukan terhadap penjualan ekspor).

PPh Pasal 22 Kertas yang harus dipungut oleh produsen adalah sebesar 0,1% (nol

koma satu persen) dari DPP PPN. Sesuai dengan ketentuan dan peraturan di bidang PPN,

yang dimaksud dengan DPP untuk BKP seperti halnya kertas adalah Harga Jual.

Page 10: Pajak Pph Ps. 22

Sesuai dengan PMK Nomor 154/PMK.03/2010, PPh Pasal 22 Kertas ditetapkan

bersifat tidak final yang artinya dapat kita (pembeli) kreditkan di SPT Tahunan PPh.  Dan

untuk bisa mengkreditkan PPh Pasal 22 tersebut, kita harus meminta Bukti Pemungutan PPh

Pasal 22 dari produsen kertas tempat kita membeli kertas tadi.

PPh Pasal 22 Baja

PPh Pasal 22 Baja adalah PPh yang dikenakan atas penjualan baja di dalam negeri

yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja (produsen

baja).

Dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 57/PJ/2010 tanggal 10 Desember 2010

dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan produsen baja dalam hal ini adalah industri baja

yang merupakan industri hulu. Jika dalam kegiatan operasionalnya industri hulu itu mengolah

atau memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara

maupun produk hilir (kegiatan produksinya integrated), maka PPh Pasal 22 harus dipungut

atas penjualan produk hulu, produk antara, dan produk hilir.

Dirjen Pajak, melalui SE-05/PJ.43/1996 tanggal 15 Januari 1996, pernah menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan produk hulu adalah produk yang dihasilkan oleh industri hulu

seperti: besi spons, slab baja, bloom, dan bilet baja.  Sedangkan yang dimaksud produk

antara adalah produk yang dihasilkan oleh industri hulu maupun industri antara seperti:

batang kawat baja (wire rod), kawat tali baja (wire rope), kawat baja (steel wire), baja

batangan (shafting bar), pelat baja canai panas gulungan/lembaran (hot rolled coil/plate),

pelat baja canai dingin gulungan/lembaran (cold rolled coil/plate), pipa las lurus, pipa las

spiral, dlsb.  Sementara yang dimaksud dengan produk hilir adalah produk yang dapat

dipakai langsung tanpa diproses lebih lanjut yang dibuat dari bahan baku produk hulu

maupun produk antara.

Subjek yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 Baja adalah produsen baja yang

termasuk dalam kelompok industri hulu.  Penunjukan sebagai pemungut ini dilakukan

melalui penerbitan Surat Keputusan Sebagai Pemungut PPh Pasal 22 oleh Kepala KPP

tempat produsen tersebut terdaftar NPWP.

Page 11: Pajak Pph Ps. 22

Subjek yang dikenakan (dipungut) PPh Pasal 22 adalah pembeli baja yang melakukan

pembelian langsung kepada produsen baja yang sudah ditunjuk menjadi pemungut PPh Pasal

22 oleh Kepala KPP.  Jadi pada saat membayar kepada produsen baja, harga yang harus

dibayar adalah harga beli, PPN dan PPh Pasal 22 Baja.

PPh Pasal 22 Baja yang harus dibayar oleh pembeli baja adalah sebesar 0,3% dari

DPP PPN (harga jual).  Jika misalnya harga jual baja yang kita beli Rp 100.000.000,- belum

termasuk PPN, maka besarnya PPh Pasal 22 Baja yang dikenakan adalah = 0,3% x Rp

100.000.000,- = Rp 300.000,-.  Tapi jika harga jual yang Rp 100.000.000,- itu sudah

termasuk PPN, maka PPh Pasal 22 Baja yang harus dibayar adalah = (Rp 100.000.000,- x 100/110) x 0,3% = Rp 272.727,27.

Sama seperti PPh Pasal 22 Kertas dan Semen yang sudah dibahas di artikel

sebelumnya, PPh Pasal 22 Baja ini juga prinsipnya bisa dikreditkan di SPT Tahunan PPh si

pembeli (pihak yang dikenakan PPh Pasal 22).  Sebab seperti dinyatakan dalam PMK Nomor

154/PMK.03/2010, PPh Pasal 22 Baja ini tidak bersifat final.  Tapi untuk bisa mengkreditkan

PPh Pasal 22 Baja, kita harus minta Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dari produsen baja

tempat kita membeli baja tersebut.

PPh Pasal 22 Otomotif

PPh Pasal 22 Otomotif adalah PPh yang dipungut terhadap penjualan kendaraan bermotor

beroda dua (2) atau lebih, di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di

bidang industri otomotif.  Melalui PER-57/PJ./2010 tanggal 10 Desember 2010, Dirjen Pajak

menegaskan bahwa yang termasuk sebagai industri otomotif tersebut adalah ATPM (agen

tunggal pemegang merek), APM (agen pemegang merek) dan importir umum kendaraan

bermotor.

Subjek Pemungut

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, industri otomotif—termasuk ATPM, APM dan

importir umum kendaraan bermotor—merupakan subjek yang wajib memungut PPh Pasal 22

atas penjualan kendaraan bermotor.

Penunjukkan sebagai pemungut PPh Pasal 22 tersebut dilakukan melalui penerbitan Surat

Keputusan Penunjukan Sebagai Pemungut PPh Pasal 22 oleh Kepala KPP tempat industri

Page 12: Pajak Pph Ps. 22

otomotif tersebut terdaftar NPWP.  Industri otomotif yang sudah mendapat SK penunjukkan

dari Kepala KPP selanjutnya wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPh Pasal 22

terhadap setiap penjualan kendaraan bermotor roda dua atau lebih yang dilakukan di dalam

negeri.

Subjek yang Dipungut

Dalam hal ini subjek yang dikenakan (dipungut) PPh Pasal 22 adalah para pembeli kendaraan

bermotor yang membeli kendaraan bermotor dari industri otomotif yang sudah ditunjuk

sebagai pemungut PPh Pasal 22 Otomotif.

Tarif dan DPP

PPh Pasal 22 Otomotif yang harus dibayar pembeli kepada pemungut PPh Pasal 22 tersebut

sebesar 0,45% dari DPP PPN (harga jual yang belum termasuk PPN). Misalkan kita membeli

mobil dari ATPM seharga Rp 250.000.000,- di mana harga jual mobil itu belum termasuk

PPN (10%) dan PPn-BM (40%).  Dengan demikian, PPh Pasal 22 yang harus yang harus kita

bayar kepada ATPM tersebut adalah = 0,45% x Rp 250.000.000,- atau sebesar Rp

1.125.000,-.

Tidak Bersifat Final

Bagi pembeli kendaraan bermotor (subjek yang dipungut), PPh Pasal 22 yang mereka

bayarkan kepada industri otomotif saat mereka membeli kendaraan tersebut merupakan uang

muka pajak (kredit PPh).  Untuk itu, mereka harus meminta Bukti Pemungutan PPh Pasal 22

dari industri otomotif yang telah memungut PPh Pasal 22 agar dapat dijadikan bukti

pengkreditan di SPT Tahunan PPh.

PPh Pasal 22 BBM

PPh Pasal 22 BBM adalah PPh yang harus dipungut oleh produsen atau importir bahan bakar

minyak, gas dan pelumas pada saat mereka melakukan penjualan bahan bakar minyak, gas

dan pelumas tersebut.

Subjek Pemungut

Berbeda dengan subjek pemungut yang sudah dijelaskan pada artikel sebelumnya, subjek

pemungut PPh Pasal 22 berlaku tanpa harus ada surat keputusan penunjukan dari Kepala

KPP.  Artinya ada SK dari Kepala KPP maupun tidak, setiap produsen maupun importir

Page 13: Pajak Pph Ps. 22

bahan bakar minyak (BBM), gas dan pelumas harus melakukan pemungutan, penyetoran dan

pelaporan PPh Pasal 22 terhadap setiap penjualan ketiga jenis produks tersebut.

Subjek yang Dipungut

Pihak atau subjek yang dikenai PPh Pasal 22 adalah pembeli yang membeli BBM, gas dan

pelumas langsung kepada produsen ataupun kepada importir.  Jika kita membeli BBM dari

agen seperti SPBU misalnya, maka kita tidak akan dipungut PPh Pasal 22 lagi oleh agen atau

SPBU tersebut.

Tarif dan DPP

Sesuai dengan PMK Nomor 154/PMK.03/2010, tarif PPh Pasal 22 untuk BBM, bahan bakar

gas (BBG) dan pelumas adalah sebagai berikut:

Sedangkan DPP-nya atau nilai yang dipakai untuk menghitung PPh Pasal 22 adalah sebesar

penjualan tidak termasuk PPN. Sayangnya dalam PMK Nomor 154/PMK.03/2010 tidak

dijelaskan apa yang termasuk dalam kelompok BBM dan apa yang dimaksud

dengan‘penjualan’ yang dijadikan sebagai DPP PPh Pasal 22.

Untuk menentukan jenis BBM yang dimaksud di PMK itu, menurut saya mungkin harus

disesuaikan dengan pemahaman umum di mana biasanya yang dimaksud dengan BBM

adalah bensin, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar.  Sedangkan

untuk pengertian nilai ‘penjualan’ yang menjadi DPP PPh Pasal 22 menurut saya Menteri

Keuangan atau Dirjen Pajak sebaiknya memberikan penegasan khusus.  Sebab seperti yang

diketahui, dalam harga seliter BBM biasanya sudah mencakup harga jual, PBBKB, PPN dlsb.

Karena harga jual BBM kan dipatok secara resmi oleh pemerintah.

Disetor Sendiri

Page 14: Pajak Pph Ps. 22

Khusus untuk pembelian BBM, BBG dan Pelumas dari PT Pertamina (Persero), biasanya kita

(pembeli) harus menyetor sendiri PPh Pasal 22 dan pajak-pajak lainnya ke bank persepsi

dengan menggunakan SSP.  Biasanya yang kita setor itu terdiri dari harga beli, PBBKB, PPN

dan PPh Pasal 22.

Setelah kita menyetorkan ke bank persepsi, SSP tadi kemudian kita bawa ke PT Pertamina

untuk ditukarkan dengan Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) yang diterbitkan oleh

PT Pertamina. Selanjutnya SPPB tadi berfungsi sebagai surat perintah kepada depo tersebut

untuk mengangkut dan mengirimkan BBM yang kita beli.

Uang Muka atau Final

Pada saat SSP kita tukarkan dengan SPPB, kita juga akan mendapat Bukti Pemungutan PPh

Pasal 22 dari PT Pertamina.  Jika kita (pembeli) bukan berstatus sebagai agen/penyalur BBM,

BBG maupun pelumas, PPh Pasal 22 itu bisa dikreditkan di SPT Tahunan PPh.  Sementara

jika kita (pembeli) berstatus sebagai agen/penyalur BBM, BBG maupun pelumas, misalnya

SPBU, maka PPh Pasal 22 tadi bersifat final dan tidak boleh dikreditkan di SPT Tahunan

PPh.

PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul

PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul adalah PPh yang dikenakan terhadap penjualan bahan-

bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan, dari pedagang

pengumpul kepada industri dan eksportir yang bergerak di sektor kehutanan, perkebunan,

pertanian dan perikanan.  Misalnya pengusaha perkebunan kelapa sawit dan produsen CPO

membeli TBS dari pedagang pengumpul atau perusahaan penghasil sarden membeli ikan

segar dari pengumpul ikan segar.

Subjek Pemungut

Subjek yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22

dalam hal ini adalah industri atau eksportir yang sudah ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal

22 oleh Kepala KPP setempat.  Penunjukkan tersebut dilakukan melalui Surat Penunjukan

Sebagai Pemungut PPh Pasal 22.

Subjek yang Dipungut

Page 15: Pajak Pph Ps. 22

Pihak yang dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 adalah pedagang pengumpul bahan-bahan

dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan.  Kita biasanya menyebut mereka

dengan istilah tengkulak.

Jadi para tengkulak inilah, orang pribadi atau badan, yang akan dikenakan pemotongan PPh

Pasal 22 manakala yang bersangkutan menjual hasil perkebunan, kehutanan, pertanian dan

perikanan, kepada industri atau eksportir yang sudah ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal

22.

Tarif PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul adalah 0,25% sedangkan DPP-nya adalah harga beli

yang belum termasuk PPN. Misalnya tengkulak menjual hasil pertanian seniali Rp

100.000.000 (nilai tidak termasuk PPN), maka PPh Pasal 22 yang harus dipotong oleh

industri/eksportir adalah 0,25% x Rp. 100.000.000 = Rp. 250.000. Dengan demikian jumlah

yang akan dibayar industri/eksportir kepada tengkulak sebesar Rp. 99.750.000.

PPh Pasal 22 Barang Mewah

Penunjukan sebagai pemungut Pph pasal 22 tersebut berlaku secara otomatis artinya

tidak membutuhkan surat keputusan khusus dari Kepala KPP setempat. Jadi setiap WP badan

yang melakukan penjualan atas pengalihan barang mewah tersebut otomatis harus memungut,

menyetor dan melaporkan Pph pasal 22 Barang mewah.

Pihak yang dikenakan PPh pasal 22 barang mewah adalah pembeli atau penerima

barang mewah tersebut. Dengan demikian, saat membayar kepada penjual barang sangat

mewah tadi, pembeli harus membayar pula PPh pasal 22 selaim PPN dan PPn-BM.

PPh pasal 22 Barang Mewah dihitung berdasarkan tarif 5% dikalikan dengan harga

jual yang belum termasuk PPN maupun PPn-BM. Jika harga jual barang sangat mewah

tersebut misalnya senilai Rp. 30 milyar, maka PPh sal 22 harus dibayar oleh pembeli kepaa

penjualnya adalah Rp.30.000.000.000,-x5%=Rp. 1.500.000.000.-.

Bagi pembeli barang sangat mewah PPh pasal 22 yang dipungut oleh penjualnya tadi,

tidak bersifat final dan dianggap sebagai kredit PPh. Untuk itu, pembeli sebaiknya meminta

Page 16: Pajak Pph Ps. 22

Bukti Pemungutan PPh pasal 22 dari penjual barang sangat mewah tersebut untuk

kepentingan pengkreditan PPh di SPT Tahunan PPh si pembeli.

Tarif dan DPP

Tarif PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul adalah 0,25% sedangkan DPP-nya adalah harga beli

yang belum termasuk PPN.  Misalnya tengkulak menjual hasil pertanian senilai Rp

100.000.000,- (nilai tidak termasuk PPN), maka PPh Pasal 22 yang harus dipotong oleh

industri/eksportir adalah 0,25% x Rp 100.000.000,- = Rp 250.000,-.  Dengan demikian

jumlah yang akan dibayar industri/eksportir kepada tengkulak sebesar Rp 99.750.000,-.

Dapat Dikreditkan

Bagi para tengkulak, PPh Pasal 22 yang sudah dipotong oleh industri/eksportir itu merupakan

uang muka PPh dan dapat dikreditkan di SPT Tahunan PPh. Oleh karena itu, para tengkulak

sebaiknya meminta Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dari industri/eksportir yang membeli

bahan-bahan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan maupun perikanan dari mereka, agar

tengkulak tadi bisa mengkreditkan PPh Pasal 22 itu di SPT Tahunan PPh mereka.

PPh Pasal 22 Farmasi

Pengenaan PPh ini mulai diberlakukan sejak tahun 2012 berdasarkan PMK Nomor

224/PMK.11/2011 tanggal 26 Desember 2012 yang mulai berlaku 60 hari setelah tanggal

diundangkan. Melalui Peraturan Menteri Keuangan tersebut, pemerintah menunjuk industri

farmasi sebagai WP pemungut PPh pasal 22.

PPh pasal 22 farmasi adalah PPh pasal 22 yang dikenakan terhadap penjualan semua

jenis obat didalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri

farmasi kepada distibutor yang melakukan pembelian atas semua jenis obat.

Subjek yang wajib melakukan pemungutan PPh Pasal 22 Farmasi adalah industri

farmasi sebagai produsen semua jenis obat. Penunjukkan sebagai pemungut PPh Pasal 22

tersebut berlaku secara otomatis artinya tidak membutuhkan surat keputusan khusus dari

kepala KPP setempat.

Page 17: Pajak Pph Ps. 22

Subjek yang dipungut dalam objek PPh pasal 22 kali ini adalah distributor yang

melakukan pembelian obat-obatan (semua jenis) produsen farmasi. Jika misalnya pembeli

melakukan pembelian obat di apotek, maka pembeli tersebut tidak akan dikenakan PPh pasal

22 Farmasi karena aoptek bukan distributor dari indsutri farmasi tersebut.

PPh Pasal 22 Farmasi yang harus dipungut oleh produsen farmasi adalah sebesar

0,3% dan DPP PPN. Sesuai dengan ketentuan di bidang PPN, yang dimaksud dengan DPP

untuk BKP seperti halnya obat adalah haga jual obat itu sendiri.

Sebagai bukti bahwa distributor (sebagai pembeli obat) sudah membayar PPh Pasal

22 Farmasi, distributor harus meminta Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dari produsen obat

(farmasi) yang memungut PPh Pasal 22 tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPh

pasal 22 Farmasi ditetapkan bersifat tidak final. Jadi Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 ini

penting terutama jika kita hendak mengkreditkannya di SPT Tahunan PPh distributor.

SOAL DEMONSTRASI

PT.Abunidal suatu badan usaha yang bergerak di bidang industri sepatu dan perlengkapan

militer serta kontraktor instalasi militer, eksportir, importir yang memiliki API. Pada awal

tahun 200X mengadakan kontrakkerja dengan Departemen Hankam untuk membuat sepatu

sebanyak 750.000 pasang dengan harga per pasang Rp. 50.000,-. Untuk memenuhi bahan

baku kulitnya, telah dilakukan pembelian impor maupun pembelian dalam negeri:

Pembelian Impor

Harga barang US$ 843.750

Asuransi 3% dari harga barang

Ongkos angkut US$ 25.312

Bea masuk 20% dari CIF

Bea masuk tambahan Rp. 27.843.750

Pungutan lain (UU Pabean) 2%

PPN Impor 10%

Kurs Kep.Menkeu per 1US$ Rp. 6.500

Kurs Bank devisa saat transaksi Rp.6.750/1 US$

Page 18: Pajak Pph Ps. 22

Pembelian Dalam Negeri

Bahan kaku kulit Rp. 1.026.562.500

Bahan pewarna Rp. 74.614.500

Ongkos angkut Rp. 25.664.061

Premi asuransi 2%dari harga barang

PPN 10%

Untuk keperluan angkutan barangnya pada tahun yang sama PT.Abunidal membeli 2 buah

truk seharga Rp. 150.000.000/buah. Selain itu dibeli pula kertas untuk bahan pembungkus

seharga Rp. 55.600.000 sedangkan untuk bahan bangunan instalasi militer dibeli besi beton

seharga Rp. 175.000.000 dan semen Rp. 50.000.000

Dalam kaitannya dengan soal ditas :

a. Siapa pemungut PPh Pasal 22

b. Siapa WP PPh psal 22

c. Hitung DPP PPh pasal 22 impor

d. Hitung DPP PPh Pasal 22 lokal

e. Hitung pula PPh pasal 22 yang merupakan kredit pajak bagi PT.Abunidal

Jawaban soal demonstrasi

a. Pemungut PPh pasal 22:

Dirjen Bea Cukai dan Bank Devisa atas impor

Bendaharawan Dep. Hakam atas kontrak dengan Dep. Hankam

Industri otomotif atas pembelian truk

Industri kertas atas pembelian kertas pembungkus

Industri baja atas pembeian besi beton

Industri semen atas pembelian semen

b. Wajib Pajak PPh Pasal 22 : Pt. Abunidak sebagai importir, rekanan pemerintah dan konsumen tertentu

c. DPP PPh pasal 22 impor

Page 19: Pajak Pph Ps. 22

Cost US$ 843.750.00

Insurance US$ 25.312.50

Freight US$ 25.312.00

US$ 894.374.50

CIF=US$ 894.3745 X Rp. 6.500/1US$ Rp 5.813.434.250.00

Bea masuk 20% x Rp. 5.813.434.250.00 Rp 1.162.686.850.00

Bea masuk tambahan Rp 27.843.750.00

Pungutan lain 2% x Rp. 5.813.434.250.00 Rp 116.268.685.00

Nilai impor Rp 7.120.233.535.00

d. DPP PPh Pasal 22 lokal

Industri otomotif

(2 buah x Rp. 150.000/buah) Rp 300.000.000.00

Industri kertas Rp 55.600.000.00

Industri baja Rp 175.000.000.00

Indsutri semen Rp 50.000.000.00

Bendaharawan Dept. Hankam

(750.000 x Rp. 50.000) Rp 37.500.000.000.00

e. PPh pasal 22

impor 2,5% x Rp. 7.120.233.535.00 = Rp 178.005.883.50

industri otomotif 0,45% x Rp. 300.000.000.00 = Rp 1.350.000.00

industri kertas 0,10% x Rp. 55.600.000.00 = Rp 55.600.00

industri baja 0,30% x Rp. 175.000.000.00 = Rp 525.000.00

industri semen 0,25% x Rp. 50.000.000.00 = Rp 125.000.00

Dept. Hankam 1,5% x Rp. 37.500.000.00 = Rp 562.500.000.00