Upload
amrie-baladewa-yang-setia
View
27
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fhyfhfghfghfghfg
Citation preview
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
SOL (SPACE OCCUPYING LESION)
Definisi
Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak . Space occupying lesion (SOL) biasanya disebabkan oleh timbulnya massa yang baru di dalam karnium seperti neoplasma, timbulnya massa baru ini akan menggeser isi intracranial yang normal sebagai konskuensi (Tanti, 2011).
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. (Diangelis, 2001). Setiap penambahan volume intracranial, harus dikompensasi dengan penurunan volume konstituen lainnya (darah dan CSS) secara seimbang. TIK akan meningkat bila mekanisme kompensasi gagal (Tanti, 2011). Suatu lesi yang meluas pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik (Diangelis, 2001).
Space-Occupying Lesions pada otak umumnya berhubungan dengan malignansi namun keadaan patologi lain meliputi abses otak atau hematom. Adanya SOL dalam otak akan memberikan gambaran seperti tumor, yang meliputi gejala umum yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial, perubahan tingkah laku, false localizing sign serta kelainan tergantung pada lokasi tumor (true localizing sign). Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang menyebabkan hidrosefalus atau menginduksi angiogenesis dan edem otak.
Etiologi
Menurut Sualman (2010) penyebab dari Space occupying lesion (SOL) dapat berupa :
Malignansi
Meliputi metastase, glioma, meningioma, adenoma pituitary, dan neuroma akustik merupakan 95% dari seluruh tumor.
Pada dewasa 2/3 dari tumor primer terletak supratentorial, tetapi pada anak-anak 2/3 tumor terletak infratentorial.
Tumor primer umumnya tidak melakukan metastasis dan sekitar 30% tumor otak merupakan tumor metastasis dan 50% diantaranya adalah tumor multipel.
2. Hematoma , yang dapat disebabkan trauma.
3. Abses serebral.
4. Amubiasis serebral dan cystiserkosis.
5. Limfoma yang sering terjadi akibat infeksi HIV.
6. Granuloma dan tuberkuloma.
Gejala klinis
Gejala tumor otak menyebabkan disfungsi neurologis yang progresif. Pada tumor yang jinak dengan pertumbuhan yang lambat, gejala klinis muncul perlahan-lahan. Sehingga kebanyakan tumor otak ditemukan sudah dalamukuran yang cukup besar. Tumor otak yang terletak didaerah otak vital, atau dekat struktur yang pentig akan memberikan gejala klinis yang cepat meskipun ukurannya masih kecil.
Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan lokasinya. Tumor di beberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran yang cukup besar sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya, tumor yang berukuran kecilpun bisa menimbulkan efek yang fatal.
Gejala umum akan dijumpai ganguan fungsi akibat adanya pembengkakan otak dan peninggian tekanan dalam tengkorak kepala seperti :
Nyeri kepala
Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus. Biasanya terlokalisir, tapi bisa menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Mula-mula rasa sakit bisa diatasi dengan analgetik biasa tetapi laam kelamaan obat tidak berkhasiat lagi. Walaupun hampir seluruh penderita tumor otak mengalamin keluhan sakit kepala tetapi pada gejala awal tidak terdeteksi disebabkan oleh banyaknya prevalensi sakit kepala yang bukan saja hanya pada penderita tumor otak, hingga keluhan sakit kepala tidak termasuk sebagai gejala klinis jika tidak dijumpai secara bersamaan dengan tanda atau gejala lain yang mengarah pada tumor otak. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau mengejan (misal saat buang air besar atau koitus). Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada struktur sensitive seperti duramater, pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
Muntah proyektil
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.
Gejala tekanan tinggi intrakranial
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma. Kejang
Kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25 % kasus dan lebih dari 35 % kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2 % penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyeba bangkitan kejang adaalah tumor otak bila :
Bangkitan kejang pertama kali pada usia > 25 tahun
Mengalami post iktal paralisis
Mengalami status epilepsi
Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70 % tumor otak dikorteks, 50 % pasien dengan astrositoma, 40 % pada pasien meningioma, dan 25 % pada glioblastoma.
Lokasi TumorManifestasi Klinis
Lobus frontalis Kelemahan lengan dan tungkai kontra lateral.
Perubahan kepribadian: antisosialis, kehilangan kemampuan inhibisi, kehilangan inisiatif, peneurunan tingkat intelektual.
Lobus temporalis Afasia sensorik
Gangguan lapangan pandang
Lobus parietalis Gangguan sensorik
Gangguan lapangan pandang
Kabingungan menbedakan kanan kiri (tumor dilobus parietalis dominan)
Apraksia (tumor di lobus parietalis non dominan)
Lobus oksipitalis Gangguan lapangan pandang (hemianopsia homonym)
Korpus kalosum Sindrom diskoneksi
Hipotalamus Gangguan endokrin
Batang otak Penurunankesadaran
Tremor
Kelainan gerak bola mata
Abnormalitas pupil
Muntah, cegukan
Cerebellum Ataksi berjalan
Tremor intensional
Dismetria
Disartria
Nistagmus
Gambar1. Manifestasi Klinis Tumor Otak (Dewanto, 2009)
Klasifikasi Tumor
Secara umum, tumor otak dapat dikelompokkan menjadi tumor intraksial, yaitu tumor yang berasal dari parenkimotak (sel saraf dan sel glia)dan yang berasal dari struktur ekstra serebral (Tanti, 2011)
Klasifikas tumor otak berdasarkan topis intracranialnya dibagi menjadi dua, yaitu:
Tumor supratentorial
Hemisfer serebral. Misalnya: meningioma, tumor metastase, glioma.
Tumor midline. Misalnya: adenomapituitari,tumor pineal.
Tumor infratentorial
Pada dewasa. Misalnya: schwanoma akustik, tumor metastase, menigioma, hemangioma, glioma batang otak.
Pada anak-anak.Misalnya: astrositoma serebelar, medulobastoma, epndioma.
Gangguan Keterangan
Tremor intensionalTremor osilasi yang paling jelas pada akhir gerakan halus
AsinergiaKurangnya kerjasama antara otot-otot
Dekomposisi gerakanGerakan dilakukan secara terpisah-pisah bukan sebagai satu gerakan yang utuh
DismetriaKesalahan dalam mengarahkan gerakan
Deviasi dari jalur gerakanSalah tujuan gerakan
DisdiadokokinesisTidak dapat melakukan gerkan yang bergantian
NistagmusOsilasi mata yang cepat saat memandang atau meilah suatu benda
Gambar2. Gejala tumor otak yang spesifik
Patofisiologi
Tumor otak secara umum menyebabkan peningkatan intrakranial (TIK) melalui dua mekanisme dasar yaitu:
Penambahan volume otak oleh jaringan tumor, sehingga terjadi:
Tekanan oleh massa neoplasma
Tekanan oleh oeddema serebri
Mekanisme obstruksi
Obstruksi aliran CSS
Obstruksi system vena
Obstruksi absorbs CSS (Tanti, 2011)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Rontgen tulang tengkorak dan otak hanya memberikan sedikit gambaran mengenai tumor otak.
CT scan kepala atau MRI kepala untuk konfirmasi adanya tumor dan lokasi tumor. MRI lebih sensitive untuk mendeteksi adanya tumor metastasis berukuran kecil. Pada pencitraan panting untuk menentukan apakah benar tumor atau menunjukkan gamabran abses (Dewanto dkk, 2009).
Penatalaksanaan
Beberapa tujuan terapi yaitu:
Meredakan keluhan
Memperbaiki fungsi
Memberikan kenyamanan
Secara umum ada 2 pilihan panatalaksanaan tumor intracranial, yaitu:
Terapi suportif
Terapi definitive
Pembedahan
Radiosurgery
Terapi radiasi
Kemoterapi
Terapi suportif
Terapi suportif berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi neuroligik pasien. Terapi suportif yang utama digunakan adalah antikonvulsan dan kortikosteroid. AntikonvulsanAntikonvulsan diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda seizure. Phenytoin (300-400mg/d) adalah yang paling umum digunakan, tapi carbamazepine (600-1000mg/h). Phenobarbitol (90-150mg/h) dan valproic acid (750-1500mg/h) juga dapat digunakan. KortikosteroidKortikosteroid mengurangi udem peritumoral dan emngurangi tekanan intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilih karena aktifitas mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/h tetapi dosis ini dapat ditambah atau dikurangi untuk mencapai dosis yang yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik. ManitolDigunakan untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
Terapi definitif
PembedahanBertujuan mengurangi efek massa dan edema, melindungi dan memperbaiki fungsi neurologis, mengurangi kejadian kejang, menjaga alirana cairan serebrospinalis, dan memperbaiki prognosis (Dewanto dkk, 2009).
Dasar terapi pembedahan:
Sifat dan stadium tumor primer, bila harapn hidup hanya selama tiga sampai enam minggu, terapi pembedahan terhadap tumor intracranial tidak dianjurkan.
Jumlah focus tumor, dilakukan pada kasus tumor metastasis tunggal, tumor-tumor yang dapat diangkat melalui kraniotomi tunggal (Dewanto dkk, 2009).
Radiosurgery
Menggunakan gamma knife, metastasis umor intracranial yang diameternya lebih dari satu inci biasanya, tidak cocok untuk radiosurgery.
Terapi radiasi
Terapi radiasi mengantarkan radiasi yang mengionisasi sel-sel tumor. Ionisasi ini merusak DNA seltumor dan menghentikan proses pembelahan sel tumor dan menghentikan proses pembelahan seltumor yang pada akhirnya mematikan sel tumor (Dewanto dkk, 2009).
Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan tumor otak pada orang dewasa. Terapi radiasi adalah terapi nonpembedahan yang paling efektif untuk pasien dengan malignant glioma dan juga sangat penting bagi pengobatan pasien dengan low-grade glioma. Kemoterapi
Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam pengobatan pasien dengan melignant glioma. Kemoterapi tidak memperpanjang rata-rata pertahanan semua pasien, tetapi sebuah subgroup tertentu nampaknya bertahan lebih lama dengan penambahan kemoterapi dan radioterapi. Kemoterapi juga tidak berperan banyak dalam pengobatan pasien dengan low-grade astrocytoma. Sebaliknya kemoterapi disarankan untuk pengobatan pasien dengan oligodendroglioma. Prognosis
Rata-rata masa harapan hidup pasien degan terapi yang adekuat kurang lebih hanya enam bulan. Bebrapa data menyatakan 15-30% pasien dapat hidup selama satu tahun, 5-10% dapat bertahan dalam dua tahun setelah terapi diberikan (Dewanto dkk, 2009).
Beberapa factor yang mempengaruhi prognosis pada kasustumor intrakarnial:
Lokasidan jumlah metastasis tumor
Tingkat dan tipe tumor primernya
Ada atau tidaknya metastasis ke organ tubuh lain
Usia pasien
Jumlah metastasis tumor yang dapat diangkat oleh dokter bedah saraf.
DAFTAR PUSTAKA
Diangelis L,M. 2001. Brain Tumor. N Engl J Med, Vol.344, No 2 January 11
Japardi S. 2002. Tekanan Tinggi Intrakranial. FK USU digilab
Dewanto, George, Wita Suwono, Budi Riyanto, Yuda Turana, 2009, Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Tanti A, 2011, Tesis: Hubungan Topis dan Volume Neoplasma Intracrnial dengan Lokasi dan intensitas Nyeri Kepala, FK UNDIP: Semarang.
Sualman K, 2010, Space-Occupying Lesions, FK UNRI: Pekanbaru