TGS HKM ADAT

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    1/13

    HUKUM ADAT

    Pengurusan Harta Bersama dan Status Anak

    Menurut Hukum Adat Minangkabau

    OLEH :

    NAMA : JUMDESRA

    NIM : 0909120219

    SEMESTER : IV A REGULER

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS RIAU

    2011

    1

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    2/13

    KATA PENGANTAR

    Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,

    karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang

    diharapkan. Dalam makalah ini membahas Penyalahgunaan wewenang pihakkepolisian, suatu permasalahan yang selalu dialami bagi masyarakat yang

    menggunakan sepeda motor maupun mobil utuk berkendara.

    Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah yang sangat

    diperlukan dalam suatu harapan mendapatkan keamanan dalam berkendara dan

    sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata

    kuliah Hukum Adat

    Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat,

    Pekanbaru 22 Februari 2011

    Penyusun

    2

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    3/13

    DAFTAR ISI

    Kata pengantar..1

    Daftar isi...2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Latar belakang...........3

    2. Rumusan Masalah .....3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    1. Tentang harato Pusako Tinggi...4

    2. Keputusan Seminar Niniak Mamak........5

    BAB III

    PENUTUP

    Kesimpulan..11

    Saran....11

    DAFTAR PUSTKA

    3

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    4/13

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Penduduk Sumatera Barat yang mayoritas masyarakat Minangkabau dikenal kuat

    berpegang kepada adat, tetapi dapat menerima perobahan norma yang disebabkan oleh

    pergantian penguasa yang lebih luas (negara). Aturan hukum yang berkembang dalam

    masyarakat Minangkabau ada dua bentuk; aturan yang datang dari Tuhan (Islam)

    berupa Al-Quran dan Hadits, dan aturan adat yang juga terdiri dari dua unsur. Pertama

    yang bersifat esensial dan tidak dapat berobah, kedua yang dapat berobah dalam bentuk

    hasil mufakat rapat nagari. Dengan demikian aturan adat Minangkabau terdiri dari

    bentuk adat, adat istiadat, adat yang diadatkan, adat yang teradat. Adat adalah bentuk

    asli yang tidak dapat berobah seperti sistem garis keturunan nasab ibu, peran penghuludan mamak, pembagian nagari menjadi suku, dan hukum alam sebagai dasar falsafah

    adat Minangkabau. Adat istiadat, adalah kebiasaan masyarakat untuk wilayah tertentu

    dalam wilayah Minangkabau, seperti aturan-aturan yang bersifat seremonial. Adat yang

    diadatkan, adalah sesuatu yang datang dari pemerintah (negara) atau pemerintah daerah,

    seperti peraturan luhak dan rantau yang kemudian diubah oleh Pemerintah Kolonial

    Belanda menjadi peraturan kelarasan. Adat yang teradat, adalah aturan berupa hasil

    kesepakatan rapat nagari. Di sini jelas bahwa aturan yang berlaku dan berkembang

    dalam masyarakat Minangkabau cukup bervariasi; hukum Islam, Aturan adat dengan

    segala bentuknya, hukum negara yang bekerja secara bersamaan dalam mengaturhubungan antar individu dan antar kelompok masyarakat.

    2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan penjabaran diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang

    dikaji ialah bagaimana pengurusan harta bersama dan status anak menurut adat

    minangkabau?

    4

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    5/13

    BAB II

    PEMBAHASAN

    1.Tentang harato Pusako Tinggi.

    Perbedaan pandapat tentang harato pusako sebenarnya telah terjadi sejak dari Syekh

    Ahmad Khatib Al.Minangkabawy, malah beliau mengarang sebuah kitab berjudul : Ad

    Doi' al Masmu' fil Raddi 'ala Tawarisi al 'ikwati wa Awadi al Akawati ma'a Wujud al

    usuli wa al Furu'i, yang artinya : Dakwah yang didengar Tentang Penolakan Atas

    Pewarisan Pewarisan Saudara dan anak Saudara Disamping Ada Orang Tua dan Anak.

    Kitab itu di Tulis di Mekah pada akhir abat ke XIX. ( DR Amir Syarifuddin

    Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat Minangkabau 275 ) Namun,beliau

    beda pandapek dengan murid beliau seperti Syekh Dr.H.Abd.Karim Amrullah.

    Murid beliau Syekh Rasul ( H.Abdul Karim Amrullah ) ulama yang belakan ini melihat

    harta pusaka dalam bentuk yang sudah terpisah dari harta pencarian. Beliau berpendapat

    bahwa harta pusaka itu sama keadaannya dengan harta wakaf atau harta musabalah yang

    pernah diperlkukan oleh Umar ibn Kattab atas harta yang didapatnya di Khaybar yang

    telah dibekukan tasarrufnya dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum.

    Penyamaan harta pusaka dengan harta wakaf tersebut walaupun ada masih ada

    perbedaannya, adalah untuk menyatakan bahwa harta tersebut tidak dapat diwariskan.

    Karena tidak dapat diwariskan, maka terindarlah harta tersebut dari kelompok hata yang

    harus diwarisklan.

    Menurut hukum Faraid; artinya tidak salah kalau padanya tidak berlaku hukum Faraid.

    Pendapat beliau ini di ikuti oleh ulama lain di antaranya Syekh Sulaiman ar Rasuli.

    ( DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat

    Minangkabau 278).Kemudian Buya Hamka berpendapat tentang harta pusaka sebagai

    berikut :

    Yang pertama "Bahwa Islam masuk ke Minangkabau tidak mengganggu susunan adat

    Minangkabau dengan PUSAKA tinggi. Begitu hebat perperangan Paderi, hendak

    merubah daki-daki adat jahiliyah di Minangkabau, namun Haji Miskin,

    Haji A.Rachman Piobang, Tuanku Lintau, tidaklah menyinggung atau ingin merombak

    susunan harta pusaka tinggi itu. Bahkan pahlawan Paderi radikal, Tuanku nan Renceh

    yang sampai membunuh ncu-nya (adek perempuan ibunya) karena tidak mau

    mengerjakan sembahyang, tidaklah tersebut, bahwa beliau menyinggung-nyinggung

    susunan adat Itu,Kuburan Tuanku Nan Renceh di Kamang terdapat di dalam Tanah

    Pusako Tinggi". (IDAM hlm 102 )

    Yang kedua : "Tetapi Ayah saya DR. Syekh Abdulkarim Amrullah Berfatwa bahwa

    harta pusaka tinggi adalah sebagai waqaf juga, atau sebagai harta musaballah yang

    pernah dilakukan Umar bin Khatab pada hartanya sendiri di Khaibar,boleh diambil

    5

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    6/13

    isinya tetapi tidak boleh di Tasharruf kan tanahnya. Beliau mengemukan kaidah usul

    yang terkenal yaitu;

    Al Adatu Muhak Kamatu, wal 'Urfu Qa-Dhin Artinya Adat adalah diperkokok, dan

    Uruf ( tradisi) adalah berlaku". (IDAM

    hlm 103)

    Yang ke tiga : Satu hal yang tidak disinggung-singgung, sebab telah begitu keadaan

    yang telah didapati sejak semula,yaitu harta pusaka yang turun menurut jalan keibuan.

    Adat dan Syarak di Minangkabau bukanlah seperti air denganminyak, melainkan

    berpadu satu, sebagai air dengan minyak dalam susu. Sebab Islam bukanlah tempel-

    tempelan dalam adat Minangkabau, tetapi satu susunan Islam yang dibuat menurut

    pandangan hidup orang Minangkabau. (Hamka, Ayahku hlm. 9).

    Yang ke empat : "Pusaka Tinggi" inilah dijual tidak dimakan bali di gadai tidak

    dimakan sando (sandra). "Inilah Tiang Agung Minangkabau" selama ini. Jarang

    kejadian pusako tinggi menjadi pusako rendah, entah kalau adat tidak berdirilagi pada

    suku yang menguasainya (Hamka, dalam Naim, 1968:29)

    2. Keputusan Seminar Niniak Mamak

    I. Keputusan pada Seminar atau Musyawaratan Alim Ulama, Niniak mamak dan cadiak

    pandai Minangkabau pada tanggal 4 s/d 5 Mei 1952 di Bukittinggi maka Seminanr

    menetapkan :

    Terhadap "Harta Pencarian" berlaku hukum Faraidh, sedangkan terhadap "Harta

    Pusaka" berlaku hukum adat

    Kemudian pada Seminar Hukum Adat Minangkabau tahun 1968 di Padang, yang di

    hadiri oleh para cendikiawan dan para ulama Minagkabau, ditetapkan bahwa terhadap

    harta pencaharian berlaku hukum faraidh, dan terhadap hartapusaka tinggi berlakuhukum adat. Selanjutnya, tentang hukum waris diputuskan sebagai berikut :

    Harta pusaka di Minangkabau merupakan harta badan hukum yang diurus dan diwakili

    oleh Mamak Kepala luar dan di dalam peradilan.

    Anak kemenakan dan mamak kepala waris yang termasuk ke dalam badan hukum itu

    masing-masingnya bukanlah pemilik dari harta badan hukum tersebut. (Naim,

    1968:243)Kemudian Dr.Amir Syarifuddin berpendapat, bahwa pewarisan menurut adat

    bukanlah berarti peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris, tetapi peralihan peranan

    6

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    7/13

    atas pengurusan harta pusaka itu. Dengan demikian terlihat adanya perbedaan dalam

    system. Perbedaan tersebut akan lebih nyata dalam keterangan di bawah ini:

    Pertama: harta pusaka melekat pada rumah tempat keluarga itu tinggal dan merupakan

    dana tetap bagi kehidupan keluarga yang tinggal di rumah itu. Harta itu dikuasai olehperempuan tertua di rumah itu dan hasilnya dipergunakan untuk manfaat seisi rumah.

    Pengawasan penggunaan harta itu berada di tangan mamak rumah. Bila mamak rumah

    mati,maka peranan pengawasan beralih kepada kemenakan yang laki-laki. Bila

    perempuan tertua dirumah itu mati, maka peranan penguasaan dan pengurusan beralih

    kepada perempuan yang lebih muda. Dalam hal ini tidak ada peralihan harta. Penerusan

    peranan dalam system kewarisan adat, adalah ibarat silih bergantinya kepengurusan

    suatu badan atau yayasan yang mengelola suatu bentuk harta. Kematian pengurus itu

    tidak membawa pengaruh apa - apa terhadap status harta, karena yang mati hanya

    sekedar pengurus.

    Hal tersebut di atas berbeda sama sekali dengan bentuk pewarisan dalam hukum Islam.

    Dalam Hukum Islam pewarisan berarti peralihan hak milik dari yang mati kepada yang

    masih hidup. Yang beralih adalah harta. Dalam bentuk harta yang bergerak, harta itu

    berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain. Sedangkan dalam bentuk harta yang

    tidak bergerak,yang beralih dalam status pemilikan atas harta tersebut.

    Kedua, dan yang merupakan ciri khas dari harta pusaka ialah bahwa harta itu bukan

    milik perorangan dan bukan milik siapa -siapa secara pasti. Yang memiliki harta itu

    ialah nenek moyang yang mula-mula memperoleh harta itu secara mencancang melatah.Harta itu ditujukan untuk dana bersama bagi anak cucunya dalam bentuk yang tidak

    terbagi-bagi.Setiap anggota dalam kaum dapat memanfaatkannya tetapi tidak dapat

    memilikinya. ( DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat

    Minangkabau 269-270). Maka dengan demikianlah, jelaslah bahwa telah ada

    kesepakatan para alim ulama, niniak mamak, dan cadiak pandai tentang status harta

    pusaka itu sebagai warih bajawek, pusako batolong dari niniak turun kemamak dari

    mamak turun kekemanakan. Dan kemudian diturunkan pula kebawah menurut jalur Ibu

    dalam kaum atau suku yang bersangkutan.Indak buliah dihilang dilanyokkan, kok

    dibubuik layua dianjak mati, dijua indak dimakan bali di gadai indak dimakan sando.

    Kemudian seperti sering saya kemukakan, bahawa harta pusaka itu adalah sebagai

    bukti, "asal usul" bahwa seseorang itu dapat dikatakan keturunan Minang ( Etnis

    Minangkabau) apabila mempunyai harta pusaka tiunggi. Dalam adat dikatokan, "nan ba

    pandam ba pakuburan nan ba sasok bajarami, kok dakek dapek di kakok, kok jauah

    dapek diantakan". Seseorang nan indak punyo atau indak lai mempunyai harta pusaka,

    berarti indak lai basasok bajarami, tidak ba pandam ba pukuburan, maka orang atau

    keluarga yang telah habis harta pusakanya tidakalah lagi langkap Minangnyo. Indak lai

    baurek tunggang, indak bapucuak bulek, atau dengan kato lain kateh indak bapucuak

    kabawah indak baurek orang tersebut dapat juga dikatakan "punah" punah dalam hal

    7

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    8/13

    harta pusaka menurut aturan adat, jika dia meninggal dia dikatakan mati ayam mati

    tunggau. Malah ada pendapat para ahli adat, mangatokan bahwa apabila satu kaum

    sudah abih harato pusakonya, mako indak paralu lai ma angkek seorang panghulu,

    karena adat itu berdiri di ates pusako, cancang balandasan lompek basitumpu.

    Harta pusaka itu adalah sebagai alat permersatu dalam jurai, kaum, dan bagi masyarakat

    Minang pada umum, sekaligus untuk mengetahui, nan sa asa saka turunan menurut jalur

    adat.Harta tersebut juga sebagai harta cadangan, jika ada dunsanak kemanakan yang

    kehidupannya agak susah di perantauan boleh babaliak kakampung uruihlah harata itu.

    Oleh karenanya dapat kita bayangkan jika harta pusaka di Minangkabau di perjual

    belikan, maka masyarakat Minangkabau akan sama nasibnya dengan masyarakat

    daerah-daerah lain, akan tersingkir dari nagari asalnya sendiri Harta itu adalah amanah,

    yang boleh hanya diambil asilnya dan tidah untuak dimiliki, maka harta itu jangan

    sampai ilang atau lenyap ditangan kita. Karena harta itu bukanlah milik pribadi, tetapiadalah milik bersama, maka bersama-sama pula meliharanya.

    Namun, demikian jika ada yang berpendapat dengan mengatakan bahwa harta pusaka

    itu haram, itu adalah haknya.Tetapi bagaimana dengan pendapat para ulama

    Minangkabau diatas, apa itu tidak boleh di katakan sebagai "IJMAK" para ulama

    Minangkabau? Dan selanjutnya, jika pendapat tersebut sudah sangat di yakini bahwa

    harta pusaka tersebut adalah haram menurut Agama. Mulailah terlabih dahulu dari diri

    sendiri, atas harta pusako nan saparuik, nan sakaum atau sapayung sapasukuan dan nan

    sanagari. Adat kan salingka nagari, pusako salingka kaum, tidak ada yang akan

    melarang, jika nan berhak telah sepakat untuk membuat apa saja atas harta pusakatersebut. Dan kepada yang masih meyakini atas pendapat para uluma Minangkabau

    tersebut diatas, tentu juga itu merupakan hak, tidak ada pulah yang boleh memeksa kan

    ke endak. Ini tentu bukan berarti Taklid buta, kerana kita yakin para ulama Minang

    tersebut tentu telah melalui penelitian atau ITIHAT pula.

    Kedudukan ahli waris

    Berdasarkan definisi dari waris menurut hukum adat, maka ahli

    waris = keturunan (keturunan yang lebih dekat ke bawah menutup

    kedudukan keturunan lainnya yang lebih jauh. Diperkuat oleh Kep.

    MA No. 351 K/Sip/1958)

    Harus dilihat susunan kekeluargaan (genealogi) nya.

    1. Matrilineal.

    _ Anak-anak adalah ahli waris dari ibunya saja, dan bukan

    Universitas Airlangga

    8

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    9/13

    Departemen

    merupakan ahli waris dari ayahnya. Harta pencarian

    seorang suami jatuh kepada saudara-saudara kandungnya

    2. Patrilineal.

    _ Anak perempuan bukan ahli waris.

    3. Parental.

    _ Anak adalah ahli waris dari kedua orang tuanya.

    Fakultas Hukum

    Dasar Ilmu Hukum

    Joeni Arianto Kurniawan

    Penggantian waris

    Seorang cucu dapat menggantikan kedudukan

    orang tuanya yang telah meninggal terlebih

    dahulu sebagai ahli waris dari kakekneneknya.

    Universitas Airlangga

    Departemen

    Dasar hukum: Kep. MA No. 351 K/Sip/1958

    Kep. MA No. 141 K/Sip/1959:

    _Dimungkinkan penggantian waris dalam

    garis ke atas dengan pertimbangan rasa

    keadilan dari masyarakat y.b.s.

    Fakultas Hukum

    Dasar Ilmu Hukum

    Joeni Arianto Kurniawan

    Kedudukan anak luar kawin

    9

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    10/13

    Pada umumnya (terutama untuk keluarga

    Jawa) _hanya berkedudukan ahli waris dari

    ibu (&kerabatnya)

    Universitas Airlangga

    Departemen

    Fakultas Hukum

    Dasar Ilmu Hukum

    Joeni Arianto Kurniawan

    Kedudukan anak angkat

    Dilihat tujuan pengangkatan anak y.b.s masyarakatnya

    1. Berkedudukan sebagai ahli waris_jika kedudukan

    anak angkat tsb sbg pengganti anak kandung (ex: utk

    meneruskan garis keturunan pada masy Batak)

    2. Bukan sbg ahli waris_jk kedudukan anak angkat tsb

    tidak utk menggantikan kedudukan anak kandung

    Universitas Airlangga

    Departemen

    (hny sebatas bertujuan menafkahi anak ybs. Ex: masy.

    Jawa).

    Khusus untuk poin 2. ini, dalam perkembangannya tdp

    yurisprudensi yang menyatakan bahwa anak angkat

    berkedudukan sbg ahli waris hanya sebatas harta

    gono-gini (harta bersama) orang tua angkatnya.

    Fakultas Hukum

    Dasar Ilmu Hukum

    Kedudukan anak tiri

    10

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    11/13

    Anak tiri hanya berkedudukan sebagai ahliwaris dari orang tua kandung, sedangkan

    dalam hub.nya dengan orang tua tiri tidak berkedudukan sbg ahli waris.

    11

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    12/13

    BAB III

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Harta pusaka itu adalah sebagai alat permersatu dalam jurai, kaum, dan bagi masyarakat

    Minang pada umum, sekaligus untuk mengetahui, nan sa asa saka turunan menurut

    jalur adat.Harta tersebut juga sebagai harta cadangan, jika ada dunsanak kemanakan

    yang kehidupannya agak susah di perantauan boleh babaliak kakampung uruihlah

    harata itu. Oleh karenanya dapat kita bayangkan jika harta pusaka di Minangkabau

    di perjual belikan, maka masyarakat Minangkabau akan sama nasibnya dengan

    masyarakat daerah-daerah lain, akan tersingkir dari nagari asalnya sendiri Harta itu

    adalah amanah, yang boleh hanya diambil asilnya dan tidah untuak dimiliki, maka

    harta itu jangan sampai ilang atau lenyap ditangan kita. Karena harta itu bukanlah

    milik pribadi, tetapi adalah milik bersama, maka bersama-sama pula meliharanya

    2. Saran

    seharusnya dalam pengertian harta bersama menurut hukum adat minang harus

    diperjelas artinya supaya tidak dapat menimbulkan persamalahn dalam generasi

    yang akn mendatang

    dalam hal harta bersama, kedudukan anak harus lah dengan sesuai adat yang

    telah dikukuhkan oleh ninik mamak dan jangan terlalu mengikuti perkembangan

    zaman.

    12

  • 8/3/2019 TGS HKM ADAT

    13/13

    DAFTAR PUSTKA

    palantaminang.wordpress.com/

    id.wikipedia.org/wiki/Orang_Minang

    www.pelaminanminang.com/

    13