Upload
abigail-wahyu-ardiyanti
View
236
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
stemi
Citation preview
Infark Miokard dengan Elevasi ST
Wahyu Ardiyanti
102011172
F3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
(021) 5694-2061
Email: [email protected]
Pendahuluan
Sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem yang secara umum berperan
mengedarkan darah ke seluruh tubuh, sekaligus membawa oksigen dan zat gizi ke semua
jaringan tubuh serta mengangkut semua zat buangan. Sistem ini melibatkan jantung,
pembuluh darah dan darah. Jantung adalah organ berongga dan berotot yang memompa
semua darah, sebanyak lebih kurang lima liter ke seluruh tubuh sekitar satu putaran per menit
atau lebih cepat di saat berolahraga. Darah mengalir melalui jaringan pembuluh yang
mencapai semua bagian tubuh. Arteri membawa darah dari jantung ke pembuluh-pembuluh
yang lebih kecil, lalu ke kapiler-kapiler, dan kemudian berbalik memasuki jaringan vena,
yang membawa darah kembali ke jantung. Karena itu, jantung perlu dijaga agar dapat
menjalankan fungsinya dengan baik serta kita harus mengenal lebih dalam tentang penyakit
jantung, baik itu penyakit jantung yang ada sejak lahir maupun yang didapat.
1
Infark Miokard dengan Elevasi ST
Anamnesis
Anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien guna untuk mendiagnosa
penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam yaitu alo anamnesis dan auto anamnesis.
Auto anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien sendiri guna mendapatkan
informasi tentang penyakit pasien. Alo anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dengan
keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena pasien tidak bisa ditanyai seputar penyakitnya
karena berbagai alasan. Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah berupa auto
anamnesis karena pasien yang dapat menjawab seputar penyakit yang ia derita.
Perlu ditanyakan pertama kali yaitu identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin).
Lalu ditanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, catat riwayat yang berkaitan
termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko. Riwayat keluarga dan riwayat ekonomi-
sosial yang berkaitan dengan keluhan utama. Riwayat Penyakit Dahulu, pengobatan yang
dijalani sekarang, alergi obat. Juga tanyakan tentang pemeliharaan kesehatan pasien.
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara
cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri
dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau
bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-
faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes melitus,dislipidemia, merokok, stress, serta
riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus terdapat pencetus
sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau
bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan
pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.1
Pada pasien wanita berumur 50 tahun dengan keluhan nyeri pada dada kiri
menjalar ke lengan kiri yang muncul tiba-tiba 3 jam yang lalu, nyeri sedikit berkurang saat
beristirahat namun terus menerus muncul kembali dan semakin memberat. Sebelumnya
pasien juga pernah merasakan nyeri dada kiri namun tidak terlalu sakit dan hanya sekitar 5
menit saja. Pasien tidak demam dan tidak batuk.1
Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan
2
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan atau hipotensi) dan
hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia
dan atau hipotensi).1
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi apartus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 oC
dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.2
Pada fase awal serangan jantung pasien amat stress dan dapat berkeringat dingin.
Keadaan umum penderita membaik bila rasa sakit sudah dikendalikan dan sering sekali
dalam beberapa jam penderita terlihat baik. Volume dan laju denyut nadi bisa normal, tapi
pada kasus berat nadi kecil dan cepat. Aritmia dan bradikardia juga sering dijumpai. Tekanan
darah biasanya menurun selama beberapa jam atau hari dan pelan-pelan kembali ke keadaan
normal dalam dua atau tiga minggu, tetapi juga dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat
atau renjatan kardiogenik. Kadang-kadang bisa juga terjadi hipertensi transien karena sakit
dada yang hebat.2
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis biasanya normal atau
sedikit meningkat, dan dapat juga meingkat sekali pada infark ventrikel kanan. Pulsasi apeks
sulit diraba dan bunyi jantung pertama dan kedua lemah. Bunyi jantung ke empat dapat
terdengar pada kebanyakan kasus sedangkan bunyi jantung ketiga dapat ditemui bila terjadi
gagal jantung. Sering terdengar bising pansistolik diapeks yang disebabkan oleh regurgitasi
melalui katup mitral, akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena dilatasi
ventrikel kiri.2
Bising sistolik yang kasar disebabkan oleh ruptur septum interventrikuler
terdengar di linea sternalis kiri, dan bila di apeks disebabkan oleh ruptur muskulus papiaris.
Gesek perikard yang transien timbul pada ±20% pasien, biasanya pada hari ke 2 atau ke 3.
Krepitasi juga sering terdengar, dan bila krepitasinya luas ditemui pada edema paru.
Kebanyakan gejala fisik yang abnormal di atas akan menghilang dalam waktu beberapa hari
setelah serangan infark akut, kecuali pada penderita yang kerusakannya luas. Demam jarang
melebihi 38oC, biasanya terjadi dalam 24 jam pertama dan menghilang dalam waktu beberapa
hari.2
Volume dan laju denyut nadi bisa normal, tetapi pada kasus berat nadi menjadi
kecil dan cepat. Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan
3
melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat. Aritmia dan bradikardia juga sering
dijumpai. Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok
jantung sebagai komplikasi dari infark. Tekanan darah biasanya menurun selama beberapa
jam atau hari dan pelan-pelan kembali ke keadaan normal dalam dua atau tiga minggu, tetapi
dapat menurun sampai terjadi hipotensi berat atau syok kardiogenik. Jika terjadi hipotensi
maka hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel
kanan, atau tanda dari syok kardiogenik. Kadang-kadang bisa juga terjadi hipertensi transien
karena sakit dada yang hebat. Peningkatan Tekanan darah moderat ini merupakan akibat dari
pelepasan kotekolamin.2
Sering terdengar bising pansistolik (murmur midsistolik atau late sistolik apical)
yang bersifat sementara di apeks yang disebabkan regurgitasi melalui katup mitral (disfungsi
aparatus katup mitral) akibat disfungsi muskulus papilaris atau sekunder karena hipertrofi
ventrikel kiri. Bising sistolik yang kasar disebabkan oleh rupture septum interventrikular
terdengar di linea sternalis kiri dan bila di apeks disebabkan oleh rupture muskulus papilaris.
Gesekan pericardial (pericardial friction rub) yang transien timbul pada 20% pasien, biasanya
pada hari ke dua atau ke tiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari
sindrom Dressler. Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat
gambaran edema paru pada radiografi. Krepitasi juga sering terdengar dan bila krepitasinya
luas ditemui pada edema paru. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi
infark luas, biasanya anterior. Kebanyakan gejala fisik yang abnormal di atas akan
menghilang dalam waktu beberapa hari setelah serangan infark akut kecuali pada penderita
yang kerusakannya luas.2
Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam
menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen
ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakuan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan
EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
4
perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan
harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.3
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi
ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya
istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau
hilangnya gelombang R dan infark iokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan
perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada
korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga
terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/transmural.3
Gambaran khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan
inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari perubahan EKG ini belum
diketahui, diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang mati, kelainan
segmen ST disebabkan oleh injuri otot dan kelainan gelombang T karena iskemia.3
Gambar 1. Perbedaan EKG Normal dengan STEMI4
Gambar EKG yang abnormal pada infark miokard akut selalu transien dan
berevolusi, karena itu diagnosis EKG dari infark tergantung pada observasi saat-saat
perubahan dengan waktu. Gambaran yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar,
elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Walaupun mekanisme pasti dari perubahan
EKG ini belum diketahui, diduga perubahan gelombang Q disebabkan oleh jaringan yang
5
mati, kelainan segmen ST karena injuri otot dan kelainan kelainan gelombang T karena
iskemia.3
Sandapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi. Infark
anteroseptal menimbulkan perubahan pada sandapan V1-V3. Infark anterolateral
menimbulkan perubahan pada sandapan V4-V6, sandapan I dan AVL. Infark anterior pada
sandapan V1-V4 atau bahkan sampai V6, sandapan I dan AVL. Infark anterior bila ada
perubahan di sandapan II, III, dan AVF. Infark posterior tidak menimbulkan gelombang Q
pada 12 sandapan standard. Walaupun demikian, hilangnya aktivitas listrik dari bagian
posterior ventrikel kiri menyebabkan gambaran gelombang R yang tinggi di V1 dan juga
terdapat gelombang Q di sandapan V7-V9. Infark ventrikel kanan yang hampir selalu
bersamaan dengan infark inferior menimbulkan elevasi segmen ST yang transien di V4
kanan (V4R).3
b. Laboratorium
Leukosit sedikit meningkat 12.000-15.000/µL, demikian pula laju endap darah
(LED), hal ini merupakan reaksi terhadap nekrosis miokard. Beberapa enzim yang
terdapat dalam konsentrasi tinggi di otot jantung akan dilepas dengan nekrosis miokard,
karena itu aktivitasnya dalam serum meningkat dan menurun kembali setelah infark
miokard. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac
spesific troponin (cTn)T atau (cTn)I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena
pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST
dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada
pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal
menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).2
1. CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
2. cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
3. Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8
jam.
4. Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
6
5. Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
6. Serum glutamic oxalo-acetic transaminase (SGOT) :
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal. Dilepaskan oleh sel otot
miokard yang rusak atau mati. Sesudah infark, SGOT meningkat dalam waktu 12 jam
dan mencapai puncaknya dalam 24 sampai 36 jam dan kembali normal pada hari ke 3
sampai hari ke 5.
7. Protein C-reaktif (CRP) : Penanda biokimiawi pada cedera miokardium.
Flipped LDH 1 ≥ LDH 2 biasanya terdapat infark miokard. Bisa terjadi infark
miokard kecil jika isoenzim dapat naik walaupun enzim total normal. Bila terjadi infark
miokard besar biasanya CKMB >8x dan SGOT >5x. CKMB meningkat atau flipped LDH
positif belum menjamin infark miokard, CKMB meningkat dan flipped LDH positif sudah
pasti infark miokard.2
Diagnosis
Differential diagnosis
1. IMA tanpa elevasi ST (NSTEMI)
Gejala klinis yang mungkin muncul pada kasus infark miokard akut adalah
nyeri dada substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas,
perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan,
menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan
gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru
angina berat atau terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang
memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak didada
iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu,
mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.2
2. Unstable Angina Pectoris (UAP)
Angina pektoris, gejala dari nyeri dada atau tekanan yang terjadi saat jantung tidak
menerima cukup darah dan oksigen untuk memenuhi kebutuhannya. Angina Non stabil
(angina prainfark, angina kresendo) hasil dari pecahnya plak secara tiba-tiba, yang
menyebabkan akumulasi cepat trombosit di situs pecah dan peningkatan mendadak
dalam obstruksi aliran darah di arteri koroner. Akibatnya, gejala angina tidak stabil
terjadi tiba-tiba, sering kali dalam cara yang tak terduga atau tidak terduga. Gejala-gejala
7
mungkin baru, lama, lebih berat, atau terjadi dengan tenaga sedikit atau tidak ada.
Angina tidak stabil juga mungkin kurang responsif terhadap obat nitrogliserin dari
angina stabil. Frekwensi, intensitas, dan durasi serangan angina meningkat secara
progresif. Dan ditemukan ST-segmen depresi atau elevasi pada EKG dapat terjadi.2
3. Angina Pektoris Stabil
Angina stabil atau disebut juga angina klasik, terjadi sewaktu arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas fisik
seperti berolahraga atau naik tangga. Pajanan dingin terutama apabila disertai dengan
kerja dapat meningkatkan kebutuhan metabolik jantung dan merupakan stimulan kuat
untuk terjadinya angina klasik. Stres mental, termasuk stres yang terjadi akibat rasa marah
serta tugas mental berhitung dapat mencetuskan angina klasik. Nyeri pada angina jenis ini
biasanya menghilang apabila individu bersangkutan menghentikan aktivitasnya.3
Working diagnosis
IMA dengan elevasi ST (STEMI)
Infark miokard dengan elevasi gelombang ST biasanya diketahui dengan beberapa
tanda dan gejala yang diketahui dari beberapa pemeriksaan, pertama pada anamnesis
biasanya diketahui adanya keluhan nyeri dada, yang hampir setengah kasus terjadi akibat
aktivitas fisik berat, stress emosi, penyakit medis atau bedah. Dirasakan pada saat pagi hari
dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada merupakan petanda awal dalam
kelainan utama ini.2
Etiologi
Infark Miokard Akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang
berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark)
miokard. Iskemia sendiri merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard
akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan miokard yang menyebabkan
hipoksia miokard.2,3
Penyakit Jantung Koroner terjadi akibat penyumbatan sebagian atau total, satu
atau lebih pembuluh darah koroner. Akibat adanya penyumbatan ini, terjadi gangguan
8
pasokan suplai energi kimiawi ke otot jantung (miokard), sehingga terjadilah gangguan
keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan.2,3
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung
dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.2,3
Tabel 1. Lokasi Infark Miokard Berdasarkan Perubahan Gambaran EKG4
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.
Epidemiologi
Infark miokard merupakan salah satu diagnosa yang paling umum pada pasien
yang dirawat di rumah sakit di negara- negara barat. Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,5
juta infark miokard terjadi setiap tahunnya. Mortalitas karena infark akut kurang lebih 30
persen, dengan lebih separuh dari kematian terjadi sebelum pasien / penderita masuk rumah
sakit. Meskipun harapan hidup sesudah perawatan di rumah sakit telah meningkat selama
dua dekade terakhir, tambahan 5 – 10 persen pasien yang selamat meninggal pada tahun
9
pertama sesudah infark miokard dan jumlah infark miokard setiap tahun di Amerika Serikat
sebagian besar tetap tidak berubah sejak awal tahun 1970-an. Resiko mortalitas berlebihan
dan infark miokard non fatal rekuren menetap pada pasien yang sembuh.2
Faktor Resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena
AMI, yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa
dimodifikasi.2,5
1. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu
maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:2,5
Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan
tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung,
dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau
lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali dibanding yang tidak
merokok.2,5
Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga
moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi
platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya
masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan
peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas
cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.2,5
Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan
penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan
penyakit koroner aterosklerotik.2,5
Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak
langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu
hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang
pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.2,5
10
Obesitas dan dislipidemia
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas
yang rendah.2,5
Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung
koroner, yaitu sebesar 20-40 %.2,5
Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4
lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya
abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan
trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan
trombogenesis).2,5
2. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnnya setelah menopause).2,5
Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih
besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn
yang bersifat protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK
meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah
masa menopause.2,5
Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun
merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK
keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat
bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK
pada keluarga dekat.2,5
RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada
RAS apro-karibia.2,5
11
Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan
bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air,
merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.2,5
Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila
hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK.
Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.2,5
Kelas social
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara
dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk
mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-
manual.2,5
Infark Miokard Akut dengan elevasi gelombang ST (STEMI) pada pemeriksaan
Ekokardiografi umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner
berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu, STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid.2,5
Patogenesis
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterisklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, di
mana injuri ini dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi
lipid.2,3,6
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama
yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel.
Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang
terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner/coronary artery disease (CAD).
12
Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun
di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada jantung).
Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan
plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total
maupun sebagian pada arteri koroner.2,3,6
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai
bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot
jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai
mati. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner sehingga
di mana STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.2,3,6
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 merupakan vasokonstriktor lokal poten. Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoproein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor memiliki affinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut
seperti factor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul
multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara stimultan, menghasilkan ikatan
silang platelet dan agregasi.2,3,6
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Factor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin
yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat
kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.
Pada sedikit kasus, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan
oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.2,3,6
13
Gambar 2. Penggambaran Infark Miokard4
14
Interaksi lipid core
formasi trombus platelet rich
agregasi platelet, vasokontriksi, pembentukan trombus
Trombosit tidak akan melekat pada endotel yang intake
Kolagen sebagai agonis trombosit berada pada plaque dan subendotel(Von Willebrand) Trombosit yang tidak aktif melekat pada endotel
Proses awal dalam formasi trombus yang dipacu oleh von willebrand pada glikoprotein I B trombosit.
Adesi trombosit akan diikuti aktivasi trombosit.
Pemacu aktavasi trombosit, vasokontriksi, dan proliferasi neointimal ADP, seretonin dan TX A2
ADP berada pada granul intraselular dilepas pada waktu trombosit distimulasi oleh molekul adesi.
ADP merangsang aktivitas ikatan fibrinogen-GP IIb/IIIa.
Agregasi trombosit dan Aktivasi trombin oleh agonis
Mengubah GP IIb/IIIa menjadi mampu berinteraksi dengan protein adesif plasma (fibrinogen dan von willebrand)
Aktivasi trombosit baru dan Trombus membesar
Lumen pembuluh darah tertutup.
Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai
darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri.
Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior dan arteri
sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior
dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum
intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior.2,3,6
Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding
lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding
15
posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior. Selanjutnya arteri koroner kanan
berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior
jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA,
nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan
diafragmatik ventrikel kiri.2,3,6
Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan
disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa
disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung
yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial.
Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya
mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial.2,3,6
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis
akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah
infark). Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai
berikut:
Daya kontraksi menurun
Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat
yang lain melakukan kontraksi)
Perubahan daya kembang dinding ventrikel
Penurunan volume sekuncup.
Penurunan fraksi ejeksi
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa faktor dibawah ini:
Ukuran infark : jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik
Lokasi Infark : dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar
dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior.
Sirkulasi kolateral berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan
hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium.
Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi minimal.
Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi
perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak
berfungsi dengan baik.
16
17
nyeri arterosklerosis
↑ aktivitas simpatik
↑ cardiac work↓cardiac efisiency
Iskemi Miokardial
disritmia ↓ ATP↓ ion pump
↑ Ca2+Aktivasi protease
Kerusakan Membran
Aktivasi reseptor TNF α
ICE-related protease activation
Inaktivasi PARPFragmentasi DNA
nekrosis apoptosis
nekrosis
Gejala Klinis
Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan menetap (lebih dari 30
menit), tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin sering
disertai nausea, berkeringat, dan sangat menakutkan pasien. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan muka pucat, takikardi, dan bunyi jantung III (bila disertai gagal jantung
kongestif). Distensi vena jugularis umumnya terdapat pada infark ventrikel kanan.(Guyton,
2006)
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,
tetapi bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan dan pada satu
atau kedua tangan. Biasanya digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit, diremas-remas,
18
rasa berat atau panas, kadang-kadang penderita melukiskannya hanya sebagai rasa tidak enak
di dada. Walaupun sifatnya dapat ringan sekali, tetapi rasa sakit itu biasanya berlangsung
lebih dari setengah jam dan jarang sekali ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrat.2
Nyeri dada tipikal angina merupakan gejala cardinal pasien infark mikard akut,
sehingga harus bisa membedakan nyeri dada angina dengan nyeri dada lainnya.2
Sifat nyeri dada angina antara lain:2
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
Penjalaran : biasanya ke lengan kiri dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung, interskapula, perut, dapat juga lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
Factor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai : mual muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan
lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume
dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.2,7
Pada beberapa penderita, sakit tertutupi oleh gejala lain misalnya sesak nafas atau
sinkop. Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada infark
yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang
bermakna.2,7
Biasanya penderita juga disertai gejala mual dan muntah. Hal ini disebabkan karena
peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada
infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
Termasuk gejala adanya palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala
akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas).7
Kadang-kadang rasa sakit tidak jelas karena terjadinya infark waktu sedang
dianestesi atau waktu terjadinya sumbatan pembuluh darah otak. Jarang adanya infark betul-
betul tanpa rasa sakit. Bila sakit dada sudah dapat dikontrol, pasien dapat tanpa keluhan sama
19
sekali sampai pemulihan, tetapi pada sejumlah penderita dapat timbul berbagai penyulit.
Berbagai penyulit yang terpenting adalah aritmia, renjatan kardiogenik dan gagal jantung.2,7
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik
abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung
tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara
jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.7
Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan
jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan
mencegah komplikasi lebih lanjut.2
Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan IMA:
Istirahat Total
Pasien dalam kondisi bedrest dalam 12 jam pertama untuk menurunkan kerja
jantung sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung
berarti memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri.2
Oksigen
Berikan oksigen bila saturasi oksigen arteri kurang dari 90% meskipun kadar oksigen
darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan
beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 4-6 L /menit melalu binasal kanul selama 6
jam pertama.2,8
Nitroglycerin
Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki
aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan
amna dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, nitrogliserin dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin intravena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindari
pada pasien dengan tekanan darah sistolik dibawah 90 mmHg atau pasien yang curiga
20
menderita infark ventrikel kanan dengan cirri infark inferior pada EKG, JVP meningkat,
paru bersih dan hipotensi. Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan
phosphodiesterase-5inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu
efek hipotensi nitrat.2,8
EKG
Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam
jam-jam pertama pasca serangan.2
Infus
Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberain obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Diberikan infuse Dextrose 5% untuk persiapan pemberian obat intravena. Pada
awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani
jantung.2
Analgesik Kuat Morphin
Morphin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam
tatalaksana nyeri pada STEMI. Morphin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang
dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Morphin memiliki efek samping
mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tidak boleh digunakan pada pasien dengan
riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin 25-50 mg
intramuscular.2,8
Obat Antiplatelet
Obat-obatan ini berguna dalam menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang
tidak diinginkan. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg.
selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-160 mg. Sedangkan bagi pasien yang
elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel dengan dosis loading 300 mg
dilanjutkan 75 mg/hari.2,8
Beta Blocker
21
Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi
nyeri dada atau ketidaknyamanan bila pemberian morfin tidak berhasil dan juga mencegah
serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-
cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol). Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg intravena setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekunsi
jantung lebih dari 60 menit, tekanan darah sistolik lebih dari 100 mmHg, interval PR lebih
dari 0,24 detik dan ronkhi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV
terakhir, dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam
dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.2,8
Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
ACE Inhibitors dapat diberikan 24-48 jam setelah infark miokard. Obat-obatan ini
menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat
digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung. ACE inhibitor menurunkan
kematian, terjadinya gagal jantung, dan menurunkan perubahan ventrikel setelah IMA.
Pada pasien hemodinamik stabil utamanya pada pasien dengan riwayat IMA, DM,
hipertensi, infark anterior (ditunjukkan oleh EKG), dan/tidak adanya disfungsi ventrikel
kiri. Misalnya captropil.2,8
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi
dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien infark miokard menjadi pump
failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. Sasaran reperfusi pada pasien infark
miokard adalah door to needle atau medical contact to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon atau medical contact to
balloon time untuk Percutaneous Coronary Intervention (PCI).2
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi :
o Waktu onset gejala
o Resiko infark miokard
o Resiko pendarahan
o Waktu yang dibutuhkan untuk transport ke laboratorium PCI
Fibrinolisis
22
Obat-obatan ini ditujukan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri
koroner sehingga memperbaiki kembali aliran darah pembuluh darah koroner, sehingga
referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Jika tidak ada kontraindikasi,
terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk ( doo to needle tima <
30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat
beberapa macam obat fibronolitik antara lain : 2,8
o Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan oleh
streptokinase tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya dalam karena terbentuknya
antibody. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang
murah dan insidens pendarahan intracranial yang rendah. Diberikan dengan dosis 1,5
juta unit lebih dari 30-60 menit.2
o Tissue Plasminogen Activator (t-PA, Altepase)
Menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat
tPA dibanding streptokinase. Namun tPa harganya lebih mahal daripada
streptokinase dan resiko pendarahan intracranial sedikit lebih tinggi. Dosis yang
diberikan 15 mg secara bolus, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (max 50 mg) lebih
dari 30 menit, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB (max 35 mg) lebih dari 1 jam.2
o Reteplase (r-PA, Retavase)
Menunjukan efikasi dan keamanan sebanding dengan streptokinase dan tPA, dengan
dosis bolus lebih mudah 10 unit dia kali dengan interval 30 menit karena waktu
paruh yang lebih panjang.2
o Tenekteplase (TNK-PA)
Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi
terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1) dan memiliki komplikasi
pendarahan yang sebanding dengan tPA.2
Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang
selanjutnya melisiskan thrombus fibrin.2
Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang dilibatkan
digambarkan dengan skala kualititatif sederhana disebut thrombolysis in myocardial
infarction (TIMI) grading system :
o Grade 0 : menunjukkan oklusi total pada arteri yang terkena infark.
23
o Grade 1 : menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi
tetapi tanpa perfusi vaskuler distal.
o Grade 2 : menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal
tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
o Grade 3 : menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan
aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada
arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi
luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas
jangka pendek dan jangka panjang.2
Terapi fibrinolitik dapat menurunkan resika relative kematian di rumah sakit
sampai 50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala infark miokard dan manfaat ini
dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapatkan
terapi dalam 1-3 jam onset gejala akan mendapatkan manfaat yang terbaik. Terapi masih
bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset gejala infark dan beberapa manfaat
tampaknya masih ada sampai 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST
masih tetap elevasi pada sadapan EKG yang beluim menunjukkan gelombang q patologis.
Jika dibandingkan PCI pada infark miokard, fibrinolisis secara umum merupakan strategi
reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala.2
Indikasi terapi fibrinolitik: 2
o Klas I
a. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinoliik harus dilakukan pada pasien infark
miokard dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan elevasi ST lebih dari 0,1 mV
pada sekurang-kurangnya 2 sadapan ekstremitas.
b. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada infark
miokard dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan LBBB baru.
o Klas II
a. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada infark miokard dengan onset gejala kurang dari 12 jam dan EKG 12 sadapan
konsisten dengen infark miokard posterior.
b. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik
pada pasien dengan gejala infark miokard mulai kurang dari 12 jam sampai 24
jam yang mengalami gejala iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST elevasi
24
0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau
sekurang-kurangnya 2 sadapan ekstremitas.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik: 2
o Kontraindikasi absolute
a. Setiap riwayat perdarahan cerebral
b. Terdapat lesi vascular cerebral structural (malformasi AV)
c. Terdapat neoplasma intracranial ganas
d. Stroke iskemik dalam 3 bulan terakhir kecuali stroke iskemik akut dalam 3 jam
e. Dicurigai diseksi aorta
f. Pendarahan aktif atau diathesis berdarah
g. Trauma fascial atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan terakhir.
o Kontraindikasi relative
a. Riwayat hipertensi kronik berat tak terkendali.
b. Hipertensi berat tidak terkendali saat masuk (tekanan darah lebih dari 180/100
mmHg)
c. Riwayat stoke iskemik sebelumnya lebih dari 3 bulan, demensia atau diketahui
patologi intracranial yang tidak termasuk kontraindikasi.
d. Resusitasi jantung paru traumatic atau lama lebih dari 10 menit atau operasi besar
kurang dari 3 minggu terakhir.
e. Pendarahan internal baru dalam 2-4 minggu terakhir.
f. Fungsi vascular yang tidak terkompresi.
g. Kehamilan
h. Ulkus peptikum aktif
Obat antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah
pada arteri. Beberapa hari setelah serangan infark miokard, terdapat peningkatan resiko
untuk terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah.
Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri
koroner yang terkait infark. Tujuan sekundr adalah menurunkan tendensi pasien menjadi
infark.2
25
Heparin dan Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin (intravena)
diberikan segera setelah trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang
berhubungan dengan infark.2
Obat antikoagulan standar yang digunakan untuk praktek klinis adalah
unfractionated heparin (UFH). Pemberian UFH secara IV sebagai tambahan terapi
regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relative, membantu trombolisis dan
memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang
direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan infuse inisial 12
U/kg per jam (maksimum 1000 U/jam). Activated partial thromboplastine time selama
terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan relative pada pasien infark
miokard adalah low molecular weight heparin (LMWH).2
Sedative
Pasien memerlukan sedative selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas
dengan penenang. Seperti diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg atau lorazepam 0,5-2 mg
diberikan 3-4 kali sehari. Bila pasien insomnia dapat ditambahkan flurazepam 15-30 mg.2,8
Diet
Penderita dipuasakan atau hanya minum cair 8 jam pertama serangan kemudian diberikan
makanan lunak dengan komposisi mencakup lemak kurang dari 30% kalori total dan
kandungan kolesterol kurang dari 300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan
yang kaya akan serat kalium, magnesium dan rendah natrium.2
Pencahar
Penggunaan pencahar secara teratur seperti dioctyl sodium sulfosuksinat 200mg/hari agar
tidak mengejan.
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung, maka dapat
dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
a. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya
dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian
balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya
bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah.
26
Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang
tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi obat-
obatan yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.8
b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian
tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri
koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang
menuju sel-sel otot jantung.8
3.12. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi setelah IMA meliputi :
Disfungsi ventricular
Setelah infark, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark. Proses ini disebut remodeling
ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
da;am hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark,ventrikel kiri
mengalami dilatasi. Secara kaut hasil ini berasal dari ekspansi infark antara lain
slippage serat otot, disrupsi sel miokard normal dan hilangnya jaringan dalam zona
nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen non infark mengakibatkan
penipisan yang disproposiaonal dan elongasi zona infark. Dengan dilatasi terbesar
pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik
yang nyata sehingga sering terjadi gagal jantung.2
Gagal jantung.
Jika daerah otot jantung yang rusak meluas, kemampuan jantung untuk
memompa akan menurun. Darah hanya sedikit yang akan terpompa ke tubuh,
khususnya ketika darah yang dibutuhkan lebih banyak ketika melakukan aktivitas fisik.
Gejala seperti napas pendek, mudah lelah, dan edema paru dapat ditemukan. Gagal
jantung yang ringan dapat diatasi dengan pengobatan. Gagal jantung yang berat dapat
mengancam hidup.2
Beberapa derajat kelainan sesaat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih dari
separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum adalah ronki
paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat pada foto thoraks
dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis
merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa
27
temua ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel dan / atau
penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena
mengurangi kongesti paru-paru dengan adanya gagal jantung sistolik dan / diastolik.2
Syok kardiogenik
Biasa syok kardiogenik terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang
menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.2
Infark ventrikel kanan
Pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurang-kurangnya nekrosis
ventrikel kanan derajat ringan. Inferk ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda
gagal ventrikel kanan yang berat sperti distensi vena jugularis, tanda kussmaul,
hepatomegali dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST pada sadapan EKG
kanan terutama sadapan V4R sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark
ventrikel kanan.2
Aritmia pasca infark
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidak seimbangan system saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemia dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.2
Sistole prematur ventrikel / ekstrasistole ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua pasien
dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Sementara dulu, ekstrasistole ventrikel
distolik yang sering, multifokal atau dini secara rutin diobati, terapi farmakologik
sekarang disediakan untuk pasien dengan aritmia ventrikel yang lama atau simptomatik.
Terapi antiaritmia profilaktik dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara
klinis, dikontra indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan
mortalitas selanjutnya.2
Fibrilasi atrium
Aritmia supraventrikular
Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika hal ini terjadi
sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati pertama. Namun, jika
takikardi sinus tampaknya disebabkan oleh stimulasi simpatik berlebihan, seperti yang
terlihat sebagai bagian dari status hiperdinamik, pengobatan dengan penghambat beta
yang relatif kerja singkat seperti propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan.2
Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Dapat terjadi dalam 24 jam pertama tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya.2
Asistole ventrikel
28
Bradikardia dan blok
Rupture muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding ventrikel.
Perikarditis
IMA yang kambuh kembali
Dapat terjadi di waktu yang akan datang. Hal ini terjadi jika arteri koroner dipengaruhi
oleh ateroma atau membentuk ateroma. Jika resiko dicurigai tinggi,disarankan
pembedahan melalui bypass atau pelebaran arteri koroner yang menyempit.
3.13. Prognosis
Prognosis lebih buruk pada wanita, bertambahnya usia, meningkatkan disfungsi
ventrikel, disritmia ventrikel dan infark berulang. Indikator lain dari prognosis yang lebih
buruk adalah keterlambatan dalam reperfusi atau reperfusi berhasil, remodelling LV, infark
anterior, jumlah lead menunjukkan elevasi ST, blok cabang berkas dan tekanan darah sistolik
kurang dari 100 mm dengan takikardia lebih besar dari 100 per menit.2
Prognosis yang lebih baik berhubungan dengan reperfusi awal, infark dinding
inferior, pengobatan jangka pendek dan jangka panjang dengan beta-blocker, aspirin, statin
dan ACE inhibitor. Lanjut Usia pasien dengan MI akut pada peningkatan risiko komplikasi
dan harus ditangani secara agresif.2
Tabel 2. Klasifikasi Prognosis Menurut Killip pada Infark Miokard2
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II Gagal jantung + S3 + ronkhi basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
Kesimpulan
Ibu umur 50 tahun dengan keluhan nyeri pada dada kiri menjalar ke lengan kiri yang muncul
tiba-tiba 3jam yang lalu, nyeri sedikit berkurang saat istirahat namun terus menerus muncul
kembali dan semakin memberat ini mengalami Infark Miokard dengan elevasi ST.
Daftar Pustaka
29
1. Andra. Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?. Majalah
Farmacia Edisi Agustus 2006.h.54.
2. Sudoyo W, Alwi I,,Setiyohadi B, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jilid
3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.h.1615-25
3. Rilantono L.I, Baraas F, Karo S.K, et al. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.h.173-80
4. Infark Miokard. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf, 29 Mei 2012.
5. Yanti, Suharyo Hadisaputra, Tony Suhartono. 2005. Journal Risk Factors Coronary Heart
Disease in Type 2 Diabetes Mellitus Patient. Available from: http://www.undip.ac.id, 10
Mei 2010.
6. Price, Sylvia Anderson, Lorraine Wilson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.p.517-688
7. Wang K, Asinger RW, Marriott H.J.L. ST-Segment Elevation in Conditions Other Than
Acute Myocardial Infarction. New England Medical Journal. 2003.h.40
8. Thomash. Lee, M.D., Andleegoldman, M.D., M.P.H. Evaluation of The Patient with Acute
Chest Pain. New England Medical Journal. 2000.h.90
30