Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
156 │Jurnal Maritim Indonesia│Desember 2019, Volume 7 Nomor 2
Pentingnya Penambahan Kapal Bantu Rumah Sakit untuk Mendukung
Operasi Penanggulangan Bencana
Irianto Kurniawan, Suharto
Indonesian Navy email: [email protected]
Received: 09-09-2019, Accepted: 14-11-2019
Abstract Indonesian territory is vulnerable to disasters. Faced with the condition of Indonesia as an archipelagic country, when the impact of a disaster paralyzes land and air transportation facilities, then disaster relief in disaster affected areas will require assistance from the sea. The Hospital Auxiliary Vessel is considered as one of the most effective assest for disaster relief. The vessel besides having the ability to carry out medical assistance on a mobile basis to affected area, it can also transport disaster relief materials, personnel and equipment in large quantities. This study aims to analyze the importance of the addition hospital auxiliary vessels to support disaster relief operations in Indonesia. The study was conducted using qualitative methods with grounded theory approach, data processing using NVivo 12 Plus software while data analysis using Soft Sytem Methodology (SSM). The Hospital Auxiliary Vessel is crucial during emergency disaster response, particularly when local medical facilitie are affected, and land or air transportationbecome less effective. In order to lift the capacity of eergency disaster response, it is essential to increase the number of Hospital Auxiliary Vessel. Based on area division perspective, at least four Hospital Auxiliary Vessels are required to be operated at short notice.
Keywords: Hospital Ship, Disaster Relief Operation, Soft System Methodology (SSM).
Abstrak Wilayah Indonesia merupakan daerah rentan terhadap bencana. Dihadapkan dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, ketika dampak bencana melumpuhkan sarana transportasi darat maupun udara, maka penanggulangan bencana di daerah terdampak bencana akan sangat membutuhkan bantuan dari laut. Kapal Bantu Rumah Sakit adalah salah satu aset yang paling efektif dalam memberikan bantuan penanggulangan bencana. Selain didukung fasilitas layanan kesehatan yang lengkap dan dapat bergerak ke daerah terdampak, kapal bantu rumah sakit dapat mengangkut bahan-bahan bantuan bencana, personel maupun peralatan dalam jumlah yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pentingnya penambahan Kapal Bantu Rumah Sakit untuk mendukung Operasi Penanggulangan Bencana di Indonesia. Penelitian dilaksanakan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory, olah data menggunakan software NVivo 12 Plus sedangkan analisis data menggunakan Soft System Methodology (SSM). Kapal Bantu Rumah Sakit sangat dibutuhkan dalam penanganan darurat bencana, utamanya ketika fasilitas kesehatan di darat ikut terdampak, dan sarana transportasi darat dan udara sangat terbatas. Untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan penanggulangan bencana, khususnya tahap penanganan darurat bencana, jumlah kapal bantu rumah sakit harus diperbanyak. Berdasarkan pertimbangan pembagian wilayah, dibutuhkan setidaknya empat kapal Bantu Rumah Sakit yang dapat digerakkan dalam waktu cepat.
Kata Kunci: Kapal Bantu Rumah Sakit, Operasi Penanggulangan Bencana, Soft System Methodology (SSM).
Pentingnya Penambahan Kapal …..│ Irianto, Suharto │157
Latar Belakang
Keadaan geografis, geologis, dan
hidrometeorologi Indonesia menyebabkan
hampir seluruh wilayah Indonesia rentan
terhadap bencana. Secara geografis, posisi
kepulauan Indonesia berada di antara deret
cincin berapi Pasifik yang aktif. Daerah ini
dikelilingi cekungan Samudra Pasifik yang
sering mengalami gempa bumi dan letusan
gunung api. Secara geologi, wilayah
Indonesia berada di daerah pertemuan 3
lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-
Australia, Eurasia, dan lempeng Pasifik.
Aktivitas tektonik yang terjadi menyebabkan
terbentuknya deretan gunung api di
sepanjang Pulau Sumatera, Jawa-Bali-
Nusatenggara, Sulawesi-Maluku hingga
Papua. Di daerah busur depan (fore arc) dan
di daerah busur belakang (back arc), sering
terjadi gempa bumi, baik dalam skala besar
maupun kecil. Selain itu, iklim tropis dengan
dua musim, yaitu musim hujan dan musim
panas, memungkinkan timbulnya bencana
hidrometeorologi seperti banjir tanah longsor,
kebakaran hutan, dan kekeringan (Nugroho,
nd,2-3).
Penanggulangan bencana di Indonesia, di
bawah koordinasi Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB),
melibatkan koordinasi dan integrasi seluruh
instansi pemerintah pusat dan daerah, Polri,
dan TNI. Dalam rangka penanganan darurat
bencana, fungsi komando unsur pelaksana
BNPB dapat meminta dukungan sumber
daya manusia, logistik, dan peralatan yang
diperlukan dari instansi terkait, Polri, dan TNI
(Perpres No.1 Tahun 2019).
Salah satu aset TNI, yaitu Kapal Bantu
Rumah Sakit, menjadi aset yang sangat
efektif untuk mendukung bantuan kesehatan
dalam operasi penanggulangan bencana
(Anwar, 2016, 406). Peran penting Kapal
Bantu Rumah Sakit adalah memberi
pelayanan kesehatan bergerak untuk
membantu masyarakat yang terkena dampak
bencana di daerah terdampak sekaligus
membawa bantuan makanan, obat-obatan,
personel, peralatan penanggulangan
bencana, dan fasilitas air bersih (Ade, 2015,
179-180). Fasilitas kesehatan Kapal Bantu
Rumah Sakit ini setingkat Rumah Sakit
Tingkat III dan dapat menjadi rujukan dari
rumah sakit lapangan maupun rumah sakit
lokal dalam menangani korban bencana.
Dalam bencana skala besar, fasilitas
kesehatan lokal akan ikut terdampak dan
tidak segera dapat digunakan. Fasilitas
transportasi darat dan udara juga mungkin
menjadi sangat terbatas, sementara golden
time penyelamatan korban akan terus
berjalan. Dari pengalaman kejadian bencana
tahun 2010 sampai dengan 2018, bencana
skala besar di Indonesia telah terjadi pada
waktu berdekatan di wilayah yang berbeda
(BNPB, 2019). Penggunaan Kapal Bantu
Rumah Sakit sangat diperlukan dalam
mendukung penanganan bencana,
khususnya masa darurat bencana. (I Dewa,
2019, 45). Untuk meningkatkan kemampuan
158 │Jurnal Maritim Indonesia│Desember 2019, Volume 7 Nomor 2
penanganan bencana, sangat penting Kapal
Bantu Rumah Sakit disiagakan atas dasar
pembagian wilayah. Oleh karena itu, jumlah
yang ada saat ini harus ditingkatkan.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pentingnya penambahan Kapal Bantu Rumah
Sakit untuk mendukung Operasi
Penanggulangan Bencana.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan grounded
theory.
Olah Data dengan Nvivo 12 Plus
NVivo 12 Plus digunakan sebagai alat
bantu koding penelitian dan olah data.
Keunggulan NVivo 12 Plus di antaranya
adalah dapat menampilkan prosedur analisis
yang lebih efektif dan efisien (Agustinus,
2018, 3). Transkrip data primer, berupa hasil
wawancara dengan narasumber yang dapat
dikategorikan dalam kelompok regulator,
operator, dan pengamat terkait
penanggulangan bencana dan operasional
Kapal Bantu Rumah Sakit, dibandingkan
untuk mendapatkan triangulasi data
mengenai peran Kapal Bantu Rumah Sakit
dalam mendukung operasi penanggulangan
bencana selama ini dan konsep penambahan
Kapal Bantu Rumah Sakit untuk lebih
mendukung Penanggulangan Bencana.
Gambar 1. Mind Map Rumusan Masalah, Pertanyaan Penelitian dan Panduan Wawancara
Pertanyaan diolah dengan Nvivo.
Gambar 2. Hasil triangulasi data dengan Nvivo.
Analisis Data dengan Soft System Methodology (SSM) Soft System Methodology (SSM) dipilih
untuk menganalisis permasalahan yang
ditemukan. SSM adalah metodologi
penelitian dengan pendekatan kualitatif yang
dikembangkan oleh Peter Checkland di
Universitas Lancaster, Inggris. Prosedur SSM
dilaksanakan dalam tujuh tahap analisis data,
yaitu identifikasi masalah, mengekspresikan
masalah dengan rich picture, melakukan
system thinking dengan membuat formula
root definition dan pemodelan sistem,
membandingkan pemodelan sistem dengan
hasil analisis keadaan di lapangan, analisis
inti dan desain program aksi (Sudarsono,
2012,11).
Pentingnya Penambahan Kapal …..│ Irianto, Suharto │159
Hasil dan Pembahasan
Gambar 3. Gempa Bumi di Indonesia 2004-2018 Sumber: BMKG
Tahap kesatu: Identifikasi Masalah.
Hampir seluruh wilayah Indonesia rentan
terhadap berbagai ragam bencana. Dampak
bencana skala besar yang ditimbulkan, dapat
melumpuhkan infrastruktur daerah, sarana
transportasi, dan menimbulkan korban yang
banyak. Penyelamatan dan penanganan
korban bencana merupakan prioritas utama
dalam penanggulangan bencana, khususnya
pada masa penanganan darurat. Kebutuhan
dukungan layanan kesehatan di daerah
bencana tidak dapat didukung maksimal
dengan kondisi Kapal Bantu Rumah Sakit
saat ini yang jumlahnya terbatas, khususnya
ketika terjadi dua bencana atau lebih pada
waktu yang hampir bersamaan di lokasi yang
berbeda. Hal ini ditunjukkan dalam dua
fenomena kejadian bencana pada tahun
2010 dan 2018.
Pada tahun 2010, bencana Wasior Papua
yang terjadi pada tanggal 4 Oktober 2010
menimbulkan puluhan korban meninggal,
ratusan luka-luka, dan ribuan korban
mengungsi. Kejadian ini disusul gempa
Gambar 4. Metode SSM oleh Checkland
berkekuatan 7,2 skala Richter dan daerah
Sikakap, Kabupaten Mentawai yang
mengakibatkan 992 orang menjadi korban.
Dengan kondisi dua lokasi bencana yang
terpisah jauh, Kapal Bantu Rumah Sakit yang
ada hanya dapat membantu penanggulangan
korban bencana di Wasior, sedangkan
penanggulangan di Kepulauan Mentawai
didukung oleh aset lainnya. (Kemenkes,
2010).
Fenomena di tahun 2018 adalah pada saat
terjadinya bencana gempa bumi di Lombok.
Rangkaian gempa di Lombok mulai terjadi
pada tanggal 29 Juli, 5 Agustus, 9 Agustus
dan dua gempa pada tanggal 19 Agustus
2019. Gempa ini menyebabkan kerusakan
74 fasilitas kesehatan, sehingga kehadiran
Kapal Bantu Rumah Sakit membantu
penanganan 3000-an korban terdampak.
(Pusat Krisis Kesehatan, 2018).
Pada kejadian gempa, tsunami, dan
likuifaksi Palu, Sigi dan Donggala Sulawesi
Tengah pada tanggal 28 September 2019,
dampaknya yang sangat parah
menyebabkan lumpuhnya sarana dan
160 │Jurnal Maritim Indonesia│Desember 2019, Volume 7 Nomor 2
prasarana di darat, termasuk fasilitas
kesehatan. Kapal Bantu Rumah Sakit baru
tiba di lokasi bencana pada tanggal 5 Oktober
2018 untuk membantu penanganan pasien
serta melakukan pendampingan dalam upaya
menghidupkan kembali fungsi fasilitas
pelayanan kesehatan wilayah (Nugroho:
2018).
Dari dua fenomena di atas dapat diketahui
bahwa kehadiran Kapal Bantu Rumah Sakit
sangat vital di daerah terdampak bencana
khususnya pada saat tanggap darurat
bencana. Untuk memenuhi kebutuhan di
daerah bencana yang mungkin terjadi di dua
daerah/lebih pada waktu berdekatan maka
dibutuhkan penambahan Kapal Bantu Rumah
Sakit dari yang ada saat ini.
Tahap Kedua: membuat Rich Picture.
Rich Picture menjelaskan situasi
permasalahan dengan simbol, logo, dan
keterangan yang dibuat oleh peneliti.
Rich Picture pada gambar 5 menjelaskan
ketika terjadi bencana bersamaan di
beberapa wilayah.
Tahap Ketiga: Membuat Root Definition.
Root Definition dari penelitian ini
digambarkan dengan pola (PQR)
P Mengetahui kondisi KRI Bantu Rumah Sakit saat ini
Q Melakukan identifikasi permasalahan berdasarkan informasi dari narasumber.
R Mendukung Operasi Militer Selain Perang Penanggulangan Bencana.
Dilanjutkan dengan mendefinisikan CATWOE
sebagai berikut:
C Konsumen. Masyarakat korban terdampak bencana.
A Pelaku. Mabes TNI, Mabesal, Koarmada, Puskes TNI, Diskes Koarmada, Kapal Bantu Rumah Sakit.
T Transformasi. Penggunaan KRI Bantu Rumah Sakit untuk Operasi Penanggulangan Bencana
W Pandangan dunia umum. Indonesia sebagai negara kepulauan, wilayahnya terhubung melalui laut dan terdiri atas ribuan pulau. Ketika bencana terjadi di satu pulau, dibutuhkan sarana kapal yang mempunyai kemampuan untuk menyalurkan bantuan, membawa personel dan memberikan dukungan, sekaligus memberikan bantuan kesehatan di tempat.
Gambar 5. Pelayanan Kesehatan di kapal bantu rumah sakit paling tinggi di antara rumah sakit
lain di Lombok pada saat bencana 2018. Sumber: Pusat Krisis Kesehatan (2018).
Gambar 6. Rich Picture
Pentingnya Penambahan Kapal …..│ Irianto, Suharto │161
O Objek. Mabesal, Koarmada.
E Lingkungan. Daerah Terdampak Bencana
Tahap Keempat: Membangun Model
Konseptual.
Model konseptual adalah gambaran
hubungan antaraktivitas dan peran masing-
masing pihak untuk mencapai tujuan masing-
masing. Dari Root Definition di atas, 12
aktivitas model konseptual yang tersusun
ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 7. Model Konseptual
Tahap Kelima: perbandingan antara model
konseptual dan realitas.
Pada tahap ini, 12 aktivitas dari model
konseptual dibandingkan dengan realitasnya
di lapangan untuk menemukan perbedaan
(gap). Perbedaan yang ditemukan menjadi
catatan apakah perbedaan aktivitas ini
merupakan kegiatan yang telah terlaksana
namun dapat ditingkatkan atau belum
terlaksana sama sekali.
Hasil perbandingan dalam penelitian ini
menemukan bahwa aktivitas ke-6, yaitu
mengembangkan kerja sama dengan instansi
lain dalam penanggulangan kebencanaan
telah terlaksana namun dapat ditingkatkan
dari kondisi saat ini yang telah
ditandatanganinya MoU antara instansi
BNPB dan TNI. Untuk aktivitas 9 yaitu
penggunaan Kapal Bantu Rumah Sakit untuk
penanggulangan bencana di luar negeri
belum terlaksana, dan untuk aktivitas 11 yaitu
penyebaran kesiagaan Kapal Bantu Rumah
Sakit di seluruh pangkalan terpilih
berdasarkan pembagian kewilayahan belum
terlaksana karena terbatasnya jumlah kapal
bantu rumah sakit yang ada.
Tahap Keenam: Analisis Gap.
Dari temuan tahap kelima, diketahui
adanya tiga perbedaan aktivitas yang telah
terlaksana untuk ditingkatkan menjadi kondisi
yang lebih baik. Analisis ketiga perbedaan
tersebut adalah sebagai berikut:
Analisis gap aktivitas ke-6, yaitu
peningkatan kerja sama instansi BNPB dan
TNI. MoU yang sudah ada saat ini belum
menerangkan pembagian tugas secara jelas
untuk siapa berbuat apa dalam
penanggulangan bencana. Kondisi ini dapat
ditingkatkan dengan membuat suatu
Perjanjian Kerja Sama (PKS). Adanya PKS
akan membantu pembagian tugas terinci dari
irisan unit teknis kedua organisasi. Analisis
efektivitas kondisi ini adalah bahwa
pembagian tugas yang merinci pembagian
tugas akan mempermudah pelaksanaan
kegiatan di lapangan dan meminimalkan
koordinasi di lapangan.
Analisis gap aktivitas ke-9, yaitu belum
terlaksananya penggunaan strategis Kapal
Bantu Rumah Sakit untuk kegiatan
162 │Jurnal Maritim Indonesia│Desember 2019, Volume 7 Nomor 2
penanggulangan bencana di luar negeri
disebabkan karena beberapa hal. Pertama.
jumlah Kapal Bantu Rumah Sakit yang ada
saat ini belum mencukupi untuk pemenuhan
kebutuhan di dalam negeri, sehingga
berdasarkan skala prioritas penggunaannya
adalah untuk pemenuhan di dalam negeri,
sebelum digunakan di luar negeri. Meskipun
demikian, keputusan pemerintah menjadi
penentu untuk kegiatan ini. Jika pemerintah
memutuskan untuk mendukung suatu
penanggulangan bencana di luar negeri,
maka prioritas akan diutamakan untuk
pemenuhan tugas tersebut.
Analisis gap aktivitas ke-11, yaitu belum
terdukungnya penyebaran kesiagaan Kapal
Bantu Rumah Sakit di seluruh pangkalan
terpilih berdasarkan pembagian kewilayahan.
Hal ini belum terlakasana karena
keterbatasan jumlah Kapal Bantu Rumah
Sakit. Pada kondisi terjadinya bencana di
satu titik, kondisi ini sebenarnya telah
tercapai karena kapal yang ada dapat
digerakkan ke daerah terdampak sesuai
keputusan penggunaannya. Namun jika
terjadi bencana di dua lokasi atau lebih yang
letaknya berbeda pada waktu berdekatan,
maka kondisi inilah yang belum terdukung
oleh sistem yang ada saat ini.
Langkah ketujuh: Membangun Program Aksi
Teori perencanaan kekuatan berdasarkan
pendekatan skenario oleh Henry C. Bartlett
digunakan untuk merencanakan
penambahan Kapal Bantu Rumah Sakit untuk
mendukung penanggulangan bencana.
(Henry, 1985). Untuk skenario terjadinya
bencana di dua daerah pada waktu yang
hampir bersamaan, maka dibutuhkan
minimum empat Kapal Bantu Rumah Sakit.
Dua kapal akan digerakkan ke masing-
masing daerah terdampak, dan kapal ketiga
disiagakan untuk dukungan bantuan jika
diperlukan serta satu kapal melaksanakan
perbaikan atau posisi siaga. Fungsi Kapal
Bantu Rumah Sakit sebagai sarana paling
efektif dalam memberikan dukungan
penanggulangan bencana tanggap darurat
klaster kesehatan harus menjadi dasar
kebijakan bahwa Kapal Bantu Rumah Sakit
digunakan sesuai fungsi asasinya untuk
tujuan bantuan kesehatan, khususnya pada
masa kedaruratan. (Riswandi, nd).
Kesimpulan
Dengan menggunakan SSM ditemukan
adanya tiga gap dalam penggunaan Kapal
Bantu Rumah Sakit untuk mendukung
operasi penanggulangan bencana saat ini.
Gap terkait pengembangan kerja sama
dengan instansi lain, menemukan bahwa
kesepakatan kerja sama dalam bentuk MoU
antara TNI Angkatan Laut dan BNPB yang
ada saat ini belum membagi fungsi tugas
secara jelas antara unit teknis kedua unit
organisasi.
Gap kedua adalah kemampuan
menggerakkan Kapal Bantu Rumah Sakit
dalam mendukung penanggulangan bencana
di setiap kejadian di wilayah NKRI
menemukan bahwa jumlah Kapal Bantu
Rumah Sakit saat ini akan mempunyai
Pentingnya Penambahan Kapal …..│ Irianto, Suharto │163
keterbatasan dalam mendukung operasi
penanggulangan bencana jika terjadi lebih
dari dua atau lebih pada waktu yang
berdekatan dan lokasi berbeda.
Gap ketiga adalah kemampuan
menyiapkan kesiagaan Kapal Bantu Rumah
Sakit pada pangkalan terpilih terdekat
dengan daerah rawan bencana berdasarkan
pembagian kewilayahan. Penyebaran ini
dianggap penting untuk meningkatkan waktu
respons terhadap penanggulangan bencana
tanggap darurat. Dengan jumlah Kapal Bantu
Rumah Sakit yang ada saat ini maka
penyiagaan saat ini baru terbatas di Pulau
Jawa.
Gap ini menunjukkan bahwa jumlah Kapal
Bantu Rumah Sakit yang ada masih kurang
dibandingkan dengan kebutuhan
penggunaannya di lapangan oleh karenanya
diperlukan penambahan untuk mendukung
operasi penanggulangan bencana yang
efektif.
Rekomendasi
a. Rekomendasi Teoritis
Secara umum dengan menggunakan
Soft Sytem Methodology (SSM), penelitian ini
menemukan bahwa terdapat gap kondisi
ideal dan kenyataan sebenarnya terkait
kebutuhan Kapal Bantu Rumah Sakit.
Penelitian berikutnya dapat dikembangkan
mengenai karakteristik Kapal Bantu Rumah
Sakit yang paling sesuai dengan wilayah
operasi penanggulangan bencana di
Indonesia.
b. Rekomendasi Praktis
Kepada para pengambil kebijakan dan
pelaksana terkait penggunaan Kapal Bantu
Rumah Sakit, beberapa rekomendasi praktis
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menyarankan kepada Kementerian
Pertahanan, Mabes TNI, dan
Mabesal untuk merencanakan
penambahan Kapal Bantu Rumah
Sakit sehingga penyiagaannya dapat
disebar di pangkalan selektif terdekat
dari daerah rawan bencana. Untuk
jangka pendek, rekomendasi jumlah
Kapal Bantu Rumah Sakit yang
diperlukan adalah empat kapal
dengan dengan penempatan satu
kapal di masing-masing Koarmada
dan satu lagi bersifat mobile sebagai
cadangan ketika salah satu tidak
dapat melaksanakan fungsinya.
Untuk jangka menengah dan panjang
jumlah ini perlu ditambah dengan
mempertimbangkan faktor pengganti
di masing-masing Koarmada.
2) Menyarankan kepada Kementerian
Pertahanan, Mabes TNI, dan
Mebesal perlu melanjutkan kajian
tentang perlunya Kapal Bantu
Rumah Sakit dengan tipe dan
kemampuan yang berbeda dari yang
ada saat ini. Saat ini, Kapal Bantu
Rumah Sakit yang dimiliki adalah
konversi dari tipe LPD dengan
Panjang 122-124 meter dan
kecepatan 15-18 knots. Dibutuhkan
164 │Jurnal Maritim Indonesia│Desember 2019, Volume 7 Nomor 2
Kapal Bantu Rumah Sakit yang
mempunyai kemampuan dengan
kecepatan lebih tinggi dan mampu
menjangkau daerah-daerah
pedalaman melalui air dan
mempunyai stabilitas kapal lebih baik
untuk mendukung pelaksanaan
operasi di atas kapal.
3) Mabes TNI dan Mabesal perlu
meningkatkan kerja sama latihan
kebencanaan dengan instansi lain
dalam bentuk yang lebih jelas dalam
hal pembagian tugasnya. MoU yang
telah ada saat ini dapat ditingkatkan
menjadi Perjanjian Kerja Sama.
Referensi Buku Anwar, Syaiful. 2016. Melindungi Negara.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Adiyoso, Wignyo. 2018. Manajemen Bencana Pengantar & Isu-isu Strategis. Jakarta: Bumi Aksara.
Bandur, Agustinus. 2019. Penelitian Kualitatif Studi Multi-Disiplin Keilmuan dengan NVivo 12 Plus. Jakarya: Mitra Wacana Media.
Bartlet, Henry C., Homan, G. Paul, Somes Timothy E. 1997. The Art of Strategy and Force Planning Dalam Strategy and Force Planning. Newport: Naval War College Press.
Nugroho, Sutopo Purwo. 2017. Pembelajaran Bencana Masyarakat Tangguh Bencana Dari Erupsi Gunungapi. Jakarta: BNPB.
Prasetia, Ade. 2015. Bantuan Dari Laut: Strategi Operasi Kemanusiaan TNI Angkatan Laut. Yogyakarta: Leutikaprio.
Sudarsono, Hardjosekarto. 2012. Soft System Methodology (Metode Serba Sistem Lunak). Jakarta: UI-Press.
Peraturan Perundangan Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Media Online Cuaca Ekstrim Ganggu Pelayanan Rujukan
Korban Mentawai Tim Pusat Studi Gempa Nasional, Kajian Rangkaian Gempa Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat., dapat dilihat pada http://litbang.p u.go.id/puskim/source/pdf/kajian%20gempa%20lombok.pdf diakses 2 September 2019 pukul 10.00 WIB.
Nugrogo, Sutopo Purwo. 2018. Penanganan Bencana Gempabumi M7,4 dan tsunami di Sulawesi Tengah., dapat dilihat pada http://fmb9.id/ document/153873042 5_2018_05_10_Penanganan_gempa_tsunami_Sulawesi.pdf
Pusat Krisis Kesehatan. Kondisi Puskesmas dan Rumah Sakit di Sulteng Update 24 Oktober 2018., dapat dilihat pada http://www.depkes.go.id/ resources/download/info-terkini/Gempa% 20Tsunami%20Sulteng/Update%20Laporan%20PKK%20Tanggal%2024%20Oktober%202018.pdf
Ruswandi, Dodi. (2nd). Pendekatan Klaster Dalam Tanggap Darurat Bencana Indonesiahttps://www. unocha. org/ sites/ dms/ROAP/Indonesia/ Documents/PENDEKATAN% 20 KLASTER%20DALAM %20TANGGAP%20 DARURAT% 20 BENCANA%20DI%20INDONESIA.pdf diakses pada tanggal [2 September 2019].
Up Date Penanganan Kesehatan Korban Banjir Bandang Wasior Sampai 12 Oktober 2010 Http://www.Depkes.Go. Id/Article/View/1258/Up-Date-Penanganan-Kesehatan-Korban-Banjir-Bandang-Wasior-Sampai-12-Oktober-2010.Html [diakses pada tanggal 2 September 2019].