Upload
azman-hakim
View
106
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
REFERAT
TRAUMA TORAKS
Oleh :Diana
( 99-092 )
Pembimbing:Dr. Suryadi Soedarmo, SpB
KEPANITERAAN BEDAHPERIODE 18 Februari – 23 April 2005
Rumah SakitUmum Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
JAKARTA
PENDAHULUAN
Trauma banyak menyebabkan kematian, seperempat dari kematian tersebut
akibat trauma thoraks. Dua pertiga kematian ini terutama terjadi setelah pasien tiba di
rumah sakit.. Pada dasarnya, dari angka mortalitas yang tinggi ini, hanya 10 - 15 %
cedera toraks yang memerlukan torakotomi. Manuver kontrol pernapasan yang sederhana
atau pipa torakotomi dapat menyelamatkan mayoritas korban trauma toraks.
BIOMEKANIKA TRAUMA TORAKS
Mekanisme dan riwayat yang lengkap dari suatu kecelakaan harus diketahui dan
dipahami oleh setiap pemeriksa sehingga ketetapan hasil diagnosis lebih akurat, dan 80%
ketepatan hasil diagnosis awal tergantung pada kelengkapan anamnesa.
Untuk memahami mekanisme terjadinya trauma, kita harus bisa memahami
beberapa hukum fisika. Yaitu :
1. Hukum pertama Newton, tentang gerakan menyatakan bahwa tubuh yang diam,
atau bergerak akan tetap dalam kondisi tersebut, sehingga terdorong oleh gaya
dari luar.
2. Hukum kedua Newton, tentang gerakan menyatakan bahwa energi tidak bisa
diciptakan atau dihilangkan, tetapi dapat diubah bentuknya.
Trauma harus diperhitungkan berdasarkan pengetahuan biomekanisme pada tabrakan.
Tiga komponen biomekanika menerangkan jenis luka utama, yaitu kompresi, peregangan,
dan stress. Kompresi terjadi ketika jaringan kulit yang terbentur tertekan. Peregangan
terjadi ketika jaringan kulit terpisah. Stress merupakan tempat benturan tertentu, dimana
jaringan kulit yang tidak bergerak, berhubungan dengan jaringan kulit yang bergerak.
Dalam trauma kecelakaan, ada lima jenis tabrakan yang berbeda, yaitu depan,
samping, belakang, berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk
mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang
berbeda. Tahanan (restraint) juga memiliki peran penting dalam jenis dan pengaruh
trauma.
Dalam tabrakan depan, mobil dan penumpang sedang melaju ke arah depan.
Mobil berhenti tiba-tiba, tetapi penumpang tidak. Penumpang terus bergerak ke arah
depan hingga membentur benda tertentu (seperti roda kemudi, dashboard, kaca depan,
atau semuanya). Bisa jadi bagian bawah atau kapala yang menjadi titik benturan utama.
Ketika tubuh maju ke depan, dada bagian depan dan tulang dada membentur benda keras
yang menghentikan geraka maju. Maka, ada dua mekanisme yang terjadi, pertama,
kolomna vertebra mungkin tidak bisa menghentikan gerakan ke depan dan terus bergerak
maju, sehingga menekan jantung antara kolumna vertebra dan tulang. Hal ini bisa
menimbulkan stress yang parah pada tulang iga, dan bisa menyebabkan flail chest.
Yang kedua, jika paru-paru tertekan antara dinding dada bagian belakang dan bagian
depan, akan timbul trauma kompresi. Kompresi tertutup yang menimbulkan pecah
mungkin merupakan penyebab yang biasa menimbulkan pneumotoraks daripada iga
yang menggores parenkim paru-paru.
Jika ada resistensi yang cukup pada rongga tulang iga untuk mencegah kolaps
total, aorta harus diperhatikan. Aorta desenden menempel kuat pada kolumna vertebra.
Jantung dan arkus aorta dapat bergerak bebas. Jika dinding dada bagian belakang
berhenti, jantung dan arkus aorta terus bergerak ke depan. Pada pertemuan antara arkus
aorta yang dapat bergerak bebas dengan aorta desenden tertahan, maka akan muncul gaya
potong. Di bagian ini bisa robek. Jika hanya intima dan media yang robek, adventisia dan
pleura bisa mencegah terjadinya perdarahan, tetapi menimbulkan pseudoaneurisma
yang mungkin pecah dalam beberapa hari kemudian.
Peningkatan tekanan intraabdominal kerena kompresi eksternal dapat
menyebabkan diafragma pecah. Sehingga isi intrabdomen terdorong ke rongga dada.
Pada benturan samping, penumpang yang duduk pada sisi terjadinya benturan
bisa mengakibatkan dua komponen gaya yang utama.Pertama oleh pintu, atau sandaran
tangan di pintu. Tusukan ini menekan dinding dada samping, menekan iga ke rongga
dada dan bagian rongga perut yang terlindungi oleh iga. Komponen dada mempengaruhi
paru-paru dan aorta. Banyaknya fraktur pada tulang iga bisa menimbulkan sakit dada
yang sangat (flail chest).
Kecurigaan yang tinggi, berdasarkan pada pemahaman akan biomekanika trauma
toraks sangat membantu untuk mengidentifikasi luka yang mungkin tidak diketahui
selama beberapa jam atau hari sebelumnya. Teknisi Medis Gawat Darurat harus tentang
kerusakan mobil yang mungkin bisa mengidentifikasikan luka dada. Batang kemudi yang
bengkok, retaknya kaca mobil, titik benturan pada dashboard, atau kerusakan samping.
Memahami kinematis trauma akan meningkatkan kemampuan deteksi dan
identifikasi awal trauma sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan segera.
Patofisiologi
Hipoksia, Hiperkarbia dan Asidosis sering disebabkan oleh trauma thoraks.
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan oleh karena Hipovolemi ( kehilangan darah ), Pulmonal ventilation/perfusion
mismatch ( seperti kontusio, hematom dan prolaps alveolus ), dan perubahan tekanan
intra thoraks ( contoh: tention pneumothoraks, pneumothoraks terbuka ).
Hiperkarbia sering disebabkan oleh karena tidak adekuatnya ventilasi akibat
perubahan tekanan intra thoraks atau penurunan tingkat kesadaran.
Asidosis metabolik disebabkan oleh perfusi dari jaringan atau syok
Diagram jejas dada
Penanganan dan pengolahan trauma thoraks
Pengolahan penderita terdiri dari primary survey, resusitasi fungsi vital,
secondary survey yang rinci dan perawatan definitive. Karena hipoksia adalah masalah
yang serius pada trauma thoraksintervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan
pengoreksian.trauma yang bersifat mengancam nyawa langsung dilakukan terapi secepat
dan sesederhana mungkin. Trauna toraks ditangani dengan mengontrol Airway untuk
melakukan pemasangan selang thoraks dengan jarum.
Pada secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan tinggi
terhadap adanya trauma-trauma bersifat khusus.
Primary survey
Selalu berikan suasana yang perlu untuk kesehatannya dan kenali mekanisme terjadinya,
serta stabilisasi spinal dan jalan nafas.
1. Airway
Airway harus dikenali dulu pada primary survey. Dinilai dengan mendengarkan
gerakan udara pada hidung pasien, mulut dan dada, serta inspeksi pada daerah
orofaring untuk sumbatan airway oleh benda asing, dan dengan mengobservasi
retraksi otot-otot intercostals dan supraclavikular.
Trauma ini diketahui bila ada sesak, sumbatan airway atas ( stridor ), perubahan
kwalitas suara jika pasien masih bia berbicara ( serak ). Dan trauma yang luas pada
dasar leher akan menyebabkan terabanya defek pada region sendi sternoklavicular.
Penanganan pada trauma ini adalah menstabilkan potensi dari airway, yang
terbaik dengan intubasi endotrakheal, dan doek klem bila deformitas jelas.
Jenis trauma yang mempengaruhi airway adalah keadaan Obstruksi airway.
2. Breathing
Dada dan leher penderita harus terbuka selama penilaian breathing dan vena-vena
leher. Pergerakan pernafasan dan kualitas pernafasan dinilai dengan observasi,
palpasi dan didengarkan .
Gejala yang terpenting adalah Hipoksia, termasuk peningkatan frekuensi dan
perubahan pada pola pernafasanterutama pernafasan yang dengan lambat memburuk.
Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut. Jenis trauma yang penting yang
mempengaruhi breathing adalah keadaan Tension pneumathoraks, pneumothoraks
terbuka, Flail chest, hematotoraks massif.
Open pneumotoraks /sucking chest wound
Open pneumotoraks dalah gangguan pada dinding dada berupa adanya hubungan
langsung antara ruang pleura dengan lingkungan.
Defek luka yang besar pada dingding dada yang terbuka menyebabkan
pneumotoraks terbuka. Tekanan didalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan
tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka
udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang
dibandingkan trakea . akibatnya ventilasi terganggu dan menimbulkan hipoksia dan
hiperkapbia.
Gejalanya pasien akan mengeluh sesak dan nyeri dada dan batuk-batuk
Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : toraks mungkin lebih besar dari biasanya, mungkin normal. Tampak
bagian dada yang tertinggal dalam gerakan pernapasan.
- Palpasi : vokal fremitus yang berkurang pada sisi trauma
- Perkusi : adanya hipersonor atau timpani pada sisi trauma
- Auskultasi : bising napas yang berkurang/menjauh pada sisi trauma
Penanganannya membersihkan luka terbuka pada toraks tersebut, dan segera menutup
luka dengan kasa steril ( plastic warp, petrolatum Gauze ) yang diplester hanya 3 sisinya
saja. Dengan penutupan ini diharapkan akan terjadi efek flutter type valve dimana saat
inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran dari dalam. Saat
ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu segera
pasang selang dada yang letaknya harus berjauhan dengan luka primer.
Kasa 3 sisi
WSD
Tension pneumotoraks
Merupakan suatu pneumotoraks, dimana udara yang keluar dari paru, masuk ke
dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi, sehingga tekanan pleura terus
meningkat. Keadaan ini sangat progresif dan cepat, sehingga membahayakan jiwa
pasien dalam waktu yang singkat.
Tension pneumothoraks berkembang ketika terjadi one way valve ( fenomena
ventil ),kebocoran yang berasal dari paru-paru atau yang melalui dinding dada masuk
ke dalam rongga pleura dan tidak bias keluar lagi. Akibatnya tekanan intrapleural
akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinim ke dorong kesisi yang
berlawanan dan dapat menghambat pengembalian darah ke jantung ( venous return ),
serta akan menekan paru kontralateral.
Penderita mengeluh nyeri dada, sesak, distress pernafasan, takikardi, hipotensi,
deviasi trakea, hilangnya suara nafas satu sisi dan distensi vena leher.
Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : toraks mungkin lebih besar dari biasanya. Tampak bagian dada yang
tertinggal dalam gerakan pernapasan.
- Palpasi : vokal fremitus yang berkurang pada sisi trauma
- Perkusi : hipersonor satu sisi
- Auskultasi : bising napas yang berkurang/menjauh pada sisi trauma
Skema tension pneumothoraks
Pada Foto Rontgen Toraks PA/Lateral, ditemukan adanya gambaran
hiperadiolusen pada lapang paru yang trauma, dan kolaps paru, dengan pergeseran
trakhea, posisi jantung dan mediastinum yang jelas terlihat.
Dibutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal yang cepat berupa
dilakukan tindakan dengan insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga 2 garis
midklavikula pada hemitoraks yang mengalami kelainan, lalu pungsi dengan jarum
suntik steril, dan biarkan terbuka. Dilakukan WSD (Water Sealed Draignase), dengan
NaCl di dalam botol WSD pada sela iga ke 5 di antara garis anterior dan midaxilaris.
Flail chest + contusion paru
Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan itu yterjadi karena fraktur iga multiple pada
dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Hal ini menyebabkan
pergerakan dinding dda terganggu. Jika kerusakan parenkim paru dibawahnya terjadi
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius.
Hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan
dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya. Kesulitan utama pada flail
chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi ( kontusio paru ).
Dindingdada menimbulkan gerakan paradoksal pada inspirasi dan ekspirasi.
Manifestasi klinis biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar
dan terbatasnya pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail
chest yang ada akan tertutupi. Pada mulanya penderita mampu mengadakan kompensasi
terhadap pengurangan cadangan respirasinya. Namun, bila terjadi penimbunan sekret-
sekret, dan penurunan daya pengembangan paru-paru, akan terjadi anoksia berat,
hiperkapnea, dan akhirnya kolaps.
Terapi awal monitoring airway dan breathing, jaga airway, monitoring p02 dan
pc02, 02 100%, bila perlu ventilasoi tambahan ( baging, respirator ). Yang diberikan
termasuk memberikan ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan.
Untuk pemberian cairan harus hati-hati untuk mencegah terjadinya kelabihan penberian
cairan. Pemberian analgetik kuat dapat memperbaiki ventilasi, dan menggunakan towl-
clip traction, atau dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan
pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi
Skema flail chest
Massif hematotoraks
Hematotoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial antara pleura viseral
dan parietal dengan cepat lebih dari 1500cc. Hal ini disebabkan oleh luka tembus yang
merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Dapat juga
disebabkan oleh trauma tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan hipoksia, vena
leher dapat kolaps akibat adanya hipovolemi berat. Diagnosa ditegakkan dengan adanya
syok disertai suara nafasmenghilang dan perkusi pekakpada sisi dada yang mengalami
trauma. Gejala dan tindakan pada waktu penderita masuk sangat tergantung pada jumlah
perdarahan yang ada di rongga toraks. Sekitar 85% kasus hematotoraks masif disebabkan
oleh perdarahan dari arteri interkostalis, atau arteri mamaria interna, 15% sisanya berasal
dari hilus, myocardium, atau laserasi paru.
Manifestasi klinis Penderita mengeluh nyeri dan sesak napas, tanda-tanda
syok. Apabila progresif, curigai adanya tension pneumotoraks. Pada perkusi adanya
dullness pada daerah yang terkena. Pada gambaran rongent dietmukan tracheal shift
dan air fluid level.
Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : normal, atau gerakan napas tertinggal, dan pucat karena perdarahan
- Palpasi : vokal fremitus pada sisi yang terkena akan lebih keras dari sisi yang sehat
- Perkusi : pekak, dengan batas seperti garis miring, atau mungkin tidak jelas
- Auskultasi : bunyi napas tidak terdengar, atau menghilang
Terapi awal adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan
dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara
cepat dengan jarum besar kemudian pemberian darah dengan golongan spesifik
secepatnya. Bersamaan pemberian infuse , selang dada/ chest tube dipasang setinggi
puting susu, anterior garis midaxilaris lal dekompresi rongga pleura selengkapnya.
Jika pada awalnya sudah keluar 1500cc, kemungkinan penderita tersebut
membutuhkan torakotomi segera. Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan
kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc/jam dalam waktu 2-4 jam, tetapi
status fisiologipenderita harus lebih diutamakan.
Skema massif hemithoraks
2. Circulation
Kualitas, frekuensi dan keteraturan denyut nadi penderitaharus dinilai.
Monitoring jantung dan pulse oxymeter harus dipasang pada penderita. Jenis
trauma yang penting yang mempengaruhi sirkulasi adalah keadaan
Hematotoraks massif dan Tamponade jantung.
Tamponade Jantung
Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus . walaupun
demikian , trauma tumpul juga dapat menyebabkan pericardium terisi darah dari
jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Cairan
pericard sering hanya 15cc samoai 20cc, melalui pericardiosintesisakan segera
memperbaiki hemodinamik.
Diagnosis tamponade jantung adalah dengan trias beck, yaitu peningkatan
tekanan vena/ distensi vena leher,penurunan tekanan arteri/ nadi kecil dan cepat,
dan suara jantung menjauh.
Evakuasi darah cepat dari pericard merupakan indikasi bila pasien dengan
syok hemoragik tidak memberi respon terhadap resusitasi cairan . Untuk
mengeluarkan cairan dari pericard adalah dengan pericardiosintesis. Tindakan
alternative lainadalah melakukan torakotomi.
Skeme tamponade jantung
.
Secondary survey
Delapan trauma thoraks yang mungkin mematikan terdapat dibawah ini :
1. pneumothoraks sederhana
2. hematothoraks
3. kontusio paru
4. perlukaan percabangan tracheo-bronchial
5. trauma tumpul jantung
6. trauma aorta
7. trauma diafragma
8. mediastinal transvering wound
Water Sealed Draignase
Pada trauma toraks Water Sealed Draignase (WSD), dapat berarti :
1. Diagnostik, untuk menentukan perdarahan dari pembuluh darah
2. besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi
torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam renjatan.
3. Terapi, untuk mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di
rongga pleura.
4. Preventif, untuk mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke
rongga pleura sehingga mekanisme pernapasan tetap baik.
Penyulit pemasangan WSD adalah perdarahan dan infeksi. Alat-alatnya :
- sarung tangan steril
- duk steril
- spuit 5 cc steril
- pisau bedah steril
- klem arteri lurus 15-17 cm steril
- nail holder dan jarum jahit kulit steril
- benang sutera steril untuk jahitan kulit 4x25 cm
- selang untuk draignase yang steril, untuk orang dewasa minimal 8 mm,
dan anak-anak 6 mm
Tehnik pemasangan :
- penderita dalam posisi duduk/setengah duduk
- tempat pemasangan WSD di kanan pada sela iga ke-7 atau ke-8, dan di
kiri pada sela iga ke-8 atau ke-9, di garis aksilaris posterior atau kira-kira sama
tinggi dengan sela iga dari angulus inferior skapula
- Bila di dada bagian depan, dipilih sela iga ke-2 di garis midklavikula
kanan atau kiri
- Ditentukan kira-kira tebal dinding toraks
- Secara steril diberi tanda pada selang WSD dari lubang terakhir selang
WSD setebal dinding toraks, misalnya dengan ikatan benang
- Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan cairan
antiseptik
- Tutup dengan duk steril
- Daerah tempat masuk selang WSD dan sekitarnya dianestesi setempat
secara infiltrasi dan blok
- Insisi kulit subkutis dan otot dada di tengah sela iga
- Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura
- Dengan klem arteri lurus, lubang diperlebar secara tumpul
- Selang WSD diklem dengan arteri klem dan didorong mesuk ke rongga
pleura dengan sedikit tekanan
- Fiksasi selang WSD sesuai dengan tanda tali tadi
- Daerah luka dibersihkan dan diberi salep steril agar kedap udara
- Selang WSD disambung dengan botol WSD steril
- Bila mungkin pasang penghisap kontinu dengan tekanan -24 sampai -32
cm H2O
Tehnik Pembedahan
Pilihan tehnik pembedahan pada trauma toraks, yaitu :
1. Torakotomi anterolateral/anterior 4. Torakotomi bilateral (insisi clum shell)
2. Sternotomi median 5. Insisi trap door
3. Torakotomi posterolateral
Pickard dkk. Membuat pembagian tehnik pembedahan berdasarkan indikasinya.
Indikasi akut : - tamponade jantung
- cedera pembuluh darah besar
- hilangnya sebagian strutur dinding dada
- kelainan trakhea, esofagus, atau pembuluh darah besar
- hemotoraks masif
- emboli peluru di jantung atau arteri pulmonalis
Ind. Kronis : - bekuan darah (hematoma) dalam rongga pleura
- hernia diagfragma kronis
- fistula AV karena trauma
- lesi katup dan septum jantung
- cedera trakeobronkial, dan fistula trakeobronkial
- hematoma intrapulmoner yang terinfeksi
PENYULIT TRAUMA TORAKS
Penyulit utama dan tehnik operasi sangat mempengaruhi hasil operasi. Agar
didapatkan hasil yang baik, perlu mengantisipasi akan terjadinya penyulit-penyulit ini.
Akan lebih baik lagi bila dilakukan tindakan pencegahan. Penyulit-penyulit yang
mungkin, yaitu :
1. Infeksi sesudah trauma toraks
2. Pneumonia sebagai komplikasi trauma
3. Post traumatik empiema
4. Mediastinitis sesudah trauma
5. Abses paru
6. Post traumatik perikarditis
7. Fistula bronkopleura
8. Fistula bronkopleural persisten
9. Traumatic Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
10. Kontusio paru
11. Kelainan trauma ortopedik
12. Sepsis
13. Aspirasi cairan lambung
DAFTAR PUSTAKA
1. Callaham M : pericardiosintesis in traumatic and nontraumatic tamponade. Annals
Of Emergency medicine : 924-945
2. Hugl a.f. Dudlex, Ilmu Bedah Kedaruratan, Hamilton Baily ed 11 ,1999
3. Rachmad, Kukuh B., SpBT. Penanganan Trauma Toraks. Pendidikan
berkelanjutan untuk ahli bedah. Penerbit Subbagian Bedah Toraks, Bagian Ilmu
Bedah, FKUI RSCM. Cetakan Pertama, Januari 2002.
4. Mansjoer, Arif dkk, Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid kedua. Penerbit
Media Aesculapius, FKUI, 2000.