49
TUTORIAL RESPIRASI DAN ALERGI PNEUMONIA PADA ANAK Oleh: Karolind Adriani : 0808015001 Pembimbing: dr. Hj. Sukartini, Sp.A

Tutorial Pulmo

Embed Size (px)

Citation preview

TUTORIAL

RESPIRASI DAN ALERGI

PNEUMONIA PADA ANAK

Oleh:

Karolind Adriani : 0808015001

Pembimbing:

dr. Hj. Sukartini, Sp.A

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FK UNMUL – RSUD A. W. SJAHRANIE

SAMARINDA

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia

menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik,

membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun

2000, kombinasi pneumonia dan influenza kembali merajalela.

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga

setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah

mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak

menyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta

anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan UNICEF dan

WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian anak balita

tertinggi, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria, serta

AIDS.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus tutorial ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan

yang terdapat pada kasus.

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas pasien :

• Ruang perawatan : Melati

• Nama : An. F

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Umur : 2 Bulan

• Alamat : Desa Bayur, Sempaja

• Anak ke : 2 dari 2 Bersaudara

Identitas Orang Tua

• Nama Ayah : Tn. A

• Umur : 28 tahun

• Alamat : Desa Bayur, Sempaja

• Pekerjaan : Swasta

• Pendidikan Terakhir : SLTP

• Ayah perkawinan ke : 1

• Riwayat kesehatan ayah : sehat

• Nama Ibu : Ny. W

• Umur : 21 tahun

• Alamat : Desa Bayur, Sempaja

• Pekerjaan : IRT

• Pendidikan Terakhir : SD

• Ibu perkawinan ke : 1

• Riwayat kesehatan ibu : sehat

Anamnesis

Anamnesis didapatkan dari alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan

terhadap ibu pasien pada tanggal 30 Oktober 2012 pukul 13.00 WITA.

Keluhan Utama

Batuk dan Sesak

R i wayat Penyakit Sekarang

Batuk dialami pasien sejak 19 hari SMRS. Batuk dialami pasien tanpa

demam namun disertai sedikit dahak kental bening. Esok harinya pasien dibawa

ke puskesmas dan oleh puskesmas tidak diberikan obat. Di hari yang sama pasien

mengalami muntah setelah minum susu (pasien memuntahkan susu yang

diminumnya). Kira-kira 1 minggu kemudian (14 hari SMRS) pasien tiba-tiba

sesak yang didahului muntah, namun tidak terlalu parah. Saat itu keluhan batuk

dan muntah juga masih dialami pasien, batuk semakin parah disertai dahak

berwarna kehijauan, beserta muntah juga berwarna kehijauan. Sejak saat itu Sesak

dialami pasien hampir tiap hari dan semakin parah dan akhirnya saat sesak sangat

hebat pasien segera dibawa ke IGD pada tanggal 29 Oktober 2012.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa

Riwayat Kehamilan

• Pemeliharaan Prenatal

• Periksa di : praktek bidan

• Penyakit kehamilan : -

• Obat-obatan yang sering diminum : vitamin, penambah darah

Riwayat Kelahiran :

• Lahir di : Puskesmas

• di tolong oleh : Bidan

• Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

• Jenis partus : spontan

Pemeliharaan postnatal

• Periksa di : bidan

• Keluarga berencana : ya

• Memakai sistem : Hormonal (injeksi)

• Sikap dan kepercayaan : percaya

Pertumbuhan dan perkembangan anak :

• Berat badan lahir : 3400 gram

• Panjang badan lahir : ibu lupa

• Miring : 2 bulan

• Tengkurap : belum bisa

• Tersenyum : 1 bulan

• Duduk : Belum bisa

• Gigi keluar : ibu lupa

• Merangkak : belum bisa

• Berdiri : Belum bisa

• Berjalan : Belum bisa

• Berbicara dua suku kata : Belum bisa

• Masuk TK : Belum

• Masuk SD : Belum

Riwayat Makan Minum anak :

• ASI : 0 hari

• Dihentikan : 1 Bulan

• Alasan : Kurang

• Susu sapi/buatan : 0 bulan

• Jenis susu buatan : Lactogen, SGM

• Takaran : 60 ml

• Frekuensi : 6 kali

• Buah : -

• Bubur susu : 2 bulan

• Tim saring : -

• Makanan padat dan lauknya : -

Riwayat Imunisasi :

ImunisasiUsia Saat Imunisasi

I II III IV

BCG - //////// /////// ///////

Polio 0 bulan - - -

Campak - ///////// //////// ///////

DPT 0 bulan - - ///////

Hepatitis B - - - ///////

Keadaan Sosial Ekonomi :

• Pasien tinggal dan dirawat oleh kedua orang tua.

• Konsumsi untuk keluarga pasien berasal dari penghasilan ayahnya sebagai

pegawai swasta

• Dalam satu hari keluarga pasien biasa makan dua kali sehari dengan bubur

sun

• Pasien dan keluarga tinggal di rumah kontrakan yang berdinding kayu,

beratap seng dan lantai papan berukuran 8 x 8 meter, berlantai satu, 1

kamar.

• Dalam satu rumah dihuni oleh 5 orang, yaitu: ayah, ibu, tante dan

saudaripasien.

• Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah.

• Sumber air: Sumur bor

• Listrik: PLN

• Pasien memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.

Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal : 30 Oktober 2012 (pukul 13.00 WITA)

Antropometri

• Berat badan : 5,5 kg

• Panjang Badan : 63 cm

• BMI : 13,85 Kg/m2

• Lingkar Kepala : 39 cm

• Lingkar Lengan Atas : 14 cm

Tanda Vital

• Nadi : 146 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)

• Frekuensi napas : 67 x/menit

• Suhu aksiler : 36,3 ⁰C

Keadaan Umum

• Kesan sakit : Sakit sedang

• Kesadaran : compos mentis

• Status Gizi : gizi baik

Rumus Behrman

BB ideal = (umur dalam bulan + 9) : 2 = 5,5 kg

Status gizi = BB sekarang/BB ideal x 100% =

= 100 % (gizi baik)

Kepala

• Rambut : hitam

• Mata : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-), pupil 3

mm / 3 mm, Reflek cahaya +/+

• Hidung : sumbat (-), bau (-), selaput putih (-)

• Telinga : Bersih, Bau (-), sakit (-)

• Mulut : lidah bersih, tonsil dan faring tidak

hiperemi

Leher

• pembesaran kelenjar : (-)

• kaku kuduk : (-)

Kulit

Kering dengan turgor kulit baik

Dada

• Inspeksi : diam simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal

(+), retraksi subcostal (+)

• Palpasi : krepitasi (-)

• Perkusi : sonor

• Auskultasi : vesikuler (+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)

Jantung

• Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

• Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra

• Perkusi : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra

Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra

• Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)

Abdomen

• Inspeksi : sedikit cembung

• Palpasi : soefl, organomegali (-)

• Perkusi : Timpani

• Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas

• Akral Hangat, sianosis (-), edema -- --

Pemeriksaan refleks:

Refleks fisiologi :

• Refleks patella : +/+

• Refleks Achilles : +/+

• Refleks tendo biceps : +/+

• Refleks triceps : +/+

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Lengkap

Tanggal 29

Hb 10,9 gr/dl

Ht 31,7 %

Trombosit 433.000

Leukosit 19.730

Hasil Rontgen Thorax 30-10-2012

Diagnosis Kerja : Pneumonia aspirasi

Terapi : IVFD D5 ¼ NS 6 tpm

Ambroxol Syr 3x ½ cth

Mucos drop 3x0,6 cc

Paracetamol syr 3x 1cth

CTM 0,5mg, DMP 3 mg, Eph 2,5 mg, Salbutamol 0,5mg

Pulv 3 x 1 bks

Inj Cefotaxime 3 x 200 mg iv

Cortidex 3 x1mg

O2 nasal 0,5-1 liter

Prognosis : Dubia et Bonam

Lembar Follow-Up

Keterangan : terdapat perselubungan pada apex dan perihiler, terutama dextra.

Tanggal Perjalanan Penyakit Pengobatan

29-10-2012

BB: 6 kg

S: Batuk berdahak (+), demam

(-), Bab cair 2X, muntah, sesak

(+)

O : CM, nadi 100 kali/menit,

RR 52 kali/menit, T: 37,10C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/+),

wh (-/-), Retraksi subcostal (+)

IVFD RL 20 tpm

Mucos drop 3x0,6 cc

Paracetamol syr 3x 1cth

Cefotaxime 3 x 200 mg iv

IVFD D5 ¼ NS 6 tpm

Cortidex 3 x1mg

30-10-2012

BB: 5,9 kg

S: sesak (+), demam (-), batuk

(+), BAB (+) dbn, BAK (+) dbn

O: CM, nadi 92 kali/menit, RR

40 kali/menit, T: 36,30C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/+),

wh (-/-),Retraksi subcostal

(+),Retraksi suprasternal (+).

-Terapi lanjut, Paracetamol

dihentikan karena pasien

tidak demam

- O2 nasal 2 Liter/menit

- Pasang NGT, obat oral per

NGT

- Pindah ke ruang observasi

31-10-2012

BB : 5,5 kg

S: sama hari sebelumnya

O: CM, nadi 100 kali/menit, RR

44 kali/menit, T: 36,20C, SaO2

100 %, rh (+/+), wh

(-/-),Retraksi subcostal

(+),Retraksi suprasternal (+).

Foto Thorax AP : kesan

Pneumonia

Terapi lanjut

1-11-2012

BB : 5,5 kg

S: Sama

O: CM, nadi 100 kali/menit, RR

44 kali/menit, T: 36,20C, rh(-/-),

wh (-/-),Retraksi subcostal

Terapi lanjut

Kembali ke ruangan

(+),Retraksi suprasternal (+).

Foto Thorax AP : kesan

Pneumonia

2-11-2012

BB : 5,5 kg

S: sesak (-), batuk (+)

O: CM, nadi 104 kali/menit, RR

48 kali/menit, T: 36,40C,

anemis (-/-), ikt (-/-), rh (+/+),

wh (-/-),Retraksi subcostal

(+),Retraksi suprasternal (+).

Terapi lanjut

- susu digati susu soya

- diberi pulveres : CTM

0,5mg, DMP 3 mg, Eph 2,5

mg, Salbutamol 0,5mg

3 x 1 bks

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan

oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa).

Epidemiologi

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang

terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh

dunia. Di Inggris, pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari

pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian

urutan ke 15.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka

nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,

angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.

Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu

bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.

Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram,

Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri

staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya

disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang

disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus

paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh

bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus

influenza dan pneumococcus.

Patofisiologi

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer

melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian

paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,

eritrosit, cairan edema, dan ditemukan kuman di alveoli. Stadium ini disebut

stadium hepatisasi merah. Selanjutnya deposisi fibrin semakin bertambah,

terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang

cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah

makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenarasi, fibrin menipis,

kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem

bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan

yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia

lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan

merusak organ paru-paru.

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru

banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.

Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis

dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa

cara mikroorganisme mencapai permukaan:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara

Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,

mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm

melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya

terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,

orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi

mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi

paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal

waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan

pemakai obat (drug abuse).

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli

menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi

sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis

sebelum terbentuknya antibodi.

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang

paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,

ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di

paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan

paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran

darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab

pneumonia.

Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium kongesti (4 – 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari

sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-

mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel

mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan

histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan

eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan

dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler

dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh

dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin

yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.

Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,

eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan

seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal

sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat

singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang

terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang

cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli

mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami

kongesti.

4. Stadium akhir (resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna

secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk.

Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih

mencapai keadaan normal.

Klasifikasi

A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)

2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)

3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host

4. Pneumonia aspirasi

B. Berdasarkan lokasi infeksi

1. Pneumonia lobaris

Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri

(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi

pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh

obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses

keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan

konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang

mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara

yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan

opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat

diagnostik untuk pneumonia lobaris.

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

 Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus

terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk

bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini

seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas,

demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem

pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia

dapat muncul sebagai infeksi primer.

3. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan

peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan

mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan

interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus

masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.

C. Klasifikasi Berdasarkan Usia

1. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur < 2 bulan

i. Pneumonia : adanya sesak napas atau nafas cepat yaitu frekuensi

pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, harus dirawat dan diberi

antibiotik

ii. Bukan Pneumonia, batuk pilek biasa, tanpa napas cepat (tidak perlu

dirawat, pengobatan simptomatis

2. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur 2 bulan – < 5 tahun

i. Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian

bawah (harus dirawat atau diberi antibiotic)

ii. Pneumonia, bila tidak ada sesak namun disertai nafas cepat, usia 2 bulan

– 1 tahun >50 kali per menit, untuk usia >1-5 tahun >40 kali per menit.

iii. Bukan pneumonia, batuk pilek biasa tanpa napas cepat atau sesak napas,

dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah (tidak perlu dirawat

atau antibiotic, hanya pengobatan simptomatis)

Manifestasi Klinis

Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk, nyeri

dada demam,dan sesak nafas. Sebagian besar gambaran klinis pada anak berkisar

antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian

kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi

sehingga memerlukan perawatan di RS

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada

anak adalah imaturitas anatomic dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang

luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas pada bayi, terbatasnya

penggunaan prosedur diagnostik invasive, etiologi non infeksi yang relative lebih

sering, dan factor pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak

merupakan factor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-

beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-

ringannya infeksi, secara umum :

- Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan

nafsu makan, kehulan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-

kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner

- gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu,

napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,

suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala

dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi

dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.

Diagnosis

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

Gambaran Klinis

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala

meliputi:

1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan

2. Batuk yang sering produktif dan purulen

3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas

4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu

tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.

Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang

berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu

bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada

auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-

kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi

basah kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya

>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit

terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan

diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.

Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas

darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi

asidosis respiratorik.

Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

prebronchial cuffing, dan hiperaerasi

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,

atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk

sferis, batas tidak terlalu tegas, menyerupai lesi tumor paru, dikenal

sebagai round pneumonia

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat yang meluas hingga

daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Penatalaksanaan

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.

Penderita yang tidak dirawat di RS

1. Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres

2. Minum banyak

3. Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran

4. Antibiotika

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 :

Penatalaksanaan Umum

Pemberian Oksigen

Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas

Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau

kelainan jantung.

Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal

Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan

MO(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu

diperhatikan:

Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa

dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat

diisolasi.

Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric.

Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan.

Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi

pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan

pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat

pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk

meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia

pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi

tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan

letih lesu dalam waktu yang panjang.

Tabel.3.1. Pilihan Penggunaan Antibiotika pada Pneumonia

Umur Dugaan Kuman Penyebab

Pilihan antibiotik

Rawat inap Rawat jalan

< 3 bln - Enterobacteriace (Escherichia Colli,Klebsiella, Enterobacter)- Streptococcus pneumoniae- Streptococcus group B- Staphylococcus aureus- Clamydia trachomatis

- Kloksasilin iv dan aminoglikosida (gentamisin, netromisin, amikasin) iv/im atau- Ampisilin iv dan aminoglikosida atau- Sefalosporin gen 3 iv (cefotaxim, ceftriaxon, ceftazidim, cefuroksim) atau- Meropenem iv dan aminoglikosida iv/im

3 bln - 5 thn

- Streptococcus pneumoniae- Staphylococcus aureus- Haemophyllus influenzae

- Ampisilin iv dan kloramfenikol iv atau- Ampisilin dan Kloksasilin iv atau-Sefalosporin gen 3 iv (sefotaksim,seftriakson , Seftazidim, cefuroksim) atau-Meropenem iv dan aminoglikosida iv/im

- Amoksisilin atau- Kloksasilin atau- Amoksisilin asam klavulanik atau- Eritromisin atau- Klaritromisin atau- Azitromisin atau- Sefalosporin oral (sefixim, sefaklor)

> 5 thn - Streptococcus pneumoniae- Mycoplasma pneumoniae- Clamydia pneumoniae

-Ampisilin iv atau-Eritromisin po atau-Klaritromisin po atau-Azitromisin po atau-Kotrimoksasol po atau-Sefalosporin gen 3 iv

- Amoksisilin atau- Eritromisin po atau- Klaritromisin po atau- Azitromisin po atau- Kotrimoksasol po atau- Sefalosporin oral (sefixim, sefaklor)

Pneumonia Aspirasi

Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,

distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan

alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran

gas setempat.yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang bersal dalam

tubuh maupun di luar tubuh penderita. Pemeriksaan histologis terdapat

pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat

yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka

waktu yang bervariasi.

Epidemiologi

Jenis Kelamin : pneumonia aspirasi lebih umum pada pria dibanding

wanita.

Umur: lebih sering terjadi pada orang tua atau maupun muda.

Ras :tidak ada bukti bahwa  ras tertentu memiliki faktor risiko untuk

menderita pneumonia aspirasi.

Etiologi

Faktor penyebab paling sering aspirasi pada orang dewasa adalah

alkoholism, stroke, gangguan neuromuscular, Anaestesi, pada kondisi dimana

reflek batuk dan refleks muntah tertekan, gangguan menelan, abnormalitas

struktur esophagus, Gastroesofageal refluks desease, serta hilangnya kesadaran.

Patofisiologi

Pneumonitis aspirasi menyebabkan suatu kerusakan akut yang terjadi

pada-paru-paru sebagai akibat inhalasi bahan bahan material yang berasal dari

lambung. Penyakit ini terjadi pada orang-orang dengan perubahan tingkat

kesadaran sebagai akibat dari kejang, gangguan cerebrovascular ( CVA),

Intoksikasi alcohol dan obat-obatan serta  trauma kepala.

Resiko aspirasi secara tidak langsung dihubungkan dengan tingkatan

kesadaran dari  pasien (dengan kata lain,penurunan skor Glasgow Coma Skala

[ GCS] terkait dengan resiko aspiration). Sedangkan Tingkat keparahan penyakit

ini secara langsung dihubungkan dengan kadar keasaman dan volume bahan

aspirat yang dinhalasi . Aspirasi massif atau dalam jumlah besar bahan bahan

material dari lambung disebut sebagai Mendelson Sindrom, yang bisa

menimbulkan distress pernapasan akut dalam 1 jam.

Pneumonia aspirasi terjadi ketika seorang pasien menghisap bahan

material yang berasal dari dalam oropharynx yang merupakan hasil kolonisasi

bakteri pada jalan napas bagian atas.

Studi bakteriologis menunjukkan bahwa  organisme anaerobik memainkan

peran penting dalam patogenesis pneumonia aspirasi yang didapat (community-

acquired aspiration pneumonia). Serta mengungkapkan bahwa Streptococcus

pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan

Enterobacteriaceae menjadi organisme yang paling sering menyebabkan Hospital-

Acquired Pneumonia, pada sisi lain, organisme gram-negatif seperti Pseudomonas

aeruginosa, merupakan penyebab utama aspirasi pada pasien yang diintubasi.

Sindrom ini paling umum terjadi pada individu dengan mekanisme

pertahanan jalan napas yang lemah. Ini meliputi gag refleks, batuk, pergerakan

silia, dan mekanisme kekebalan imun, yang kemudian memudahkan pemindahan

bahan material (hasil kolonisasi bakteri) dengan cepat ke jalan napas bawah.

Resiko lain berupa faktor meliputi higienitas gigi dan mulut yang kurang baik.

yang mana kedua-duanya  dapat menyebabkan peningkatan sekresi oropharyngeal

yang disertai oleh overload bakteri.

Ada beberapa tipe aspirat yang bisa masuk ke dalam paru-paru yakni :

1. Aspirasi benda asing (corpus alienum)

Aspirasi benda asing atau corpus alienum, merupakan penyebab yang

paling umum obstruksi intraluminal jalan napas pada anak-anak.

Corpus alienum yang paling sering adalah makanan dan fragmen gigi

yang rusak, keduanya paling sering ditemukan pada daerah bronkus

utama atau bronkus lobar. Kebanyakan pasien datang dengan

manifestasi klinis yang bervariasi tergantung besar dan dimana

level/lokasi korpus alienum tersebut berada. Dalam banyak kasus,

pencitraan radiologis menunjukkan obstruksi lobar, segmental atau

atelektasis. Diagnosis memerlukan pengintegrasian antara gejala klinis

dan penemuan radiologis, walaupun hasil diagnosa pasti pada

umumnya dibuat dengan radiografi dada/foto konvensional. Namun

demikian CT Scan jauh lebih sensitif dibanding radiografi dada dalam

menunjukkan badan asing yang radiolusen.

2. Aspirasi cairan

a. Aspirasi yang berhubungan dengan asam lambung ( Mendelson

Sindrom)

Muntah dengan aspirasi masif bahan-bahan material yang

berasal dari lambung merupakan peristiwa yang sangat sering

terjadi dan mungkin salah satu penyebab paling umum penyakit

aspirasi. Karakteristik lesi tergantung pada ukuran dan sifat

aspirat. Asam lambung dengan pH kurang dari 2.5 dapat

menyebabkan reaksi patologis yang bermacam-macam mulai

dari bronchiolitis ringan hingga edema  paru-paru

hemorrhagic.  Segmen posterior dari lobus superior dan

segmen superior dari lobus inferior merupakan tempat yang

paling sering terkena ketika pasien berbaring pada posisi

telentang. Cairan asam dengan cepat masuk kedalam

percabangan  bronchial dan parenkim paru-paru, menyebabkan

pneumonitis kimia dalam beberapa menit. Derajat kerusakan

jaringan secara langsung dihubungkan dengan pH dan volume

dari  aspirat. Tingkat kematian yang terjadi pada pasien dengan

aspirasi asam lambung adalah kira-kira 30% dan lebih dari

50% diantaranya mengalami syok atau apnea, radang paru paru

sekunder, dan distress pernapasan akut.

b. Near drowning

Aspirasi akut sejumlah air dalam jumlah masif pada kasus near

drowning akan menghasilkan suatu edema paru-paru yang

secara radiologis tak dapat dibedakan dengan edema paru-paru

dari  penyebab lainnya. Kepentingan klinis pada pasien

tergantung pada volume air yang diaspirasi, juga  apakah

aspirat adalah air bersih atau laut.

c. Aspirasi barium

Aspirasi barium merupakan komplikasi yang terjadi selama

pencitraan gastrointestinal (mag duodenum). Beberapa faktor

predisposisi kejadian aspirasi barium, yakni gangguan menelan

dan pasca operasi esofagus. Tingkat kematian kira-kira 30%

dan lebih dari 50% diantaranya juga mengalami syok atau

apnea, radang paru paru sekunder, dan distress pernapasan akut

seperti Mendelson Syndrome. Bahan kontras nonionik yang

larut air mungkin menyebabkan morbiditas yang berarti, namun

tidak menyebabkan pneumonitis kimiawi seperti halnya bahan

kontras ionik yang larut dalam air.

d. Pneumonia Lipoid Exogen ( Fire-Eater Pneumonia)

Aspirasi Paraffin cair (minyak tanah) dan petroleum dalam

jumlah besar bisa mendorong ke arah pneumonia lipoid

eksogen yang akut dan fatal. Aspirasi minyak tanah tidak hanya

terjadi pada anak-anak tetapi juga pada fire-eaters, yaitu

pemain sirkus  yang mencoba memperbesar nyala api pada

sebuah obor dengan menggunakan hidrokarbon cair seperti

minyak tanah. Mereka biasanya meneguk tapi tak sampai

menelan minyak tanah tersebut, lalu mereka semburkan kearah

obor yang sudah menyala, sehingga seolah-olah menciptakan

suatu aerosol yang akan menghampiri api, efeknya tentunya

adalah nyala api akan semakin meningkat. Namun sayangnya

mereka memiliki risiko untuk mengalami aspirasi dari bahan

tadi. Fire-Eater Pneumonia memang jarang, tetapi mudah

didiagnosis, ditandai oleh hadirnya pneumatokel.

3. Aspirat Infeksius (Necrotizing Pneumonia)

Jenis pneumonia aspirasi yang terjadi akibat inhalasi aspirat infeksius

yang berasal dari kolonisasi bakteri di oropharynx dan gastrointestinal.

Para pecandu minuman beralkohol dan pasien dengan tingkat

higienitas oral yang buruk, memiliki risiko  berkembang menjadi

pneumonia aspirasi. Sembilan puluh persen pneumonia aspirasi

disebabkan oleh organisme anaerobik. Disisi lain pasien yang

diopname dengan/dipasang intubasi maupun ventilasi bisa

meningkatkan prevalensi aspirasi yang pada pada akhirnya menjadi 

pneumonia. dan ternyata sinusitis maksillaris bisa menyebabkan

pneumonia via endotracheal tube.

4. Pneumonia Aspirasi  Lentil

Pneumonia Aspirasi Lentil adalah suatu pneumonitis granulomatous

yang disebabkan disebabkan oleh aspirasi bahan material yang berasal

dari tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah maupun kacang

polong.

Gangguan neurologis, kelainan struktural pharynx dan esophagus serta

demensia sering dihubungkan dengan  kondisi ini  Secara khas nampak

pada pemerisaan radiografi  atau CT-scan dengan gambaran diffus atau

nodul yang tidak tegas. Pada pemeriksaan patologi anatomi, hadir

dengan  karakteristik granuloma epitelioid dengan atau tanpa  nekrosis

sentral sebagai representasi reaksi inflamasi akibat masuknya bahan

tersebut kedalam paru-paru.

Gejala Klinis

Anamnesis

Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang

berhubungan dengan faktor infeksi, meliputi evaluasi faktor pasien/predisposisi,

membedakan lokasi infeksi, usia pasien dan awitan.

Pemeriksaan fisis

1) Awitan akut biasanya oleh kuman S. Pneumoniae, Streptococcus spp.,

Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise,

batuk kering, dan nonproduktif.

2) Tanda fisis seperti pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa

demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru pekak,

ronki nyaring, suara napas bronchial). Bentuk klasik berupa

bronkopneumonia, pneumonia lobaris, atau pleuropneumonia.

3) Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.

Manifestasi klinis tergantung pada sifat alami aspirat. Beberapa penjelasan dari

hal tersebut yakni :

Aspirat yang berasal dari lambung (Mendelson sindrom) : Seperti sakit

asma   (jika aspirat semata-mata cairan) atau obstruksi ( jika partikel

ukuran sedang hingga  besar dilibatkan) bisa terjadi dari aspirat.

Manifestasi lain bisa dalam bentuk dispnea, takikardia, mengi, ronki,

edema paru-paru, hemorrhagic tracheobronchitis, hipotensi, desaturasi

oksigen atau cardiopulmonary arrest.

Aspirat infeksius: Kuman anaerob (Flora normal oral) menyebabkan

infeksi/peradangan pada pasien yang rawat jalan, dan sedangkan kuman

aerob ( yang merupakan flora normal usus, kulit, jalan napas bagian atas,

dan rumah sakit) menyebabkan infeksi/peradangan pada pasien yang

dirawat di rumah sakit. Pasien yang memakai ventilator lebih dari 48 jam

beresiko untuk mengalami radang paru paru, abses, empyema, dan ARDS.

4) Aspirat obstruktif: gejala dan tanda tergantung pada ukuran dan tempat

( level) di mana aspirat berada. Pasien dapat mengalami  atelektasis,

mengi, stridor, dan hipoksia.

Pemeriksaan penunjang

a. Gambaran Radiologis

            Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas

adalah foto polos dada. Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan

penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa

infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik

dan interstitial dengan atau  tanpa  disertai gambaran kaviti pada  segmen  paru

yang terinfeksi. Gambaran lusen disertai dengan infiltrat menunjukkan nekrotik

pneumonia. Air fluid level mengindikasikan abses paru atau fistula

bronkopleura.Sudut costofrenicus yang blunting dan meniscus yang positif

menunjukkan para pneumonic pleural effusion.

b. Pemeriksaan Laboraturium

Pemeriksaan darah lengkap mungkin menunjukkan jumlah leukosit yang

meningkat (lebih dari 10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang

mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi. Tapi pada 20% penderita tidak

terdapat leukositosis. Hitung jenis leukosit “shift to the left”. LED selalu naik.

Billirubin direct atau indirect dapat meningkat, oleh karena pemecahan dari sel

darah merah yang terkumpul dalam alveoli dan disfungsi dari hepar oleh karena

hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,

kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia dan

hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Diagnosis Banding

Atelektasis

Kolaps pada RLL mengakibatkan pergeseran ke arah posterior dan

inferior. Gambaran radiopak bentuk segitiga dapat mengaburkan

penampakan arteri pulmonalis pada bagian RLL. Fissura mayor yang

secara normal tidak tampak, dapat tampak pada keadaan ini. Struktur

mediastinum superior dapat bergeser ke kanan, membentuk suatu

“superior triangle sign”.

Efusi Pleura

Gambaran radiologis dengan foto thoraks adalah perselubungan homogen,

sinus costophrenicus yang tidak lancip, dan meniscus sign positif.

Tumor Paru

Tumor-tumor paru dapat dibedakan atas tumor primer dan tumor

sekunder/matastase. Tumor primer bisa jinak atau ganas. Gambaran

radiologis pada tumor jinak bisa berupa bayangan massa dengan densitas

tinggi, soliter dengan batas tegas, dan biasa tampak bintik-bintik

kalsifikasi di dalamnya. Pada tumor ganas primer, gambaran

radiologisnya bisa berupa hilus kanan terangkat, banyangan ganda pada

knob aorta, terlihat kavitas yang eksentris, dalam lesi peripheral mass,

Golden sign dan Rigler Notch Sign.

Pengobatan

A. Terapi suportif umum

a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 – 100 mmHg atau saturasi 95

– 96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.

b. Humidifikasi dengan netribulizer untuk pengenceran dahak yang

kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila

terdapat bronkospasme

c. Pengaturan cairan.

d. Ventilasi mekanis.          

B. Antibiotik

Dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya.

a. Penisilin G dosis tinggi 6 – 12 juta unit/hari\

b. Ampicilin/Amoxicilin 3 – 4 x (500 – 1000) mg/hari

c. Eritromicin 3 – 4 x 500 mg/hari

d. Sefalosporin dosis sesuai jenis preparat

e. Cotrimoxazol 2 x (1 – 2) tablet

f. Dapat pula diberi klindamycin selama 1 hingga 2 minggu.

Prognosis

Prognosis sangat ditentukan oleh tingkat keparahan pneumonia, jenis organisme

yang menginvasi, dan luas area paru yang terlibat. Jika terus dibiarkan maka akan

berkembang pada kegagalan respirasi yang akut dan fatal yang bisa menyebabkan

kematian.

BAB IV

PEMBAHASAN

Teori Fakta

ANAMNESIS

1. Pneumonia dapat disebabkan oleh :

infeksi maupun bahan kimia

2. Bahan Kimia : Aspirasi

makanan/susu/isi lambung

3. (WHO) usia 2 bulan – 5 tahun:

Pneumonia berat: bila ada sesak

napas, harus dirawat dan diberi

antibiotik

4. Gejala umum: demam, sakit kepala,

gelisah, malaise, penurunan napsu

makan, mual dan muntah.

5. Gejala gangguan respiratori:

batuk,sesak napas, takipneu,

dispneu, retraksi atau napas cuping

hidung, sianosis, air hunger, dan

merintih.

An. F / 2 bulan

Pasien mengalami batuk sejak 3

minggu yang lalu

Batuk-batuk disertai muntah

Awalnya dahak berwarna

bening namun seminggu

kemudian dahak berwarna

kehijauan

Pasien tidak pernah demam

sebelumnya

sesak napas dialami pasien sejak

2 minggu sebelum masuk RS.

Beberapa jam sebelum sesak,

pasien juga muntah dan batuk-

batuk

Sesak awalnya biasa namun

terjadi hampir setiap hari dan

terparah di hari yang sama saat

pasien MRS

PEMERIKSAAN FISIK

Pneumonia pada balita : Takipnea

2-12 bulan : >50 x/menit, Retraksi

subcostal (chest indrawing), Napas

cuping hidung, Ronki, Sianosis

Pemeriksaan fisik paru : retraksi

Tanda-tanda vital :

• Nadi : 146 x/menit

• Frekuensi napas : 67 x/menit

• Suhu aksiler : 36,3⁰C

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

supraclavicula, supsternal, intercosta,

perkusi pekak, suara nafas melemah,

ronki.

Faktor penyebab paling sering

aspirasi adalah alkoholism, stroke,

gangguan neuromuscular, pada kondisi

reflek batuk dan refleks muntah belum,

gangguan menelan, abnormalitas

struktur esophagus, Gastroesofageal

refluks desease, serta hilangnya

kesadaran.

Nafas cuping hidung (-), bibir sianosis

(-), mukosa bibir basah, faring

hiperemis (-),

Pemeriksaan Thorax :

Paru

Inspeksi : Pergerakan dada simetris,

retraksi suprasternalis (+), retraksi

subcostal (+), retraksi intercosta (-)

Palpasi : Pergerakan dada simetris

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (+/+),

Wheezing (-/-)

PENATALAKSANAAN

- Dasar tatalaksana pneumonia rawat

inap adalah pengobatan kausal

dengan antibiotika yang sesuai,

serta tindakan suportif

- Kebutuhan cairan : BB= 5,5 kg

5,5 x100 = 550 cc/hari 550/24 =

7 tpm mikro

- Oksigen 1- 2 lpm

- Antibiotik :

Sefalosporin Dosis pada anak : 50- 180

mg/kgbb/hari dan dibagi dalam 4-6

dosis

IVFD D5 ¼ NS 6 tpm

Ambroxol Syr 3x ½ cth

Mucos drop 3x0,6 cc

Paracetamol syr 3x 1cth

CTM 0,5mg, DMP 3 mg, Eph 2,5 mg,

Salbutamol 0,5mg Pulv 3 x 1 bks

Inj Cefotaxime 3 x 200 mg iv

Cortidex 3 x1mg

O2 nasal 0,5-1 liter

BAB V

PENUTUP

Dari makalah ini telah dibahas tentang penyakit pneumonia pada anak

dan dari laporan kasus yang telah diutarakan :

1. Pneumonia merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai gejala demam, batuk,

sesak nafas dan adanya ronki basah halus serta gambaran infiltrat pada foto polos

dada

2. Pneumonia pada anak merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan

yang serius dan banyak menimbulkan banyak permasalahan yaitu sebagai

penyebab kematian terbesar pada anak terutama di negara berkembang.

3. Pneumonia disebabkan oleh bermacam etiologi seperti bakteri, virus,

mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi. Pada neonatus

Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab

pneumonia paling banyak

4. Terapi empiris antibiotika tidak dapat ditunda bila diagnosis pneumonia telah

ditegakkan meskipun secara mikrobiologis sulit ditentukan patogen penyebabnya.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena saya memohon saran

untuk kemajuan kami dalam membuat makalah laporan kasus selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2004. pp. 351-358.

2. Zain, M.S. Pneumonia . [book auth.] N.N., Supriyanto, B., & Setyanto, D.B. Rahajoe. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008.

3. Said, M. Pneumonia. [book auth.] N.N., Supriyanto, B., & Setyanto, D.B. Rahajoe. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi I. Jakarta : Bedan Penerbiit IDAI, 2008.

4. Patu, Ilham. Continuing Profesional Development Dokter Indonesia. Pneumonia Aspirasi. [Online] Oktober 30, 2012. http://www.cpddokter.com.

5. Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam: Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders, 2003: 1432-5

6. Greenberg D, Leibovitz E. Community Acquired Pneumonia in Children: from Diagnosis to Treatment. Chang Gung Med J 2005;28: 746-52