6
PEMERIKSAAN FISIK 1. Salam Terapeutik dan Jelaskan Prosedur 2. Kontrak waktu 3. Jaga Privacy INSPEKSI MATA 1. Di ikaji bagian-bagian mata (bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan pupil), ketajaman penglihatan (visus) dengan bantuan kartu Snellen, dan pemeriksaan lapangan pandangan. 2. Lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak), sklera kuning atau tidak. Mata oedem/hiperemia/sekret mata berlebihan dapat terjadi karena adanya reaksi alergi, benda asing, perlukaan, dll. 3. Lihat adanya mata cekung seperti pada klien dehidrasi. Dapat diamati pula ada tidaknya infeksi pada mata (konjungtivitis atau keratitis dll). Katarak pada mata dapat diamati pada lansia. Kelopak Mata 4. Amati edema palpebra pada kelopak mata. 5. Amati kelopak mata yang selalu tertutup/tidak mampu membuka, disebut ptiosis (contoh pada kasus Myastheniagravis) dan kelopak mata yang tidak mampu menutup rapat (terus terbuka), yang disebut Lagopthalmus.

PEMERIKSAAN FISIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ghhgv

Citation preview

Page 1: PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FISIK

1. Salam Terapeutik dan Jelaskan Prosedur

2. Kontrak waktu

3. Jaga Privacy

INSPEKSI MATA

1. Di ikaji bagian-bagian mata (bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan pupil),

ketajaman penglihatan (visus) dengan bantuan kartu Snellen, dan pemeriksaan lapangan

pandangan.

2. Lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak), sklera kuning atau tidak. Mata

oedem/hiperemia/sekret mata berlebihan dapat terjadi karena adanya reaksi alergi, benda

asing, perlukaan, dll.

3. Lihat adanya mata cekung seperti pada klien dehidrasi. Dapat diamati pula ada tidaknya

infeksi pada mata (konjungtivitis atau keratitis dll). Katarak pada mata dapat diamati

pada lansia.

Kelopak Mata

4. Amati edema palpebra pada kelopak mata.

5. Amati kelopak mata yang selalu tertutup/tidak mampu membuka, disebut ptiosis (contoh

pada kasus Myastheniagravis) dan kelopak mata yang tidak mampu menutup rapat (terus

terbuka), yang disebut Lagopthalmus.

6. Anjurkan klien untuk melihat ke depan

Konjuntiva

7. Amati konjungtiva untuk mengetahui ada tidaknya kemerah-merahan.

8. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila didapatkan

warna yang tidak normal, misalnya anemik atau adanya pus (infeksi)

9. Saat memeriksa konjungtiva, amati pula warna sklera, catat adanya perubahan warna

menjadi ikterik.

Page 2: PEMERIKSAAN FISIK

10. Amati warna iris, serta ukuran dan bentuk pupil.

Gerakan Mata

11. Dalam menilai gerakan mata, anjurkan klien melihat kedepan.

12. Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu deviasi. Amati pula

apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus), seperti gerakan

bola mata mula-mula lambat bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke

posisi semula.

13. Luruskan jari telunjuk perawat dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.

14. Beritahu klien untuk mengikuti gerakan jari perawat dan anjurkan klien untuk tetap

mempertahankan posisi kepala. Gerakan jari perawat ke-8 arah untuk mengetahui fungsi

6 otot mata.

15. Selanjutnya untuk menilai medan penglihatan, kaji mata klien secara terpisah, dengan

cara menutup mata yang tidak diperiksa.

16. Anjurkan klien untuk memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung perawat.

17. Gerakan jari perawat secara vertikal dari samping dan dekatkan ke mata klien secara

perlahan-lahan.

18. Anjurkan klien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari perawat.

19. selanjutnya kaji mata sebelahnya.

PALPASI MATA

1. Palpasi bola mata untuk memeriksa secara kasar adanya peninggian tekanan intraokuler

misalnya pada penderita glaukoma. Kadang-kadang perlu membalik kelopak mata

dengan teknik tertentu.

2. Menarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari untuk

memeriksa konjungtiva.

3. Melakukan Pemeriksaan Visus

- Menggunakan kartu Snellen dan penerangan cukup.

- Pasien didudukkan dengan jarak 6 meter,paling sedikit jarak 5 meter dari kartu

Snellen.

- Kartu Snellen digantungkan sejajar setinggi/lebih dari mata pasien.

Page 3: PEMERIKSAAN FISIK

- Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan terlebih dahulu, sedangkan mata kiri

ditutup.

- Pasien diminta membaca huruf Snellen dari baris paling atas ke bawah. Hasil

pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata sebelahnya.

Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta menghitung jari pemeriksa . .

Apabila pasien tidak bisa juga menghitung jari , maka dilakukan pemeriksaan selanjutnya

dengan menilai gerakan tangan didepan pasien dengan latar belakang terang.

INSPEKSI DAN PALPASI TELINGA .

1. Pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat duduk di pangkuan

orangtuanya

2. Atur posisi duduk perawat menghadap pada sisi telinga yang akan dikaji.

3. Diawali dengan mengamati telinga luar, perhatikan adanya perubahan bentuk, warna,

lesi, maupun massa.

4. Pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan jari telunjuk.

Palpasi kartilago telinga luar dan catat bila ada nyeri.

5. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bagian bawah daun telinga.

Bila ada peradangan, klien akan merasa nyeri.

6. Selanjutnya pegang bagian pinggir daun telinga dan secara perlahan-lahan tarik daun

telinga ke atas atau ke belakang sehingga lubang telinga mudah utnuk diamati.

7. Lihat lubang telinga, perhatikan terhadap ada tidaknya peradangan, perdararahan,

maupun kotoran.

8. Masukkan spekulum telinga secara hati-hati. Bila sudah tepat letakkan mata di atas eye-

piece.

9. Amati membran timpani, perhatikan bentuk, warna, transparansi, kilau, perforasi, atau

adanya darah/cairan.

Pemeriksaan Rinne

1. Garpu tala 512 Hz dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus

pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak

mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus

Page 4: PEMERIKSAAN FISIK

eksternus pasien. Pemeriksaan Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya,

sebaliknya dikatakan negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.

2. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak

lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan meatus

akustikus eksternus. Tanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan meatus

akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus akustikus eksternus (planum

mastoid). Pemeriksaan Rinne positif jika pasien mendengar di depan meatus akustikus

eksternus lebih keras, sebaliknya diakatakan negatif jika pasien mendengar di depan

meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras di belakang.

Pemeriksaan Weber.

1. Bunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan lurus pada garis horizontal.

2. Tanyakan pasien. Telinga mana yang mendengar atau dapat mendengar lebih keras. Jika

telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras hanya pada satu telinga, maka terjadi

lateralisasi ke sisi telinga tersebut.

3. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar, maka

berarti tidak ada lateralisasi.

Pemeriksaan Swabach

1. Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada puncak kepala

probandus. Probandus akan mendengar suara garpu tala tersebut makin lama makin

melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garpu tala lagi.

2. Pada saat garpu tala tidak terdengar lagi, pindahkan garpu tala itu ke puncak kepala orang

yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua

kemungkinan akan terjadi, yaitu akan mendengar suara atau tidak mendengar suara.