23
PENGANTAR FILSAFAT Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik OLEH: ARIF HAKIM ILMU SOSOAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA http://akimlinovsisa.wordpress.com/

Pengantar Ilmu Filsafat1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

semoga

Citation preview

  • PENGANTAR FILSAFAT Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

    OLEH:

    ARIF HAKIM

    ILMU SOSOAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • Pengertian Filsafat

    Setiap kali saya memulai untuk pertama kali memberikan perkuliahan mata kuliah "Pengantar Filsafat", saya senantiasa dihadapkan pada pertanyaan: "Apakah filsafat itu?" Sungguh ini merupakan pertanyaan yang sederhana, bahkan sangat sederhana. Tapi, untuk memberikan jawaban yang dapat memuaskan dan benar-benar menjawab pertanyaan tersebut, itu bukanlah perkara yang mudah.

    Ada yang mengira bahwa filsafat itu sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong. Selain itu ada pula yang mengira bahwa filsafat itu merupakan kombinasi dari astrologi, psikologi dan teologi. Filsafat bukanlah semua itu.

    Oxford Pocket Dictionary mengartikan filsafat sebagai use of reason and argument in seeking truth and knowledge of reality. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat sebagai:

    1. pengetahuan dan penyedilikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan hukumnya;

    2. teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan;

    3. ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi;

    4. falsafah.

    Menurut Kamus Filsafat, filsafat merupakan (Bagus, 2000: 242):

    1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.

    2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.

    3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.

    4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan penyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.

    5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu manusia melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang dilihat.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • Secara etimologi atau asal kata, kata "filsafat" berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani yang berbunyi philosophia. Kata philophia ini merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philos dan sophia. Kata philos berarti kekasih atau sahabat, dan kata sophia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan, tetapi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan. Jadi secara etimologi, philosophia berarti kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan.

    Agar bisa menjadi kekasih atau sahabat, seseorang haruslah mengenal dekat dan akrab dengan seseorang atau sesuatu yang ingin dijadikan kekasih atau sahabat tersebut. Dan ini hanya bisa dilakukan apabila seseorang tersebut senantiasa terus-menerus berupaya untuk mengenalnya secara dalam dan menyeluruh. Dengan harapan bahwa upaya yang terus-menerus itu dapat membawa seseorang atau sesuatu itu pada kedekatan yang akrab sehingga dapat mengasihinya.

    Seseorang yang melakukan aktivitas tersebut disebut filsuf. Filsuf adalah seseorang yang mendalami filsafat dan berusaha memahami dan menyelidikinya secara konsisten dan mendalam. Konsisten artinya bahwa seseorang tersebut terus menerus menggeluti filsafat. Mendalam berarti bahwa ia benar-benar berusaha mempelajari, memahami, menyelidiki, meneliti filsafat.

    Tadi dikatakan bahwa filsafat adalah kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, jadi karena ia merupakan kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, maka filsafat memiliki hasrat untuk selalu ingin dekat, ingin akrab, ingin mengasihi kearifan/ kebjaksanaan/ pengetahuan. Tapi, kearifan/ kebijaksanaan/ pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat abstrak dan luas. Keabstrakan dan keluasan ini menjadikan hasrat yang dimiliki filsafat tersebut tak mudah untuk dipuaskan sepenuhnya. Ini menyebabkan filsafat terus-menerus melakukan usaha untuk memenuhinya. Usaha yang terus menerus ini membuat filsafat, pada satu sisi, dikenal tak lebih dari sebagai sebuah usaha atau suatu upaya.

    Selain sebagai sebuah usaha atau suatu upaya, William James, seorang filsuf dari Amerika, melihat bahwa berpikir juga merupakan sisi lain dari filsafat. Menurutnya, filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. Artinya, bahwa segala upaya yang dilakukan oleh filsafat tak dapat dilepaskan dari tujuannya untuk meraih kejelasan dan keterangan dalam berpikir. Jadi, berpikir adalah sisi lain yang dimiliki filsafat.

    Ihwal pentingnya keberadaan berpikir dalam filsafat, Thomas Nagel dalam Philosophy: Basic Reading mengatakan (1987: 3):

    Philosophy is different from science and from mathematics. Unlike science doesn't rely on experiments or observation, but only on thought. And unlike mathematics it has no formal methods of proof. It is done just by asking questions, arguing, trying out ideas and thinking of possible arguments against them, and wondering how our concepts really work.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • Bagi manusia, berpikir adalah hal yang sangat melekat. Manusia, merujuk pada Aritoteles, adalah animal rationale atau mahluk berpikir. Tidak seperti mahluk-mahluk lainnya, oleh Tuhan manusia diberi anugerah yang sangat istemewa yakni akal. Dengan akal, manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengatasi dan memecahkan segala permasalahan yang dihadapinya pikirannya. Karena filsafat mengandaikan adanya kerja pikiran, maka sifat pertama yang terdapat dalam berpikir secara filsafat adalah rasional.

    Rasional berarti bahwa segala yang dipikirkannya berpusar pada akal. Tapi, tidak semua aktivitas berpikir manusia dapat dikatakan berpikir secara filsafat. Untuk dapat dikatakan bahwa satu aktivitas berpikir itu merupakan berpikir secara filsafat, aktivitas berpikir itu haruslah bersifat metodis.

    Secara umum, berpikir metodis berarti berpikir dengan cara tertentu yang teratur. Dalam membeberkan pikiran-pikirannya, filsafat senantiasa menggunakan cara tertentu yang teratur. Keteraturan ini membuat pikiran-pikiran yang dibeberkan oleh filsafat menjadi jelas dan terang. Tapi agar cara tertentu itu dapat teratur, filsafat membutuhkan faktor lain, yakni sistem.

    Sebagai sebuah sistem, filsafat suatu susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan. Ia terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur menurut pola tertentu, dan membentuk satu kesatuan. Adanya sistem membuat satu cara berpikir tertentu yang teratur tetap pada keteraturannya. Oleh karena itu, selain berpikir metodis filsafat juga memiliki sifat berpikir sistematis.

    Berpikir secara sistematis memiliki pengertian, bahwa aktivitas berpikir tersebut haruslah mengikuti cara tertentu yang teratur, yang dilakukan menurut satu aturan tertentu, runtut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti satu aturan tertentu pula tersusun menurut satu pola yang tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Jadi, agar dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut sedang berpikir secara filsafat, ia haruslah berpikir menurut atau mengikuti satu aturan tertentu yang runut dan bertahap dan tidak acak atau sembarangan.

    Sistematis mengandaikan adanya keruntutan. Jadi, berpikir filsafat atau berpikir filsafati juga memiliki sifat runtut atau koheren. Koheren berarti bertalian. Ia merupakan kesesuaian yang logis. Dalam koherensi, hubungan yang terjadi karena adanya gagasan yang sama. Pada berpikir filsafat, koherensi berarti tidak adanya loncatan-loncatan, kekacauan-kekacauan, dan berbagai kontradiksi. Dalam koherensi, tidak boleh ada pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan. Contoh:

    Hujan turun

    Tidak benar bahwa hujan turun

    Pernyataan yang pertama yang berbunyi "Hujan turun" bertentangan dengan pernyataan yang kedua, "Tidak benar bahwa hujan turun,", begitu juga sebaliknya. Dalam berpikir secara koherensi hal ini tidak dibenarkan. Karena kedua pernyataan ini saling bertentangan. Jadi, dalam berpikir secara koherensi, pernyataan-pernyataan yang ada haruslah saling mendukung.

  • Agar dapat memperoleh pernyataan-pernyataan yang mendukung, filasafat haruslah mencari, mendapatkan, memeriksa, ataupun menyelidiki keseluruhan pernyataan yang ada. Filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Usaha ini membawa filsafat pada penyelidikan terhadap keseluruhan. Jadi, sifat berpikir filsafat yang berikutnya adalah keseluruhan atau komprehensif dalam artian bahwa segala sesuatu berada dalam jangkauannya.

    Tadi dikatakan bahwa berpikir filsafat memiliki sifat koherensi, maka agar koherensi dapat terjadi, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat haruslah mampu memahami dan memilah pernyataan-pernyataan yang ada. Agar dapat mencapai hal tersebut, dibutuhkan apa yang dinamakan berpikir kritis Jadi, kritis adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.

    Kritis dapat dipahami dalam artian bahwa tidak menerima sesuatu begitu saja. Secara spesifik, berpikir kritis secara filsafat adalah berpikir secara terbuka terhadap segala kemungkinan, dialektis, tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang ada, dan selalu hati-hati serta waspada terhadap berbagai kemungkinan kebekuan pikiran.

    Untuk mencapai berpikir kritis, hal yang harus dilakukan adalah berpikir secara skeptis. Skeptis berbeda dengan sinis. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu. Sedangkan sinis adalah sikap yang berdasar pada ketidakpercayaan. Secara metaforis, sikap sinis dapat digambarkan seperti seorang laki-laki di tengah perempuan-perempuan cantik, tapi dia malah mencari seekor kambing yang paling buruk. Jadi, pada intinya, sikap skpetis itu adalah meragukan, sementara sikap sinis adalah ketidakpercayaan.

    Tadi telah dipaparkan di atas, bahwa filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Agar dapat meraih hal tersebut, filsafat harus menemukan radix (akar) dunia seluruhnya tersebut. Jadi berpikir radikal adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.

    Usaha menemukan akar dunia seluruhnya ini sangat diperlukan. Karena dengan penemuan akarnya, diharapkan, setiap persoalan ataupun permasalahan-permasalahan yang bertumbuhan di atasnya dapat disingkap. Untuk dapat menemukan akar tersebut, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat perlu untuk berpikir secara radikal. Berpikir radikal merupakan cara berpikir yang tidak pernah terpaku hanya pada satu fenomena suatu entitas tertentu, dan tidak pernah berhenti hanya pada satu wujud tertentu.

    Sampai di sini, kiranya, kita telah mengetahui mengapa filsafat itu bukan sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • Objek Filsafat

    1.Objek Materia, yaitu lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu

    2.Objek Forma, yaitu sudut tertentu yang menentukan ciri suatu ilmu

    Objek Materia Filsafat adalah ADA dan yang mungkin ADA

    Objek Forma Filsafat adalah Mencari keterangan yang sedalam-dalamnya

    Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu yang menjadi lapangan penyelidikan atau lapangan studinya. Objek ini diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang, metode, dan sistem tertentu. Adanya objek menjadikan setiap ilmu pengetahuan berbeda antara satu dengan lainnya. Objek ilmu pengetahuan terdiri dari objek materi dan objek forma.

    Objek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian keilmuan. Ia bisa berupa apa saja, baik apakah itu benda-benda material ataupun benda-benda non material. Ia tidak terbatas pada apakah hanya ada di dalam kenyataan konkret, seperti manusia ataupun alam semesta, ataukah hanya di dalam realitas abstrak, seperti Tuhan atau sesuatu yang bersifat Ilahiah lainnya. Sementara objek forma adalah cara pandang tertentu, atau sudut pandang tertentu yang dimiliki serta yang menentukan satu macam ilmu.

    Seperti halnya ilmu pengetahuan pada umumnya, filsafat juga memiliki objek yang menjadi lapangan penyelidikan atau lapangan studinya yang terdiri dari objek materia dan objek forma.

    Bagi Plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles (+ 384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari "peri ada selaku ada" (being as being) atau "peri ada sebagaimana adanya" (being as such). Dari dua pernyataan tersebut, dapatlah diketahui bahwa "ada" merupakan objek materia dari filsafat. Karena filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri, maka "ada" di sini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada.

    Penempatan segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mugkin ada atau seluruh ada sebagai objek materia dari filsafat, membuat filsafat berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti sastra, bahasa, politik, sosiologi, dsb. Jika ilmu-ilmu pengetahuan lainnya hanya menempatkan satu bidang dari kenyataan sebagai objek materianya, filsafat, karena berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri, menempatkan seluruh kenyataan sebagai objek materia studinya. Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan, sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat fragmental atau bagian-bagian.

  • Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada, maka untuk mencapai hal tersebut filsafat senantiasa berusaha mencari keterangan yang sedalam-dalamnya atas segala sesuatu. Jadi, mencari keterangan sedalam-dalamnya merupakan objek forma dari filsafat.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • Metode Filsafat

    Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari kenyataan. Untuk mendapatkan hal tersebut, filsafat memiliki beberapa metode penalaran. Pertama, metode penalaran deduksi. Secara sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu yang bersifat umum kepada yang khusus. Dalam pengertiannya yang lebih spesifik, ia adalah proses berpikir yang bertolak dari prinsip-prinsip, hukum-hukum, putusan-putusan yang berlaku umum untuk suatu hal/ gejala atau prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian hal/ gejala umum.. Secara sederhana, deduksi dapat dicontohkan sbb:

    Semua manusia adalah fana

    Presiden adalah manusia

    Presiden adalah fana

    Selain deduksi, filsafat juga menggunakan metode penalaran induksi. Secara sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu yang bersifat khusus kepada yang umum. Ia adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena/ gejala individual untuk menurunkan suatu kesimpulan yang berlaku umum. Secara sederhana, metode ini dapat dicontohkan sbb:

    Amin adalah murid sekolah dasar

    Amin adalah manusia

    Semua murid sekolah dasar adalah manusia

    Metode ketiga yang dimiliki filsafat adalah metode penalaran dialektika. Secara umum, metode ini dapat dipahami sebagai cara berpikir yang dalam usahanya memperoleh kesimpulan bersandar pada tiga hal, yakni: tesis, antitesis dan sintetis yang merupakan hasil gabungan dari tesis dan antitesis. Contoh sederhana untuk metode penalaran ini adalah Keluarga. Dalam satu keluarga biasanya terdapat ayah, ibu, dan anak. Jika ayah adalah tesis, maka ibu adalah antitesis, lantas anak merupakan sintesis karena keberadaannya ditentukan ayah dan ibu. Begitu juga apabila ibu adalah tesis, maka ayah adalah antitesis, dan anak adalah sintesis.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • Peranan dan Tujuan Filsafat

    Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat merupakan suatu upaya berpikir yang jelas dan terang tentang seluruh kenyataan. Upaya ini, bagi manusia, menghasilkan beberapa peranan. Pertama, filsafat berperan sebagai pendobrak. Artinya, bahwa filsafat mendobrak keterkungkungan pikiran manusia. Dengan mempelajari dan mendalami filsafat, manusia dapat menghancurkan kebekuan, kebakuan, bahkan keterkungkungan pikirannya dengan kembali mempertanyakan segala.

    Pendobrakan ini membuat manusia bebas dari kebekuan, kebakuan, dan keterkungkungan. Jadi, bagi manusia, filsafat juga memiliki peranan sebagai pembebas pikiran manusia. Maka, pembebas merupakan peranan kedua yang dimiliki filsafat bagi manusia.

    Pembebasan ini membimbing manusia untuk berpikir lebih jauh, lebih mendalam, lebih kritis terhadap segala hal sehingga manusia bisa mendapatkan kejelasan dan keterangan atas seluruh kenyataan. Jadi, peranan ketiga yang dimiliki oleh filsafat bagi manusia adalah sebagai pembimbing.

    Selain memiliki peranan bagi manusia, filsafat juga berperan bagi ilmu pengetahuan umumnya. Menurut Descartes (1596-1650), filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia. Ia, merujuk pada Kant (1724-1804), adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan. Jadi, merujuk pada dua penrnyataan tersebut, dapat dapat disimpulkan bahwa bagi ilmu pengetahuan, filsafat, memiliki peranan sebagai penghimpun pengetahuan.

    Memahami perannya sebagai penghimpun, maka filsafat dapat dikatakan merupakan induk segala ilmu pengetahuan atau mater scientiarum. Bagi Bacon (1561-1626, filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu. Ia menangani semua pengetahuan.

    Selain sebagai induk yang menghimpun semua pengetahuan, bagi ilmu pengetahuan filsafat juga memiliki peranan lain, yakni sebagai pembantu ilmu pengetahun.

    Bagi Bertrand Russell (1872-1970), filsafat adalah sebuah wilayah tak bertuan di antara ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memiliki kemungkinan untuk menyerang keduanya. Karena terdapat kemungkinan ini dalam filsafat, maka, menurutnya, filsafat dapat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu dan kehidupan sehari-hari, dan mencarisuatu ketidakselarasan yang dapat terkandung di dalam asas-asas tersebut. Secara sederhana, paparan Bertrand Russell tersebut dapat dipahami bahwa bagi pengetahuan, filsafat juga memiliki peranan sebagai pembantu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut, Schlick, seorang filsuf Wina, pernah menyatakan bahwa tugas ilmu adalah untuk mencapai pengetahuan tentang realitas; dan pencapaian ilmu yang sebenarnya tidak pernah dapat dihancurkan atau diubah oleh filsafat, tapi filsafat dapat menafsirkan pencapaian-pencapaian tersebut secara benar, dan untuk menunjukkan maknanya yang terdalam.

  • Dalam menjalankan peranannya tersebut, filsafat memiliki tujuan. Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Jadi secara umum, tujuan filsafat adalah meraih kebenaran. Dengan harapan kebenaran ini dapat membawa manusia kepada pemahaman, dan pemahaman membawa manusia kepada tindakan yang lebih layak. Tapi, janganlah dianggap bahwa kebenaran yang berusaha diraih filsafat adalah sama dengan kebenaran yang diraih agama.

    Tidak seperti agama yang menyandarkan diri dan mengajarkan kepatuhan, filsafat menyandarkan diri dan mengandalkan kemampuan berpikir kritis. Kondisi berpikir kritis ini sering tampil dalam perilaku meragukan, mempertanyakan, dan membongkar sampai ke akar-akarnya. Kebenaran yang oleh agama wajib diterima, dalam filsafat senantiasa diragukan, dipertanyakan dan dibongkar sampai ke akar-akarnya untuk kemudian dikonstruksi menjadi pemikiran baru yang lebih masuk akal. Maka, tak heran, apabila kebenaran yang ditawarkan filsafat dipahami sebagai kebenaran yang logis.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • CABANG-CABANG FILSAFAT

    I. Pengertian Cabang Filsafat

    Cabang-cabang filsafat adalah bidang-bidang studi filsafat. Ia merupakan cabang-cabang penyelidikan yang ada di dalam filsafat.

    Aristoteles membagi filsafat menjadi tiga cabang, yakni filsafat spekulatif atau filsafat teoritis, filsafat praktika, dan filsafat produktif. Menurut Aritoteles, Filsafat spekulatif atau filsafat teoritis adalah filsafat yang bersifat objektif. Tujuan utama filsafat ini adalah pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri. Fisika metafisika, biopsikologi, dsb adalah bidang-bidang filsafat yang termasuk dalam cabang filsafat ini. Filsafat praktika merupakan filsafat yang memberi petunjuk dan pedoman bagi tingkah laku manusia yang baik dan sebagaimana mestinya. Sasaran filsafat ini adalah untuk membentuk sikap dan perilaku yang akan memampukan manusia untuk bertindak dalam terang pengetahuan. Yang termasuk dalam cabang filsafat ini adalah etika dan politik. Sementara filsafat produktif ialah filsafat yang membimbing dan menuntuk manusia untuk menjadi lebih produktif lewat suatu keterampilan khusus. Tujuannya agar manusia sanggup menghasilkan sesuatu, baik secara teknis maupun puitis dalam terang pengetahuan yang benar. Kritik sastra, retotika, dan estetika merupakan bidang-bidang dalam cabang filsafat ini.

    Tetapi, perkembangan peradaban kehidupan manusia menuntut filsafat untuk lebih memperluas bidang penyelidikannya. Saat ini, cabang-cabang filsafat dapat dibagi menjadi lima cabang pokok: epistemologi, metafisika, logika, etika dan estetika.

    Cabang-cabang Filsafat

    1 Epistemologi

    Adakalanya, epistemologi disebut "teori pengetahuan". Secara etimologis, istilah epistemology berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata episteme dan logos. Kata episteme berarti pengetahuan, sedangkan kata logos berarti kata, pikiran, percakapan, atau ilmu. Jadi, epistemologi berarti kata, pikiran, percakapan, ilmu tentang pengetahuan.

    Epistemologi adalah cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Ia menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Dalam epistemologi, pertanyaan-pertanyaan tentang kemungkinan-kemungkinan pengetahuan, tentang batas-batas pengetahuan, tentang asal dan jenis-jenis pengetahuan dibicarakan. Oleh sebab itu pertanyaan-pertanyaan seperti "apakah pengetahuan itu?", "apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan itu?" merupakan pertanyaan-pertanyaan yang biasa diajukan dalam cabang filsafat ini.

  • Di dalam epistemologi, ada beberapa teori yang biasa digunakan untuk menilai kesahihan pengetahuan, pertama, teori kesahihan koherensi (coherence theory of truth). Teori ini menegaskan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan) diakui sahih jika proposisi itu memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proposisi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan ketentuan-ketentuan logika.

    Teori kedua yang biasa digunakan untuk menilai kesahihan pengetahuan dalam epistemologi adalah teori kesahihan korespondensi/ saling bersesuaian (correspondence theory of truth). Menurut teori ini, suatu pengetahuan itu sahih apabila proposisi bersesuaian dengan realitas yang menjadi objek pengetahuan itu. Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat dengan kebenaran dan kepastian indrawi. Dengan demikian, kesahihan pengetahuan itu dapat dibuktikan secara langsung.

    Teori kesahihan pragmatis (pragmatical theory of truth) adalah teori kesahihan pengetahuan ketiga dalam epistemology. Teori ini menegaskan bahwa pengetahuan itu sahih jika proposisinya memiliki konsekuensi-konsekuensi kegunaan atau benar-benar bermanfaat bagi yang memiliki pengetahuan itu. Teori ini adalah teori kesahihan yang telah dikenal secara tradisional.

    Teori berikutnya yang biasa digunakan dalam epistemologi adalah teori kesahihan semantik (semantic theory of truth). Teori ini adalah teori yang menekankan arti dan makna suatu proposisi. Bagi teori ini, proposisi harus menunjukkan arti dan makna sesungguhnya yang mengacu kepada referan atau realitas dan bisa juga arti definitive yang menunjuk ciri khas yang ada.

    Teori kesahihan logika yang berlebihan (logical superfluity theory of truth) adalah teori kelima yang biasa digunakan dalam epistemologi untuk menilai kesahihan suatu pengetahuan. Teori ini hendak menunjukkan bahwa proposisi logis yang memiliki termin berbeda tetapi berisi informasi sama tak perlu lagi dibuktikan, atau ia telah menjadi suatu bentuk logika yang berlebihan. Misalnya, siklus adalah lingkaran atau lingkaran adalah bulatan. Dengan demikian proposisi lingkaran itu bulan tak perlu dibuktikan lagi kebenarannya.

    2 Metafisika

    Kata metafisika saat ini memiliki banyak arti. Ia bisa berarti upaya untuk mengkarakterissi esistensi atau realitas sebagai suatu keseluruhan, atau juga bisa bisa berarti usaha untuk menyelidiki alam yang berada di luar pengalaman atau menyelidiki apakah hakikat yang berada di balik realitas. Secara etimologis, kata metafisika ini berasal dari bahasa Yunani meta ta physika yang berarti hal-hal yang terdapat sesudah fisika. Kata ini merupakan kata bentukan dari kata meta yang berarti setelah, melebihi, dan kata physikos yang berarti menyangkut alam.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • Metafisika adalah suatu pembahasan filsafati yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang ada. Ia bersangkut paut dengan pertanyaan mengenai hakekat 'yang-ada' yang terdalam. Menurut Bagus (2000: 624-625), metafisika memiliki beberapa pengertian, yakni:

    (1) kajian menyeluruh, koheren dan konsisten tentang realitas (keberadaan, alam semesta) sebagai suatu keseluruhan;

    (2) studi tentang yang-ada dan bukan tentang yang-ada dalam bentuk suatu keberadaan particular (barang, objek, entitas, aktivitas);

    (3) studi tentang ciri-ciri alam semesta yang sangat umum, bersifat tetap, dan mencakup: eksistensi, perubahan, waktu, hubungan sebab-akibat, tempat, substansi, identitas, keunikan, perbedaan, kesatuan, keanekaan, kesamaan, ketunggalan;

    (4) studi tentang realitas akhir-realitas sebagaimana terbentuk dalam dirinya sendiri yang terpisah dari tampakan-tampakan yang bersifat ilusif yang disajikan dalam persepsi kita;

    (5) studi tentang dasar (prinsip, alasan, sumber, sebab) eksistensi segala sesuatu yang mendasari, serta penuh dalam dirinya sendiri, yang tidak tergantung dan yang sepenuhnya menentukan sendiri, yang justru menjadi dasar bagi eksistensi yang lain;

    (6) studi tentang suatu realitas transenden yang merupakan sebab (sumber) semua eksistensi;

    (7) studi tentang segala sesuatu yang bersifat rohani (gaib, adikodrati, supranatural, immaterial) dan yang tidak dapat diterangkan dengan metode-metode penjelasan yang ditemukan dalam ilmu-ilmu alam;

    (8) studi tentang apa yang berdasarkan kodratnya harus ada dan tidak dapat menjadi selain dari apa adanya;

    (9) studi kritis terhadap asumsi-asumsi (praduga-praduga, keyakinan-keyakinan dasar) yang mendasari, yang digunakan oleh sistem-sistem pengetahuan kita dalam pernyataannya tentang apa yang nyata.

    Metafisika dibagi menjadi metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum biasa disebut juga Ontologi. Istilah ini muncul sekitar pertengahan abad ke 17. Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani on atau ontos dan logos. Kata on atau ontos berarti ada atau keberadaan, sementara kata logos berarti studi atau ilmu tentang.

    Metafisika umum atau ontologi, berbicara tentang segala sesuatu secara sekaligus. Ia berbicara tentang segala sesuatu sejauh itu "ada". Ia membicarakan asa-asa rasional dari yang ada, selain itu ia juga berusaha untuk mengetahui esensi terdalam dari 'yang-ada'. Bagi metafisika umum, "adanya" segala sesuatu merupakan suatu "segi" dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan mahluk-mahluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • Dalam metafisika umum, pembahasan mengenai segala sesuatu yang ada secara menyeluruh dan sekaligus dilakukan dengan membedakan dan memisahkan eksistensi yang sesungguhnya dari penampakan atau penampilan eksistensi itu. Oleh karena itu, metafisika umum senantiasa memulai penyelidikannya dengan pertanyaan-pertanyaan semacam "apakah kenyataan itu merupakan kesatuan atau tidak?", "apakah alam raya adalah peredaran abadi di mana semua gejala selalu kembali,, seperti dalam siklus musim-musim, atau justru suatu proses perkembangan?"

    Menurut Bagus (2000: 764-767) metafisika khusus atau ontologi merupakan:

    (1) studi tentang ciri-ciri esensial dari Yang Ada dalam dirinya sendiri yang berbeda dari studi tentang hal-hal yang ada secara khusus;

    (2) cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti: ada/ menjadi, aktualitas/ potensialitas, nyata/ tampak, perubahan, waktu, eksistensi/ noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang-ada sebagai yang-ada, ketergantungan pada diri sendiri, han mencakupi diri sendiri, hal-hal terakhir, dasar;

    (3) cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat Ada yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi Sempurna), menunjukkan bahwa segala hal tergantung padanya bagi eksistensinya, menghubungkan pikiran dan tindakan manusia yang bersifat individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu;

    (4) cabang filsafat yang melontarkan pertanyaan "apa arti 'ada', 'berada'?", yang menganalisis bermacam-macam makna yang memungkinkan hal-hal dapat dikatakan ADA, berada;

    (5) cabang filsafat yang menyelidiki status realitas suatu hal (misalnya: "apakah objek pencerapan atau persepsi kita nyata atau bersifat ilusif (menipu)?", "apakah bilangan itu nyata?", "apakah pikiran itu nyata?"), yang menyelidiki jenis realitas yang dimiliki (misalnya: "apakah jenis realitas yang dimiliki bilangan? Persepsi? Pikiran?"), dan yang menyelidiki realitas yang menentukan apa yang kita sebut realitas dan/ atau ilusi (misalnya" "apakah realitas-atau ciri ilusif-suatu pikiran atau objek tergantung pada pikiran kita, atau pada suatu sumber yang eksternal yang independen?").

    Selain metafisika umum atau ontology, metafisika juga dibagi ke dalam metafisika khusus yang meliputi teologi metafisik, filsafat antropologi, dan kosmologi.

    Teologi metafisik berhubungan erat dengan ontologi, karena cabang filsafat ini menyelidiki apa yang dapat dikatakan tentang adanya Allah, lepas dari agama, lepas dari wahyu. Dengan kata lain, eksistensi Allah hendak dipahami secara rasional. Dalam cabang filsafat ini, Allah menjadi suatu sistem filsafat yang perlu dianalisis dan dipecahkan lewat metode ilmiah.

    Karena menekankan penyelidikannya pada eksistensi Allah, cabang filsafat ini sering kali dijumbuhkan dengan sebutan "teodise". Penyebutan teologi metafisik ini dengan "teodise" kurang cocok, sebab teodise sendiri sebenarnya hanyalah bagian dari cabang filsafat ini. Ini karena teodise adalah cabang filsafat yang mencoba menerangkan bahwa kepercayaan kepada Allah tidak bertentangan dengan kenyataan kejatahan. Atau dalam kata lain, teodise hanya

  • membahas dan membenarkan kepercayaan Allah Yang Mahakuasa di tengah-tengah realitas kejahatan yang merajalela di dunia ini. Jadi, apa yang dibicarakan oleh teodise hanyalah satu bagian dari pembicaraan teologi metafisik.

    Secara tradisional, teologi metafisik terdiri dari pembicaraan tentang bukti-bukti untuk adanya Allah, dan pembicaraan tentang nama-nama ilahi. Descartes, Thomas Aquinas, dan Immanuel Kant adalah beberapa nama dari banyak nama filsuf yang terkenal dalam pembicaraan teologi metafisik.

    Metafisika khusus lainnya adalah filsafat antropologi. Filsafat antropologi merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang manusia. Ia berupaya untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti "apakah manusia itu?", "apakah hakekat manusia itu?". Atau dengan kata lain, filsafat antropologi merupakan filsafat yang membicarakan manusia sebagaimana adanya, baik apakah itu menyangkut esensi, eksistensi, status, ataupun relasi-relasinya.

    Kata antropologi yang berada dalam istilah filsafat antropologi ini berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti manusia. Socrates dapat dikatakan merupakan pelopor dari cabang filsafat ini.

    Kosmologi juga merupakan cabang dari metafisika khusus. Secara etimologis, istilah kosmologi yang kita kenal saat ini berasal dari dua kata Yunani kosmos dan logos. Kata kosmos berarti duania atau ketertiban, sedangkan kata logos berarti kata, percakapan atau ilmu. Jadi kosmologi berarti percakapan tentang dunia atau alam dan ketertiban yang paling fundamental.

    Cabang filsafat ini memandang alam sebagai suatu totalitas dari fenomena dan berupaya untuk memadukan spekulasi metafisik dengan evidensi ilmiah di dalam suatu kerangka yang koheren. Ia membicarakan asas-asas rasional dari 'yang-ada yang teratur'. Ia berusaha mengetahui ketertiban serta susunannya. Hal-hal yang biasa disorot dan dipersoalkan dalam kosmologi adalah mengenai ruang dan waktu, perubahan, kebutuhan, kemungkinan-kemungkinan dan keabadian, dengan menggunakan metode yang bersifat rasional. Dalam perkembangannya, cabang filsafat ini banyak memberi bantuan bagi ilmu-ilmu alam.

    3 Logika

    Logika merupakan cabang filsafat yang tidak mengajar apa pun tentang manusia atau dunia. Ia merupakan suatu teknik atau "seni" yang mementingkan segi fomal, bentuk dari pengetahuan. Logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu. Ia adalah cabang filsafat yang menyelidiki kesehatan cara berpikir, aturan-aturan mana yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan yang kita lontarkan sah.

    Berpikir merupakan obyek material logika. Logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratutur.

  • Asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat dan sehat merupakan lapangan keilmuan logika.

    Istilah logika pertama kali digunakan oleh Zeno dari Citium (334-262 SM). Secara etimologis, istilah logika adalah istilah yang dibentuk dari kata Yunani logikos. Kata logikos ini berasal dari kata logos yang berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, dan bahasa. Sementara kata logikos sendiri berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal (pikiran), mengenai kata, mengenai percakapan, atau yang berkenaan dengan bahasa. Jadi, secara etimologis, logika berarti suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.

    Logika dapat dibedakan atas dua macam, yakni logika kodratiah dan logika ilmiah. Logika kodratiah adalah logika yang berkerja berdasarkan hukum-hukum logika yang berasal dari akal budi manusia yang muncul dengan cara spontan. Sementara logika ilmiah ialah logika yang yang berkerja menurut hukum-hukum logika ilmiah. Meski kedua hal ini dapat dibedakan, tetapi kedua macam logika ini tidak dapat dipisahkan. Karena logika ilmiah membantu logika kodratiah.

    Akal budi dapat bekerja menurut hukum-hukum logika dengan cara yang spontan. Tetapi dalam hal-hal yang sulit baik akal budinya maupun seluruh diri manusia dapat dan nyatanya dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Selain itu, baik manusia sendiri maupun perkembangan pengetahuannya sangat terbatas.

    Hal semacam ini menyebabkan bahwa kesesatan tidak dapat dihindarkan. Namun dalam diri manusia sendiri juga terasa adanya kebutuhan untuk menghindarkan sekesatan itu. Untuk menghindarkan kesesatan itu diperlukan suatu ilmu khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran.

    Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Berkat pertolongan logika ini akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Sehingga kesesatan dapat dihindarkan, atau paling tidak dikurangi.

    Logika dibagi dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif disebut juga logika formal. Logika ini membucarakan susunan proposisi-proposisi dan penyimpulan yang sifat keharusannya berdasarkan atas susunannya. Ia berusaha menemukan aturan-aturan yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat keharusan dari satu premis tertentu atau lebih. Dalam logika ini, ada perangkat aturan yang dapat diterapkan hampir-hampir secara otomatis. Contoh: bila a termasuk b, dan b termasuk c, maka a termasuk dalam c.

    Logika induktif mencoba untuk menarik kesimpulan tidak dari susunan proposisi-proposisi, melainkan dari sifat-sifat seperangkat bahan yang diamati. Ia mencoba untuk bergerak dari satu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju ke pernyataan yang bersifat umum mengenai semua fakta yang bercorak demikian, atau dari suatu perangkat akibat tertentu

  • menuju kepada sebab atau sebab-sebab dari akibat-akibat tersebut. Dalam logika induktif hukum-hukumnya bersifat probalilitas.

    4 Etika

    Etika merupakan cabang filsafat yang sangat berpengaruh sejak zaman Socrates (470-399 SM). Etika adalah cabang filsafat yang berbicara tentang "praksis" manusiawi, tentang tindakan. Ia merupakan cabang filsafat yang bersangkutan dengan tanggapan-tanggapan mengenai tingkah laku yang betul.

    Etika juga sering disebut sebagai filsafat moral, karena ia menyelidiki semua norma moral. Istilah etika berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan, tempat yang biasa. Sementara ethikos berarti susila, keadaban atau kelakukan dan perbuatan yang baik. Jadi, etika adalah cabang filsafat yang membahas mengenai naik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia.

    Etika tidak mempersoalkan apa atau siapa manusia itu, tetapi bagaimana manusia itu seharusnya berbuat atau bertindak. Ia berusaha untuk menemukan fakta-fakta mengenai situasi kesusilaan agar dapat menerapkan norma-norma terhadap fakta-fakta. Tujuannya untuk menemukan norma-norma bagi hidup lebih baik.

    Beberapa ahli membagi etika ke dalam tiga bidang studi, yakni etika deskriptif, etika normatif dan metaetika.

    Etika deskriptif adalah etika yang mencoba menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan penerimaan moral secara deskriptif. Ia senantiasa bertolak dari kenyataan ada berbagai fenomena yang dapat digambarkan dan diuraikan secara ilmiah. Ia berusaha memberikan gambaran dari gejala kesadaran moral ("suara batin") dari norma-norma dan konsep etis. Etika ini digolongkan ke dalam bidang studi empiris dan berhubungan erat dengan sosiologi. Dalam hubungannya dengan sosiologi, etika ini berusaha menemukan dan menjelaskan kesadaran, keyakinan, dan pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu.

    Etika normatif kerap kali disebut juga filsafat moral (moral philosophy) atau etika filsafati. Etika normatif berarti sistem-sistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk dan penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik dan buruk, benar dan salah. Tidak seperti etika deskriptif, etika normatif tidak berbicara tentang gejala-gejala, melainkan apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia. Dalam etika normative, norma-norma dinilai dan sikap manusia ditentukan.

    Metaetika merupakan suatu studi analitis terhadap disiplin etika. Secara khusus, metaetika menyelidiki dan menetapkan arti serta makna istilah-istilah normatif yang diungkapkan lewat pernyataan-pernyataan etis yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. Dalam

  • metaetika, logika perbuatan dalam kaitan dengan "baik" dan "buruk", "benar" dan "salah" coba untuk dianalisa.

    5 Estetika

    Istilah estetika diperkenalkan oleh seorang filsuf Jerman bernama Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762) lewat salah satu karyanya. Menurutnya, estetika merupakan ilmu pengetahuan tentang keindahan. Secara etimologis, kata estetika berasal dari kata dalam bahasa Yunani aesthesis yang berarti pengamatan, pencerapan inderawi atau pemahaman intelektual.

    Estetika merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan seni dan keindahan. Secara sederhana, dapat dikatakan, bahwa keindahan merupakan objek dari estetika. Sebab, dalam estetika, definisi, susunan, dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni, dibicarakan dalam estetika.

    Karena objek estetika adalah keindahan, maka estetika tidak mempersoalkan seorang seniman. Tapi estetika menyelidiki apa-apa saja yang disebut "indah", prinsip-prinsip yang emndasari seni dan keindahan, pengalaman yang bertalian dengan seni dan keindahan, seperti penciptaan seni, penilaian terhadap seni atau perenungan atas seni dan keindahan. Dengan kata lain, dalam estetika, hakikat keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan jasmani, keindahan rohani, keindahan seni dan keindahan alam), dan diselidiki emosi-emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang bagus, yang mengharuskan dsb dibicarakan.

    Estetika dibedakan ke dalam dua bagian, yakni estetika deskriptif dan estetika normatif. Estetika deskreptif menggambarkan gejala-gejala pengalaman keindahan. Ia menguraikan dan melukiskan fenomena pengalaman keindahan. Sedangkan estetika normatif mencari dasar pengalaman keindahan. Ia mempersoalkan dan menyelidiki hakikat, dasar dan ukuran pengalaman keindahan. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan apakah keindahan itu akhirnya sesuatu yang objektif (terletak dalam karya seni) atau justru subjektif (terletak dalam mata manusia sendiri)

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • SUBSTANSI FILSAFAT ILMU

    fakta atau kenyataan,

    kebenaran (truth),

    konfirmasi dan

    logika inferensi

    1). Fakta atau kenyataan

    Menurut :

    Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.

    Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.

    Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan

    Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.

    Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi

    2). KEBENARAN, ada tiga macam teori kebenaran :

    1. Teori Korespondensi, Kebenaran yang dilihat dari kenyataan yang ada, sepadan dengan kenyataan

    2. Teori Koherensi, Kebenaran adalah jika pernyataan atau kepercayaan berhubungan dengan penyataan-pernyataan atau kepercayaan-kepercayaan lain.

    3. Teori Pragmatis, Kebenaran adalah pemecahan yang memuaskan atau praktis atas situasi problematis.

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • HUBUNGAN LOGIS, ada tiga jenis hubungan logis

    1. Dua keyakinan yang tidak selaras, sehingga keyakinan tersebut tidak bisa sama-sama benar

    2. Sebuah keyakinan mengandaikan keyakinan yang lain, sehingga keyakinan pertama harus benar agar keyakinan yang kedua benar.

    3. Sebuah keyakinan memiliki suatu konsekuensi logis, sehingga keyakinan itu menghasilkan konsekuensi benar atau salah

    3). Konfirmasi

    Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.

    4). Logika inferensi

    Penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi. (Jujun Suriasumantri)

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • SISTEMATIS FILSAFAT TERDIRI ATAS 3 CABANG BESAR FILSAFAT 1. EPISTEMOLOGI (TEORI PENGETAHUAN) Cara memperoleh pengetahuan logika dengan cara membentuk pengetahuan itu sendiri Terdiri atas : 1. Empirisme (John Locke 1632-1704) 2. Rasionalisme (Rene Decartes 1596 1650)

    3. Positivisme (August Compte, 1798 1857) 4. Intusionisme (Hendri Bergson, 1859 1941) Hasilnya : 1. sains, 2. Filsafat Logika, 3. Latihan rasa (intuisi) 2. ONTOLOGI(TEORI HAKIKAT) Pembahasan pengetahuan objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikat Terdiri atas : 1. materialisme/naturalisme :hakikat benda adalah materi itu sendiri, rohani, jiwa, spirit muncul dari benda, Naturalisme tidak mengakui roh , jiwa tentu saja termasuk Tuhan 2. Idealisme : Hakikat benda adalah rohani, spirit. Alasan : nilai rohnya lebih tinggi dari badan, manusia tidak dapat memahami dirinya daripada dunia dirinya. 3. Dualisme : hakikat benda itu dua, materi dan imateri, materi bukan muncul dari roh, roh bukan muncul dari benda, sama-sama hakikatnya 4. Skeptisisme 5. Agnotisme : manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda Hasilnya : 1. Kosmologi, 2. Antropologi, 3. Theodicea, 4. Macam-macam filsafat 3.AKSIOLOGI (teori nilai ) guna pengetahuan etika-estetika (nilat dan guna pengetahuan) terdiri dari Terdiri dari 1. Hedonisme : sesuatu dianggap baik jika mengandung kenikmatan bagi manusia (hedon) 2. Vitalisme : baik buruknya ditentukan oleh ada tidaknya kekuatan hidup yang dikandung obyek-obyek yang dinilai, manusia yang kuat, ulet, cerdas adalah manusia yang baik 3. Utilitarisme : Yang baik adalah yang berguna, jumlah kenikmatan- jumlah penderitaan = nilai perbuatan 4. Pragmatisma : Yang baik adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan, ukuran kebenaran suatu teori ialah kegunaan praktis teori itu, bukan dilihat secara teoritis

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/

  • ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU PENGETAHUAN 1. 1.EMPIRISME Tokoh : John Locke (1632-1704) berasal dari empeiria, empeirikos (bahasa yunani) = pengalaman. Manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya (pengalaman indrawinya = sensasi) Metoda :eksperimen, empirisme ini lemah karena keterbatasan indrawi manusia 2.RASIONALISME Tokoh : Rene Descartes (1596-1650), Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap obyek Sensasi indra dipertimbangkan akal -pengetahuan yang benar Rasinalisma (logis) + empirisisme metode sains pengetahuan sains

    3.POSITIVISME

    Tokoh : August Compte (1798 1857), pada dasarnya itu sama dengan empirisme plus rasionalisme. Indra ini penting dalam memperoleh pengetahuan terapi harus dipertajan dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen, kemajuan sains benar-benar di mulai 4.INTUISIONISME Tokoh : Hendri bergson (1859 1941) Untuk memahami kebenaran yang utuh, tetap unik (keseluruhan) yaitu dengan intuisi( = pengetahuan tingkat tinggi, kemampuan tertinggi yang dimiliki manusia) Intuisi ini menangkap obyek secara langsung tampa melalui pemikiran rasio Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha (latiahan). Iluminasionisme teori kasyaf, Metoda : riyadhah (thariqat), manusia yang hatinya bersih akan sanggup menerima pengetahuan dari tuhan Hati (Jiwa)riyadhah Kasyaf pengetahuan LOGIKA Pelopor : Aristoteles Membicarakan norma-norma berfikit agar diperoleh dan terbentuk pengetahuan yang benar. Terdiri : (1) Logika Formal (logika bentuk (form) bentuk berfikir yang benar, dan ketepatan kesimpulan-pengertian, putusan, penuturan. (2) Logika material terdiri: meneliti kesimpulan dan kebenaran kesimpulan Contoh: Deduksi bentuknya tepat dan isinya benar - setiap manusia akan mati - Muhammad adalah manusia - Muhammad akan mati Kesimpulan ini dikatakan benat bila isi kesimpulan itu sesuai dengan obyeknya

    http://akimlinovsisa.wordpress.com/