Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR
Faktor-faktor penghambat dalam Penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada Proyek
Konstruksi Indonesia : Studi Kasus Proyek Konstruksi di Kota Makassar
Disusun Oleh:
NOVIANTO PAMBUDI
D111 13 519
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
`
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘aalamin, atas rahmat dan hidayah yang telah
dilimpahkan oleh Allah SWT., maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini,
yaitu sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa di dalam tugas akhir yang sederhana ini terdapat
banyak kekurangan dan sangat memerlukan perbaikan secara menyeluruh.
Tentunya hal ini disebabkan keterbatasan ilmu serta kemampuan yang dimiliki
penulis, sehingga dengan segala keterbukaan penulis mengharapkan masukan dari
semua pihak.
Tentunya tugas akhir ini memerlukan proses yang tidak singkat.
Perjalanan yang dilalui penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak lepas
dari tangan-tangan berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan, baik
berupa materi maupun dorongan moril. Olehnya itu dengan segala kerendahan
hati, ucapan terima kasih, penghormatan serta penghargaan yang setinggi-
tingginya penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu, yaitu
kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, yaitu ayahanda Bambang Soenarto, dan ibunda
Widayati, atas kasih sayang dan segala dukungan selama ini, baik spritiual
maupun materi, serta seluruh keluarga besar atas sumbangsih dan dorongan
yang telah diberikan.
iii
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Wahyu H. Piarah, MS., M.Eng, selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Bapak Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, MT. selaku Ketua Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Ibu Dr. Rosmariani Arifuddin, ST. MT, selaku dosen pembimbing I, atas
segala kesabaran dan waktu serta nasihat yang telah diluangkannya untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga
terselesainya penulisan tugas akhir ini.
5. Bapak Suharman Hamzah, ST. MT. Ph.D. Eng. HSE. Cert, selaku dosen
pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga terselesainya
penulisan tugas akhir ini.
6. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Makassar.
7. Saudara-saudariku seangkatan 2013 Teknik Sipil, yang senantiasa
memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Keep
on Fighting Till The End.
8. Saudara saya di Laskar yaitu Muh Rizky, Raiyan Ardyansyah, Hendra
Triantoro, Maharditya, Satria DC, Maulana dan Iswal Fajar yang selalu
memberikan semangat kepada saya
iv
Tiada imbalan yang dapat diberikan penulis selain memohon kepada Allah
SWT., melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, Aamiin. Semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, Februari 2018
Penulis
v
Faktor-faktor penghambat dalam Penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada Proyek
Konstruksi Indonesia
Novianto Pambudi
Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jalan Poros Malino Km 6
Gowa, Sulawesi Selatan – Indonesia
E-mail : [email protected]
Dr.Rosmariani Arifuddin, ST. MT Suharman Hamzah, ST.MT,PhD. Eng, HSE Cert Pembimbing 1 Pembimbing 2
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jalan Poros Malino Km 6 Jalan Poros Malino Km 6
Gowa, Sulawesi Selatan – Indonesia Gowa, Sulawesi Selatan – Indonesia
ABSTRAK
Konstruksi merupakan salah satu bagian dari proses pembangunan yang sangat
penting. Kebutuhan akan infrastruktur semakin hari semakin meningkat, akan tetapi
industri konstruksi ini sering kali menjadi penyebab utama pada masalah lingkungan.
Seringkali industri konstruksi bertentangan dengan kelestarian alam dan ketersediaan
sumber daya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu konsep pemikiran yang jauh lebih luas,
yang tidak hanya memikirkan kebutuhan saat ini akan tetapi juga memperhitungkan
kebutuhan yang terjadi pada generasi mendatang, konsep ini disebut dengan pembangunan
berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang menjadi kendala
paling dominan dalam penerapan konstruksi berkelanjutan pada proyek konstruksi
gedung. Penelitian ini dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner yang ditujukan
kepada orang-orang yang terlibat dalam proyek konstruksi dari pihak kontraktor dan
pemilik proyek untuk mengisi kuesioner penelitian. Pengolahan data pada penelitian ini
menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi
20. teknik analisis data menggunakan uji validitas, reliabiliitas dan menggunakan
sistem ranking dari skor tertinggi sampai yang terendah pada setiap faktor. Hasil dari
analisa deskriptif terhadap sampel yang ada, menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel
terpenting yang menghambat penerapan Konstruksi Berkelanjutan di antaranya yaitu:
Pemisahan biaya antara biaya awal konstruksi dengan biaya operasional, Diperlukan
waktu lebih lama selama proses pra-konstruksi dan Ketersediaan bahan dan peralatan
untuk konstruksi berkelanjutan. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk
menambah pengetahuan mengenai permasalahan utama yang menghambat pelaksanaan
konsep Konstruksi Berkelanjutan
Kata Kunci : Konstruksi Berkelanjutan , faktor penghambat konstruksi berkelanjutan
vi
Obstacle Factors in Implementation of Sustainable Construction in Indonesia
Construction Project
Novianto Pambudi
Mahasiswa S1 Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jalan Poros Malino Km 6
Gowa, Sulawesi Selatan – Indonesia
E-mail : [email protected]
Dr.Rosmariani Arifuddin, ST. MT Suharman Hamzah, ST.MT,PhD. Eng, HSE Cert Pembimbing 1 Pembimbing 2
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Jalan Poros Malino Km 6 Jalan Poros Malino Km 6 Gowa, Sulawesi Selatan – Indonesia Gowa, Sulawesi Selatan – Indonesia
ABSTRAK
Construction is one part of the development process is very important. The need for
infrastructure is increasingly improved, but the construction industry is often a major cause
of environmental problems. Often the construction industry contrary to the conservation of
nature and availability of resources. Therefore needed a concept that is much broader idea,
which not only think about current needs but also take into account the needs that occur on
the next generation, this concept is called sustainable development. That requires an
assessment of a building to say how big the building is in conformity with the concept of
sustainable development. This study aims to determine what factors become the most
dominant obstacle in the implementation of sustainable construction on building construction
projects. This study was conducted by distributing questionnaires addressed to people
involved in construction projects from contractors and project owners to fill out the research
questionnaires. Data processing in this study using the help of SPSS (Statistical Product and
Service Solution) program data analysis techniques use the validity test, reliability and use
the ranking system from the highest score to the lowest on each factor. The results of
descriptive analysis of the existing samples indicate that there are three most important
variables that hinder the implementation of Sustainable Construction among them, this 3
variables are: Separation of costs between the initial cost of construction with operational
costs, It takes longer time during the pre-construction process and Availability of materials
and equipment for sustainable construction. The results of this study can be used to increase
knowledge about the main issues that hinder the implementation of the concept of
Sustainable Construction
Keywords: Sustainable Construction, obstacle of sustainable construction
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ...................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
ABSTRAC ................................................................................................. ………… vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ……….. viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ……….. xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ……….. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
1.5. Batasan Masalah ............................................................................... 4
1.6. Sistematika Penulisan ....................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pendahuluan ..................................................................................... 6
2.2. Pembangunan Berkelanjutan ............................................................. 6
2.3. Konstruksi Berkelanjutan .................................................................. 9
2.4. Strategi Penerapan Konstruksi Berkelanjutan .................................... 16
2.5. Hambatan dari Penerapan Konstruksi Berkelanjutan ......................... 19
viii
2.6. Peraturan Menteri Nomor 05 Tahun 2005 ......................................... 26
2.7. Aplikasi dari Prinsip Keberlanjutan pada Proyek Konstruksi ............. 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Pendahuluan ..................................................................................... 34
3.2. Tahapan Identifikasi......................................................................... 34
3.3. Pemilihan Stretegi Penelitian ........................................................... 36
3.4. Proses Penelitian ............................................................................... 40
3.4.1 Metode Analisis data .......................................................... 41
3.5. Diagram Alir Penelitian ................................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Umum Pembahasan ................................................................ 45
4.1.1. Karakteristik Responden........................................................ 47
4.2. Pengujian Validasi dan Reabilitas .................................................... 49
4.2.1. Uji Validitas ......................................................................... 50
4.2.2. Uji Reliabilitas ..................................................................... 52
4.2.3. Mean dan Ranking ............................................................... 55
4.3. Pembahasan ..................................................................................... 61
4.3.1. Pembahasan Faktor Dominan ............................................... 61
4.3.1.1 Pemisahan biaya antara biaya awal konstruksi dengan
biaya operasional ................................................................... 61
4.3.1.2 Diperlukan waktu lebih lama selama proses pra-konstruksi
.............................................................................................. 63
4.3.2.3 Ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi
berkelanjutan ......................................................................... 66
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 69
5.2. Saran ................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tiga Elemen Pembangunan Berkelanjutan .................................... 9
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Konstruksi Berkelanjutan ....................................... 13
Gambar 2.3. Alur Pikir Penerapan Konstruksi Berkelanjutan .............................. 28
Gambar 2.4. Tahapan pada Proses Konstruksi .................................................... 31
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian .................................................................. 43
Gambar 4.1. Jabatan Responden.......................................................................... 47
Gambar 4.2. Pendidikan Responden … ....................................................... …. 48
Gambar 4.3. Pengalaman Responden di Dunia Konstruksi .................................. 49
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Prinsip dan Strategi Penerapan Konstruksi berkelanjutan .................... 17
Tabel 2.2. Karakteristik dari Sustainable Building and Construction .................... 18
Tabel 3.1. Skala Faktor Penghambat Penerapan Konstruksi Berkelanjutan .......... 36
Tabel 3.2. Identifikasi Indikator Penghambat Penerapan Konstruksi
Berkelanjutan ....................................................................................... 39
Tabel 4.1. Profil Umum Responden ..................................................................... 45
Tabel 4.2. Pengelompokkan Responden .............................................................. 46
Tabel 4.3. Uji Validitas ....................................................................................... 51
Tabel 4.4. Uji Reliabilitas Cronbach’s Alpha ....................................................... 53
Tabel 4.5. Reliability Statistics ............................................................................ 54
Tabel 4.6. Nilai Mean dan Ranking ..................................................................... 55
Tabel 4.7. Hasil Pengelompokan Faktor Dominan ................................................ 59
Tabel 4.8. Hasil Faktor-Faktor Dominan .............................................................. 60
Tabel 4.9. Hasil Faktor-Faktor Dominan Akhir.................................................... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri konstruksi merupakan industri yang mencakup semua pihak yang
terkait dengan proses konstruksi termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi,
juga para pemasok yang bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam
industri (Hillebrandt, 1985). Dibandingkan dengan industri pabrikan
(manufacture), bidang konstruksi mempunyai karakteristik yang sangat spesifik
dan unik., dimana setiap proyek menghadirkan persoalan yang berbeda pada
setiap proses pengerjaannya. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang mempengaruhi
proses suatu proyek konstruksi berbeda satu sama lain (Ervianto, 2004).
Konstruksi merupakan salah satu bagian dari proses pembangunan yang
sangat penting. Kebutuhan akan infrastruktur semakin hari semakin meningkat,
akan tetapi industri konstruksi ini sering kali menjadi penyebab utama pada
masalah lingkungan. Seringkali industri konstruksi bertentangan dengan
kelestarian alam dan ketersediaan sumber daya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
konsep pemikiran yang jauh lebih luas, yang tidak hanya memikirkan kebutuhan
saat ini akan tetapi juga memperhitungkan kebutuhan yang terjadi pada generasi
mendatang, konsep ini disebut dengan pembangunan berkelanjutan. Untuk itu
dibutuhkan penilaian terhadap suatu bangunan untuk mengatakan seberapa besar
bangunan tersebut telah sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
2
Konstruksi Berkelanjutan menjadi konsep yang sesuai untuk mencegah
kerusakan lingkungan terus berlanjut dan memutuskan mata rantai eksploitasi
sumber daya alam (SDA) yang tidak terbarukan.
Dengan menerapkan pembangunan yang ramah lingkungan atau
konstruksi yang berkelanjutan dapat meminimalisasi penumpukan limbah sisa
pembangunan dan mampu mereduksi pemakaian sumber daya alam yang
jumlahnya kian waktu semakin berkurang. Dari konsep green contruction ini
limbah – limbah sisa pembangunan yang masih bagus dapat digunakan secara
berkelanjutan dari proyek satu ke proyek yang lainnya yang secara tidak langsung
sudah menghemat pemakain sumber daya alam, dalam hal ini manajer proyek
sebagai orang berwenang mengatur , mengawasi dan pembuat keputusan sangat
berpengaruh dalam penghematan sumber daya alam yang dipakai.
Davy Sukamta (2009) menyatakan bahwa pengusaha konstruksi di
Indonesia memandang penerapan konsep green construction masih belum
menguntungkan dan mereka belum memikirkan kualitas yang akan dihasilkan.
Pada hal kenyataannya dalam penerapan konsep green construction tidak akan
mengurangi kualitas, bahkan bisa sebaliknya. Oleh sebab itu konsep green
construction akan tetap terbuka lebar untuk dikaji dan diterapkan di Indonesia.
Mengingat akan konstruksi berkelanjutan dapat tercipta jika pembangunan
tersebut dapat memenuhi tiga tujuan sekaligus, yaitu aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan, penulis merasa perlu meneliti tentang implementasi konstruksi
berkelanjutan pada proyek konstruksi terutama proyek konstruksi bangunan di
kota Makassar
3
Atas dasar inilah, penulis memilih judul sebagai tugas akhir :
“Faktor-faktor penghambat dalam Penerapan Konstruksi
Berkelanjutan pada Proyek Konstruksi Indonesia : Studi Kasus Proyek
Konstruksi di Kota Makassar”
1.2 Rumusan Masalah
Diperlukan penelitian yang menjawab apa yang harus dilakukan untuk benar-
benar menerapkan konstruksi berkelanjutan, untuk itu terdapat pertanyaan yang
harus terjawab pada penelitian ini, yaitu “
a) Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menjadi dominan dalam
menghambat penerapan konsep konstruksi berkelanjutan
b) Menganalisis bagaimana faktor-faktor tersebut menghambat penerapan
konstruksi berkelanjutan?
c) Bagaimana faktor-faktor tersebut dikembangkan dalam penerapan
konstruksi berkelanjutan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penyusunan penelitian ini adalah:
a) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor dominan
yang menghambat penerapan konstruksi berkelanjutan dalam suatu proyek
kontruksi pembangunan gedung di Kota Makassar
b) Mengetahui bagaimana faktor-faktor tersebut menghambat penerapan
konstruksi berkelanjutan.
4
c) Menyusun strategi penerapan di lapangan dalam penilaian
penghambat penerapan konstruksi berkelanjutan
1.4 Ruang Lingkup
a) Penelitian ini fokus pada factor-faktor pemghambat konstruksi
berkelanjutan pada proyek konstruksi di kota Makassar
b) Penelitian ini dilakukan dari perspektif kontraktor pada proyek konstruksi
c) Penelitian ini akan melibatkan para responden yang terlibat di proyek
konstruksi
1.5 Manfaat Penelitian
Diharapakan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi
sebagai berikut :
a) Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai referensi akademik mengenai
konstruksi berkelanjutan dan dapat digunakan sebagai acuan untuk
meningkatkan kualitas manajer proyek dalam kepeduliannya terhadap
kondisi lingkungan dalam pekerjaan proyek konstruksi
b) Memberikan wawasan pada dunia konstruksi akan pentingnya keselarasan
antara pembangunan dengan kelestarian lingkungan.
1.6. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
5
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjuan Pustaka
Bab ini terdiri kajian pustaka yang mengulas tentang penelitian sebelumnya yang
pernah dilakukan serta landasan teori yang memuat teori-teori yang digunakan
dalam lingkup tugas akhir ini, diantaranya adalah strategi penerapan konstruksi
berkelanjutan, hambatan dari penerapan konstruksi berkelanjutan, aplikasi dari
prinsip keberlanjutan pada proyek konstruksi, dan manajemen lingkungan
bangunan
Bab III : Metodologi Penelitian
Dalam bab ini dijelaskan mengenai jenis penelitian, variabel penelitian, instrumen
penelitian, prosedur dan teknik pengumpulan data, metode pengolahan dan
analisis data yang akan dipakai dalam penelitian ini
Bab IV: Analisis Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data. Dalam bab inilah akan
dijelaskan tentang pengolahan serta analisis data penelitian ini.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Akhir dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan dan saran yang nantinya
diharapkan dapat menjadi masukan bagi semua kalangan yang akan atau sudah
berkecimpung dalam bidang usaha konstruksi.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan kajian literatur yang berkaitan dengan konstruksi
berkelanjutan dan indikator-indikator penerapannya, kemudian akan dibahas juga
penjelasan umum dan teori mengenai sistem penilaian yang dilakukan
terhadap suatu proyek untuk mengidentifikasi seberapa besar penerapan
konstruksi berkelanjutan.
2.2 Pembangunan Berkelanjutan
Terdapat dua sudut pandang yang saling bertolak belakang dalam
menempatkan hakikat manusia di dalam lingkungan. Pertama adalah pandangan
yang meyakini bahwa lingkungan dan segala isinya tercipta untuk
memenuhi kebutuhan manusia semata dan ketika suatu pilihan
dihadapkan antara kepentingan manusia dan lingkungan, maka kepentingan
manusia harus selalu berada diatas segalanya, pandangan seperti ini disebut etika
Antroposentris
Senada dengan hal tersebut, menurut Rusmadi (2008) nalar antroposentrisme
merupakan penyebab utama munculnya krisis lingkungan. Antrosentrisme
merupakan suatu etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat
ekosistem. Cara pandang antroposentris ini menyebabkan manusia
mengeksploitasi dan menguras sumber daya alam dengan sebesar-besarnya demi
kelangsungan hidupnya.
7
Sassi (2006) menambahkan bahwa ancaman terhadap lingkungan bukan
hanya akibat ulah aktivitas manusia, tetapi juga akibat membengkaknya populasi
manusia, terutama pada negara berkembang dengan standar kehidupan
rendah/miskin. Korelasi antara kerusakan lingkungan dengan kemiskinan terletak
pada cara pengolahan sumber daya alam dan buangan limbah tanpa disertai upaya
pemulihan yang tepat akibat keterbatasan pengetahuan, keuangan dan
teknologi yang memadai
Pandangan Kedua adalah pandangan yang menempatkan lingkungan
dengan segala isinya dan manusia berdiri sejajar dan masing-masing berhak untuk
memiliki tempat di muka bumi, pandangan seperti ini disebut sebagai non-
Antroposentris/Ekosentris. Saat ini tidak sedikit berbagai pihak mulai menyadari
pentingnya etika Ekosentris.
Komisi PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1987 di
bawah pimpinan Gro Harlem Brundtland menelurkan suatu kesepakatan mengenai
keterkaitan antara konsep pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang
kemudian dikenal sebagai konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), yaitu suatu pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat saat ini tanpa mengabaikan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Herman Daly dalam bukunya yang berjudul Steady State Economics
(1991) menyebutkan beberapa keadaan yang harus terpenuhi untuk
mencapai kondisi sustainability (Sassi, 2006, hal.2), sebagai berikut:
8
tingkat penggunaan sumber daya terpulihkan tidak melebihi masa
regenerasi.
tingkat penggunaan sumber daya tidak dapat dipulihkan dapat dikurangi
dengan pengembangan sumber daya pengganti.
tingkat emisi polusi tidak melebihi kapasitas daya asimilatif lingkungan.
Dalam upaya menerapkan pembangunan berkelanjutan, hal utama yang
harus dipersiapkan adalah kematangan cara berpikir manusia dalam
memposisikan dirinya dalam lingkungan. Sependapat dengan Sassi (2006), walau
bagaimananapun menanggalkan cara berpikir antroposentris tidaklah mudah
apalagi dalam penerapannya terutama bagi masyarakat dengan standard
kehidupan rendah/miskin.
Etika dan gerakan lingkungan yang ditawarkan oleh Teori Ekosentrisme
memang menarik. Harus kita akui bahwa ini tidak mudah, karena menyangkut
pekerjaan besar mengubah mental dan perilaku individu dan juga masyarakat
dunia. Yang dihadapi adalah tembok kecenderungan materialisme dengan pola
produksi dan konsumsi yang sedemikian eksesif (Therik, 2008).
Untuk itu diperlukan pembangunan berkelanjutan yang tidak sebatas pada
perbaikan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan dikatakan berhasil apabila
mencakup dua lingkup kebijakan lainnya yaitu keberlanjutan
pembangunan ekonomi, dan keberlanjutan pembangunan sosial.
9
Gambar 2.1.Tiga Elemen pembangunan Berkelanjutan
(Sumber: Danusastro, 2010)
Skema pembangunan berkelanjutan terdapat pada titik temu tiga lingkup
lingkungan, sosial dan ekonomi (gambar 1), yang menjelaskan bahwa
pembangunan berkelanjutan memerlukan tiga sektor yang sama kuat dan
saling menunjang, yaitu: pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan dari
akibat buruk pembangunan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat
(Danusastro,2010).
2.3 Konstruksi Berkelanjutan
Proses pembangunan konstruksi memiliki nilai penghasil limbah dengan
jumlah yang cukup besar, hampir sekitar seperlima dari semua limbah yang
berkaitan dengan kegiatan industri adalah milik industri konstruksi. Limbah
ini dihasilkan pada setiap tahap dalam proyek konstruksi yang normal, dari
10
pemilihan bahan dan material, pengolahannya, pengemasan, transportasi,
penggunaannya di lapangan, kegiatan perbaikan hingga pembuangannya
(V.Darsono ,1995)
Menurut UNEP (United Nations Environment Programme), konstruksi
berkelanjutan (Sustainable construction) adalah cara industri konstruksi untuk
berkembang mencapai kualitas pembangunan berkelanjutan, dengan
memperhitungkan pelestarian lingkungan, sosial-ekonomi dan budaya,
manajemen konstruksi, material, kualitas operasional bangunan, konsumsi energi
dan sumber daya alam. Konstruksi berkelanjutan membutuhkan pemikiran yang
mendalam, dibutuhkan sinergi antara berbagai metode dan pendekatan dengan
eksplorasi teknologi engineering, perencanaan dan berbagai strategi yang
mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
Prinsip mendasar dari pembangunan konstruksi berkelanjutan adalah
untuk menjaga bumi dalam kondisi yang mendukung kehidupan bagi generasi
yang akan datang. Konstruksi berkelanjutan pada lanjutannya adalah untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan generasi masa depan dalam
memenuhi kebutuhannya di masa datang.
Oleh karena itu dalam konteks global pembangunan berkelanjutan harus
dilihat dari setidaknya 3 aspek utama :
1. Kemajuan Sosial
2. Pertumbuhan Ekonomi
3. Keseimbangan Ekologi
11
Pada awalnya, pemahaman akan sustainabilitas dalam pembangunan
konstruksi hanya menekankan bagaimana mengatasi permasalahan yang tidak
lebih dari terbatasnya sumber daya yang ada, yang hingga saat ini tetap
menjadi dasar sebuah proyek pembangunan konstruksi, yaitu keterbatasan akan
biaya, waktu dan mutu.
Kemudian pemahaman tersebut berkembang, dengan menekankan lebih
kepada permasalahan teknis dalam konstruksi, seperti material, komponen
bangunan, teknologi konstruksi dan pelestarian energi yang berkaitan dengan
konsep desain. Sedangkan saat ini, pemahaman akan sustainabilitas dalam dunia
konstruksi semakin jauh berkembang, dan lebih menekankan kepada
permasalahan non-teknis, dan ini sangat penting untuk mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan, aspek-aspek non-teknis ini antara lain seperi
aspek ekonomi, aspek sosial, aspek kebudayaan, warisan-warisan budaya dan
lainnya.
Hal ini mengingat bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan hal penting
yang harus dilakukan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dan salah satu hal yang dapat menjadi pemicu dan pendorongnya
adalah kegiatan jasa konstruksi, dan terutama penerapan akan konsep konstruksi
berkelanjutan didalamnya (CIB,1999).
Berdasarkan Permen PUPR No. 05/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum
Implementasi Konstruksi Berkelanjutan pada Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang
Pekerjaan Umum dan Permukiman, Pembangunan berkelanjutan berangkat dari
suatu tujuan yang mulia, yaitu mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi
masyarakat saat ini dan bagi generasi yang akan datang. Kondisi berkelanjutan ini
12
dapat tercipta jika pembangunan tersebut dapat memenuhi tiga tujuan sekaligus,
yaitu aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan mempertimbangan ketiga
aspek tersebut, pembangunan akan dirasakan manfaatnya oleh seluruh
masyarakat. secara inklusif, tidak memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup, dan dengan penggunaan sumber daya yang lebih efisien.
Pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan infrastruktur dapat mengubah kondisi dan
fungsi lingkungan hidup, baik alam maupun kehidupan sosial, yang dalam siklus
hidupnya - mulai tahap pemrograman, perencanaan teknis, pelaksanaan
konstruksi, pemanfaatan, hingga pembongkaran akan mengkonsumsi banyak
sumber daya dan memberikan dampak kepada lingkungan hidup sekitarnya.
Oleh karena itu, infrastruktur yang diselenggarakan dengan memperhatikan
semua isu tersebut di atas sangat mendesak untuk diterapkan. Konstruksi
Berkelanjutan (sustainable construction) adalah sebuah pendekatan yang berawal
pada kesadaran sektor konstruksi terhadap pentingnya penerapan konsep
pembangunan berkelanjutan pada sektor konstruksi dalam menciptakan
infrastruktur yang diselenggarakannya. Pengertian dari konstruksi berkelanjutan
dideskripsikan oleh CIB (Conseil International du Bâtiment atau International
Council for Building), sebagaimana terlihat pada kerangka pikir pada Gambar 2 di
bawah ini.
13
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Konstruksi Berkelanjutan (Sumber:CIB)
Sumber: Permen PUPR No. 05/PRT/M/2015 Lampiran Bagian I
Berdasarkan kerangka pikir tersebut, pengertian konstruksi berkelanjutan
adalah semua kegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan siklus hidup
infrastruktur, dari perencanaan (planning) hingga pembongkaran (deconstruction)
yang selalu mempertimbangkan penggunaan sumber daya, baik lahan, material,
air, energi maupun ekosistem, dengan menerapkan tujuh prinsip berkelanjutan,
yaitu reduce, reuse, recycle, protect nature, eliminate toxic, life-cycle costing, dan
quality. Dalam kerangka pikir tersebut lingkup konstruksi berkelanjutan meliputi
seluruh tahapan dari siklus hidup infrastruktur, termasuk tahap pelaksanaan
konstruksi. CIB juga mengidentifikasi perlunya sebuah kondisi awal atau
prasyarat yang harus dipenuhi dalam implementasi kerangka pikir konstruksi
berkelanjutan tersebut, terutama bagi negara-negara berkembang, seperti
Indonesia. Prasyarat yang harus ada dalam implementasi kerangka pikir
14
konstruksi berkelanjutan terdiri dari teknologi, kelembagaan dan sistem tata nilai
(value system), yakni sebagai berikut:
1. Prasyarat Teknologi.
Diperlukan adanya terobosan dan inovasi teknologi yang diperoleh melalui
penelitian dan pengembangan dan mengadopsi budaya/ kearifan lokal dalam
konteks kemudahan penerapan menyangkut sumber daya manusia, material,
peralatan, dan dapat diterima masyarakat (community acceptable).
2. Prasyarat Kelembagaan.
Kelembagaan yang fungsional dan mendukung pembangunan berkelanjutan
yang diperlukan meliputi:
a. anggota rantai pasok konstruksi, seperti pemerintah tingkat nasional dan lokal
b. lembaga perencanaan dan pelaksanaan
c. lembaga pendukung (seperti lembaga keuangan)
d. lembaga akademik dan penelitian
e. asosiasi profesi
f. organisasi non pemerintah
g. organisasi berbasis komunitas
Lembaga-lembaga tersebut harus memahami dan mendukung prinsip
konstruksi berkelanjutan; yakni konstruksi berkelanjutan menjadi aspek
kebijakan, peraturan dan tata pemerintahan; dan kapasitas untuk
mengimplementasikan inisiatif konstruksi berkelanjutan dikembangkan melalui
pengembangan keterampilan dasar yang diperlukan, mekanisme pendanaan, dan
kemitraan.
15
3. Prasyarat Sistem Tata Nilai.
Keberhasilan konstruksi berkelanjutan bergantung pada sikap, kesadaran, dan
perilaku individu dan kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) terkait
dalam membuat keputusan yang didasarkan sistem tata nilai yang mendorong
terbentuknya keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Dengan mengacu kepada prinsip berkelanjutan yang dikembangkan CIB
sesuai Gambar 2, dan juga memperhatikan prasyarat yang harus dipenuhi oleh
Negara-negara berkembang, seperti Indonesian, maka yang dimaksud dengan
prinsip berkelanjutan secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
(1) kesamaan tujuan, pemahaman serta rencana tindak
(2) pengurangan penggunaan sumber daya, baik berupa lahan, material,
air,sumber daya alam maupun sumber daya manusia (reduce)
(3) pengurangan timbulan limbah, baik fisik maupun non-fisik
(4) penggunaan kembali sumber daya yang telah digunakan sebelumnya
(reuse)
(5) penggunaan sumber daya hasil siklus ulang (recycle)
(6) perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup melalui upaya
pelestarian
(7) mitigasi risiko keselamatan, kesehatan, perubahan iklim dan bencana
(8) orientasi kepada siklus hidup
(9) orientasi kepada pencapaian mutu yang diinginkan
(10) inovasi teknologi untuk perbaikan yang berlanjut
16
(11) dukungan kelembagaan, kepemimpinan dan manajemen dalam
implementasi.
2.4 Strategi Penerapan Konstruksi berkelanjutan
Permasalahan akan resource-conscious design (kesadaran akan keterbatasan
sumber daya) adalah pusat untuk penerapan konstruksi berkelanjutan, dimana
tujuan utamanya adalah meminimalisasi konsumsi sumber daya alam dan
dampaknya terhadap sistem ekologi. Konstruksi berkelanjutan
mempertimbangkan peran dan potensi antar ekosistem untuk meyediakan
pelayanan yang sinergis antara pembangunan dan lingkungan.
Terdapat tujuh prinsip yang menjadi dasar dari penerapan konstruksi
berkelanjutan (Charles J. Kibert, 2005), yaitu:
1. Mengurangi konsumsi sumber daya (reduce)
2. Menggunakan sumber daya yang dapat digunakan kembali (reuse)
3. Menggunakan sumber daya yang dapat didaur ulang (recycle)
4. Menghilangkan Racun (eliminate toxic)
5. Menjaga kelestarian alam (nature)
6. Menerapkan life-cycle costing (economic)
7. Fokus pada kualitas
Terdapat beberapa prinsip yang lebih berkembang saat ini, seperti yang
terdapat dalam “Sustainability and Housing : More than a Roof Over
Head” (Peter Newman, 2002), yaitu :
17
Tabel 2.1. Prinsip dan Strategi Penerapan Konstruksi berkelanjutan
Sumber: Olahan dari Sustainability and Housing:More than a roof over head
(Peter Newman, 2002)
The International Council for Research and Innovation Buildings and
Construction (CIB) bersama The Confederation of International Contractor’s
Association (CICA) membuat lebih detail berbagai faktor dan tujuan yang
harus termasuk dalam pembangunan berkonsep konstruksi berkelanjutan, yang
menjadi agenda dalam Johannesburg World Summit tahun 2002. Berikut
karakteristik dari Sustainable building and construction (CICA , 2002).
PRINSIP DASAR
•Kesehatan Ekonomi Jangka Panjang
•Ekuitas dan Hak Asasi Manusia
•Integrasi Biodiversitas dan Ekologi
•Penyelesaian Akan Efisiensi dan Kualitas Hidup
•Komunitas, Wilayah, “rasa memiliki” dan Warisan/Peninggalan
•Keuntungan Bersih Dari Pembangunan
•Kebiasaan Baik Dimulai dari Perencanaan
PRINSIP PROSES
•Integrasi Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
•Akuntanbilitas, Transparansi dan Perjanjian
•Tindakan-tindakan Pencegahan
•Harapan, Visi, Simbolis dan Perbaikan yang terus Berlanjut.
18
Tabel 2.2. Karakteristik dari Sustainable Building and Construction
Faktor Goal
1.Material konstruksi yang ramah lingkungan
Untuk mengurangi penggunaan sumber daya (50% dari semua ekstraksi)
2.Efisiensi energy pada bangunan
Untuk menerapkan dengan baik penggunaan
insulasi, maka energi dan gas rumah kaca
dapat berkurang
3.Manajemen sampah konstruksi
dan demolisi
Untuk mengurangi komponen – komponen
sampah melalui sistem daur ulang
4.Konservasi air
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap penggunaan air, aplikasi efisiensi
penggunaan air, dan minimalisasi
penggunaan air pada taman perkotaan.
5. Bangunan yang sehat Untuk mengurangi penggunaan zat kimia,
debu dan sumber penyakit lainnya.
6. Orientasi transportasi umum
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap
mobil pribadi, penggunaan energy dan
pencemaran lingkungan.
7. Operabilitas Untuk memastikan umur pakai dalam
jangka panjang dan akses universal
8. Proses arsitektur berkelanjutan
Untuk memastikan desain berdasarkan pada
diskusi dan kerja sama berkaitan dengan
“green” dan memastikan kualitasnya.
9. Bangunan berdasarkan sosial
dan komunitas
Untuk membantu kedekatan sosial dan
ketersediaan lapangan kerja.
Sumber :Olahan dari Sustainability and Housing: More than a roof over head
(Peter Newman, 2002)
19
2.5 Hambatan dari Penerapan Konstruksi berkelanjutan
Dari pemaparan yang ada, dapat diketahui bahwa sedikit banyak
penerapan dari konstruksi berkelanjutan akan mempengaruhi terhadap
kualitas lingkungannya, dan jelas pengaruh yang diberikannya adalah
pengaruh positif terhadap lingkungan. Ini merupakan salah satu keuntungan
yang didapat dengan menerapkan konstruksi berkelanjutan, akan tetapi jika
hanya ini yang menjadi dasar keuntungannya, kemungkinan penerapan dari
konstruksi berkelanjutan hanya akan dilakukan pada pembangunan
infrastruktur Negara atau fasilitas umum, karena jelas ini merupakan
investasi yang harus dilakukan oleh Negara untuk kepentingan masa depannya.
Akan tetapi jika kita lihat dari sisi swasta, kecil kemungkinan para investor
ingin menerapkan konstruksi berkelanjutan pada investasi mereka, karena
keuntungan yang kurang jelas bagi apa yang mereka investasikan. Maka
dari itu perlu nominal yang jelas akan keuntungan dari menerapkan
konstruksi berkelanjutan, sehingga konsep ini tidak hanya menciptakan
bangunan-bangunan dengan proses dan hasil yang ramah lingkungan tetapi
juga dapat dijadikan sebagai konsep dalam bisnis yang menjanjikan,
sehingga penerapannya akan menjadi menarik dan dapat menjual, yang
dalam pandangan investor adalah meraih keuntungan.
Berikut adalah beberapa hambatan yang terjadi berkaitan dengan
penerapan konstruksi berkelanjutan (Charles J. Kibert, 2005):
1. Tidak Adanya Insentif Keuangan
a. Kurangnya pengetahuan dalam life cycle analysis dan penggunaannya
20
b. Biaya awal yang nyatanya lebih tinggi
c. Pemisahan biaya antara biaya awal / konstruksi dengan biaya
operasional.
d. Kurangnya nilai tukar antara keamanan dengan sustainabilitas
e. Kurang memadainya dalam pembangunan fasilitas umum
2. Kurangnya Penelitian yang ada
a. Kurang memadainya penelitian
b. Kurang cukupnya penelitian pada lingkungan dalam ruangan, produktifitas
dan kesehatan.
c. Penelitian yang saling timpang tindih
3. Kurangnya Kepedulian
a. Pemikiran yang konvensional
b. Menolak untuk menerima risiko
Sedangkan hal-hal yang menjadi hambatan bagi berkembangnya
konstruksi berkelanjutan juga dijelaskan oleh Aileen Adams (2003)
dalam laporannya, yaitu sebagai berikut:
1. Integrasi yang tidak terselesaikan Proses integrasi adalah kunci
penting untuk konstruksi berkelanjutan. Negara (USA) saat ini
mengeluarkan modal untuk pengembangannya, akan tetapi tidak cukup
keterpaduan antara disiplin dan diantara stakeholder. Sebagai contoh:
• Tiap tahapan proyek, dari konseptual hingga konstruksi, sebagian
besar bekerja masing-masing dan terisolasi antara satu tahap dengan tahap
21
lainnya, bahkan sering kali dengan tujuan berbeda dan pembiayaan yang
terpisah.
• Adanya keterbatasan, seperti prosedur spesifik untuk
mengimplementasikan suatu pendekatan sistem yang terpadu, life cycle
costing atau post-occupancy evaluation
• Kurangnya mekanisme umpan balik dan laporan.
Kebanyakan ahli hanya menjabarkan tentang desain bangunan,
konstruksi dan performanya. Sayangnya, tidak ada metode yang
sistematis atu berkala untuk memastikan bahwa penerapan itu berhasil
atau tidak, dan mempublikasikannya.
2. Fokus pada biaya awal/konstruksi
Pada proses anggaran pengeluaran modal, hal paling utama
berfokus pada biaya awal proyek dan bukan pada operasional jangka
panjang, pemeliharaan, dan faktor-faktor produktivitas pekerja.
Bangunan berkelanjutan dikenakan biaya yang pertama lebih tinggi
daripada bangunan lain karena alternatif analisis desain,
komputerisasi pemodelan energi, riset produk, life cycle costing dan
post-occupancy evaluation. Akan tetapi jika kerja sama dalam
pengembangan proyek dan integrasi antar tahapan berjalan baik,
potensi akan kenaikan biaya awal dapat jauh berkurang.
3. Kurangnya analisa pada Life Cycle
Bahkan jika proyek-proyek berkelanjutan memiliki biaya awal lebih
tinggi, biaya ini seringkali dapat dipulihkan, dalam jangka waktu
22
yang singkat, dari operasional dan pemeliharaan yang memiliki beban
biaya lebih rendah. Life cycle saving, bagaimanapun, tidak pernah
diakui jika bangunan dinilai sebagai sebuah investasi hanya pada
pembiayaan awal gedung dan bukan sebuah investasi jangka panjang.
Baru-baru ini Departemen Keuangan (USA) akan mengalokasikan
dana untuk membantu meringankan kesulitan ini.
4. Kurang memadainya performa dan standar operasi bangunan
Berbagai peraturan, perundang-undangan, dan ketentuan administratif
negara mengatur program pengeluaran modal. Tetapi tidak ada
keseragaman antara kinerja bangunan dan / atau operasi standar
bangunan negara (LEED – basedset of standards). Standar seperti
komponen mendasar untuk bangunan berkelanjutan. Rancangaan yang
baik, standar-standar ini tidak memberikan ketentuan persyaratan, akan
tetapi berorientasi pada hasil dan kinerja.
5. Tidak adanya insentif
Insentif dapat berperan penting dalam perkembangan konstruksi
berkelanjutan. Karena pembangun dan perancang tidak memperoleh
keuntungan langsung dari penghematan biaya operasional
bangunan, kinerja lingkungan atau produktivitas pekerja, mereka
tidak memiliki insentif nyata untuk mencoba teknik atau produk
baru. Oleh karena itu, Negara harus mengembangkan insentif yang
tidak hanya mempromosikan pembangunan berkelanjutan, tetapi juga
hadiah terhadap penerapannya.
23
6. Kegagalan untuk menyatukan dengan hukum dan undang-undang
Negara atau daerah.
Perlunya peraturan-peratuaran dan kebijakan pemerintahan untuk turut
serta dan menumbuhkembangkan perilaku masyarakat terutama para
investor, builder dan designer.
7. Kurang memadainya informasi teknis
Memberikan bantuan teknis, produk spesifikasi, dan studi kasus
sehingga informasi ini akan membantu penyelesaian terhadap
permasalahan yang berkaitan terhadapnya
Sedangkan hal-hal yang menjadi hambatan bagi berkembangnya
konstruksi hijau dijelaskan oleh Bon-Gang Hwang (2013) dalam
jurnalnya, yaitu sebagai berikut:
1. Biaya yang Lebih Tinggi untuk Praktek dan Bahan Konstruksi Hijau:
Dibandingkan dengan proyek konvensional, proyek green building cenderung
lebih mahal untuk dibangun. Menurut Tagaza dan Wilson (2004) biaya modal
untuk proyek hijau berkisar antara 1 sampai 25% lebih tinggi. Biaya yang lebih
tinggi disebabkan oleh kompleksitas desain dan biaya pemodelan yang
diperlukan untuk mengintegrasikan praktik hijau ke dalam proyek. Biaya yang
lebih tinggi juga terkait dengan bahan hijau dan menggunakan teknologi
konstruksi. menghitung bahwa menggunakan bahan hijau membutuhkan biaya
dari 3 sampai 4% lebih banyak dari pada bahan bangunan konvensional.
Beberapa bahan hijau harganya jauh lebih mahal dari pada biaya bahan
konvensional, harga papan gandum terkompres sekitar sepuluh kali lebih
24
banyak dari kayu lapis biasa (Hwang dan Tan, 2012). Biaya konstruksi hijau
yang lebih tinggi secara langsung mempengaruhi manajer proyek, karena
mereka bertanggung jawab untuk mengelola dan mengantarkan proyek mereka
ke dalam anggaran yang dialokasikan (Ling, 2003).
2. Kesulitan Teknis selama Proses Konstruksi:
Seringkali, teknologi hijau memerlukan teknik dan proses konstruksi yang
rumit (Zhang et al, 2011). Jika kompleksitas tidak ditangani dengan baik
maka hal itu dapat mempengaruhi kinerja manajer proyek. Tagaza dan Wilson
(2004) mengemukakan bahwa salah satu tantangan utama dalam green
building adalah kesulitan teknis yang dialami selama proses konstruksi.
Demikian pula, desain bisa lebih rumit dari pada bangunan konvensional
karena evaluasi bahan dan sistem alternatif (Hwang dan Tan, 2012).
3. Risiko yang di sebabkan karena bentuk kontrak yang Berbeda :
Tagaza dan Wilson melaporkan bahwa keberhasilan pengembangan dan
penerapan desain hijau sangat bergantung pada jenis kontrak yang dipilih
untuk pengiriman proyek (2004). Jenis kontrak yang digunakan dalam
proyek hijau harus memasukkan rincian desain hijau terpadu. Hal ini
menimbulkan masalah jika disain terkunci sebelum dikembangkan
sepenuhnya (Tagaza dan Wilson, 2004). Beberapa perubahan skala
signifikan mungkin terjadi jika fitur hijau digabungkan pada tahap
selanjutnya, menghasilkan biaya proyek keseluruhan yang lebih besar
(Hwang dan Tan, 2012).
25
4. Proses persetujuan yang panjang untuk teknologi hijau baru dan bahan
daur ulang:
Lingkungan pasar menunjukkan bahwa proses perencanaan dapat berlarut-larut
karena proses menyetujui penggunaan teknologi hijau dan bahan daur ulang
yang baru dapat berlangsung lama (Tagaza dan Wilson, 2004). Demikian
pula survei yang dilakukan oleh Zhang et al. (2011) dan Eisenberg dkk.
(2002) menunjukkan bahwa waktu tambahan diharapkan untuk mendapatkan
persetujuan. Proses persetujuan yang panjang menghadirkan tantangan bagi
manajer proyek karena mereka harus mengembangkan jadwal dan menyetujui
pembayaran kemajuan kepada vendor dan pemasok (Ling, 2003).
5. Ketidaktahuan atau Ketidakbiasaan dengan Teknologi Hijau:
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa teknologi hijau menimbulkan
hambatan tertentu bagi pengembang, klien dan kontraktor. Dua alasan yang
disarankan oleh Eisenberg dkk. (2002) tidak cukup pengetahuan atau keahlian
teknis dan ketidakbiasaan dengan produk, bahan, sistem, atau desain.
Tantangan utama adalah bahwa teknologi hijau biasanya lebih rumit dan
berbeda dari teknologi konvensional (Tagaza dan Wilson, 2004). Hal ini
ditegaskan oleh Zhang et al. (2011). Seorang manajer proyek harus
menyampaikan proyek dengan kinerja yang dibutuhkan yang ditentukan oleh
klien (Ling, 2003), dan ketidakbiasaan dengan kinerja teknologi hijau dapat
mempengaruhi hasil kinerja.
6. Komunikasi dan minat yang besar yang dibutuhkan di antara anggota tim
proyek:
26
Agar sukses, manajer proyek harus mengelola sejumlah besar pemasok,
subkontraktor dan anggota tim. Komunikasi sangat penting bagi proyek hijau
untuk menyampaikan praktik berkelanjutan yang diharapkan dari anggota tim
oleh karena itu minat diantara anggota tim sangat penting.
7. Lebih Banyak Waktu yang Diperlukan untuk Melaksanakan Praktek
Konstruksi Hijau di tempat:
Pemeriksaan acak dan kunjungan di tempat oleh manajer proyek biasanya
diperlukan untuk memastikan bahwa praktik berkelanjutan diterapkan di
tempat (Tagaza dan Wilson, 2004). Hal ini penting karena pekerja mungkin
cenderung mengabaikan praktik berkelanjutan yang memakan banyak waktu
bila ada tekanan waktu untuk menyelesaikan sebuah proyek
2.6 Peraturan Menteri Nomor 05 tahun 2005
Peraturan Menteri PUPR No. 05/PRT/M/2015 ini dimaksudkan sebagai acuan
bagi penyelenggara Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman
dalam mengimplementasikan pendekatan konstruksi berkelanjutan.
Infrastruktur Berkelanjutan
Berdasarkan Permen PUPR No. 05/PRT/M/2015 tentang Pedoman Umum
Implementasi Konstruksi Berkelanjutan pada Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang
Pekerjaan Umum dan Permukiman, Untuk memenuhi tantangan akan
penyelenggaraan infrastruktur yang memenuhi ketentuan pengelolaan lingkungan
hidup dan mendukung pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan asas
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian infrastruktur dengan
27
lingkungan hidupnya, maka penerapan pendekatan Konstruksi Berkelanjutan pada
penyelenggaraan infrastruktur di Bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman
adalah sebuah keharusan. Berdasarkah hal tersebut, maka penyelenggaraan
infrastrutkur bidang pekerjaan umum dan permukiman harus dilakukan melalui
tahapan pemrograman, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan
hingga pembongkaran yang selalu memperhatikan penggunaan sumber daya yang
memenuhi prinsip berkelanjutan. Dengan terselenggaranya infrastruktur bidang
pekerjaan umum dan permukiman yang sesuai dengan pendekatan konstruksi
berkelanjutan, maka akan terciptalah infrastruktur berkelanjutan. Terciptanya
infrastruktur berkelanjutan di bidang pekerjaan umum dan permukiman ini pada
akhirnya merupakan kontribusi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat dalam pembangunan berkelanjutan, sebagaimana terlihat pada alur pikir
tujuan dari penerapan konstruksi berkelanjutan pada penyelenggaraan
infrastruktur bidang pekerjaan umum dan permukiman pada Gambar 2.
28
Gambar 2.3. Alur Pikir Penerapan Konstruksi Berkelanjutan
Sumber: Permen PUPR No. 05/PRT/M/2015 Lampiran Bagian II
Peraturan yang mendorong pembangunan Konstruksi Berkelanjutan tersebut
dapat dilihat antara lain pada Undang-Undang (UU) sektor ke-PU-an, seperti UU
No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung yang telah mengamanatkan pentingnya
memperhatikan keseimbangan antara aspek bangunan dan lingkungannya, UU
No. 74/2002 tentang Sumber Daya Air, UU No. 38/2004 tentang jalan yang
mewajibkan agar dalam pengelolaan sumber daya air maupun jalan sungguh-
sungguh memperhatikan kelestarian lingkungan, serta UU No. 26/2007 tentang
Penataan Ruang yang menjadi payung hukum dalam menjaga keseimbangan
pemanfaatan ruang baik skala kawasan maupun wilayah.
Di sisi lain, Pemerintah telah berbuat berbagai hal. Kementerian Lingkungan
Hidup No. 8 tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah
Lingkungan, Kementerian PU menyusun Rancangan Peraturan Menteri PU
29
tentang Bangunan Hijau dan DKI telah memilki Pergub No. 32 tahun 2012
tentang Bangunan Gedung Hijau.
Kebijakan pembangunan konstruksi diharapkan dilaksanakan pada setiap
kegiatan pembangunan dengan menerapkan konsep Konstruksi Berkelanjutan,
mempertahankan dan mendorong peningkatan persentase ruang terbuka hijau
(RTH) terhadap kawasan budidaya lainnya, mempertahankan kawasan konservasi
terutama di kawasan perkotaan, mewujudkan eco-city, serta meningkatkan
pengawasan pengendalian lingkungan dalam aspek penyelenggaraan konstruksi.
Hasil Konferensi internasional bangunan berkelanjutan itu sendiri
diselenggarakan tiap 3 tahun sekali di Copenhagen 2009, UIA (Union
International des Architect) yang merupakan organisasi asosiasi arsitek non-profit
yang mewakili lebih dari satu juta arsitek di 124 negara, telah menyampaikan
bahwa betapa bangunan dan industri konstruksi sangat berdampak terhadap
pemanasan dan perubahan iklim saat ini, tentunya bukan berarti harus berhenti
namun dengan melakukan pendekatan yang “berkelanjutan” misalnya dengan
“Sistem Lingkungan Binaan”. UIA berkomitmen untuk untuk mengurangi
dampak dan efek yang semakin parah dengan “Sustainable by Design Strategy”
yang akan diadopsi lebih banyak pada Kongres di Tokyo, Jepang 2011 dengan
Konsep Strategi Desain Berkelanjutan UIA dapat dijabarkan kedalam 8 poin:
a) Dimulai dengan tahap awal pekerjaan proyek yang melibatkan seluruh pihak:
klien, desainer, insinyur, pemerintah, kontraktor, pemilik, pengguna, dan
komunitas
30
b) Analisa dan Manajemen seluruhnya dari Daur Hidup Bangunan, yaitu
mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi dan penggunaan dimasa
depan;
c) Optimalisasi desain yang efisien, energi terbarukan, teknologi modern dan
ramah lingkungan harus menjadi satu kesatuan
d) Kesadaran bahwa proyek arsitektur dan konstruksi tersebut merupakan sistem
interaktif yang kompleks dan terkait pada lingkungan sekitar yang lebih luas
yang bisa mencakup warisan sejarah, kebudayaan, dan sosial masyarakat
e) Penerapan “material bangunan yang sehat”, yaitu untuk menciptakan bangunan
yang sehat, tata guna lahan yang seimbang, kesan estetik dan inspiratif, serta
memberikan keyakinan ke masyarakat
f) Upaya untuk mengurangi “carbon imprint”, mengurangi penggunaan material
berbahaya yang berdampak terhadap aktivitas pengguna
g) Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup, kesetaraan baik lokal maupun
global, memajukan kesejahteraan ekonomi, serta menyediakan kesempatan-
kesempatan untuk kegiatan bersama masyarakat
h) Populasi urban tergantung pada sistem desa-kota yang terintergrasi, saling
terkait untuk keberlangsungan hidup seperti fasilitas publik (air, udara, rumah,
pendidikan, kesehatan, kebudayaan, dll
i) Mendukung pernyataan UNESCO mengenai keberagaman budaya umat
manusia sebagai sumber pertukaran, penemuan, kreativitas yang sangat
diperlukan oleh manusia
31
2.7 Aplikasi dari prinsip Keberlanjutan pada proyek Konstruksi
Proses konstruksi dapat dibagi menjadi empat tahapan besar, yaitu
preproject, pre-construction phase, construction phase dan post-construction
phase (Malik et al, 2002).
Gambar 2.4. Tahapan pada proses konstruksi
Sumber : Sustainable Development and Sustainable construction
(Malik M. A. Khalfan, 2002)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses konstruksi dapat dibagi
menjadi empat tahapan besar, yaitu pre-project, pre-construction phase,
construction phase dan post-construction phase (Malik et al, 2002). Kemudian
dari empat tahapan besar ini dapat dibagi lagi menjadi 8 sub proses, yaitu
kelayakan proyek, pengembangan proyek, sumber daya, proses desain, proses
produksi, fasilitas, keselamatan dan kesehatan kerja dan proses manajemen. Tahap
pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan identifikasi terhadap kebutuhan.
Setelah kebutuhan dapat diidentifikasi maka hal selanjutnya adalah mencari
bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Maka dari itu, sangat
penting bagi kita untuk memahami permasalahan dari sustainabilitas dan
keuntungan-keuntungan yang didapat dari menerapkannya. Pada tahap ini, prinsip
konstruksi berkelanjutan dapat diterapkan dengan meminimalisasi konsumsi
sumber daya yang ada dan menjaga sebisa mungkin kelestarian lingkungan
sekitarnya. Tahap ini sangat penting dalam menentukan proses-proses konstruksi
berikutnyam, karena pada tahap ini kita perlu mempertimbangkan banyak hal
32
untuk menerapakan sustainable dengan sebaik mungkin, selain itu juga penting
untuk melakukan pembelajaran terhadap pembiayaan, keuntungan dan risiko-risko
yang berkaitan dengan penerapannya. Setelah kita dapat mendefinisikan
kebutuhan, maka kita perlu menemukan konsep dari kebutuhan tersebut, disini
kita perlu mendaftar segala alternatif yang dapat digunakan sesuai dengan
persoalan yang terdapat pada sustainabilitas. Pada tahap ini, prinsip konstruksi
berkelanjutan dapat digunakan sama seperrti pada tahap sebelumnya. Setelah
dapat mendefinisikan konsep, kita perlu melakukan studi kelayakan terhadapnya,
pada tahap ini kita akan memilih apa yang akan kita terapkan dan mana yang
terbaik berkaitan dengan sustainabilitas. Walaupun kita telah memilih pilihan
terbaik, kita tetap perlu mempertimbangkan dari penerapan konsep tersebut pada
pelaksanaannya, seperti life cycle pada tahap proses desain, estimasi pembiayaan
dan lainnya.
Selanjutnya kita dapat melakukan studi kelayakan proyek dan
investasinya. Beberapa hal perlu dilakukan pada tahap ini seperti mengidentifikasi
para pemasok dan kontraktor yang terlibat, menetapkan kriteria desain dan teknis,
perundang-undangan, persetujuan keuangan dan lainnya. Prinsip – prinsip
pembangunan berkelanjutan yang dapat diterapkan pada tahap ini yaitu seperti
meminimalisasi konsumsi sumber daya dan mencoba menciptakan sebuah
lingkungan yang sehat dan non-toxic. Setelah itu masuk kedalam proses
Conceptual Design pada tahap prakonstruksi. Pada tahap ini dilakukan pembuatan
pedoman-pedoman yang berkaitan dengan sustainabilitas dan penilaian-penilaian
terhadapnya, seperti kualitas produksi, kemampuan daur ulang dan lainnya.
33
Ketika desain yang cocok telah dipilih dan ditetapkan, kita dapat
melanjutkannya dengan melakukan identifikasi terhadap material yang digunakan
sesuai dengan pedoman dan penilian terhadap sustaianabilitasnya, dan sangat
penting untuk dapat memaksimalkan penggunaan sumber daya yang dapat
digunakan kembali dan dapat diperbaharui kedalam desain. Selanjutnya, kita perlu
mengkoordinasi antara desain, pengadaan, dan pembiayaan proyek. Pada tahap
ini, kita mulai mempersiapkan pelaksanaan dari sustainable design. Tugas penting
dalam tahap ini adalah mendapatkan persetujuan terhadap desain dan biaya yang
akan diserahkan terhadap pemilik atau investor proyek. Ketika desain telah
disetujui, kita dapat memulai proses tender atau pelelangan. Pada tahap ini, hal
terpenting adalah mangkualifikasi dan mendapatkan informasi dari para peserta
lelang yang peduli terhadap persoalan sustainabilitas.
Setelah tahap prakonstruksi selesai, kita akan memulai pembangunan di
lapangan. Pada tahap ini perlu diperhatikan banyak hal, seperti manajemen
lapangan, pengendalian proyek, pengendalian biaya, hubungan masyarakat,
pengujian, manajemen keuangan, legalitas dan lainnya. Selain itu, harus tetap
memperhatikan sustainabilitas dari proyek, seperti dengan menggunakan material
yang ramah lingkungan, metode konstruksi yang berkelanjutan dan mengontrol
polusi yang dihasilkan. Didalam kegiatan operasi dan pemeliharaan pada tahap
postkonstruksi, hal yang penting adalah mendapatkan penilaian atau umpan balik
dari para pengguna fasilitas. Terdapat mekanisme untuk mendapatkan penilaian
terhadap keberhasilan dari penerapan konstruksi berkelanjutan, sehingga fasilitas
tersebut dapat dikategorikan memenuhi prinsip-prinsip sustainabilitas.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendahuluan
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian survei. Menurut Kerlinger 1996 penelitian survey adalah penelitian
yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari
adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan
kejadian-kejadian relative, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis
maupun psikologis.
3.2 Tahapan Identifikasi
Penelitian ini berangkat dari minat peneliti pada kondisi lingkungan global
saat ini, yang seperti kita ketahui bahwa kelestarian lingkungan semakin hari
semakin menurun, dan hal ini tidak terlepas dari kontribusi industri jasa
konstruksi terhadapnya. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
bahwa industri jasa konstruksi merupakan kegiatan yang menggunakan material
dan energi terbesar dibandingkan dengan kgiatan industri lainnya.
Hal ini tidak bisa dibiarkan seperti ini terus, oleh karena itu dibutuhkan
revolusioner dalam bidang konstruksi, berupa prinsip-prinsip yang mendasar dan
konsep yang lebih berkembang, yang tidak hanya membatasi suatu proyek hanya
dengan biaya, mutu dan waktu, akan tetapi juga memperhatikan batasan
lingkungan, sosial-ekonomi dan budaya, dan juga kepentingan jangka panjang
yang berguna bagi kehidupan masa depan. Terdapat konsep yang menawarkan
35
kehidupan dunia konstruksi yang lebih baik, yaitu sustainable construction atau
konstruksi berkelanjutan. Akan tetapi konsep ini masih cukup jarang diterapkan
di industri konstruksi Indonesia. Ada satu hal yang menjadi kemungkinan
kenapa hal ini terjadi di Indonesia, yaitu pembiayaan proyek. Dengan
menerapkan konstruksi berkelanjutan, maka perencanaan yang dilakukan akan
semakin membutuhkan waktu, perhitungan yang matang dan cermat, dan juga
teknologi yang memadai untuk menerapkan semua dasar strategi konstruksi
tersebut, oleh karena itu dibutuhkan porsi-porsi yang tepat dalam menerapkan
konstruksi berkelanjutan. Untuk itu dengan adanya penelitian ini diharapkan
dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadi dominan dalam keberhasilan
penerapan konstruksi berkelanjutan pada tahap konstruksi pada proyek bangunan
gedung bertingkat.
Hipotesis
Berdasarkan jenis penelitian menurut tingkat eksplanasinya, bentuk hipotesis
terdapat tiga jenis, yaitu hipotesis deskriptif, komparatif dan asosiatif.
Sedangkan untuk penelitian ini menggunakan hipotesis deskriptif.
Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, landasan teori dan
kerangka konseptual yang dirumuskan, maka hipotesis penelitian yang akan
diajukan adalah sebagai berikut:
“terdapat beberapa faktor yang menjadi dominan dalam penilaian
keterlambatan dari penerapan konstruksi berkelanjutan”
36
3.3 Pemilihan Strategi Penelitian
• Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.
Skala likert merupakan jenis skala yang digunakan untuk mengukur variable
penelitian seperti sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
(Drs. Riduwan, M.B.A, Metode dan Teknik Menyusun Tesis). Maka tingkat
hambatan konstruksi berkelanjutan pada pelaksanaan proyek dapat diukur
berdasarkan skala likert yang terdiri dari 5 tingkat. sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skala Faktor Penghambat Penerapan Konstruksi Berkelanjutan
1 2 3 4 5
Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat
Tinggi
Sumber: Dr. Riduwan, M.B.A (2004)
• Identifikasi Indikator Faktor- faktor penghambat dalam penerapan konstruksi
berkelanjutan
Berdasarkan variabel-variabel tersebut dapat ditentukan identifikasi indikator
yang diambil dari beberapa studi letiratur penerapan konstruksi berkelanjutan
yaitu dari Aileen Adams (2001) The Costs and Financial Benefits of Green
Buildings, Bon-Gang Hwang (2013) Are Project Managers Ready for Green
Construction? dan Charles J. Kibert, (2005) di bukunya Sustainable Construction:
Green Building Design
37
Tabel 3.2 Identifikasi Indikator Penghambat Penerapan Konstruksi
Berkelanjutan
Sub Variabel Kode Indikator Referensi
1. Tidak Adanya
Insentif Keuangan x1
a. Kurangnya pengetahuan dalam life
cycle analysis dan penggunaannya
Aileen Adams
(2001), Charles J. Kibert (2005)
x2 b. Biaya awal yang nyatanya lebih tinggi Aileen Adams
(2001), Charles J.
Kibert (2005)
x3 c. Pemisahan biaya antara biaya awal
konstruksi dengan biaya operasional
Aileen Adams (2001), Charles J.
Kibert (2005)
x4 e. Kurang memadainya dalam pembangunan fasilitas umum
Aileen Adams
(2001), Charles J.
Kibert (2005)
2. Kurangnya
informasi dan
Penelitian yang ada
x5 a. Kurang memadainya penelitian Aileen Adams
(2001), Charles J.
Kibert (2005)
x6
b. Kurang cukupnya penelitian pada
lingkungan dalam ruangan, produktifitas
dan kesehatan.
Aileen Adams
(2001), Charles J.
Kibert (2005)
x7 c. Penelitian yang saling timpang tindih
Aileen Adams
(2001), Charles J.
Kibert (2005)
x8 d.Kurang memadainya informasi teknis
Aileen Adams
(2001), Charles J. Kibert (2005)
3. Kurangnya Kepedulian
x9 a. Pemikiran yang konvensional
Aileen Adams
(2001), Charles J.
Kibert (2005)
x10 b. Menolak untuk menerima risiko
Aileen Adams
(2001), Charles J. Kibert (2005)
4.Terkait Perencanaan
x11 a. Merencanakan Konstruksi dengan urutan yang berbeda
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x12
b. Merencanakan Konstruksi dengan
teknik yang berbeda Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
38
Wilson (2004)
x13 c. Diperlukan waktu lebih lama selama
proses pra-konstruksi
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x14 d. Kesulitan dalam memahami spesifikasi konstruksi Berkelanjutan
dalam kontrak
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
5.Terkait Proyek x15 a.Kesulitan dalam pemilihan untuk Jasa
konstruksi hijau dan berkelanjutan
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x16 b. Lebih banyak perubahan dan variasi
dengan desain selama proses konstruksi
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x17 c. Lebih banyak perubahan dan variasi
dengan desain selama proses konstruksi
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x18
d. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan
untuk menerapkan Konstruksi
Berkelanjutan
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
6.Terkait Klien
x19
a. Tidak ada spesifikasi anggaran khusus dari Konstruksi Berkelanjutan
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x20 b. Klien menggunakan banyak waktu dalam mengambil keputusan
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x21
b. Permintaan khusus dari klien yang
berkaitan dengan teknologi hijau tertentu
yang akan digunakan
Bon-Gang Hwang (2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
7.Terkait Tim
Proyek x22
a. Konflik dengan arsitek atas jenis
material yang akan digunakan
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x23 b. Sering rapat dengan spesialis
Konstruksi Hijau
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan Wilson (2004)
x24 c. Perselisihan Kepentingan antara Bon-Gang Hwang
39
konsultan dan manajer proyek (2013), Tagaza dan Wilson (2004)
x25 d. Kinerja yang spesifik diperlukan
untuk proyek green building
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
8.Terkait Bahan &
peralatan x26
a. Biaya yang tinggi untuk bahan dan
peralatan green building
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x27 b. Ketidakpastian dengan bahan dan
peralatan green building
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x28 c. Bahan atau peralatan green building yang diimpor
Bon-Gang Hwang (2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x29 d. Ketersediaan bahan dan peralatan
untuk konstruksi berkelanjutan
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
9.Terkait Tenaga Kerja
x30 a. Mempertahankan metode praktik tradisional
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan Wilson (2004)
x31 b. Kurangnya keterampilan mengenai teknis dan teknologi bangunan hijau
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x32
b. Pekerja tidak menyadari metode dan prosedur yang benar dalam Konstruksi
Berkelanjutan
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
10.Eksternal
x33
a. Kebijakan pemerintah
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
x34 b. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk proses sertifikasi konstruksi
berkelanjutan
Bon-Gang Hwang
(2013), Tagaza dan
Wilson (2004)
40
3.4 Proses Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara :
1. Studi Literatur
Yaitu proses pengumpulan informasi dari literature-literatur yang berhubungan
dengan faktor-faktor Penghambat Konstruksi Berkelanjutan pada pelaksanaan
proyek konstruksi.
2. Pengumpulan Data
Data primer didapat dari observasi langsung, hasil wawancara dan kuesioner
dengan para responden dimana responden yang menjadi tujuan penelitian adalah
manajer proyek dan orang yang terlibat dalam penerapan konstruksi berkelanjutan
pada proyek. Sedangkan data sekunder penelitian didapat dari lapangan, foto-
foto dan literature yang telah ada.
Pembagian dan Pembuatan Kuisioner
Kuisioner yang dibagikan yang dimana masing-masing pihak diberikan kuesioner
( PT Sinar Galesong Pratama dan PT Gelora Bangun Lestari ) Populasi dalam
penelitian ini adalah pihak dengan jabatan setara seperti, Site Engineer Manager,
Site Engineer , Quality Assurance/ Control dan Staff Engineer.
Daftar pertanyaan kuisioner dibuat berdasarkan faktor- faktor apa saja yang
menjadi penghambat dalam penerapan Konstruksi Berkelanjutan. Secara garis
besar isi kuisioner yang akan diajukan kepada tenaga ahli yang telah
direkomendasikan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek adalah sebagai berikut :
1. Profil Umum Pengisi Kuesioner
41
Pada bagian ini, pertanyaan mengarah pada perihal umum terhadap responden
seperti posisi pekerjaan dalam proyek: Site Engineer Manager, Site Engineer ,
Quality Assurance/ Control dan Staff Engineer (responden mengisi sendiri) serta
lama pengalaman bekerja di dunia konstruksi.
2. Pertanyaan kuesioner
Bagian ini berisikan pertanyaan mengenai faktor- faktor apa saja yang menjadi
penghambat dalam penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada pelaksanaan proyek
oleh responden.
3. Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada proyek di kota Makassar yaitu di Proyek
Pembangunan Giant Extra di jalan A.P Pettarani KM 4 No.5A, di Kantor pusat PT
Sinar Galesong Pratama Jalan A.P Pettarani No.55 dan proyek Pembangunan
Kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Jalan Lanto Daeng Pasewang No.55
3.4.1 Metode Analisis Data
Data dan informasi yang dikumpulkan dari kuesioner ini diharapkan dapat
menghasilkan analisis yang tepat yaitu faktor-faktor apa saja yang menghambat
dalam Penerapan Konstruksi Berkelanjutan. Setelah semua data terkumpul,
kemudian dilakukan analisis data dengan cara kuantitatif, yaitu hasil survey
berupa kuesioner dari pakar dan responden dan diolah sesuai dengan metode yang
digunakan. Untuk melihat gambaran secara kualitatif mengenai tingkat
pemahaman dan penguasaan kompetensi oleh para responden digunakan analisis
deskriptif. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengujian dan analisis data
dengan tahapan sebagai berikut:
42
a. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-
butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel, dan
untuk mengukur suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal
yang berkaitan dengan pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel yang
disusun dalam bentuk kuesioner.
b. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode analisis yang digunakan untuk mendapatkan
nilai rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan nilai median dari masing-
masing variabel. Dari nilai rata-rata nantinya maka diharapkan akan didapat
kesimpulan sementara dari pertanyaan penelitian secara garis besar
43
3.1 Gambar Diagram Alir Penelitian
Mulai
Melakukan Studi Literatur mengenai :
• Konstruksi Berkelanjutan
• Implementasi Konstruksi Berkelanjutan
• Penghambat Penerapan Konstruksi
Berkelanjutan
Mengumpulkan data Sekunder:
• Data-data umum proyek
• Literatur tentang Konstruksi Berkelanjutan
Daftar pertanyaan kuisioner dibuat berdasarkan referensi studi literatur
mengenai Konstruksi Berkelanjutan
Mengumpulkan data Primer dengan
menyebarkan kuesioner kepada
responden yaitu pihak Kontraktor
A
44
A
Merekap kemudian mengolah
hasil kuesioner (data mengenai
responden dan jawaban responden
mengenai pertanyaan kuesioner)
Analisa dan Pembahasan:
• Karekteristik responden
• Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner
• Meranking Faktor penghambat Konstruksi Berkelanjutan
Kesimpulan dan Saran:
Mengenai faktor- faktor penghambat dalam
penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada
Proyek Konstruksi di kota Makassar
SELESAI
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Umum Responden
Penyebaran kuisioner dilakukan dengan menyebarkan ke perusahaan
yang bergerak dalam industri konstruksi yaitu PT. Sinar Galesong Pratama dan
PT. Gelora Bangun Lestari. Penyebaran dilakukan baik menitipkan ke kantor-
kantor maupun wawancara langsung dengan responden satu per satu. Dari
penyebaran kuisioner tersebut didapatkan 31 kuisioner yang valid dan lengkap
untuk digunakan sebagai input data penelitian. Berikut adalah uraian data-data
profil responden berdasarkan jabatan, dan pendidikan terakhir.
Tabel 4.1 Profil Umum Responden
Responden Pendidikan Pengalaman Kerja
(Tahun)
R1 S1 4
R2 S1 13
R3 S1 23
R4 S1 2
R5 S1 1
R6 S1 5
R7 S2 3
R8 S2 12
R9 D3 3
R10 S2 17
R11 S2 12
R12 D3 11
R13 D3 15
R14 S1 5
R15 S1 6
R16 S1 3
R17 S1 7
46
R18 S1 21
R19 S1 14
R20 S1 15
R21 S1 11
R22 S1 20
R23 S1 13
R24 S1 10
R25 S1 15
R26 S1 12
R27 S1 15
R28 S1 12
R29 S1 19
R30 S1 2
R31 S1 21
Dari variabel penelitian yang berjumlah 34 dengan 31 sampel data, maka
dapat diidentifikasikan melalui analisis deskriptif berdasarkan data responden.
Analisis ini dilihat dari pendidikan, pengalaman dan jabatan. Pembagian dari data
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Tabel Pengelompokkan Responden
Variabel Uraian
Pendidikan Terakhir
D3
S1
S2
Pengalaman
Kurang dari 10 tahun
Lebih dari 10 tahun
Jabatan
Site Engineer Manager
Staff Engineer
Quality Assurance/ Control
Site Engineer
47
4.1.1 Karakteristik Responden
Responden dari penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat dalam
proyek dari pihak kontaktor PT Gelora dan PT Sinar Galesong Pratama
dengan jabatan setara Site Engineer Manager, Site Engineer , Quality
Assurance/ Control dan Staff Engineer untuk mengisi kuesioner penelitian yang
akan menunjukkan yaitu faktor-faktor apa saja yang paling menghambat dalam
Penerapan Konstruksi Berkelanjutan. Berikut merupakan data mengenai
jabatan, pendidikan, dan pengalaman bekerja dalam dunia konstruksi.
Berdasarkan jabatan responden
Gambar 4.1 Jabatan Responden
Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa sebaran data yang dikelompokan
berdasarkan jabatan responden, diketahui bahwa 42% responden memiliki jabatan
Site Engineer atau Setingkatnya, 26% responden dengan jabatan Staff Engineer
atau setingkatnya , kemudian 19% dengan jabatan seperti Quality Control
13%
26%
19%
42%
Jabatan Responden
Site Engineer Manager/Expert = 13%
Staff Engineer = 26 %
Quality Assurance/Control =19%
Site Engineer= 42%
48
dan Quality Assurance, dan sisanya 13% dengan jabatan Site Engineer Manager
atau Setingkatnya
Berdasarkan pendidikan responden
Gambar 4.2 Pendidikan Responden
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa responden sebagian besar berpendidikan S1
yaitu sebesar 77%, sedangkan yang berpendidikan S2 yaitu sebesar 13%. Dan
untuk yang berpendidikan D3 yaitu sebesar 10%.
Berdasarkan pengalaman responden
S2= 13%
S1= 77% D3= 10%
Pendidikan Responden
S2
S1
D3
49
Gambar 4.3 Pengalaman di Dunia Konstruksi
Gambar 4.3 menunjukkan latar belakang dari kategori waktu pengalaman kerja
terlihat bahwa responden sebagian besar memiliki pengalaman kerja di dunia
konstruksi selama lebih dari 10 tahun yaitu sebesar 65% dan yang telah bekerja
di dunia konstruksi kurang dari 10 tahun yaitu sebesar 35%
4.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menujukkan tingkat keandalan suatu
alat ukur (Arikunto, 1955:63-69). Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu
item yang akan digunakan, pada penelitian ini dilakukan uji signifikansi
koefisien korelasi pada tahap signifikansi 0.05, artinya variabel penelitian
dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total. Sedangkan uji
reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah
pengukuran yang digunakan dapat tetap konsisten jika pengukuran tersebut
diulang. Dalam peneltian ini, pengujian reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan metode Alpha (Cronbach’s).
35%
65%
Pengalaman Responden
Kurang dari 10 Tahun
Lebih dari 10 tahun
50
Untuk uji validitas, pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf
signifikansi 0.05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut (Dr. Riduwan,
M.B.A, 2004):
Jika r hitung ≥ r table maka instrument atau item- item pertanyaan
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
Jika r hitung < r tabel maka instrumen atau item- item pertanyaan tidak
berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid)
Untuk uji reliablitas, Menurut Moh Nasir (2002), Uji reliabilitas
menyangkut ketepatan alat ukur. Suatu alat ukur mempunyai reliabilitas tinggi
atau dapat dipercaya, jika alat ukur tersebut mantap, stabil dan dapat
diandakan. (dependability) serta dapat diramalkan (Predictabilty) sehingga
alat ukur tersebut konsisten dari waktu kewaktu. Reliabilitas alat diukur
dengan menggunakan metode cronbach alpha. Instrumen penelitian
dikatakan reliable apabila nilai cronbach alpha lebih besar (>) dari 0.60
4.2.1. Uji Validitas
Untuk mengetahui kevalidtannya, dari ke-34 faktor yang diberikan dalam
bentuk kuisioner yang disampaikan kepada responden dilakukan uji validitas
terhadap setiap faktor dalam kelompok variabel dengan menggunakan program
51
SPSS Versi 22. Hasil tes validitas dapat dilihat pada kolom Correlated
Item- Total Correlation (lihat tabel). dengan jumlah responden 31, memiliki
derajat bebas N-2= 31-2 = 29. Nilai R tabel pada N = 29 dengan
signifikansi 0.05 adalah 0.355 Jika korelasi sudah lebih besar dari 0,355
maka kuisioner/pertanyaan yang dibuat dikatakan sahih/valid.
Tabel 4.3. Uji Validitas
Scale
Mean if
Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
X1 94.06 102.329 .381
X2 94.29 96.080 .715
X3 93.26 102.024 .357
X4 94.19 104.095 .430
X5 94.03 102.299 .465
X6 94.26 106.065 .142
X7 94.87 101.783 .493
X8 93.90 102.024 .357
X9 93.87 100.583 .601
X10 93.91 102.024 .367
X11 94.58 98.118 .658
X12 93.80 102.023 .356
X13 93.42 102.652 .381
X14 94.18 104.094 .429
X15 94.19 104.095 .430
X16 94.77 97.647 .802
X17 95.35 101.437 .446
X18 94.84 99.406 .588
X19 94.87 106.049 .141
X20 94.81 109.028 -.143
52
Scale
Mean if
Item
Deleted
Scale
Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
X21 94.55 98.989 .661
X22 94.58 98.118 .658
X23 95.32 97.626 .670
X24 95.55 99.323 .541
X25 95.13 90.249 .761
X26 95.03 95.099 .696
X27 95.58 96.852 .754
X28 94.90 92.957 .859
X29 94.58 98.118 .658
X30 94.52 98.325 .627
X31 95.42 98.918 .554
X32 95.00 100.867 .588
X33 93.87 100.583 .601
X34 94.52 98.325 .627
Sumber:Data Olahan SPSS
Berdasarkan uji validitas diatas, mengacu pada bagian Corrected Item - Total
Correlation terdapat 3 dari 34 variabel yang dinyatakan tidak valid yaitu
X6, X19 dan X20. Sehingga untuk ketiga variabel tersebut, tidak akan
dimasukkan untuk analisa lebih lanjut, karena tidak memenuhi syarat
validitas secara statistik.
4.2.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan dengan tujuan untuk mengetahui sifat dari alat
ukur yang digunakan, dalam arti apakah alat ukur tersebut akurat, stabil, dan
konsisten. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini dikatakan reliable
53
apabila memiliki cronbach’s alpha lebih dari 0,60. Hasil tes reliabilitas dapat
dilihat pada kolom Cronbach’s Alpha If Item Delected.
Tabel 4.4 Uji Reliabilitas Cronbach’s Alpha If Item Delected
Cronbach's
Alpha if
Item
Deleted
X1 .877
X2 .868
X3 .885
X4 .899
X5 .886
X6 .880
X7 .874
X8 .878
X9 .885
X10 .877
X11 .873
X12 .885
X13 .877
X14 .879
X15 .876
X16 .868
X17 .875
X18 .872
X19 .880
X20 .884
X21 .871
X22 .870
X23 .870
X24 .871
X25 .865
X26 .868
X27 .869
X28 .864
X29 .873
54
X30 .871
X31 .872
X32 .873
X33 .885
X34 .887
Sumber:Data Olahan SPSS
Menurut Moh Nasir (2000), Uji reliabilitas menyangkut ketepatan alat ukur.
Suatu alat ukur mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya, jika alat ukur
tersebut mantap, stabil dan dapat diandakan. (dependability) serta dapat
diramalkan (Predictabilty) sehingga alat ukur tersebut konsisten dari waktu
kewaktu. Reliabilitas alat diukur dengan menggunakan metode cronbach
alpha. Instrumen penelitian dikatakan reliable apabila nilai cronbach alpha
lebih besar (>) dari 0.60.
Tabel 4.5 Reliability Statistics
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.880 34
Pengukuran reliabilitas dengan SPSS 22 menunjukkan nilai cronbach alpha
berada pada angka 0.880 atau lebih besar (>) dari 0.60. Dari data tersebut
dapat disimpulkan variabel penelitian dapat dipercaya/ reliable
55
4.2.3 Mean dan Ranking
nilai akhir didapatkan dari jumlah dan rata-rata dari hasil kuisioner yang
disebarkan , penyusunan sesuai peringkatnya, dari yang terbesar hingga terkecil
untuk mengetahui faktor apa yang paling dominan dalam penghambat penerapan
konstruksi berkelanjutan. Lalu langkah berikutnya adalah mencari faktor-
faktor yang berada di atas nilai rata-rata (mean) dari nilai akhir faktornya.
Tabel 4.6 Nilai Mean dan Ranking
Variabel Faktor Penghambat Mean Rank
1. Tidak Adanya
Insentif Keuangan
a. Kurangnya pengetahuan dalam life
cycle analysis dan penggunaannya 3.3226 10
b. Biaya awal yang nyatanya lebih tinggi 3.0968 14
c. Pemisahan biaya antara biaya awal
konstruksi dengan biaya operasional 4.129 1
d. Kurang memadainya dalam pembangunan fasilitas umum
3.2258 11
2. Kurangnya informasi dan
Penelitian yang ada
a. Kurang memadainya penelitian 3.3548 9
b. Kurang cukupnya penelitian pada
lingkungan dalam ruangan, produktifitas
dan kesehatan.
3.129 13
c. Penelitian yang saling timpang tindih 2.5161 24
d.Kurang memadainya informasi teknis 3.4839 6
56
3. Kurangnya
Kepedulian a. Pemikiran yang konvensional 3.5161 5
b. Menolak untuk menerima risiko 3.4516 7
4.Terkait
Perencanaan
a. Merencanakan Konstruksi dengan
urutan yang berbeda 2.7419 19
-
b. Merencanakan Konstruksi dengan
teknik yang berbeda 2.9032 15
c. Diperlukan waktu lebih lama selama proses pra-konstruksi
3.9677 2
d. Kesulitan dalam memahami
spesifikasi konstruksi Berkelanjutan dalam kontrak
2.5161 24
5.Terkait Proyek
a. Kesulitan dalam pemilihan subkontraktorKesulitan dalam pemilihan
subkontraktor dalam memberi warna
hijau Jasa konstruksi
3.1935 12
b. Lebih banyak perubahan dan variasi dengan desain selama proses konstruksi
2.6129 20
c. Lebih banyak perubahan dan variasi
dengan desain selama proses konstruksi 2.0323 31
d. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan Konstruksi
Berkelanjutan
2.5484 22
6.Terkait Klien a. Tidak ada spesifikasi anggaran khusus
dari Konstruksi Berkelanjutan 2.5161 24
57
b. Klien menggunakan banyak waktu dalam mengambil keputusan
2.5806 21
c. Permintaan khusus dari klien yang
berkaitan dengan teknologi hijau tertentu
yang akan digunakan
2.8387 17
7.Terkait Tim Proyek
a. Konflik dengan arsitek atas jenis material yang akan digunakan
2.8065 18
b. Sering rapat dengan spesialis Konstruksi Hijau
2.0645 30
-
c. Perselisihan Kepentingan antara
konsultan dan manajer proyek 1.8387 33
d. Kinerja yang spesifik diperlukan
untuk proyek green building 2.2581 29
8.Terkait Bahan &
peralatan
a. Biaya yang tinggi untuk bahan dan
peralatan green building 2.3548 28
b. Ketidakpastian dengan bahan dan
peralatan green building 1.8065 34
c. Bahan atau peralatan green building
yang diimpor 2.4839 26
d. Ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi berkelanjutan
3.8065 3
9.Terkait Tenaga
Kerja
a. Mempertahankan metode praktik
tradisional 2.871 16
b. Kurangnya keterampilan mengenai teknis dan teknologi bangunan hijau
1.9677 32
58
Dari perhitungan di atas, didapatkan peringkat masing-masing faktor.
Langkah berikutnya mencari faktor-faktor yang berada di atas nilai rata-rata
(mean) dari nilai akhir faktornya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui faktor
apa saja yang memang dominan atau di atas rata-rata terhadap
penghambat penerapan konstruksi berkelanjutan
c. Pekerja tidak menyadari metode dan
prosedur yang benar dalam Konstruksi
Berkelanjutan
2.3871 27
10.Eksternal a. Kebijakan pemerintah 3.6774 4
b. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan
untuk proses sertifikasi konstruksi berkelanjutan
3.3871 8
59
Tabel 4.7 Hasil Pengelompokan Faktor Dominan
Variabel Faktor Penghambat Nilai
Akhir Rank
X3 Pemisahan biaya antara biaya awal konstruksi dengan biaya operasional
4.129 1
X13 Diperlukan waktu lebih lama selama proses pra-konstruksi
3.9677 2
X29 Ketersediaan bahan dan peralatan untuk
konstruksi berkelanjutan 3.8064 3
X33 Kebijakan pemerintah 3.6774 4
X9 Pemikiran yang konvensional 3.5161 5
X8 Kurang memadainya informasi teknis 3.4838 6
X10 Menolak untuk menerima risiko 3.4516 7
X34
Lebih banyak waktu yang dibutuhkan
untuk proses sertifikasi konstruksi
berkelanjutan
3.3870 8
X5 Merencanakan Konstruksi dengan
urutan yang berbeda 3.3548 9
X1 Kurangnya pengetahuan dalam life
cycle analysis dan penggunaannya 3.3225 10
X4 Kurang memadainya dalam
pembangunan fasilitas umum 3.2258 11
X15 Kesulitan dalam pemilihan untuk Jasa
konstruksi hijau dan berkelanjutan 3.1935 12
X2 Biaya awal yang nyatanya lebih tinggi 3.0967 13
X12 Merencanakan Konstruksi dengan
teknik yang berbeda 2.9032 14
X30 Mempertahankan metode praktik
tradisional 2.8907 15
Sumber:Data Olahan
Setelah dilakukan pengelompokkan faktor dominan di atas, didapatkan 15 faktor
yang yang nilainya berada di atas nilai rata-rata (mean) dari nilai akhir faktor
60
secara keseluruhan. Maka akan dicari lagi nilai rata-rata dari 15 faktor di atas
untuk mendapatkan faktor yang lebih berpengaruh atau dominan terhadap
keberhasilan penerapan konstruksi berkelanjutan
Tabel 4.8 Hasil Faktor-Faktor Dominan
Variabel Faktor Penghambat Nilai
Akhir Rank
X3 Pemisahan biaya antara biaya awal
konstruksi dengan biaya operasional 4.129 1
X13 Diperlukan waktu lebih lama selama
proses pra-konstruksi 3.9677 2
X29 Ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi berkelanjutan
3.8064 3
X33 Kebijakan pemerintah 3.6774 4
X9 Pemikiran yang konvensional 3.5161 5
X8 Kurang memadainya informasi teknis 3.4838 6
X10 Menolak untuk menerima risiko 3.4516 7
Sumber:Data Olahan
Berikut ini untuk mendapatkan faktor yang benar-benar paling dominan
dalam penghambat penerapan konstruksi berkelanjutan.
61
Tabel 4.9 Hasil Faktor-Faktor Dominan Akhir
Variabel Faktor Penghambat Nilai Akhir
Rank
X3 Pemisahan biaya antara biaya awal
konstruksi dengan biaya operasional 4.129 1
X13 Diperlukan waktu lebih lama selama
proses pra-konstruksi 3.9677 2
X29 Ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi berkelanjutan
3.8064 3
Sumber:Data Olahan
4.3 Pembahasan
Pembahasan ini dilakukan untuk menganalisa seluruh temuan yang didapat
dari penelitian dan pengujiannya. Dengan melakukan analisa ini maka akan dapat
dilihat mengapa didapatkan hasil seperti yang telah dipaparkan. Pembahasan juga
membuat pemahaman lebih dalam dari penerapan konstruksi berkelanjutan.
Pada tahap ini dilakukan validasi kembali kepada beberapa responden
untuk memastikan variabel-variabel hasil penelitian yang didapat sesuai dengan
kenyataan yang ada di lapangan dan juga memberikan rekomendasi tindakan
untuk faktor-faktor tersebut
4.3.1 Pembahasan Faktor Dominan
4.3.1.1 Pemisahan biaya antara biaya awal konstruksi dengan biaya
operasional
62
Analisa
Dalam setiap pembuatan gedung atau suatu konstruksi salah satu hal yang menjadi
faktor penting adalah biaya dalam pembuatan gedung itu sendiri atau bisa
dikatakan modal pembangunan awal. Menurut Gittingger (1986), Biaya adalah
suatu yang mengurangi tujuan. Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis
proyek adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap suatu investasi,
antara lain seperti biaya operasional dan biaya investasi. Biaya investasi adalah
biaya yang pada umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan proyek dalam jumlah
yang cukup besar, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang rutin
dikeluarkan setiap tahun pada umur proyek. Menurut Aileen Adams (2001)
Pada proses anggaran pengeluaran modal, hal paling utama berfokus
pada biaya awal proyek dan bukan pada operasional jangka panjang,
pemeliharaan, dan faktor-faktor produktivitas pekerja. Bangunan
berkelanjutan dikenakan biaya yang pertama lebih tinggi dari pada
bangunan lain karena alternatif analisis desain, komputerisasi pemodelan
energi, riset produk dan life cycle costing. Akan tetapi jika kerja sama dalam
pengembangan proyek dan integrasi antar tahapan berjalan baik, potensi
akan kenaikan biaya awal dapat jauh berkurang.
Tindakan Nyata
Salah satu tindakan nyata dari pemisahan biaya antara biaya awal konstruksi
dengan biaya operasional yaitu menjelaskan kepada pemilik proyek tentang
keuntungan yang di dapat dari konstruksi berkelanjutan untuk kedepannya, dari
63
biaya operasional yang lebih murah dan dari dampak lingkungannya, Menurut
Bashir et al. (2010) strategi untuk mengimplementasikan konstruksi
berkelanjutan adalah pendidikan, dimana pendidikan mengenai green
construction memegang peran penting dalam mendorong penerapan dari
konstruksi berkelanjutan
Selain itu memberikan estimasi biaya secara lengkap yaitu prediksi terhadap
biaya yang akan dibutuhkan dari proyek berdasarkan data dan lingkup
proyek yang diberikan yang akan dilaksanakan pada sebuah lokasi dan waktu
yang telah ditetapkan. Sehingga dari pemisahan biaya antara biaya awal
konstruksi dengan biaya operasional dapat dipisahkan sesuai dengan estimasi
yang telah disepakati.
4.3.1.2 Diperlukan waktu lebih lama selama proses pra-konstruksi
Analisa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses konstruksi dapat dibagi menjadi
empat tahapan besar, yaitu pre-project, pre-construction phase, construction
phase dan post-construction phase (Malik et al, 2002). Tahap pertama yang perlu
dilakukan adalah melakukan identifikasi terhadap kebutuhan. Setelah kebutuhan
dapat diidentifikasi maka hal selanjutnya adalah mencari bagaimana cara untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk
memahami permasalahan dari sustainabilitas dan keuntungan-keuntungan yang
didapat dari menerapkannya. Pada tahap ini, prinsip konstruksi berkelanjutan
64
dapat diterapkan dengan meminimalisasi konsumsi sumber daya yang ada dan
menjaga sebisa mungkin kelestarian lingkungan sekitarnya. Tahap ini sangat
penting dalam menentukan proses-proses konstruksi berikutnya, karena pada
tahap ini kita perlu mempertimbangkan banyak hal untuk menerapakan
sustainable dengan sebaik mungkin, selain itu juga penting untuk melakukan
pembelajaran terhadap pembiayaan, keuntungan dan risiko-risko yang berkaitan
dengan penerapannya. Setelah kita dapat mendefinisikan kebutuhan, maka kita
perlu menemukan konsep dari kebutuhan tersebut, disini kita perlu mendaftar
segala alternatif yang dapat digunakan sesuai dengan persoalan yang terdapat
pada sustainabilitas. Pada tahap ini, prinsip konstruksi berkelanjutan dapat
digunakan sama seperti pada tahap sebelumnya. Setelah dapat mendefinisikan
konsep, kita perlu melakukan studi kelayakan terhadapnya, pada tahap ini kita
akan memilih apa yang akan kita terapkan dan mana yang terbaik berkaitan
dengan sustainabilitas. Walaupun kita telah memilih pilihan terbaik, kita tetap
perlu mempertimbangkan dari penerapan konsep tersebut pada pelaksanaannya,
seperti life cycle pada tahap proses desain, estimasi pembiayaan dan lainnya.
Selanjutnya kita dapat melakukan studi kelayakan proyek dan
investasinya. Beberapa hal perlu dilakukan pada tahap ini seperti mengidentifikasi
para pemasok dan kontraktor yang terlibat, menetapkan kriteria desain dan teknis,
perundang-undangan, persetujuan keuangan dan lainnya. Prinsip - prinsip
pembangunan berkelanjutan yang dapat diterapkan pada tahap ini yaitu seperti
meminimalisasi konsumsi sumber daya dan mencoba menciptakan sebuah
lingkungan yang sehat dan non-toxic. Setelah itu masuk kedalam proses
65
konsep desain pada tahap pra-konstruksi. Pada tahap ini dilakukan
pembuatan pedoman-pedoman yang berkaitan dengan sustainabilitas dan
penilaian-penilaian terhadapnya, seperti kualitas produksi, kemampuan daur ulang
dan lainnya.
Ketika desain yang cocok telah dipilih dan ditetapkan, kita dapat
melanjutkannya dengan melakukan identifikasi terhadap material yang digunakan
sesuai dengan pedoman dan penilaian terhadap sustaianabilitasnya, dan
sangat penting untuk dapat memaksimalkan penggunaan sumber daya
yang dapat digunakan kembali dan dapat diperbaharui kedalam desain.
Selanjutnya, kita perlu mengkoordinasi antara desain, pengadaan, dan
pembiayaan proyek. Pada tahap ini, kita mulai mempersiapkan pelaksanaan
dari sustainable design. Tugas penting dalam tahap ini adalah
mendapatkan persetujuan terhadap desain dan biaya yang akan diserahkan
terhadap pemilik atau investor proyek. Ketika desain telah disetujui, kita
dapat memulai proses tender atau pelelangan. Pada tahap ini, hal terpenting
adalah mangkualifikasi dan mendapatkan informasi dari para peserta lelang
yang peduli terhadap persoalan sustainabilitas setelah pelelangan dan terpilih
pemenangnya selanjutnya mendiskusikan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam
proyek tersebut untuk tahap pembangunan di lapangan.
Tindakan Nyata
Salah satu tindakan nyata dari diperlukan waktu lebih lama selama proses pra-
konstruksi yaitu dengan mengetahui faktor yang menjadi penghambat dari proses
66
pra-konstruksi tersebut seperti telah memiliki pedoman untuk material,desain dan
konsep yang di pakai pada konstruksi berkelanjutan agar pada tahap seperti
pemilihan material dan pembuatan desain dapat meminimalisir waktu pada proses
pra-konstruksi
4.3.1.2 Ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi berkelanjutan
Analisa
Perkembangan pembangunan proyek konstruksi memiliki peran besar terhadap
perubahan lingkungan yang terjadi saat ini (Ervianto, 2004). Proyek konstruksi
bangunan identik dengan pencemaran lingkungan, mulai dari pemilihan bahan
material, alat berat, proses konstruksi, hingga operasional dan pemeliharaan
bangunan. Oleh karena itu, perlu dilakukan prinsip konstruksi hijau yang
melakukan proses konstruksi ramah lingkungan dan hemat sumber daya.
Proyek konstruksi membutuhkan tiga elemen sumber daya, yaitu material,
peralatan konstruksi, dan tenaga kerja manusia, yang kemudian tergabung
dalam sistem koordinasi berupa rantai pasok. Permasalahannya di Indonesia,
jumlah praktik pelaksanaan konstruksi hijau di Indonesia masih sedikit dan
belum didukung rantai pasok yang hijau pula (Abduh, 2013)
Sebagai salah satu elemen rantai pasok, bahan dan peralatan seperti alat
berat berperan dalam mencemari lingkungan karena menghasilkan gas
buang akibat penggunaan bahan bakar dalam melaksanakan pekerjaannya.
Walaupun pihak pemasok sudah melakukan pengembangan produk alat
67
berat, belum diketahui bagaimana aplikasi pengelolaannya oleh kontraktor di
lapangan.
Mengoptimalkan penggunaan suatu bahan material dan alat konstruksi
sehingga dapat memperpanjang daur hidupnya. Dengan memperpanjang daur
hidup melalui konservasi dan efisiensi, maka jejak karbon, jejak ekologis dan
limbah akhir yang dihasilkan akan berkurang. Oleh karena itu, dalam
pemilihan alat konstruksi dan bahan material, perlu diperhatikan dampaknya
terhadap manusia dan lingkungan hidup, dengan tidak menggunakan Bahan
Beracun dan Berbahaya.
Green Material dalam Green Building
Sekilas memang serupa, namun dalam pengertiannya Green Material memiliki
arti yang lebih luas dari sekedar ramah lingkungan dan pengertian material ramah
lingkungan hanya menyangkut dari sisi produk material saja. Dalam artian
material yang pada saat digunakan dan dibuang tidak memiliki potensi merusak
lingkungan dan mengganggu kesehatan. Disinilah letak kendala ketersediaan
bahan konstruksi berkelanjutan, karena untuk Green Material memiliki pengertian
lebih besar, bukan hanya dari sisi produk material saja, tetapi juga meninjau
apakah sumber materialnya berkelanjutan? Apakah proses produksinya di pabrik
juga ramah lingkungan? Apakah proses distribusinya jauh sehingga membuang
banyak karbon? Apakah proses pemasangannya tidak membuang banyak sisa
sampah? Apakah dapat mendukung penghematan energi? Sehingga dalam
perencanaan Green Building, material - material Green dapat secara dinamis
68
memberikan dampak terhadap penghematan listrik, penghematan air serta
meningkatkan kesehatan dan kenyamanan dan efisiensi manajemen perawatan
bangunannya.
. Tindakan Nyata
Salah satu tindakan nyata dari ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi
berkelanjutan yaitu dengan pemilihan suplaier. Penggunaan kriteria konstruksi
berkelanjutan dalam praktek pemilihan suplaier perlu berhati-hati dalam
mengevaluasi calon suplaier.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui tahapan-tahapan penelitian
sebelumnya, dapat diambil kesimpulan:
1. Hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan awal penelitian, yaitu
dimana menemukan satu atau lebih faktor yang menjadi dominan
dari penghambat penerapan konstruksi berkelanjutan. Dari 34 variabel
yang ada, didapatkan 3 variabel yang dominan terhadap penghambat
penerapan konstruksi berkelanjutan, yaitu:
a. Pemisahan biaya antara biaya awal konstruksi dengan biaya
operasional
b. Diperlukan waktu lebih lama selama proses pra-konstruksi
c. Ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi berkelanjutan
2. Berikut strategi penerapan atau tindakan nyata di lapangan untuk
faktor-faktor penghambat yang dominan dalam konstruksi
berkelanjutan :
a. Pemisahan biaya antara biaya awal konstruksi dengan biaya
operasional
70
o Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pemilik proyek
o Melakukan manajemen estimasi biaya untuk konstruksi
berkelanjutan dimana biaya awal yang dibutuhkan cukup besar
b. Diperlukan waktu lebih lama selama proses pra-konstruksi
o Melakukan manajemen atau standar operasi yang tepat
menangani material yang akan dipakai, desain dan segala yang
berhubungan dengan proses pra konstruksi.
c. Ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi berkelanjutan
o Mengevaluasi calon suplaier.
5.2. Saran
Dari kesimpulan yang didapatkan diatas maka saran yang dapat diberikan dari
hasil penelitian ini adalah :
1. Lebih memperbanyak jumlah responden serta proyek, untuk
mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat dan dapat diterapkan
dilapangan
2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor yang dominan
terhadap penghambat penerapan konstruksi berkelanjutan mengenai
seberapa besar pengaruhnya terhadap konstruksi berkelanjutan.
3. Melakukan penelitian lanjutan tentang menyusun strategi
pengendalian penerapan (Guideline) untuk mengoptimalkan
penerapan konstruksi berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Aileen Adams (2003), The Costs And Financial Benefits Of Green Buildings a
Report To California’s Sustainable Building Task Force October 2003,
California.
Danusastro, Damar Wulyant, 2010, Konsep Perumahan Berkelanjutan, Tesis
Program Studi Kajian Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Universitas
Indonesia, Jakarta
Darsono, Valentinus. (1995). Pengantar Ilmu Lingkungan, Penerbit Universitas
Atma Jaya, Yogyakarta.
Ervianto, W.I, 2004, Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit Andi, Yogyakarta.
GBCI, (2010). Greenship : Perangkat Penilaian Untuk Bangunan Hijau Di
Indonesia, Jakarta.
Hillebrant, P.M. 1985, Economic Theory and The Construction Industry, Mc
Millan, London.
Hwang, B.G., and Tan, J.S. (2012). Green Building Project Management:
Obstacles and Solutions for Sustainable Development, National University
of Singapore, Singapore.
Kibert, Charles. J, (2005). Sustainable Construction : green building design and
delivery. John Wiley & Sons, Inc, Canada.
Nazir , Moh (2002), metode analisis deskriptif, Erlangga, Yogyakarta.
Peter Newman (2002), “Sustainability and Housing : More than a Roof
Over Head.” Institute for Sustainability and Technology Policy,
Murdoch University, Australia.
Riduwan, (2008). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta,
Bandung.
Rusmadi, (2008). Agama dan Basis Etika Lingkungan Global, dimuat di Harian
Koran WAWASAN edisi 1 Februari 2008, Yogyakarta
Pedoman Umum Implementasi Konstruksi Berkelanjutan, 05 /PRT/M/2015,
Tanggal 24 Maret 2015, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Sassi, Paola, (2006). Strategies of Sustainable Architecture, Taylor & Francis,
New York.
Sukamta, Davy, Februari 2009. Mendadak green. 23 Februari 2009
Tagaza, E., and Wilson, J.L. (2004). Green buildings: Drivers And Barriers
Lessons Learned From Five Melbourne Developments. Report Prepared
for Building Commission, by University of Melbourne and Business
Outlook and Evaluation. Melbourne.
Zhang, X. L., Shen, L. Y., & Wu, Y. Z. (2011). Green Strategy For Gaining
Competitive Advantage In Housing Development: China Study. Journal
of Cleaner Production, China.
LAMPIRAN
PENELITIAN
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas (SPSS Ver 22)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
X1 94.06 102.329 .381 .877
X2 94.29 96.080 .715 .868
X3 93.26 102.024 .357 .885
X4 94.19 104.095 .430 .899
X5 94.03 102.299 .465 .886
X6 94.26 106.065 .142 .880
X7 94.87 101.783 .493 .874
X8 93.90 102.024 .357 .878
X9 93.87 100.583 .601 .885
X10 93.91 102.024 .367 .879
X11 94.58 98.118 .658 .873
X12 93.80 102.023 .356 .885
X13 93.42 102.652 .381 .877
X14 94.18 104.094 .429 .879
X15 94.19 104.095 .430 .876
X16 94.77 97.647 .802 .868
X17 95.35 101.437 .446 .875
X18 94.84 99.406 .588 .872
X19 94.87 106.049 .141 .880
X20 94.81 109.028 -.143 .884
X21 94.55 98.989 .661 .871
X22 94.58 98.118 .658 .870
X23 95.32 97.626 .670 .870
X24 95.55 99.323 .541 .871
X25 95.13 90.249 .761 .865
X26 95.03 95.099 .696 .868
X27 95.58 96.852 .754 .869
X28 94.90 92.957 .859 .864
X29 94.58 98.118 .658 .873
X30 94.52 98.325 .627 .871
X31 95.42 98.918 .554 .872
X32 95.00 100.867 .588 .873
X33 93.87 100.583 .601 .885
X34 94.52 98.325 .627 .887
Tabel r untuk df=1-50
df=(N-2) Nilai r
df=(N-2) Nilai r
0.01 0.05 0.01 0.05
1 0.9999 0.9969 29 0.4556 0.3550
2 0.9900 0.9500 30 0.4487 0.3494
3 0.9587 0.8783 31 0.4421 0.3440
4 0.9172 0.8114 32 0.4357 0.3388
5 0.8745 0.7545 33 0.4296 0.3338
6 0.8343 0.7067 34 0.4238 0.3291
7 0.7977 0.6664 35 0.4182 0.3246
8 0.7646 0.6319 36 0.4128 0.3202
9 0.7348 0.6021 37 0.4076 0.3160
10 0.7079 0.5760 38 0.4026 0.3120
11 0.6835 0.5529 39 0.3978 0.3081
12 0.6614 0.5324 40 0.3932 0.3044
13 0.6411 0.5140 36 0.4128 0.3202
14 0.6226 0.4973 37 0.4076 0.3160
15 0.6055 0.4821 38 0.4026 0.3120
16 0.5897 0.4683 39 0.3978 0.3081
17 0.5751 0.4555 40 0.3932 0.3044
18 0.5614 0.4438 41 0.3887 0.3008
19 0.5487 0.4329 42 0.3843 0.2973
20 0.5368 0.4227 43 0.3801 0.2940
21 0.5256 0.4132 44 0.3761 0.2907
22 0.5151 0.4044 45 0.3721 0.2876
23 0.5052 0.3961 46 0.3683 0.2845
24 0.4958 0.3882 47 0.3646 0.2816
25 0.4869 0.3809 48 0.3610 0.2787
26 0.4785 0.3739 49 0.3575 0.2759
27 0.4705 0.3673 50 0.3542 0.2732
28 0.4629 0.3610
.
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
Kuisioner Penelitian
Kepada Bapak/Ibu/Sdra/Sdri. responden yang terhormat, Dalam rangka menyelesaikan studi tugas akhir di Departemen teknik sipil,
Fakultas teknik, Universitas Hasanuddin, saya memerlukan dan mengharapkan bantuan Bapak/Ibu/Sdra/Sdri untuk mengisi kuesioner
ini. Kuesioner ini disusun untuk mengetahui faktor-faktor yang penghambat yang paling berpengaruh dalam penerapan konstruksi
berkelanjutan pada proyek konstruksi di kota Makassar. Pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang diterima dalam kuesioner ini
hanya semata-mata untuk tujuan penelitian. Saya berharap bahwa setiap jawaban yang Bapak/Ibu/Sdra/Sdri berikan benar-benar
jujur, apa adanya, dan sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya dilapangan. Jika ada hal-hal yang bapak/ibu/sdra/sdri ingin
tanyakan menegenai pengisian kuesioner ini, dapat menghubungi saya di HP/WA 0818 0648 4535. Atas kesediaan
bapak/ibu/sdra/sdri dalam membantu saya dengan mengisi kuesioner ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Hormat saya,
Peneliti:
NOVIANTO PAMBUDI
D11113519
KUISIONER PENELITIAN
faktor-faktor penghambat dalam Penerapan Konstruksi Berkelanjutan pada Proyek Konstruksi Indonesia : Studi Kasus Proyek Konstruksi di
Kota Makassar
Petunjuk Pengisian:
Mohon berikan jawaban dari masing-masing pilihan pernyataan yang tersedia dengan memberikan tanda () pada jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara pilih.
Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur : Tahun
3. Tingkat Pendidikan : SD SMP SMA D1 D2 D3 S1 S2
4. Masa Kerja : Tahun
5. Jenis Kelamin : laki-laki / perempuan
6. Jabatan :
Keterangan untuk penilaian:
1 2 3 4 5
Sangat
Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat
Tinggi
dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya dan hanya akan dipakai untuk keperluan penelitian saja
Berikut Faktor-faktor Penghambatan dari Penerapan Konstruksi berkelanjutan
x7 c. Penelitian yang saling timpang tindih
Sub Variabel Kode Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
1. Tidak Adanya Insentif Keuangan
x1
a. Kurangnya pengetahuan dalam life cycle analysis dan penggunaannya ( yaitu ilmu untuk mengevaluasi potensi dampak lingkungan dari suatu produk dan material)
x2 b. Biaya awal yang nyatanya lebih tinggi dari konstruksi konvensional
x3 c. Pemisahan biaya antara biaya awal konstruksi dengan biaya operasional
x4 d. Kurang memadainya dalam pembangunan fasilitas umum (Jalan, tempat parkir dll)
2. Kurangnya informasi dan
Penelitian yang ada
x5 a. Kurang memadainya penelitian dalam konstruksi hijau menjadi salah satu penghambat penerapan
x6 b. Kurang cukupnya penelitian pada lingkungan dalam ruangan, produktifitas dan kesehatan.
Sub Variabel Kode Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
x8 d.Kurang memadainya informasi teknis untuk penerapan konstruksi hijau dan berkelanjutan
3. Kurangnya Kepedulian
x9 a. Pemikiran yang konvensional menjadi penghambat dalam penerapan
x10 b. Menolak untuk menerima risiko dari segi bahan dan teknologi terbaru dari konstruksi hijau
4.Hal –hal Terkait Perencanaan
x11
a. Merencanakan Konstruksi dengan urutan yang berbeda dengan konstruksi konvensional menjadi kendala penerapan
x12 b. Merencanakan Konstruksi dengan teknik yang berbeda ( dari Konstruksi biasa ke konstruksi hijau)
x13 c. Diperlukan waktu lebih lama selama proses pra-konstruksi
x14 d. Kesulitan dalam memahami spesifikasi konstruksi Berkelanjutan dalam kontrak
5.Hal- hal Terkait
Proyek x15
a. Kesulitan dalam pemilihan untuk Jasa konstruksi hijau dan berkelanjutan
x16 b. Lebih banyak perubahan dan variasi dengan desain selama proses konstruksi (dalam konstruksi hijau)
Sub Variabel Kode Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
x17 c. Kesulitan dalam menilai kemajuan dan penyelesaian konstruksi hijau
x18 d. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan Konstruksi hijau dan Berkelanjutan
6.hal –hal Terkait Klien
x19 a. Tidak ada spesifikasi anggaran khusus dari Konstruksi hijau dan Berkelanjutan
x20 b. Klien menggunakan banyak waktu dalam mengambil keputusan
x21 c. Permintaan khusus dari klien yang berkaitan dengan teknologi hijau tertentu yang akan digunakan
7. Hal-hal Terkait Tim Proyek
x22 a. Konflik dengan arsitek atas jenis material yang akan digunakan
x23 b. Sering rapat dengan spesialis Konstruksi Hijau
x24 c. Perselisihan Kepentingan antara konsultan dan manajer proyek
x25 d. Kinerja yang spesifik diperlukan untuk proyek green building/ Konstruksi Hijau
Sub Variabel Kode Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
8. Hal-hal Terkait Bahan & peralatan
x26 a. Biaya yang tinggi untuk bahan dan peralatan green building/ Konstruksi Hijau
x27 b. Ketidakpastian dengan bahan dan peralatan green building/ Konstruksi Hijau
x28 c. Bahan atau peralatan green building yang diimpor/ Konstruksi Hijau
x29 d. Ketersediaan bahan dan peralatan untuk konstruksi hijau dan berkelanjutan
9. Hal-hal Terkait Tenaga Kerja
x30 a. Mempertahankan metode praktik tradisional
x31 b. Kurangnya keterampilan mengenai teknis dan teknologi bangunan hijau
x32 c. Pekerja tidak menyadari metode dan prosedur yang benar dalam Konstruksi hijau dan Berkelanjutan
10. Faktor Eksternal x33 a. Kebijakan pemerintah
x34 b. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk proses sertifikasi konstruksi hijau dan berkelanjutan
Lampiran Lokasi Penelitian
Giant Extra Pettarani
Nama Proyek :Pembangunan Giant Extra Pettarani
Lokasi :Jalan A. P. Pettarani Km 4 Makasasar
Kontraktor :PT. Gelora Bangun Lestari
Pemberi Tugas :PT. Sinar Galesong Pratama
Nilai Kontrak :Rp. 39.500.000.000,- sudah termasuk PPN 10%
Sumber Dana :Dana Pribadi
Waktu Pelaksanaan :1 Oktober 2016 s/d 21 Juli 2017
Loksi Pembangunan
Giant Extra Pettarani
Kantor Pusat PT. Sinar Galesong Pratama
Nama :Kantor Pusat PT. Sinar Galesong Pratama
Lokasi :Jl. A. P. Pettarani No.55
Lokasi Kantor Pusat
PT.Sinar Galesong
Kantor Palang Merah Indonesia (PMI)
Nama Proyek :Pembangunan Kantor Palang Merah Indonesia (PMI)
Lokasi : Jalan Lanto Daeng Pasewang
Kontraktor : PT. Gelora Bangun Lestari
Pemberi Tugas : PT. Sinar Galesong Pratama
Nilai Kontrak :Rp.6.490.000.000,- sudah termasuk PPN 10%
Sumber Dana :Dana pribadi dan pinjaman kredit Bank OCBC NISP
Waktu Pelaksanaan :3 April 2017 s/d 29 Juli 2017
Lokasi Kantor
PMI