79
Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan ( Tenurial Reform) di Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (DRAFT) Catatan-catatan Terhadap Nota Kepakatan Bersama Tentang Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Sektor Kehutanan Penulis Mumu Muhajir, Dian Yanuardi, Dimas Novian, Abimanyu Gemma, Fandi, Grahat Nagara

Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

  • Upload
    haminh

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan

Kehutanan (Tenurial Reform) di Tangan

Komisi Pemberantasan Korupsi (DRAFT) Catatan-catatan Terhadap Nota Kepakatan Bersama Tentang Gerakan Nasional Penyelamatan

Sumber Daya Alam Sektor Kehutanan

Penulis

Mumu Muhajir, Dian Yanuardi, Dimas Novian, Abimanyu Gemma, Fandi, Grahat Nagara

Page 2: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Daftar Isi

Page 3: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Pendahuluan

Luasan kawasan hutan di Indonesia sekarang ini diperkirakan mencapai sekitar 128 juta hektare

atau setara dengan 70% wilayah darat Indonesia. Bagaimanapun, kawasan hutan merupakan salah

satu kekayaan negara yang mesti dikelola sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Namun, buruknya tata kelola sektor

kehutanan belum mampu mewujudkan amanat tersebut. Justru yang terjadi adalah kerusakan

hutan secara masif, konflik agraria dalam wilayah hutan yang terjadi terus menerus dan

ketimpangan penguasaan wilayah hutan.

Dalam kajian Forest Watch Indonesia, misalnya, pada kurun waktu 2000-2009 luas tutupan hutan

Indonesia pada tahun 2000 adalah 103,33 juta ha. Sementara, luas tutupan hutan pada tahun 2009

berkurang menjadi 88,17 juta ha atau telah mengalami deforestasi seluas 15,15 juta ha. Dengan

demikian, laju deforestasi Indonesia pada kurun waktu tersebut adalah sebesar 1,51 juta ha per

tahun (FWI 2011). Dengan kondisi semacam itu, maka diperkirakan pada tahun 2030 hutan di Jawa

dan Bali- Nusa Tenggara akan habis. Sementara hutan di Maluku tinggal 1,12 juta ha, Sumatera

4,01 juta ha, Sulawesi 5,54 juta ha, Kalimantan 15,79 juta ha dan Papua 32,82 juta ha (FWI 2011).

Dalam hubungannya dengan konflik agraria, HuMA mencatat bahwa enam tahun terakhir, konflik

agraria dan sumber daya alam (SDA) di Indonesia terjadi menyebar di 98 kota dan kabupaten di 22

provinsi. Luasan area konflik mencapai 2.043.287 hektar atau lebih dari 20 ribu kilometer persegi

alias setara separuh Sumatera Barat. Penyumbang konflik terbesar sektor perkebunan dan

kehutanan, mengalahkan kasus pertanahan atau agraria non kawasan hutan dan non kebun. Sektor

perkebunan 119 kasus, dengan luasan area mencapai 413.972 hektar, sedangkan sektor kehutanan

72 kasus, dengan luas area mencapai 1, 2 juta hektar lebih.1

Sementara dari sisi penguasaan sampai dengan tahun 2013, sekitar 33.232.061 juta hektare atau 96,

82 persen dari luas daratan Indonesia telah dibebani izin pengelolaan lahan dalam bentuk IUPHHK-

HA, IUPHHK-HT, perkebunan kelapa sawit, dan juga pertambangan. Sedangkan alokasi untuk

masyarakat, pemerintah hanya mengalokasikan total lahan sekitar 1,091 juta hektare atau hanya

sekitar 3,18% yang dilasokasikan untuk masyarakat (Kartodihardjo dan Nagara 2014). Ini terdiri

dari hutan kemasyarakatan (80.833 hektare); hutan desa (67.737 hektare); hutan tanaman rakyat

(168.448); dan pelepasan transmigrasi (962.000 hektare) 2 . Akibat dari adanya ketimpangan

1 http://www.mongabay.co.id/2013/02/16/tersebar-di-98-kabupaten-konflik-agraria-didominasi-sektor-

perkebunan-dan-kehutanan/, diakses pada 10 Juni 2016.

2 http://industri.bisnis.com/read/20160519/99/549101/hutan-negara-bappenas-ini-ketimpangan-

penguasaan-industri-vs-masyarakat, diakses pada 13 Juni 2016.

Page 4: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

penguasaan hutan dan konflik tenurial tersebut adalah hilangnya akses masyarakat pada hutan

yang menyebabkan tingginya angka kemiskinan pada masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Data

pada tahun 2006 menunjukkan bahwa 15% dari 48 juta orang yang tinggal di dalam dan sekitar

hutan merupakan masyarakat miskin.

Hal ini di antaranya dipicu oleh setidaknya oleh dua hal. Pertama, pada aras struktural telah terjadi

teritorialisasi negara atas kawasan hutan sejak masa kolonial. Teritorialisasi disini merujuk pada

pandangan Vandergeest, yaitu “sebuah proses yang dibuat oleh negara untuk mengontrol orang dan

aktivitasnya dengan cara membuat garis di sekeliling ruang geografis, menghalangi orang-orang

tertentu masuk ke ruang tersebut, dan dengan mengizinkan atau melarang aktivitas di dalam batas-

batas ruang tersebut” (Vandergeest, 1996, p. 159). Sejarah menunjukkan masyarakat lokal dan

masyarakat adat di kawasan hutan negara telah dipisahkan dari ruang hidup mereka sejak masa

kolonial dengan beragam cara melalui kebijakan negara. Pengabaian dan marjinalisasi masyarakat

lokal dan masyarakat adat di wilayah hutan adalah warisan dari konstruksi pengetahuan, institusi

dan tata kelola kehutanan kolonial yang mendahulukan urusan dan kepentingan ekonomik atas

hutan dan mengabaikan wilayah kelola dan tata kelola masyarakat lokal dan masyarakat adat yang

hidup di kawasan hutan.

Kedua, pada aras institusional hal ini ditandai dengan buruknya tata kelola pemerintah dalam hal

penetapan kawasan hutan di Indonesia. Dari luas hutan yang ada, baru 16,18 persen kawasan hutan

yang telah ditetapkan dan masih tersisa 63 ribu kilometer kawasan hutan belum ditata batas.

Buruknya tata kelola di sektor kehutanan menimbulkan korupsi dan kerugian negara. Dua

penyebab ini terus menggerogoti hak rakyat untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya atas

hutan. Busyro Muqaddas, misalnya pernah menyebut bahwa:

“Pada 2005, Kemenhut memperkirakan akibat illegal loging saja negara dirugikan sebesar Rp35

triliun per tahun. Hanya dengan menghitung tiadanya izin pinjam-pakai, KPK pada 2010

mengkalkulasi hilangnya potensi penerimaan negara bukan pajak akibat pertambangan di dalam

kawasan hutan sebesar Rp15,9 triliun per tahun. Ini karena ditemukan 1.052 usaha pertambangan

dalam kawasan hutan yang tidak melalui prosedur pinjam-pakai”3.

Karena itu, KPK melakukan serangkaian inisiatif berupa kajian Sistem Perencanaan dan

Pengelolaan Hutan pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan yang dimlai pada tahun 2010 dan

beberaa kajian penting lainnya hingga 2015. Pengalaman pemantauan tindak lanjut dari hasil

kajian tersebut berujung pada satu komitmen dan sinergi untuk bersama-sama menuntaskan

persoalan tata kelola kehutanan. Inisiatif ini kemudian berujung pada penandatanganan nota

kesepakatan bersama (NKB) tentang Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan yang ditandatangani

pimpinan 12 Kementerian dan Lembaga Negara.

Tulisan ini berupaya untuk melakukan tinjauan-balik atas pelaksanaan NKB 12 K/L yang telah

berjalan selama tiga tahun belakangan. Di dalam melakukannya, tulisan ini berupaya untuk melihat

3 http://kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/1254-kpk-dan-12-kementerian-lembaga-tindak-lanjuti-

kesepakatan-percepatan-pengukuhan-kawasan-hutan, diakses pada 13 Juni 2016.

Page 5: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

ulang bagaimana konteks NKB berasal; tujuan yang hendak dicapai dan hasil-hasil yang telah

diperoleh. Dengan cara semacam itu, kajian ini diharapkan dapat memperluas dan memperdalam

inisiatif yang telah berjalan selama ini.

Page 6: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Konteks: Trajektori Inisiatif Institusional untuk

Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia

Pada tanggal 11 Maret 2013, di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden

Boediono, 12 Kementerian dan Lembaga menandatangani Nota Kesepakatan Bersama (NKB)

tentang “Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia”. NKB 12 Kementerian dan Lembaga

(NKB 12 K/L) ini lahir dengan supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Unit Kerja

Presiden Bidang Pengawasan Pengendalian Pembangunan (UKP4). 12 Kementerian dan Lembaga

yang bertanggung jawab atas pelaksanaan NKB dari 12 K/L adalah Kementerian Kehutanan,

Kementerian Lingkungan Hidup, Kemeneterian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian

Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian

Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, Badan Pertanahan Nasional, Badan Informasi

Geospasial, Komnas HAM, dan UKP4.

Secara umum, tujuan NKB ialah untuk: (1) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dalam

percepatan pengukuhan kawasan hutan, dan (2) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dalam

mendorong percepatan pembangunan nasional dan pencegahan korupsi (Pasal 1). Tiga agenda

utamanya: (1) Harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan, (2) Penyelarasan

teknis dan prosedur, serta (3) Resolusi konflik berprinsip keadilan dan HAM. Sekarang ini sedang

disusun Rencana Aksi Implementasi NKB ini oleh 12 kementerian dan lembaga di bawah

koordinasi dan supervisi KPK. Dewan Kehutanan Nasional (DKN), sebagai salah satu pendorong

inisitaif ini menyebut bahwa implementasi NKB dimaksudkan agar percepatan pengukuhan hutan

dapat dilakukan secara demokratis, emansipatif, sistematis, dan sinergis. Dengan implementasi

NKB ini sektor kehutanan diharapkan berkontribusi pada perwujudan keadilan sosial,

kesejahteraan rakyat, kemajuan ekonomi, dan kelestarian lingkungan.

Agenda NKB 12 K/L merupakan kelanjutan dari beberapa upaya sebelumnya dari KPK yang ingin

mengembangkan penanganan dan pencegahan persoalan korupsi di wilayah kehutanan dan

sumber daya alam secara lebih luas. Dasar gagasan pengembangan kajian korupsi di wilayah

kehutanan dan SDA adalah pemahaman bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi

secara meluas tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran

serius terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat secara luas. Karena itu, tindak

pidana korupsi dikategorikan sebagai kejahatan yang penanganannya harus dilakukan secara

mendasar dan fundamental.

Tujuan utama dari penandatanganan NKB 12 K/L 11 Maret 2013 adalah bagian dari upaya

menyelesaikan akar masalah sektor sumber daya alam atau sektor kehutanan yang sudah puluhan

tahun tidak diselesaikan atau belum menemukan alternatif penyelesaian terbaik. Catatan

Cahyono (2013) atas perjalanan NKB 12 K/L menyatakan bahwa masuknya gagasan tenurial

reform di KPK yang kemudian menghasilkan bentuk NKB 12 K/L, merupakan buah dari

keterbukaan dan kesempatan politik pasca reformasi di satu sisi dan pemanfaatan kekuatan KPK

yang mendapat dukungan dan kepercayaan masyarakat secara umum sebagai salah satu anak

Page 7: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

kandung agenda Reformasi 1998 yang masih berjalan. Selain itu, gagasan NKB 12 K/L dihasilkan

dari upaya-upaya beberapa individu dan kelembagaan masyarakat sipil untuk mendorong tenurial

reform di sektor kehutanan terwujud.

Upaya untuk memanfaatkan struktur kesempatan politik yang terbuka melalui KPK ini, pada

dasarnya dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat sipil dengan menyusun inisiatif untuk

mendorong reformasi kebijakan penguasaan tanah dan kawasan hutan di Indonesia pada

Konferensi Internasional tentang tenurial dan tata kelola hutan serta usaha kehutanan di Lombok,

11-15 Juli 2011 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kehutanan, Rights and Resources

Initiative (RRI) dan International Tropical Timber Organization (ITTO).

Pengelolaan kehutanan, bagaimanapun, meniscayakan lintas pengelolaan kebijakan antar

kementerian dan lembaga. Salah satu catatan penting dari putaran Reformasi Kebijakan

Penguasaan Hutan dengan memanfaatkan kesempatan politik yang dibuka oleh Kementrian

Kehutanan dan Dewan Kehutanan Nasional (DKN) adalah kegagalan gerakan masyarakat sipil

untuk menembus hambatan “sektoralisme dan birokratisme” antar Kementrian yang terkait

dengan pengelolaan kawasan hutan. Padahal, tekanan atas masalah kehutanan di Indonesia

semakin meluas seiring dengan meruyaknya konflik agraria dan degradasi lingkungan di kawasan

hutan. Kegagalan untuk menembus sektoralisme dan birokratisme ini kemudian membuat para

aktivis masyarakat sipil berfikir untuk mencari suatu alternatif intervensi yang paling

memungkinkan.

Catatan Cahyono (2016) juga menunjukkan bahwa beberapa aktivis dari Yayasan Silvagama

kemudian berupaya untuk memembus kebuntuan ini dengan membawa masuk diskursus dan

inisiatif reformasi kebijakan kehutanan di dalam tubuh KPK melalui Litbang KPK dan PJKKI

yang sebelumnya diantarai oleh beberapa kolaborasi sebelumnya. Pada ujungnya, kolaborasi ini

berujung pada agenda kajian KPK terhadap Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Hutan

di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan yang dilakukan pada tahun 2010.

Hasilnya, sebagaimana diungkapkan dimuka adalah, 17 rekomendasi saran perbaikan, yang

meliputi aspek regulasi, kelembagaan, tata laksana, dan manajemen SDM. Kajian inilah yang

menjadi tonggak dan cikal bakal lahirnya NKB 12 K/L4. Masuknya gagasan Tenurial Reform di

4 Catatan Cahyono (2013) menunjukkan sifat ketakterdugaan dari para penggagasnya atas efek posiitf dari inisiatif ini.

Dalam ungkapannya “naskah NKB yang telah ditandatangani 12 K/L sekarang ini bukanlah hasil usulan desain utuh dari

para penggagasnya. Namun lebih tepat disebut sebagai naskah berproses. Sebab, aktivis Yayasan Silvagama sendiri yang

massif mengusulkan gagasan tersebut awalnya tidak membayangkan bahwa NKB ini akan menghubungkan banyak

lembaga dan kementrian sertaakhirnya dapat ditandatangami oleh 12 K/L. Bayangan awal yang ditargetkan adalah hanya

4-5 kemnetrian saja. Mereka juga tidak membayangkan bahwa naskah NKB ini akan ditandatangani di Istana negara dan

disaksikan langsung oleh Presiden RI. Tim Penggagas juga tidak membayangkan sejak awal bahwa putaran NKB pasca

ditandatangani 12 K/L akan melibatkan sekian banyak pakar, jaringan dan rute-rute pertemuan diskusi, FGD dan Seminar

yang demikian panjang dan meluas seperti sekarang ini. Para aktivis Silvagama mengakui bahwa masuknya gagasan NKB

banyak dilapangkan jalannya salahsatunya karena kepempimpinan di KPK yang mendukung dan selaras dalam mendorong

gagasan NKB, khususnya wakil ketua KPK Busro Muqoddas dan Bambang Wijoyanto. Kedua pimpinan KPK ini, selain

sudah sangat lama terlibat bersama aktivis di CSO, juga punya concern mengembangkan kajian korupsi ke wilayah

sumberdaya alam dan mendasarkan pada isu-isu kebangsaan lainnya. Dalam kepempimpinan mereka, upaya

mengembangkan tafsir baru korupsi yang tak hanya dominan pada makna hukum normatif tetapi juga untuk penegakan

Page 8: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

KPK juga dimungkinkan oleh inisiatif pembaruan kebijakan di tubuh internal KPK, yakni Litbang

dan PJKKI yang sejak awal kajian persoalan kehutanan dengan Ditjend Planologi tahun 2010,

hingga tersusunnya NKB 12 K/L. Seluruh personel dan pimpinan di kedua lembaga ini aktif

terlibat langsung dan mendukung penuh semua gagasan pengembangan kajian korupsi di wilayah

kehutanan dan Sumberdaya Alam.

Beberapa kajian serius yang secara beruntutan dilakukan sejak tahun 2010 tentang Kajian Sistem

Perencanaan dan Pengawasan Kawasan Hutan dan beragam kajian lainnya hingga tahun 2014

merupakan fondasi dasar bagi terbentuknya NKB 12 K/L ini dan juga Gerakan Nasional

Penyelamatan Sumber Daya Alam. Beberapa kajian tersebut di antaranya menemukan bahwa di

dalam seluruh mata rantai perizinan tersebut sebuah perusahaan, tergantung tahapannya, dalam

satu tahun membelanjakan ongkos suap/peras antara Rp 680 juta sampai dengan Rp 22 milyar

(Kartodihardjo,et.al, 2015). Nilai ini turun pada tahun 2015, namun penurunan ini hanya terjadi

pada transaksi di Pusat, dan tidak terjadi di daerah baik Propinsi maupun Kabupaten

(Kartodihardjo, 2015). Hal ini sejalan dengan kondisi tata kelola hutan dan lahan tahun 2012 dan

2014 bahwa indeks tata kelola hutan dan lahan kabupaten lebih rendah daripada propinsi dan

propinsi lebih rendah daripada di Pusat (UNDP, 2013; UNDP, 2015).

Sementara, menurut Kartodihardjo (2016) selama periode 2003-2014 statistik nasional hanya

mencatat 19-23% dari total produksi kayu. Dari kondisi itu angka potensi kerugian negara akibat

kurangnya pemungutan penerimaan Dana Reboisasi dan Provisi Sumberdaya Hutan mencapai

rata- rata Rp 5,24 - 7,24 trilyun per tahun selama 12 tahun periode kajian. Agregat kerugian

negara yang bersumber dari nilai komersial domestik untuk produksi kayu dari konversi tambang

dan kebun yang tidak tercatat selama periode tersebut mencapai Rp 49,8 - 66,6 trilyun per tahun

(KPK, 2015). Seluruh hasil kajian KPK ini dan pengalaman pemantauan tindak lanjut dari hasil

kajian tersebut menyadarkan KPK bahwa perlu ada komitmen dan sinergi dari semua K/L terkait

untuk bersama-sama menuntaskan persoalan tata kelola kehutanan.

keadilan sosial. Sehingga beragam gagasan dalam upaya pengembangan kajian korupsi baik di internal Litbang KPK

maupun PJKKI disambut baik oleh pimpinan KPK dan didorong lebih kuat untuk digoalkan.”.

Page 9: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Setelah NKB 12 K/L, inisiatif ini terus berlanjut dan bergulir menyusun kajian-kajian lintas sektor

pengurusan dan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Pada 2013, misalnya terdaat kajian

Sistem Pengelolaan PNBP dan Korsup Minerba yang mendapati bahwa tidak semua eksportir batu

bara melaporkan hasil ekspornya, baik kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM) maupun dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak. Kajian tersebut juga

menemukan potensi hilangnya penerimaan pajak dan potensi kerugian negara. Terjadi potensi

kehilangan penerimaan pajak mencapai Rp28,5 triliun pada tahun 2012, misalnya. Bahkan

diperkirakan potensi kerugian negara sekitar Rp10 triliun per tahun. Juga terdapat kajian lain

dari Tim Optimalisasi Penerimaan Negara yang menunjukkan adanya kurang bayar Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh pelaku usaha dari 2003-2011 sebesar Rp 6,7 triliun.

Berdasarkan evaluasi laporan surveyor, diperkirakan terdapat selisih pembayaran royalti oleh

pelaku usaha sebesar US$24,66 juta tahun 2011 untuk lima mineral utama dan sebesar US$ 1,22

miliar untuk batubara pada rentang 2010-2012.5

Pada masa pemerintahan Jokowi, pada 19 Maret 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

kemudian memperlebar inisiasi ini dengan Penandatanganan Nota Kesepakatan Rencana Aksi

Bersama Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia atau disebut Gerakan Nasional

Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia (GN SDA). Deklarasi nasional ini menandatangani

Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama Gerakan Penyelamatan SDA Indonesia oleh 20

5 http://kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/2569-cegah-korupsi-kpk-inisiasi-gerakan-nasional-

penyelamatan-sda, diakses 13 Juni 2016.

Page 10: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

kementerian dan tujuh lembaga negara. Selain itu, disepakati pula Deklarasi Aparat Penegak

Hukum guna mendorong penyelamatan SDA di Indonesia.

Page 11: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Rencana Aksi dan Strategi

Catatan Cahyono (2016) juga menunjukkan bahwa setelah penandatangan NKB, dilakukan

serangkaian putaran Forum Group Discussions (FGD) dengan para pakar hukum, kebijakan,

konflik kehutanan untuk menguatkan materi substantif, penyusunan strategi lanjutan, serta

rancangan Rencana Aksi di tiap K/L hingga pendampingan pembahasan Renaksi di 12 K/L.

Melibatkan beragam pakar dari lembaga riset, CSO dan jaringan kampus yang dibagi menurut

fokus tiga persoalan utama NKB 12 K/L yakni: Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan,

Harmonisasi Regulasi dan Peraturan dan Resolusi Konflik.

Hasil rumusan ini kemudian terbentuk beberapa Renaksi (rencana aksi) yang terbagi menjadi lima

bagian yaitu kawasan hutan, kesatuan pengelolaan hutan (KPH), penyelesaian konflik,

perencanaan nasional, dan perizinan. Tujuan dari pembagian klaster ini adalah bagian dari

penyempurnaan kebijakan dan peraturan serta percepatan pengukuhan kawasan hutan, termasuk

kepastian status pihak ketiga dalam kawasan hutan negara. Sedangkan untuk penyelesaian

konflik, yang akan dilakukan adalah pentingnya menyusun regulasi penyelesaian sengketa

kehutanan dan terwujudnya konsensus penyelesaian konflik oleh 12 kementerian atau lembaga,

yang diikat dalan Renaksi setiap K/L terkait. Sedangkan perencanaan nasional berkaitan dengan

penyelesaian pengukuhan kawasan hutan serta menjadikan penyelesaian pengukuhan kawasan

hutan ini menjadi agenda nasional dalam jangka panjang (RPJMN). Sedangkan mengenai

perizinan, maka tujuan dari renaksi ini adalah untuk menjalankan proses perizinan secara

integratif dan transparan yang sesuai peraturan-perundangan dan terbebas dari konflik.

Dengan konteks yang disebutkan di atas, maka terdapat beberapa strategi yang ditempuh oleh GN

PSDA ini untuk mencegah korupsi sumberdaya alam, di antaranya adalah dengan melalui

inventarisasi kawasan hutan, pengukuhan kawasan, penatagunaan kawasan dan penataan alokasi

hutan. Strategi ini dipilih sebab pada umumnya konversi kawasan hutan sangat memungkinkan

terjadinya proses korupsi yang dikaibatkan oleh ketiadaan kejelasan dalam pengaturan dan

pelaksanaan konversi kawasan hutan. Ini diperparah oleh ketiadaan legalitas dan legitimasi

kawasan hutan. Sebab, dari seluruh total kawasan hutan yang diperkirakan, hanya terdapat 11%

kawasan hutan yang telah ditetapkan. Masalah lainnya adalah ketiadaan suatu peta tunggal yang

menjadi acuan antar institusi negara yang sering sekali menimbulkan interpretasi bagi berbagai

level pemerintah (nasional dan subnasional) maupun berbagai sektor dalam menentukan kawasan

hutan dan hutan. Belum pula masalah lainnya yang terkait dengan penghilangan hak masyarakat

untuk mengakses sumber daya hutan dan agraria yang tidak dipertimbangkan dalam prses

pengukuhan kawasan hutan karena proses teritorialisasi negara ini. Karena itu, strategi yang

ditempuh oleh inisiatif ini adalah dengan menguatkan kembali tata kelola kehutanan melalui

inventarisasi, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan dan penataan alokasi.

Sedangkan untuk mencegah korupsi dalam hal perijinan, renaksi ini berupaya untuk memperketat

proses alokasi usaha ijin, proses perijinan, adminsitrasi hasil kayu dan pengendalian serta

pengawasan. Strategi semacam ini ditempuh, sebab pada dasarnya pemerintah justru tidak

Page 12: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

mempunyai data yang valid untuk pengambilan kebijakan. Seluruh data mengenai potensi sumber

daya alam, justru dimiliki oleh perusahaan pemegang konsesi. Akibatnya, pemerintah tidak

memiliki mekanisme yang memadai untuk memverifikasi, mengontrol dan mengawasi kekayaan

alam yang dimilikinya (GN PSDA, tt) . Di titik inilah korupsi dan penyelewengan serta kerugian

negara terus-menerus terjadi.

Dengan keprihatinan semacam itu di atas, maka pembenahan tata kelola dalam sektor kehutanan

dalam GN PSDA di sektor kehutanan dirumuskan dalam gambar berikut:

Capaian dan Hasil Sejak ditandatangani pada tanggal 10 Maret 2013 lalu di Istana Negara dan disaksikan

oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono, NKB 12 K/L yang diinisiasi oleh KPK telah berjalan

memasuki setengah tahun pertama. Tim NKB KPK dan Dewan Pakar yang terlibat melakukan

serangkaian pendampingan penyusunan Rencana Aksi (Renaksi), monitoring, diskusi dan evalusi

dengan 12 K/L sekaligus melakukan pengolahan data Renaksi, penajaman dan analisa atas

berjalannya NKB ini. Refleksi atas proses yang telah berjalan dilakukan dalam beberapa level,

baik di aspek substantif, startegis dan koordinasi antar lembaga dan kebutuhan-kebutuhan lain

yang diperlukan untuk menjawab tantangan dan dinamika eksternal dan internal yang

membutuhkan penyelarasan dan penyesuaian.

Berikut beberapa pencapaian hasil dari renaksi yang telah dicapai yang terbagi

berdasarkan peranan Kementerian dan Lembaga yang bertanggun jawab terhadap renaksi

tersebut:

- Harmonisasi regulasi- Penyelarasan kebijakan pengukuhan

kawasan - Resolusi Konflik

- Perluasan wilayah kelola masyarakat

- Penataan izin - Optimalisasi penerimaan negara

G

N

-

S

D

A R

e

n

a

k

s

i

P

e

r

c

e

p

a

t

a

n

P

e

n

g

u

k

u

h

a

n

K

a

w

R

e

n

a

k

s

i

K

o

o

r

d

i

n

a

s

i

d

a

n

S

u

p

e

r

v

i

s

i

S

Page 13: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Dari matriks yang telah disusun di atas, kategori renaksi dan pencapaiannya pada dasarnya

disusun atas tiga aspek yaitu: (A) Harmonisasi kebijakan dan perundangan: (B) Penyelerasan

teknis dan prosedur; (C) Resolusi Konflik. Bagian berikut dari tulisan ini akan membahas secara

ringkas pencapaian dari masing-masing kategorisasi tersebut.

A) Harmonisasi Kebijakan dan Perundangan

Tujuan dari aspek harmonisasi kebijakan dan perundangan ini adalah untuk menghindari

sektoralisme dan tumpang tindih pengambilan kebijakan dalam kawasan hutan. Pada umumnya,

tujuan mendasar dari harmonisasi kebijakan dan perundangan ini, jika disederhanakan dan

diringkas, di antaranya adalah bertujuan untuk:

Pertama, penyempurnaan aturan tentang pengukuhan kawasan hutan. Termasuk di dalam

rencana aksi ini adalah melakukan evaluasi pengukuhan kawasan hutan; pemanfataan dan

pencadangan kawasan hutan; percepatan pembentukan KPH; penetapan wilayah usaha

pertambangan dan potensi tumpang tindih perijinan; penyelerasan perencanaan perijinan antara

nasional, provinsi dan daerah; inventarisasi ketidakharmonisan perundangan dan kebijakan

sektoral yang terakait dengan kawasan hutan; dan harmonisasi kebijakan sektoral kawasan

hutan.

Kedua, perbaikan mekanisme perijinan usaha sumber daya alam. Termasuk di dalam

rencana aksi ini adalah revisi mekanisme perijinan pertambangan; evaluasi pelepasan dan pinjam-

pakai kawasan hutan; sinkronisasi mekanisme pelepasan kawasan hutan; pengendalian,

pengawasan dan penegakan hukum atas pemanfataan dan penggunaan ruang; penyusunan basis

data izin usaha yang menggunakan sumberdaya alam dan tata guna tanah;

Page 14: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Ketiga, pengendalian perijinan. Termasuk dalam kategori rencana aksi ini adalah

penerapan kemungkinan mekanisme jaminan pelepasan kawasan hutan; penyusunan kriteria

tanah terlantar dan proses redistribusinya; penggunaan data dan informasi geospasial sebagai

dasar evaluasi ijin; keharusan pelaporan izin; penyusunan NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan

Kriteria) untuk pengendalian ijin yang diterbitkan pemerintah daerah, termasuk di dalamnya

mekanisme penerbitan dan pencabutan Hak Guna Usaha.

Dengan beragam tujuan tersebut, pada dasarnya rencana aksi pada fokus mengenai harmonisasi

kebijakan dan perundangan ini inidkator keberhasilan dapat dikategorisasikan sebagai berikut:

(1) Terbitnya beberapa naskah acuan, dokumen, laporan dan data yang relevan terhadap

harmonisasi kebijakan dan perundangan;

(2) Evaluasi atas mekanisme yang telah ada sebelumnya;

(3) Terbitnya kebijakan dan perundangan yang baru sebagai mekanisme atur harmonisasi ini.

B) Penyelarasan Teknis dan Prosedur Dalam Pengukuhan Kawasan

Hutan

Pada aspek penyelarasan teknis dan prosedur ini pada intinya adalah suatu upaya penyelarasan

tata kelola kehutanan agar tercipta suatu basis data dan informasi terpadu mengenai kehutanan.

Pada aspek ini terdapat beberapa kategori rencana aksi. Pertama, penyempurnaan prioritas

pengukuhan kawasan hutandan penyempurnaan peta penunjukan kawasan hutan. Pada aspek ini

kegiatan ini meliputi koordinasi pengadaan citra satelit resolusi tinggi; koordinasi untuk formulasi

perpetaan operasional untuk seluruh kegiatan alokasi ruang. Kedua, penyempurnaan dan

pelengkapan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), termasuk di dalamnya adalah implementasi peta

RBI sebagai dasar tunggal untuk skala dan penuntasan renaksi one map policy.

Ketiga, update berkala untuk informasi hutan dan kawasan hutan. Termasuk di dalam

renaksi ini adalah kajian sosial-ekonomi desa-desa di sekitar, yang beririsan dengan kawasan

hutan dan berada di dalam kawasan hutan; integrasi Informasi Geospasial Tematik (IGT);

penyediaan data tematik dalam informasi geospasial; koordinasi kegiatan pemberian IGT;

penyelarasan informasi geospasial untuk pengukuhan kawasan hutan; dan inventarisasi data

subyek dan obyek tanah dalam kawasan hutan. Keempat, penyediaan portal untuk pengukuhan

kawasan hutan dan koordinasi mekanisme dan pengaduan masyarakat terait pengukuhan

kawasan hutan. Kelima, koordinasi penataan batas kawasan kehutanan; sosialisasi rencana

penataan batas kawasan hutan membuak ruang partisipasi masyarakat,

Keenam, percepatan pencadangan areal hutan kemasyarakatan, hutan desa dan hutan

tanaman rakyat; pendaftaran hak-hak lama masyarakat; penyelesaian hak-hak masyarakat dalam

kawasan hutan; penguatan hak-hak masyarakat atas tanah dan penyelesaian hak ulayat

Page 15: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

masyarakat atas tanah. Ketujuh, inventarisasi kawasan hutan adat; penyelesaian PP Hutan Adat;

revisi mekanisme penyelesaian hak-hak pihak yang terdampak pengukuhan kawasan hutan; dan

penyusunan aturan detail kriteria enclave.

C) Resolusi Konflik Pada aspek ini, renaksi NKB 12 K/L bertujuan untuk penyelesaian dan pencegahan konflik-konflik

agraria yang telah bersifat latin namun tidak dapat diselesaikan dalam beberapa dekade yang lalu

dan termasuk pemulihan hak-hak masyarakat yang terkena konflik. Kegiatan dalam renaksi ini

meliputi pemetaan tipologi konflik-konflik agraria; membangun kesepahaman terhadap konflik

tenurial di kalangan pengurus kelembagaan negara; melakukan identifikasi hak masyarakat adat

dalam wilayah hutan; pedoman teknis penyelesaian masalah tenurial di kawasan hutan;

koordinasi penyelesaian dan priorotas sengketa dan konflik di wilayah hutan; inventarisasi spasial

dan tekstual sengketa dan konflik di kawasan hutan; pementukan lembaga penyelesaian konflik

tenurial di kawasan hutan bserta solusi alternatifnya; penguatan peraturan mengenai Panitia Tata

Batas; identifikasi masalah tumpang tindih perijinan yang menyebabkan konflik; pemetaan

wilayah kelola rakyat; program pendampingan pengelolaan sumberdaya alam berbasis

masyarakat; mengakomodir pemetaan partisipatoris masyarakat; serta identifikasi dan

inventarisasi wilayah kelola masyarakat hukum adat di kawasan hutan.

Dengan kategorisasi seperti yang disebut di atas, berikut pencapaian atas renaksi yang telah

dirumuskan:

Data di atas menunjukkan, bahwa aspek teknis dan prosedur merupakan aspek yang

paling banyak diselesaikan dalam renaksi ini, yaitu sejumlah 246 renaksi. Sementara, harmonisasi

kebijakan dan peraturan menempati urutan kedua, yaitu sejumlah 214 renaksi. Sementara, aspek

yang paling bersentuhan dengan masyarakat dan paling krusial, menempati urutan terakhir,

degan pencapaian sebanyak 108 renaksi.

Sedangkan mengenai status terakhir ukuran keberhasilan pencapaian renaksi dari sektor

kehutanan dan perkebunan yang dikaitkan dengan rencana aksi baik dari pihak pemerintah pusat,

daerah dan Organisasi Masyarakat Sipil/Civil Society Organizations (CSO) adalah sebagai berikut:

Page 16: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Dari data tersebut pada aspek yang berhubungan dengan perbaikan tata kelola pemerintahan

seperti penyelesaian pengukuhan kawasan hutan, penataan ruang dan wilayah administratif;

penataan perijinan; penguatan instrumen lingkungan hidup dalam perlindungan hutan dan

pembangunan sistem pengandalian anti korupsi merupajan aspek-aspek yang paling banyak

diselesaikan dalam renaksi NKB 12 K/L. Bagaimanapun aspek ini merupakan aspek yang

berdimensi teknis, prosedural dan administratif. Sementara, pada aspek yang berhubungan

ekonomi politik tenurial kehutanan, yaitu pada persoalan siapa menguasai apa; siapa melakukan

apa; siapa mendapatkan apa; yang berhubungan dengan wilayah kelola masyarakat dan konflik

tenurial kehutanan tampak merupakan aspek yang paling sulit untuk dicapai.

Dari sisi capaian dan kategorisasi renaksi NKB 12 K/L, beberapa data di atas menunjukkan

kompleksitas pengurusan dan tata kelola kehutanan. Beberapa upaya perbaikan dari inisiatif ini,

bagaimanapun, menunjukkan relevansi yang sangat urgen. Inisiatif ini mungkin saja cenderung

terlambat, sehingga kompleksitas yang terjadi sekarang sangat tinggi. Namun, perbaikan dan

reformasi tata kelola kehutanan ini tetaplah urgen untuk menjamin kepastian dan keadilan

tenurial di kawasan hutan di Indonesia.

Beberapa Catatan dan Pertanyaan

Berikut ini merupakan catatan singkat atas pencapaian-pencapaian yang muncul beserta

batasan-batasan dari inisiatif reforma tenurial kehutanan yang terlihat dari program ini:

(1) Dapatkah logika Pembaruan Tenurial Kehutanan bersanding dengan konstruksi pembangunan

terkini?

Inisiatif pembaruan tenurial kehutanan melalaui NKB 12 K/L ini bertumpu pada suatu

analisis institusional yang berangkat dari asumsi bahwa ketimpangan penguasaan sumber daya

(tenurial) kehutanan dan tata kelolanya diakibatkan oleh kombinasi antara tiga hal: diskursus

kebijakan, aktor dan jejaring serta politik dan kepentingan. Karenanya, diskursus dan praktik

yang dikembangkan oleh inisiatif ini bertumpu pada masalah sektoralisme, ketidakharmonisan

kebijakan, perilaku rente dan korupsi, salah tata kelola sebagai masalah-masalah yang hendak

ditangani. Pada satu sisi, inisiatif semacam ini sangat baik dalam mereformasi aspek-aspek

prosedural dan teknis dari kebijakan dan tata kelola. Namun, di sisi lain, kebijakan negara pada

Page 17: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

suatu rejim juga sangat ditentukan oleh interaksi negara tersebut kekuatan pasar/kapital dan

lembaga-lembaga transnasional lainnya.

Kecenderungan penguatan negara untuk dorongan pembesaran kapital global dapat terihat dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pertama, RPJMN 2015-2019 masih

percaya pada konsepsi tentang pembentukan pusat-pusat pertumbuhan utama yang berfungsi

sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth) yang didasarkan pada komoditas unggulan berbasis

wilayah. Karena itu, dokumen RPJMN juga masih menggunakan istilah koridor ekonomi dan

kawasan strategis yang berbasis pulau. Pulau Sumatera misalnya dijadikan sebagai pintu gerbang

perdagangan internasional dan energi nasional. Sementara, Jawa-Bali diletakkan sebagai lumbung

pangan dan sektor industri dan jasa nasional serta pariwisata. Kalimantan didudukkan sebagai

lumbung energi nasional dan pengembangan industri hasil perkebunan dan pertambangan serta

food estate. Sementara Sulawesi ditempatkan sebagai pintu gerbang perdagangan kawasan timur

Indonesia, pengembangan industri hasil tambang, dan industri kemaritiman. Lalu Nusa Tenggara

diletakkan sebagai gerbang pariwisata ekologi, penopang pangan nasional, dan pengembangan

industri peternakan. Sementara, Maluku diletakkan sebagai pusat industri makanan laut serta

industri tambang (nikel dan tembaga). Dan Papua diletakan sebagai lumbng pangan, industri

maritim dan energi di kawasan timur Indonesia. Pendeknya, koridorisasi dan menyetarakan

kepulauan Indonesia hanya semata-mata sebagai produsen komoditas seperti MP3EI tetap

dilakukan.

Kedua, dokumen RPJMN ini juga menganut konsepsi yang lazim dalam teori geografi ekonomi

baru: yaitu, agglomerasi dan fragmentasi yang dihubungkan dengan layanan konektivitas antara

pusat pertumbuhan atau koridor ekonomi dengan daerah pertumbuhan sekitarnya, yang

dihubungkan dengan beragam infrastruktur, maupun dengan pusat pertumbuhan di level global

(locally integrated, globally interconnected). Sebagaimana rencana pembangunan lama yaitu

MP3EI, RPJMN 2015-2019 juga bertumpu pada upaya untuk mempercepat aliran kapital dan

tenaga kerja dengan cara pemangkasan dan pemampatan waktu sirkulasi komoditas melalui

semua upaya untuk menurunkan biaya transaksi logistik. Ketiga, RPJMN 2015-2019,

sebagaimana MP3EI, percaya bahwa cara terbaik untuk melakukan percepatan dan perluasan

aliran bebas kapital adalah bertumpu pada peran negara untuk melakukan debottlenecking

sejumlah regulasi yang menghambat investasi (BAPPENAS 2014: 2-6).

RPJMN pada dasarnya sebangun dengan rencana pembangunan lama, MP3EI, dalam

pengertian ia tetap bertumpu pada upaya perluasan dan percepatan aliran bebas kapital, melalui

pembentukan blok produksi dan pembentukan infrastruktur industri. Dengan konteks semacam

ini, maka kawasan kehutanan dan sumber daya alam di Indonesia berpotensi untuk tetap

diperlakukan dan diletakkan semata-mata sebagai penyediaan bahan baku dan faktor produksi

dan sirkulasi yang menyebabkan degradasi lingkungan, perampasan tanah dan peminggiran hak

rakyat serta perilaku korupsi.

Dengan model semacam itu, maka terdapat beberapa isu yang mesti diulas dalam

kaitannya dengan inisiatif ini: Pertama, dalam konteks pembangunan sekarang, kawasan hutan

Page 18: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

masih diletakkan sebagai sumber penerimaan negara dan mesin pertumbuhan ekonomi6. Seagai

akibatnya, investasi dan aktivitas industri ekstraktif masih mendominasi pemikiran dan praktik

pengelolaan sumber daya alam. Sayangnya, produksi dokumen dan naskah yang bersifat teknis

dan teknokratis ini pada pencapaian renaksi belum dibarengi pada produksi diskursus yang

memadai tentang visi tandingan pengelolaan dan alokasi kawasan hutan sebagai ruang hidup dan

hajat hidup orang banyak bukan semata-mata sebagai sumber penerimaan negara dan alat

pertumbuhan ekonomi.

Kedua, percepatan pengukuhan kawasan hutan dalam konteks ini dapat menjadi seiring

dan beresonansi dengan gagasan percepatan investasi dan percepatan ijin untuk pengelolaan

kawasan hutan. Dalam paket kebijakan ekonomi tahap dua, pemerintahan Jokowi merampingkan

proses perijinan menjadi hanya 6 tahap perijinan dengan proses yang semakin cepat. Jika izin

untuk keperluan investasi dan produksis ektor sektor kehutanan berlangsung lebih cepat, maka

hal ini akan berkontradiksi dengan pengukuhan kawasan hutan yang pada dasarnya lebih

memiliki fungsi sosial dan ekologis, bukan ekonomis semata. Meskipun banyak yang telah

mengetahui bahwa lebih dari 80% status kawsan hutan (baik hutan produksi, hutan lindung dan

konservasi) masih belum mendapat tahap pengukuhan, mayoritas berstatus penunjukkan. Pada

keneyataan di lapangan pengurus kehutanan justru mengggunakan legalitas status pengukuhan

sebagai argumen untuk menolak tuntutan hak dari masyarakat sekitar dan dalam kawasan hutan

sehingga masyarakat dapat dikriminalisasikan dan dianggap melanggar peraturan.

Ketiga, karena itu, dalam banyak renaksi ini hanya berfokus pada tata kelola dan atau

penataan ijin usaha kehutanan dan perkebunan. Sedikit sekali pada upaya pemulihan krisis

sosial-ekologis di wilayah kehutanan yang terdampak investasi dan pertumbuhan ekonomik.

Upaya pemulihan hanya bertumpu pada penanganan konflik dan penciptaan lembaga

penyelesaian konflik. Sementara pada wilayah kelola rakyat juga masih terbatas pada

inventarisasi wilayah kelola rakyat dan masyarakat hukum adat. Aspek pengakuan dan

redistribusi penguasaan yang timpang mendapatkan porsi yang lebih kecil dibanding isu

harmonisasi kebijakan dan teknis-prosedural. Itu pun dengan tingkat pencapaian renaksi yang

terhitung paling kecil dan kurang. Sangat jarang renaksi dari NKB 12 K/L ini yang juga berfokus

pada upaya untuk mengembalikan dan memulihkan fungsi-fungsi vital ekologis di satu sisi dan

perluasan wilayah kelola rakyat di sisi lain. Dalam konteks pemulihan fungsi vital ekologis hutan,

definisi kerugian negara pada renaksi NKB 12 K/L juga masih terbatas pada tindak pidana

korupsi, padahal dimensi kerugian negara pada dasarnya bersifat luas: kerusakan tanah, sumber

daya air, sungai, pencemaran udara dan beragam kerusakan infrastruktur ekologis lainnya yang

selama ini tidak diperhitungkan sebagai kerugian negara.

Sebuah upaya intervensi terhadap salah tata kelola kehutanan yang telah berlangsung

lama, setidaknya membutuhkan dua aspek penting. Pertama, suatu upaya untuk

menidakberdayakan kekuatan-kekuatan yang menjadi faktor utama dari kerusakan ekologis,

6 http://ekbis.sindonews.com/read/1082277/34/presiden-minta-industri-kehutanan-jadi-penopang-

perekonomian-nasional-1454423567, diakses 15 Juni 2016.

Page 19: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

ketimpangan penguasaan dan alokasi ruang hidup; Kedua, pemberdayaan lapisan masyarakat

paling lemah yang berada di sekitar dan atau di dalam kawasan hutan melalui proses perluasan

wilayah kelolanya.

(2) Pembentukan Praktik Diskursif Tandingan atau Penyusunan Dokumen Semata?

Salah satu hal yang mencolok jika dilihat dari indikator output dan ukuran keberhasilan

dalam renaksi NKB 12 K/L adalah banyaknya produksi kajian dan penelitian, penyusunan

dokumen dan naskah acuan baik yang berupa petunjuk teknis pelaksanaan dan atau rumusan

kebijakan baru. Pertanyaan yang mesti diajukan dalam konteks ini adalah apakah kegiatan

renaksi ini bertujuan untuk membentuk praktik diskursif tandingan dari masalah-masalah

kehutanan di masa lampau atau semata-mata penyusunan dokumen semata? Sejauh mana

dokumen yang diproduksi dapat mengoreksi ketimpangan penguasaan dan tindakan salah urus

kawasan hutanan?

Dalam konteks yang lebih khusus, salah satu pertanyaan yang layak diajukan adalah:

apakah penyusunan dokumen saja (kajian, penelitian, penyusunan dokumen dan rumusan

kebijakan baru) memadai untuk mendobrak tradisi praktik dan diskursus kehutanan yang telah

salah kelola selama beberapa dekade ini? Sejauh mana dokumen yang diproduksi itu dapat

melahirkan kesadaran baru untuk reforma tenurial dan tata kelola kehutanan yang berpihak pada

rakyat jelata atau justru mereproduksi praktik diskursif tata kelola kehutanan yang cenderung

berpihak pada pembesaran kekuatan negara dan pembesaran kapital? Apakah harmonisasi

kebijakan ini hanya berujung pada perbaikan teknis prosedural semata atau bertujuan untuk

merombak penguasaan tenurial yang timpang?

Kebijakan pengelolaan kehutanan ditentukan bukan hanya oleh kebaruan kebijakan dan

narasi dokumennya, tetapi salah satunya juga oleh internalisasi dari pembaruan diskursus tata

kelola kehutanan oleh para aktornya. Capaian pada renaksi sejauh ini banyak berfokus pada

masalah perbaikan teknis dan prosedural dari birokrasi dan kebijakan. Tetapi masalah utama

dalam reforma tenurial kehutanan adalah hubungan ketimpangan penguasaan, klaim

kepemilikan, pemanfaatan dan peruntukan kawasan hutan oleh negara dan swasta. Beberapa

catatan evaluasi lain menunjukkan bahwa agenda-agenda dalam poin renaksi selama ini

seringkali bertabrakan dan tidak koheren satu sama lain. Hal lainnya adalah normatifitas dan

simplifikasi agenda renaksi dari target dan tujuan yang dimandatkan NKB sehingga tampak

bahwa kegiatan ini hanya sebagai upaya untuk menggugurkan kewajiban (Cahyono 2016). Terlalu

banyak berfokus pada harmonisasi kebijakan dan perundangan serta perbaikan teknis dan

prosedural bisa mengikis inisiatif ini untuk terjatuh kembali ke dalam upaya perbaikan teknis dan

teknokratis yang melupakan dimensi politisnya: penguasaan sumber daya kehutanan yang

timpang.

(3) Apakah KPK sebagai kelembagaan penggerak perubahan memadai dan dapat berkelanjutan?

Page 20: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Keterlibatan sejumlah pihak dalam internal KPK, akademisi dan para aktivis yang terlibat

mendorong inisiatif pembaruan tenurial kehutanan dan meletakkan KPK sebagai mekanisme-picu

dalam inisiatif ini merupakan sebuah terobosan besar dan pencapaian yang maju. Sebuah inisiatif

perubahan, merujuk pada argumen Alexander Irwan (2006), mesti memperhatikan besaran “dalil

kelembagaan” yang menopangnya. Semakin suatu program intervensi memiliki status

kelembagaan yang besar, maka semakin besar pula kemungkinan perubahannya. Upaya

menerobos hambatan sektoralisme pengelolaan kehutanan melalui inisiatif ini dimungkinkan

dengan melalui wewenang KPK dalam bidang koordinasi dan supervisi untuk kajian terhadap

sistem administrasi dan monitoring serta pencegahan untuk memberi saran dan perubahan jika

terdapat potensi korupsi dalam sistem administrasi.

Meskipun terdapat beberapa pencapaian dan keberhasilan dalam rangka penataan sistem

administrasi kehutanan, bagaimanapun, jangkar utama dalam diskursus perbaikan ini tetap

bertumpu pada perbaikan administratif untuk mencegah korupsi dan memaksimalkan

potensi penerimaan negara. Tentu saja, alas tumpuan ini memiliki keterbatasan untuk

menjangkau isu-isu strategis seperti wacana pembangunan alternatif yang keluar dari kebijakan

pembangunan dominan yang berupa pertumbuhan ekonomi dan industri ekstraksi; penghentian

dan pemulihan krisis sosial-ekologis dan perluasan wilayah kelola rakyat sebagai satu-kesatuan

praktik diskursif yang tak dapat dipisahkan.

Karena itu, salam beberapa hal, tumpuan pada kelembagaan KPK untuk fungsi koordinasi

dan supervisi juga masih memiliki kendala berhadapan dengan sektoralisme. Seperti disinyalir

Cahyono (2013) sektoralisme antar departemen dan kementrian di 12 K/L yang telah

menandatangani NKB. Dalam rangkain proses pendampingan penyusunan Rencana Aksi

(Renaksi) di 12 K/L selama pelaksanaan NKB berupa sautu tindakan untuk menutup dan

membatasi kewenangan dan otoritas pihak lain sebagai mekanisme perlindungan. Sehingga, yang

sering terjadi adalah suatu upaya untuk “mendiamkan dan tidak mengambil kebijakan” karena

merasa di luar wewenang dan tugas pokok fungsi.7

7 Proses ini lebih detail diceritakan oleh Cahyono: “Salah satu yang paling menonjol dari persolan

ego sektoral dalam proses penyusunan Ranaksi NKB tersebut adalah ketidaknyambungan antara

Kementrian Kehutanan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemenhut dengan Kemendagri.

Kemenhut dengan Kemenhukam, dst. Sudah menjadi rahasia umum ketegangan ‘abadi’ antara Kemnhut

dengan BPN. Dalam banyak kesempatan kedua penguasa daratan Indonesia ini tidak bisa ‘bertemu’ dan

saling melempar tanggung jawab satu kepada lainnya. Dalam kasus NKB ini misalnya, pihak Kemenhut

merasa beberapa point Renaksi mereka dibatasai oleh kewenangan BPN, sehingga menolak

melaksanakan atau dicantumkan dalam Renaksi mereka. Sebaliknya, pihak BPN juga menolak

memasukkan point Renaksi yang terkait pengurusan wilayah tanah yang masih belum clear and clean

dari pihak Kemenhut. Hal ini semakin rumit tatkala Putusan MK no 35 tahun 2012 tentang Hutan Adat

yang keluar dari Hutan Negara diputuskan. Baik Kemenhut maupun BPN sangat membatasi

Page 21: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Karena itu, pembesaran dalil kelembagaan sangat diperlukan dalam konteks ini.

Menyerahkan mekanisme koordinasi dan supervisi pada KPK memungkinkan inisiatif ini juga

sangat mungkin menghadapi masalah sektoralisme yang sama. Barangkali, dibutuhkan suatu

intervensi yang lain untuk memperluas dalil kelembagaan yang paling memungkinkan, yaitu

Presiden dan jajaran pengurus publik dalam pengelolaan bidang sumberdaya alam (kehutanan,

agraria, dan ESDM). Intervensi ini bertujuan untuk melengkapi inisiatif NKB yang telah ada

dalam kerangka untuk memikirkan diskursus dan praktik yang lebih berpihak pada penghentian

dan pemulihan krisis sosial-ekologis.

Apalagi, terdapat batasan peranan KPK untuk melakukan evaluasi Renaksi NKB 12 K/L sehingga

hanya berupa mekanisme pelaporan pada DPR dan presiden dan sangsi sosial dari media dan

masyarakat yang bersifat moral. Sebab, tanpa kontrol dan evalusi yang ketat, potensi sekedar

melaksanakan program dari 12 K/L sangatlah tinggi.

Hal lainnya adalah, bagaimanapun, inisiatif ini bertumpu pada integritas KPK secara

kelembagaan. Di tengah beragam upaya untuk melemahkan dan mendiskreditkan integritas KPK

secara sistematis8, maka perlu diupayakan suatu strategi lain untuk membuat insiatif yang baik

ini hancur di tengah jalan.

keterlibatan mereka dalam upaya melaksanakan Putusan tersebut. Pihak BPN meyakini bahwa kawasan

Hutan Adat adalah otoritas Kemenhut, meskipun telah dilepaskan dari Hutan Negara. Sebab menurut

pihak BPN, tanah tersebut belum memenuhi syarat clear and clean sehingga tidak bisa dimasukkan

dalam buku pendaftaran tanah mereka. Sedangkan pihak Kemenhut menegaskan setelah kawasan

Hutan Adat keluar dari Hutan Negara maka ia bukan lagi “wewenang” meraka lagi, dan sudah masuk

wilayah orotitas BPN-RI. Untuk meneguhkan putusan ini kemudian dibuatkan Surat Edaran Kemenhut

(SE. 1/Menhut II/2013) tentang Putusan MK no 35 tersebut, yang salah satu isinya adalah Kemenhut

hanya mau “melayani” dan “mengakui” kawasan MHA yang telah ada Peraturan Daerahnya. Sikap ini

merupakan salah satu “pertahanan” Kemenhut untuk tidak mau keluar dari zona aman mereka selama

ini”.

8 http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150124164550-12-27113/todung-mulya-sebut-pelemahan-

kpk-sistematis/, diakses pada 15 Juni 2016.

Page 22: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Evaluasi Rencana Aksi GN-SDA Di Provinsi

Kalimantan Tengah

Konteks dan Latar Belakang Pengelolaan Sumber Daya Alam Kehutanan,

Perkebunan dan Pertambangan di Kalimantan Tengah

Secara geografis, Provinsi Kalimantan Tengah terletak di daerah lintasan garis Katulistiwa

yaitu pada posisi 044’54” Lintang Utara (LU) – 347’70” Lintang Selatan (LS) dan 11043’19”

Bujur Timur (BT) – 11547’36” Bujur Barat (BB). Dengan demikian, Provinsi Kalimantan Tengah

merupakan salah satu gugusan zamrud katulistiwa.

Keadaan topografi atau bentang lahan Provinsi Kalimantan Tengah dapat dikelompokkan

atas :

- Bagian Selatan, terdiri dari daerah pantai dan rawa serta terpengaruh oleh pasang

surut dengan ketinggian 0 – 50 meter dpl.

- Bagian Tengah, merupakan daerah dataran dan berbukit/bergelombang dengan

dominasi penutupan tropis lahan berupa hutan hujan yang khas dengan

ketinggian 50 – 100 M dpl.

- Bagian Utara, merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian

di atas 150 M dpl.

Penutupan lahan pada sebagian besar kawasan di Provinsi Kalimantan Tengah adalah

hutan, dimana secara garis besar dapat dibedakan menjadi 4 (empat ) tipe hutan yang

berbeda berdasarkan pada ketinggian tempatnya, yaitu :

- Hutan Hujan Tropika, seluas 10.350.363,87 Ha atau sekitar 65,51 %.

- Hutan Rawa Tropika, seluas 2.382,31 Ha atau sekitar 15,08 %.

- Hutan Rawa Gambut Tropika, seluas 2.280.789,70 Ha atau sekitar

14,44 %.

- Hutan Pantai atau Hutan Payau, seluas 832.573,55 Ha atau sekitar 5,27 %.9

Sebelum sumber daya hutan di Kalimantan Tengah dimanfaatkan dalam skala besar oleh

perusahaan-perusahaan, hutan dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat.

Mayoritas penduduk setempat adalah masyarakat Dayak, yang kebanyakan bermukim di

sepanjang sungai di bagian tengah dan hulu daerah aliran sungai. Untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya mereka berladang dengan sistem rotasi, yang kesuburannya

sepenuhnya mengandalkan kemampuan pulihnya vegetasi hutan secara alami. Kebutuhan

akan sayuran dan obat-obatan dipenuhi dari berbagai jenis tumbuhan liar yang dipetik dari

hutan.

9 Laporan tahunan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Tahun 2013.

Commented [GA1]: Laporan TI Mas Didik

Page 23: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Selain itu dari hutan juga dipungut berbagai jenis komoditas komersial, yang sejak

berabad-abad menjadi komoditas perdagangan dengan orang luar. Beberapa jenis hasil

hutan yang penting adalah rotan, gaharu, getah damar (Agathis dammara), getah jelutung

(Dyera spp.), getah nyatu (Palaquium spp.), madu, dan kulit gemor (Alseodaphne coriacea).

Tim kajian perencanaan pembangunan terpadu di wilayah Kalimantan Tengah dan

Kalimantan Barat, pada tahun 1997-1998, menyebut masyarakat Dayak sebagai “nature-

based community” atau masyarakat berbasis alam.10 Kajian etnobotani di Desa Tumbang

Naan juga menunjukkan intensitas ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya

hutan. Dari sekitar 400 jenis tumbuhan yang biasa dimanfaatkan untuk menunjang

kehidupan masyarakat setempat, hanya sekitar 50 jenis yang dibudidayakan; sisanya

diambil dari hutan.11

Era baru bagi pelaksanaan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan secara besar-

besaran dan modern, perkembangannya dimulai dengan ditetapkannya Undang-Undang

Pokok Kehutanan No. 5 tahun 1967, Undang-Undang No. 1 tahun 1967 mengenai

Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal

Dalam Negeri. Ketiga Undang-Undang itulah yang mendasari dan menjadi landasan bagi

pengelolaan hutan di Kalimantan Tengah khususnya dan Indonesia umumnya, yang

ditandai dengan adanya pemanfaatan hutan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH)

dan Hak Pemanfaatan Hasil Hutan (HPHH), serta berkembangnya industri yang mengolah

produk hasil hutan (sawmill, plywood, blackboard, particle board, chipmill, pulpmill dan

sebagainya).12

1.1.1. Perkembangan HPH dan Produksi Kayu Bulat di Kalimantan Tengah

Perlu dicatat bahwa industri kayu sudah dimulai pada tahun 1969, sedangkan Penunjukan

Areal Hutan di Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah baru dilakukan tahun 1982.13

Produksi kayu di Kalimantan Tengah mencapai puncaknya di awal Pelita V, yakni antara

tahun 1989 hingga 1990, dimana terdapat 117 perusahaan pemegang HPH yang beroperasi

dan memproduksi 4.830.638 m3 kayu bulat.14 Setelah itu jumlah perusahaan pemegang

HPH terus menurun. Kebanyakan mengikuti berakhirnya masa produksi izin yang

dipegang. Namun produksi kayu tidak menyurut, karena pembalak liar bergantian masuk

ke lokasi-lokasi yang ditinggalkan oleh perusahaan pemegang HPH. Tahun 1998, ketika

10 The Development Study on Comprehensive Regional Development Plan for The Western Part of Kalimantan – SCRDP-

KALTENGBAR, Final Report, Japan International Cooperation Agency & National Development Planning Agency of The

Government of Republic of Indonesia – Pacific Consultants International & International Development Center of Japan,

March 1999.

11 Pegunungan Muller: Warisan Dunia di Jantung Kalimantan, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, 2005. 12 http://www.kalteng.go.id/INDO/kehutanan_kondisi.htm

13 Melalui SK Menteri Pertanian nomor 759/Kpts/Um/10/1982.

14 Sumber data Awal Pelita I – Awal Pelita V dari http://www.kalteng.go.id/INDO/kehutanan_kondisi.htm; sedangkan data

tahun 2000 – 2008 dari Statistik Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah 2008.

Page 24: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

krisis moneter melanda, nilai US Dollar naik dan mendongkrak harga komoditas ekspor

seperti kayu.

Tahun 2000 jumlah HPH sudah menurun tajam. Data kehutanan tahun 2002 menunjukkan

adanya sekitar 3,5 juta hektar areal Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas yang

telah terbebas dari HPH.15 Areal hutan yang ditinggalkan menjadi terlantar, statusnya “no

man’s land” untuk sementara dan mempermudah masuknya pembalak liar.

Setelah tiga tahun beroperasi, para pembalak liar kemudian ditertibkan melalui Instruksi

Presiden nomor 5 tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal (Illegal

Logging) dan Peredaran Hasil Hutan Illegal di Kawasan Ekosistem Leuser Dan Taman

Nasional Tanjung Putting.16 Peraturan yang muncul karena kritikan terhadap pembiaran

penjarahan dua Taman Nasional besar itu kemudian dikembangkan dan diterapkan secara

meluas di Indonesia. Dengan demikian sudah saatnya hutan yang habis ditebang ini

ditinggalkan kembali untuk kedua kalinya. Pertama oleh perusahan pemgang HPH, dan

kini oleh illegal loggers yang mencoba menikmati sisa-sisa kayu yang masih laku dijual.

Bayanyak yang mengatakan bahwa industry HPH di Kalimantan Tengah telah banyak

berkurang dibandingkan dengan era tahun 1980an sampai awal tahun 2000an. Walaupun

15 Diolah dari Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah, Pusat Inventarisasi dan

Statistik Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan, 2002.

16 Ditandatangani oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 19 April 2001.

Perkembangan HPH dan Produksi Kayu Bulat di Kalimantan Tengah

0

20

40

60

80

100

120

140

Ju

mla

h H

PH

0

1.000.000

2.000.000

3.000.000

4.000.000

5.000.000

6.000.000

Pro

du

ksi K

ayu

Bu

lat

(m.k

ub

ik)

Jumlah HPH Produksi Kayu Bulat (m3)

Jumlah HPH 3 87 95 112 117 53 69 56

Produksi Kayu Bulat (m3) 474.300 2.192.140 4.725.734 3.464.009 4.830.638 2.577.995 2.118.080 3.845.171

Awal Pelita

I

(1969/1970

Akhir Pelita

II

(1978/1979

Awal Pelita

III

(1979/1980

Awal Pelita

IV

(1984/1985

Awal Pelita

V

(1989/1990

Tahun

2000

Tahun

2004

Tahun

2008

Page 25: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

dipandang berkurang, nyatanya existensi industry HPH masih cukup besar di Kalimantan

Tengah. Pemegang IUPHHK Hutan Alam di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah pada

tahun 2013 sebanyak 61 (enam puluh satu) unit. IUPHHK-HA yang tersebar pada 11

kabupaten yang menguasai konsesi seluas 4.229.483 ha, dengan perincian sebagai berikut.

No. Kabupaten

IUPHHK-HA

Keterangan Jumlah

unit

Luas Areal

(Ha)

1 Murung Raya 10 625.710

2 Barito Utara 7 515.965

3 Barito Selatan 1 28.200

4 Barito Timur - -

5 Kapuas 1 39.500

6 Pulang Pisau - -

7 Palangka Raya - -

8 Gunung Mas 10 504.154

9 Katingan 9 410.506

10 Kotawaringin Timur 4 485.825

11 Seruyan 2 149.540

12 Kotawaringin Barat - -

13 Lamandau 3 245.170

14 Sukamara - -

15 Lintas Kabupaten 12 1.151.293

16 Lintas Provinsi 2 46.445 Kaltim dan

Kalsel

JUMLAH 61 4.229.483

Sumber data: Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Tahun 2013.

1.1.2. Perkembangan Konversi Lahan Untuk Perkebunan

Page 26: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Setelah era HPH dikatakan berlalu dan mereka pergi meninggalkan lahan bekas

konsesinya begitu saja. Sebagian besar lahan hutan yang menjadi “lahan tidur” ini

berada di dataran rendah, yang merupakan daerah hilir sungai-sungai yang mengalir

dari arah utara ke selatan di Kalimantan Tengah. Lahan dataran rendah seperti ini

cocok untuk perkebunan.

Era perkebuan sawit di Kalimantan tengah telah dirancang sejak tajun 1980an. Pada

tahun 1981 Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor melakukan penelitian di Kalimantan

Tengah dengan hasil sebagai berikut :

Teridentifikasi dari luasan 15.356.700 Ha lahan di Kalimantan Tengah terdapat

3.195.000 Ha merupakan lahan yang cocok untuk pengembangan berbagai jenis

tanaman;

Sebagian besar tanah dengan klasifikasi Kelas III dan IV yang bisa digunakan

untuk berbagai jenis tanaman;

Iklim menurut klasifikasi Smith and Ferguson di klasifikasikan dengan Iklim A

yang cocok untuk tanaman kelapa sawit;

Jenis tanah didominasi podsolid merah kuning.

Kemudian Pada Tahun 1984 disusun Rencana Induk Pengembangan Perkebunan (RIPP)

Kalimantan Tengah, dimana kelapa sawit sebagai salah satu tanaman yang cocok pada

iklim A, kelas tanah III dan IV serta jenis tanah podsolid merah kuning.

Tahun 1992 masuk investor bidang perkebunan sawit yang pertama di Kalimantan

Tengah yaitu PT. Indo Turba Tengah bekerjasama dengan Angkatan Darat melalui

Yayasan Kartika Eka Paksi yang didukungan Salim Group di lokasi eks transmigrasi

Amin Jaya Kabupaten Kotawaringin Barat. Dari titk inilah era perkebunan sawit di

Kalimantan tengah di mulai setelah era kejayaan industry kayu.17

Pada perkembanganya industry perkebunan sawit dipandang sebagai primadona yang

dianggap membawa kemajuan bagi daerah, sehingga pemerintah memberikan

kemudahan-kemudahan dari sector kebijakan untuk menarik investor sawit sebanyak-

banyaknya.

Dari data 2015 yang kita olah bahwa jumlah perkebunan besar swasta (PBS) yang

tercatat sebanyak 333 unit dengan luas penguasaan konsesi 3.901.261 ha. Sementara

data PBS yang tercatat tahun 2011 sebanyak 323 unit dengan total luas konsesi

3.532.196 ha. Artinya selama kurun waktu 5 tahun tersebut terdapat peningkatan

jumlah unit PBS dan luasan konsesi sebanyak 9,46%.

Data PBS Kalteng Tahun 2015 secara keseluruhan

No Kabupaten Unit

Arahan

Lokasi

(ha)

Izin

Lokasi

(ha)

IUP (ha) PKH (ha) HGU

(ha)

1. Murung Raya 6 59,000 53,159 30,000 - -

2. Barito Utara 25 412,753 249,453 388,775 48,760 18,036

17 http://kalteng.go.id/ogi/viewarticle.asp?ARTICLE_id=969

Page 27: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

3. Barito Selatan 15 272,097 133,394 14,756 - -

4. Barito Timur 23 304,464 299,940 297,933 124,588 32,701

5. Kapuas 26 369,299 373,813 192,408 24,826 9,063

6. Pulang Pisau 22 286,292 218,035 130,673 35,777 -

7. Gunung Mas 21 320,741 260,476 218,459 82,550 14,415

8. Palangkaraya 8 63,400 50,050 36,850 - -

9. Katingan 37 385,204 319,246 140,063 54,899 34,709

10. Katawaringin

Timur 50 708,670 630,806 511,929 158,847 306,481

11. Seruyan 26 422,042 403,589 321,655 152,009 129,747

12. Kotawaringin

Barat 31 388,814 326,413 196,892 93,416 123,461

13. Lamandau 23 271,856 262,993 172,939 94,138 37,994

14. Sukamara 4 63,604 38,659 25,657 10,480 1,907

15. Lintas Kab 16 292,218 281,236 231,314 198,539 196,479

TOTAL 333 4,620,454 3,901,261 2,910,303 1,078,830 904,991

Data PBS kalteng yang belum operasional tahun 2015

No Kabupaten Unit

Arahan

Lokasi

(ha)

Izin

Lokasi

(ha)

IUP (ha) PKH (ha) HGU

(ha)

1. Murung Raya 4 53,000 50,159 24,000 - -

2. Barito Utara 19 280,753 164,688 252,325 12,158 -

3. Barito Selatan 14 252,097 113,394 14,756 - -

4. Barito Timur 15 167,111 164,719 164,919 8,576 -

5. Kapuas 16 193,688 197,403 79,294 11,923 -

6. Pulang Pisau 18 227,342 158,035 60,673 28,827 -

7. Gunung Mas 11 160,241 110,266 77,363 30,725 8,249

8. Palangkaraya 8 63,400 50,050 36,850 - -

9. Katingan 28 245,257 184,046 25,163 38,373 34,709

10. Katawaringin

Timur

6 41,916 27,671 11,976 11,097 8,606

Page 28: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

11. Seruyan 5 85,247 78,781 32,000 2,391 2,394

12. Kotawaringin

Barat

7 79,956 84,464 19,486 - -

13. Lamandau 10 70,516 72,935 41,500 989 -

14. Sukamara 2 20,000 11,615 - - -

15. Lintas Kab - - - - - -

TOTAL 163 1,940,525 1,468,225 840,305 145,059 53,958

Data PBS Kalteng yang sudah operasional tahun 2015

No Kabupaten Unit

Arahan

Lokasi

(ha)

Izin

Lokasi

(ha)

IUP (ha) PKH

(ha)

HGU

(ha)

1. Murung Raya 2 6,000 3,000 6,000 - -

2. Barito Utara 6 132,000 84,765 136,450 36,602 18,036

3. Barito Selatan 1 20,000 20,000 - - -

4. Barito Timur 8 137,353 135,221 133,014 116,012 32,701

5. Kapuas 10 175,611 176,410 113,114 12,904 9,063

6. Pulang Pisau 4 58,950 60,000 70,000 6,950 -

7. Gunung Mas 10 160,500 150,210 141,096 51,825 6,165

8. Palangkaraya - - - - - -

9. Katingan 9 139,947 135,200 114,900 16,526 -

10. Katawaringin

Timur

44 666,754 603,136 499,954 147,749 297,875

11. Seruyan 21 336,795 324,808 289,655 149,618 127,353

12. Kotawaringin

Barat

24 308,858 241,949 177,406 93,416 123,461

13. Lamandau 13 201,340 190,058 131,439 93,149 37,994

14. Sukamara 2 43,604 27,044 25,657 10,480 1,907

15. Lintas Kab 16 292,218 281,236 231,314 198,539 196,479

TOTAL 170 2,679,929 2,433,036 2,069,998 933,771 851,033

Dari data yang disajikan diatas disebutkan bahwa total PBS secara keseluruhan

sejumlah 333 unit, sementara jumlah PBS yang bersetatus CNC sejumlah 126 unit,

sehingga masih ada 207 unit PBS yang belum CNC atau legalitas usahanya belum

lengkap sebagaimana yang di syaratkan oleh peraturan-peraturan yang berlaku.

Page 29: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Mungkin argumentasi ini masih mengandung perdebatan karena tidak semua PBS telah

melakukan operasional. Namun kita juga menyajikan data tentang PBS yang telah

operasional. Dari data yang kita sajikan tersebut bahwa PBS yang telah operasional

sejumla 170 unit. Jika kita membuat perbandingan antara data PBS yang CNC dan PBS

yang operasional maka akan diketahui ada sekitar 44 unit PBS yang operasional tidak

bersetatus CNC.

1.1.3. Perkembangan Konversi Lahan Untuk Wilayah Pertambangan

- Jmlah Izin dan Luasan

- Jumlah pinjam pakai

- Explorzsi dan exploitasi

1.2. Persoalan Penataan Ruang di Provinsi Kalimantan Tengah

Berbicara mengenai tata ruang maka kita akan mengacu pada Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) baik itu Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Fungsi dan luas kawasan

dalam Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dalam kurun waktu sejak tahun

1982, perubahan-perubahannya mengacu pada:

TGHK Kalimantan Tengah 1982

Perda No. 5 Tahun 1993

Kepgub Tahun 1999 (Paduserasi RTRWP-TGHK)

Perda No. 8 Tahun 2003

SK Menhut No. 292/Menhut-II/2011

Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.529/Menhut-II/201218

Proses penyesuaian RTRWP Kalteng selama ini terjebak pada rasio antara kawasan

hutan dan non-kawasan hutan. Ini dapat dilihat dari daftar rasio hutan dan kawasan

hutan berikut :

Tata Guna Hutan Kesepakatan = 100% : 0%

Perda RTRWP Kalteng Nomor 8 Tahun 2003 = 67% : 33%

Usulan Revisi Raperda 2007 = 55% : 45%,

TGHK Update = 91% : 9%

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 529/2012 = 82% : 18%, dan terakhir

Raperda RTRWP-P 19 berharap rasio kawasan hutan dan non kawasan hutan =

55,03% : 42,11%

Perlu di ketahui, hingga sekarang dari 13 Kabupaten dan 1 Kota di Kalimantan Tengah

baru 5 daerah yang telah mempunyai RTRWK yaitu:

1. Kab. Barito Selatan (Perda Nomor: 4/2014)

2. Kab. Gunung Mas (Prda Nomor: 5/2014)

18 Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah: Statistik Kehutanan 2013.

19 Sekarang telah menjadi Perda Nomor: 5 tahun 2015 tentang RTRWP

Commented [GA2]: Ngambil dari Eksaminasi dan

review RTRWP Kalteng

Page 30: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

3. Kab. Brito Timur (Perda Nomor: 6/2014)

4. Kab. Lamandau (Perda Nomor: 9/2014)

5. Kab. Sukamara (Perda Nomor: 16/2012)

1.2.1. Dari usulan revisi Perda Nomor 8 tahun 2003 hingga ke penetapan Perda

Nomor 5 tahun 2015

Perjalan penetapan RTRWP Kalimantan Tengah menempuh jalan yang cukup panjang.

Tercatat dari tahun 2007 revisi RTRWP diusulkan dan baru tahun 2015 berhasil di

sahkan. Ada banyak kendala dalam proses tersebut yang salah satunya adalah soal tarik

menarik atara pusat dan daerah tentang rasio kawasan hutan dan non hutan. Dalam

revisi RTRWPnya, pemerintah kalteng mengusulkan 55% kawasan hutan dan 45%

adalah kawasan non-hutan. Tentu usulan ini tidak begitu saja diterima oleh pusat dan

kemudian pemerintah pusat memerintahkan acuan revisinya untuk kembali ke TGHK.

Disisi lain, pemerintah daerah tidak mau menggunakan TGHK sebagai basis rujukan

karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi eksisting lapang, sehingga mereka

tetap berpegangan bahwa acuan revisi adalah Perda Nomor 8 tahun 2003. Dari polemic

inilah kemudian di bentuk Tim Terpadu (Timdu) dalam rangka Pengkajian Perubahan

Kawasan Hutan Dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)

Kalimantan Tengah dibentuk melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.

314/Menhut-VII/2008 tanggal 16 September 200820.

Tugas Tim Terpadu antara lain melakukan kompilasi data dan informasi secara

komprehensif yang diperlukan dalam rangka mengkaji usulan perubahan peruntukan

dan fungsi kawasan hutan dalam RTRWP Kalimantan Tengah, serta menyusun

rekomendasi terhadap perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan21.

Dari semua ini yang paling Nampak dari temuan tim terpadu adalah di temukanya

jumlah penggunaan kawasan hutan yang tidak prosedural baik itu menggunakan peta

dasar TGHK mapun perda nomor 8 tahun 2003. Dari analisis menggunakan basis TGHK

ditemukan penggunaan kawasan yang tidak procedural seluas 2.085.394 ha. Sementara

itu dengan menggunakan basis perda 8/2003 pun ditemukan penggunaan kawasan hutan

tidak procedural seluas 1.672.254 ha.

Kita masih mencermati perdebatan dalam revisi RTRWP kalteng yaitu tentang basis

peta mana yang akan di jadikan landasan antara TGHK dan Perda 8/2003. Sungguhpun

begitu, kedua-duanya tetap mengandung pelanggaran. Jika pemerintah daerah

bepegangan kuat pada perda 8/2003 sebagai basisnya, apakah pelanggaran yang

diketahui tersebut akan diambil tindakan?

20 Laporan Tim Terpadu “Pengkajian Perubahan Kawasan Huatan Dalam Revisi Rencana Tata Ruang

Provinsi (RTRWP) Kalimantan Tengah”. Departemen Kehutanan, 2009.

21 Kesimpulan dan saran dari hasil kerja tim terpadi menjadi lampiran dari tulisan ini.

Page 31: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Table pelanggaran di dalam kawasan hutan berdasar TGHK dan Perda 8/2003

Sumber data: Laporan Tim Tepadu (Dephut:2009)

Bertahun-tahun pembahasan RTRWP tak kunjung menemukan titik terang. Banyak

para bupati dan termasuk gubernur sendiri mengeluhkan hal ini. Hal utama yang sering

menjadi keluhan adalah, jika RTRWP tidak segera disahkan maka investasi akan

terganggu, dimana investasi merupakan sumber utama pendapatan daerah. Maka

Menteri Kehutan mengeluarkan SK Menhut 529/2012 tentang penunjukan kawasan

hutan sebagai kebijakan transisi sebelum RTRWP yang resmi disahkan.

Pembahasan RTRWP terus berlanjut. Kali ini SK Menhut 529/2012 yang menjadi basis

rujukan untuk revisi RTRWP. Dan berikut adalah usulan perubahan kawasan dalam

revisi RTRWP.

Page 32: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Sumber Data: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Tengah (2015) dan Kalteng

Pos (28 Januari 2015).

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 78 ayat (4) huruf b menyebutkan bahwa “semua

peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan

paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini

diberlakukan”. Karena UU tentang Penataan Ruang tersebut diterbitkan pada April

2007, maka semua Perda RTRWP di seluruh Indonesia harus selesai pada sekitar April

2009.

Walaupun proses revisi Perda Kalteng No. 8 Tahun 2003 dimulai sejak tahun 2006, pada

akhirnya Perda Kalteng No. 5 Tahun 2015 dapat ditetapkan setelah melewati batas

penyelesaian yang diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007, itupun dengan muatan-muatan

didalamnya yang ternyata masih menyimpan banyak persoalan mulai isu-isu teknis sampai

isu-isu strategis yang semestinya sudah selesai ketika Perda RTRWP ditetapkan.

Luasan Outline untuk Fungsi Kawasan Budidaya yang Berada dalam Kawasan Hutan

Sumber: Perda Kalteng No. 5 Tahun 2015tentang RTRWP Kalteng 2015-2035

No Fungsi Kawasan Tipo #2 Tipo #4 Tipo #5 Tipo #6 Tipo #7 Jumlah

1 Permukiman 41.532 19.416 8.898 2.502 52.878 125.226

2 Ruang Kelola Masyarakat 457.248 304.011 103.898 13.249 561.060 1.439.466

3 Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum 6.579 2.596 3.406 395 6.772 19.748

4 Lahan Tanaman Pangan Berkelanjutan 32.137 28.096 4.535 2.346 3.698 70.812

5 Wilayah Pertambangan Rakyat 2.732 1.055 3.889 7.167 20.921 35.764

6 Perkebunan 667.879 390.522 548.891 44.962 578.426 2.230.680

7 Peruntukan Budidaya Lainnya 173.215 161.147 237.355 98.114 669.831

Jumlah 1.381.322 906.843 910.872 168.735 1.223.755 4.591.527

Jumlah pada Tipologi #1 s/d #7 1.548.448 521.570 994.450 1.186.459 207.209 8.907.610

Page 33: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Sementara disisi lain, kawasan APL yang seyogyanya diperuntukan untuk kepentingan

masyarakat justru saat ini telah banyak di kuasai oleh industry perkebunan. Dari luas

keseluruhan APL sebesar 2.612.892,91 ha, yang telah menjadi industry perkebunan seluas

1.075.096,71 ha. Artinya sekitar 41,15 % lahan APL telah menjadi kepemilikan korporasi.

Pada saat sama di dalam RTRWP masih ada 391 desa yang bestatus di dalam kawasan

hutan. Kita merasa pada kebijakan RTRWP ini tidak adil karena lebih mengakomodir

kepentingan industry perkebunan dari pada kepnetingan masyarakat.

Peta RTRWP yang di Overlay Dengan Peta Perkebunan 2012

Sumber: Perda Kalteng No. 5 Tahun 2015tentang RTRWP Kalteng 2015-2035 dan Peta

Perkebuanan Besar Swasta di Kalimantan Tengah (2012)

Page 34: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

1.3. Wilayah Pengelolaan Sumber Daya Alam Masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah

- Gambaran sosek masarakat

- Program-program yang di kerjakan oleh CSO berkaitan WKR

- Luasan wilayah kelola rakyat

- Konflik

1.4. Koordinasi dan Supervisi Kehutanan, Perkebunan dan Mineral Batubara dalam

Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam

- Landasan pelaksanaan korsub

- Program korsub

- Rekomendasi korsub

BAB 2. KINERJA KOORDINASI DAN SUPERVISI GN-SDA DI SEKTOR KEHUTANAN

Hutan merupakan suatu ekosistem yang tidak hanya memiliki kekayaan berupa kayu,

tetapi terdapat potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat. Sebagai

ekosistem, hutan berperan dalam penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup

berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya

pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air, hutan merupakan salah satu kawasan yang

sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta

tumbuhan.

Undang – Undang RI No. 41 Tahun 1999, Pasal 1 ayat 2 menyatakan: Hutan adalah

kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya

tidak dapat dipisahkan. Sedangkan ayat 3 mengenai Kawasan Hutan didefinisikan sebagai

berikut: Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Kawasan Hutan belum tentu seluruhnya terdapat hutan, ada kawasan hutan yang

mempunyai pohon-pohon yang jarang bahkan tidak terdapat pohon. Namun, oleh

pemerintah, tetap disebut “Kawasan Hutan”. Wilayah-wilayah di dalam kawasan hutan

yang tidak mempunyai pepohonan bahkan tidak bervegetasi sering disebut lahan kritis.

Lahan-lahan kritis ini perlu direhabilitasi dengan menanam pohon-pohon yang sesuai

dengan tempat tumbuhnya.

Kondisi yang ada saat ini, praktik penguasaan hutan justru melupakan bagaimana hutan

seharusnya sebagai bagian dan membentuk sistem hidup bangsa Indonesia. Ketimpangan

pengelolaan dan watak kebijakan sumber daya alam yang otoriter, kelemahan dalam tata

kelola, dan ketidak pastian hukum berkelindan dengan salah satu musuh bangsa terbesar

Commented [GA3]: Berdasarkan hasil kegiatan

lapangan CSO, presentasi Pak Sipet di Lombok.

Commented [F4]: Grahat yang kerjakan

Page 35: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

abad ini, yaitu korupsi. Berbagai permasalahan yang terjadi dan terpapar saat ini seolah

memberikan hipotesis bahwa Pasal 33 UUD 1945 ini telah dikorupsi.22

Penguasaan kawasan hutan yang diserahkan pemerintah ke sector swasta ternyata tidak

dapat menjawab kemakmuran bangsa dengan cara yang adil dan bermartabat. Dari total

41,69 juta hektar lahan hutan yang dikelola, hanya 1 persen yang diberikan kepada skala

kecil dan masyarakat adat. Sedangkan kerusakan hutan (deforestasi) terus terjadi dari

tahun ke tahun, baik karena pembukaan hutan secara masiv oleh koorporasi perkebunan,

pertambangan, maupun oleh aktivitas-aktivitas illegal.

Buruknya pengawasan disektor kehutanan, membuat negara mengalami kerugian

mencapai 35 trilyun pertahun akibat dari pembalakan liar. Belum lagi akibat dari

lemahnya pengawasan dalam izin pinjam pakai kawasan hutan disektior pertambangan.

Buruknya tata kelola yang terjadi selama ini, terbukti dengan hasil kajian KPK tahun 2013

membuktikan bahwa kebijakan pengelolaan sumberdaya alam sangat rentan dengan

korupsi. Melalui metoda kajian Corruption Impact Assessment (CIA), temuan kajian

mencatat bahwa dari 27 regulasi yang mengatur pemanfaatan hasil hutan kayu dan

penggunaan kawasan hutan, 13 regulasi diantaranya mudah disalahgunakan dan menjadi

peluang bagi korupsi. Akibatnya, setiap bisnis proses perizinan tersebut penuh dengan

suap, konflik kepentingan, perdagangan pengaruh, pemerasan, bahkan state capture.23

Kalimantan Tengah merupakan provinsi terluas nomer 2 Se-Indonesia, setelah Papua.

Luasan dataran Kalimantan Tengah mencapai 153.564 km2. Terdiri dari 13 Kabupaten dan

1 kota. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 529/Menhut-II/2012 dan

perubahan parsial (pelepasan) Kawasan Hutan Kalimantan Tengah mencapai

12.447.191,53 Ha atau sekitar 80,68% dari provinsi, sedangkan untuk non kawasan hutan

(APL) seluas 2.979.588,47 Ha atau sekitar 19,32% dari provinsi. Adapun kawasan hutan

tersebut terdiri dari:

No Status Luasan (Ha)

1 Hutan Konservasi 1.630.828

2 Hutan Lindung 1.346.066

3 Hutan Produksi Terbatas 3.317.461

4 Hutan Produksi Tetap 3.882.817

5 Hutan Produksi Konversi 2.271.019,53

22 http://acch.kpk.go.id/gn-sda-sektor-kehutanan-dan-perkebunan diakses pada 25 Juni 2016

23 Ibid

Page 36: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

2.1. Penguatan Hak Tenurial Masyarakat Dalam Pengukuhan Kawasan Hutan

Wilayah kelola rakyat harus diakui bukan hanya berada didalam kawasan non hutan

(APL), tetapi juga berada didalam kawasan hutan. Hal itu dikarenakan proses pengelolaan

yang dilakukan oleh masyarakat merupakan pengelolaan yang sudah dilakukan secara

turun temurun. Selain itu, ketidak tahuan masyarakat terkait status kawasan yang telah

ditentukan oleh pemerintah itu sendiri.

Terdapat beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui kementrian

dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi dalam hal penguatan hak-hak

tenurial masyarakat dalam pengkuhan kawasan hutan.

a. Kebijakan Pemerintah Provinsi dalam penguatan hak tenurial masyarakat.

Commented [GA5]: IP4T Kalimantan Tengah

Page 37: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Pemerintah provinsi maupun kabupaten merasa telah melakukan berbagai cara dalam

penguatan hak tenurial masyarakat, diantaranya dengan mengakomodir penguatan

tenurial melalui peraturan daerah. Sebagai contoh terbitnya Perda Provinsi Kalteng Nomor

16 Tahun 2008 jo. Perda Nomor 1 tahun 2010 tentang Kelembagaan Adat Dayak di

Kalteng. Beserta Peraturan Gubernur No. 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak-hak

di Atas Tanah di Provinsi Kalimantan Tengah.

Dimana pengakuan masyarakat adat dan hak atas tanah memiliki posisi tawar tertentu,

dengan mendorong kedamangan untuk dapat mengeluarkan surat keterangan tanah

adat (SKTA). Hanya saja, tindak lanjut dari penerbitan SKTA ini yang kerap menjadi

kendala, karena keinginan dari pemerintah provinsi adalah agar SKTA ini dapat

dinaikkan statusnya menjadi sertifikat dan mendorong Badan Pertanahan Nasional

yang berada di provinsi maupun kabupaten agar dapat mengakomodir SKTA tersebut..

Melihat kondisi tersebut, BPN provinsi maupun kabupaten merasa tidak memiliki

wewenang dalam meningkatkan status SKTA tersebut apabila berada di dalam kawasan

hutan. Tetapi, apabila SKTA tersebut berada didalam kawasan non hutan (APL) dan tidak

bersinggungan/tumpang tindih dengan hak kelola yang sudah diterbitkan pemerintah

sebelumnya maka dapat dimungkinkan untuk ditindak lanjuti oleh BPN.

Oleh karena itu, pemerintah provinsi meminta agar Damang untuk melakukan inventarisir

dan memetakan wilayah-wilayah yang merupakan tanah adat di Kalimantan Tengah

Perkembangan Wilayah Kelola Masyarakat Adat Yang Sudah Terbit Surat

Keterangan Tanah Adat (SKTA) oleh Damang sampai dengan Maret 201524

Lokasi Jumlah SKTA Luas (Ha)

Kabupaten Pulang Pisau, Kecamatan,

Banama Tingang

121 236,87

Kabupaten Kapuas, Kecamatan Timpah 438 1366.66

24 Paparan Gubernur Kalteng terkait Pengakuan Wilayah Adat Dan Wilayah Kelola Rakyat Dalam

Kerangka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Disampaikan

Pada: Dialog Nasional Membangun Simpul Kerja Sama Pemerintah Pusat, Daerah dan Masyarakat

Sipil dalam Mewujudkan Percepatan engakuan Wilayah Adat dan Perluasan Wilayah Kelola Rakyat

MATARAM, 17-18 APRIL 2015

Page 38: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Kabupaten Seruyan,

- Kecamatan Seruyan Hulu

- Kecamatan Hanau

233

147

80,67

449

Kabupaten Katingan, Kecamatan Petak

Malai

246 408,88

Kabupaten Barito Selatan, Kecamatan

Dusun Utara

161 361,83

Kabupaten Gunung Mas, Kecamatan Tewah 5 3,98

Kabupaten Barito Timur, Kecamatan

Karusen Janang

26 12,59

Kabupaten Murung Raya, Kecamatan Tanah

Siang

38 77,73

Kabupaten Barito Utara, Kecamatan Gunung

Timang

164 169,57

Kabupaten Kotawaringin Timur, Kecamatan

Bukit Santuai

36 55,28

Kabupaten Lamandau, Kecamatan Bulik

Timur

13 4,8

Kabupaten Sukamara, Kecamatan Permatan

Kecubung

8 13,9

Kabupaten Kotawaringin Barat, Kecamatan

Arut Utara

30 3,73

Kota Palangka Raya, Kecamatan Rakumpit 88 176

Jumlah 1.754 3.421,49

Page 39: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Selain itu, pada 26 maret 2015, keluar surat nomor: 522/0328/Dishut dari Gubernur

Kalimantan Tengah kepada Bupati dan Walikota Se-Kalimantan Tengah dengan perihal

Permohonan Rekomendasi Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) untuk

Program Redistribusi Tanah Bagi Masyarakat pada 169 Kelurahan/Desa di Provinsi

Kalimantan Tengah..

Surat tersebut bertujuan untuk:

o Penyelesaian enclave desa/kelurahan yang berada dalam kawasan HPK (169

desa/kelurahan).

o Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui redistribusi tanah.

o Pencapaian Program Indonesia Kerja (RPJMN 2015-2019).

Dimana, berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi

Kalimantan Tengah, diketahui bahwa setidaknya sebanyak 169 Kelurahan/Desa di Provinsi

Kalimantan Tengah masih berada dalam kawasan hutan produksi yang dapat di-konversi

(HPK).

Usulan tersebut telah dikirimkan ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada

tahun 2015, dimana dalam surat yang tersebut dilampirkan kabupaten mana saja yang

mengajukan usulan pelepasan HPK beserta luasan wilayah yang akan diusulkan untuk

dilepaskan.

Usulan Bupati/Walikota untuk Pelepasan HPK bagi Desa/Kelurahan25

No. Kab./ Kota No. Surat Tgl. Surat Luas (Ha)

1. Palangka Raya 33/DLHK/Bid.II/III/2015 27-03-2015 34.203

2. Murung Raya 58.1/120/DK-MR 27-03-2015 65.574,3

3. Lamandau 522.1.11/340/III/2015 27-03-2015 21.923,8

4. Kotawaringin

Timur 522.1/621/Dishutbun/III/2015 30-03-2015 123.309,29

5. Kapuas 522/561/Adm.SDA.2015 27-03-2015 120.314,07

25 Ibid

Page 40: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

6. Barito Timur 522/150/Hutbun 31-03-2015 6.361,22

7. Sukamara 522/150/Hutbun 31-03-2015 6.361,22

Hingga saat ini, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum menindaklanjuti

surat permohonan Gubernur Kalimantan Tengah terkait 169 Kelurahan/Desa yang berada

di dalam kawasan HPK untuk segera dilepaskan menjadi kawasan Non Hutan (APL).

Pada Juni 2015, terjadi penambahan Desa/Kelurahan yang masuk kawasan HPK, dari 169

Kelurahan/Desa di 1 Kota dan 6 Kabupaten, menjadi 377 Desa/Kelurahan yang masuk pada

kawasan HPK untuk 1 Kota dan 13 Kabupaten Se-Kalteng.

Terkait 377 Desa/Kelurahan yang masuk kawasan HPK, Gubernur Kalimantan Tengah

juga telah mengirimkan surat Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal

Permohonan pelepasan kawasan HPK untuk kelola masyarakat Desa/Kelurahan di

Provinsi Kalimantan Tengah.

b. Kebijakan Pemerintah Pusat dalam penguatan hak tenurial masyarakat,

Pada tahun 2014, terbit Peraturan bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Menteri Pekerjaan Umum

Republik Indonesia, Dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang

Iventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T).

peraturan ini merupakan tata cara penyelesaian penguasaan tanah yang berada di dalam

kawasan hutan yang bertujuan untuk mengakomodir wilayah kelola masyarakat yang

masuk di dalam kawasan hutan.

Page 41: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Menindak lanjuti hal tersebut, pemerintah daerah Kalimantan Tengah pun meminta seluruh Kabupaten/Kota untuk

melakukan koordinasi dan membentuk Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan

Hutan.

Berikut merupakan daftar rekapitulasi Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan

Hutan.26

No Wilayah No. SK Tanggal Tentang Keterangan

1 Prov. Kalimantan

Tengah

188.44/264/2015 12 Mei 2015 Pembentukan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Provinsi Kalimantan Tengah.

SK. Gubernur

Kalimantan

Tengah

2 Prov. Kalimantan

Tengah

12/KEP-

400.14.62/V/2015

12 Mei 2015 Pembentukan secretariat Tim Inventarisir Penguasaan,

Pemilikan dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan

Hutan di Provinsi Kalimantan Tengah.

SK. Kepala Kanwil

BPN Prov. Kalteng

3 Kab. Seruyan 188.45/203/2015 15 Mei 2015 Perubahan atas Keputusan Bupati Seruyan Nomor:

188.45/138/2015 Tentang pembentukkan Tim

Inventarisir Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfaatan

Tanah Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Seruyan

tahun 2015.

SK. Bupati Seruyan

4 Kab. Barito Utara 188.45/294/2015 28 Mei 2015 Pembentukan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Barito Utara

SK. Bupati Barito

Utara

5 Kab. Kotawaringin

Timur

188.45/5/Huk-

BPN/2015

23 Januari

2015

Penetapan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan dan

Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Kotawaringin Timur.

SK. Bupati

Kotawaringin

Timur

6 Kab. Kotawaringin

Barat

590/05/S.Kep/Pe

m-Tan/ IV/2015

2 April 2015 Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan dan

Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan

SK. Bupati

Kotawaringin

Barat

7 Kab. Gunung Mas 173 Tahun 2015 20 April 2015 Pembentukkan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Gunung Mas.

SK. Bupati Gunung

Mas

26 Laporan Progres Implementasi Rencana Aksi GN-PSDA Korsup Kehutanan dan Perkebunan, 2016.

Page 42: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

8 Kab. Lamandau 188.45/178/IV/HU

K/2015

6 April 2015 Pembentukkan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Lamandau.

SK. Bupati

Lamandau

9 Kab. Sukamara 188.45/66/2015 10 Maret 2015 Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan dan

Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Sukamara.

SK. Bupati

Sukamara

10 Kota Palangka

Raya

188.45/122/2015 30 Maret 2015 Pembentukkan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di Kota

Palangka Raya.

SK. Walikota

Palangka Raya

11 Kab. Murung Raya 188.45/155/2015 12 Maret 2015 Pembentukkan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Murung Raya.

SK. Bupati Murung

Raya

12 Kab. Barito Selatan 130 TAHUN 2015 5 Maret 2015 Pembentukkan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Barito Selatan 2015.

SK Bupati Barito

Selatan

13 Kab. Barito Timur 112 TAHUN 2015 27 Maret 2015 Penetapan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan dan

Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Barito Timur.

SK Bupati Barito

Timur

14 Kab. Kapuas 285/BAPPEDA

TAHUN 2015

23 Maret 2015 Perubahan atas keputusan Bupati Kapuas Nomor:

216/BAPPEDA Tahun 2015 Tentang Pembentukkan Tim

Inventarisir Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfaatan

Tanah Dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Kapuas.

SK Bupati Kapuas

15 Kab. Katingan 050/143/Kpts/III/

2015

6 Maret 2015 Pembentukkan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Katingan Tahun 2015.

SK Bupati

Katingan

16 Kab. Pulang Pisau 246 Tahun 2015 25 Mei 2015 Pembentukkan Tim Inventarisir Penguasaan, Pemilikan

dan Pemanfaatan Tanah Dalam Kawasan Hutan di

Kabupaten Pulang Pisau

SK Bupati Pulang

Pisau

Page 43: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Dalam perkembangan IP4T yang telah di SK kan oleh Bupati/Walikota Se-Kalimantan

Tengah ini, hanya 2 kabupaten yang berjalan. Yaitu Kabupaten Barito Selatan dan

Kabupaten Kapuas. Kabupaten Barito Selatan dapat berjalan karena momentum pasca

penataan batas kawasan yang dilakukan oleh BPKH 5 Banjar Baru dan merupakan pilot

project. Sedangkan Kabupaten Kapuas merupakan lokasi yang dianggap prioritas oleh

pemerintah daerah.

Lokasi Prioritas Kabupaten Barsel berada di 18 desa sepanjang Hutan Lindung Sungai

Barito-Sungai Kapuas yang pada tahun 2013 tidak menyetujui adanya penataan batas

kawasan hutan. Sedangkan lokasi prioritas di Kabupaten Kapuas berada di Kecamatan

Timpah.

Berikut lokasi prioritas IP4T di Kalimantan Tengah:

Kabupaten Barito Selatan Kabupaten Kapuas

1. Desa Sababillah

2. Desa Lembeng

3. Desa Danau Masura

4. Desa Teluk Telaga

5. Desa Muara Talang

6. Desa Bintang Kurung

7. Desa Tampijak

8. Desa Teluk Sampudau

9. Desa Selat Baru

10. Desa Teluk Betung

11. Desa Talio

12. Desa Sungai Jaya

13. Desa Batampang

14. Desa Teluk Timbau

15. Desa Batilap

16. Desa Rangga Ilung

17. Dusun Muara Puning

18. Dusun Simpang Telo

1. Desa Danau Pantau, Kecamatan

Timpah (Di dalam Kawasan Hutan

Lindung)

Target identifikasi dan pengukuran yang dilakukan oleh Tim IP4T Kabupaten Barito

Selatan mencapai 3000 persil, hanya saja hingga saat ini belum diketahui jumlah pasti

persil yang sudah dilakukan pengukuran di 16 Desa 2 Dusun tersebut.

Kegiatan pengukuhan dan penetapan kawasan hutan di Kabupaten Barito Selatan hingga

kegiatan IP4T telah memberikan perspektif baru bagi masyarakat dimana penguasaan

kawasan hutan yang dikelola masyarakat dapat menjadi legal dengan terbitnya sertifikat

kepemilikan.

Selain itu, berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan civil social organization (CSO) di

Kalimantan Tengah dan Nasional, menyimpulkan bahwa, dorongan penyelesaian hak-hak

masyarakat dalam kawasan hutan untuk mendapatkan pengakuan oleh pemerintah

Page 44: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

melalui kegiatan IP4T pada tataran pemerintah daerah pada gilirannya kurang berjalan

dikarenakan masih ada pandangan bahwa kegiatan yang dilaksanakan merupakan

kegiatan salah satu instansi bukan kegiatan kolektif pemerintah. Belum lagi persoalan

klasik terkait anggaran.

Kegiatan IP4T yang dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Tengah, misalnya di Kabupaten

Barito Selatan, Kabupaten Lamandau, serta Kabupaten Kapuas bertitik tolak pada

masalah klasik anggaran. Mengacu kepada Petunjuk Teknis/Petunjuk Pelaksanaan

Inventarisasi Penguasaan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T), bahwa

penganggaran bersumber dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Fakta hasil kegiatan

lapangan, diketahui bahwa hanya Kabupaten Kapuas yang dana kegiatan IP4T berasal

dari BPN. Kabupaten Lamandau tidak ada kegiatan lapangan, hanya ada beberapa kali

rapat sosialisasi. Informasi yang didapatkan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau

melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan tidak menganggarkan kegiatan IP4T pada

anggaran tahun 2015 dikarenakan kegiatan ini dipandang sebagai kegiatan BPN.

Kabupaten Barito Selatan melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan menganggarkan 1

Milyar Rupiah sebagai dana pendamping untuk kegiatan IP4T. Disebut dana pendamping

karena BPN Kabupaten Barito Selatan mempunyai anggaran untuk inventarisasi 750

bidang persil pada kegiatan IP4T. Hasil lapangan menunjukan kegiatan IP4T hanya

menggunakan anggaran yang berasal dari Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Selatan.27

Meskipun perkembangan IP4T di Kalimantan Tengah belum jelas arahnya kemana, tetapi

pihak Dewan Adat Dayak melalui Pemerintah Provinsi merasa, IP4T dapat menjadi

peluang bagi masyarakat dayak untuk penegasan lahan kelola tani “Dayak Misik”.

Terbukti dengan diterbitkannya Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah yang

ditandatangani langsung oleh Pj. Gubernur Kalimantan Tengah Drs. Hadi Prabowo, MM.

Dengan nomor: 188.44/190/2016 Tentang Penegasan Lahan Kelola Kelompok Tani Dayak

Misik Kalimantan Tengah yang terbit pada 24 Maret 2016.

Menurut Keputusan Gubernur tersebut, bahwa dibentuknya Tim IP4T merupakan dalam

rangka memberikan pengakuan, penghargaan dan perlindungan Negara/Hukum terhadap

Tanah Adat dan Hutan Adat untuk mewujudkan dan meningkatkan kemandirian,

kesejahteraan, harkat dan martabat masyarakat adat dayak. Selain itu, keputusan ini juga

mencantumkan, bahwa setiap Kelurahan/Desa memiliki Hutan Adat minimal 10 hektar

dan masing-masing kepala keluarga memperoleh tanah/lahan seluas 5 hektar.

Pemberian tanah/lahan seluas 5 hektar ke setiap kepala keluarga yang bernaung dibawah

kelompok tani dayak misik tersebut, pembuktiannya melalui Surat Keterangan Tanah Adat

(SKTA) atau surat sejenis lainnya, dan statusnya dapat dinaikkan menjadi sertifikat

dimana pemberian sertifikat tersebut dilakukan secara bertahap, sesuai dengan

kemampuan keuangan pemerintah (Negara).

27 Laporan Monitoring IP4T Barito Selatan, 2015. Ephistema Institute

Page 45: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Keputusan Gubernur diatas, merupakan tindak lanjut dari surat yang pernah dikeluarkan

Gubernur Kalteng Nomor: 590/572/III.12/Kesra/2015 yang ditujukan kepada Bapak

Presiden Republik Indonesia, tentang, Penegasan Lahan Kelola Kelompok Tani Dayak

Misik, dimana Gubernur meminta agar 530 Desa/Kelurahan dan lahan kelola kelompok

dayak misik yang masuk dalam kawasan hutan dikeluarkan dari kawasan hutan atau

diinclave menjadi APL sebagaimana kebijakan pemerintah kepada warga transmigrasi, dan

dalam waktu yang tidak terlalu lama sebagai bukti nyata kehadiran Negara ditengah-

tengah masyarakat.

Mungkin ada yang ingin menambahkan terkait IP4T…………………..?????

2.2. Penataan Perizinan Usaha Kehutanan

Pelaksanaan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan secara besar-besaran

dan modern, dimulai dengan ditetapkannya Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 5

tahun 1967, Undang-Undang No. 1 tahun 1967 mengenai PMA dan Undang-Undang

No. 6 tahun 1968 tentang PMDN. Ketiga Undang-undang itulah yang mendasari dan

menjadi landasan bagi pengelolaan hutan di Kalimantan Tengah khususnya dan

Indonesia umumnya, yang ditandai dengan adanya pemanfaatan hutan dalam bentuk

HPH dan HPHH, serta berkembangnya industri yang mengolah produk hasil hutan

(sawmill, plywood, blackboard, particle board, chipmill, pulpmill dan sebagainya).

Berikut ini data tentang perkembangan HPH sejak Pelita I sampai dengan tahun 200028 :

No Periode Pelita (Tahun) SK HPH

Jumlah Luas

1 Awal Pelita I (1969/1970) 3 381.000

2 Pelita II (1978/1979) 87 8.567.500

3 Pelita III (1979/1980) 95 9.291.500

4 Pelita IV (1984/1985) 112 11.231.500

5 Pelita V (1989/1990) 117 11.862.500

6 Tahun 2000 (s/d Desember 2000) 53 4.790.522

Kegiatan pengusahaan hutan di Kalimantan Tengah di mulai dengan hanya 3 unit HPH

pada tahun 1969/1970. Dimana tiap tahun terjadi penambahan kepemilikan HPH dan

mencapai puncaknya pada medio 1989/1990 dengn jumlah mencapai 117 HPH dengan

luasan 11.862.500 Ha. Tetapi, era kayu mengalami pemerosotan yang sangat drastis

terlihat penurunan pada tahun 2000 menjadi 53 unit dengan cakupan luasan areal

4.790.522 Ha.

Pengelolaan HPH yang mengalami kegagalan dalam pengelolaan hutan, gagalnya reboisasi,

illegal logging dan penyerobotan areal menjadi penyebab menyusutnya kepemilikan HPH.

28 http://kalteng.go.id/indo/kehutanan_kondisi.htm diakses pada 29 juni 2016

Commented [GA6]: Data dari Dinas Kehutanan

Kalteng

Page 46: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Dimana pengelolaan penguasaan hutan secara lestari hanya sebagai jargon yang tidak

dapat dilaksanakan oleh pemegang ijin, sehingga harus dikembalikan kembali ke Negara.

Meskipun terjadi penurunan drastis dalam hak pengelolaan hutan, perijinan di sector

kehutanan tetap menjadi yang terluas apabila dibandingkan dengan perijinan disektor

pertambangan dan perkebunan sekala besar. Terbukti dengan luas perijinan sector

kehutanan mencapai 4 juta hektar lebih.

Data Perizinan Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2016

Data perizinan di bidang kehutanan terdiri dari Izin Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu

(IUPHHK) pada Hutan Alam, Izin Usaha Pemanfatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada

Hutan Tanaman, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Restorasi

Ekosistem dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Penyerapan dan

atau Penyimpanan Karbon, dengan rekapitulasi sebagai berikut:

A. Areal IUPHHK Hutan Alam (HPH)

- Areal yang berada di Kalteng 56 Unit, seluas : 3,965,874.37 Ha

- Areal Lintas Provinsi 2 Unit, seluas : 50,412.00 Ha

- Jumlah Total 58 Unit, seluas : 4,016,266.37 Ha

B. Areal IUPHHK Hutan Tanaman (HTI)

- Status Izin Definitif 23 Unit, seluas : 613,525.49 Ha

- Belum Definitif 2 Unit, seluas : 30,500.00 Ha

- Jumlah Total 25 Unit, seluas : 644,025.49 Ha

C. Areal IUPHHK Restorasi Ekosistem (RE)

- Areal yang berada di Kalteng

(PT. Rimba Makmur Utama

dan PT. Rimba Raya

Conservation)

2 Unit, seluas : 145,406.00 Ha

- Areal Lintas Provinsi 0 Unit, seluas : 0 Ha

- Jumlah Total 2 Unit, seluas : 145,406.00 Ha

D. Areal IUPHHK Penyerapan dan atau Penyimpanan Karbon (Pan/Rap Karbon)

Page 47: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

- Areal yang berada di Kalteng

(PT. Hutan Amanah Lestari)

1 Unit, seluas : 25,800.00 Ha

- Areal Lintas Provinsi 0 Unit, seluas : 0 Ha

- Jumlah Total 1 Unit, seluas : 25,800.00 Ha

Total pengelolaan kawasan hutan apabila melihat tabulasi diatas maka, kawasan hutan

Kalteng yang memiliki izin kehutanan seluas: 4.831.497,86 Hektar. Dari 12.447.191,53Ha

kawasan hutan di Kalteng. Luasan kawasan hutan yang sudah memiliki izin kehutanan

tersebut, belum termasuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dan Izin Pelepasan Kawasan

Hutan di sector investasi.

Berikut merupakan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IUPPKH) dan Data Ijin Pelepasan

Kawasan Hutan (IUPKH):

A. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Pertambangan yang sudah Operasi Produksi

No. Kabupaten Tambang

Jumlah (unit) Luas (Ha)

1 Lamandau 1 390,880

2 Seruyan - -

3 Barito Timur 4 1.869,770

4 Barito Utara 15 20.416,470

5 Barito Selatan 5 3.570,700

6 Gunung Mas - -

7 Kapuas 6 5.672,910

8 Katingan 1 431,300

9 Kotawaringin Barat - -

10 Kotawaringin Timur 1 129,500

11. Murung Raya 8 18.187,566

12. Pulang Pisau - -

13. Sukamara - -

Page 48: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

14. Palangka Raya 1 494,130

15. Lintas Kabupaten 6 24.771,740

Total 46 75.544,086

B. Izin Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan Sekala Besar

No Tahap Jumlah (unit) Luas (ha)

1 Persetujuan Prinsip 15 74.228,06

2 Pelepasan 92 921.991,63

Jumlah 107 996.219,69

Berdasarkan hasil tinjauan data yang dilakukan oleh Dirjen Minerba ketika Korsup

sawit beberapa waktu yang lalu, dimana terdapat aktivitas non prosedural yang

dilakukan oleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang masuk kedalam kawasan hutan

tanpa adanya Ijin Pelepasan Kawasan Hutan.

Penggunaan kawasan hutan tidak prosedural oleh pertambangan di Kalimantan tengah

sebanyak 483 unit IUP. Dengan luasan mencapai 3.570.518 Ha, dengan rekapitulasi

sebagai berikut:

No Status Luasan (Ha)

1 Hutan Konservasi 8.315

2 Hutan Lindung 116.758

3 Hutan Produksi Terbatas 1.354.011

4 Hutan Produksi 1.364.565

Selain itu, proses dalam melakukan ijin pelepasan kawasan hutan pun masih terjadi

kendala, dimana terdapat perusahaan yang ada ijin usaha perkebunan tetapi belum

melakukan proses pelepasan kawasan hutan, berikut merupakan hasil analisis spasial izin

usaha perkebunan terhadap kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah yang

dilakukan oleh Badan Planologi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ketika

melakukan paparan pada saat Korsup hutan dan kebun pada mei 2016.

Page 49: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

PETA SEBARAN IZIN USAHA

PERKEBUNAN PROVINSI

KALIMANTAN TENGAH

JUMLAH IUP = 264 Prshn

SUMBER : Data Spasial IUP

Perkebunan dari Dinas Perkebunan

Prov. Kalteng tahun 2016

Page 50: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

No KRITERIA UNIT LUAS (HA)

1

Indikasi IUP yang berada dalam kawasan

HPK yang belum memiliki pelepasan

kawasan

212 895.509,7

2 Indikasi IUP yang berada dalam kawasan

HK, HL dan HP/HPT 222 1.137.459,2

Luas total 2.032.968,9

FUNGSI LUAS (HA)

KSA/KPA 48.091,7

HL 50.235,7

HPT 154.097,2

HP 855.034,7

TOTAL 1.137.459,2

Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat guna

menegakkan hukum apabila memang terjadi kesalahan prosedural maupun apabila terjadi

unsur pidana dalam proses pinjam pakai kawasan hutan maupun pelepasan kawasan

hutan.

Melihat kondisi diatas dan dalam pemenuhan Rencana Aksi Gerakan Nasional Pengelolaan

Sumber Daya Alam Kooordinasi dan Supervisi Kehutanan dan Perkebunan, maka

Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah melakukan beberapa langkah dan pembenahan

baik secara internal maupun mendorong para pemegang ijin melakukan pemenuhan-

pemenuhan data dan informasi yang belum terpenuhi.

Adapun langkah startegis yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

adalah sebagai berikut:

Page 51: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

No Tanggal No. Surat Tujuan Perihal Keterangan

1 18 September 2015 522.11/0799/Dishut

pemegang Izin Pinjam

Pakai Kawasan Hutan

(IPKKH) wilayah Provinsi

Kalimantan Tengah.

laporan pemenuhan

kewajiban pemegang IPPKH

Surat ini bertujuan untuk

melakukan pengumpulan data

dan informasi penggunaan

kawasan hutan untuk

kepentingan non kehutanan

dan pemenuhan

kewajibannya.

2 18 September 2015 522.1/0798/Dishut

Ditandatangani oleh Pj.

Gubernur Kalteng

Walikota Palangka Raya

dan Seluruh Bupati Se-

Kalimantan Tengah

Renaksi GN-PSDA Korsup

Kehutanan dan Perkebunan

Pemenuhan matriks GNPSDA

sektor Kehutanan dan

perkebunan.

Mempedomani setiap

rekomendasi perbaikan serta

mendorong percepatan

tercapainya target korsup

yang telah ditetapkan,

melaksanakan renaksi sesuai

kewenangan masing-masing,

melakukan pengumpulan data

dan informasi perizinan

kehutanan, perizinanannon

kawasan hutan, perkebunan

serta pemenuhan kewajiban

dalam rekonliasi data.

3 28 September 2015 522/0827/Dishut

Ditandatangani oleh

Sekda Provinsi Kalteng

Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak

Kalimantan Selatan dan

Tengah

Informasi pemenuhan

kewajiban pajak perusahaan

bidang kehutanan dan

perkebunan

Meminta untuk memberikan

data dan informasi mengenai

pemenuhan kewajiban pajak

perusahaan pemegan izin

kehutanan dan perkebunan

4 28 September 2015 522/0828/Dishut

Ditandatangani oleh

Sekda Provinsi Kalteng

Kepala Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD)

Provinsi Kalimantan

Tengah

Menindaklanjuti surat

522.1/0798/Dishut

implementasi Renaksi

GNPSDA Korsup Hutbun

Prov. Kalteng.

Dalam pemenuhan 6 sasaran

dan 20 Renaksi, menyiapkan

data dan dokumen,

melakukan langkah tindak

lanjut untuk menunjang

progres renaksi sesuai dengan

bidang masing-masing,

Page 52: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

meningkatkan koordinasi

antar instansi,

menginventarisir dan

melaporkan masalah yg

dihadapi dalam pelaksanaan

renaksi.

5 15 Oktober 2015 522.1.100/2295/Dishut.

Ditandatangani oleh

Kepala Dinas Kehutanan

Prov. Kalteng

Seluruh Kepala Dinas

Kehutanan Se-Kalteng

dan Kepala BP2HP,

BPDAS Barito, BPDAS

Kahayan, BPKH XXI di

Kalimantan Tengah

Mengundang 53 Unit

usaha pertambangan

pemegang IPPKH

Undangan Rapat koordinasi

pemenuhan kewajiban izin

pinjam pakai kawasan

hutanuntuk kegiatan

operasi produksi

Rapat dilaksanakan pada

tanggal 26-27 Oktober 2015

Rapat ini merupakan tindak

lanjut dari surat

522.11/0799/Dishut serta

menyampaikan laporan

singkat terkait pemenuhan

kewajiban, serta membawa

data terkait pemenuhan

kewajiban IPPKH.

6 05 Nopember 2015 522.1.100/2322/Dishut

Ditandatangani oleh

Kepala Dinas Kehutanan

Prov. Kalteng

20 Daftar pemegang

IPPKH untuk Kegiatan

Operasi Produksi

(Eksploitasi)

Surat Peringatan I (satu) Memberikan surat peringatan

kepada pemegang IPPKH,

karena tidak menghadiri

pertemuan pada 26-27

Oktober 2015 dan tidak

pernah memberikan laporan

pemenuhan kewajiban.

Apabila dalam kurun waktu

30 hari kalender sejak

pengiriman surat peringatan I,

maka akan memberikan

peringatan II.

7 27 Nopember 2015 S-4689/WPJ.29/2015

Plh. Kepala Kantor

Direktorat Jenderal

Pajak Kalimantan

Selatan dan Tengah

Sekretaris Daerah

Pemerintah Provinsi

Kalimantan Tengah

Informasi Pemenuhan

Kewajiban Perpajakan

Perusahaan Pemegang Izin

Kehutanan dan Perkebunan.

Menjawab surat Nomor:

522/0827/DISHUT pada

tanggal 28 September 2015

dalam hal informasi

pemenuhan kewajiban pajak

perusahaan Bidang

Kehutanan dan Perkebunan.

8 19 Nopember 2015 522.2.211/808/DISHUT

Ditandatangani oleh

Kepala Dinas Kehutanan

1. Ir. Bambang Heryanto

2. Bahara, SE

3. Endah Winarni, S.Hut

Surat Perintah Tugas Mengikuti Kegiatan

rekonsiliasi penerimaan

Page 53: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Provinsi Kalimantan

Tengah

4. Ashar, S. Hut. PSDH, DR dan IIUPH

Triwulan IV Tahun 2015

9 November 2015 Laporan Hasil Rekonsiliasi

Penerimaan Iuran

Kehutanan (DBH SDA

Kehutanan) Triwulan IV

Tahun 2015

10 8 Desember 2015 522.1.100/2567/Dishut

Ditandatangani oleh

Kepala Dinas Kehutanan

Prov. Kalteng

Direktur Jenderal

Planologi Kehutanan dan

Tata Lingkungan

Tindak lanjut perusahaan

skema PP No. 60/2012 Yang

belum melengkapi

persyaratan

Meminta arahan dari Disjen

Planologi dan Tata

Lingkungan, terkait dengan

31 Perusahaan Perkebunan

yang tidak

memenuhi/menindaklanjuti

persyaratan PP No. 60/2012.

11 8 Desember 2015 522.1.100/2568/Dishut

Ditandatangani oleh

Kepala Dinas Kehutanan

Prov. Kalteng

1. PT. Graha Inti Jaya

2. PT. Kahayan Agro

Lestari

3. PT. Rezeki Alam

Semesta Raya

4. PT. Wanayasa

Kahuripan Indonsia

5. PT. Agro Kalimantan

Abadi

6. PT. Suryamas Cipta

Perkasa

7. PT. Berkah Alam

Fajarmas

8. PT. Bahaur Era Sawit

Tama

9. PT. Karya Luhur Sejati

Penghentian Kegiatan Menindaklanjuti hasil rapat

koordinasi perkembangan

penyelesaian persyaratan PP

Nomor 60 Tahun 2012 yang

dilaksanakan pada 3

Desember 2015. Permohonan 9

Perusahaan telah ditolak oleh

Kementrian Lingkungan

Hidup dan Kehutan.

Meminta kepada 9

perusahaan tersebut untuk

menghentikan semua kegiatan

oprasional di lapangan sampai

ada petunjuk lebih lanjut dari

Kementrian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan.

Page 54: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

2.3. Perluasan Wilayah Kelola Rakyat

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dengan Pemerintah Kabupaten/Kota Se-

Kalimantan Tengah melakukan koordinasi dan identivikasi wilayah Desa/Kelurahan yang

masuk pada kawasan hutan yang dapat dikonversi (HPK). Pada pertemuan koordinasi dan

identifikasi tersebut, ditemukan 377 Desa/Kelurahan yang masuk kedalam kawasan HPK.

Dengan luasan mencapai ±624.101,04 Ha.

Guna memperkuat hasil koordinasi dan identifikasi tersebut, Gubernur Kalimantan

Tengah menerbitkan keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 188.44/301/2015

tentang Penetapan lokasi kelola masyarakat Desa/Kelurahan pada Kawasan Hutan

Produksi yang dapat di Konversi di Provinsi Kalimantan Tengah. Kepeutusan Gubernur

tersebut terbit pada tanggal 23 Juni 2015.

Adapun lokasi kelola yang masuk dala kawasan HPK tersebut adalah, sebagai berikut:

No Kabupaten/Kota Jumlah Ket

Desa/Kelurahan Luas (Ha)

Provinsi Kalimantan Tengah 377 ±624.101,04

1 Murung Raya 32 ±82.435,54

2 Barito Utara 34 ±66.195,84

3 Barito Timur 6 ±1.240,59

4 Barito Selatan 22 ±39.624,16

5 Kapuas 47 ±110.903,07

6 Pulang Pisau 27 ±23.995,60

7 Gunung Mas 14 ±13.783,73

8 Palangka Raya 21 ±34.145,83

9 Katingan 10 ±5.189,75

10 Kotawaringin Timur 75 ±123.276,37

11 Seruyan 60 ±77.858,83

12 Kotawringin Barat 5 ±17,277,05

13 Lamandau 18 ±21.906,51

14 Sukamara 6 ±6.268,17

Pada 23 Juni 2015, Gubernur Kalimantan Tengah mengirimkan surat kepada Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Up. Kepala Badan Koordinasi

Penanaman Modal dengan dengan nomor: 522/0551/Dishut perihal, permohonan pelepasan

kawasan HPK untuk kelola masyarakat Desa/Kelurahan di Provinsi Kalimantan Tengah.

Kondisi eksisting lokasi yang diusulkan tersebut diatas, sebagian sudah merupakan

fasilitas umum, fasilitas social, pemukiman, sawah, kebun dan kegiatan usaha masyarakat

lainnya yang sampai saat ini statusnya masih kawasan hutan, sehingga tidak dapat

memberikan jaminan kepastian terhadap hak-hak sipil masyarakat yang ada di

desa/Kelurahan dimaksud.

Hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari kemetrian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan terkait dengan permohonan pelepasan kawasan HPK untuk 377

Desa/Kelurahan yang diajukan oleh Provinsi Kalimantan Tengah.

Commented [GA7]: Data HD dan HKM

Page 55: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Selain permohonan pelepasan kawasan HPK, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten juga

menggunakan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman

Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), berikut tabulasinya sampai dengan Maret 201529:

Perkembangan wilayah kelola masyarakat Skema Hutan Kemasyarakatan (HKm)

No Nama hkm Usulan

desa (ha)

Usulan

kab/ kota

(ha)

Verfikasi (ha) Penetapan

sk.menhut

(ha)

Ket

I. Kabupaten gunung mas

1. Hkm desa

tumbang

miwan

3.135,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan dari

Bupati

2. Hkm teluk

lawah (kt.

Intan lestari)

2.500,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan dari

Bupati

Kabupaten kotawaringin barat

1. Forum gapok

hkm “pelangi

kobar bersatu”

15.000,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan ke

Bupati

III. Kab. Katingan - 1.890,00 - - Masih Dalam

Proses

IV. Kota palangka

raya

- 3.500,00 - - Pencadangan

HKm

Perkembangan wilayah kelola masyarakat Skema Hutan Desa (HD)

29 Paparan Gubernur Kalteng terkait Pengakuan Wilayah Adat Dan Wilayah Kelola Rakyat Dalam

Kerangka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Disampaikan

Pada: Dialog Nasional Membangun Simpul Kerja Sama Pemerintah Pusat, Daerah dan Masyarakat

Sipil dalam Mewujudkan Percepatan engakuan Wilayah Adat dan Perluasan Wilayah Kelola

Rakyat MATARAM, 17-18 APRIL 2015

Page 56: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

No Nama HD Usulan

desa (ha)

Usulan

kab / kota

(ha)

Verfikasi

(ha)

Penetapan sk.

Menhut (ha)

Ket.

I. Kabupaten gunung mas

1. Desa

rabambang

450,00 - - - Masih

dalam

proses

pengusulan

dari bupati

2. Desa harowu 13.235,00 - - - Masih

dalam

proses

pengusulan

dari bupati

3. Desa taja

urap

463,00 - - - Masih

dalam

proses

pengusulan

dari bupati

Total 14.148,00

II. KABUPATEN KAPUAS

1. desa

katimpun

3.300,00 3.300,00 3.300,00 3.230,00

SK.212/Menhut

-II/2014

Telah

Mendapat

PAK

2. desa

katunjung

6.920,00 6.920,00 6.920,00 6.315,00

SK.

509/Menhut -

II/2014

Telah

Mendapat

PAK

3. desa

kalumpang

1.000,00 1.000,00 - - Masih Dalam

Proses

Verifikasi

4. desa tumbang

muroi

21.844,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

dari Bupati

Page 57: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

5. desa

mantangai

hulu

18.503,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

dari Bupati

6. desa petak

puti

8.305,00 8.305,00 8.305,00 7.855,00

SK.213/Menhut

-II/2014

Telah

Mendapat

PAK

7. desa tambak

bajai

9.238,68 9.238,68 9.238,68 9.580,00

SK.214/Menhut

-II/2014

Telah

Mendapat

PAK

total 69.110,68 28.763,68 27.763,68 26.980,00

III. KABUPATEN KATINGAN

1. desa petak

bahandang

438,00 438,00 438,00 - Dlm Proses

Penetapan

dari Menhut

2. desa hyang

bana

362,00 362,00 362,00 - Dlm Proses

Penetapan

dari Menhut

3. desa talingke 716,00 716,00 716,00 - Dlm Proses

Penetapan

dari Menhut

total 1.516,73 1.516,73 1.516,73 -

IV. KABUPATEN PULANG PISAU

1. desa gohong 4.118,00 4.118,00 2.917,00 3.155,00

SK.587/Menh

ut II/2012

Telah

Mendapat SK

HPHD

2. desa

mantaren

2.378,00 2.378,00 1.765,00 1.835,00

SK.586/Menh

ut-I/2012

Telah

Mendapat SK

HPHD

Page 58: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

3. desa buntoi 11.340,00 11.340,00 6.465,00 7.025,00

SK.585/Menh

ut-II/2012

Telah

Mendapat SK

HPHD

4. desa kalawa 6.215,00 6.215,00 3.898,00 4.230,00

SK.587/Menh

ut II/2012

Telah

Mendapat SK

HPHD

total 24.051,00 24.051,00 15.045,00 16.245,00

V. KAB. KOTAWARINGIN TIMUR

1. desa

terantang

1.000,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

2. desa

terantang

hulu

1.200,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

total 2.200,00 - - -

VI. KABUPATEN SERUYAN

1. desa

palingkau

500,00 - - - Masih

Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

2. desa banua

usang

500,00 - - - Masih

Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

total 1.000,00 - - -

VII. KAB. MURUNG RAYA

1. desa olung

ulu

1.620,00 - - - Masih

Dalam

Proses

Page 59: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

pengusulan

ke Bupati

2. desa

saruhung

1.590,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

3. desa olung

soloi

850,13 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

4. desa kolam 794,37 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

5. desa tumbang

naan

203.468,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

6. desa tumbang

tohan

154.348,00 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

ke Bupati

total 362.670,50

Perkembangan wilayah kelola masyarakat Skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

no nama htr wilayah

kabupaten

no. sk luas (ha) ket.

i. kab.

kotawaring

in barat

kotawaringin

barat

SK.114/MEN

HUT-II/2008

JO.

SK.526/MEN

HUT-II/2014

11.942,00

revisi

13.500,00

SK. MENHUT

(PENCADANGAN)

Page 60: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

1. kop.

“anugerah

alam

permai”

kotawaringin

barat

522.1/226/1.3/

IV/2009

1.744,00 SK. BUPATI

(IUPHHK-HTR)

2. kth “satai

jaya”

kotawaringin

barat

522.2/499.1/1.

3/XI/2012

330,96 SK. BUPATI

(IUPHHK-HTR)

3. kth “sungai

impa”

kotawaringin

barat

PERTEK NO.

S.857/BP2HP

XII-3/2014

240,00 MSH DLM PROSES

PENERBITAN SK BUPATI

4. kth “rimba

arut

sejahtera”

kotawaringin

barat

PERTEK NO.

S.399/BP2HP

XII-3/2014

329,00 MSH DLM PROSES

PENERBITAN SK BUPATI

5. kth “rimba

arut

permai”

kotawaringin

barat

PERTEK NO.

S.396/BP2HP

XII-3/2014

272,00 MSH DLM PROSES

PENERBITAN SK BUPATI

6. kop.

“beringin

jaya”

kotawaringin

barat

- 991,00 USULAN MASIH DALAM

PROSES PERTEK BP2HP

WIL. XII PALANGKA RAYA

ii. kabupaten

kapuas

kapuas SK.512/MEN

HUT-II/2014

5.510,00 SK. MENHUT

(PENCADANGAN)

Page 61: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

- kabupaten murung raya

- kabupaten barito utara

- kabupaten barito selatan

- kabupaten barito timur

- kabupaten gunung mas

- kabupaten pulang pisau

- kota palangka raya

- kabupaten katingan

- kabupaten kotawaringin

timur

- kabupaten seruyan

- kabupaten lamandau

- kabupaten sukamara

12 Kabupaten belum ada usulan

Perkembangan wilayah kelola masyarakat Skema Hutan Adat (HTR)

No Nama HD Usulan

desa (ha)

Usulan

kabupaten

/kota (ha)

Verfikasi

(ha)

Penetapan

sk.

Menhut

(ha)

Ket.

I. KAB. GUNUNG MAS

1. Hutan Adat

Tumbang

Bahanei

8.888,0337 - - - Masih Dalam

Proses

pengusulan

dari Bupati

TOTAL 8.888,0337

Persentase penggunaan kawasan hutan oleh masyarakat yang telah mendapat

pencadangan atau penetapan yaitu:

Page 62: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

=

Luas HKM, HD, HTR, HA

X 100%

Luas Kawasan Hutan

=

67.645,03

X 100%

12.447.191,53

= 0,54 %

Keterangan :

Persentase tersebut di atas belum termasuk tanah adat (SKTA) dan permohonan

pelepasan kawasan hutan HPK.

2.4. Penyelesaian Konflik

Berdasarkan catatan Walhi Kalimantan Tengah, sepanjang Tahun 2013 – 2015 setidaknya

ada 156 konflik lahan yang melibatkan masyarakat dengan perusahaan dan 28 warga

menjadi kriminal. Hal tersebut dikarenakan peran serta masyarakat dalam mengelola

kawasan di wilayahnya semakin terhimpit oleh perijinan kehutanan, perkebunan dan

pertambangan. Hal ini belum termasuk konflik sesama pelaku usaha perijinan.

Saat ini, mekanisme penyelesaian konflik di Kalimantan Tengah masih dalam proses

penyusunan Naskah Akademik dan Ranperda Penyelesaian Sengketa Tanah dan Sumber

Daya Alam Lainnya di Kalimantan Tengah, Peraturan tentang penyelesaian konflik hanya

ada pada Peraturan Perkebunan No. 42 Tahun 2014 tentang Penanganan dan

Penyelesaian konflik perkebunan di Kalimantan Tengah.

Selama ini, proses penyelesaian konflik dilakukan melalui kelompok kerja yang di SK-kan

oleh Gubernur dan atau oleh Bupati di tiap Kabupaten, penyelesaian konflik melalui pokja

tersebut melibatkan instansi teknis terkait di Provinsi maupun di Kabupaten.

Contoh Konflik yang terjadi di Kalimantan Tengah:

1. Areal Perusahaan di dalam Kawasan Lindung

Commented [GA8]: Akan dibrowsing...

Page 63: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

1. Berdasar SK Menhut 529/2012 areal perusahaan berda di dalam kawasan

lindung

2. Izin Telah dicabut Bupati dengan surat No. 25.460/Disbunhut/2013 tertanggal

13 Juli 2013, namun tetap operasional

2. Inpres No. 2 Tahun 2007, Revitalisasi dan Rehabilitasi ???

Inpres 2/2007 mengalokasikan 17.500 Ha lahan untuk perkebunan. Namun, perizinan

yang diterbitkan hingga Maret 2008 oleh pemerintah kabupaten, sebagian besar untuk

kelapa sawit, mencakup 391.048 Ha. Dari lahan ini, 119.564 Ha berada di lahan gambut

dalam (>3m). Sangat disarankan agar izin perkebunan di lahan gambut dalam (> 3 m)

dicabut atau dipindahkan.

3. Berada di dalam kawasan Lindung

Alokasi Inpres 2/2007 -> 17.500 ha

Ijin

391.564 ha

(2.234%) Ijin di gambut dalam

119.564 ha (683%)

Page 64: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

1) Berdasarkan dinas pertanian dan perkebunan Kab. Gumas Nomor.

520/84/distanbun/IV/2014 yang di tujukan kepada BLH Gumas perihal

pengecekan lapangan atas areal operasional PT. BMB disebutkan bahwa “PT.

BMB telah melakukan pembukaan lahan pada areal Waduk/DAM sakata Juri

hanya berjarak +/- 125 meter.

2) Tentang penetapan waduk sakata juri sebagai kawasan lindung ditetapkan oleh

bupati Nomor. 130/2004

2.5. Optimalisasi Penerimaan Negara

Bingung terkait Optimalisasi Penerimaan Negara

BAB 3. KINERJA KOORDINASI DAN SUPERVISI GN-SDA DI SEKTOR PERKEBUNAN

Kalimantan tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah perkebunan

kelapa sawit yang cukup besar. Berdasar data dinas perkebunan provinsi tahun 2015,

Lokasi Pembukaan

Lahan PT. BMB

Commented [GA9]: Data di SIPUH Online (time

series 5 tahun) (2010-2015)

Page 65: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

bahwa jumlah unit perkebunan kelapa sawit sebanyak 333 unit dan cakupan luas area

konsesinya seluas 3.901.261 ha30. Artinya konsesi sawit telah menguasai 25,5% lahan dari

total luasan Kalimantan tengah yaitu 15,3 juta ha.

Perkebunan sawit bukanlah hal baru di Kalimantan Tengah. Tercatat bahwa pertamakali

investasi kelapa sawit masuk pada tahun 1992 dengan investor yaitu PT. Indo Turba

Tengah yang bekerjasama dengan Angkatan Darat melalui Yayasan Kartika Eka Paksi

yang didukung oleh Salim Group sehingga kemudian perkembangan pemebarian izin dari

tahun ke tahun berkembang cukup besar yang mendesak ruang hidup dan ruang kelola

masyarakat adat/local.

Pasca reformasi, dari system pemrintah sentralistik berpindah ke system desentralisasi

dimana pemrintah pusat melimpahkan sebagian besar kewenanganya kepada daerah,

maka dari sinilah dimulai era otonomi daerah. Sehingga tiap-tiap kepala daerah

mempunyai kewenangan yang lebih luas dari pada sebelumnya termasuk kewenangan

untuk mengeluarkan perizinan.

Dari sinilah kita melihat bahwa otonomi daerah adalah momentum yang berpengaruh

besar pada perkembangan perizinan perkebunan di Kalimantan Tengah karena

kewenangan yang dimiliki tiap-tiap Kepala Daerah. di tambah lagi dengan kehadiran UU

5/2002 tentang pemekaran Kalimantan tengah, yang semula dari 5 kabupaten menjadi 13

kabupaten dan 1 kota. Artinya pada tiap-tiap daerah hasil pemekaran membutuhkan

kepala daerah, dan pelaku pemberi izin pastinya juga bertambah. Setiap daerah butuh

dana untuk menjalankan roda pemerintahan. Sementara, sumber pendapatan daerah

masih tergantung pada investasi salah satunya sawit. Namun kita juga jangang terkecoh

begitu saja seakan-akan pemberian izin tersebut berjalan melalui proses dan situasi yang

normal. Kita harus ingat bahwa penyakit korupsi di dalam negeri ini belum sembuh,

sehingga dugaan tak wajar pada proses pemberian izin patut kita lekatkan, apa lagi proses

yang dibangun tersebut tidak transparan sama sekali dan kehadiranya pun mebikin

banyak masalah dilapangan.

Semua perizinan pada era otonomi daerah berada di tangan kepala daerah baik

bupati/gubernur. Sudah menjadi rahasia umum disekitar kita bahwa untuk maju menjadi

kepala daerah bukanlah barang gratisan, ada biaya yang harus di bayar, salah satunya

adalah untuk biaya kampanye yang rata-rata membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Disinilah di duga permainan jual beli izin terjadi untuk modal maju menjadi kepala daerah

dan kompnesasinya adalah izin akan dilancarkan. Maka tidaklah aneh jika sejak setelah

otonomi daerah daerah dan pemekaran kalteng perkembangan perizinan di kalteng naik

menjadi berkali-kali lipat dari seblum otonomi dan pemekaran.

Grafik Perkembangan Pemberian Izin Perkebunan di Kalimantan Tangah

(1980-2010)

30 Berdasar Izin Lokasi Tahun 2015

Page 66: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Sumber: Dara Olahan Walhi Kalteng (2010)

Kita lihat pada grafik diatas, pada tahun 2000 luas izin lokasi untuk perkebunan hanya

berkisar + 50.000 ha, namun pada tahun 2010 luas izin lokasi telah mencapai sekitar +

2.000.000 ha. Kita tahu bahwa pada tahun 2000an Negara Indonesia telah

mengimplementasi system otonomi daerah dan tahun 2002 Kalimantanh Tengah ada

pemekaran daerah dari 5 kabupaten/Kota menjadi 13 Kabupaten dan 1 Kota. Justru pada

setelah momentum pemekaran daerah dan yang pasti diikuti dengan pilkada untuk

menentukan kepala daerah hasil pemekaran, perkembangan pemberian izin lokasi kian

naik tajam menjadi berkali-kali lipat, selama 10 tahun, jumlah rata-rata luas izin lokasi

yang dikeluarkan sebanyak + 200.000 ha pertahun.

Tentu dengan system yang dibangun tidak transparan dan penuh dengan motif Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini akan menghasilkan output yang kurang baik. Aturan-

aturan yang semestinya di jalankan di abaikan begitu saja, ada ribuan hak masyarakat

yang kemudian di langgar, aspek lingkungan hanya menjadi wacana yang tidak pernah di

implementasikan, dan masih banyak lagi kecacatan-kecacatan yang dihasilkan yang

dibiarkan begitu saja karena sejak awal semua ini dibangun dengan konspirasi.

Harapan terpancar saat korsup (Koordinasi dan Supervisi) KPK pada sector perkebunan

sawit digelar. Harapan itu tidaklah berlebihan mengingat KPK merupakan lembaga

penegakan hokum yang mendapat kepercayaan yang cukup besar dari masyarakat dengan

reputasi yang cukup progressif dibanding lembaga penegak hokum lainya.

Dalam mengoperasionalkan korsup ini, KPK membangun rencana aksi sebagai panduan

kerja sekaligus sebagai alat ukur bagi daerah-daerah pada tingkat komitmenya untuk

memperbaiki sector kehutanan dan perkebunan31.

3.1. Pemetaan Sawit Rakyat

Pernah kita mendengar ungkapan, perkebunan di sekitar kita sangat luas. Namun

pertanyaanya, siapa yang kaya dan siapa yang merana?. Pertanyaan ini singkat dan

31 Lihat Lampiran …

Commented [GA10]: Tabulasi sudah ada..

Data tabulasi di perkebunan-- dimas

Page 67: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

sederhana namun sangat tegas. Melihat pada fenomena industry perkebunan yang

semakin menjadi primadona dan juga telah sukses menghasilkan konlomerat-konglomerat

dengan jumlah kekayaan yang luar biasa. Lalu apakah rakyat disekitar konsesi mereka

juga ikut menikmatinya?

Kedatangan investasi tak lain adalah dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, itu yang

sering dikatakan oleh pemerintah. Perkebunan merupakan salah satu sector investasi

yang menjadi adalan. Hingga pada saat sekarang tingkat penguasaan lahan untuk

perkebunan sudah mencapai 3.901.261 ha.

Pada sisi lain rakyat membutuhkan alokasi ruang untuk kepentingan kegiatan agrikultur

mereka yang salah satunya berkebun sawit. Perkebunan sawit sudah dijalankan oleh

sebagian besar dari masyarakat Kalimantan Tengah selain berkebun karet. Sawit

merupakan komoditas incaran pasar dan mempunyai nilai jual yang cukup tinggi,

sehingga tidak heran jika banyak masyarakat yang menggeluti dunia perkebunan sawit

ini.

Perkembangan dunia perkebunan sawit masyarakat ini seharusnya tidak lepas dari

pendampingan dan fasilitasi dari pemerintah untuk menjaga produktifitas dan eksistensi

mereka agar tidak tenggelam oleh derasnya ekspansi industry perkebunan sekala besar.

Oleh karena itu langkah awal yang mesti dijalankan pemerintah adalah dengan melakan

inventarisasi perkebunan sawit rakyat.

Pada laporan dinas perkebunan provinsi tentang laporan triwulan implementasi progress

program rencana aksi GN-PSDA korsup kehutanan dan perkebunan provinsi Kalimantan

Tengah tahun 2015, disebutkan bahwa perkebunan sawit rakyat yang berhasil mereka

catat adalah 170.619 ha

Table Realisasi Perkebunan Sawit Masyarakat (2015)

N

o Kabupaten Unit

Arahan

Lokasi

(ha)

Izin

Lokasi

(ha)

IUP

(ha)

PKH

(ha)

HGU

(ha)

Realisas

i Kebun

Rakyat

(ha)

1. Murung

Raya 6 59,000 53,159 30,000 - -

2. Barito Utara 25 412,753 249,453 388,775 48,760 18,036 4.595

3. Barito

Selatan 15 272,097 133,394 14,756 - -

4. Barito

Timur 23 304,464 299,940 297,933 124,588 32,701 3.854

5. Kapuas 26 369,299 373,813 192,408 24,826 9,063 14.150

6. Pulang

Pisau 22 286,292 218,035 130,673 35,777 - 1.471

7. Gunung Mas 21 320,741 260,476 218,459 82,550 14,415 6.092

8. Palangkaray

a 8 63,400 50,050 36,850 - -

9. Katingan 37 385,204 319,246 140,063 54,899 34,709 8.432

Page 68: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

10

.

Katawaringi

n Timur 50 708,670 630,806 511,929 158,847

306,48

1 65.000

11

. Seruyan 26 422,042 403,589 321,655 152,009

129,74

7 7.989

12

.

Kotawaringi

n Barat 31 388,814 326,413 196,892 93,416

123,46

1 26.913

13

. Lamandau 23 271,856 262,993 172,939 94,138 37,994 18.741

14

. Sukamara 4 63,604 38,659 25,657 10,480 1,907 9.669

15

. Lintas Kab 16 292,218 281,236 231,314 198,539

196,47

9 3.713

TOTAL 333 4,620,45

4

3,901,26

1

2,910,30

3

1,078,83

0

904,99

1 170.619

Sumber: Data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah 2015

Jika kita mengacu pada pasal 58 UU Perkebunan tentang Kemitraan Usaha Perkebunan

ayat 1 menegaskan perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha perkebunan wajib

memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat paling rendah seluas 20 persen dari total

luas areal kebun yang diusahakan perusahaan perkebunan. Sementara itu, jika kita

bandingkan luas IUP-Perkebunan 2.910.303 ha dengan luas realisasi kebun rakyat

170.619 ha, maka hanya ditemukan realisasi sebesar 5,9% saja. Artinya target 20%

sebagaimana amanat UU Perkebunan belum terpenuhi.

Perlu dicatat, bahwa data ini diambil dari data kebun masyarakat yang di bangun secara

kemitraan dengan perusahaan perkebunan besara swasta, yang sebelumnya sudah di

dokumentasikan oleh pihak perusahaan. Sementara di Kalimantan Tengah masih banyak

petani kelapa sawit mandiri yang belum teridentifikasi baik itu jumlah populasinya dan

luasan lahan yang mereka kerjakan.

3.2. Penataan Perizinan Usaha Perkebunan

Pesatnya perkembangan investasi perkebunan dikalimantan tengah tidak serta merta

diimbangi dengan tatakelola yang baik. Dibalik luasnya area konsesi perkebunan ternyata

menyimpan segudang masalah, mulai pelanggaran administrasi, Konflik social bahkan

pelanggaran hokum.

Jika merujuk pada data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah tentang Daftar

Perkembangan Perkebunan Besar Swasta Tahun 2015, diketahui jumlah perkebunan

besar swasta yang bersetatus Clear And Clean32 hanya sekitar 126 unit dari 333 unit

perkebunan yang beroperasi di Kalimantan Tengah. Artinya ada sekitar 207 unit usaha

perkebunan yang di indikasi beroperasi secara illegal karena belum lengkap perizinanya

atau tidak memenuhi kriteria Clear And Clean. Melihat fakta ini, implikasi yang paling

nampak dari kegiatan illegal tersebut adalah kerugian Negara. Setidaknya kami melihat

dari 2 hal. (1). Karena belum memiliki HGU sehingga Negara tidak bisa memungut pajak,

32 Perlu dicatat bahwa setatus clear and clean (CNC) belum tentu bebas konflik karena CNC ukuranya

adalah kelengkapan perizinan.

Commented [GA11]: Laporan Dinas Perkebunan

Provinsi

Page 69: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

(2). Hilangnya potensi ekonomi dari nilai tegakan kayu di dalam kawasan hutan karena

tidak mengantongi Izin Pemanfaatan Kayu.

Tabel Perkebunan Besar Swasta Yang berstatus CNC 2015

No Kabupaten Unit

Arahan

Lokasi

(ha)

Izin

Lokasi

(ha)

IUP (ha) PKH (ha) HGU (ha)

1. Murung Raya - - - - - -

2. Barito Utara 5 91,250 73,770 109,960 48,760 18,036

3. Barito

Selatan

- - - - - -

4. Barito Timur 10 98,543 155,767 153,560 124,588 32,701

5. Kapuas 4 64,600 59,600 41,563 24,826 9,063

6. Pulang Pisau 4 44,959 29,875 5,000 35,777 -

7. Gunung Mas 10 159,423 142,742 133,380 82,550 14,415

8. Palangkaraya - - - - - -

9. Katingan 4 70,950 74,168 36,413 54,899 34,709

10. Katawaringin

Timur

28 478,876 449,888 384,843 158,847 306,481

11. Seruyan 13 235,919 246,412 220,536 152,009 129,747

12. Kotawaringin

Barat

18 252,140 194,965 167,452 93,416 123,461

13. Lamandau 13 202,340 190,421 131,802 94,138 37,994

14. Sukamara 2 43,604 27,044 25,657 10,480 1,907

15. Lintas Kab 15 277,918 266,936 217,014 198,539 196,479

TOTAL 126 2,020,522 1,911,587 1,627,181 1,078,830 904,991

Sumber: Data Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah 2015

Persoalan lain yang sering menjadi bumbu pada isu perkebunan adalah dugaan

pelanggaran tata ruang. Kita tahu bahwa industry perkebunan adalah industry yang

membutuhkan konsolidasi lahan secara luas. Kebijakan tata ruang sekup provinsi diatur

melalui perda RTRWP. Di kalimantan Tengah, RTRWP telah disahkan melalui Perda

Nomor 5/2015. RTRWP adalah landasan legal untuk alokasi ruang, jadi menurut hemat

kami indutri perkebunan akan sangat berkepentingan pada kebijakan ini.

Pada perda nomor 5/2015, kita melakukan analisis spatial dengan meng-overlay Peta

RTRWP dan Peta Konsesi Perkebunan, kita melihat ada pelanggaran ruang dalam kontek

tumpan tindih kawasan. Pada sector perkebunan, luas kawasan hutan yang tupang tindih

dengan konsesi perkebunan mencapai 2.348.398,50 ha, karena belum ada pelepasan

kawasan hutan.

Page 70: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Table Luas Perkebunan Berada Dalam Kawasan Hutan33

Pada kasus indikasi tumpang tindih dengan kawasan hutan, atau yang sering dikatakan

keterlanjuran, pemerintah memberikan jalan alternative penyelesaian melalui peraturan

pemerintah No. 60/2012. Tercatat dari Laporan Progres Implementasi Rencana Aksi GN-

PSDA Korsup Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah 2015, yaitu:

1. Daftar pemohon yang diproses melalui mekanisme Tukar Menukar Kawasan Hutan

(TMKH) ada 9 pemohon.

- Yang mendapat rekomendasi dari Gubernur ada 5 pemohon

- Pertimbangan teknis dari Dinas Kehutanan Prov. Kalteng ada 1 pemohon

- Dan yang tidak ada tindak lanjut sebanyak 3 pemohon

2. Daftar pemohon yang di proses melalui mekanisme Pelepasan Kawasan Hutan

(PKH) ada 25 pemohon.

- Yang sudah mendapatkan SK pelepasan kaeasan hutan ada 12 pemohon

- Perintah tata batas ada 5 pemohon

- Rekomendasi gubernur ada 2 pemohon

- Pertimbangan teknis dinas kehutanan prov. Kalteng ada 1 pemohon

- Tidak ada tindak lanjut ada 5 pemohon

3. Daftar permohonan yang di proses melalui mekanisme TMKH dan PKH ada 71

pemohon

TMKH PKH

- Dibentuk Tim Terpadu ada 3

pemohon

- Rekomendasi Gubernur ada 21

Pemohon

- Rekomendari Bupati ada 2

pemohon

- Pertimbangan teknis Dinas

Kehutanan Prov. Kalteng ada 3

pemohon

- Yang mendapat SK Pelepasan

Kawasan Hutan ada 16 Pemohon

- Penyelesaian Tata Batas ada 1

Pemohon

- Perintan Tata Batas ada 9 pemohon

- Rekomendasi Gubernur ada 7

pemohon

- Pertimbangan teknis Dinas

Kehutanan Prov. Kalteng ada 2

pemohon

33 Sumber data:

1. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimanatan Tengah (2012)

2. Perda Nomor 5/2015 Tentang RTRWP Kalimantan Tengah

Page 71: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

- Tidak ada tindaklanjut ada 42

pemohon

- Tidak ada tindak lanjut ada 36

pemohon

Secara keseluruhan ada 105 perusahaan yang mengajukan penyelesaian melaui sekema

PP No. 60/2012, namun ada 86 permohonan yang tidak ada tindak lanjutnya.

3.3. Optimalisasi Penerimaan Negara

(maaf…. Saya belum bias ini sub BAB ini karena gak punya data dan belum tau potensi

penerimaan dari jalur mana saja)

Sektor Pertambangan

BAB 4. KINERJA KOORDINASI DAN SUPERVISI

GN-SDA DI SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA 4.1. Penataan Perizinan Usaha Pertambangan

Sesuai dengan Rencana Aksi Koordinasi dan Supervisi Gerakan Nasional-Sumberdaya

Alam (GN-SDA) tahun 2014. Maka sebagai tindak lanjut kegiatan tersebut Kementerian Energi

dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan Peraturan Menteri No. 43 Tahun 2015, yang

mewajibkan gubernur untuk melakukan pencabutan izin usaha pertambangan yang belum clean

and clear (CnC) paling lambat tanggal 12 Mei 2016. Secara nasional sampai saat ini masih ada

3.982 izin usaha pertambangan yang belum clear and clean (CnC).

Tindak lanjut penyelesaian perizinan yang belum clear and clean (CnC) di Provinsi

Kalimantan Tengah dilaksanakan sesuai dengan Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara

Kementerian ESDM kepada Gubernur Kalimantan Tengah. Surat nomor 1577/30/DJB/2015

tanggal 7 September 2015, yang mana mewajibkan penyelesaian IUP yang belum clear and clean

(CnC), penyelesaian tagihan negara untuk pajak, dan melakukan revisi perizinan yang tumpang

tindih dengan kawasan hutan konservasi. Batas waktu yang diberikan adalah sampai dengan

bulan Oktober 2015.

No. Prov./Kabupaten/Kota

Jumlah IUP Luasan Izin

Setelah Korsup

Pengurangan IUP Pasca Korsup Luas izin yg dicabut/tdk diperpanja

ng

Sebelum Korsup

Setelah Korsup

Dicabut Diciutka

n

Tidak diperpan

jang

1 Prov. Kalimantan Tengah 2 2 10,896.00 - - - -

2 Kab. Kotawaringin Barat 16 17 29,043.80 - - - -

3 Kab. Kotawaringin Timur 46 46 76774.58 - - - -

4 Kab. Kapuas 115 115 570,991.00 - - - -

5 Kab. Barito Selatan 32 32 109108.44 1 - - -

6 Kab. Barito Utara 194 194 702,271.64 - - - -

7 Kab. Katingan 60 61 223,281.85 - - - -

8 Kab. Seruyan 24 24 71,579.00 - - - -

9 Kab. Sukamara 9 9 56,963.28 - - - -

10 Kab. Lamandau 27 27 149,370.50 - - - -

11 Kab. Gunung Mas 81 81 559,838.77 1 - - 6.809

Commented [GA12]: Diselesaikan Bapak Fandy

Page 72: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

12 Kab. Pulang Pisau 17 17 57.30 - - - -

13 Kab. Murung Raya 78 76 713,825.90 1 - - 8.631

14 Kab. Barito Timur 147 149 287,299.81 1 - - 833

15 Kota Palangkaraya 18 17 54,301.80 - - - -

TOTAL 866 867 3,615,603.67 4 - - 9470,809

Sumber : Data ESDM, Mei 2015, data diolah

Data dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (Kementerian ESDM)sebagaimana

yang disajikan diatas menunjukkan jumlah serta sebaran Ijin Usaha Pertambangan yang telah

dikeluarkan. Baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, maupun oleh

pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Tengah. Hal menarik yang bisa dicermati adalah adanya

penambahan dan pengurangan beberapa perijinan baru yang dilaporkan setelah dilakukan

koordinasi dan supervisi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal lain adalah adanya pencabutan ijin oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Selatan,

kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur, dan Kabupaten Kapuas. Masing-masing

pencabutan oleh kabupaten dilakukan terhadap 1 ijin usaha pertambangan. Surat Keputusan

Pencabutan IUP di Kabupaten Barito Timur kepada PT. BQ Coal Minig dilakukan pada tahun 2012.

Sedangkan pencabutan ijin di Kabupaten Barito Selatan, Murung Raya, dan Kapuas dilaksankan

pada tahun 2014 setelah dilakukan koordinasi dan supervisi KPK.

No. Nama Prov./Kab.Kota

CnC Non CnC Total

Mineral Batubara Mineral Batubara

Eks OP Eks OP Eks OP Eks OP

1 Prov. Kalimantan

Tengah 0 1 1 0 0 0 0 0 2

2 Kab. Kotawaringin

Barat 2 7 0 1 3 5 0 0 18

3 Kab. Kotawaringin

Timur 18 10 7 2 8 0 4 0 49

4 Kab. Kapuas 14 11 14 24 18 7 28 0 116

5 Kab. Barito Selatan 0 0 9 15 1 0 4 3 32

6 Kab. Barito Utara 0 0 103 49 0 0 30 12 194

7 Kab. Katingan 9 34 15 1 2 0 0 0 61

8 Kab. Seruyan 9 6 0 1 10 1 0 0 27

9 Kab. Sukamara 5 1 0 0 3 0 0 0 9

10 Kab. Lamandau 13 4 0 0 9 1 0 0 27

11 Kab. Gunung Mas 18 7 19 2 21 0 13 0 80

12 Kab. Pulang Pisau 0 5 0 0 0 12 0 0 17

13 Kab. Murung Raya 4 17 39 10 0 4 2 0 76

14 Kab. Barito Timur 0 0 24 36 5 1 75 27 168

15 Kota Palangkaraya 2 8 4 0 1 1 1 0 17

Total 94 111 235 141 81 32 157 42 893

Sumber : Paparan Dirjen Minerba, Koordinasi dan Supervisi Energi Pulau Kalimantan Tahun 2016, 6 April 2016

Page 73: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

Status Mineral Batubara

Jumlah

2014

Mineral Batubara Jumlah

2015 Eks Op Eks OP Eks Op Eks Op

CnC 91 104 237 123 555 94 111 235 141 581

Non CnC 87 31 154 39 311 81 32 157 42 312

Total 178 135 391 162 866 175 143 392 183 893

Berdasarkan paparan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM

tanggal 6 April 2016 disampaikan kondisi perijinan di Pulau Kalimantan. Memotret

perkembangan IUP pertambangan di Provinsi Kalimantan Tengah diketahui terdapat 893 IUP

yang telah dikeluarkan. Kabupaten yang paling banyak mengeluarkan IUP adalah Kabupaten

Barito Utara dengan jumlah sampai dengan April 2016 adalah 194 IUP. IUP yang telah CnC

sebanyak 581 dan yang belum CnC sebanyak 312, sektor batubara yang memiliki permasalahan

berkaitan dengan kepatuhan CnC. Sektor batubara di Kalimantan Tengah yang belum CnC

mencapai 157 perusahaan yang tersebar di 14 Kabupaten/kota. Kabupaten Barito Timur

merupakan yang paling banyak mempunyai perijinan yang belum CnC dengan total 75 IUP.

Membandingkan data tahun 2015 dan 2016 (April, 2016) terlihat perbedaan terhadap

laporan yang disampaikan oleh pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten). Perubahan

terbanyak dilaporkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Timur, pada saat Korsup tahun

2014 pelaporan IUP berjumlah 149 IUP, maka perbulan April 2016 ada peningkatan laporan IUP

sebesar 19 IUP baru sehingga total laporan sementara ada 168 IUP yang telah dikeluarkan.

Merujuk pada perkembangan penyelesaian IUP yang belum CnC di Provinsi Kalimantan

Tengah dengan membandingkan data hasil Korsup yang disampaikan oleh Dirjen Minerba.

Diketahui ada penurunan jumlah IUP yang CnC dan Non CnC, pada tahun 2014 ada 867 IUP yang

diterbitkan. Pada tahun 2016 data yang dikeluarkan IUP yang CnC dan Non CnC mengalami

peningkatan dengan jumlah 893 IUP. Artinya ada upaya yang progresif dari pemerintah daerah

untuk melaksanakan penaataan perijinan. Masalahnya ternyata masih banyak juga data IUP yang

belum CnC, artinya 312 kegiatan perusahaan mineral dan batubara yang berjalan tanpa memenuhi

persyaratan.

Ditjen Minerba sampai dengan 1 April 2014 telah menerima data IUP dari provinsi Kalimantan Tengah

sebanyak 866 dimana telah dilakukan evaluasi dengan hasil yaitu 555 telah C&C dan 311 belum C&C.

4.2. Pemenuhan Kewajiban Keuangan

Berdasarkan Rencana Aksi Korsup atas Pengelolaan Pertambangan Minerba di 12 Provinsi,

beberapa hal yang disepakati dan menjadi indikator pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kewajiban

keuangan pelaku usaha pertambangan minerba antara lain :

a. Melakukan pendataan pelaksanaan semua kewajiban keuangan pemegang izin.

Page 74: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

b. Melakukan monitoring secara reguler terhadap pelaksanaan kewajiban keuangan

pemegang izin (Target 2014: Seluruh IUP melunasi pelaksanaan kewajiban keuangan: iuran

tetap, iuran produksi, pajak, kaminan reklamasi, jaminan pascatambang).

c. Memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajiban

keuangannya.

d. Melaporkan hasil monitoring dan pemberian sanksi

Dari data yang ada diketahui bahwa banyak kewajiban keuangan yang belum dipenuhi oleh

pemegang izin tambang dan belum dilakukan monitoring yang maksimal oleh pemerintah daerah,

terbukti sebagaian besar dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang tidak

dibayarkan atau disediakan sebagaimana diwajibkan oleh kebijakan perundang-undangan. Karena

itu banyak sekali perusahaan yang melakukan tunggakan, lebih dari 50 % perusahaan menunggak

JAMINAN REKLAMASI dan lebih dari 80% menunggak JAMINAN PASCA TAMBANG.

No Kabupaten/Kota Jumlah IUP/KP Jaminan Jaminan

Reklamasi Pasca Tambang

1 Prov. Kalimantan Tengah 2 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

2 Kab. Kotawaringin Barat 16 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

3 Kab. Kotawaringin Timur 46 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

4 Kab. Kapuas 115 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

5 Kab. Barito Selatan 32 Ada (1 IUP) Tidak Ada Data

6 Kab. Barito Utara 194 Ada (16 IUP) Tidak Ada Data

7 Kab. Katingan 60 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

8 Kab. Seruyan 24 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

9 Kab. Sukamara 9 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

10 Kab. Lamandau 27 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

11 Kab. Gunung Mas 81 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

12 Kab. Pulang Pisau 17 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

13 Kab. Murung Raya 78 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

14 Kab. Barito Timur 147 Ada (1 IUP) Tidak Ada Data

15 Kota Palangkaraya 18 Tidak Ada Data Tidak Ada Data

Total 866

No Tahun Piutang Negara (Iuran Tetap) Piutang Negara (Royalti)

(Rp) ($) (Rp) ($)

1 tahun 2011

18.546.379.846

1.302.566

2 tahun 2012 6.030.548 26.365.502

3 tahun 2013 5.269.337

16.861.886

Total 18.546.379.850 11.299.885 44.529.954

TOTAL KESELURUHAN

(Rp) ($)

18.546.379.846 55.829.838,96

Page 75: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

No. Provinsi Jumlah

IUP/KP

Jaminan

Reklamasi

Jaminan

Pasca

Tambang

Tindak Lanjut Korsup

Reklamasi Pasca

Tambang

1 Prov. Kalimantan Tengah 2 0 0 -

2 Kab. Barito Selatan 24 1 0 -

3 Kab. Barito Timur 60 1 0 13 Surat Tindak Lanjut

4 Kab. Barito Utara 152 25 0 6 Penempatan 9 Penempatan

5 Kab. Gunung Mas 46 0 0 5 Penempatan -

6 Kab. Kapuas 63 1 0 -

7 Kab. Katingan 59 0 0 60 Belum ada tindak lanjut

8 Kab. Kotawaringin Barat 10 0 0 12 Belum ada tindak lanjut

9 Kab. Kotawaringin Timur 37 2 8 10 Penempatan 8 Penempatan

10 Kab. Lamandau 17 0 0 27 Surat Tindak Lanjut

11 Kab. Murung Raya 70 0 0 -

12 Kota Palangkaraya 14 0 0 -

13 Kab. Pulang Pisau 5 0 0 17 Surat Tindak Lanjut

14 Kab. Seruyan 15 0 0 -

15 Kab. Sukamara 6 0 0 -

Total 580 30 8

4.3. Pelaporan Tata Usaha dan Niaga Pertambangan Mineral dan

Batubara 1. Provinsi Kalimantan Tengah

No Kabupaten Tahun 2012 Tahun 2013

IUP PKP2B Total IUP PKP2B Total

1 Kapuas 2,015,685 - 2,015,685 - 366,895 366,895

2 Murung Raya - 3,995,968 3,995,968 - 4,133,047 4,133,047

3 Barito Utara 1,860,670 - 1,860,670 3,826,415 - 3,826,415

4 Barito Timur 2,960,886 - 2,960,886 809,401 - 809,401

Total 6,837,241 3,995,968 10,833,209 4,635,816 4,499,942 9,135,758

1. Total Produksi Nasional

o Tahun 2012 = 407 juta ton

o Tahun 2013 = 421 juta ton

2. Total Produksi Prov. Kaltng:

o Tahun 2012 = 10 juta ton (2,4 % dari total produksi nasional)

o Tahun 2013 = 9,1 juta ton (2,2 % dari total produksi nasional)

3. Data IUP didapatkan sebagian besar dari korespondensi dan rekonsiliasi produksi dengan

Dinas Pertambangan dan Energi Prov/Kab/Kota.

Data Ekspor Mineral Per Kabupaten

Page 76: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

NO KABUPATEN

EKSPOR MINERAL 2012 (Ton/Tahun)*

EKSPOR MINERAL 2013 (Ton/Tahun)*

Bauksit Bijih Besi Zirkon Bauksit Bijih Besi Zirkon

1 Kotawaringin Barat

26.595

14.974

2 Kotawaringin Timur 434.221

14.9 12.193.856 2.907.991 4.512

3 Katingan 8.298 15.834

4 Lamandau 781.11 778.195

5 Gunung mas 232 0

6 Palangkaraya 21.192 63.437

JUMLAH 434.221 781.11 71.217 12.193.856 3.701.160 83.783

PENYAMPAIAN LAPORAN TAHUN 2012 – 2013 DI KALIMANTAN TENGAH

NO KABUPATEN/KOTA JUMLAH IUP/KP

PENYAMPAIAN LAPORAN TAHUN 2012-2013

BULANAN TRIWULANAN RKAB/TAHUNAN

1 PUSAT (PROV. KALTENG)

2 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

2 KAB. KOTAWARINGIN BARAT

16 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

3 KAB. KOTAWARINGIN TIMUR

46 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

4 KAB. KAPUAS 115 TIDAK ADA

DATA ADA DATA (2

IUP) TIDAK ADA DATA

5 KAB. BARITO SELATAN 32 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

6 KAB. BARITO UTARA 194 TIDAK ADA

DATA ADA DATA (13

IUP) ADA DATA (3 IUP)

7 KAB. KATINGAN 60 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

8 KAB. SERUYAN 22 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

9 KAB. SUKAMARA 7 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

10 KAB. LAMANDAU 27 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

11 KAB.GUNUNG MAS 81 TIDAK ADA

DATA ADA DATA (6

IUP) ADA DATA (3 IUP)

12 KAB. PULANG PISAU 17 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

13 KAB. MURUNG RAYA 78 TIDAK ADA

DATA ADA DATA (4

IUP) TIDAK ADA DATA

14 KAB. BARITO TIMUR 147 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

15 KOTA PALANGKARAYA 18 TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA

DATA TIDAK ADA DATA

DATA EKSPOR MINERAL PER PERUSAHAAN DI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2012 DAN TAHUN 2013

No. Komoditas Kabupaten Perusahaan Ekspor 2012 Ekspor 2013

1 Bauksit Kotawaringin timur

CITRA MENTAYA MANDIRI, PT 87.874,44 1.240.897,51

Page 77: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

2

FAJAR MENTAYA ABADI, PT 346.347,00 10.147.865,00

3

FERON TAMBANG KALIMANTAN, PT

1.158.621,00

4 Bijih Besi Kotawaringin Timur

FERON TAMBANG KALIMANTAN, PT

1.158.621,00

5

KOTABESI IRON MINING, PT

1.749.370,10

6 Lamandau KAPUAS PRIMA COAL, PT 731.210,33 643.198,27

7 KUBA PRIMA MINING, PT 49.900,00 134.997,00

8 Zirkon Kotawaringin Barat

HARAPAN MANDIRI, PT

7.517,00 3.937,64

9

IRVAN PRIMA PRATAMA, PT

3.995,00 6.966,00

10 USAHA MAJU, CV

15.083,00 4.070,00

11

Kotawaringin Timur

CHODRA KURNIA AGRIBINDO, PT 14.900,00 4.512,00

12 Zirkon Katingan KATINGAN INMAS SARANA. PT 373,00 -

13 LUBUK KATINGAN PERDANA. PT

6.604,71 1.102,24

14 SARI BUMI KATINGAN. PT

1.320,00 14.156,00

15 Gunung Mas INVESTASI MANDIRI, CV 232,00 -

16 Palangkaraya KURNIA ALAM SEJATI, PT

13.995,80 6.037,63

17 LISBETH, CV

6.399,21 -

18 TAKARAS INTILESTARI, PT

797,00 57.399,00

Dari data yang telah dihimpun oleh Kementrian ESDM, Provinsi Kalimantan Tengah hanya 6 Kabupaten

saja yang memberikan data terkait laporan ekspor, 6 Kabupaten inipun hanya beberapa perusahaan saja

yang memberikan data ekspor (tercatat).

Data Ekspor Mineral Per Perusahaan

No. Komoditas Kabupaten Perusahaan Ekspor

2012 Ekspor 2013

1 Bauksit Kotawaringin timur

CITRA MENTAYA MANDIRI, PT 87.874,44 1.240.897,51

2 FAJAR MENTAYA ABADI, PT 346.347,00 10.147.865,00

3

FERON TAMBANG KALIMANTAN, PT

1.158.621,00

4 Bijih Besi Kotawaringin Timur

FERON TAMBANG KALIMANTAN, PT

1.158.621,00

5 KOTABESI IRON MINING, PT 1.749.370,10

6 Lamandau KAPUAS PRIMA COAL, PT 731.210,33 643.198,27

7 KUBA PRIMA MINING, PT 49.900,00 134.997,00

8 Zirkon Kotawaringin Barat

HARAPAN MANDIRI, PT

7.517,00 3.937,64

9 IRVAN PRIMA PRATAMA, PT

3.995,00 6.966,00

Page 78: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

10 USAHA MAJU, CV

15.083,00 4.070,00

11

Kotawaringin Timur

CHODRA KURNIA AGRIBINDO, PT 14.900,00 4.512,00

12 Zirkon Katingan KATINGAN INMAS SARANA. PT 373,00 -

13 LUBUK KATINGAN PERDANA. PT

6.604,71 1.102,24

14 SARI BUMI KATINGAN. PT

1.320,00 14.156,00

15 Gunung Mas INVESTASI MANDIRI, CV 232,00 -

16 Palangkaraya KURNIA ALAM SEJATI, PT

13.995,80 6.037,63

17 LISBETH, CV

6.399,21 -

18 TAKARAS INTILESTARI, PT

797,00 57.399,00

1. Provinsi Kalimantan Tengah

PROGRES RENCANA PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN DI KALIMANTAN TENGAH

NO KOMODITAS NAMA

PERUSAHAAN

LOKASI PRODUK SMELTER TARGET PENYELESAIAN

PROYEK KAB PROV JENIS KAPASITAS

1 Bijih Besi Kapuas Prima Coal

Lamandau Kalteng Pig Iron 300 rb tpy 2015

2 Zirkon PT Borneo Lintas Serawak

Katingan Kalteng Konsentrat

Zirkon 3 rb tpm Sudah

berproduksi

3 Zirkon PT. Lubuk Katingan Perdana

Katingan Kalteng

Konsentrat Zirkon 5 rb tpm Sudah

berproduksi (55% ZrO2)

4 Zirkon PT. Karya Res Lisbet

Palangkaraya

Kalteng

Konsentrat Zirkon 3 rb tpm Sudah

berproduksi (62% ZrO2)

5 Zirkon CV. Harapan Mandiri

Kotawaringin Barat

Kalteng

Konsentrat Zirkon

3-7 rb tpm Sudah

berproduksi (65-66%

ZrO2)

1. Kalimantan Tengah

JUMLAH PELABUHAN

NO.

NAMA PELABUHAN

LANGSUNG

LOADING POINT BATUBARA

TRANSHIPMENT

TOTAL

1 KERENG BENGKIRAI 8 8

2 PULANG PISAU 1 1

TOTAL 0 0 9 9

NO NAMA

PELABUHAN TERMINAL/TERSUS/TUKS KOMODITI KETERANGAN

Page 79: Pembaruan Penguasaan dan Pengelolaan Kehutanan (Tenurial ...kawalnkb.info/wp-content/uploads/2016/06/Evaluasi-GN-PSDA-draft.pdf · di Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan

1

KERENG BENGKIRAI

PT. MULTI TAMBANGJAYA UTAMA BATUBARA Transhipment

2 PT. TELEN ORBIT PRIMA BATUBARA Transhipment

3 PT. KAPUAS TUNGGAL PERSADA BATUBARA Transhipment

4 PT. ADARO INDONESIA BATUBARA Transhipment

5 PT. TUTUI BATUBARA UTAMA BATUBARA Transhipment

6 PT. SINOMAST MINING BATUBARA Transhipment

PT. SENAMAS ENERGASINDO MINERAL BATUBARA Transhipment

7

8 PT. BAHTERA ALAM TAMIANG BATUBARA Transhipment

NO NAMA PELABUHAN TERMINAL/TERSUS/TUKS KOMODITI KETERANGAN

1 PULANG PISAU PT. MARUWAI COAL BATUBARA Transhipment

Penutup Sebagai catatan akhir, upaya inisiatif tenurial reform kehutanan melalui agenda NKB 12 K/L ini

merupakan sebuah upaya inisiatif yang baik untuk mengurus tata kelola kehutanan melalui

pendekatan institusional. Namun, diperlukan suatu pendekatan yang lebih bersifat ekonomi politik

dalam konteks untuk membuat insiatif ini terus-menerus bersambung dengan upaya untuk

mengatasi ketimpangan penguasaan dan alokasi sumberdaya alam dan upaya untuk menghentikan

dan memulihkan krisis sosial-ekologis. Di titik ini, kehadiran dan keterlibatan gerakan sosial dan

organisasi masyarakat sipil untuk mengawal proses ini sangat diperlukan. Sebuah reforma

pengelolaan kekayaan alam Indonesia yang kuat mesti terdiri dari kombinasi strategis antara

unpaya untuk mendorong “inisiatif untuk pembaruan kebijakan dari atas” dan “dukungan serta

penguatan gerakan sosial dari bawah”. Hal lainnya adalah dibutuhkan suatu terobosan untuk

memastikan agenda NKB 12 K/L ini mampu terus melekat dan menjadi semanagat dari para

pengurus publik oleh CSO dan gerakan rakyat. Jika tidak, dalam beragam pengalaman yang sudah

terjadi, maka NKB 12 K/L yang diinisiasi oleh KPK ini akan mudah untuk dikooptasi dan dibuat

status-quo oleh jaringan kekuasaan negara dan swasta yang melucuti semangat dan cita-cita

reforma tenurial kehutanan ini.