Upload
shelly-lavenia-sambodo
View
246
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Preskas Boyolali
Citation preview
LAPORAN KASUS
SEORANG ANAK PEREMPUAN 4 ,5 TAHUN DENGANASMA SERANGAN SEDANG EPISODE JARANG
Oleh :
Oleh :
Dewantari Saputri G99141047/ D-6
Elga Putri Indanarta G99141046/ D-5
Pembimbing :
Sunu Rachmat, dr., Sp.A.Mkes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDAN ARANG
BOYOLALI
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD
Pandan Arang Boyolali. Presentasi kasus dengan judul:
SEORANG ANAK PEREMPUAN 4 ,5 TAHUN DENGANASMA SERANGAN SEDANG EPISODE JARANG
Hari/tanggal:Kamis, 21 Mei 2015
Oleh :
Dewantari Saputri G99141047/ D-6
Elga Putri Indanarta G99141046/ D-5
Mengetahui dan Menyetujui,
Pembimbing presentasi kasus :
Sunu Rachmat, dr., Sp.A.Mkes
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. K
Umur : 4.5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kataguhan, Sawit, Boyolali
Tanggal masuk : 19 Mei 2015
Tanggal Pemeriksaan : 19 Mei– 20 Mei 2015
No. RM : 49068**
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap ibu penderita.
A. Keluhan Utama
Ibu pasien mengeluhkan anaknya sesak nafas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pagi hari SMRS, pasien batuk grok-grok, lendir sulit keluar, dan
mengeluh sesak. Sesak berkurang bila pasien duduk. Pasien tidak
pilek, tidak demam, tidak mual, tidak muntah, BAB dan BAK tidak
ada keluhan. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas, diberi obat
amoxcicilin syrup dan obat puyer yang orang tua pasien tidak tahu isi
obatnya. Kemudian pasien dibawa pulang.
Kurang lebih 7 jam SMRS, pasien semakin sesak. Mengi (+),
batuk (+) grok-grok, lendir sulit keluar, pilek (-), mual (-), muntah (-),
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Saat di rumah, pasien sesak
kembali, lalu oleh orang tua pasien di bawa ke IGD RSUD
2
Pandanarang. Saat di IGD, pasien sadar, tampak sesak, mengi (+),
batuk (+), demam (-), pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan. BAK terakhir 1 jam SMRS, warna kuning, dan
banyak (+).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa (sesak) : (+), sekitar 8 bulan lalu,
Riwayat alergi : (+) dingin
Riwayat mondok : -
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa (sesak) : Eyang putri
Riwayat alergi : -
E. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter. Ibu
pasien rutin mengkonsumsi vitamin dan tablet tambah darah dari
dokter dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan serta alkohol
selama hamil.
F. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di rumah sakit secara spontan pada umur kehamilan
38 minggu dengan berat badan lahir 2900 gram dan panjang badan 44
cm. Pasien langsung menangis kuat, tidak biru.
3
G. Riwayat Postnatal
Ibu pasien rutin memeriksakan berat badan dan panjang badan di
puskesmas. Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai
jadwal Depkes RI.
H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pasien berusia 4 tahun 9 bulan tahun. Menurut ibu pasien
pertumbuhan dan perkembangan pasien sama seperti anak seusiannya.
I. Riwayat Asupan Nutrisi
ASI diberikan sejak lahir, sampai usia 7 bulan, dilanjutkan
dengan pemberian susu formula dan makanan pendamping ASI. Saat
ini pasien sudah mengkonsumsi makanan keluarga berupa nasi, sayur,
4
Jenis I II III IV
1. BCG
2. DPT
3. Polio
4. Campak
5. Hepatitis
B
1 bulan
2 bulan
1 bulan
9 bulan
0 bulan
-
3 bulan
2 bulan
-
2 bulan
-
4 bulan
3 bulan
-
3 bulan
-
-
4 bulan
-
4 bulan
lauk pauk, dan buah sebanyak 3 kali sehari ½ piring dewasa ditambah
dengan susu formula. Kesan: kualitas dan kuantitas cukup.
J. Pohon Keluarga
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : Compos mentis, tampak sesak, tampak sakit
sedang, agitasi
Status gizi : Kesan gizi baik
B. Tanda vital
RR : 41 x/menit
Nadi : 138 x/menit, reguler, isi tegangan cukup, simetris
Suhu : 36.8º C (per aksiler)
TD : 100/70 mmHg
SiO2 : 94 %
C. Kulit
5
An. K; ♀; 4 , 5tahun ; 12 kg
II
I
III
Warna sawo matang, kelembaban cukup, ujud kelainan kulit (-)
D. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut.
E. Mata
Mata cowong (-/-), konjungtiva pucat (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
F. Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-)
G. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga
Normotia, sekret (-), tragus pain (-), mastoid pain (-).
I. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
J. Leher
Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar.
K. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (+) kedalaman sedang, interkostal
dan suprasternal.
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+) normal, Suara
tambahan wheezing (+/+)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, reguler,
bising (-)6
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, spasme (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, massa
abdomen (-)
M. Anorektal : hiperemis (-)
N. Ekstremitas
Akral dingin - - oedema - - CRT < 2 detik
- - - - ADP teraba kuat
O. Perhitungan Status Gizi
1. Secara klinis
Rambut hitam kuat : (+)
Wajah tampak tua : (-)
Iga gambang : (-)
Wasting muscle : (-)
Baggy pants : (-)
Status gizi secara klinis : gizi kesan baik
2. Secara Antropometris
Umur : 4 tahun 6 bulan
BB : 13 kg
TB : 98 cm
BB : 1 3 x 100% = 71.02% Zscore = 2 SD (normoweight)U 17.1
TB : 9 8 x 100% = 91.58% -2 SD < Zscore < 0 SD (normoheight)U 107
BB : 1 3 x 100% = 86.67% -2 SD< Zscore < -1 SD (Gizi Baik) TB 15
Kesimpulan: Gizi baik, normoweight, normoheight
7
IV. RESUME
Pagi hari SMRS, pasien batuk grok-grok, lendir sulit keluar, dan
mengeluh sesak. Sesak berkurang bila pasien duduk. Pasien tidak pilek,
tidak demam, tidak mual, tidak muntah, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Kemudian pasien dibawa ke puskesmas, diberi obat amoxcicilin syrup dan
obat puyer yang orang tua pasien tidak tahu isi obatnya. Kemudian pasien
dibawa pulang.
Kurang lebih 7 jam SMRS, pasien semakin sesak. Mengi (+), batuk (+)
grok-grok, lendir sulit keluar, pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Saat di rumah, pasien sesak kembali, lalu oleh
orang tua pasien di bawa ke IGD RSUD Pandanarang. Saat di IGD, pasien
sadar, tampak sesak, mengi (+), batuk (+), demam (-), pilek (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. BAK terakhir 1 jam SMRS,
warna kuning, dan banyak (+).
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum compos mentis,
tampak sesak, tampak sakit sedang dan agitasi. Pada vital sign didapatkan
nadi 138x/menit dan frekuensi nafas 41 x/menit. Inspeksi thoraks
didapatkan retraksi interkostal dan suprasternal. Pada auskultasi pulmo
didapatkan suara dasar vesikuler normal, dengan suata tambahan wheezing
pada kedua lapang paru.
V. DAFTAR MASALAH
1. Sesak nafas dan mengi.
2. Batuk lendir sulit dikeluarkan.
3. Takipneu, takikardi, retraksi interkostal dan suprasternal, wheezing
(+/+), SiO2 94%
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Asma serangan sedang episode jarang dd Bronkiolitis.
2. Gizi baik, normoweight, normoheight (antropometri)8
VII. DIAGNOSIS KERJA
1. Asma serangan sedang episode jarang
2. Gizi baik, normoweight, normoheight (antropometri)
VIII. PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa
1. Rawat bangsal anak
2. Diet nasi lauk 1200 kkal/hari
Medikamentosa
1. O2 nasal 2 lpm
2. IVFD D5 ½ NS 12 tpm makro
3. Injeksi metyl prednisolon 1 mg/kgBB/hari ~ 7
mg/8 jam
4. Nebulasi Combivect 1 resp + pulmicort 1cc +
NaCl 0.9% sampai dengan 5 ml (per 8 jam).
5. Ambroxol syrup 3x1 cth
Edukasi
1. Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga.
2. Menjelaskan penanganan awal serangan asma dan obat pengendali
yang digunakan secara tepat pada keluarga.
3. Menjelaskan cara pencegahan serangan asma dengan menghindari
factor pencetus seperti menghindarkan anak dari asap rokok, tidak
memelihara binatang berbulu seperti kucing, anjing, dan burung,
memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi kelembaban kamar
untuk anak yang sensitive terhadap debu rumah dan tungau.
4. Segera memeriksakan anak ke pelayanan medis terdekat apabila
tidak membaik setelah diberi pengobatan di rumah.
9
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP 19 Mei 2015
S: Sesak berkurang, batuk (+) dahak banyak keluar, pilek (-), demam (-)
O: KU: CM, tampak sesak ringan
VS: Nadi: 114x/menit RR: 28x/menit Suhu: 37,1º C TD: 100/70
SiO2 : 99%
Kepala : mesocephal
Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung : NCH (-), sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), dsianosis (-)
Thorax : retraksi (-)
Cor : bunyi Jantung I-II normal, reguler, bising (-)
Pulmo : suara dasar vesikuler (+) normaal, wheezing (+/+)
Abdomen : Inspeksi : DP//DD
Auskultasi : BU (+) meningkat
Perkusi : Timpani
Palpasi : supel, Hepar lien tidak teraba
Ekstremitas
Akral dingin - - edema - - CRT < 2 detik
- - - - ADP kuat
Ass :
1. Asma serangan sedang episode jarang
10
2. Gizi baik, normoweight, normoheight (antropometri)
Terapi :
1. O2 nasal 2 lpm
2. Diet nasi lauk 1200 kkal/hari
3. IVFD D5 ½ NS 12 tpm makro
4. Injeksi metyl prednisolon 1 mg/kgBB/hari ~ 7 mg/8 jam
5. Nebulasi Combivect 1 resp + pulmicort 1cc + NaCl 0.9% sampai
dengan 5 ml (per 8 jam).
6. Ambroxol syrup 3x1 cth
FOLLOW UP 20 Mei 2015
S: Sudah tidak sesak, masih batuk dahak berkurang, pilek (-), demam (-), tidur
nyenyak
O: KU: CM, tampak sakit ringan
VS: Nadi: 108 x/menit RR: 22 x/menit Suhu: 37.2º C TD: 100/70mmHg
SiO2 : 100%
Kepala : mesocephal
Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung : NCH (-), sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah (+), dsianosis (-)
Thorax : retraksi (-)
Cor : bunyi Jantung I-II normal, reguler, bising (-)
Pulmo : suara dasar vesikuler (+) normal,wheezing (+/+)
menurun.
Abdomen : Inspeksi : DP//DD
Auskultasi : BU (+) meningkat
Perkusi : Timpani
Palpasi : supel, Hepar lien tidak teraba
Ekstremitas
Akral dingin - - edema - - CRT < 2 detik
11
- - - - ADP kuat
Ass :
1. Asma serangan sedang episode jarang
2. Gizi baik, normoweight, normoheight (antropometri)
Terapi :
1. Diet nasi lauk 1200 kkal/hari
2. Nebulasi Combivect 1 resp + pulmicort 1cc + NaCl 0.9% sampai
dengan 5 ml (1x pagi).
3. Ambroxol syrup 3x1 cth
4. Methyl prednisolone 4mg + Salbutamol 2mg + Cetirizine 2mg
(puyer) 3x sehari pc
Plan : Boleh pulang, kontrol klinik anak 22 Mei 2015.
Terapi Pulang: Methyl prednisolone 4mg + Salbutamol 2mg + Cetirizine 2mg
(puyer) 3x sehari pc
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Asma
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA, 2004) definisi
asma adalah mengi berulang dan /atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada
malam atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta
terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
2. Serangan Asma
Serangan Asma Serangan asma (eksaserbasi) adalah episode
perburukan progresif gejala-gejala asma yaitu batuk, sesak nafas, mengi,
rasa tertekan pada dada, atau berbagai kombinasi gejala tersebut.
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalens total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan
10% pada anak) dan bervariasi antarnegara. Morbiditas dan mortilitas asma
relative tinggi. WHO memperkirakan saat ini terdapat 250.000 kematian
akibat asma. Prevalens asma di Indonesia berdasarkan penelitian tahun 2002,
pada anak usia 13-14 tahun adalan 6,7%.
13
C. FAKTOR RISIKO
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian
asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma.
Beberapa faktor tersebut, antara lain:
1. Jenis kelamin
Menurut laporan MMM (2001) prevalens asma pada anak laki-laki
lebih tinggi daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2 pada usia 6-
11 tahun dan meningkat menjadi 8:5 pada usia 12-17 tahun.
2. Usia
Umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti
asma pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun
pertama kehidupan.
3. Riwayat atopi
Adanya stopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma
persisten dan beratnya asma.
4. Lingkungan
Adanya alergen di lingkungan hidup anak, meningkatkan risiko
penyakit asma. Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma
antara lain serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur,
dan kecoa.
5. Ras
Pervalens asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam
lebih tinggi daripada kulit putih.
6. Asap rokok
Prevalens asma yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada
anak yang tidak terpajan asap rokok.
7. Polusi udara lingkungan
14
Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat
dioksida, karbon monoksida, atau SO2 diduga berperan pada penyakit
asma, meningkatkan gejala asma tetapi belum didapatkan bukti yang
disepakati.
8. Infeksi respiratorik
Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan terbalik antara
atopi (termasuk asma) dengan infeksi respiratorik.
D. PATOFISIOLOGI
1. Asma
a. Obstruksi Saluran Respiratori
Inflamasi saluran respiratori merupakan hal yang mendasari
terjadinya gangguan fungsi pada penyakit asma yaitu obstruksi
saluran respiratori yang mengakibatkan keterbatasan aliran udara
reversible pada seluruh struktur pohon trakeobronkial maksimal
sampai bronkus kecil dengan diameter 2-5 mm. Perubahan fungsional
ini dihubungkan dengan gejala khas pada asma (seperti batuk, sesak,
mengi) dan respons saluran nafas yang berlebihan terhadap
rangsangan bronkokonstriksi.
Penyebab utama obstruksi terutama adalah kontraksi otot polos
bronchial yang diprovokasi mediator agonis yang dikeluarkan sel
inflamasi. Mediator antara lain: histamin, triptase, prostaglandin D2,
dan leukotrin C4 yang dikeluarkan oleh sel mast; neuropeptidase yang
dikeluarkan oleh saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari
saraf eferen post ganglion.
Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas
adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian dapat 15
menimbulkan hiperinflasi thorax. Perubahan ini meningkatkan kerja
pernafasan sehingga menurunkkan kerja otot yang selanjutnya dapat
menyebabkan kelelahan dan gagal nafas.
b. Hipereaktivitas Saluran Nafas
Asma hampir selalu berhubungan dengan mudahhnya saluran nafas
mengalami penyempitan dan/atau respon yang berlebihan terhadap
provokasi stimulus. Saluran nafas dikatakan hipereaktif atau
hiperresponsif jika pada pemberian histamine atau metakolin dengan
konsentrasi kurang dari 8µg% didapatkan penurunan FEV1 20% yang
merupakan karakteristik asma, dan juga dapat dijumpai pada penyakit
yang lain seperti COPD, fibrosis kistiik, dan rhinitis alergi.
c. Otot Polos Saluran Nafas
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast seperti triptase
dan protein kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon
otot polos untuk berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi lainnya
seperti histamin. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot yang
disertai dengan pertumbuhan otot dan/atau perubahan pada fenotip sel
otot polos yang diakibatkan oleh interaksi dengan inflamasi saluran
nafas.
d. Hipersekresi mucus
Produksi mucus yang berlebihan merupakan gejala utama pada
penyakit bronchitis kronis, namun gejala tersebut juga merupakan
salah satu karakteristik pasien asma yang tidak pernah memiliki
riwayat merokok ataupun bekerja pada lingkugan yang berdebu.
Obstruksi yang luas akibat penumpukan mucus saluran nafas hamper
selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab
obstruksi saluran nafas yang persisten pada serangan asma berat yang
tidak mengalami perbaikan dengan pemberian bronkodilator. Sekresi
16
mucus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga pada perbedaan viskoelastisitas.
e. Keterbatasan Aliran Udara Irreversibel
Penebalan saluran nafas yang merupakan karakteristik asma,
terjadi pada bagian kartilago dan membranosa dari saluran nafas.
Bersamaan dengan perubahan pada bagian elastic dan hilangnya
hubungan antara saluran nafas dengan parenkim disekitarnya,
penebalan dinding saluran nafas dapat menjelaskan mekanisme
timbulnya penyempiitan saluran nafas yang gagal untuk kembali
normal dan terjadi terus menerus pada pasien asma.
f. Eksaserbasi
Gejala yang memburuk merupakan karakteristik utama dari asma.
Terdapat banyak factor yang dapat mencetuskan sehingga terjadi
eksaserbasi termasuk stimulus yang hanya menyebabkan
bronkokonstriksi (seperti udara dingin, kabut, olahraga) dan stimulus
yang menyebabkan inflamasi saluran nafas (seperti pemaparan
terhadap allergen, pencetus okupasi, ozon, atau virus saluran nafas).
Eksaserbasi asma dapat timbul selama beberapa hari sebagian besar
berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang paling sering adalah
common cold.
g. Asma Nokturnal
Asma yang memburuk pada malam hari sesuai dengan siklus
nocturnal ditemukan secara klinis sebagai karakteristik pada sejumlah
pasien.
h. Abnormalitas Gas Darah
Asma hanya mempengaruhi pertukaran gas darah pada saat
serangan berat terjadi. Derajat hipoksemia arteri, secara kasar
berhubungan dengan beratnya obstruksi saluran nafas yang terjadi
secara tidak merata di seluruh bagian. Peningkatan PCO2 arteri
mengindikasi bahwa obstruksi yang terjadi sangatlah berat hingga 17
otot pernafasan tidak dapat lagi mempertahankan laju ventilasi
melalui respirasi paksa yang dapat dilihat dari usaha bernafas yang
lebih ( hipoventilasi alveolar). Adanya peningkatan PCO2 arteri dapat
menghambat pergerakan otot pernafasan dan usaha bernafas
(keracunan CO2) sehingga pada akhirnya timbul keadaan gagal nafas
dan berujung pada kematian.
E. KLASIFIKASI
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA, 2004) asma dibagi
menjadi 3 derajat penyakit.
Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru
Asma Episode Jarang (Asma Ringan)
Asma Episode Sering (Asma Sedang)
Asma Persistent ( Asma Berat)
1 Frekuensi serangan < 1 x / bulan > 1 x / bulan Sering
2 Lama Serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu
Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi
3 Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang
dan malam
4 Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat
terganggu
5 Pemeriksaan fisik di luar serangan
Normal (tidak ada kelainan)
Mungkin terganggu (ada kelainan)
Tidak pernah normal
6 Obat pengendali (antiinflamasi) Tidak perlu
Non steroid / steroid inhalasi dosis rendah
Steroid inhalasi/oral
7 Uji Faal Paru (di luar serangan)
PEF/FEV1 > 80%
PEF/FEV1 60-80%
PEF/FEV1 < 60%, variabilitas 20-3-%
8Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
> 15% > 30% > 50%
18
Penilaian Derajat Serangan Asma, menurut Pedoman Nasional Asma
Anak (GINA, 2006)
Parameter klinis, fungsi paru, laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman Henti Nafas
Sesak
Berjalan, bayi: menangis keras
Berbicara, bayi: menangis pendek dan lemahKesulitan menyusu atau makan
Istirahat, bayi : tidak mau minum/makan
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang
lenganBicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin irritable Biasanya irritable Biasanya irritable Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi
Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspirasi + inspirasi
Sangat Nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/ tidak terdengar
Penggunaan otot bantu nafas
Biasanya tidak Biasanya iya Iya
Gerakan paradoks torakoabdominal
RetraksiDangkal, retraksi intercostal
Sedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah nafas cuping hidung
Dangkal atau hilang
Laju Nafas Takipneu Takipneu Takipneu BradipneuLaju Nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pulsus paradoksus Tidak ada < 10 mmHg Ada 10-20 mmHg Ada > 20 mmHg
Tidak ada, tanda kelelahan nafas
19
PEFR atau FEV1 (% nilai prediksi/% nilai terbaik)- probronkhodilator- pasacabronkhodilator
> 60 %> 80 %
40-60%60-80%
<40%<60% respon < 2 jam
SaO2 > 95% 91-95% < 90%PaO2 Normal > 60 mmHg < 60 mmHgPaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg >45 mmHg
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Untuk memperkuat dugaan asma, anamnesis harus dilakukan
dengan cermat agar didapatkan riwayat penyakit yang tepat mengenai
gejala sulit bernafas, mengi, atau dada terasa berat yang bersifat episodik
dan berkaitan dengan musim, serta adaya riwayat asma atau penyakit
atopi pada anggota keluarga. Pertanyaan berikut ini sangat berguna dalam
pertimbangan diagnosis asma:
a. Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi
berulang?
b. Apakan anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
c. Apakah anak mengalami batuk atau mengi setelah olahraga?
d. Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat, atau
batuk setelah terpajan alergen atau polutan?
e. Apakah jika mengalami pilek anak membutukan lebih dari 10 hari
untuk sembuh?
f. Apakah gejala klinis membaik setelah pengobatan antiasma?
Pola gejala harus dibedakan apakah gejala tersebut timbul pada
saat infeksi virus atau timbul tersendiri diantara batuk pilek biasa.
Pencetus yang spesifik dapat berupa aktivitas, emosi, debu,
makanan/minuman, pajanan terhadap hewan berbulu, perubahan suhu
lingkungan atau cuaca, aroma parfum yang kuat atau aerosol, asap rokok,
20
atau asap dari perapian. Derajat berat ringannya gejala harus ditentukan
untuk mengarahkan pengobatan yang akan diberikan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik umunya tidak ditemukan kelainan saat pasien
tidak mengalami serangan. Pada sebagian pasien yang derajat asmanya
lebih berat, dapat dijumpai mengi di luar serangan. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan meliputi kesadaran, suhu tubuh, sesak nafas, tanda gagal nafas,
tanda infeksi penyerta atau komplikasi, dan penilaian derajat serangan
asma: ringan, sedang, berat, atau mengancam jiwa
3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaaan fungsi paru: pemeriksaan sederhana seperti peak flow
meter, pulse oxymetri, spirometri, sampai pengukuran yang kompleks
yaitu muscle strength testing, volume paru absolute, serta kapasitas
difusi.
- Analisis gas darah, pada asma yang terjadi asidosis respiratorik dan
metabolic.
- Darah lengkap dan serum elektrolit,
- Foto thorax: pada asma umumnya tampak hiperaerasi, dapat dijumpai
komplikasi berupa atelektasis, pneumothorax, dan
pneumomediastinum.
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk bayi adalah fibrosis kistik, aspirasi susu
rekuren, sindrom diskinesia silia primer, defisiensi imun primer, kelainan
jantung congenital, malformasi congenital yang menyebabkan penyempitan
aliran udara intrathorax, dan aspirasi benda asing.
Diagnosis banding yang mungkin jika didapatkan adanya keterbatasan
aliran udara yang reversibel dan bervariasi pada ppemeriksaan spirometri
21
adalah GER, rhinosinobronkhitis, OSAS, fibrosis kistik, sindrom diskinesia
silia primer, benda asing, vocal cord disfunction.
H. TATALAKSANA
1) Serangan Asma Ringan
a. Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang
baik berarti derajat serangannya ringan.
b. Pasien diobservasi 1-2 jam, jjika respon tersebut bertahan pasien
dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (inhalasi atau
oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam.
c. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan
steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
d. Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam
waktu 24-48 jam untuk di evaluasi ulang tatalaksana.
e. Jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali,
obat tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan
diklinik rawat jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala
timbul kembali pasien diperlakukan sebagai serangan asma sedang.
2) Serangan Asma Sedang
a. Jika dengan pemberian nebulisasi 2 atau 3 kali pasien hanya
menunjukkan respon parsial, kemungkinan derajat serangannya
sedang.
b. Pasien perlu diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari.
Diberikan kortikosteroid sistemik (oral) methylprednisolon dengan
dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari.
c. Untuk persiapan keadaan darurat pasien perlu dipasang jalur
parenteral sejak di IGD.
3) Serangan Asma Berat
22
a. Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
menunjukkan respon yaitu gejala dan tanda serangan masih ada
pasien harus di rawat di ruangan rawat inap.
b. Oksigen 2-4 liter per menitdiberikan sejak awal termasuk saat di
nebulisasi.
c. Dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto thorax.
d. Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti nafas,
pasien harus langsung di rawat di ruang intensif.
e. Jika ada dehidrasi dan asidosis diatasi dengan pemberian cairan
intravena dan koreksi terhadap asidosis.
f. Steroid intravena dberikan secara bolus tiap 6-8 jam 0,5-1
mg/kgBB/hari.
g. Nebulisasi β-agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan
tiap 1-2 jam. Jika dala 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan
klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
h. Aminofilin diberikan secara intravena dengan ketentuan sebagai
berikut:
- Jika pasien belum mendapatkan aminofilin, diberikan
aminofilin dosis awal sebesar 6-8 mg/kgBB dilarutkan
dalam dekstrose 5% atau garam fiiologis sebanyak 20 ml
diberikan dalam 20-30 menit.
- Jika sudah mendapatkan aminofilin sebelumnya (kurang
dari 4 jam) dosis yang diberikan sebesar setengah dosis
inisial.
- Sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan
dipertahankan sebesar 10-50 mcg/ml.
- Selanjutnya aminofilin dosis rumatan sebesar 0,5-1
mg/kgBB/jam.
- Jika telah terjadi perbaika klinis, nebulisasi diteruskan
setiap 6 jam sampai dengan 24 jam.23
i. Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian oral
j. Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan
dengan dibekali obat β-agonis (inhalasi atau oral) yang diberikan
tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan
hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 jam untuk
evaluasi.
k. Ancaman henti nafas; hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah
diberi oksigen (ladar PaO2 < 60 mmHg dan/atau PaCO2 > 45
mmHg). Pada ancaman henti nafas diperlukan ventilasi mekanik.
4) Asma Episodik Jarang
a. Cukup diobati dengan pereda bronkodilator β-agonis inhalasi kerja
pendek (SABA) atau golongan xantin kerja cepat jika ada gejaa
serangan.
b. Tidak dianjurkan pemberian obat pengendali pada asma episodik
jarang
5) Asma Episodik Sering
Penggunaan β-agonis inhalasi lebih dari 3 kali perrminggu atau
serangan sedang atau berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan,
merupakan indikasi pengunaan antiinflamasi sebagai pengendali yaitu
kortikosteroid dosis rendah yaitu 100-200 µg/hari untuk anak kurang dari
12 tahun dan 200-400 µg/hari untuk anak lebih dari 12 tahun.
6) Asma Persisten
a. Steroid inhalasi dapat diberikan mulai dari dosis tinggi lalu
diturunkan sampai dosis rendah selama gejala masih terkendali
atau sebaliknya mulai dari dosis rendah sampai tinggi hingga
gejala dapat dikendalikan.
b. Jika setelah pemberian steroid inhalasi dosis rendah tidak timbul
respon yang baik diperlukan alternative yaitu steroid menjadi dosis
24
medium atau tetap steroid dosis rendah ditambah LABA atau TSR
atau ALTR.
c. Jika setelah pemberian steroid inhalasi dosis medium selama 8-12
minggu tetap terdapat gejala diperlukan alternative ketiga yaitu
steroid dosis tinggi atau tetap steroid dosis medium ditambah
LABA atau TSR atau ALTR.
I. PREVENSI DAN INTERVENSI DINI
Pengendalian ligkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 4 bulan,
penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan ttterhadap
tungan debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi
timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi.
Manfaatnya untuk menurunkan prevalens asma jangka panjang diduga ada.
Setiap keluarga yang mempunyai anak asma harus melakukan
pengendalian lingkungan, antara lain menghindarkan anak dari asap rokok,
tidak memelihara binatang berbulu seperti kucing, anjing, dan burung,
memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi kelembaban kamar untuk anak
yang sensitive terhadap debu rumah dan tungau. Pembersih udara dengan
sistem HEPA dapat digunakan sebagai tambahan.
Perlu ditekankan bahwa anak asma sering menderita rhinitis alergika
dan/atau rinosinusitis yang membuat asmanya sukar dikendalikan. Deteksi dan
diagnosis kedua kelainan tersebut,diikuti dengan terapi yang adekuat, akan
memperbaiki gejala asmanya.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI, 2010. Serangan Asma Akut. Pedoman Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta, hal : 269-272.
2. Konsensus Nasional Asma Anak, 2001. Unit Koordinasi Kerja Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerr Rahman MH dkk. 2003. Dalam: Matondang CS, Wahidiat I, Sastroasmoro S. Penyunting. Diagnosis Fisik Pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; hal : 67-74
4. UKK Respirologi PP IDAI. 2003. Pedoman Nasional Penanganan Asma pada Anak. Indonesian Pediatric Respiratory Meeting Focus on Asthma. Jakarta
5. UKK Respirologi, PP IDAI. 2002. Pedoman Nasional Asma Anak, Tatalaksana Serangan Asma. Bali; hal : 1-9
26