52
LAPORAN KASUS “ENSEFALITIS + HIDROSEFALUS” Pembimbing: dr. Monique Noorvitry, Sp.A Oleh : Yusrin Aulia (201410401011040) KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK 3

Responsi IKA Yusrin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Yusrin Aulia

Citation preview

Page 1: Responsi IKA Yusrin

LAPORAN KASUS

“ENSEFALITIS + HIDROSEFALUS”

Pembimbing:

dr. Monique Noorvitry, Sp.A

Oleh :

Yusrin Aulia (201410401011040)

KEPANITERAAN KLINIK

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

RSU HAJI SURABAYA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015

3

Page 2: Responsi IKA Yusrin

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. D

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 10 bulan

Berat badan : 7,3 kg

Tinggi Badan : 73 cm

Nama Ayah / Umur : Tn. S / 35 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Kuli bangunan

Nama Ibu / Umur : Ny. I / 30 Tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Gunung Anyar Sawah, Surabaya

MRS : 4 Agustus 2015 Pukul : 18.10 wib

Kelas : III

SMF : Penyakit Anak

Tanggal Pemeriksaan : 7 Agustus 2015

II. ANAMNESA

1. Keluhan Utama : Kejang

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

4

Page 3: Responsi IKA Yusrin

Pasien datang ke IGD RSU Haji dengan keluhan kejang sejak 30

menit SMRS. Saat kejang pasien tidak sadar, awalnya seluruh tubuh kaku,

kemudian kedua tangan dan kaki kejang, mata pasien melirik ke kiri atas,

gigi menggigit sehingga gigi patah, lidah tergigit (-), mulut berbusa (-),

ngompol (-). Di IGD diberi injeksi diazepam, kemudian kejang berhenti

dan pasien tertidur.

Pasien sebelumnya demam sejak 1 hari SMRS, saat di rumah ibu

pasien mengukur suhu pasien 39o C, panas tinggi mendadak dengan pola

naik turun. Batuk (-), pilek (-), menggigil(-), keringat dingin (-), mimisan

(-), gusi berdarah (-), bintik-bintik merah dikulit (-), muntah (-), diare (-),

keluar cairan dari telinga (-), pasien mau minum susu, menangis setiap

kencing (-), riwayat jatuh/ trauma (-)/ terbentur kepala (-). Riwayat

berpergian ke luar pulau (-). Pasien sudah diberi obat penurun panas, suhu

sempat turun namun setelah beberapa jam panas muncul kembali. BAB

dbn BAK berwarna kuning jernih, jumlah cukup.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien MRS karena kejang 2x, disertai demam 3 minggu SMRS sekarang

- Pasien pilek berulang sejak usia 4 bulan

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada keluarga (ayah, ibu, saudara kandung) yang mengalami kejang

- Riwayat alergi (-)

5. Riwayat Antenatal : Saat hamil tidak pernah menderita sakit/gizi

cukup/ANC rutin ke Bidan

6. Riwayat Persalinan :

5

Page 4: Responsi IKA Yusrin

N.Aterm / Spt / ditolong bidan / ♂ / BBL 3200 g / PBL 52 cm / Langsung

menangis / asfiksia (-) / cyanosis (-) / ikterik (-) / kel.congenital (-)

7. Riwayat Imunisasi:

BCG : 1 x, usia 1 bulan

Polio : 4 x, saat lahir, usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

Hepatitis B : 3 x, saat lahir, usia 1 bulan, 3 bulan

DPT : 3 x, saat usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

Campak : 1 x, saat usia 9 bulan

8. Riwayat Tumbuh Kembang :

- Angkat kepala : 2 bulan

- Telungkup : 4 bulan

- Duduk sendiri : 7 bulan

- Berdiri : 9 bulan

- Memegang mainan : 6 bulan

- Kata-kata pertama : 6 bulan

- Kontak mata : 1 bulan

9. Riwayat Gizi :

- ASI: 0-1 bulan

- Susu formula: mulai umur 1 bulan sampai sekarang

- MPASI : mulai umur 6 bulan sampai sekarang

- Riwayat gizi sekarang : bubur tim (nasi, ikan, daging, wortel, hati,

bayam) tercukupi 3x sehari. Nafsu makan baik. Selama sakit nafsu makan

menurun.

10. Riwayat Sosial Ekonomi : 1 rumah tinggal 10 orang

6

Page 5: Responsi IKA Yusrin

11. Riwayat Lingkungan : Rumah di perkampungan / ventilasi baik / air

minum menggunakan air mineral galon / Kamar mandi (+) WC (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran/GCS : Somnolen/ 1-1-3

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 149 x / menit, kuat, teratur

Suhu (Axila) : 36,4 °C

RR : 28 x / menit, teratur

BB : 7,3 kg

TB : 73 cm

LK : 44,5 cm

Status Gizi : Gizi kurang

Kepala / Leher :

- Anemis/Icterus/Cyanosis/Dyspneu : - / - / - / -

- Kepala : normochepali, UUB datar, Moon face (-)

- Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut

- Mata: Mata cowong -/-, sekret (-)

- Hidung: sekret (-), darah (-), Pernafasan Cuping Hidung (-),

deviasi septum (-)

- Mulut: Mukosa bibir kemerahan, Lidah kotor (-), Gusi berdarah

(-), Pharynx hyperemi (-)

- Telinga: sekret (-), darah (-)

- Leher: Pembesaran kelenjar getah bening : - / - , deviasi trakea (-)

7

Page 6: Responsi IKA Yusrin

Thorax : normochest

- Pulmo: I: Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris, retraksi (-)

P: Ekspansi dinding dada simetris

P: Sonor di semua lapang paru

A: suara nafas vesikuler, rh-/-, wh-/-

- Cor : I: Ictus cordis tidak tampak

P: Ictus tidak kuat angkat, thrill (-)

P: Batas jantung dalam batas normal

A: S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

I : Flat, simetris, Distensi (-)

P : Supel, Nyeri tekan (-), H/L/R tak teraba, turgor dbn

P : Tympani di seluruh lapang abdomen, meteorismus (-)

A : Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas :

Akral Hangat + + ; Cyanosis - - ; Oedem -

+ + - - - -

CRT < 2 detik

Genetalia :

♂ / Phymosis (-)

Neurologis :

- Meningeal sign: -

- N. Cranialis: PBI Ø 3mm RC +/+

- N. Cranialis lain: sde

8

Page 7: Responsi IKA Yusrin

- Motorik: hemiparese sinistra

- Sensorik: sde

- Reflek fisiologis: BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR +2/+2

- Reflek patologis: Babinski +/+, chaddock +/+

IV. Hasil Laboratorium :

4/8/2015

Darah Lengkap

Hb : 11,4 gr/dl

Leukosit : 18.590/ mm3

Hct : 37,6 %

Thrombosit : 634.000 / mm3

Kimia Klinik

GDA stik: 100 mg/dl

Serum elektrolit

K: 5 mEq/L

Na: 154 mEq/L

Cl: 105 mEq/L

9

Page 8: Responsi IKA Yusrin

7/8/2015

CT-Scan

Pelebaran ventrikel kanan dan kiri Hidrosefalus

10

Page 9: Responsi IKA Yusrin

V. DAFTAR MASALAH

- Kejang

- Demam

- Penurunan kesadaran

- Gizi kurang

- Babinski +/+ chaddock +/+

- Leukositosis

- Trombositosis

- Hipernatremia

- CT-Scan: hidrosefalus

VI. DIAGNOSIS

s. Ensefalitis + Hidrosefalus

VII. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Meningitis, meningoensefalitis

VIII. PLANNING

- Diagnosa: DL, SE, lumbal pungsi

- Terapi:

- Masuk ICU

- infus D5 ¼ NS 800 cc/24 jam

- O2 nasal 1 lpm

- Ceftriaxone 1 x 750 mg iv

- Paracetamol 4 x 80 mg iv (k/p)

- Konsul bedah saraf pro EVD

- Monitor: Vital sign (Tensi, Nadi, RR, Suhu, Produksi urine)

11

Page 10: Responsi IKA Yusrin

DL, SE

Keluhan dan gejala

Produksi cairan EVD

- Edukasi:

- Menjelaskan pada orang tua bahwa pasien mengalami

infeksi pada otak dan hidrosefalus

- Menjelaskan bahwa pasien akan dilakukan operasi EVD

untuk mengatasi hidrosefalus

- Menjelaskan bahwa pasien harus dipindahkan ke ICU

setelah operasi untuk monitoring keadaan pasien

- Menjelaskan bahwa prognosis pasien kurang baik

12

Page 11: Responsi IKA Yusrin

SOAP Harian

8 Agustus 2015

Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Diagnosis Planning

S:

demam (+), kejang (-), kesadaran

menurun, BAK (+), BAB (-)

O:

GCS: 1-x-2, koma

Vital sign: HR: 144 x/m

RR: 34 x/m

t°: 37,7°C

K/L: a/i/c/d -/-/-/- pch -/- mc-/-

Terpasang ventilator

Terpasang OGT

Terpasang EVD produksi 30

cc, jernih

Thorax:

- Cor: I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tak teraba

P: batas jantung dbn

A: S1S2 tunggal, murmur(-),

gallop (-)

- Pulmo: I: normochest, simetris,

retraksi (-)

P: ekspansi dbn

P: sonor/sonor

A: ves +/+, rh -/-, wh -/-

Abdomen: I: cembung

P: soepel, nyeri tekan(-),

turgor dbn

Ensefalitis +

Hidrosefalus post

EVD hari ke-1

Dx:

SGOT/SGPT,

albumin, CRP

Tx:

- inf. D5 ¼ S 750 cc/

24 jam + Ca gluconas

8cc/ 24 jam

- Diet susu formula 4

x 30 cc

- Sanmol 3 x 100 mg

iv

13

Page 12: Responsi IKA Yusrin

P: timpani, meteorismus

(-), hepar teraba 2 jari

di bawah arcus costae,

lien ttb

A: BU (+) normal

Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2

Detik

Status neurologis:

N.cranialis: pupil bulat isokor, RC

+/+ lambat

Motorik: hemiparese (-)

Reflek fisiologis: dbn

Reflek patologis: babinski +/+

9 Agustus 2015

Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Diagnosis Planning

S:

demam (-), kejang (-), kesadaran

menurun, BAK (+), BAB (+)

O:

GCS: 1-x-3, koma

Vital sign: HR: 133 x/m

RR: 37 x/m

t°: 37,4°C

K/L: a/i/c/d -/-/-/- pch -/- mc-/-

Terpasang ventilator

Terpasang OGT

Terpasang EVD produksi 50

cc, jernih

Thorax:

Ensefalitis +

Hidrosefalus post

EVD hari ke-2

Dx:

SGOT/SGPT,

albumin, CRP

Tx:

- inf. D5 ¼ S 750 cc/

24 jam + Ca gluconas

8cc/ 24 jam

- Diet susu formula 4

x 30 cc

- Sanmol 3 x 100 mg

iv

14

Page 13: Responsi IKA Yusrin

- Cor: I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tak teraba

P: batas jantung dbn

A: S1S2 tunggal, murmur(-),

gallop (-)

- Pulmo: I: normochest, simetris,

retraksi (-)

P: ekspansi dbn

P: sonor/sonor

A: ves +/+, rh -/-, wh -/-

Abdomen: I: cembung

P: soepel, nyeri tekan(-),

turgor dbn

P: timpani, meteorismus

(-), hepar teraba 2 jari

di bawah arcus costae,

lien ttb

A: BU (+) normal

Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2

Detik

Status neurologis:

N.cranialis: pupil bulat isokor, RC

+/+ lambat

Motorik: hemiparese (-)

Reflek fisiologis: dbn

Reflek patologis: babinski +/+

15

Page 14: Responsi IKA Yusrin

10 Agustus 2015

Anamnesis & Pemeriksaan Fisik Diagnosis Planning

S:

demam (+), kejang (+), kesadaran

menurun, BAK (+), BAB (-)

O:

GCS: 1-x-3, koma

Vital sign: HR: 160 x/m

RR: 45 x/m

t°: 39,3°C

K/L: a/i/c/d -/-/-/- pch -/- mc-/-

Terpasang ventilator

Terpasang ETT

Terpasang EVD produksi 20

cc, jernih

Thorax:

- Cor: I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tak teraba

P: batas jantung dbn

A: S1S2 tunggal, murmur(-),

gallop (-)

- Pulmo: I: normochest, simetris,

retraksi (-)

P: ekspansi dbn

P: sonor/sonor

A: ves +/+, rh -/-, wh -/-

Abdomen: I: cembung

P: soepel, nyeri tekan(-),

turgor dbn

P: timpani, meteorismus

Ensefalitis +

Hidrosefalus post

EVD hari ke-3 +

Sepsis

Dx:

Tx:

- inf. D5 ¼ S 750 cc/

24 jam + Ca gluconas

8cc/ 24 jam

- Diet susu formula 4

x 30 cc

- Sanmol 3 x 100 mg

iv

16

Page 15: Responsi IKA Yusrin

(-), hepar teraba 2 jari

di bawah arcus costae,

lien ttb

A: BU (+) normal

Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2

Detik

Status neurologis:

N.cranialis: pupil bulat isokor, RC

+/+ lambat

Motorik: hemiparese (-)

Reflek fisiologis: dbn

Reflek patologis: babinski +/+

17

Page 16: Responsi IKA Yusrin

BAB II

TINJANUAN PUSTAKA

2.1 Ensefalitis

2.1.1 Definisi

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh

berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa) dan disertai

oleh disfungsi sistem saraf pusat. Adapun disfungsi sistem saraf pusat tersebut

menyebabkan terjadinya kejang berulang, defisit neurologis fokal, dan penurunan

kesadaran.1,2

2.1.2 Etiologi

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,

misalnya bakteri, parasit, jamur, spirokaeta dan virus.Penyebab yang terpenting

dan tersering ialah virus.Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang

otak atau reaksi radang akut atau kronis karena infeksi sistemik atau vaksinasi

terdahulu.Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala

klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui

berbagai macam ensefalitis virus.3

Data mengenai agen penyebab ensefalitis pada anak sudah banyak berubah

selama 30 tahun ini.Hal ini dikarenakan sudah banyak agen infeksi seperti

campak, varisela, rubela, dan pertusis, yang bisa dicegah dengan pemberian

vaksin. Di lain pihak, beberapa agen infeksi baru-baru ini ditemukan ternyata bisa

menyebabkan ensefalitis. Pengobatan sesuai agen infeksi diyakini sangat

membantu dalam tatalaksana penyakit ensefalitis.Berikut ini adalah agen-agen

patogen penyebab ensefalitis:2

18

Page 17: Responsi IKA Yusrin

Gambar 1.Mikroorganisme patogen penyebab ensefalitis2

2.1.3 Epidemiologi

Angka kejadian ensefalitis bervariasi pada beberapa penelitian, tetapi pada

umumnya berkisar antara 3,5 - 7,4 pada 100.000 pasien per tahun, dan umumnya

angka ini lebih tinggi pada anak-anak. Walaupun ensefalitis terjadi pada kedua

jenis kelamin, tetapi pada beberapa penelitian, ada kecenderungan angka kejadian

lebih tinggi pada laki-laki.4

Insiden tertinggi terjadi pada anak-anak dibawah usia 1 tahun dengan

kasus 13.7/100.000. Dalam analisis National Hospital Discharge, didapatkan data

penyebab ensefalitis 60% adalah tidak diketahui, dan dari yang diketahui

didapatkan penyebab tersering adalah herpes virus, varisela dan arbovirus.2

2.1.4 Patofisiologi

Rangkaian peristiwa bagaimana terjadinya ensefalitis sangat bervariasi,

19

Page 18: Responsi IKA Yusrin

sesuai dengan agen penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis masuk

melalui sistem limfatik. Di dalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan

dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa

organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam, tetapi

jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi

pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan

saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis.5

Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh:5

1. Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang

berproliferasi aktif

2. Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron

mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon

jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi,

kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh

darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan

tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai.

Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak

melalui peredaran darah, penyebaran langsung atau komplikasi luka

tembus.Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari

radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui

tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis.6

Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya

terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai

darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada

20

Page 19: Responsi IKA Yusrin

pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang

mengalami peradangan tersebut timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan

otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan

infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses.

Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat

membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit

PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan

masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan

meningitis. Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja,

juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih

tepat bila disebut sebagai meningo ensefalitis.6

2.1.5 Diagnosis

Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau

kronis, keluhan kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya

gejala fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu

terakhir terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat

berpergian ke daerah endemik dan lain-lain. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu

dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan sebaliknya anamnesis dapat diulang

berdasarkan hasil pemeriksaan.Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan

pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat

berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.5

2.1.5.1 Manifestasi Klinis

Secara umum gejala berupa trias ensefalitis:

1. Demam

21

Page 20: Responsi IKA Yusrin

2. Kejang

3. Kesadaran menurun

Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi

umumdengan tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala

yang kronik dan progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran

menurun. Pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit

neurologis tergantung pada lokasi dan luasnya abses.2,3 Anamnesis yang dapat

diperoleh adalah:7

Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia

Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh

nyeri kepala, kejang dan kesadaran menurun.

Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status konvulsius.

Dapat ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam perjalanan

penyakitnya.

Pemeriksaan fisik yang dapat diperoleh dari pasien ensefalitis adalah:

Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma

dan kejang. Kejang dapat berupa status konvulsius.

Ditemukan gejala peningkatan tekanan intrakranial.

Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti spastis, hiperrefleks,

reflek patologis dan klonus.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukosit: normal atau

leukositosis (10.000 – 35.000/mm), neutrofil 50 – 90 %. Pada pemeriksaan

22

Page 21: Responsi IKA Yusrin

kimia darah ditemukan amilase serum sering meningkat pada parotitis,

fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis

infeksiosa, dan pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, CMV,

dan HIV.7

2. Punksi lumbal

Apabila tidak ada kontraindikasi punksi lumbal, dapat ditemukan cairan

serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau dapat meningkat

dan pada fase dini dapat dijumpai peningkatan sel PMN serta glukosa dan

klorida normal. Pada ensefalitis virus menunjukkan peningkatan protein,

glukosa normal, pleiositosis limfositer.2,7

3. Elektroensefalografi (EEG)

Pada anak usia diatas 5 bulan yang menderita HSV-1 ensefalitis, sebanyak

80% menunjukkan perlambatan fokal atau perlepasan gelombang

epileptogenik berulang di lobus temporal. Perlambatan irama dasar difus

atau pelepasan gelombang epileptogenik multifokal sering ditemukan pada

anak dengan ensefalitis virus dan nonvirus.2,7

4. Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal biasanya positif lebih awal

dibandingkan titer antibodi. Pemeriksaan PCR mempunyai spesifisitas

100% dan sensitivitas 75-98% dalam 24-48 jam pertama.2,7

5. Radiologi

CT-scan merupakan salah satu modalitas pilihan pada kasus

ensefalitis.Pada keadaan awal, dapat tidak ditemukan kelainan intrakranial.

Namun, pada proses lanjut dapat ditemukan lesi yang hipodens dan terjadi

23

Page 22: Responsi IKA Yusrin

enhancement setelah pemberian kontras disertai edema yang hebat

disekitarnya (perifokal edema) sehingga menimbulkan efek

massaintrakranial. Dapat pula ditemukan perdarahan intrakranial.Lokasi

tersering adalah pada lobus frontalis dan temporalis baik unilateral

maupun bilateral.MRI jauh lebih sensitif dalam mendeteksi perubahan

parenkim otak, bahkan sejak onset 24-48 jam pertama.Pada fase akut

setelah pemberian kontras, dapat menunjukkan afinitas virus pada

hipokampal, parahipokampal dan korteks insular. Dalam hal perluasan

infeksi, MRI dapat menunjukkan lesi di pusat korteks atau korteks

temporal anterior, insula dan inti korteks serebri pada hemisfer serebral.8

2.1.6 Penatalaksanaan

Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah

sakit. Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan

tersebut adalah mempertahankan fungsi organ, yaitu mengusahakan jalan nafas

tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau parenteral, menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan keseimbangan

asam basa darah.6

Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis yang disebabkan virus,

yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-

14 hari, beberapa ahli memberikan samapai 21 hari. Pemberian asiklovir bisa

menurunkan angka mortalitas, dari 70 % menjadi 25-30%.Preparat asiklovir

tersedia dalam 250 mg dan 500 mg yang harus diencerkan dengan aquadest atau

larutan garam fisiologis.Pemberian secara perlahan-lahan diencerkan menjadi 100

24

Page 23: Responsi IKA Yusrin

ml larutan, diberikan selama 1 jam. Efek sampingnya adalah peningkatan kadar

ureum dan kreatinin tergantung kadar obat dalam plasma.9

Pada pemberian asiklovir, fungsi ginjal dimonitor secara ketat, dengan

pemberian cairan yang adekuat, karena adanya resiko terjadinya gagal ginjal,

walaupun jarang. Pemberian asiklovir perlahan-lahan akan mengurangi efek

samping. Efek samping lainnya seperti inflamasi lokal, hepatitis, penekanan

sumsum tulang. Asiklovir diberikan selama 10 hari, bahkan sebagian ahli

memberikan sampai 14 atau 21 hari terutama pada pasien yang terbukti menderita

ensefalitis HSV, karena adanya resiko relaps.9

Bahkan dari penelitian American Collaborative Antiviral Study Group

diketahui jika pada pemeriksaan PCR ulangan 3 minggu setelah terapi, dan masih

terdeteksi DNA virus maka diberikan valasiklovir oral selama 3 bulan. Bila

selama pengobatan terbukti bukan infeksi virus Herpes Simpleks, maka

pemberian asiklovir dihentikan. Valasiklovir, merupakan ester dari asiklovir,

diberikan setelah 10 hari pemberian asiklovir intravena, walaupun sebenarnya

pemakaian valasiklovir tidak direkomendasikan pada ensefalitis HSV karena

kadar yang tidak terlalu tinggi dalam cairan serebrospinal.9

Pasien dengan ensefalitis karena infeksi CMV pilihan terapi utama

digunakan gansiklovir dengan dosis 5 mg/kgBB dua kali sehari. Kemudian dosis

diturunkan menjadi satu kali, lalu dengan terapi maintenance. Pemberian

antibiotik parenteral tetap diberikan sampai penyebab bakteri dikesampingkan,

dan juga untuk kemungkinan timbulnya infeksi sekunder. Pada ensefalitis

supurativa diberikan antibiotik berupa ampisilin 3-4 gr per oral selama 10 hari

atau kloramfenikol 1 gr diberikan 4 kali sehari intravena selama 10 hari.9

25

Page 24: Responsi IKA Yusrin

Obat antikonvulsif diberikan segera untuk mengatasi kejang, bisa

diberikan IM atau IV.Obat yang diberikan yaitu diazepam dengan dosis 0,3-0,5

mg/kgBB/ hari dilanjutkan dengan fenobarbital. Perlunya diperiksa kadar glukosa

darah, kalsium, magnesium harus dipertahankan normal agar ancaman timbulnya

kejang menjadi minimal.5

Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan antipiretik seperti parasetamol

dengan dosis 10-15mg/kgBB secara IV. Dapat juga diberikansurface cooling

dengan menempatkan handuk yang dibasahi air kamar mandi pada permukaan

tubuh yang mempunyai pembuluhbesar, misalnya pada leher, ketiak,

selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.9

Untukmengurangi edema serebridengandeksametason 0,2 mg/kgBB/hari

IM dibagi 3 dosis dengan cairan rendah natrium, dilanjutkan dengan pemberian

0,25-0,5mg/kgBB/hari. Bilaterdapattandapeningkatantekananintrakranial, dapat

diberikan manitol 0,5-2 g/kgBB IV dalamperiode 8-12 jam.10

2.1.7 Komplikasi

Kesadaran pasien sewaktu keluar dari rumah sakit bukan merupakan

gambaran penyakit secara keseluruhan karena gejala sisa kadang-kadang baru

timbul setelah pasien pulang.Gejala sisa yang sering muncul berupa gangguan

daya ingat (69%), perubahan kepribadian dan tingkah laku (45%), epilepsi (25%).

Beberapa kelainan yang mungkin dapat dijumpai antara lain retardasi mental,

iritabel, emosi tidak stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis, perubahan perilaku,

dan juga dapat ditemukan gangguan motorik dan epilepsi.11

Gangguan neurokognitif yang bisa terjadi setelah ensefalitis, terutama

akibat virus, berupa perubahan pada fungsi memori, persepsi dan eksekusi.

26

Page 25: Responsi IKA Yusrin

Perubahan ini terlihat jelas pada anak yang terkena ensefalitis saat usia sekolah,

sehingga ketika sudah sembuh dan kembali ke sekolah mengalami kesulitan. Pada

keadaan ini diperlukan pemeriksaan intelegensia, fungsi kognitif, memori dan

bicara, sehingga dapat diketahui gangguan yang timbul sekaligus mengidentifikasi

terapi yang diperlukan.11

Komplikasi yang sering mengikuti ensefalitis yaitu epilepsi, terutama pada

anak dengan riwayat kejang yang berulang, status epileptikus, terjadinya

penurunan kesadaran yang berat. Jika anak kembali kejang setelah sembuh, maka

dapat diberikan antikonvulsif jangka panjang berupa karbamazepin atau

lamotrigin.11

Infeksi sistem saraf pusat seperti ensefalitis dapat menyebabkan

komplikasi hidrosefalus. Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi ensefalitis

dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih seringpada bayi dan anak-anak.12

2.1.8 Prognosis

Prognosis pasien ensefalitis tergantung pada keparahan penyakit klinis,

etiologi spesifik, umur anak, keterlibatan parenkim otak dan susunan saraf spinal,

adanya edema otak, adanya gangguan vaskularisasi dan perfusi pada otak, adanya

keterlibatan sistem organ lain, komplikasi yang timbul serta respon terhadap

pengobatan.5

Agen penyebab infeksi juga mempengaruhi prognosis,pada sebuah

penelitian di Taiwan didapatkan 60% anak dengan ensefalitis HSV memiliki

sekuele neurologi. Sedangkan pada anak dengan ensefalitis yang disebabkan

enterovirus,sekitar 71,8 % tidak memiliki defisit neurologi ketika dievaluasi 2

tahun setelah sembuh dari ensefalitis.11

27

Page 26: Responsi IKA Yusrin

Pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simpleks yang tidak diobati

sangat buruk dengan kematian 70-80% setelah 30 hari dan meningkat menjadi

90% dalam 6 bulan. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurunkan

mortalitas menjadi 28%. Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada

kasus yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari

memberikan prognosis buruk, demikian juga koma; pasien yang mengalami koma

memiliki angka mortalitas yang tinggi atau sembuh dengan gejala sisa yang

berat.11

2.2 Hidrosefalus

2.2.1 Definisi

Hidrosefalus adalah pelebaran ventrikel otak disertai peningkatan tekanan

intrakranial akibat meningkatnya jumlah cairan serebrospinal (CSS). Hidrosefalus

terjadi karena 3 hal yaituobstruksi aliran CSS di sistem ventrikel otak, absorbsi

CSS di vili arakhnoid yang menurun dan produksi CSS di pleksus koroid yang

abnormal.12

2.2.2. Etiologi

Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem

ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan.Hidrosefalus terjadi bila

terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat

pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang

subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS di bagian

proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinis

adalah foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi, sisterna magna dan

sisterna basalis. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada

bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan.13

28

Page 27: Responsi IKA Yusrin

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga terjadi

obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis

purulenta terjad bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen

di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Secara patologis terlihat penebalan

jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada

meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah

basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada

meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.13

Ensefalitis virus dapat menyebabkan kerusakan sel-sel ependimal sehingga

terganggu fungsi regulasi cairan, ion dan molekul antara cairan parenkim serebral

dan ventrikel sehingga dapat menyebabkan hidrosefalus. Virus tersebut juga dapat

menyebabkan deskuamasi sel-sel ependimal dan terjadi oklusi ependimal yang

dapat menyebabkan obstruksi akuaduktus Sylvius.13

2.2.3 Klasifikasi

1. Hidrosefalus Obstruktif (Non-komunikans)

Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal yang disebabkan

obstruksi pada salah satu tempat pembentukan likuor, antara pleksus

koroidalis sampai tempat keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen

Magendi dan Luschka.

2. Hidrosefalus Komunikans

Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal tanpa disertai

penyumbatan sistem ventrikel.

3. Hidrosefalus kongenital

29

Page 28: Responsi IKA Yusrin

Terjadi pada sekitar satu per seribu kelahiran. Hal ini umumnya terkait

dengan malformasi kongenital lain dan mungkin disebabkan oleh

gangguan genetik atau gangguan intrauterin seperti infeksi dan perdarahan.

4. Hidrosefalus didapat

Bisa disebabkan oleh tumor otak, perdarahan intrakranial, atau infeksi.

2.2.4 Patofisiologi13

Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme

yaitu obstruksi aliran CSS di sistem ventrikel otak, absorbsi CSS di vili arakhnoid

yang menurun dan produksi CSS di pleksus koroid yang abnormal.Sebagai

konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial

sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.Mekanisme

terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini

bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari

ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi

ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama

perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:

1. Kompensasi sistem serebrovaskular

2. Redistribusi dari CSS atau cairan ekstraseluler atau keduanya dalam

susunan sistem saraf pusat.

3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan

viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)

4. Hilangnya jaringan otak

5.Pembesaran volume tengkorak (pada penderita dengan usiamuda) akibat

adanya regangan abnormal pada sutura kranial.

30

Page 29: Responsi IKA Yusrin

2.2.5 Diagnosis

2.2.5.1 Anamnesis12

Kepala yang tampak membesar pada anak dengan UUB yang belum

menutup

Tanda-tanda peningkatan intrakranial: letargi, muntah, sakit kepala,

iritabel, sampai penurunan kesadaran. Terutama ditemukan pada anak

dengan UUB yang sudah menutup

Anamnesis ke arah penyebab: riwayat trauma, infeksi SSP seperti

meningitis dan ensefalitis.

2.2.5.2 Pemeriksaan fisik dan neurologis12

Pertumbuhan lingkar kepala yang abnormal (> +2 SD atau dalam

pemantauan terdapat peningkatan lingkar kepala yang tidak sesuai

grafik pertumbuhan lingkar kepala). Pertumbuhan lingkar kepala anak:

2 cm/bulan mulai usia 0-3 bulan, 1 cm/bulan pada usia 4-6 bulan dan

0,5 cm/bulan sampai usia 12 bulan.

UUB masih terbuka pada anak usia >18 bulan atau UUB menonjol

Kelainan bentuk kepala: oksipital yang prominen, asimetri bentuk

kepala, pembesaran diameter biparietal, dan frontal boosing

Funduskopi: papiledema jika terdapat peningkatan tekanan intrakranial,

perdarahan retina pada hidrosefalus akut, atrofi nervus optik pada

hidrosefalus kronik, korioretinitis pada infeksi toksoplasma atau CMV

“Sun set appearance” dimana mata terlihat deviasi ke bawah

Tanda-tanda lesi upper motor neuron: hiperrefleks, klonus, spastisitas

2.2.5.2 Pemeriksaan penunjang12

31

Page 30: Responsi IKA Yusrin

Pemeriksaan transiluminasi positif

Foto rontgen kepala: tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:

impresionis digitata, sutura yang melebar; pembesaran daerah fosa

posterior (Sindrom Dandy-Walker), fosa posterior yang mengecil

(malformasi Arnold-Chiari), kalsifikasi periventrikuler (infeksi CMV),

kalsifikasi yang menyebar (infeksi toksoplasma).

USG (pada anak dengan UUB yang belum menutup)

CT Scan atau MRI kepala: digunakan sebagai alat diagnostik terpenting

dan untuk mencari etiologi.

o Diagnosis : ditemukan pelebaran ventrikel dan tanda-tanda

peningkatan tekanan intraventrikel seperti sulkus yang tidak jelas

terlihat, penumpulan sudut kornu anterior atau edema

periventrikular

o Etiologi : gambaran obstruksi, kalsifikasi periventrikuler (infeksi

kongenital CMV) atau kalsifikasi intraparenkim (infeksi kongenital

toksoplasma), sindrom Dandy-Walker atau malformasi Arnold-

Chiari.

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dilakukan pada hidrosefalus yang disertai peningkatan

tekanan intraventrikuler. Penatalaksanaan utama adalah tindakan bedah berupa

pemasangan pirau ventrikuloperitoneal (VP-shunt), drainase eksterna ventrikel

atau endoscopic third ventriculostomy.Pada keadaan tertentu dimana keadaan

umum pasien belum memungkinkan untuk operasi permanen VP-shunt dapat

dilakukan drainase eksterna ventrikel, ventricular tapping atau pungsi lumbal

32

Page 31: Responsi IKA Yusrin

serial. Terapi medikamentosa seperti pemberian asetazolamid (dosis 30-50

mg/kgBB/hari) atau furosemid (dosis 1 mg/kgBB/hari) dapat dipakai sementara

sambil menunggu tindakan bedah.12

Gambar 2. VP shunt dan AV shunt

Gambar 2. Extra Ventricular Drainage

33

Page 32: Responsi IKA Yusrin

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien kejang sejak 30 menit SMRS.

Pasien juga mengalami demam sejak 1 hari sebelumnya. Saat demam pasien tidak

sadar, setelah demam pasien tertidur dan sampai saat ini terdapat penurunan

kesadaran. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen, suhu ketika

pasien di IGD 38°C, pemeriksaan reflek patologis babinski dan chaddock positif.

Dari anamnesis dan pemeriksaan tersebut sudah menyingkirkan kejang demam

simpleks maupun kompleks dan mengarahkan kita ke diagnosis ensefalitis karena

trias ensefalitis terpenuhi, yaitu kejang, demam, dan penurunan kesadaran. Pada

pemeriksaan tidak didapatkan meningeal sign positif sehingga dapat

menyingkirkan diagnosis meningitis.

Pasien riwayat pilek berulang 4 bulan lalu menunjukkan adanya infeksi

virus yang kemudian dapat ditumpangi bakteri yang kemungkinan menyebabkan

ensefalitis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis dan

trombositosis, menguatkan bahwa telah terjadi infeksi bakteri. Untuk mengetahui

secara pasti penyebab infeksinya, maka direncanakan pemeriksaan lumbal pungsi.

34

Page 33: Responsi IKA Yusrin

DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso D, Hidayati SN.Infeksi Susunan Saraf Pusat,Dalam: Ismael S,

Soetomenggolo T. Neurologi Anak. Jakarta: IDAI. 2000.

2. Lewis P. Glacor C. Encephalitis. American Academic of Pediatrics:

Pediatrics in Review. 2011:26;353-363.

3. Lazoff, M., et al.Encephalitis. Medscape Refference. 2011. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/791896 [Accesed on August 9,

2015].

4. Ferrari S. Viral Encephalitis : Etiology, Clinical Features, Diagnosis and

Management. The Open Infectious Diseases Journal. 2009:3;1-12

5. Behrman R. Kliegman R. Arvin A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak

Nelson. Edisi 15. EGC. 2007;p880-881.

6. Hom, Jeffrey. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Department of

Pediatrics/Emergency Service. 2011. New York University School of

Medicine. Available from http://emedicine.medscape.com/article/802760

[Accesed on August 9. 2015].

7. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Ensefalitis.Dalam: Pedoman

Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 67-69.

8. McCann JWJ, Phelan E. Pediatric Neurological Emergencies. In:

Marincek Borut, Dondelinger F.Robert, eds. Emergency Radiology

Imaging and Intervention. Berlin: Springer; 2007. p.590.

9. Salomon, Tom. Management and Outcome of Viral Encephalitis in

Children. In :Pediatrics and Child Health Neurology Symposium. 2007.

10. Soetomenggolo TS. Ensefalitis Herpes Simpleks. Dalam: Ismael S,

Soetomenggolo T. Neurologi anak. Jakarta: IDAI. 2000

11. Ebaugh, Franklin, G. Neuropsychiatric Sequelae of Acute Epidemic

Encephalitis in children. Journal of Attention Disorders. 2007. SAGE

publication.

12. Pudjiaji AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Hidrosefalus.Dalam: Pedoman

Pelayanan Medis IDAI, Jilid II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. 111-

113.

35

Page 34: Responsi IKA Yusrin

13. Rekate HL. A contemporary definition and classification of

hydrocephalus. Semin Pediatr Neurol. Mar 2009;16(1):9-15.

36