25

Referat Insomnia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

-

Citation preview

Page 1: Referat Insomnia
Page 2: Referat Insomnia

Definisi

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang

untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.

Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas

di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur

dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya

mengakibatkan gangguan kualitas hidup.

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal

kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang

berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau

gangguan dalam fungsi individu

Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek.

Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Insomnia kronis adalah

setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Insomnia kronis juga

memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti berkurangnya kualitas hidup,

sebanding dengan yang dialami oleh pasien dengan kondisi seperti diabetes,

arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup meningkat dengan pengobatan

tetapi masih tidak mencapai tingkat yang terlihat pada populasi umum. Selain itu,

insomnia kronis dikaitkan dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.

Page 3: Referat Insomnia

Klasifikasi

A. Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau

susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita

insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur

seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

B. Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya

kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia

dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain

itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat

menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1

dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga

dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu

penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun

penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang

menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu

International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders

(ISD).

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:

• Organik

• Non organik

- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)

Page 4: Referat Insomnia

- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti

mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)

Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia

disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan

sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain

2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum

3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu

4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali

dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini

menetap dan diderita minimal 1 bulan.

Page 5: Referat Insomnia

Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan

beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola

dunia disebut sebagai irama sirkadian. Tidur tidak dapat diartikan sebagai

manifestasi proses deaktivasi sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf

pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral

batang otak melakukan sinkronisasi.

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi

terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut

sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang

menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang

otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu

diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM

terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.

Page 6: Referat Insomnia

Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam

empat stadium, antara lain:

• Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium

ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran

kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7

siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.

• Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu

tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle

shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik,

lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini,

orang dapat dibangunkan dengan mudah.

• Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG

menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga

2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat

nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

• Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran

EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada

jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur

dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS).

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak

dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.

Page 7: Referat Insomnia

Etiologi

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga

dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk

tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau

penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan,

dapat menyebabkan insomnia.

• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan

kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,

termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat

alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang

mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan

stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat

penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah

tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah

malam.

• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan

bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk

mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala

tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker,

gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease

(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.

• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh

atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama

sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak

sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu

tubuh.

Page 8: Referat Insomnia

Faktor Risiko

• Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan

hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin

memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam

hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.

• Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur,

insomnia meningkat sejalan dengan usia.

• Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk

depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress

disorder, mengganggu tidur.

• Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka

panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat

menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran

juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.

• Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di

malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.

Page 9: Referat Insomnia

Perjalanan Penyakit

Arousal dikaitkan dengan struktur yang memicu kesiagaan di ARAS

( ascending reticular activating system), hipotalamus, basal forebrain yang

berinteraksi dengan pusat-pusat pemicu tidur pada otak di anterior hipotalamus

dan thalamus. Hyperarousal merupakan keadaan yang ditandai dengan tingginya

tingkat kesiagaan yang merupakan respon terhadap situasi spesifik seperti

lingkungan tidur.

Data psikofisiologi dan metabolic dari hyperarousal pada pasien insomnia

meliputi peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi dan penurunan variasi

periode jantung selama tidur. Kecepatan metabolik seluruh tubuh dihitung melalui

penggunaan O2 persatuan waktu ternyata lebih tinggi pada pasien insomnia

dibandingkan pada orang normal.

Data elektrofisiologi hyperarousal menunjukkan peningkatan frekuensi

gelombang beta pada EEG selama tidur NREM. Aktivitas gelombang beta

dikaitkan dengan aktivitas gelombang otak selam terjaga. Penurunan dorongan

tidur pada pasien insomnia dikaitkan dengan penurunan aktivitas gelombang

delta.

Data neuroendokrin tentang hyperarousal menunjukan peningkatan level

kortisol dan adrenokortikoid (ACTH) sebelum dan selama tidur, terutama pada

setengah bagian pertama tidur pada pasien insomnia. 4,9 Penurunan level

melatonin tidak konsisten ditemukan.

Data menurut functional neuroanatomi studies of arousal tentang

hyperarousal menunjukan pola-pola aktivitas metabolisme regional otak selama

tidur NREM melalui SPECT (single-photon emission computer tomography) dan

PET (positron emission tomography). Pada penelitian PET yang pertama pada

insomnia primer terjadi peningkatan kecepatan metabolisme glukosa baik pada

waktu tidur maupun terjaga. Selama terjaga, pada pasien insomnia primer

ditemukan penurunan aktivitas dorselateral prefrontal cortical. Dari hasil

penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hyperarousal pada tidur NREM dan

Page 10: Referat Insomnia

hypoarousal frontal selama terjaga, hal inilah yang menyebabkan keluhan-keluhan

yang dirasakan oleh pasien baik pada saat terjaga maupun tidur.

Pada pasien yang mengalami insomnia yang karena depresi berat terjadi

peningkatan gelombang beta yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas

metabolik di kortek orbita frontal dan mengelukan kualitas tidur yang buruk, hal

ini juga mendukung hipotesis mengenai hyperarousal. Pada pemeriksaan SPECT

pada pasien insomnia primer, selama tidur NREM terjadi hipoperfusi diberbagai

tempat yang paling jelas pada basal ganglia. Kesimpulan penelitian imaging mulai

menunjukkan perubahan fingsi neuroanatomi selama tidur NREM yang berkaitan

dengan insomnia primer maupun sekunder.

Page 11: Referat Insomnia

Tanda dan Gejala Insomnia

• Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

• Sering terbangun pada malam hari

• Bangun tidur terlalu awal

• Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

• Iritabilitas, depresi atau kecemasan

• Konsentrasi dan perhatian berkurang

• Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

• Ketegangan dan sakit kepala

• Gejala gastrointestinal

Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

a. Pola tidur penderita.

b. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

c. Tingkatan stres psikis.

d. Riwayat medis.

e. Aktivitas fisik

f. Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Page 12: Referat Insomnia

Kriteria Diagnosis

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,

atau kualitas tidur yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1

bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan

terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan

penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial

dan pekerjaan

Page 13: Referat Insomnia

Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku

- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

- Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback,

dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi

kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol

pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

- Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan

pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling

tatap muka atau dalam grup.

- Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di

tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

- Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk

beraktivitas.

Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:

1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca,

menonton televisi, makan atau bekerja.

2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu

20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan

tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang

membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa

mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di

tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang

Page 14: Referat Insomnia

membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat

tidur.

3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa

lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal

tidur-bangun (kontrol waktu).

4. Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

• Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

• Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

• Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

• Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

• Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan

pernapasan atau beribadah

• Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan

tidur pada malam hari.

• Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti

menghindari kebisingan

• Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit

setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

• Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

• Menghindari makan besar sebelum tidur

• Cek kesehatan secara rutin

• Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

Page 15: Referat Insomnia

2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan

yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

• Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”

yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)

Misalnya pada gangguan anxietas

• Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk

kembali ke proses tidur selanjutnya)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-

Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan

Tetrasiklik)

Misalnya pada gangguan depresi

• Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan

terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-

Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan

benzodiazepine (Long acting).

Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis

• Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi

tidur.

• Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan

dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off

(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)

Page 16: Referat Insomnia

• Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih

perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi

• Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3

kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia

lanjut

Lama Pemberian

• Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak

lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan

lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang

menetap sekitar 6 bulan lamanya.

• Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological

Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah

gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Interaksi obat

• Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan

potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation

and respiratory failure”

• Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal

enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang

menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

• Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol

atau “CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

• Kontraindikasi :

- Sleep apneu syndrome

- Congestive Heart Failure

Page 17: Referat Insomnia

- Chronic Respiratory Disease

• Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko

menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities)

khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan

melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)

Page 18: Referat Insomnia

Komplikasi

• Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

• Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan

reaksi kecelakaan.

• Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

• Kelebihan berat badan atau kegemukan

• Daya tahan tubuh yang rendah

• Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya

tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada

gangguan lain seperti depresi dan lain-lain.