Upload
lilis-bonah
View
38
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK
1. Telinga
Pemeriksaan telinga dengan tujuan untuk memeriksa mae & MT dengan meneranginya
memakai cahaya lampu . Alat yang di gunakan untuk memeriksa telinga : Lampu kepala,
Otoskop, Spekulum telinga dengan berbagai ukuran, Aplikator kapas, Alat penghisap,
Cerumen hook dan cerumen spoon, Forsep telinga, Balon politzier,Semprit telinga.
Pelaksanaan
Pemakaian lampu kepala :
- Pasang lampu kepala,sehingga tabung lampu berada diantara kedua mata
- Letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm didepan mata kanan
- Mata kiri di tutup
- Proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya dan saling bersinggungan
- Diameter proyeksi ± 1 cm
Cara duduk
- Penderita duduk di depan pemeriksa
- Lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri penderita
- Kepala dipegang dengan ujung jari
- Waktu memeriksa telinga yang kontralateral, hanya posisi kepala penderita yang di rubah
- Kaki, lutut penderita dan pemeriksa tetap pada keadaan semula
Cara memegang telinga Kanan :
- Aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedang jari III,IV, V pada planum mastoid.
- Aurikulum ditarik ke arah postero superior untuk meluruskan MAE.
Cara memegang telinga Kiri :
- Aurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedang jari III,IV, V di depan aurikulum
- Aurikulum ditarik ke arah postero superior
Cara memegang otoskop
- Pilih spekulum telinga yang sesuai dengan besar lumen MAE
- Nyalakan lampu otoskop
- Masukkan spekulum telinga pada MAE
Cara memilin kapas :
- Ambil sedikit kapas, letakkan ujung aplikator berada didalam tepi kapas.
- Pilin perlahan lahan searah jarum jam
- Untuk melepasnya, ambil sedikit kapas, putar berlawanan arah dengan jarum jam
Tes pendengaran
Tes pendengaran yang dapat dilakukan secara sederhana :
Inspeksi
a. Melihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro-aurikuler)
apakah terdapat tanda peradangan, sikatriks bekas operasi, massa, dan sekret yang keluar
dari liang telinga.
Bentuk-bentuk daun telinga
b. Menarik daun telinga ke atas dan kebelakang (superior dorso lateral) sehingga liang
telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga
dan membran timpani.
c. Pada kasus-kasus dimana kartilago daun telinga agak kaku atau kemiringan liang telinga
terlalu ekstrim dapat digunakan bantuan spekulum telinga yang disesuaikan dengan
besarnya diameter liang telinga.
d. Mengamati liang telinga apakah terdapat stenosis atau atresia meatal, obstruksi yang
disebabkan oleh sekret, jaringan ikat, benda asing, serumen obturan, polip, jaringan
granulasi, edema atau furunkel.
e. Memakai otoskop untuk melihat bagian-bagian membran timpani dengan lebih jelas.
f. Pemegangan otoskop dengan tangan kanan untuk pemeriksaan telinga kanan pasien dan
dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri.
g. Memperhatikan permukaan membran timpani, posisi membran, warna, ada tidaknya
perforasi, reflkes cahaya, struktur telinga tengah yang terlihat pada permukaan membran
seperti manubrium mallei, prosessus brevis, plika maleolaris anterior dan posterior.
Otitis Media Akut
o Stadium Oklusi Tuba Eustachius, retraksi membran timpani, kadang
terlihat normal atau berwarna keruh pucat.
o Stadium Presupurasi, membran timpani hiperemis dan edem.
o Stadium Supurasi, mukosa telinga edem, eksudat purulent di kavum
timpani, membran timpani menonjol (bulging).
o Stadium Perforasi, ruptur membran timpani, sekret keluar dari liang
telinga luar.
o Stadium Resolusi, membran timpani utuh, sekret mengering.
h. Pergerakan membran timpani dapat diamati dengan meminta pasien melakukan Manuver
Valsava, yaitu dengan meminta pasien mengambil napas dalam kemudian meniupkan
melalui hidung dan mulut tertutup oleh tangan. Diharapkan dengan menutup hidung dan
mulut, udara tidak dapat keluar melalui hidung dan mulut sehingga terjadi peninggian
tekanan udara di dalam nasofaring. Akibat penekanan udara, ostium tuba yang terdapat
dalam rongga nasofaring akan terbuka dan udara akan masuk ke dalam kavum timpani
melalui tuba auditiva.
Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat nyeri tekan (tragus sign), atau nyeri
tarik (heliks sign), atau terdapat tanda-tanda pembesaran kelenjar pre dan post aurikuler.
Otitis Eksterna: tragus sign (+), heliks sign (+)
I . Tes bisik
Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan test ini ialah :
a. Ruangan Test. Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan harus ada jarak sebesar 6 meter. Ruangan sunyi dan tidak ada echo ( diding dibuat tidak rata atau dilapisi “soft board”/ korden)
b. Pemeriksa. menggunakan ucapan kata-kata sesudah expirasi normal. Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 2 suku kata (bisyllabic) yang terdiridari kata-kata sehari-hari. Setiap suku kata diucapkan dengan tekanan yang sama
c. Penderita. Mata di tutup agar tidak bisa membaca gerak bibir. Telinga yang akan di test dihadapkan kepada pemeriksa dan telinga yang tidak sedang ditest harus ditutup dengan kapas yang di basahi gliserin. mengulang denga keras kata yang telah di bisikkan
Teknik pemeriksaan :
Penderita dan pemeriksa sama sama berdiri, Penderita tetap berdir di tempat hanya pemeriksa yang pindah tempat, mulai jarak 1 meter dibisikkan 5-10 kata, bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak 2 meter dibisikkan kata yang lain sampai jark
dimana penderita mendengar 80%. Untuk memastikan apakas hasiltes benar maka tes dapat diulang.
HASIL TES
KUANTITATIF KUALITATIFFungsi pendengaran Suara bisik Tuli sensorineural :
tak dengarhuruf desis frekuensi tinggi
Normal 6 m Tuli ringan 4-6 m Tuli konduksi :
Tak dengar huruf lunak frekuensi rendah
Tuli sedang 1 m – 4 m Misal SUSU Tuli berat < 10 cm Tuli konduksi à mendengar
S-S Tuli total Bila berteriak di depan
telinga penderita tatap tidak mendengar
Tuli sensorineural à mendengar U-U
II. Tes garpu tala
4 jenis tes garpu tala yang yang sering di lakukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes rinne
3. Tes weber
4. Tes schwabach
5. Tes batas atas dan batas bawah
Tes tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda beda dan saling melengkapi
1. Tes batas atas dan batas bawah
Tujuan : Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderitas melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas amabng normal.
Cara :
Semua garpultala di bunyikan satu demi satu disentuh secara lunak dan diperdengarkanpada penderita dengan meletakkan garpu tala didekat MAE pada jarak 1-2 cm
dalam posisi tegak kedua kakinya berada pada garis penghubung meatus acusticus externus kanan dan kiri. Penderita diinstruksikan untuk mengangkat tangan bila mendengarkan bunyi.
Interpretasi
• Normal : medengar pada semua frekuensi.
• Tuli konduksi : batas bawah naik
• Tuli sensori neural : batas atas turun
2. Tes rinne
Tujuan : Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita
Cara :
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 letakkan tangkainya pada planum mastoid, sampai tak terdengar pindahkan ke depan MAE, bila mendengar disebut rinne positif
Interpretasi
- Normal : rinne positif
- Tuli konduksi : rinne negatif
- Tuli sensori neural : rinne positif
3. Tes Weber
Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita
Cara :
Garputala 512 dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus digaris median, penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi.
Interpertasi
- Normal : tidak ada lateralisasi
- Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
- Tuli sensori neural : mendengar lebih keras di telinga yang sehat
4. Tes schwabach
Tujuan : Membanding hantaran lewat tulang antara penderita dan pemeriksa
Cara:
Bunyikan garputala 512 Hz, tangkainya diletakkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar pindahkan kemastoid penderita
Interpretasi
• Normal : schwabach normal
• Tuli konduksi : schwabach memanjang
• Tuli sensori neural: schwabach memendek
Ringkasan interpretasi
Tuli konduktif TES Tuli sensorineural
Tak dengar huruf lunak Dengar huruf berdesis
Tes bisik Dengar huruf lunak Tak dengar huruf berdesis
Normal Batas atas Menurun
Naik Batas bawah Normal
Negatif Rinne Positif False positif/ negatif
Laterilasi kesisi sakit
Weber Lateralisasi kesisi sehat
Memanjang Schwabach Memendek
2. Hidung
Cara pemeriksaan hidung . Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk memeriksa keadaan hidung dan yaitu :
• Pemeriksaan dari luar : inspeksi, palpasi, & perkusi.
• Rinoskopia anterior.
• Rinoskopia posterior.
Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu :
- Kerangka dorsum nasi (batang hidung).
- Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.
- Bibir atas.
Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu :
- Lorgnet pada abses septum nasi.
- Saddle nose pada lues.
- Miring pada fraktur.
- Lebar pada polip nasi.
- Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat tersebut.
- Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranalis. Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.
Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis, yaitu :
• Dorsum nasi (batang hidung).
• Ala nasi.
• Regio frontalis sinus frontalis.
• Fossa kanina.
• Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi hidung. Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis.
• Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kita temukan pada furunkel vestibulum nasi.
Rinoskopia Anterior
Ada 5 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu :
- Cermin rinoskopi posterior. ased
- Pipa penghisap.
- Aplikator.
- Pinset (angulair) dan bayonet (lucae).
- Spekulum hidung Hartmann.
- Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan.
Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya di pegang di bagian lateral, sedangkan mulutnya di medial.
Untuk memasukkan spekulum à mulut spekulum dalam keadaan tertutup, masukkan ke dalam kavum nasi.dan mulut speculum di buka pelan-pelan.
Untuk mengeluarkan à masih dalam kavum nasi, menutup mulut spekulum kira-kira 90%.
5 tahap pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu:
- Pemeriksaan vestibulum nasi.
- Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.
- Fenomena palatum mole.
- Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.
- Pemeriksaan septum nasi.
Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior
3 hal penting kita perhatikan pada pemeriksaan pendahuluan sebelum menggunakan spekulum :
• Posisi septum nasi. /
• Pinggir lubang hidung. Ada-tidaknya krusta dan adanya warna merah.
• Bibir atas. Adanya maserasi terutama pada anak-anak.
àCara kita memeriksa posisi septum nasi adalah dengan mendorong ujung hidung pasien menggunakan ibu jari.
• Spekulum hidung digunakan untuk pemeriksaan vestibulum nasi dengan tujuan melihat keadaan sisi medial, lateral, superior dan inferior vestibulum nasi.
• Sisi medial vestibulum nasi àmendorong spekulum ke arah medial.
• sisi lateral vestibulum nasi àmendorong spekulum ke arah lateral.
• Sisi superior vestibulum nasi àterlihat lebih baik àmendorong spekulum ke arah superior.
• sisi inferior vestibulum nasià lebih jelasà mendorong spekulum ke arah inferior
• Saat melakukan pemeriksaan vestibulum nasi menggunakan spekulum hidung, kita perhatikan ada tidaknya sekret, krusta, bisul-bisul, atau raghaden.
Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Bawah pada Rinoskopia Anterior
• Cara kita memeriksa kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah à mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi yang searah dengan konka nasi media.
Ada empat hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah, yaitu :
• Warna mukosa dan konka nasi inferior.
• Besar lumen lubang hidung.
• Lantai lubang hidung.
• Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.
Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior
Cara memeriksa fenomena palatum mole yaitu dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam dinding belakang nasofaring secara tegak lurus. Normalnya yaitu terlihat cahaya lampu yang terang benderang. Pada saat pasien diminta mengucapkan “iii”gerakan palatum mole àperubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap ßcahaya lampu kepala tidak tegak lurus masuk ke dalam dinding belakang nasofaring. pasien mengucapkan “iii”àpalatum mole bergerak ke bawah àbenda gelap menghilang dan dinding belakang nasofaring terang kembali.
Fenomena palatum mole positif àpalatum mole bergerak saat pasien mengucapkan “iii” àtampak benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap. Fenomena palatum mole negatif dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu :
• Paralisis palatum mole pada post difteri.
• Spasme palatum mole pada abses peritonsil.
• hipertrofi adenoid
• Tumor nasofaring : karsinoma nasofaring, abses retrofaring, dan adenoid.
Pemeriksaan Kavum Nasi Bagian Atas pada Rinoskopia Anterior
memeriksa kavum nasi bagian atas dengan mengarahkan cahaya lampu kepala ke dalam kavum nasi bagian atas pasien.
4 hal penting pada pemeriksaan kavum nasi bagian atas, yaitu :
• Kaput konka nasi media.
• Meatus nasi medius : pus dan polip.
• Septum nasi bagian atas : mukosa dan deviasi septi.
• Fissura olfaktorius.
Deviasi septi pada septum nasi bagian atas bisa kita temukan sampai menekan konka nasi media pasien. Pemeriksaan Septum Nasi pada Rinoskopia Anterior, Kita dapat menemukan septum nasi berbentuk krista, spina dan huruf S.
Rinoskopia Posterior
Prinsip rinoskopi posterior adalah menyinari koane dan dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring.
• Syarat-syarat melakukan rinoskopia posterior :
• Penempatan cermin.
– ada ruangan yang cukup luas dalam nasofaring à menempatkan cermin.
– Lidah pasien tetap berada dalam mulutnya.
– menekan lidah dengan spatula (spatel).
• Penempatan cahaya.
– ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring pasien à cahaya lampu dapat masuk dan menerangi nasofaring.
– Cara bernapas melalui hidung.
• 4 alat dan bahan yang digunakan pada rinoskopia posterior :
– Cermin kecil.
– Spatula.
– Lampu spritus.
– Solusio tetrakain (- efedrin 1%).
Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior:
• Cermin kecil pegang tangan kanan.
• terlebih dahulu memanaskan dengan lampu spritus
• pasien buka mulutnya lebar-lebar. Lidah didalam mulut, jangan digerakkan dan dikeraskan.
• Bernapas melalui hidung.
• Spatula pegang tangan kiri. Ujung spatula tempatkan pada punggung lidah depan uvula. Punggung lidah tekan ke bawah di paramedian kanan lidah àterbuka ruangan untuk menempatkan cermin kecil dalam nasofaring.
• Masukkan cermin kedalam faring, tempatkan antara faring dan palatum mole kanan pasien.
• Sinari Cermin.
• Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.
• 4 tahap pemeriksaan saat melakukan rinoskopia posterior :
– Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.
– Tahap 2 : pemeriksaan tuba kiri.
– Tahap 3 : pemeriksaan atap nasofaring.
– Tahap 4 : pemeriksaan kauda konka nasi inferior.
Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.
- cermin berada di paramedian à memperlihatkan keadaan kauda konka nasi media kanan.
- Putar Tangkai cermin ke medial àtampak margo posterior septum nasi. Putar ke kanan,àberturut-turut tampak konka nasi terutama kauda konka nasi inferior (terbesar), kauda konka nasi superior, meatus nasi medius, ostium dan dinding tuba.
Tahap 2 : Pemeriksaan Tuba Kiri
- Putar tangkai cermin ke medialà tampak margo posterior septum nasi. Putar cermin terus ke kiriàtampak kauda konka nasi media kanan dan tuba kanan.
Tahap 3 : Pemeriksaan Atap Nasofaring
- putar tangkai cermin ke medialàTampak margo posterior septum nasi.
- memasukkan tangkai cermin sedikit lebih dalam atau cermin agak lebih kita rendahkanàmemeriksa atap nasofaring
Tahap 4 : Pemeriksaan Kauda Konka Nasi Inferior
- memeriksa kauda konka nasi inferior àcermin sedikit ditinggikan atau tangkai cermin sedikit direndahkan.
- Kauda konka nasi inferior biasanya tidak kelihatan kecuali hipertrofi à tampak seperti murbei (berdungkul-dungkul).
Dua kelainan yang penting kita perhatikan pada rinoskopia posterior :
- Peradangan. Misalnya pus meatus nasi medius & meatus nasi superior, adenoiditis, dan ulkus pada dinding nasofaring (tanda TBC).
- Tumor. Misalnya poliposis dan karsinoma.
Tiga sumber masalah pada rinoskopia posterior, yaitu :
- Pihak pemeriksa : tekanan, posisi, dan fiksasi spatula.
- Pihak pasien : cara bernapas dan refleks muntah.
- Alat-alat : bahan spatula dan suhu & posisi cermin.
3. Leher, Mulut, Faring dan Laring
LEHER
Inspeksi
- Posisi kepala dan leher
- Simetris dari muscular servikalis
- Posisi trakea tampak digaris tengah
- Vena-vena servikalis tampak membesar
- Kulit leher anterior dan lateal untuk menetukan lesi-lesi, warna atau jaringan parut
- Pergerakan tulang belakang servikalis
Fleksi anterior dan lateral
Ekstensi
Rotasi
Palpasi
- Pemeriksaan kelenjar Limfa bagian leher
Pemeriksaan kelenjar limfa bagian leher dilakukan dengan cara palpasi dimana
posisi pemeriksa berada dibelakang penderita dan dilakukan secara sistematis/ berurutan
mulai dari submental berlanjut kearah angulus mandibula, sepanjang muskulus
sternokleidomastoid, klavikula dan diteruskan sepanjang saraf assesorius. Bila terdapat
pembesaran kelenjar limfa, tentukan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan, perlekatan
dengan jaringan sekitarnya dan lokasinya. Kelenjar leher pada umumnya baru teraba
apabila ada pembesaran lebih dari 1 cm.
- Trakhea
Dengan ujung-ujung jari, temukan tulang hyoid yang keras tetapi agak
dibelakang, inferior tehadap dasar mulut. Beregerak kebawah kekartilago tiroid yang
lebih besar . Sekurangnya dua cincin trakea harus dapat diraba dibawah kartilago tiroid
yang lebih besar. Sekurangnya dua cincin trakea harus dapat diraba dibawah kartilago.
Apakah semua struktur terletak digaris tengah atau simetris ?
- Tonsil dan Faring
Penderita diinstruksikan untuk membuka mulut, perhatikan struktur di kavum oris
mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal. Lihat ada tidaknya kelainan berupa
pembengkakan, hiperemis, massa, atau kainan kongenital. Lakukan penekanan pada
lidah secara lembut dengan spatel lidah. Perhatikan strukturarkus anterior dan superior,
tonsil, dinding dorsal faring. Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak.
Dengan menggunakan sarung tangan lakukan palasi pada daerah mukosa bukkal, dasar
lidah daerah palatum untuk menilai adanya kelainan-kelaian dalam rongga mulut.
a. Memeriksa besar tonsil
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut :
T0 : tonsil telah diangkat
T1 : bila bsarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula
T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula
T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula
T4 : bila besarnya mencapai uvula atau lebih
b. Memeriksa mobilitas tonsil
Digunakan 2 spatula
o Spatula 1 : posisi sama dengan diatas
o Spatula 2 : posisi ujungnya vertical menekan jaringan peritonsil, sedikit lateral
dari arkus anterior
o Pada tumor tonsil : fiksasi
o Pada tonsillitis kronik : mobil dan sakit
c. Memeriksa patologi faring :
o Faringitis akut : semua merah
o Faringitis kronik : hanya granulae merah
Laring
Inspeksi :
Diperhatikan warna dan keutuhan kulit, serta benjolan yang ada pada daerah leher sekitar
laring. Suatu benjolan yang mengikuti gerakan laring adalah struma dan kista duktus
tireoglossus.
Palpasi berguna untuk :
- Mengenal bagian- bagian dari kerangka laring ( kartilago hyoid, kartilago tiroid, kartilago
krikoid) dan gelang-gelang trakea.
- Apakah ada udem, struma , kista, metastase. Susunan abnormal dijumpai pada fraktur dan
dislokasi.
- Laring yang normal, mudah sekali digerakkan kekanan dan kekiri oleh tangan pemeriksa.
Laringoskopi Indirekta
Sambil membuka mulut, instruksikan penderita untuk menjulurkan lidah sejauh
mungkin ke depan. Setelah dibalut dengan kasa steril lidah kemudian difiksasi diantara ibu
jari dan jari tengah. Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal.
Kemudian masukkan cermin laring yang sesuai yang sebelumnya telah dilidah
apikan ke dalam orofaring. Arahkan cermin laring ke daerah hipofaring sedemikian rupa
sehingga tampak struktur di daerah hipofaring yaitu : epiglottis, valekula, fossa piriformis,
plika eriepiglotika, aritaenoid, plika ventrikularis dan plika vocalis. Penilaian mobilitas
plika vocalis dengan menyuruh panderita mengucapkan huruf I berulang kali.