Upload
hana-pertiwi
View
46
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Tutorial LBM 4 Blok 3.3
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 4
“AKU TIDAK MENDENGAR SUARA ITU”
BLOK 3.3
Dosen Tutor : Khudazi Aulawi, S.Kep., Ns., M.Kes.
KELOMPOK 5
1. Rizki Junitasari (13818)
2. Rizki Indriyani (13819)
3. Dian Ambar Kusuma (13821)
4. Ika Indar Wati (13824)
5. Masmur Kristi Pamuji (13830)
6. Nita Herdianti (13833)
7. Nindy Ayu Pangestu (13974)
8. Rachmat Hidayat (13977)
9. Gabi Ceria (13979)
10. Mochammad Rizqi Abdillah (13983)
11. Ipang Fitria Wanti (13986)
12. Hana Pertiwi (13987)
UNIVERSITAS GADJAH MADA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2012
Monitoring Proses Tutorial
Blok : 3.3 Neurocognition
Minggu ke : 5
Topik : Aku Tidak Mendengar Suara Itu
Ketua : Mochammad Rizqi Abdillah
Scriber 1 : Ipang Fitria Wanti
Scriber 2 : Hana Pertiwi
Pertemuan ke : I
Tanggal : Desember 2012
Hadir : 12
Tidak hadir : -
Pertemuan ke : II
Tanggal : Desember 2012
Hadir : 12
Tidak hadir : -
Skenario
Aku Tidak Mendengar Suara Itu
Ny W (27 tahun) dirawat untuk ketiga lainnya di RS UGM bangsal jiwa dengan diagnosa medis
skizofrenia. Pasien dibawa masuk RS oleh keluarga karena keluyuran di malam hari, teriak-
teriak dan tidak bisa tidur. Pasien relaps diduga karena putus obat. Pasien saat ini terlihat sering
bicara sendiri, komat-kamit, mondar-mandir, dan sulit tidur. Pasien memiliki riwayat halusinasi
auditori. Dora, mahasiswa keperawatan yang sedang praktik profesi segera melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi dengan memperhatikan prinsip perawatan pasien
halusinasi.
STEP 1
- Skizofrenia : gangguan mental yang dipengaruhi oleh gangguan pikir, gangguan psikotik
- Halusinasi auditori : gangguan mental merasa mendengar sesuatu tanpa diberi stimulus
pada indra pendengaran
STEP 2
1. Apakah penyebab skizofrenia?
2. Apa gejala-gejala skizofrenia?
3. Kapan seseorang menderita skizofrenia?
4. Bagaimana penanganan skizofrenia?
5. Apa jenis-jenis skizofrenia?
6. Bagaimana cara mendeteksi skizofrenia?
7. Apa peran keluarga pada pasien skizofrenia?
8. Apa faktor resiko skizofrenia?
9. Bagaimana prognosis skizofrenia?
10. Apa faktor yang dapat menyebabkan pasien skizofrenia kambuh?
11. Apa asuhan keperawatan dari skenario?
12. Bagaimana prinsip perawatan pasien skizofrenia?
STEP 3
1. Penyebab skizofrenia adalah ketidakseimbangan neurotransmiter norepinephrine dan
dopamin di otak.
2. Gejala-gejala skizofrenia:
- Halusinasi
- Ilusi
- Perilaku aneh
- Tidak dapat membedakan pikiran nyata atau khayalan
- Katatonik
- Bicara kacau
3. Skizofrenia ditemukan mulai dari usia dewasa muda.
4. Penanganan farmako : pemberian antipsikotik
Penanganan non-farmako : ECT, psikoterapi suportif, terapi aktivitas kelompok
5. Jenis-jenis skizofrenia :
- Skizofrenia disorganisasi : tidak ada kesesuaian antara perkataan dan
kenyataan/perilaku
- Skizofrenia paranoid : ketakutan setiap waktu, merasa dikejar-kejar
6. Tidak ada alat deteksi skizofrenia, sehingga yang digunakan untuk mengetahui
skizofrenia atau bukan adalah dengan melihat gejala-gejalanya.
7. Peran keluarga :
- Mengarahkan pasien ke realita
- Membantu mencegah pasien kambuh
- Membantu menjadi pengawas minum obat
8. Faktor resiko :
- Kembar identik yang salahsatunya menderita skizofrenia
- Pola asuh buruk
- Status sosial rendah
- Beresiko terhadap bayinya apabila ibu hamil kekurangan nutrisi, stress
- Bayi lahir dengan kekurangan O2 dan berat badan rendah
9. Pasien skizofrenia dapat disembuhkan dengan pengobatan. Pengobatan dapat hingga
seumur hidup, apabila putus pengobatan skizofrenia dapat kambuh kembali.
10. Pasien putus pengobatan, stress berat
11. Diagnosis : Insomnia
Outcome : pasien dapat tidur sesuai lama tidur normal orang dewasa
Intervensi : pemberian terapi halusinasi, medikasi antipsikotik untuk menurunkan anxiety
12. Buat hubungan saling percaya, tidak boleh langsung menghakimi bahwa pasien
mengalami halusinasi, diberi tahu tentang halusinasi dan cara mengontrol halusinasi.
STEP 4
STEP 5
LO :
1. Penyebab skizofrenia
2. Gejala skizofrenia
3. Tipe skizofrenia
4. Penanganan skizofrenia
5. Faktor yang mempengaruhi kekambuhan
Faktor
resiko
Penyebab Skizofrenia Gejala
Jenis-jenis Penangana
n
Prognosis
Asuhan
Keperawata
n
Cara Deteksi
6. Prognosis skizofrenia
7. Asuhan keperawatan
STEP 6
Mencari LO dari referensi terpercaya.
STEP 7
1. Penyebab skizofrenia
a. Biologis
i. Genetic predisposition theory menyebutkan bahwa terdapat resiko skizofrenia
sebesar 10-20 % bagi orang yang punya anggota keluarga dengan skizofrenia
dan resiko 40 % jika kedua orangtuanya skizofrenia atau saudara kembar
identik. Peneliti mengidentifikasi bahwa lokasi gen skizofrenia terletak di
kromosom 13 dan kromosom 8.
ii. Biochemical and neurostructural theory menjelaskan hipotesa mengenai
dopamin yang berlebihan memungkinkan impuls saraf menyerang aliran
mesolimbic. Mesolimbic adalah bagian otak yang melibatkan arousal dan
motivasi.
iii. Organic or pathophysiologic theory menjelaskan bahwa skizofrenia
merupakan penurunan fungsi otak yang disebabkan stressor seperti infeksi
virus, racun, trauma, atau substansi abnormal. Dan kemungkinan merupakan
gangguan metabolisme.
iv. Perinatal theory menjelaskan bahwa skizofrenia dapat terjadi dikarenakan
saat fetus atau bayi lahir mengalami kekurangan O2 selama kehamilan atau ibu
mengalami malnutrisi/kelaparan selama trimester pertama kehamilan. Trauma
atau kecelakaan pada trimester kedua juga berpengaruh pada perkembangan
munculnya skizofrenia.
b. Psikologis
i. Psychological or experiental theory menjelaskan bahwa stressor memperbesar
permulaan terjadinya skizofrenia, stressor termasuk hubungan yang jelek
antara ibu-anak, gangguan hubungan interpersonal keluarga, gangguan
identitas kelamin dan gambaran diri, dan paparan terhadap situasi double-bind
yang berulang kali.
ii. Teori Price berdasarkan peran keluarga :
- Attachment, menurut Otto Will (1970) menduga bahwa kesulitan yang
dialami penderita skizofrenia merupakan pencerminan dari adanya
gangguan pada attachment di awal kehidupan antara anak dan caretaker.
Gangguan pada pembentukan basic trust ini di kemudian hari
mengakibatkan munculnya perasaan takut akan kehilangan, keterpisahan,
sikap penarikan diri, panik serta komunikasi dengan menggunakan simbol
yang aneh dan perkembangan ego yang lemah.
- Schizophrenogenic mother, ibu-ibu yang menampilkan sikap terlalu
melindungi, melimpahi anak dengan perhatian berlebihan, tidak peka,
menolak kehadiran anak dan terlalu mengontrol dianggap mampu
menimbulkan tingkah laku skizofrenik pada keturunannya.
- Marital schism dan marital skew, hubungan antara suami istri dapat
terlibat dalam suatu schism, dimana terjadi konflik terbuka antara mereka.
Setiap pihak mencoba untuk menarik sang anak, sehingga terlibat dalam
konflik. Hubungan yang lain melibatkan marital skew, yaitu salah satu
dari orangtua dominan dan secara jelas menampakkan tingkah laku
patologis.
- Double bind, Bateson (1956) menyatakan bahwa bentuk-bentuk tertentu
dari komunikasi antara orangtua dan anak, produktif untuk menimbulkan
tingkah laku skizofrenia. Komunikasi terjadi dimana tanggapan-tanggapan
yang muncul saling bertentangan satu sama lain.
c. Sosial
Environmental or cultural theory menjelaskan bahwa orang yang menjadi
skizofrenia memiliki reaksi yang salah terhadap lingkungannya, menjadikannya
tidak mampu merespon secara selektif berbagai stimuli sosial. Teori ini
mempercayai bahwa orang yang berasal dari area sosio ekonomi rendah atau
orang tua single yang kekurangan sehingga tidak terpapar kepada situasi dimana
mereka dapat mendapat prestasi maupun mencapai kesuksesan.
2. Gejala skizofrenia
a. -Thought echo : isi pikiran yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda
-Thought insertion or withdrawl : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawl)
-Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga oranglain atau
umum mengetahuinya
b. -Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar
-Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar
-Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
sesuatu kekuatan dari luar
-Delusional perception : pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik : dapat berupa suara halusinasi yang berkomentar secara
terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien antara
mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham : waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia
lain).
e. Halusinasi yang menetap dari panca indra apasaja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun setengah ataupun disertai ide-ide berlebihan
(over valued ideas) yang menetap, atau apabila berulang-ulang terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
f. Arus pikir yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan
g. Perilaku katatonik : seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala-gejala negatif : seperti sikap apatis, menghindari kontak mata, jarang
bicara, respon emosi tumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan
diri dari lingkungan sosial dan menurunnya kinerja sosial. Tapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
i. Adanya gejala-gejala khas seperti di atas dalam kurun waktu satu bulan atau
lebih.
j. Terdapat perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek kehidupan prilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat (anhedonia), hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Gejala awal skizofrenia pada remaja hampir sama dengan dewasa, namun sulit untuk
mengenalinya karena gejalanya banyak ditemukan di remaja pada umumnya, seperti :
penarikan diri dari teman dan keluarga, penurunan prestasi sekolah, gangguan tidur, dan
sifat lekas marah (irritability). Jika dibandingkan dengan skizofrenia dewasa, pada
remaja lebih sering ditemukan halusinasi visual dan sedikit ditemukan delusi yang
menyertai.
3. Tipe skizofrenia
a. Skizofrenia paranoid
Gejala dominan berupa waham atau delusi dan halusinasi pendengaran. Waham
biasanya berjenis waham kejar (misalnya yakin bahwa orang-orang di sekitarnya
mau mencelakainya) atau waham kebesaran (misalnya yakin bahwa dirinya
adalah Tuhan yang memiliki suatu kekuatan khusus). Halusiansi berupa suara
orang yang menyuruh-suruh, berkomentar atau bercakap-cakap sendiri.
b. Skizofrenia hebefrenik
Gejala yang menonjol berupa pembicaraan kacau, perilaku kacau dan afek datar
atau tumpul. Pembicaraan kacau dapat berupa asosiasi longgar (contoh : tadi pagi
saya makan tempat tidur ada sapi makan rumput) hingga incoherence (contoh :
kambing gerak-gerak hitam matahari ditilang). Perilaku kacau seperti
mengumpulkan bungkus makanan dan ditimbun di bawah tempat tidur.
Sedangkan afek yang menumpul dinilai dari modulasi gerakan wajah dan perilaku
yang disesuaikan dengan isi pembicaraan yang dibicarakan pasien.
c. Skizofrenia katatonik
Tipe skizofrenia yang ditandai dengan sekurang-kurangnya dua gejala berikut :
ketiadaan gerak, pergerakan berlebihan tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh
stimulus eksternal, sikap melawan berlebihan untuk bergerak ketika diberikan
perintah atau postur kaku yang dipertahankan dan tidak bisa digerakkan oleh
orang lain, postur tubuh yang dipertahankan aneh, ekolalia, atau ekopraksia.
d. Skizofrenia Tak Terinci
Skizofrenia yang memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia namun tidak
memenuhi kriteria diagnostik subtipe paranoid, hebefrenik ataupun katatonik.
e. Skizofrenia Residual
Tipe skizofrenia yang ditandai dengan hilangnya waham, halusinasi, pembicaraan
kacau dan perilaku kacau atau katatonik yang menonjol. Namun ditemukan
bahwa gangguan tetap berlangsung yang diindikasikan dengan munculnya gejala
negatif.
f. Skizofrenia Simplex
Gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran
kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada
permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya dan
menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau
pelajaran dan akhirnya menjadi penganguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya mungkin ia akan menjadi pengemis, pelacur atau penjahat.
g. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya yang
tidak berdasarkan DSM IV TR antara lain:
- Bouffe delirante (psikosis delusional akut)
Merupakan konsep diagnosis dari Perancis. Diagnosis ini mirip dengan
diagnosis gangguan skizofreniform di dalam DSM IV.
- Skizofrenia laten
Pasien harus sangat sakit mental untuk mendapat diagnosa skizofrenia.
- Oneroid
Pasien sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap
waktu dan tempat. Diagnosa ini digunakan bagi pasien skizofrenik yang
khususnya terlibat di dalam pengalaman halusinasinya untuk dapat
mengeluarkan keterlibatan di dalam dunia nyata.
- Parafrenia
Sinonim skizofrenia paranoid, digunakan juga sebagai istilah ketika
perjalanan penyakit memburuk secara progresif atau adanya sistem waham
yang tersusun baik.
- Pseudoneurotik
Pasien awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia,
obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran
dan psikosis.
- Skizofrenia tipe I
Skizofrenia dengan sebagian besar gejala yang muncul adalah gejala
positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah
banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada
CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan.
- Skizofrenia tipe II
Skizofrenia dengan sebagian besar gejala yang muncul adalah gejala
negatif seperti afek datar atau tumpul, kemiskinan pembicaraan atau isi
pembicaraan, blocking ketika berbicara, dandanan yang buruk, tidak ada
motivasi, anhedonia (tidak ada ketertarikan), penarikan sosial, defek
kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural
pada periksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.
4. Penanganan skizofrenia
a. Medikamentosa
i. Antipsikotik konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunaannya disebut antipsikotik
konvensional. Walaupun sangat efektif, antispsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping serius. Contoh : haldol (haloperidol), mellaril
(thioridazine), dll
Saran penggunaan pada pasien yang sudah mengalami perbaikan dan tidak
mengalami efek samping yang berarti atau pasien mengalami kesulitan
minum pil secara reguler. Prolixin dan haldol dapat diberikan dalam
jangka waktu lama dengan interval 2-4 minggu.
Efek samping : gangguan (kekakuan otot), pergerakan menjadi lambat dan
kaku, sehingga agar tidak kau pasien harus bergerak setiap waktu dan
menyebabkan mereka tak dapat istirahat, tremor kaki dan tangan. Untuk
mencegah efek samping tremor, antipsikotik dapat diberikan bersamaan
dengan antikolinergik.
ii. Antipsikotik atipikal
Obat ini prinsip kerjanya berbeda dengan antipsikotik konvensional dan
sedikit menimbulkan efek samping. Contoh : risperdal (risperidone),
scroquel (quetiapine), zyprexa (olanzopine)
iii. Clozaril
Saran penggunaan : clozaril baru diberikan apabila pasien tidak manjur
dengan paling sedikit 2 jenis obat antipsikotik yang lebih aman. Efek
samping : jarang terjadi (1 % dari semua pasien pengguna clozaril), terjadi
penurunan sel darah putih
b. Terapi Psikososial
i. Terapi perilaku
Terapi dengan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri,
latihan praktis dan komunikasi interpersonal.
ii. Terapi berorientasi keluarga
Membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu
mengecilkan hati. Dilakukan singkat namun intensif (setiap hari). Topik
yang dibahas adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Karena seringkali anggota keluarga dalam cara yang jelas mendorong
sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan penyangkalan keparahan
penyakit.
iii. Terapi kelompok
Memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan
nyata.
iv. Psikoterapi individual
Konsepnya hubungan terapeutik antara pasien dan perawat/dokter
c. ECT
Pasien di anestesi dan dihubungkan dengan elektroda beraliran listrik.
d. Active and Passive Music teraphy
Menurut penelitian dapat nenurunkan gejala negatif skizofrenia.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi relaps
a. Kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan, disebabkan karena :
- Gagal mengerti pentingnya
terapi
- Pengertian yang buruk
terhadap instruksi
- Ketidakpuasan terhadap
sikap dan ketrampilan
komunikasi profesional
kesehatan
- Menunggu dokter atau apoteker hingga
menyebabkan kejengkelan pasien
- Frekuensi pemberian yang terlalu sering
- Durasi pengobatan lama
- Efek samping obat berdampak berarti bagi
pasien
- Gejala sudah tidak muncul
b. Major life event
c. Substance abuse
d. Konflik keluarga
6. Prognosis
Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada :
- Usia pertama kali timbul, makin muda makin buruk
- Mula timbulnya akut atau kronik, bila mula timbulnya akut prognosisnya lebih baik
- Tipe skizofrenia, pada tipe akut dan katatonik prognosisnya lebih baik
- Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang di dapat
- Ada atau tidaknya faktor keturunan, jika terdapat faktor keturunan prognosisnya lebih
buruk
- Ada atau tidaknya faktor pencetus, jika ada prognosisnya lebih baik
- Kepribadian prepsikotik, apabila kepribadiannya skizoid, skitozim atau introvert
maka prognosis akan lebih buruk
- Keadaan sosial ekonomi, apabila rendah prognosis semakin jelek
Dalam artikel yang lain disebutkan bahwa prognosis skizofrenia pada fase residual
penyembuhan total yang berlangsung sekurang-kurangnya 3 tahun terjadi pada 10 %
pasien, sedangkan perbaikan yang bermakna terjadi sekitar 2/3 kasus. Banyak penderita
skizofrenia mengalami eksaserbasi intermitten, terutama sebagai respon terhadap situasi
lingkungan yang penuh stress. Pria biasanya mengalami perjalanan gangguan yang lebih
berat dibanding wanita. 10 % penderita skizofrenia meninggal karena bunuh diri.
Prognosis baik memiliki hubungan erat dengan tidak adanya gangguan perilaku
prodromal, pencetus lingkungan yang jelas, awitan mendadak, awitan pada usia
pertengahan, adanya konfusi, riwayat gangguan afek dan sistem dukungan yang tidak
kritis dan tidak terlalu intrusif.
Skizofrenia tipe I tidak selalu memiliki prognosis yang lebih baik dibanding skizofrenia
tipe II. Sekitar 70 % penderita skizofrenia yang berada dalam remisi mengalami relaps
dalam 1 tahun. Untuk itu, terapi selamanya diwajibkan pada kebanyakan kasus.
7. Askep
a. Risk for Self-Mutilation
Definisi : at risk for deliberate self-injuries behavior causing tissue damage with
the intent of causing nonfatal injury to attain relief of tension.
Faktor Resiko : Command halucinations
Hasil akhir NOC yang disarankan : Risk Control, Self-Mutilation Restraint
Intervensi dan rasionalnya :
- Jauhkan semua benda berbahaya dari lingkungan pasien dengan pertimbangan
untuk keamanan pasien
- Mengatur pengobatan psikotropik bagi pasien sesuai resep dokter untuk
mengurangi ketegangan, perilaku impulsive, halusinasi dan panik
- Pindahkan ke ruangan tenang saat halusinasi pasien kambuh untuk
mengurangi stimulus
b. Gangguan Sensori Persepsi
Definisi : change in the amount or patterning of incoming stimuli accompanied by
a diminished, exaggerated, distorted, or impaired response to such stimuli.
Definisi karakteristik : kehadiran halusinasi visual
Outcome : pasien akan menyatakan penurunan frekuensi halusinasi visual secara
verbal
Intervensi :
- Menurunkan rangsangan dari lingkungan sekitar seperti suara keras, warna
cerah yang ekstrim, atau kilatan cahaya. Jika halusinasi visual terjadi,
tanyakan klien apa yang dia lihat.
- Mencoba untuk mengidentifikasi faktor presipitasi (pencetus) dengan cara
bertanya ke klien apa yang terjadi sebelum halusinasi mulai terjadi.
- Mengatur pengobatan yang diresepkan dokter
DAFTAR PUSTAKA
Ralph, Sheila Sparks. 2011. Nursing Diagnosis Reference Manual 8th Edition. USA : Lippincott
Williams & Wilkins.