Upload
nzm251190
View
37
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dokter penilitian
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Culex sp.
2.1.1 Taksonomi Culex Sp.
Susunan taksonomi dari Culex Sp yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Klass : Hexapoda
Order : Diptera
Sub order : Nematocera
Famili : Culicidae
Sub Famili : Culicinae
Genus : Culex Sp
(Gandahusada dkk,2000)
2.1.2 Morfologi Culex Sp
2.1.2.1Nyamuk Dewasa
Kepala
Berbentuk bulat atau spheris dan terdapat sepasang mata majemuk. Di
bagian bawah diantara kedua mata terdapat daerah kecil tempat muncul antena
(Hadi dkk,2002).
5
Mata
Satu pasang mata majemuk (compound eyes) yang pada nyamuk jantan
berdekatan (holoptic) dan pada nyamuk betina nampak jelas terpisah (dichoptic).
Mata majemuk ini terdiri dari 300-500 ommatidia (hadi dkk, 2002)
Antena
Setiap antena terdiri dari cincin dasar yang sempit (narrow basal ring),
scape, pedicel dan ruas-ruas antenna yang hampir seluruhnya ditumbuhi flagella.
Satu pasang antenna yang panjang terdiri dari 14-15 ruas, setiap ruas ditumbuhi
flagella (bulu-bulu) yang lebar (plumose) pada yang jantan, sedang pada yang
betina jarang ( betina jarang (pilose). Johnston’s organ adalah organ sensori
yang penting. Terdapat pada pedicel, mengandung banyak scolopidia. Scolopidia
pada nyamuk jantan dapat mendeteksi adanya nyamuk betina. Ketika ada
nyamuk betina mendekat, getaran suara yang ditimbulkan oleh sayapnya akan
ditangkap oleh antenna nyamuk jantan, antenna meneruskan getaran pada
cincin dasar, yang akan ditangkap oleh scolopidiayang terdapat di pedicel.
Mulut (mouth part)
Termasuk jenis penusuk dan penghisap (piercing and sucking) dan terdiri
dari dua palpus dan satu proboscis. Proboscis ini merupakan alat penusuk yang
tersusun atas satu buah labium, satu buah hypopharinx, satu pasang mandibula,
satu pasang maxilla, satu pasang labium yang di ujungnya terdapat sepasang
labella (hadi dkk,2002)
Thorax
Terdiri dari tiga segmen yaitu prothorax, mesothorax dan metathorax, tiap
segmen terdapat sepasang kaki. Dari mesothorax, selain sepasang kaki juga
keluar sepasang sayap. Dari metathrax, selain sepasang kaki juga sepasang
6
halter, yaitu sayap yang rudimenter, berguna untuk mengatur keseimbangan
tubuh. Dari sisi dorsal bagian thorax (scutum) ini nampak berbentuk ovid atau
degiempat, tertutup bulu bulu atau sisik. Bagian ini sangat membesar karena
mengakomodasi otot-otot untuk terbang. Dibagia belakang scrutum adalah
scutellum (Hadi dkk,2002).
Abdomen
Memiliki bentuk memanjang, silindris dan terdiri dari sepuluh segmen, dua
segmen terakhir mengadakan modifikasi menjadi alat genetalia dan anus
sehingga yang nampak delapan segmen. Bagian abdomen ini berwarna coklat
terang.
Gambar 2.1 Kepala Culex Jantan Gambar 2.2 Culex dewasa
2.1.2.2Stadium Telur
7
Gambar 2.3 Telur Culex SpBentuk telur nyamuk Culex Sp lonjong dengan corona berbentuk mangkuk
dan tidak mempunyai pelampung.Telur Culex Spdi letakkan berderet-deret
seperti rakit di permukaan air (Hadi dkk, 2002; Mehlhorn dkk, 2001).
2.1.2.3Stadium Larva
Terdiri dari emapat stadium larva yaitu larva 1, larva 2, larva 3. Dan larva
4. Ciri-ciri morfologi larva dapat dipelajari dengan mudah pada larva 3 dan larva
4. Larva terdiri dari kepala, thorax dan abdomen (Staf pengajar parasitologi
FKUB, 2004). Larva Culex sp. memiliki siphon yang tumbuh langsing dan pecten
yang berbentuk sempurna dan pada umumnya memiliki lebih dari satu pasang
kelompok rambut (hair tuft)(Hadi dkk. 2002) secara umum morfologi larva
nyamuk culex sp. adalah sebagai berikut:
Kepala
o Oval atau segi empat, pipih dengan arah dors ventral
o Memiliki satu pasang antena pendek
o Mempunya satu set mulut (mouth part dan mouth brushes yang
diperlukan untuk makan)
o Sepasang mata majemuk
Thorax
8
o Terdiri dari tida segmen yang bergabung satu sama lain sehingga
berbentuk segi empat
o Tidak mempunyai kaki
Abdomen
o Silindris, makin ke ujung posterior makin ramping
o Terdiri dari 10 segmen
o Segmen ke 8 mempunyai siphon dan dua segmen terakhir melekuk ke
ventral dan berisi brushes dan anal gills (Staf pengajar parasitologi FKUB
2004)
Gambar 2.4 Larva Culex sp. (Hydro-kosmos, 2007)
2.1.2.4Stadium Pupa
Suatu berntukan yang menyerupai koma, merupakan stadium yang “non
feeding” (tidak makan). Kepalanya menyatu dengan thorax, dan disebut sebagai
cephalothorax. Gerakannya khas (jerky movement), dan pada waktu istirahat
akan mendekati permukaan air untuk bernafas dengan breathing tube(breathing
trumpet) yang terdapat pada sisi dorsal thorax. Pada segmen terakhir dari
abdomen terdapat sepasang “paddle” untuk berenang (staf penjar parasitologi
FKUB 2004; brown and belding, 1994).
9
Gambar 2.5 Pupa Culex sp. (Doggett, 2002)
2.1.3 Siklus Hidup
Nyamuk Culex Sp melewati 4 tahapan dalamsiklus hidupnya,yaitu
telur,larva,pupa dan dewasa. Proses moulting dan metamorfosis nyamuk
dicetuskan dan dikoordinasikan oleh circulating hormones yaitu hormone
ecdysteroid dan hormone juvenile (Hadi dkk,2002).
Culex Sp menempelkan telur-telurnya secara bersamaan membentuk
rakit. Jumlahnya dapat mencapai 200 atau lebih yang mengapung di air dengan
panjang 0,25 inchi dan lebar 0,125 inchi. Pada suhu 300 C telur-telur yang
diletakkan dalam air akan menetas dalam 1-3 hari. Namun,pada suhu 160 C
membutuhkan waktu sampai 7 hari untuk menetas (hadi dkk,2002).Kebanyakan
telur-telur ini berkembang menjadi larva dalam waktu 48 jam.
Larva hidup di air dan naik ke permukaan untuk bernafas.Makanan larva
adalah mikro –organisme dan bahan-bahan organik yang tersedia di dalam
air.Larva-larva ini mengalami moulting atau melepaskan kulit sebanyak 4 kali dan
berkembang menjadi lebih besar setiap kali moulting.Jika sudah berlangsung 4
kali maka larva-larva ini akan berubah menjadi pupa.Seperti telah di jelaskan
sebelumnya,proses moulting dan metamorfosis nyamuk dicetuskan dan
dikoordinasikan oleh circulating hormones yaitu hormone ecdysteroid dan
10
hormone juvenile.Kerja hormon ecdysteroid adalah meregulasi onset
(permulaan) dan timing (pengaturan waktu)moulting.Hormon juvenile menentuka
bentuk perubahan yang terjadi,contohnya,larva menjadu larva atau menjadi
pupa.Ketika kadar hormone juvenile di dalam hemolymph berada di bawah kadar
normalnya,maka larva akan bermetomorfosis menjadi pupa.
Stadium pupa yaitu fase tanpa makan dan sangat sensitive tarhadap
pergerakan air.Stadium ini hanya berlangsung dalam waktu 2-3 hari (Hadi
dkk,2002), tetapi dapat di perpanjang sampai 10 hari pada suhu
rendah,sedangkan di bawah 10 C tidak ada perkembangan. Kulit pupa tersobek
oleh gelembung udara dan oleh kegiatan bentuk dewasa yang melepaskan
diri(Hadi dkk,2002)
Nyamuk dewasa beristirahat di permukaan air untuk menguatkan
tubuhnya dan mengeringkan sayapnya sebelum terbang.Nyamuk dewasa jantan
hanya tahan hidup selama 6-7 hari,sedangkan yang betina dapat mencapai 2
minggu di alam.Baik nyamuk jantan maupun betina mengambil nutrisi yang
mereka butuhkan dari tumbuh-tumbuhan dan rerumputan.
Gambar 2.6 Siklus Hidup Nyamuk (Department Parasitology, 2000)
2.1.4 Tempat Perkembangbiakan
Secara umum Culex Sp membutuhkan tempat perkembangbiakan
(breeding place) sebagai berikut:
11
Air yang tegenang
Segala macam air, terutama yang kotor (polluted water)
Khusus pada Culex pipienfatigans membutuhkan air yang tercemar,
sedangkan pada Culex tritaenorhynchus membutuhkan air beras sebagai
breeding place (Brown, 1994).
2.1.5 Sifat-Sifat Nyamuk Culex Sp Secara Umum
Nyamuk tertarik terhadap cahaya,pakaian berwarna gelap,manusia serta
hewan.Hal ini di sebabkan oleh perangsangan zat-zat yang di keluarkan
hewan,terutama karbon dioksida dan beberapa asam amino,dan lokalisasi yang
dekat pada suhu hangat serta kelembaban.Beberapa spesies nyamuk bersifat
antropofilik dan yang lain bersifat zoofilik atau ornitofilik (Hadi dkk,2002).Nyamuk
Culex Sp bersifat zoofilik yaitu lebih menyukai binatang sebagai mangsanya
daripada manusia.Namun pada densitas Culex yang sangt padat,nyamuk ini
dapat menyerang manusia (Suharsono,2000).
Nyamuk Culex betina mempunyai kebiasaan menghisap darah hospesnya
pada malam hari.Seperti halnya nyamuk Culicini lain,jarak terbang nyamuk Culex
biasanya pendek,yaitu beberapa puluh meter saja.Nyamuk Culex Sp dapat
menggigit baik didalam maupun diluar rumah (Gandahusada ,2000).
2.1.6 Pengendalian Terhadap Nyamuk Culex Sp.
Pengendalian nyamuk Culex Sp yang merupakan vector berbagai macam
penyakit di bagi menjadi 2,yaitu pengendalian alami dan bantuan.Pengendalian
alami merupakan pengendalian yang berhubungan dengan ekologi.Pengendalian
secara buatan merupakan pengendalian yang dilakukan oleh manusia
(Gandahusada,2000).Pengendalian buatan di bagi menjadi:
12
Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dengan cara mengelola lingkungan
(environmental management),yaitu memodifikasi atau memanipulasi lingkungan,
sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok (kurang baik) yang dapat
mencegah atau membatasi perkembangan nyamuk (Gandahusada,2000).
Pengendalian Kimiawi
Pengendalian ini meliputi insektisida, zat pengatur pertumbuhan
serangga, feromon, dan bahan sterilisasi kimiawi.
o Insektisida
Insektisida dapat digolongkan menjadi insektisida anargonik dan organik.
Contoh insektisida anargonik diantaranya Paris green, HCN, kapur belerang,
CS2, timah-arsenikum dan lain-lain. Kelemahan insektisida organik adalah
sifatnya yang relatif tidak spesifik,tidak terlalu beracun serangga dan di perlukan
jumlah yang besar untuk di gunakan di lapangan.Hal ini menyebabkan semakin
luasnya pemakaian insektisida organik terutama yang sintetik sebagai pengganti
insektisida anargonik tersebut (Hadi dkk,2002).
Beberapa insektisida organik sintetik diantaranya adalah organoklorin
(DDT, lindane, endrin, dieldrin dan lain-lain), organofosfat (parathion, malation,
temefosatau abate dan lain-lain),dan analog sintetik dari alkaloid-alkoloid
fisostigmin (golongan karbamat).Semua senyawa organoklorin bekerja sebagai
racun syaraf.Sedangkan organofosfat dan carbamat cara kerja utamanya adalah
dengan menghambat enzim cholinesterase (ChE) (Hadi dkk,2002).
Klasifikasi insektisida berdasarkan mekanisme kerjanya menurut IRAC
(Insectiside Resistance Action Comitee) adalah (IRAC, 2005):
13
- Penghambat asetilkolinesterase, contoh: carbamates dan
organophosphates
- GABA-gated chloride channelantagonist, contoh: cycloienes dan
fiproles
- Modulator kanal sodium, contoh pyrethroids dan pyrethrins
- Modulator reseptor asetilkolin, contoh spinosyns
- Aktivator kanal klorida, contoh avermectine, emamectin benzoate
milbemycin
- Juvenile hormone mimics, contoh: methoprene, hydroprene,
fenoxycarb, dan pyriproxifen
- Fumigants, contoh: methyl bromide, aluminium phosphide dan
sulfurylfloride
- Selective feeding blocker, contoh: cryolite dan pymetrozine -
Penghambat pertumbuhan, contoh: clofentezine, hexythiazox dan
etoxazole.
- Penghambat proses oksidasi fosforilasi (sehingga tidak terbentuk ATP),
contoh: diafenthiuron dan organotin miticides.
- Penghambat kopling oksidasi fosforilasi contoh: chlorfenapyr
- Penghambat magnesium stimulated ATPase, contoh: propargite
- Penghambat biosintesa chitin, contoh benzoylureas
- Penghambat biosintesa Chitin type I-Homopteran, contoh buprofezin
- Penghambat biosintesa Chitin type 2-Dipteran, contoh: cryomacine
- Ecdysone agonist, contoh: tebufenazole
- Octopaminergic agonist, contoh. Amitraz
14
- Penghambat transport elektron site 1, contoh: hydromethynon dan
dicofol
- Penghambat tansport elektron site H, contoh: rotenone, METIacaricides
- Penghambat kanal natrium, contoh: indozacarb
Syarat-syarat Insektisida yang baik :
- Efektif: memiliki kemampuan mematikan hama yang cukup tinggi.
- Aman: terhadap manusia dan lingkungan sekitar.
- Ekonomis
o Zat Pengatur Pertumbuhan Serangga.
Di kenal dengan istilah insect growthregulator (IRG) adalah senyawa
kimia alami atau sintetik yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan
metamorfosis serangga. Sejauh ini yang banyak di kembangkan sebagai
penghambat IGR adalah hormon juvenile dan ecdysteroid.WHO menggolongkan
IGR dalam 3 kelompok yaitu Juvenoid,Chitinsynteticinhibitor dan zat pengatur
pertumbuhan serangga lainnya (Hadi dkk,2002).
o Feromon
Cara ini di lakukan dengan memanfaatkan senyawa kimia yang di
keluarkan oleh serangga yang mutlak di perlukan dalam kehidupannya.Ada
bermacam-macam feromon.Feromon seks adalah jenis feromon yang paling
banyak di pakai untuk pengendalian serangga hama kehilangan orientasi dan
tidak dapat mengadakan kopulasi (Hadi dkk,2002).
o Bahan Sterilisasi Kimiawi (Kemosterilan)
Kemosterilan adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan suatu
penghambatan sperma atau sel telur,kematian sperma atau sel telur setelah di
15
reproduksi,atau secara genetis mengganggu pembentukan sel telur atau sperma
sehingga tidak akan dapat menghasilkan keturunan (Hadi dkk,2002).
Pengendalian Mekanik
Cara pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang
langsung dapat membunuh,menangkap,atau menghalau,menyisir,mengeluarkan
serangga dari jaringan tubuh.Menggunakan baju pelindung,memasang kawat
kasa di jendela merupakan cara untuk menghindarkan hubungan (kontak) antara
manusia dengan vektor (serangga) (Gandahusada,2000).
Pengendalian Fisik
Pada cara ini di gunakan alat fisika untuk pemanasan,pembekuan dan
penggunaan alat listrik untuk pengadaan angin,penyinaran cahaya yang dapat
membunuh atau mengganggu kehidupan serangga (Gandahusada,2000).
Pengendalian Biologik
Cara pengendalian biologik dengan memperbanyak pemangsa sebagai
musuh alami bagi serangga. Beberapa golongan Nematoda
(Romanomermisiyengari, R.Culiciforax), bakteri (Bacillusthuringensis, B.
Sphaericus), protozoa (Pleistophoraculicis, Nosemaalgerae) dan virus
(Cytoplasmicpolyhygrosis) dapat dipakai sebagai pengendalian larva nyamuk.
Arthopoda seperti Arrenurusmadarazzi dapat di pakai sebagai pengendali
nyamuk dewasa. Predator atau pemangsa yang baik untuk pengendalian larva
nyamuk terdiri dari beberap jenis ikan (Panchaxpanchax, Lebistusreticularis dan
gambusiaaffinis), larva nyamuk yang berukuran lebih besar (Culexfuscanus),
juga larva capung dan Crustaceae (mesocyclops ) (Gandahusada,2000).
Pengendalian Genetika
16
Pengendalian bertujuan mengganti populasi serangga yang berbahaya
dengan populasi baru yang tidak merugikan.Beberapa cara dengan
memandulkan serangga jantan,mengkawinkan antar strain nyamuk dapat
menyebabka sitoplasma sel telur tidak dapat ditembus oleh sperma sehingga
tidak terjadi pembuahan disebut, cytoplasmicincompatibility. Mengkawinkan
serangga antar species terdekat akan mendapatkan keturunan jantan yang steril
disebut hybridsterility (Gandahusada,2000)
2.2 Tinjauan tentang Filariasis
2.2.1 Perkembangan Penyakit Filariasis
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi Wucherria bacrofti. Yang
bertindak sebagai perantara adalah nyamuk Culex Sp. sedangkan hspes difinitif
nya adalah manusia, kera atau anjing. Lingkaran hidup filaria ini dimulai dari
penghisapan mikrofilaria dari darah atau jaringan oleh vektor (hospes perantara).
Kemudian pada tubuh vektor, mikrofilaria bermetamorfosis menjadi larva stadium
1,2 dan 3 yang merupakan bentuk infektif. Apabila vektor tersebut mengigit
manusia, maka larva infektif tadi akan ikut masuk ke dalam tubuh manusia
adalah reaksi akut berupa peradangan akibat infestasi larva dan reaksi kronik
berupa sumbatan pembuluh limfe. Yang terahir bisa disebut elefantiasis, bila
sumabatan limfe terjadi di tengan inguinal menyebabkan kaki membesar seperti
kaki gajah
2.2.2 Perkembangan dan Epidemiologi di Indonesia
Di Indonesia penyakit Filariasis tersebar luas hampir diseluruh. propinsi.
Berdasarkan hasil survei pada tahun 2000 tercatat sebanyak 1553 desa. sebagai
17
lokasi endemis. Hasil. survei laboratorium, melalui pemerikasaaan darah jari,
raat-rata Microfilariarate 3,1%, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing
Filaria dan sekitar 1000 juta. orang mempunyai resiko tinggi untuk tertular karena
nyamuk penyebarannya sangat luas (Suharsono, 2005).
Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari
genus Anopheles, Culex, Mansonia,dan Aedes yang dapat berperan sebagai
vektor penularan Filariasis atau kaki gajah(Suharsono,2005).
2.2.3 Etiologi dan Patogenesa Filariasis
Seseorang dapat terinfeksi penyakit Filariasis apabila orang tersebut
digigit nyamuk yang infektif, yaitu nyamuk yang mengandung larva
(Wuchereriabancrofli, Brugiamalayi, dan Brugiatimori) stadium III . Nyamuk
tersebut meadapat cacing Filaria kecil (mikrofilaria) sewaktu menghisap darah
penderita yang mengandung mikrofilaria atau binatang reservoir yang
mengandung microfilaria. Siklus penularan penyakit kaki gajah ini melalui dua
tahap yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk dan tahap kedua
perkembangan dalam tubuh manusia, (hospes) dan reservoir (Suharsono, 2005).
2.3 Tinjauan tentang Japanese Encephalitis
2.3.1 Perkembangan Penyakit Japanese Encephalitis
Japanese Encephalitis (JE) adalah suatu penyakit yang menyerang
susunan saraf pusat (otak) yang mengakibatkan radang otak mendadak yang
disebabkan oleh virus JE. Penyakit JE bukanlah penyakit baru, tetapi sudah lama
dikenal di Bali. Penelitian di RSUP Sanglah, bulan Oktober 1990 sampai dengan
18
bulan Nopember 1992 dari 49 kasus yang diduga, ternyata 20 kasus (40,8%)
positif menderita JE.
Untuk dapat berlangsungnya penyakit ini diperlukan adanya vector
penular dan reservoir (sumberinfeksi). Yang bertindak sebagai vector adalah
nyamuk jenis culex sedangkan reservoir adalah babi, sapi, kuda, kera, kambing,
burung, dan lain-lain. Ternak babi mempunyai peran terpenting yang bertindak
sebagai satu-satunya induk semang penguat (amplifier host) dari virus JE.
Apabila nyamuk dapat menggigit bangsa burung dan hewan yang mengandung
virus JE, kemudian menggigi babi maka pada babi jumlah virus akan meningkat
secara tajam. Babi menjadi demam dan virus berada dalam sirkulasi darah
(viremia).
2.3.2 Perkembangan dan Epidemiologi di Indonesia
JE merupakan. penyakit endemis di negara-negara Asia termasuk
Indonesia. Penyakit ini menyerang semua, umur. Kasus JE di daerah tropis
seperti Indonesia, ditemukan sepanjang tahun secara endemis. Namun, pada
bulan-bulan tertentu terutama musim hujan menunjukkan adanya peningkatan
kasus. Di Denpasar, proporsi umur terbanyak menderita JE adalah 2-3 tahun
(Suharsono, 2005).
2.3.3 Etiologi dan Patogenesa JapaneseEncephalitis
Japanese Encephalitis disebabkan oleh JEV, termasuk Arbovirus grup B,
genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai sifat yaitu berberttuk sferis,
diameternya 40-60 mikrometer, inti virion terdiri dari asam ribonukleat (RNA).
Memililiki kaspid dan selubung di bagian luarnya. Virus relatif labil terhadap
panas, rentan terhadap pengaruh desinfektan, detergen, pelarut lemak dan
enzim proteolitik (Suharsono, 2005).
19
Segera setelah Culex yang terinfeksi virus tersebut diatas menggigit
manusia yang rentan, virus menuju sistem getah bening disekilar tempat gigitan
nyamuk (kelenjar regional) dan berkembang biak,kemudian masuk ke peredaran
darah. Hal ini menimbulkan viremia yang pertama. Viremia tersebut sangat
ringan dan berlangsung sebentar. Lewat aliran darah virus menyebar ke organ
tubuh seperti susunan syaraf pusat dan organ ekstraneural. Sebagai akibat
adanya infeksi oleh virus maka permeabilitas sel neuron meningkg
mengakibatkan cairan dari luar sel mudah masuk kedalam sel, sehingga timbul
edemasitotoksik. Adanya edema dan kerusakan syaraf pusat ini memberikan
manifestasi klinik berupa enchepalitis (Suharsono, 2005).
2.4 Tinjauan tentang Chikungunya
2.4.1 Perkembangan Penyakit Chikungunya
Chikungunya berasal dari bahasa, Swahili yang berarti "yang berubah
bentuk atau bungkuk" (Kompas, 2003). Sekitar 200-300 tahun lalu, virus
Chikungunya merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan atau savana
di Afrika. Pada manusia ,virus, Chikungunya pertama kali diidendfikasi di Afrika
Timur tahun 1952, seteiah terjadi wabah di Tanzania. Virus ini termasuk
keluarga, Togaviridae, Genus alphavirus, danditularkan terutama oleh nyarnuk
AedesAegypti (Suharsono, 2005).
Padaliterature lain dikatakan bahwa nyamuk Culex Sp dapat berperan
sebagaivektor penyakit ini (Huda, 2005)
Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit Chikungunya di Bangkok
(Thailand) dan Vellore, Madras (India) menunjukkan bahwa terjadi gelombang
epidemi dalam interval 30 tahun. Satu gelombang epidemi umumnya
berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat ringan sehingga
20
sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor
(nyamuk penular) dan status kekebalan penduduk (Suharsono, 2005).
2.4.2 Epidermiologi dan Perkembangan Chikungunya di Indonesia
Di Indonesia, demam Chikungunya dilaporkan pertama kali di Samarinda
tahun 1973. Kemudian pada tahun 1980 menjangkit KualaTungkal dan Jambi.
Tahun 1983 merebak di Martapura, Ternate, dan Yogyakarta (Kompas,
2003).Setelah vakum hampir 20 tahun, pada awal tabun 2001 kejadian luar biasa
(KLB) demam Chikungunya terjadi di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh.
Disusul Bogor bulan Oktobcr. Demam Chikungunya berjangkit lagi di Bekasi
(Jawa Barat), Purworejo dan Klaten Pawa Tengah) pada tahun 2002 (Kompas,
2003). Di Jawa Timur (Jatim) sejumlah warga. yang mengalami gejala klinis yang
mengarah pada demam Chikungunya sejak Desember 2002 hingga. Februari
2003 setidaknya mencapai 450 orang (Kompas,2003)
2.4.3 Etiologi dan Patogenesa Chikungunya
Virus Chikungunya ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk.
Masa inkubasinya dua. sampai empat hari, sementara manifestasinya tiga
sampai sepuluh bari. Gejala demam Chikungunya mirip dengan
demamberdarahDengue yaitu. demam yang tinggi,menggigil, sakit kepala, mual,
muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot serta. bintik-bintik merah pada kulit
terutama badan dan lengan. Bedanya dengan DemamBerdarahDengue, pada
Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan ( Schok ) maupun kematian
(Suharsono, 2005) Penyakit ini termasuk selflimitingdisease atau. hilang dengan
sendirinya. Namun rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu.sampai
bulan (Suharsono, 2005). Nyeri terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki
serta persendian tangan dan kaki (Kompas, 2003). Tidak ada vaksin maupun
21
obat khusus untuk Chikungunya. Terapinya dengan minum obat penurun panas,
penghilang rasa sakit, istirahat yang cukup, serta mengkonsumsi makanan
bergizi (Suharsono,2005)
2.5 Resistensi
Saat ini penggunaan pestisida kimia di Indonesia dan seluruh dunia masih
tinggi di berbagai sektor pembangunan, seperti sektor pertanian dan kesehatan.
Dari hasil kegiatan deteksi dan monitoring, resistensi jumlah dan keragaman
jenis serangga yang menunjukkan fenomena ketahanan terhadap satu atau
beberapa jenis atau kelompok pestisida, semakin meningkat. Setiap jenis
organisme, termasuk Culex Sp, mempunyai kemampuan mengembangkan
populasi tahan terhadap pestisida. Ketahanan di lapangan diindikasikan oleh
menurunnya efektivitas pengendalian dengan pestisida. Proses seleksi
pengembangan ketahanan pestisida tidak tejadi dalam waktu singkat, tetapi,
berlangsung selama banyak generasi yang diakibatkan oleh perlakuan pestisida
secara terus-menerus.
Fenomena evolusi tersebut dapat dijelaskan sebagal berikut. Dalam
setiap populasi organisme selalu terdapat species-species yang peka terhadap
abate dan yang tahan terhadap abate. Jumlah atau frekuensi species yang tahan
terhadap abate sebenarnya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah species
yang peka terhadap abate. Penggunaan abate terus-menerus mengakibatkan
jumlah species yang peka terhadap abate dalam suatu populasi menjadi semakin
sedikit sehingga species yang tersisa. adalah species yang tahan terhadap
abate. Species yang tahan terhadap abate ini akan kawin satu dengan yang
lainnya sehingga menghasikan keturunan yang tahan terhadap abate pula.
22
Akhimya, populasi didominasi oleh species yang tahan terhadap abate yang
dapat tetap hidup, dan berkembang biak.
Setiap jenis serangga, seperti nyamuk Culex Sp mampu mempertahankan
dan mewariskan sifat resisten pada keturunannya dalam waktu yang lama.
Populasi serangga yang sudah tahan terhadap satu atau lebih jenis pestisida
biasanya dapat mengembangkan sifat ketahanan terhadap senyawa lain lebih
cepat, khususnya bila senyawa baru mempunyai mekanisme resistensi yang
sama dengan senyawa-senyawaa sebelumnya. Beberapa faktor yang
mempengaruhi laju perkembangan ketahanan adalah konsentrasi, frekuensi,
dan luas penyemprotan pestisida, yang membentuk tekanan seleksi pada
populasi serangga. Dalam kondisi yang sama, populasi serangga yang menerima
tekanan seleksi yang lebih keras akan berkembang menjadi populasi yang tahan
terhadap pestisida dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan populasi
yang menerima tekanan seleksi lebih lemah.
Di Indonesia, penggunaan abate secara intensif untuk pengendalian
Culex Sptelah berjalan lebih dari 25 tahun penggunaan pestisida tersebut dalam
waktu lama untuk sasaran yang sama tentu telah memberikan tekanan seleksi
yang mendorong berkembangnya populasi Culex Sp yang tahan terhadap abate
lebih cepat. Hal ini terjadi terutama di tempat-tempat endemik JE yang sering
diperlakukan dengan pestisida tersebut.Menurut database program
ResistentPest Management dari Michigan State University, Amerika Serikat,
dilaporkan bahwa sampai tahun 2003 nyamuk Culex Sptelah tahan terhadap 16
kelompok pestisida. di 44 negara, tidak termasuk Indonesia. Dari sekian banyak
kasus yang dilaporkan, ketahanan nyamuk Culex Sp terhadap abate dilaporkan
tejadi di 24 negara. Di negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia, nyamuk
23
Culex Sptelah dilaporkan tahan terhadap abate pada tahun 1976. Laporan
tentang ketahanan Culex Sp di Indonesia belum tercatat tidak dapat diartikan
bahwa Indonesia bebas dari masalah resistensi pestisida. Kemungkinan data
mengenai Indonesia belum masuk di database 10 karena hasil penelitian tentang
hal itu masih terbatas, atau bila ada, mungkin belum tercatat secara
internasional. Namun, berdasarkan informasi di negara-negara yang berdekatan
dengan kita tersebut, kekhawatiran bahwa nyamuk Culex Sp di Indonesia sudah
tahan terhadap abate pada tahun 2004 ini perlu memperoleh perhatian serius
dari pihak yang bersangkutan.
2.6 Obat nyamuk elektrik
Gambar 2.7 obat nyamuk elektrik Gambar 2.8 isi obat nyamuk elektrik
Obat anti nyamuk Culex quinquefasciatus berbentuk gabus berwarna
biru yang dapat diuapakan dengan alat pemanas khusus untuk mengedalikan
nyamuk efektif untuk ruangan sampai 40m3. Tidak menimbukan asap dan debu.
Bahan aktif yang terkandung didalam cairan hit elektrik adalah d-aletrin 0.01 lg/l.
2.7 Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
2.7.1 Klasifikasi A. bilimbi L.
Belimbing wuluh dapat diklasifikasikan sebagalberikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
24
Super Divisi : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Famili : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : A. bilimbiL.
2.7.2 Morfologi Tumbuhan Belimbing wuluh
Gambar 2.8 belimbing wuluh Gambar 2.9 belimbing wuluh
Belimbing wuluh A. bilimbi L. Merupakan tumbuhan berjenis pepohonan
yang hidup diketinggian dari 5 sampai 500 meter diatas permukaan laut.
Tanaman ini mudah sekali tumbuh dan berkembang biak melalui cangkok atau
persemaian bijinya. Jika ditanam lewat biji, pada usia 3-4 tahun, ia sudah mulai
berbuah, yang setahunnya bisa mencapai 1.500 buah. Buahnya lonjong, warna
buahnya hijau muda bila masih muda, jika sudah matang berwarna kekuningan
kusam mengandung banyak air dan rasanya asam segar (Dewi dkk.2009).
2.7.3 Kandungan Bahan Akfif
25
Kandungan belimbing wuluh terdiri dari saponin, tanin, sulfur, glukosida,
kalsium oksalat, asam format dan peroksida (Khairina.2009). belimbing wuluh
juga mengandung alkaloid dan flavonoid (Surya.2008).
2.7.4 Efek insektisidabelimbing wuluh A. bilimbi L.
Salah satu bahan insektisida yang terdapat pada belimbing wuluh adalah
flavonoid. Flavonoid termasuk senyawa heterosiklik oksigen aromatik yang
tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi dan berfungsi sebagai pemberi
pigmentasi kuning, merah, dan biru pada tumbuhan. Flavonoid ini jika terabsorpsi
dan masuk rongga badan akan mengakibatkan terjadinya permeabilitas rongga
menjadi rusak dan hemolinfe didistribusi dengan sempurna. Kerusakan pada
sistem pernafasan dan rongga badan akan mengakibatkan kematian yamuk.
26