24
Pengaruh Zat Psikoaktif terhadap Sistem Saraf Pengaruh Zat Psikoaktif terhadap Sistem Saraf - Saat ini banyak beredar obat penenang dan penghilang rasa sakit. Mekanisme kerja obat ini secara umum adalah mempengaruhi sistem saraf. Ada obat yang menghilangkan rasa sakit, ada pula obat yang menimbulkan rasa menyenangkan atau menimbulkan halusinasi. Obat-obat ini disebut zat psikoaktif yang berguna bagi ilmu kedokteran jiwa untuk mengobati penyakit mental dan saraf. a. Stimulan Stimulan bersifat menstimulasi sistem saraf simpatik melalui pusat di hipotalamus sehingga meningkatkan kerja organ. Misalnya, meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, mengecilkan pupil dan meningkatkan gula darah. Jadi, stimulan memberikan rangsangan pemakainya untuk menggunakan tenaganya lebih cepat dan tidak merasakan sakit. Stimulan dapat berupa kafein, nikotin, atau amfetamin (deksedrin, metil amfetamin, preludin, ritalin, serta kokain). Dengan amfetamin, para atlit olahraga dapat meningkatkan prestasinya, misalnya berlari dengan kecepatan yang luar biasa. Amfetamin juga mempengaruhi fungsi organ-organnnya yang berhubungan dengan hipotalamus, seperti peningkatan rasa haus dan berkurangnya rasa lapar dan kantuk. b. Depresan indent: 0.5in;"> Depresan berfungsi untuk mengurangi kegiatan sistem saraf sehingga menurunkan aktivitas pemakainya. Pemakainya menjadi lambat dan kadang-kadang membuatnya tertidur. Ada 5 kategori utama depresan, yaitu sebagai berikut: a. etanol (etil alkohol) b. barbitural, mencakup obat-obat flu seperti seconal dan amytal c. obat penenang, paling banyak dipakai adalah diazepam (valium) d. opiat, mencakup opium, morfin, kodoin, dan metadon 1

Zat Psikoaktif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Zat Psikoaktif

Citation preview

Page 1: Zat Psikoaktif

Pengaruh Zat Psikoaktif terhadap Sistem SarafPengaruh Zat Psikoaktif terhadap Sistem Saraf - Saat ini banyak beredar obat

penenang dan penghilang rasa sakit. Mekanisme kerja obat ini secara umum adalah

mempengaruhi sistem saraf. Ada obat yang menghilangkan rasa sakit, ada pula obat

yang menimbulkan rasa menyenangkan atau menimbulkan halusinasi. Obat-obat ini

disebut zat psikoaktif yang berguna bagi ilmu kedokteran jiwa untuk mengobati penyakit

mental dan saraf.

a. Stimulan

Stimulan bersifat menstimulasi sistem saraf simpatik melalui pusat di hipotalamus

sehingga meningkatkan kerja organ. Misalnya, meningkatkan denyut jantung dan

tekanan darah, mengecilkan pupil dan meningkatkan gula darah. Jadi, stimulan

memberikan rangsangan pemakainya untuk menggunakan tenaganya lebih cepat dan

tidak merasakan sakit. Stimulan dapat berupa kafein, nikotin, atau amfetamin (deksedrin,

metil amfetamin, preludin, ritalin, serta kokain). Dengan amfetamin, para atlit olahraga

dapat meningkatkan prestasinya, misalnya berlari dengan kecepatan yang luar biasa.

Amfetamin juga mempengaruhi fungsi organ-organnnya yang berhubungan dengan

hipotalamus, seperti peningkatan rasa haus dan berkurangnya rasa lapar dan kantuk. 

b. Depresan

indent: 0.5in;"> Depresan berfungsi untuk mengurangi kegiatan sistem saraf sehingga

menurunkan aktivitas pemakainya. Pemakainya menjadi lambat dan kadang-kadang

membuatnya tertidur. Ada 5 kategori utama depresan, yaitu sebagai berikut: 

a. etanol (etil alkohol)

b. barbitural, mencakup obat-obat flu seperti seconal dan amytal

c. obat penenang, paling banyak dipakai adalah diazepam (valium)

d. opiat, mencakup opium, morfin, kodoin, dan metadon

e. anastetik, mencakup kloroform, eter, dan sejumlah hidrokarbon lain yang mudah

menguap dan biasa digunakan sebagai pelarut, misalnya benzen, toluena, dan karbon

tetraklorida.

1

Page 2: Zat Psikoaktif

c. Halusinogen

Halusinogen mempunyai pengaruh kuat terhadap persepsi penglihatan, pendengaran

dan juga peningkatan respon emosional. Subjek mengalami halusinasi, dengan dosis

yang tinggi, dapat terjadi halusinasi yang sebenarnya, yaitu si subjek “melihat” atau

“mendengar” benda-benda yang tidak ada sama sekali atau melihat benda-benda tampak

seperti hidup. Halusinogen meliputi LSD (Lysergic Acid Diethylamide) , STP (mirip

amfetamin), THC (Tentra Hydro Cannabinol), mesakolin (dari pohon kaktus peyote),

psilosibin (dari jenis jamur), dan pgyneyclidine PCP (fenseklidin) suatu obat bius hewan.

d. Erforia

Erforia adalah obat yang memberikan rasa gembira dan bergairah. Contohnya, ganja dan

mariyuana. Ganja adalah mariyuana yang lebih kental. Kedua obat tersebut

mengakibatkan rasa “melayang”. Penggunaan narkotik secara terus menerus akan

menyebabkan kerusakan sel saraf otak. Sehingga, kordinasi tubuh hilang, alat respirasi

menjadi rusak, hilangnya kendali otot gerak, kesadaran menurun dan denyut jantung

melemah serta terjadi kerusakan lambung dan hati. Selain itu, tubuh pemakai akan kurus

kering karena nafsu makan hilang.

Zat Psikoaktif

Zat psikoaktif, kini sering disebut dengan NAPZA, yaitu singkatan dari

narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain. Sebutan yang mirip di masyarakat

adalah “narkoba”, yang merupakan akronim dari narkotika, psikotropika, dan

bahan-bahan (atau obat-obatan, zat adiktif lain) berbahaya.2

Who (world Health Organization) technical Report series, no. 516 sejak tahun

1973 telah menggolongkan zat-zat tersebut dengan istilah “dependence-producing

drugs” sebagai berikut:2

1. Alcohol-barbiturate type-e.g., ethanol, barbiturates, and certain others

drugs with sedative effects, such as chloral hydrate, chlordiazepoxide,

diazepam, meprobamate, and metaqualone.

2

Page 3: Zat Psikoaktif

2. Amphetamine type-e.g., amptehtamine, dexamphetamine, methampheta-

mine, methylphenidate, and phenmetrazine;

3. Canabis type-e.g., preparation of Cannabis sativa L, such as marihuana

(bhang, dagga, kif, maconha), ganja, and hashish (charas);

4. Cocaine type-e.g., cocaine and coca leaves;

5. Khat type-e.g., preparations of Catha edulis Forssk;

6. Opiate (morphine) type-e.g., opiates such as morphine, heroin, and

codeine, and synthetics with morphine-like effects, such as methadone and

pethidine; and

7. Volatile solvent (inhalant) type-e.g., toluene, acetone, and carbon

tetrachloride.

Kriteria PPDGJ-III untuk Sindrom ketegantungan:5

a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi)

untuk menggunakan zat psikoaktif

b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk

sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang

menggunakan

c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan

zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang

khas atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang

sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari

terjadinya gejala putus zat

d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif

yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya

diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat

ditemukan pada individu yang ketergantungan alkohol dan opiad yang

dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya

atau mematikan bagi pengguna pemula)

e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minta lain

disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu

3

Page 4: Zat Psikoaktif

yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk

pulih dari akibatnya

f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang

merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum

alkohol yang berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu

periode penggunaan zat yang berta, atau hendaya fungsi kognitif

berkaitan dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk

memastikan bahwa pengguna zat sungguh-sungguh, atau dapat

diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.

Dalam konsep kedokteran, ketergantungan NAPZA merupakan gangguan

yang menunjukkan adanya perubahan dalam proses kimiawi otak sehingga

memberikan efek ketergantunagn (craving, withdrawal, tolerance). Sedang

penyalahgunaan dikaitkan dengan tingkah laku bereksperimentasi, mengalamsi

rasa kecewa, perilaku membangkang, “masalah keuangan” dan self medication.

Dalam masyarakat, kedua istilah tersebut sering disalahtafsirkan. Pada umumnya

seseorang mengalami penyalahgunaan NAPZA, belum tentu menderita

ketergantungan.2

I. Jenis-jenis NAPZA dan Efeknya

Karena potensi ketergantungan yang sangat besar, opioid selalu dianggap

sebagai tolok ukur dalam pembicaraan masalah NAPZA menyangkut terapi,

prevalensi dan lain-lainnya.2

1. Alkohol

Umumnya digunakan dalam bentuk minuman beralkohol. Di

indonesia, terutama di daerah Indoneisa Timur dan beberapa tempat di

daerah Sumatera, terdapat antara 2-3 juta orang yang menggunakan

minuman alkohol dari ringan sampai berat. Di Amerika Serikat terdapat

12-18 juta orang mengalami adiksi alkohol dan problem drinkers.

Penyalahgunaan alkohol di kalangan remaja sukar dicegah karena kurang

sempurnanya pengawasan. Di banyak negara berkembang, pemerintah

4

Page 5: Zat Psikoaktif

umumnya dirasakan bersifat ambivalen, sebab sebagian besar anggaran

belanjanya diambil dari pajak industri minuman beralkohol. Sebagian

remaja sampai usia dewasa ‘cukup bebas’ dan berkesempatan

menggunakan minuman beralkohol, laki-laki lebih banyak dari perempuan

tetapi populasi peminum perempuan meningkat dan menggunakan alkohol

usia dewasa lebih stabil menggunakannya secara berkelanjutan.

Jenis-jenis minuman beralkohol di Indonesia sangat bervariasi

(dari tradisional sampai fermentasi buatan, dari berkadar tinggi hingga

rendah). Minuman beralkohol memberikan berbagai gambaran klinis,

antara lain:

Intoksikasi: euforia, cadel, nistagmus, bradikardia, hipotensi,

kejang, koma. Pada keadaan intoksikasi berat, reflek menjadi

negatif.

Keadaan Putus Alkohol: halusinasi, ilusi (bad dream), kejang,

Delirium Tremens, gemetar, keluhan gastrointestinal, muka merah,

mata merah dan hipertensi.

Gangguan fisik: mulai dari radang hati sampai kanker hati,

gastritis, ulkus peptikum, pneumonia, gangguan vaskuler dan

jantung, defeisiensi vitamin, fetal alcohol syndrom.

Gangguan mental: depresi hingga skizofrenia

Gangguan lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, problem

domestik dan tindak kekerasan.

2. Opioid

Merupakan salah satu golongan NAPZA yang sangat kuat potensi

ketergantungannya, sehingga disebut dengan julukan “horror drug”.

Termasuk golongan opioid adalah: morfin, petidin, heroin, metadon,

kodein. Golongan opioid yang paling sering disalahgunakan adalah:

heroin. Heroin di Indonesia disebut: putaw (atau ‘pete’, ‘hero’ atau

‘petewe’). Heroin merupakan opioid semisintetik yang yang berasal dari

morfin. Bentuk heroin: kristal putih yang larut dalam air. Bila heroin

berwarna berarti berasal dari kontaminannya.

5

Page 6: Zat Psikoaktif

Di Indonesia, sekurangnya terdapat 300-500 ribu orang dengan

adiksi heroin (di AS, sekurangnya 810.000 orang menjadi adiksi heroin ).

Studi menunjukkan bahwa jumlah pengguna lama agak menurun selama

setahun terakhir, tetapi pengguna pemula terutama remaja terus bertambah

meski tidak bermakna, purity makin rendah (‘paket murah’)dengan

sasaran populasi sosial ekonomi rendah, komplikasi makin marah

(HIV/AIDS, hepatits, TB). Kenapa heroin populer? Awitan cepat, euforia

kuat, dengan penggunaan ‘dragon’ dapat terjadi rush (atau abadi) atau

penggunaan secara intra-venous merupakan pilihan utama adiksi.

Akibat penyalahgunaan opioid adalah:

1. Problem fisik

Abses pada kulit sampai septickemia

Infeksi karena emboli, dapat sampai stroke

Endokarditis

Hepatitis (B dan C)

HIV/AIDS

Injeksi menyebabkan trauma pada jaringan saraf lokal

Opiate neonatal abstinence syndrome

2. Problem psikiatri

Gejala withdrawal menyebabkan perilaku agresif

Suicide

Depresi berat sampai skozofrenia

3. Problem sosial

Gangguan interaksi di rumah tangga sampai lingkungan

masyarakat

Traffic accidents

Perilaku kriminal sampai tindak kekerasan

Gangguan perilaku sampai antisosial (mencuri, mengancam,

menodong, membohong, menipu sampai membunuh)

4. Sebab-sebab kematian:

6

Page 7: Zat Psikoaktif

Reaksi heroin akut menyebabkan kolaps-nya kardiovaskular

dan akhirnya meninggal

Overdose, karena heroin menekan susunan saraf pusat, sukar

bernafas dan menyebabkan kematian.

Tindak kekerasan

Bronkhopneumonia

Endokarditis.

3. Ganja

Daun ganja (juga kembangnya) berasal dari tanaman perdu

Cannabis sativa. Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang bersifat

adiktif, disebut delta tetra hidrokannabinol (THK) yang hanya larut dalam

lemak. Karena tidak dapat larut dalam air, THK tinggal lama didalam

lemak jaringan (termasuk jaringan lemak otak, sehingga menyebabkan

brain damage). Gambaran klinis disebakan ganja tergolongan kombinasi

antara CNS-depresant, stimulansia dan halusinogenik. Di Indonesia, ganja

disebut dengan cimek, gelek, maribuana, hashish. Bentuk umumnya:

serpihan daun atau kembang ganja yang diperjual belikan-belikan bentuk

lintingan, gram-graman, kilo-kiloan hingga berton-ton. Dikenal juga

bentuk lain yaitu : budha stick dan minyak ganja.

4. Kokain

Kokain adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia saat ini belum

begitu populer. Namun bertambahnya sitaan kokain secara ilegal dan

meningkatnya kasus-kasus penggunaan kokain akhir-akhir ini, bukan tidak

mungkin epidemi akan merajai pasaran peredaran NAPZA dalam masa-

masa mendatang.

Kokain dihasilkan dari daun tumbuhan yang disebut Erythroxylon

coca. Tanaman tersebut tumbuh subur di sebelah timur pegunungan Andes

di Amerika Selatan.

7

Page 8: Zat Psikoaktif

Bentuk kokain yang diperjualbelikan di Indonesia dalam bentuk

bubuk putih. Harga 1 gram sekitar sejuta dua ratus ribu rupiah (lebih

mahal dari heroin).

Umumnya pengguna kokain memulai kebiasaannya dengan cara

snorting dan berakhir dengan menyuntik intravenous atau dengan cara

merokok.

Akibat penyalahgunaan kokain adalah:

1. Problem fisik:

Dengan penggunaan snorting dapat terjadi komplikasi: pilek

terus menerus, sinusitis, epistaksis, luka-luka pada rongga

hidung, perforasi septum nasi.

Dengan suntikan dapat menyebabkan: infeksi lokal pada kulit

sampai sistemik (virus, bakteri, parasit atau jamur), abses

daerah kulit, endokarditis bakteri, hepatitis (B dan C),

HIV/AIDS

Inhalasi melalui merokok dapat menyebabkan radang

tenggorokan, melanoptysis atau sputum bercak-bercak darah,

bronkhitis kronik sampai pneumonia

Cocain baby (retardasi pertumbuhan intra-uterine, bayi lahir

lebih kecil sampai prematur yang diikuti kelainan mental:

irritable, gangguan tidur, kesukaran makan)

2. Problem psikiatri

Toleransi dan ketergantungan: sifat toleransi tubuh terhadap

kokain sangat cepat, kendati pengguna tidak menyadari dosis

yang digunakan kian meningkat. Akibatnya, ia tidak mampu

mengendalikan diri, dan untuk mencukupi kebutuhannya ia

mengonsumsi kokain dengan mencampurinya dengan zat

adiktif lain (speedball) untuk mendapatkan efek yang

diinginkan.

8

Page 9: Zat Psikoaktif

Gejala fisik putus zat kurang dikenal. Namun secara mental

sangat merugikan, berupa: agitasi, depresi, fatigue, “high

craving”, cemas, marah meledak-ledak, gangguan tidur, mimpi

aneh, makan berlebihan, mudah tersinggung, mual, otot-otot

pegal hingga lethargy

3. Proble sosial:

Problem interpersonal: separasi perkawinan sampai perceraian,

pertengkaran dalam rumah tangga

Problem finansial: toleransi karena penggunaan kokain

menyebabkan besarnya biaya penyediaan kokain, terbatasnya

penghasilan menyebabkan hutang yang menumpuk.

Problem pekerjaan: kehilangan pekerjaan karena hilangnya

produktivitas diri, angka absen yang meningkat, kehilangan

proffesional licence atau certificate

Problem legal: ditahan, dihukum hingga pidana

4. Sebab-sebab kematian

Umumnya karena overdosis (lebih dari 1,2 sampai 1,5 gram

bubuk kokain asli)

Penyebab kematian karena: kelumpuhan alat pernapasan,

aritmia kordis, kejang berulang kali, mati lemas karena merasa

seperti dicekik, reaksi alergi, stroke (karena naiknya tekanan

darah secara mendadak), kehamilan (pendarahan antepartum,

aborsi)

Pada bayi dapat terjadi Sudden Infant Death Syndrome.

5. Amfetamin dan turunannya

Adalah senyawa kimia yang bersifat stimulansia (lebih sering

dikena dengan Amphetamine Type Stimulants atau ATS). Dewasa ini oleh

sindikat psikotropik ilegal, derivat amfetamin dipasarkan di Indonesia

dalam bentuk: ecstasy dan shabu.

Akibat penyalahgunaan amfetamin (termasuk ecstasy dan shabu) adalah:

1. Problem Fisik

9

Page 10: Zat Psikoaktif

Malnutrisi akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan

Denyut jantung meninggi sehingga menbahayakan bagi mereka

yang pernah mempunyai riwayat penyakit jantung

Gangguan ginjal, emboli paru dan stroke

Hepatitis

HIV/AIDS bagi mereka yang menggunakan suntikan

amfetamin

2. Problem psikiatri

Perilaku agresif

Confusional state, psikosis paranoid sampai skizofrenia

Kondisi putus zat menyebabkan: lethargy, fatigue, exausted,

serangan panik, gangguan tidur.

Depresi berat sampai suicide

Halusinasi (terutama ecstacy dan shabu)

3. Problem sosial

Tindak kekerasan (berkelahi)

Kecelakaan lalu lintas

Aktivitas kriminal

4. Sebab kematian

Suicide

Serangan jantung

Tindak kekerasan, kecelakaan lalu lintas

Dehidrasi, sindrom keracunan air

6. Benzodiazepin

Derivat benzodiazepin dikenal dalam bentuk tablet dan suntikan.

Dalam bentuk suntikan umumnya menggunakan injeksi diazepam.

Sedang dalam bentuk tablet cukup bervariasi: nitrazepam,

flunitrazepam, flurazepam, bromazepam, dan diazepam.

Akibat penyalahgunaan benzodiazepin menimbulkan:

1. Problem fisik

10

Page 11: Zat Psikoaktif

Penggunaan suntikan dapat menyebabkan abses, infeksi sitemik

dan hepatitis, HIV/AIDS

Gangguan gastrointestinal

Gangguan neurologik

malnutrisi

2. Problem psikiatri

Perilaku agresif terutama dalam keadaan intoksikasi

Ansietas, panik, confusional state

Withdrawal state menimbulkan perilaku agresif dan violance

3. Problem sosial

Mengganggu interaksi dalam rumah tangga dan lingkungan

masyarakat

Prombem marital

Tinggal kelas, dikeluarkan dari sekolah karena tingkah laku

mengganggu teman siswa sekelas

Berkelahi

Tindak pidana dan terlibat hukum

Penggunaan finansial terganggu (boros dan tidak menentu)

4. Kematian disebabkan:

Kecelakaan lalu lintas

Infeksi sistemik membawa kematian

Depresi berat sampai suicide

Dehidrasi, malnutrisi

II. Etiologi

Terdapat berbagai alasan seseorang terjerumus dalam dunia narkoba.

Alasan-alasan tersebut merupakan faktor penyebab seseorang terjerumus dalam

hitamnya dunia narkoba. Badan Narkotika Nasional memberikan penjelasan

bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus dunia narkoba

terbagi dalam tiga bagian utama yakni:6

1. Faktor diri/pribadi seseorang

11

Page 12: Zat Psikoaktif

Penyalahgunaan obat dipengaruhi oleh keadaan mental, kondisi fisik dan

psikologis seseorang. Kondisi mental seperti gangguan kepribadian, depresi,

dapat memperbesar kecenderungan seseorang untuk menyalahgunakan

narkoba. Faktor individu pada umumnya ditentukan oleh dua aspek:

a. Aspek biologis:

Secara biologis, seseorang dapat masuk ke dalam penyalahgunaan

narkoba disebabkan antara lain karena ingin menghilangkan rasa sakit

atau keletihan.

b. Faktor psikologis

Sebagian besar penyalahgunaan obat dimulai pada masa remaja.

Seseorang dapat terjerumus dalam pemakaian narkoba karena beberapa

alasan antara lain:

- Ingin meningkatkan semangat dan gairah kerja atau juga ingin

meningkatkan keperkasaan atau percaya diri.

- Ingin melepaskan diri dari berbagai beban hidup yang menimpanya

- Ingin melepaskan diri dari kesunyian, kehampaan, atau ingin

mencari hiburan

- Ingin diterima sebagai anggota suatu kelompok karena menganggap

bahwakelompok yang ingin dimasukinya mempunyai tren yang patut

diikuti

- Ingin coba-coba atau ingin mencari pengalaman baru

- Merasa dijauhkan atau diasingkan atau tidak dicintai atau merasa

tidak dihargai.

Pribadi yang lemah atau mudah goyah akan mudah terjerumus dalam

lingkaran peredaran narkoba, karena itu pengenalan dan pengetahuan

tentang bahaya narkoba akan menjadi sangat penting untuk menjauhkan

seseorang dari penyalahgunaan narkoba.

2. Faktor Lingkungan

Dari sudut pandang lingkungan, seseorang dapat terjerumus dalam

pemakaian dan pengedaran narkoba karena keadaan sebagai berikut:

12

Page 13: Zat Psikoaktif

- Keluarga yang kurang komunikatif, kurang perhatian, kurang membagi

kasih sayang dan kurangnya penghargaan terhadap sesama anggota

keluarga

- Keluarga yang kurang pengawasannya terhadap sesama anggota keluarga

- Lingkungan sosial yang tidak harmonis dan tidak terikat dengan berbagai

norma seperti norma hukum, agama, susila, dan lain-lain

- Lingkungan yang kurang disiplin, tidak mempunyai tata tertib, tidak

mempunyai sistem pengawasan yang memadai, dan kurangnya sistem

pengamanan lingkungan baik lingkungan pendidikan, lilngkungan kerja,

atau tempat tinggal.

- Pergaulan sebaya yang tidak sehat

- Peraturan atau undang-undang yang tidak tegas sehingga tidakmembuat

jera para pelaku peredaran narkoba

- Lemahnya penegakan hukum oleh para penegak hukum seperti polisi,

hakim, jaksa, bea cukai, dan lain-lain

- Pandangan yang keliru tentang masalah penanggulangan narkoba bahwa

masalah narkoba adalah urusan pemerintah saja

- Fasilitas pelayanan dan rehabilitasi yang mahal bagi korban narkoba

3. Faktor Keberadaan Narkoba

Keberadaan dan ketersediaan narkoba menjadi sangat strategis dalam

menjeruskan seseorang ke dalam dunia narkoba. Seseorang dapat saja

memakai narkoba karena ketersediaan narkoba itu sendiri:

- Narkoba semakin mudah atau dapat dibeli

- Harga narkoba yang semakin murah dan semakin dijangkau oleh

masyarakat. Hal ini terjadi juga karena adanya paket hemat dari

kemasan narkoba itu sendiri

- Narkoba semakin banyak baik jenis, cara pemakaian, atau pun bentuk

kemasannya.

- Modus operansu para pelaku tindak pidana narkoba semakin jeli dan

licik sehingga sulit diungkap oleh aparat penegak hukum

13

Page 14: Zat Psikoaktif

- Semakin mudahnya akses internet yang menginformasikan tentang

keberadaan, pembuatan atau peredaran narkoba.

- Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yang kuat dan

profesional

III. Memahami Adiksi sebagai gangguan otak

Zat psikoaktif, khususnya NAPZA, memiliki sifat-sifat khusus terhadap

jaringan otak: bersifat menekan aktifitas fungsi otak (depresan), merangsang

aktifitas fungsi otak (stimulansia) dan mendatangkan halusinasi (halusinogenik).

Karena otak merupakan sentra perilaku manusia, maka interaksi antara NAPZA

(yang masuk ke dalam tubuh manusia) dengan sel-sel saraf otak dapat

menyebabkan terjadinya perubahan perilaku manusia. Perubahan-perubahan

perilaku tersebut tergantung sifat-sifat dan jenis zat yang masuk ke dalam tubuh.

Otak sendiri dibagi atas daerah-daerah yang memiliki fungsi khusus.2

Otak terdiri atas bermilyar-milyar sel saraf yang disebut neuron. Neuron

tidak hanya berpusat pada jaringan otak, tetapi juga menyebar pada sistem

jaringan saraf tepi atau perifer di seluruh tubuh kita. Neuron memiliki banyak

cabang. Cabang-cabang neuron yang bertugas menerima pesan disebut dendrit

dan yang bertugas mengirim pesan disebut axon. Bila pesan mencapai ujung

akson, maka akan menyebabkan lepasnya sejenis zat kimiawi yang disebut

neurotransmiter. Neurotransmiter berjalan melalui sebuah celah kecil (disebut

celah sinaptik) menuju ke reseptor di ujung saraf dendrit.2

Otak memiliki puluhan neurotransmiter yang masing-masing bertugas

menghantarkan pesan sensasi khusus. Misalnya neurotransmiter Dopamin (DA)

menghantarkan pesan sensasi rasa nikmat (senang, enak, euforia, dan gembira).

DA setelah lepas dalam celah sinaptik akan mengikat diri (binding) pada reseptor

khusus yang disebut reseptor Dopamin sehingga orang tersebut merasakan sensasi

rasa nikmat. Di dalam otak terdapat puluhan reseptor-reseptor khusus yang baru

ditemukan dalam bidang kedokteran. Salah satu diantaranya adalah reseptor

opioid. Tubuh manusia sendiri dapat menghasilakn sejenis protein

neurotransmiter yang disebut endorphin. Endorfin mengikat diri pada reseptor

14

Page 15: Zat Psikoaktif

opioid yang kemudian mengirinkan sinyal kepada terminal untuk melepaskan DA.

DA yang lepas akan mengikat diri pada reseptor dopamin sehingga membawa

pesan kenikmatan. Reseptor-reseptor yang berkait pada kenikmatan terdapat pada

area otak yang disebut sentra kenikmatan yang terdapat pada daerah otak yang

bernama nucleus accumbens (NA)-ventral tegmental area (VTA) dan NA-frontal

cortex cerebri. Area tersebut sering dikaitkan dengan sebutan reward pathway.2

Beberapa jenis NAPZA menyusup ke dalam otak karena mereka memiliki

ukuran dan bentuk yang sama dengan ‘natural neurotransmitter’. Di dalam otak,

dengan jumlah atau dosis yang tepat, NAPZA tersebut dapat mengunci dari dalam

reseptor dan memulai membangkitkan suatu reaksi berantai pengisian pesan listrik

yang tidak alami yang menyebabkan neuron melepaskan sejumlah besar

neurotransmitter miliknya. Beberapa jenis NAPZA lain mengunci melalui neuron

dengan bekerja mirip pompa sehingga neuro melepaskan lebih banyak

neurotransniter. Ada jenis NAPZA yang menghadang reabsorbsi atau reuptake

sehingga menyebabkan kebanjiran yang tidak alami dari neurotransmiter.2

NAPZA memiliki neurotransmiter yang memiliki sifat khusus sehingga

penggunaan sekaligus berbagai jenis NAPZA dapat mendatangkan kekacauan di

dalam celah sinaptik. Beberapa jenis neurotransmiter tersebut adalah: dopamin

(amfet, kokain, alkohol), serotonin (LSD, alkohol), endorfin (opiat, alkohol),

glutamate (alkohol) dan asetilkholin (nikotin, alkohol).2

Seperti telah disebutkan, riset menunjukkan penggunaan NAPZA yang

lama dan berulang-ulang menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme kimiawi

dan fungsi otak (‘brain chemistry and function’) yang bermakna bertanggung

jawab terhadap fungsi generasi, modulasi dan pengendalian perilaku kognitif,

emosional, dan sosial. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengintervensi fungsi otak

sehingga terjadi gangguan mental-emosional dan perilaku.2

IV. Penanganan dan Rehabilitasi

Pendekatan penanganan untuk zat yang tercakup dalam bagian ini

bervariasi menurut zatnya, pola penyalahgunaan, ketersediaan sistem pendukung

psikososial, dan gambaran individu pasien. Dua tujuan utama penanganan

15

Page 16: Zat Psikoaktif

penyalahgunaan zat telah ditentukan: yang pertama adalah abstinensi zat dan yang

kedua adalah kesejahteraan fisik, psikiatri, serta psikososial pasien. Pada beberapa

kasus, mungkin perlu memulai terapi di unit rawat inap. Meski situasi rawat jalan

lebih disukai dibanding situasi rawat inap, godaan yang tersedia bagi pasien rawat

jalan untuk menggunakan secara berulang mungkin menjadi rintangan yang

terlalu berat untuk memulai terapi. Penanganan rawat inap juga diindikasikan

pada kasus gejala medis atau psikiatri berat, riwayat gagalnya penanganan rawat

jalan, kurangnya dukungan psikososial, atau riwayat penyalahgunaan zat jangka

panjang atau sangat berat. Setelah periode awal detoksifikasi, pasien memerlukan

periode rehabilitas terus-menerus. Sepanjang penanganan, terapi individu,

kelompok, atau keluarga bisa jadi efektif. Edukasi tentang penyalahgunaan zat

serta dukungan terhadap upaya pasien adalah faktor eksternal dalam penanganan.1

16