BAB I
STATUS PEMERIKSAAN PASIEN
DEPARTEMEN BEDAH
RSAL Dr. MINTOHARDJO
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Jl Delima no.17 RT 10/01 Kec. Kembangan Kel. Srengseng
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tgl. Masuk RS : 12 November 2012
Ruangan : P. Salawati
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 November 2012, pukul
14.00 WIB.
Keluhan Utama : Sulit BAK sejak 1 tahun SMRS
Keluhan Tambahan : Perut kembung
A. Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke UGD Rumah Sakit RSAL Mintohardjo dengan keluhan BAK
berdarah sejak empat jam SMRS. BAK berdarah diawali dengan keluarnya gumpalan
darah. lalu urin berdarah saat awal berkemih dan kembali kuning. BAK berdarah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 1
disertai dengan aliran urin yang terputus dan pancaran yang lemah sejak satu hari
SMRS sehingga harus mengedan dan menekan perut bagian bawah saat BAK, tidak
membaik jika berubah posisi. OS merasakan nyeri saat BAK. Nyeri seperti tertusuk
dirasakan di daerah perut bagian bawah saat ingin berkemih dan nyeri tidak menjalar.
Demam dirasakan pasien.Aliran urin yang terbelah dan keluarnya batu atau pasir saat
berkemih disangkal pasien. Tidak pernah mengeluh terasa panas atau nyeri disekitar
kemaluan saat berkemih. OS tidak pernah mengalami kecelakaan atau jatuh yang
mengenai kemaluannya, pasien juga tidak pernah mengeluh nyeri didaerah punggung.
Pasien tidak mengeluhkan mual, muntah maupun keluhan sulit BAB
Satu hari sebelum masuk SMRS, OS baru pulang pasca perawatan di RS karena
keluhan sulit BAK yang disertai nyeri. OS mendapat tindakan citoskopi. Satu bulan
SMRS, OS mengaku merasakan sulit BAK disertai nyeri, pancaran yang lemah dan
kadang hanya menetes setelah BAK. Anyang-anyangan juga dikeluhkan disertai
dengan sering terbangun untuk BAK saat malam hari dan sulit untuk menahan
BAK.Lalu pasien dirawat di RSAL dan mendapat tindakan TURP lalu di diagnosa
BPH.
Lima hari pasca perawatan, keluhan berupa BAK yang berdarah tidak lagi
dialami pasien, tetapi nyeri di daerah perut bawah masih dirasakan. Demam telah
menghilang.
Pasien minum cukup ± 8 gelas perhari, pasien tidak mempunyai kebiasaan
merokok .pasien juga mengaku 1 bulan terakhir berat badan turun disertai penurunan
nafsu makan.
B. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit Vesicolith (+) Riwayat penyakit Hipertensi disangkal Riwayat penyakit Diabetes Melitus disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit paru disangkal Riwayat penyakit ginjal disangkal Riwayat penyakit infeksi saluran kemih disangkal Riwayat trauma pada bagian perut bawah disangkal Riwayat batuk-batuk lama disangkal Riwayat alergi disangkal
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 2
C. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien
Tidak ada riwayat keganasan
D. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sering mengkonsumsi obat-obatan herbal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos MentisTanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHgNadi : 80 x/menitSuhu : 36 ˚CPernapasan : 20 x/menit
A. Status generalis
Kulit
Warna : Sawo matang Pigmentasi : Merata
Effloresensi : Tidak ada Lapisan Lemak : Distribusi merata
Jaringan Parut : Tidak ada Pembuluh darah : Normal
Pertumbuhan rambut : Merata Turgor : Baik
Suhu Raba : Hangat Ikterus : Tidak ikterus
Keringat : Umum Edema : Tidak edema
Lembab/Kering : Lembab Lain-lain : Tidak ada
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 3
Lipat paha : Tidak teraba membesar
Leher : Tidak teraba membesar
Ketiak : Tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Biasa Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam dan distribusi Pembuluh darah temporal : Normal
Mata
Exophthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada
Kelopak : Oedem negatif Lensa : Jernih
Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak ikterikGerakan Mata : Normal
Telinga
Tuli : -/- Selaput : Utuh
Lubang : Lapang Pendengaran : +/+
Serumen : +/+ Penyumbatan : Tidak ada
Cairan : -/- Perdarahan : Tidak ada
Hidung
Dorsum nasi : Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), edema (-), krepitasi (-)
Vestibulum nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-)
Kavum nasi : Lapang, polip (-)
Konkha inferior : Eutrophi, hiperemis (-), edema (-)
Mulut
Bibir : Normal Tonsil : T1 –T1, tenang
Langit-langit : Normal Gigi geligi : Normal
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 4
Faring : Tidak hiperemis Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak kotor
Leher
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe kanan : Tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : Datar, tidak cekung, simetris, spider nevy (-)
Pembuluh darah : Pelebaran pembuluh darah (-)
Buah dada : Normal, tidak membesar
Paru – Paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi maupun ekspirasi- Palpasi : Vocal fremitus simetris pada dinding dada sebelah kanan dan kiri- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru- Auskultasi : Suara vesikuler, Wheezing (-/-), Ronki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis, 1 cm medial dari linea midklavikula kiri, tidak melebar, tidak ada lesi kulit atau bekas operasi
Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga V, 1 cm medial dari linea midklavikula kiri, tidak kuat angkat, tidak teraba adanya massa
Perkusi :
Batas kanan : Sela iga V linea parasternalis kanan.
Batas kiri : Sela iga V, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.
Batas atas : Sela iga II linea parasternalis kiri.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 5
Perut
Inspeksi : tampak buncit
Palpasi :
Dinding perut : Teraba supel, tidak ada defans muscular
Hati : Tidak teraba pembesaran
Limpa : Tidak teraba membesar
Ginjal : Ballotement ginjal kanan dan kiri negatif, nyeri ketok CVA kanan dan kiri (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Refleks dinding perut : Normal
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot :
Tonus : normotoni normotoni
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : normal (+5) normal (+5)
Oedem : tidak ada tidak ada
Petechiae : tidak ada tidak ada
Palmar eriteme : tidak ada tidak ada
Lain-lain : tidak ada tidak ada
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : tidak ada tidak ada
Varises : tidak ada tidak ada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 6
Otot :
Tonus : normotoni normotoni
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : normal normal
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : normal (+5) normal (+5)
Oedem : tidak ada tidak ada
Lain-lain : tidak ada tidak ada
Petechiae : tidak ada tidak ada
A. Status Urologi
Regio CVA dextra-sinistra
Inspeksi : Tidak terlihat edema
Palpasi :
Ballotement -/-
Perkusi :
Nyeri ketok -/-
B. Regio supra pubis
- Inspeksi : Tampak datar, tidak terlihat massa, tidak ada hematom dan jejas- Palpasi : Vesica urinaria tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)-
C. Regio genetalia eksterna Penis
Inspeksi :
Sirkumsisi (+), edema (-), kemerahan dan tanda-tanda radang (-), kelainan bawaan (-), masa (-), sikatrik (-)
Terpasang kateter, berisi urin 100 cc, berwarna kuning Scrotum
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 7
Inspeksi :
Terdapat 2 testis berada pada scrotum Tidak ada tanda-tanda radang, udema (-)
Palpasi :
Tidak terdapat kelainan Nyeri (-)
Rectal Toucher
Tonus Sphincter ani baik Mukosa recti licin Prostat: teraba membesar, simetris, konsistensi kenyal, nodul (-), nyeri(-)
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah rutin, tanggal 10 JULI 2011
Leukosit : 74000 (5000-10000 uL)
Eritrosit : 4.14 (4.45-5.5 juta/mm3)
Hemaglobin : 11.1 (14-18 g/dL )
Hematokrit : 35 (43-51 % )
Trombosit : 297.000 (150-400 ribu/ mm3 )
C. Pemeriksaan Penunjang
Cystogram, Tanggal 12 November 2012Kesan: Tidak tampak kelainan
USG, Tanggal 13 November 2012Kesan: BPH
Rontgen Thorax: tidak tedapat kelainan
D. Resume
A. Anamnesa (autoanamnesa)
Pasien laki-laki umur 66 tahun datang dengan keluhan :
BAK (buang air kecil) 4 jam SMRS
BAK diawali dengan keluarnya bekuan darah
Darah keluar diawal lalu kembali kuning
Nyeri pada perut bawah,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 8
Demam (+), suhunya tidak diukur sewaktu dirumah, tidak menggigil.
Tidak ada mual dan muntah.
OS ada riwayat pembesaran prostat, sudah dioperasi 1 bulan lalu
B. Pemeriksaan Fisik Status Generalisata : Dalam Batas Normal Status Urologikus
Regio CVA dextra-sinistraInspeksi :
Tidak terlihat edema
Palpasi :
Ballotement -/-
Perkusi :
Nyeri ketok -/-
Regio supra pubis
Inspeksi : Tampak datar, tidak terlihat massa, tidak ada hematom dan jejas
Palpasi :
visica urinaria tidak teraba membesar Nyeri tekan (+)
Regio genetalia eksterna
Penis Sirkumsisi (+),edema (-), kemerahan dan tanda-tanda radang (-), kelainan
bawaan (-), masa (-), sikatrik (-) Terpasang kateter, berisi urin 100 cc, berwarna kuning
Scrotum
Inspeksi :
Terdapat 2 testis berada pada scrotum Tidak ada tanda-tanda radang, udema (-)
Palpasi :
Tidak terdapat kelainan Nyeri (-)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 9
Rectal Toucher
Tonus Sphincter ani baik Mukosa recti licin Prostat: teraba membesar, simetris, konsistensi kenyal, nodul (-), nyeri(-)
E. Diagnosa Kerja
BPH
F. Diagnosa Banding
Ca Prostat
Striktur Uretra
Uretrolithiasis
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin tanggal 10 Juli, Cystogram 12 November 2012, USG 13
November 2012
H. Terapi
A. Penatalaksanaan
Operasi
TURP
Pengobatan Umum
Bed Rest
Infus RL 20 tpm
Medikamentosa
Ceftriasxone 2 x 1 gram IV
Transamin 2 x 1 amp IV
Sankorbin (Vit C) 1 x 1 amp IV
Velchrome 3 X 1 AMP IV
( Carbazochrome)
I. Prognosis
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad fungsionam : dubia ad bonam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 10
c. Ad sanationam : dubia ad bonam
Follow up
Tanggal
12/07/12 OPERASI TD: 120/80mmHg N: 76/menit RR : 20x/menit S: 3,76 CInstruksi post operasi
1. Puasa sampai dengan BU+/sadar betul2. Infuse kaen 3B 30 tetes/menit3. Hb < 10 tranfusi PRC4. Starquin ( Ciprofloxacin)2 x 200 mg
Katesse (Dexketoprofen trometamol) 5mg 2 x1Vit C injeksi 1 x 400 IUAdona 3 x 1Kalnex ( asam traneksamat)3 x 1Vit K 3 x 1
5. Produksi urin/jam6. Cek H2TL, LED, diff count
Lab 20/07/12 15:11 (post operasi)Leukosit 7.100 /uLEritrosit 4,25 juta/mm3Hb 11,8 gr/dLHt 36 %Trombosit 331.000 /mm3LED: 91Basofil -Eosinofil 2%
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 11
Batang 1 %Segmen 65%Limfosit 24 %Monisit 8%
13/07/12
S : Nyeri perut bawah dan daerah kelaminO : TD: 130/80 N: 96x/menit RR : 20x/menit S: 36,8 C Urin bag: 700 ml, urin kuningA : post TURP hari ke 1P : Starquin 2 x 200 mg
Katesse 5mg 2 x1Vit C injeksi 1 x 400 IUAdona 3 x 1Kalnex 3 x 1Vit K 3 x 1As mefenamat 3 x 1
14/07/12
S : Nyeri berkurangO : TD: 130/80mmHg N: 86x/menit RR : 20x/menit S: 36 CA : post TURP hari ke 2P : Starquin 2 x 200 mg Katesse 5mg 2 x1
Vit C injeksi 1 x 400 IUAdona 3 x 1Kalnex 3 x 1Vit K 3 x 1
As mefenamat 3 x 1
16/07/12
S : tidak ada keluhanO : TD: 120/70mmHg N: 91x/menit RR : 20x/menit S: 36,2 CA : post TURP hari ke 4P : Starquin 2 x 200 mg As mefenamat 3 x 1 Proza 3 x 1(Ekstrak echinacea (polinacea) 250 mg, Vit C 250 mg, Zn Picolinate 10 mg) Renax 3 x 1(Sericocalyx Folium 21,4 %, Orthosiphonis Herba 21,4 %, Sonchus Folium 17,85 %, Plantago Folium 7,15 %) Provital plus 1 x 1 Aff kateter, miksi spontan boleh pulang
17/07/12 S : tidak ada keluhan, miksi spontanO : TD: 110/70mmHg N: 84x/menit RR : 20x/menit S: 36 CA : post TURP hari ke 5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 12
P : Starquin 2 x 200 mg As mefenamat 3 x 1 Proza 3 x 1 Renax 3 x 1 Provital plus 1 x 1 Pasien boleh pulang
BAB II
PEMBAHASAN
1. Anatomi Kelenjar Prostat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 13
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar
aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4
cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.3
Gambar 1. Anatomi Prostat
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen
dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan
kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan
sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan
keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat
berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai
kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya
satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil. 3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 14
Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal
Batas-batas prostat 3
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot
polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis.
Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan
dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum
retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan
posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada
pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior
ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier).
Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus
perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani
waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus
bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada
pinggir lateral orificium utriculus prostaticus
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3
a. Lobus medius
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 15
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
5 zona pada kelenjar prostat: 3
a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini
rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi
25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic
hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar
sepanjang segmen uretra proksimal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 16
Aliran darah prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan
arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan
berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh
vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena
mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam
stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama
dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari
pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat
persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel
ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin
terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama
seperti dinding pembuluh darah. 3
2. Fisiologi Kelenjar Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah
asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang
bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret
prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga
menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32%
dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3
3. Definisi Hiperplasia Prostat Jinak
BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya
timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4
Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 17
4. Etiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara
estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)
Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat
oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan
sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan
pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal. 5
Ketidakseimbangan antara estrogen –testosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan
menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan
ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 18
Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi
sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun
stroma. 5
5. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak
Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%.
Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70
tahun, akan menjadi 90%.4
6. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini
sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat
hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di
dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi buli- buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)
yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 19
Hiperplasia Prostat↓
Penyempitan lumen uretra posterior↓
Tekanan intravesika meningkat ↓ ↓Buli-buli: Ginjal dan ureter: Hipertrofi otot detrusor Refluks VU Trabekulasi Hidroureter Selula Hidronefrosis Divertikel buli-buli Gagal ginjal
Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih
Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih
7. Gambaran klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi
Obstruksi Iritasi
Hesitansi
Pancaran miksi lemah
Intermitensi
Miksi tidak puas
Menetes setelah miksi
Frekuensi
Nokturi
Urgensi
Disuria
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 20
Hidronefrosis
Hipertofi otot detrusor
Hidroureter
Benigna prostat hiperplasi
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk
mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi
urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang
mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi
prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor
(golongan antikolinergik atau adrenergic α)
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor
ringan (0-7), sedang (8-19), berat (≥ 20)
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5
Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis)
8. Pemeriksaan fisik5,6,7:
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan
pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan
batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi
prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran
lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 21
terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.
Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)
9. Diagnosa banding 8
Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin normal
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
Prostatitits
Divertikulum buli
Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Gejala iritasi dan obstruksi
Kanker prostat
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Gejala obstruksi
Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia
10. Pemeriksaan laboratorium 5,7,9:
a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran
kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa.
b. Kultur urin
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 22
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas.
Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien
yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
11. Pemeriksaan Patologi Anatomi 9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat.
Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun
kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia
Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia
12. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:
a. Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang
merupakan tanda suatu retensi urine
b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5,7,10
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam
rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara
merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 23
apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan
gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum
mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan
mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki
keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume
prostat, caranya antara lain :
Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal
diukur dari dasar sampai puncak.
Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar
(W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : ½ (H x W x L).
c. Sistoskopi 7,11
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di
dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis
sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa
dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung
kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia
d. Ultrasonografi trans abdominal 10,11
Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian
dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi
hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan
hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 24
Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal
Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia
e.Sistografi buli11
Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia
13. Pemeriksaan lain5,12 :
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah
miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran
yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang
dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah
air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang
dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan
pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 25
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau
kateterisasi.
Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat
waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin
residunya 100 mL.
14. Komplikasi 13
Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
15. Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 26
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi
dan (6) mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimalWatchful waiting
Penghambat adrenergik α
Prostatektomi terbuka TUMT TUBD Stent uretra TUNA
Penghambat reduktese α
Endourologi
Fisioterapi 1. TURP2. TUIP3. TULP
Elektovaporasi
Hormonal
Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 27
RiwayatPemeriksaan fisik & DREUrinalisaPSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala AUA
Gejala ringan (AUA≤7)/tdk ada
Gejala sedang
Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPHHematuria persistentBatu buliInfeksi saluran urinaria berulangInsufisiensi renal
Operasi
Tes diagnosticUroflowResidu urin postvoid
Pilihan terapi
Terapi non-invasif Terapi invasif
Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14
Penatalaksanaan Nilai indeks gejala BPH Efek samping Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinariaPenatalaksanaan medisAlpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%Sakit kepala-12%Menggigil-15%
5 alpha-reductase inhibitors Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%Kehilangan hasrat sex-5%Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 kombinasiTerapi invasi minimalTransuretral microwave heat Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%Prosedur kedua dibutuhkan-10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%Infeksi-17%Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Operasi TURP, laser & operasi sejenis
Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%Urgensi&frekuensi-6-99%Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%
Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia15
a. Watchful waiting 5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 28
Tes diagnosticPressure flowUretrosistoskopiUSG prostat
Watchful waiting
Terapi medis
Terapi minimal invasif Operasi
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat etrapi
namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
Penghambat reseptor adrenergik α
Penghambat 5 α reduktase
Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik α. 5,11
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk
meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin
(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin
(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan
perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 29
Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari
Gambar 14. Lokasi Reseptor a1-Adrenergik (a1-ARs)
2) Penghambat 5 α reduktase 5,13
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT,
sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari
6 sampai 12 bulan.
Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 α reduktase
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 30
Contoh obat penghambat 5 α reduktase berdasarkan tipenya :
Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI
3) Fitofarmaka5
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala
akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif
yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui
dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen,
menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism
prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil
volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum
africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
c. Terapi Invasif Minimal
Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang
menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan
prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy
transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk
memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah
sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat
jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi
atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi
mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 31
Gambar 16. Microwave Transurethral
2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral
jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA
memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region
prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas.
Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).
Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal
3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk
menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung
beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di
tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan
memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah
yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi.
Jaringan yang hancur keluar melalui urin
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 32
Gambar 18. Thermotherapy dengan Air
4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di
sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang
tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari
anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,
perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.
Gambar 19. Intra-Prostatic Stent
d. Bedah
1) Operasi transurethral. 5,11,13,16,17
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi,
ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90
persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 33
disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang
sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan
cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya
yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan
hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP.
Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat
dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak
dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP
operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan
haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat
mengurangi penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada
akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka
dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang
mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini,
semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar
uretra.
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjutPerdarahan Perdarahan InkontinensiSindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksiPerforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra
Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 34
(a)
Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini
melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di
mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang
tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya
masih muda.
Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)
2) Open surgery. 5,12
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan,
operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery
sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada
komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki.
Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer)
atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia
uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher
buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.
3) Operasi laser 5, 7,11
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 35
(b)
(c)
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu
yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit
komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah
yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui
uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan
beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser
menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.
Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat
a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser
interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk
menghancurkannya.
Gambar 23. Interstitial laser coagulation
b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan
mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi.
Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50
gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 36
Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat
e. Kontrol berkala 5
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5α-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5α-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.
DAFTAR PUSTAKA
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 37
1. Emil A. Tanagho, Jack W.McAninch.Smith’s General Urology.17th
Edition.USA:McGraw-Hill;2008.
2. Purnomo B. Prostat. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Malang: Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya; 2011.
3. Sjamsuhidajat, de Jong. Hiperplasia prostat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2010.
4. Snell RS. Prostat. Anatomi Klinik. Ed.6. Jakarta : EGC; 2006; p.345-50
5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Prostate Hyperplasia. Harrison’s Manual of
Medicine. Ed. 17. USA : The McGraw Company; 2009.
6. Sherwood L. Sistem Reproduksi. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed.2. Jakarta :
EGC; 2001.
7. Price SA, Wilson LM. Hiperplasia Prostat. Patofisiologi. Ed. 6. Jakarta : EGC; 2005.
8. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available at
http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.
9. Prostate. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Prostate.
10. Benign Prostatic Hyperplasia. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview.
11. BPH. Available at http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-furqan.pdf.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSAL Dr. Mintohardjo JakartaFK UNIVERSITAS TRISAKTI 38