43
KATA PENGANTAR Makalah ini disusun dalam rangka Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh nilai tugas dalam program studi Arsitektur Bali 2, Universitas Udayana. Judul mekalah ini adalah “Pola Desa, Bale Desa, dan Bale Banjar pada Desa Gunaksa”. Dalam makalah ini akan dikaji pemahaman tentangaspek non-fisik dan aspek fisik dari pola desa, bale desa, dan bale banjar khususnya pada desa Gunaksa. Tentunya makalah ini masih banyakj kekurangan yang belum disadari sehingga pada kesempatan kali ini , ucapan terima kasih disampaikan pada semua pihak atas koreksi yang diberikan untuk memperbaiki makalah ini. Sehingga makalah ini dapat berguna di dalam pengetahuan arsitektur maupun kepentingan masyarakat luas. Dalam kesempatan ini ucapan terima kasih tidak terhingga disampaikan untuk semua pihak yang telah banyak memberi bantuan sehingga terselesaikannya makalah ini, terutama pada: 1. Ir. I Nengah Lanus, MT. dan 2. Nyoman Susunta, ST. ,M.Erg., selaku dosen pembimbing mata kuliar Arsitektur Bali 2, 3. Warga Desa Gunaksa yang telah membantu dalam proses observasi, 1

Sejarah Singkat Desa Gunakse

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sejarah Singkat Desa Gunakse

KATA PENGANTAR

Makalah ini disusun dalam rangka Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

nilai tugas dalam program studi Arsitektur Bali 2, Universitas Udayana. Judul mekalah

ini adalah “Pola Desa, Bale Desa, dan Bale Banjar pada Desa Gunaksa”.

Dalam makalah ini akan dikaji pemahaman tentangaspek non-fisik dan aspek fisik

dari pola desa, bale desa, dan bale banjar khususnya pada desa Gunaksa.

Tentunya makalah ini masih banyakj kekurangan yang belum disadari sehingga

pada kesempatan kali ini , ucapan terima kasih disampaikan pada semua pihak atas

koreksi yang diberikan untuk memperbaiki makalah ini. Sehingga makalah ini dapat

berguna di dalam pengetahuan arsitektur maupun kepentingan masyarakat luas.

Dalam kesempatan ini ucapan terima kasih tidak terhingga disampaikan untuk

semua pihak yang telah banyak memberi bantuan sehingga terselesaikannya makalah ini,

terutama pada:

1. Ir. I Nengah Lanus, MT. dan

2. Nyoman Susunta, ST. ,M.Erg.,

selaku dosen pembimbing mata kuliar Arsitektur Bali 2,

3. Warga Desa Gunaksa yang telah membantu dalam proses observasi,

4. Dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Denpasar, Januari 2009

Penyusun

1

Page 2: Sejarah Singkat Desa Gunakse

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR................................................................................................................................................iDAFTAR ISI................................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................................................................11.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................................................................21.3 TUJUAN....................................................................................................................................21.4 METODE PENELITIAN....................................................................................................................................2

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN2.1 ASPEK NON FISIK DESA GUNAKSA

2.1.1 SEJARAH DESA GUNAKSA........................................................................................................................32.1.2 LAMBANG DESA GUNAKSA........................................................................................................................42.1.3 LETAK GEOGRAFIS........................................................................................................................52.1.4 LUAS WILAYAH........................................................................................................................5

2.2 ASPEK FISIK2.2.1 POLA DESA........................................................................................................................62.2.2 BALE DESA........................................................................................................................72.2.3 BALE BANJAR........................................................................................................................7

2

Page 3: Sejarah Singkat Desa Gunakse

2.2.4 BALE BANJAR KUNO........................................................................................................................18

BAB III PENUTUP3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................................273.2 SARAN....................................................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................................29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pola lingkungan desa (khususnya desa adat atau pakraman) di Bali berpola linear.

Dengan pembangunan banyak puri pada masa Bali pertengahan (setelah masuknya

pengaruh Majapahit) maka banyak pula dibangun catuspatha sebagai kerangka tempat

3

Page 4: Sejarah Singkat Desa Gunakse

kedudukan berbagai fasilitas pemerintahan dan kota. Keadaan ini nampaknya juga

mempengaruhi desa-desa kuno yang sebelumnya linear murni dikombinasikan dengan

pola catuspatha.

Bale desa biasanya berbentuk Wantilan. Wantilan berasal dari kata wanti yang

berarti berulang-ulang. Dalam hal ini yang diulang-ulang adalah atapnya, sehingga salah

satu cirinya adalah atapnya yang bertumpuk. Ciri lain dari wantilan adalah soko guru

sebagai saka utama yang ada di ring tengah, tiang-tiang serambi yang jumlahnya satu

sampai dua lapis di ring dua dan ring tiga. Lantai berundak-undak untuk melapangkan

pandangan kearah arena yang ada di tengah-tengah wantilan.

Bale banjar merupakan sekelompok bangunan tempat untuk berkumpul krama

banjar dan anggota banjar. Bila ada banyak orang dalam posisi berjajar dalam satu

ruangan, konotasinya adalah mereka melakukan rapat atau pertemuan. Bale banjar yang

memiliki makna yang tinggi dalam upaya untuk menjaga kebersamaan dan kesatuan

warga banjar. Fungsi utama bale banjar adalah untuk menyelenggarakan pertemuan.

Sedangkan fungsi-fungsi lainnya adalah berkaitan dengan penyelenggaraan upacara

keagamaan dan pementasan hiburan. Sekarang fungsi bale banjar berkembang ke

penyelenggaraan resepsi, kantor lingkungan, sampai ke taman kanak-kanak.

Menurut perkembangan jaman dan situasinya rapat warga banjar dilakukan mulai

dari halaman terbuka, bangunan berpanggung dan ruangan luas (hall) yang mengambil

berbagai bentuk. Secara tradisi bentuk bale banjar tidak diatur secara spesifik di dalam

lontar, tetapi mengambil bentuk-bentuk yang umumnya ada di dalam rumah seperti bale

sumanggen, paon, jineng, Kemudian berkembang ke penggunaan bentuk-bentuk

bangunan konvensional dan bentuk-bentuk wantilan. Dalam kenyataan lapangan dari

pendekatan bentuk, masih diketemukan bale banjar tradisional. Bentuk-bentuk yang

dikembangkan semitradisional, semi modern, sampai modern.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja aspek-aspek non fisik dari desa Gunaksa?

2. Apa saja aspek-aspek fisik dari desa Gunaksa?

4

Page 5: Sejarah Singkat Desa Gunakse

1.3 TUJUAN

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memperluas pengetahuan tentang pola

desa, bale desa, dan bale banjar khususnya pada desa Gunaksa.

1.4 METODE PENELITIAN

1.4.1 Metode Pencarian Data

Dalam penelitian ini menggunakan metode Survei yaitu dengan pengamatan

langsung kelapangan dan mencatat data terhadap seluruh aspek-aspek yang ada

di Desa Gunaksa baik Non-Fisik maupun Fisik, melalui wawancara yang

kemudian dikelompokkan sehingga dapat disimpulkan.

1.4.2 Metode Telaah Pustaka

Penulis melakukan pendalaman data atau materi yang didapatkan dari berbagai

sumber seperti buku referensi yang berkenaan dengan materi di yang akan

dibahas sebagai landasan penulisan yang otentik. Metode yang digunakan

adalah mencari literature-literatur.

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 ASPEK NON-FISIK DESA GUNAKSA

2.1.1 SEJARAH SINGKAT DESA GUNAKSA

Desa Gunaksa yang merupakan salah satu Desa di samping desa lainnya di

kecamatan Dawan, mempunyai sejarah tersendiri sebagaimana desa-desa lainnya di

5

Page 6: Sejarah Singkat Desa Gunakse

daerah propinsi Bali. Suatu wilayah desa biasanya dinamai dengan sebuah nama yang

dihubungkan dengan kejadian-kejadian dan peristiwa tercantum dalam Babad dan

prasasti disamping pula cerita dari orang tua di desa tersebut.

Sejarah desa Gunaksa menurut prasasti Tutuan Bukit Buluh oleh Kerajaan Tutuan

dari kerajaan Keling di Jawa datang ke Bali mendirikan pemukiman di sekitar dataran

bebukitan yang akhirnya mencari daerah dasar sesuai dengan keperluan dari penduduk

yang makin berkembang.

Sampailah para leluhur yang mendirikan desa ini di suatu wilayah yang di beri nama

Banjar Belimbing, yang sekarang bernama banjar Patus atau nama lain wilayah tersebut

bernama wilayah Dauh Bingin, Karena dibagian timur wilayah tersebut terdapat pohon

beringin yaitu di wilayah atau komplek SD no.3 Gunaksa. Pohon beringin tersebut

tumbang tahun 1952, saat mendirikan sekolah rakyat Gunaksa yang terlanda lahar akibat

bencana nasional meletusnya Gunung Agung di tahun 1963.

Pada saat para leluhur yang membuat atau membangun permukiman di Banjar

Belimbing beliau membuat suatu pelinggih sebagaimana yang diajarkan oleh ajaran

Hindu bahwa setiap permukiman harus ada:

1. Pelinggih sebagai tanda taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Yahng Widi

Wasa

2. Batas wilayah dikenal dengan nama palemahan

3. Penghuni adalah pawongannya

Guna memenuhi persyaratan dimaksud lalu didirikan sebuah tempat ibadah yang

diberi nama Pura Pewalang Tamah atau Guna Ksaya. Guna berarti segala jenis ilmu

hitam peduduk berkembang akhirnya banyak berkembang. Jadi untuk memberi nama

Desa atau wilayah pemukiman diberi sesuai nama pelinggih yang pertama yaitu Guna

Ksaya yang lahirnya menjadi nama Desa Gunaksa.

Dalam perkembangan sejalan dengan perkembangan wilayah kedesaan yang lain,

maka Desa Gunaksa menjadi satu Desa Administratif yang didukung oleh 7 Dusun yaitu :

1. Dusun Patus ( Banjar belimbing )

2. Banjar Bandung

3. Banjar Nyamping

6

Page 7: Sejarah Singkat Desa Gunakse

4. Banjar Kebon

5. Banjar Tengah

6. Banjar Babung

7. Banjar Buayang.

Sebagai Desa Adat, Desa Gunaksa didukung oleh 7 Banjar Adat yaitu :

1. Banjar Patus ( Banjar Belimbing )

2. Banjar Bandung

3. Banjar Nyamping

4. Banjar Kebon

5. Banjar Tengah

6. Banjar Babung

7. Banjar Buayang.

2.1.2 LAMBANG DESA GUNAKSA

Arti Lambang :

1. Segi lima :

Sebagai Dasar, bahwa masyarakat Desa Gunaksa dalam segala tindakannya

berdasarkan Pancasila.

2. Swastika :

Sebagai Lambang tujuan masyarakat Desa Gunaksa bertaqwa Kepada Tuhan

Yang MAha Esa, sesuai degan ajaran agama Hindu.

3. Padi Kapas :

Merupakan lambing, tujuan masyarakat Desa Gunaksa, agar cukup pangan,

sandang dan papan.

4. Tugu :

Guna Ksaya, atau Pewalang Tamak yang berarti suatu symbol kekuatan yang

bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menjaga masyarakat Desa Gunaksa

dari segala gangguan-gangguan.

5. Tangga :

7

Page 8: Sejarah Singkat Desa Gunakse

Tangga yang banyaknya 7 buah menggambarkan bahwa Desa Gunaksa terdii dari

7 Dusun/banjar.

6. Anak Gembala :

Seorang anak gembala sapi (Rare Angon) yang memberi kemakmuran kepada

desa Gunaksa.

7. Seruling :

Kenyamanan kesenian yang ada di Desa Gunaksa.

8. Dua ekor Sapi :

Dua ekor sapi berwarna hitam dan merah dengan ekor terkulai ketanah, adalah

sapinya Rare Angon yang memberi kemakmuran kepada masyarakat dan Desa

Gunaksa.

2.1.3 LETAK GEOGRAFIS

Desa Gunaksa merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan dawan, terletak

± 3 Km dari Ibu kota kecamatan serta berbatasan dengan:

1. Sebelah utara : Kabupaten Karangasem

2. Sebelah timur : Desa Dawan Kaler, Dawan Kelod, Kusamba

3. Sebelah selatan : Tangkas, Selat Badung

4. Sebelah barat : Desa Sampalan Kelod, Sampalan Tengah, dan Desa Sulang.

2.1.4 LUAS WILAYAH

Desa Gunaksa memiliki luas wilayah 683,006 Ha, yang terdiri dari 1 Desa dinas

dan satu desa adat / Pakraman Gunaksa dan di dukung 7 dusun/banjar.

2.2 ASPEK FISIK

2.2.1 POLA DESA

Pola lingkungan desa (khususnya desa adat atau pakraman) di Bali berpola

linear. Dengan pembangunan banyak puri pada masa Bali pertengahan (setelah

masuknya pengaruh Majapahit) maka banyak pula dibangun catuspatha sebagai

kerangka tempat kedudukan berbagai fasilitas pemerintahan dan kota. Keadaan ini

8

Page 9: Sejarah Singkat Desa Gunakse

nampaknya juga mempengaruhi desa-desa kuno yang sebelumnya linear murni

dikombinasikan dengan pola catuspatha.

Pola perkampungan di Bali dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tata nilai

ritual yang ditempatkan di zona sakral dibagian timur arah terbitnya matahari sebagai

arah yang diutamakan. Pola yang digunakan di desa Gunaksa adalah pola catuspatha.

2.2.2 BALE DESA

Bale desa di Desa Gunaksa berbentuk Wantilan. Wantilan berasal dari kata

wanti yang berarti berulang-ulang. Dalam hal ini yang diulang-ulang adalah atapnya,

sehingga salah satu cirinya adalah atapnya yang bertumpuk. Tumpukan atap wantilan

di Desa Gunaksa ada 2. Ciri lain dari wantilan adalah soko guru sebagai saka utama

yang ada di ring tengah, tiang-tiang serambi yang jumlahnya satu sampai dua lapis di

9

Page 10: Sejarah Singkat Desa Gunakse

ring dua dan ring tiga. Lantai berundak-undak untuk melapangkan pandangan kearah

arena yang ada di tengah-tengah wantilan.

2.2.3 BALE BANJAR

Kata banjar bersinonim dengan kata banjah yang berarti berjajar. Bila ada

banyak orang dalam posisi berjajar dalam satu ruangan, konotasinya adalah mereka

melakukan rapat atau pertemuan. Bale banjar yang memiliki makna yang tinggi

dalam upaya untuk menjaga kebersamaan dan kesatuan warga banjar. Bale banjar

diperkenalkan oleh pedanda Putra Tlaga yang merupakan keturunan Danghyang

Dwijendra. Pelinggih di bale banjar sebagai sarana untuk mempersatukan warga

banjar yang terkemas rapi dalam kegiatan peribadatan. Fungsi utama bale banjar

adalah untuk menyelenggarakan pertemuan. Sedangkan fungsi-fungsi lainnya adalah

berkaitan dengan penyelenggaraan upacara keagamaan dan pementasan hiburan.

Sekarang fungsi bale banjar berkembang ke penyelenggaraan resepsi, kantor

lingkungan, sampai ke taman kanak-kanak.

Tata letak bale banjar mengambil letak-letak strategis yang dipilih di tengah-

tengah wilayah banjar seperti di jalan utama, dipersimpangan, dan dijantung

lingkungan. Tapak suatu bale umumnya dibagi-bagi untuk zone rapat umumnya

mengambil posisi di madua mandala, zona peribadatan di utama mandala, zona servis

di bagian belakang, dan bale kul-kul di bagian depan. Pola tata letak ini mengunakan

aturan Arsitektur Nusantara Bali, seperti misalnya jarak bangunan ke bangunan, jarak

bangunan ke batas tembok batas site, ketentuan itu ditentukan dengan ukuran yang

menggunakan modul panjang telapak kaki dari jarak minimal 3 telapak ditambah satu

melintang (telung tampakangandang ) dan demikian seterusnya sesuai dengan

perwatakan masing-masing, secara umum terdapat natah ditengah-tengah yang

10

Page 11: Sejarah Singkat Desa Gunakse

menjadi pusat orientasi dalam setiap bale banjar. Tempat suci atau tempat ibadah

pada bale bajar kebanyakan merupakan bale pelik ( banguna kecil ) yang terdapat

pada natah banjar atau pada zone utama kaja kangin. Bangunan paon terdapat pada

zone nista atau teben (hilir). Bangunan bale kul-kul adalah bangunan untuk

meletakkan kentongan yang terletak pada sisi jalan dan menjulang tinggi seperti

menara.

Badan bangunan pada bale banjar memakai tiang-tiang kayu berbentuk segi

empat dengan perkuatan bernama sunduk berupa balok tari yang terbuat dari kayu

dihubungkan dari satu tiang ke tiang lainnya sehingga bangunan dapat berdiri dengan

stabil. Untuk kekakuan simpul dipakai perkuatan berupa pasak. Atap bangunan

memakai system struktur yang menyerupai rangka bidang dimana terbentuk dengan

deretan usuk bambu ( iga-iga ) yang disatukan dengan penjepit (apit-apit), ditutup

dengan atap alang-alang yang diikatkan pada usuk. Struktur dan konstruksi pasangan

11

Page 12: Sejarah Singkat Desa Gunakse

batu bata ataupun batu alam dengan perekat tanah liat digunakan untuk bebaturan

(peninggian lantai) dan tembok.

Ornament pada bale banjar umumnya dibuat sederhana misalnya ornament

pada tiang yang disebut kekupakan (prifil). Pada pekerjaan pasangan untuk tembok,

bebaturan, terutama pada bale kul-kul diselesaikan dengan beberapa motif ornament

serta dekorasi seperti pada contoh bale kul-kul pada desa gunaksa.

Bangunan bale banjar tidak terlalu mempermasalahkan utilitas, karena

disamping penguasaan teknologi yang sangat sederhana, juga karena bangunan bale

banjar yang terbuka. Penghawaan dan pencahayaan memanfaatkan potensi alam.

Aktivitas yang dilakukan pada bale banjar umumnya pada siang hari, dan jika

dilakukan pada malam hari maka penerangannya menggunakan lampu minyak kelapa

yang disebut sentir atau penyembean.

Menurut perkembangan jaman dan situasinya rapat warga banjar dilakukan

mulai dari halaman terbuka, bangunan berpanggung dan ruangan luas (hall) yang

mengambil berbagai bentuk. Secara tradisi bentuk bale banjar tidak diatur secara

spesifik di dalam lontar, tetapi mengambil bentuk-bentuk yang umumnya ada di

dalam rumah seperti bale sumanggen, paon, jineng, Kemudian berkembang ke

penggunaan bentuk-bentuk bangunan konvensional dan bentuk-bentuk wantilan.

Dalam kenyataan lapangan dari pendekatan bentuk, masih diketemukan bale banjar

tradisional. Bentuk-bentuk yang dikembangkan semitradisional, semi modern, sampai

modern.

Bale banjar di Desa Gunaksa terbagi menjadi tujuh banjar, yaitu:

1. Banjar Patus ( Banjar Belimbing )

12

Page 13: Sejarah Singkat Desa Gunakse

Banjar Patus sebelumnya di sebut dengan banjar Belimbing. Padas

masa kerajaan, banjar babung dan buayang dianggap tidak cukup untuk

melaksanakan proses kegiatan. Sehingga dibuat banjar Patus. Banjar Patus di

sini dimaksudkan untuk pertemuan karma desa. Banjar ini sebelumnya sangat

susah didirikan sehingga masyarakat sekitar memohon pada Tuhan Yang

Maha Esa untuk dapat mendirikan banjar ini. Masyarakat lalu mendirikan

sebuah pelinggih yang dijadikan sebagai bentuk penghormatan, yaitu sebuah

pelinggih Jero Gede.

13

Page 14: Sejarah Singkat Desa Gunakse

2. Banjar Bandung

14

Page 15: Sejarah Singkat Desa Gunakse

Banjar bandung dibangun karena saat itu masyarakat memerlukan tempat

untuk melakukan meubat.

15

Page 16: Sejarah Singkat Desa Gunakse

3. Banjar Nyamping

16

Page 17: Sejarah Singkat Desa Gunakse

4. Banjar Kebon

Banjar ini terbentuk karena dahulu tempat ini merupakan tempat kubu (tempat

tinggal sementara) yang ada di ladang. Kemudian lama-kelamaan berkembang

sehingga menjadi banjar kebon. Selain itu, dikatakan sebagai banjar kebon

karena terdapat sebuah pura yang dinamakan banjar kebon tuo.

17

Page 18: Sejarah Singkat Desa Gunakse

5. Banjar Tengah

Banjar tengah adalah Banjar yang sifatnya ada di tengah2. Pada saat

berdirinya banjar ini terdapat perbedaan pendapat di antara masyarakat.

Sehingga masyarakat banjar Tengah membuat suatu kelombok yang bertujuan

untuk menengahi berbedaan pendapat tersebut. Banjar tengah setuju dengan

sejarah banjar Patus dan juga banjar Babung.

18

Page 19: Sejarah Singkat Desa Gunakse

6. Banjar Babung

19

Page 20: Sejarah Singkat Desa Gunakse

Banjar Babung merupakan banjar yang berbatasan dengan

kabupaten Karangasem. Babung berasal dari kata bah yang berarti

tumbang dan buung yang berarti tidak jadi. Jadi Babung berarti tidak jadi

jatuh. Maksudnya disini adalah

7. Banjar Buayang.

20

Page 21: Sejarah Singkat Desa Gunakse

2.2.4 Arsitektur Bale Banjar Kuno

Pertumbuhan Arsitektur Nusantara Bali di awali dari berkembangnya kerajaan

Majapahit yang mulai berkuasa di Bali. Kekuasaan Majapahit berasal dari Samprangan

Gianyar sampai di Puri Sueca Pura, Desa Gelgel, Kabupaten Klungkung sekitar 40km

kea rah timur Denpasar. Di daerah yang dekat dengan kerajaan kehidupan masyarakat

lebih mapan, dan penyebaran ilmu arsitektur juga lebih merata. Oleh karena itu akan di

tampilkan adat istiadat yang masih ajeg dan bale banjar yang masih kuno, yaitu banjar

Bandung.

Bale banjar Bandung terletak di desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Kabupaten

Klungkung, Bali. Menurut orang tua di banjar tersebut, Banjar tersebut telah ada sejak

waktu meratu Bali (jaman pemerintahan raja Bali), berarti sebelum masa penjajahan.

Walaupun jaman telah berubah, bale banjar ini tetap mempertahankan

ketradisionalannya. Hal tersebut Nampak dari tampilan material yang alami maupun

bentuk bangunan yang kuno.

Bangunan angkul-angkul atau gerbang berfungsi sebagai pintu masuk ke areal

dalam banjar. Angkul-angkul pada dasarnya adalah sebagai tempat berpegangnya pintu,

namun bangunan tersebut tidak hanya dibuat berdasarkan nilai fungsional melainkan juga

dari nilai estetis. Nilai estretisnya dapat terlihat pada undag (atap angkul-angkul) dibuat

tiga step, menurut perwatakan yang dipercaya di Bali hitungan jumlah step atau anak

tangga harus jatuh pada undag (step pada hitungan jumlah step atau anak tangga haruslah

jatuh pada undag dari kelipatan hitungan undag – gunung – rubuh). Selain itu, angkul-

amgkul yang tinggi akan memberikan kesan keagungan dan menjadi dinamis.

Bagian dari angkul-angkul penamaannya di bagi menjadi beberapa bagian, yakni

bagian bawah tangga disebut suku (kaki), bagian atas suku adalah pengawak (badan), di

atas ambang kosen disebut ulap-ulap, di atas ulap-ulap disebut gidar (dahi), dan atapnya

disebut kereb (kepala). Dari penamaan tersebut dapat di simpulkan bahwa wujud angkul-

angkul mengambil imajinasi dari gadis cantik menawan sehingga proporsi dan

ekspresinya dapat memberi kesan estetis.

Tata letak angkul-angkul banjar ini juga mempertimbangkan proporsinya dengan

jarak pandang yang nyaman, sehingga posisi angkul-angkul tersebut mundur 3 meter dari

tepi jalan. Sehingga jika dari as jalan akan memenuhi perbandingan D/H =1 yakni

21

Page 22: Sejarah Singkat Desa Gunakse

merupakan jarak pandang ideal terhadap bangunan tersebut. Bangunan kecil di depan kiri

dan kanan angkul-angkul menambah dinamisnya unit pintu gerbang ini. FGungsi

bangunan tesebut sebagai pengarah monumental karena bangunan yang bernama bedugul

itu tidak terlalu tinggi. Dibalik kesan pengarah monumental, bedugul yang di sebut juga

apit lawang (pengapit pintu) berfungsi juga sebagai penjaga pintu, yang akan selalu

menghalangi dan mencegah niat jahat untuk masuk ke areal banjar.

Tanpak Depan Ankul-Angkul Banjar Bandung

Tampak dari Dalam

22

Page 23: Sejarah Singkat Desa Gunakse

Bangunan bale banjar yang masih kuno ini, terkomposisi dengan banyak masa,

besar bangunan menyerupai besar bangunan umah (rumah) pada arsitektur nusantara

Bali. Bangunan berorientasi ke ruang terbuka yang disebut natah yang biasanya berada di

tengah-tengah rumah tinggal. Suasana dinamis tercipta dari pola banyak masa, dan unit-

unit bangunan tersbut dapat memberikan kesan terjadinya pengelompokan aktifitas yang

berbeda, dan memang pada kenyataannya setiap bangunan digunakan untuk aktifitas

yang berbeda baik secara permanen maupun temporer. Pengelompokan kegiatan dengan

permanen adalah seperti dapur, tempat pertemuan berbentuk bale bundar, bangunan loji

untuk tempat menyimpn peralatan, sedangkan bale yang lain dalam kegiatan tertentu

seperti mebat (memasak khas Bali), bale dangin maupun bale daja dapatdikelompokan

sebagai aktifitas mengupas bawang dan bagian-bagian kegiatan memasak yang lain.

Bangunan tempat melakukan musyawarah pada banjar ini disebut bale bunder,

terdiri dari delapan buah tiang yang berada pada pinggir bangunan tersebut, sehingga

pada bagian tengah bangunan bebas tiang. Musyawarah dipimpin oleh pengurus banjar

yang disebut kelihan banjar duduk di bagian tengah dan dikelilingi oleh anggota banjar.

Bale bunder ini mempunyai luas lantai sekitar 6,5 m x 6,5 m, menggunakan atap alang-

alang yang membentuk langit-langitnya terlihat berirama antara pasangan usuk bamabu

yang rapi, ruasnya bertemu satu sama lainnya dipadukan dengan jalinan atap alang-alang

dengan jarak yang konstan dan sambuangannya disembunyikan dengan sistim lanang

wadon (urus dan lubang), dan bertambah dinamis lagi dengan pemasangan lis struktural

sebagai penjepit rusuk yang disebut apit-apit. Struktur lainnya yaitu balok tengah yang

disebut pemade dan balok sudut atap yang disebut pemucu, semuanya menyatu menuju

puncak sebagai simpul utama yang disebut petaka dengan ornament bintangan dan

ukiran.

23

Page 24: Sejarah Singkat Desa Gunakse

Bale Bunder

Bale bunder adalah sebuah nama yang berasal dari kaya bunter (bahasa bali) yang

artinya bulat dan sama dengan bundar, dan mana itu dipakai mengingat cara masyarakat

banjar rapat atau musyawarah atau rapat dengan posisi melingkar, sedangkan bentuk

bangunannya berbentuk segi empat. Bangunan bale bunder yang berdiri di tepi jalan dan

letaknya berseberangan dengan areal bale banjar jeroan (di dalam), pada delapan

24

Page 25: Sejarah Singkat Desa Gunakse

tiangnya dilengkapi dengan ornament sesuai dengan arsitektur nusantara bali berupa

kekupakan.

Bale Pemanggangan berfungsi sebagai tempat untuk memanggang sate bila ada

upacara adat. Bale pemanggangan dibuat dengan tiang 4 atau 6 sedangkan tempatnya

dibuat agar asapnya tidak mengganggu aktifitas banjar, maka letaknya di pilih di

bagianbarat daya/selatan karena kegiatan manggang sate dilakukan pagi hari dan udara

berhembus dari utara.

Paon / dapur berfungsi sebagai tempat memasak nasi maupun daging pada waktu

ada upacara adat. Dapur ini dibuat dari tiang 6 atau 9, letak dari dapur ini adalah di

daerah nista atau barat daya sama seperti halnya dengan bale pemanggangan.

Bale Pengekesan berfungsi sebagai tempat ngekes / memarut kelapa untuk bahan lawar.

Bale pengekesan ini berdekatan dengan dapur karena sebelum dikekes atau diparut

kelapa harus dibakar dahulu. Bale pengekesan ini dibuat dengan tiang 6 atau 8.

Bale Pesadonan berfungsi sebagai tempat untuk mencampur lawar bagi tukang sadon,

bale ini diletakan dekat dengan dapur karena tukang sadon sangat erat hubungannya

dalam mengontrol masakan di dapur. Bale ini dibuat dengan tiang 6 atau 8 yang lengkap

dengan bale-balenya.

25

Page 26: Sejarah Singkat Desa Gunakse

Bale Bandung / sekulu bandung berfungsi sebagai tempat mebat atau pesagian

atau makan megibung, bale ini disebut sekulu bandung karena pada dasarnya terdiri dari

2 bale sekulu yang digabung.

Bale Gede Tegak Wayah berfungsi sebagai tempat untuk mebat, tapi di isni

dikhususkan untuk membuat banten, dan merupakan tempat untuk menyimpan daging

ebatan setelah selesai di karang (ditanding). Bale ini dibuat dengan tiang 12 (bale gede)

bila untuk megibung tiap bale berisi 4 unit nasi yang satu unit masing-masing 4 orang,

sehingga satu bale untuk 16 orang dan untuk satu bangunan bale gede untuk 24 orang

makan magibung, letaknya di utara.

Bale Gede Paebatan berfungsi untuk mebat maupun makan megibung yang

bentuk maupun ukuran bangunannya sama dengan bale gede lainnya.

Bale Pengarangan berfungsi sebagai tempat unutk ngarang (nanding) ikan juga

dapat berfungsi untuk makan megibung, bengunan ini dapat dibuat dengan bale gede,

sekenem atau sekulu, letaknya disebelah timur, dan juga bale ini berfungsi sebagai tempat

26

Page 27: Sejarah Singkat Desa Gunakse

untuk upacara.Lesung tempat menumbuk, tempat membuat tepung untuk jajan dan lain-

lain. Gentong batu yang berfungsi untuk setok air keperluan dapur pada saat upacara.

Proporsi bangunan pada bale banjar ini pada umumnya adalah sangat rendah,

dimana ujung atap bangunan ini lebih rendah dari jangkauan tangan normal. Kerendahan

bangunan ini mempunyai kelebihan dalam penaungannya karena sudut sinar yang masuk

pada pagi maupun sore hari menjadi lebih rendah dan pendek, dan apabila aktifitas

dilakukan di atas bale-bale tidak akan terkena sinar matahari langsung. Proporsi seperti

ini tidak dirasa terkesan menekan karena langit-langit ekpose yang miring mengikuti

kemiringan atap membuat kesan tinggi dan volume ruang menjadi besar. Perasaan leluasa

juga didapat dari ketinggian lantai, sekitar 70 cm, dan ketinggian lantai ini membuat

proporsi bangunan menjadi seimbang antara atap, badan bangunan dan kakinya. Garis-

garis horizontal yang terbentuk oleh bale-bale panjang ikut berperan dalam memberikan

kesan kerendahan bangunan sehingga memberikan kesan kestabilan. Pada kenyataannya

bale-bale tersebut disamping berfungsi sebagai tempat duduk juga berfungsi sebagai

struktur pengaku agar tiang bangunan tetap tegak, dengan sistim balok pengikat bernama

sunduk (balok tarik dari kayu), dan menjadi lebih estetis lagi dengan pemasangan umpak

(sendi) di bawah tiang yang juga berfungsi struktural.

Setiap elemen bangunan pada bale banjar selalu dilengkapi dengan ornamen,

misalnya sunduk (balok tarik) yang terletak di bawah bale-bale berfungsi sebagai balok

tarik pengaku struktur, ujung-ujungnya diselesaikan dengan hiasan cunguh bangkung

(hiasan yang menyerupai hidung babi) demikian pula lait (pasak) yang berfungsi untuk

mengunci posisi sunduk terhadap tiang dilengkapi ornament menyerupai dagu, sehingga

apabila terpasang menyatu antara sunduk dan lait tadi akan muncul bentuk menyerupai

mulut binatang. Arsitektur nusantara bali pada umumnya jarang menampilakn dimensi

struktur yang gemuk maupun tebal, sehingga apabila ada balok yang segi empat selalu

sudut-sudutnya dihilangkan atau diprofil seperti terlihat pada kekupakan saka (profil pada

tiang), tadapaksi (balok tari struktur atap), dan waton (bingkai bale-bale).

Tempat suci pada bale banjar belakangan ini pada umumnya terletak pada areal

kaja kangin, posisi seperti itu sesuai dengan konsep arsitektur nusantara bali yakni

menurut tata nilai suatu zoning yang menempati zona utamaning utama (zona yang

paling utama). Namun pada bale banjar bandung ini berbeda dan hampir semua tempat

27

Page 28: Sejarah Singkat Desa Gunakse

suci pada bale banjar yang berada di Desa Gunaksa letak tempat sucinya berada di tengah

(areal pusat natah). Bangunan ibadat pada bale banjar ini berbentuk segi empat dengan

empat tiang mempunyai dua step bebaturan (lantai). Bangunan tempat suci pada banjar

ini disebut bale patok. Jika mengkaji nama patok dalam bahasa bali adalah sebatang kayu

yang ditancap di tanah untuk menambatkan hewan peliharaan, seperti sapi atau kerbau

supaya tidak lepas dari tempatnya. Nama bale patok juga diambil dari pengertian

tersebut, karena bangunan tersebut berfungsi sebagai pengikat bangunan-bangunan yang

mengelilinginya, dan makna lainnya adalah sebagai pengikat persatuan dan kesatuan

antar warga banjar, dan bangunan tempat ibadat bale patok ini merupakan pusat untuk

menggantungkan kesucian pikiran dari seluruh warga banjar.

28

Page 29: Sejarah Singkat Desa Gunakse

Bale Pantokan

Bale loji adalah salah satu bentuk bangunan pada bale banjar yang berbeda

dengan lainnya, bangunan ini terbagi menjadi dua ruang, yakni bagian terbuka dan bagian

tertutup. Pada bagian terbuka digunakan sebagai tempat duduk para pimpinan banjar dan

sebagai ruang koordinasi apabila ada kegiatan pada banjar tersebut. Pada bagian yang

tertutup digunakan sebagai ruang untuk menyimpan peralatan milik banjar apabila

kegiatan telah usai. Nama loji ini merupakan pengaruh dari Belanda (lodge), mengingat

bangunan pada arsitektur nusantara biasanya diberi nama berdasarkan fungsinya.

Proporsi bangunan ini mempunyai laintai yang agak tinggi dan terletak antara luar dan

dalam sehingga bangunan ini sangat strategis untuk mengawasi ataupun berkomunikasi

ke segalam arah, baik halaman banjar yang berada di luar, di alun-alun, maupun di

jeroan.

Alun-alun berfungsi sebagai tempat untuk membuat peralatan upacara misalnya

pekerjaan kayu bambu, atau membuat wadah, Madya, Singa, lembu, atau peralatan

ngaben lalinnya. Bila ada upacara mukur tempat ini berfungsi sebagai Peta suci, alun-

alun berfungsi juga sebagai tempat pertunjukan.

Tempat pengangguran terbuat dari batu lempeng yang besarnya menyerupai kursi untuk

tempat santai.

29

Page 30: Sejarah Singkat Desa Gunakse

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pola lingkungan desa (khususnya desa adat atau pakraman) di Bali berpola

linear. Dengan pembangunan banyak puri pada masa Bali pertengahan (setelah

masuknya pengaruh Majapahit) maka banyak pula dibangun catuspatha sebagai

kerangka tempat kedudukan berbagai fasilitas pemerintahan dan kota. Pola yang

digunakan di desa Gunaksa adalah pola catuspatha.

Bale desa di Desa Gunaksa berbentuk Wantilan. Wantilan berasal dari

kata wanti yang berarti berulang-ulang. Dalam hal ini yang diulang-ulang adalah

atapnya, sehingga salah satu cirinya adalah atapnya yang bertumpuk.

Banjar merupakan kelompok-kelompok organisasi dan merupakan struktur

pemerintahan terbawah dalam sebuah desa adat, dimana di masa perkembangan

saat ini organisasi yang berupa banjar ini pula dimanfaatkan oleh pemerintah

sebagai struktur pemerintahan terbawah berupa ‘dusun’ yang berada dibawah

pemerintahan desa dinas. Maka dari itu banjar mempunyai dua fungsi yaitu:

fungsi adat dan dinas.

Secara umum Arsitektur bale banjar di Bali tidak lagi secara utuh

menerapkan Arsitektur Nusantara Bali, karena telah melakukan perubahan-

perubahan dari petunjuk membangun Arsitektur Nusantara Bali. Perbedaan

tersebut ditandai oleh adanya pemaknaan baru terhadap tata nilai maupun system

nilai, terciptanya masa tunggal, hilangnya natah banjar, orientasi bangunan ke

jalan, bangunan berlapis secara vertical (bertingkat), struktur konstruksi dan

bahan cenderung modern dengan ornament maupun langgam campuran.

30

Page 31: Sejarah Singkat Desa Gunakse

3.2 Saran

Sebaiknya arsitektur nusantara Bali terus dilestarikan, sebab arsitektur

Bali merupakan salah satu kebudayaan di Indonesia yang memiliki ciri

khas yang berbeda dengan arsitektur yang ada di daerah lain.

Dengan ini diharapkan agar arsitektur Bali mendapat perhatian dari

banyak pihak baik itu dari pemerintah, maupun masyarakat.

31

Page 32: Sejarah Singkat Desa Gunakse

DAFTAR PUSTAKA

Lanus, Nengah, 1990,Inventarisasi Perwujudan Bale Banjat di Desa Gunaksa Kabupaten Klungkung, Denpasar : Universitas Udayana press.

- , 2002,Arsitektur Poskolonial: kasus Bale Banjar di Bali,Surabaya : ITS.

Sumber foto :

Dokumentasi pribadi

32