Download docx - Kasus 2 Edit

Transcript

KASUS 2PENYAKIT ENDEMIKSeseorang dokter umum telah bekerja selama 6 bulan di Puskesmas yang terletak di suatu kepulauan. Wilayah pekerja puskesmas banyak terdapat lagoon, rawa dan genangan air. Wilayah ini menjadi endemik malaria dan endemik filaria dengan mikrofilarial rate 9%. Bulan ini ditemukan 2 kejadian DBD dan 15 kasus chikungunya. Selama ini diagnosis malaria hanya berdasarkan kondisi klinis, kadang-kadang dengan rapid diagnostic test , dan belum pernah ada pelatihan khusus kepada puskesmas mengenai pengobatan dan pengelolaan malaria. Serangkaian program pengendalian telah disiapkan oleh dokter tersebut selain kegiatan rutin di Puskesmas. Beberapa petugas bersemangat untuk ikut serta dalam program tersebut, namun ada pula yang merasa kegiatan tersebut hanya menambah beban kerja.STEP 11. Penyakit endemik : dari bahasa yunani en = dalam, demos= rakyat. Endemik yaitu suatu keadaan dimana penyakit secara tetap dalam populasi masyarakat tertentu.2. Lagoon : - suatu air asin yang terpisah dari laut3. Filariasi : penyakit infeksi yang disebabkan oleh filarial : wucheria bancrofti, brugia malayi, brugia timori4. Rapid diagnostic test : cara alternative untuk menegakan diagnostik infeksi malaria dengan mendeteksi antigen malaria tertentu dalam darah, menggunakan antibodi monokomal5. Microfilarial rate : (mf- rate ) angka yang menunjukan tingkat endemisitas filariasis pada populasi tertentu6. DBD : Demam Berdarah Dengue, di tandai dengan adanya pembesaran plasma7. Chikungunya : penyakit menyerupai dengue yang di sebabkan oleh alphavirus, di tularkan oleh gigitan nyamuk 8. Malaria : penyakit akut/kronis yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang di tandai dengan panas, anemia, dan splenomegali. STEP 21. Macam macam penyakit endemik ?2. Hubungan wilayah dengan penyakit endemik ?3. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit endemik ?4. Cara melakukan Rapid Diagnostic test?5. Cara menegakan diagnostik malaria ?6. Cara pengendalian penyakit endemic?7. Patogenesis : malaria, DBD, chikungunya, filariasis ?8. Program P2M penyakit endemik ?9. Masalah penyakit endemik ?STEP 31. Penyakit endemik : TBC- Rubella- Leptospirosis Kaki gajah- Eksantena- DBD Malaria- Kolera- Chikungunya Rabies- Amoebiasis- Filariasis Campak- Difteri- Avian influenza HIV/AIDS- Brucelosis- SARS2. Hubungan wilayah dengan penyakit endemik Wilayah banyak genangan air ( vector nyamuk ) : penyakit malaria, filariasis, DBD dan chikungunya. Keadaan wilayah tertentu dapat menyebabkan penyakit endemik tertentu pada wilayah tersebut contoh : Jakarta banjir leptospirosis Cirebon wilayah transit HIV/AIDS Perternakan leptospira leptospirosis3. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit endemik Virus : a. HIV AIDS, b. Virus dengue DBD/DB c. Virus Rubella Rubella d. H5N1 Avian influenza e. H1N1 Swine fluf. Virus campakg. SARS Bakteri : a. Mycobacteria tuberculosis TBC b. Brucella brucellosis c. Leptospira Leptospirosis d. Vibro cholera kolera e. Entamoeba amoebiasasis f. Corynobacterium diftheriae difteri Parasit : a. protozoa plasmodium malaria b. cacing nematode wucheria bancrofti filariasis

4. Rapid diagnostic test ( RDT )Prinsip : menangkap target antigen yang di produksi oleh plasmodium dalam peredaran darah, alat berupa stik5. Anamnesis , pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ( sediaan darah hapus dan RDT )6. Pengendalian penyakit endemik malaria, DBD, filariasis : Mengembangkan teknologi untuk menyebabkan nyamuk infertil dan banyak jantan Menyimpan ikan untuk memakan jentik nyamuk 3 M ( menutup, menguras, mengubur ) Pemberian pil Quina ( Quinine Sulphate )7. Patogenesis a. Malaria Nyamuk -> plasmodium -> sporozoit -> hepar -> menozoit hepar ( Exo-erytrositik schizogony ) -> eritrosit ( erythtrocytic schizogony ) -> trofozoit -> skizon -> reproduksi seksual -> gametosit : mikro dan makro -> zigot -> ookinet -> ookista -> sporozoit.b. Filariasis Parasit wucheria bancrofti > Limfadenitis Nyamuk menggigit manusia -> microfilaria mengikuti peredaran darah jaringan limfe -> tumbuh dewasa -> microfilaria baru -> penyumbatan limfatik -> aliran limfatik tidak normal -> bengkak.c. Perbedaan DBD dan DBDBD : perembesan plasmaDB : tidak ada perembesan plasmad. Chikungunya (SB)8. P2M penyakit : Preventif : menguras bak mandi Promotif : penyuluhan Kuratif : tergantung gejala Rehabilitasi : pemulihan dan perawatan9. Masalah penyakit endemik di Indonesia Lingkungan tropis Kualitas penduduk Indonesia

Penyakit EndemikSTEP 4

Macam-macam penyakit endemikHubungan wilayah dengan penyakit endemik pada kasusCara pengendalian penyakit pada endemik kasusP2MMasalah penyakit endemik di indonesia

Diagnosis Rapid diagnosis testpatogenesisMalaria Filariasis DBDChikungunya STEP 51. Cara menegakan diagnosis malaria2. Patogenesis chikungunya3. Pengendalian penyakit endemik 4. Masalah penyakit endemik indonesia

STEP 6

1. Penengakkan Diagnosis malariaDiagnosis malaria ditegakan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dibuat dengan ditemukannya parasit malaria dalam pemeriksaan mikroskopik laboratorium.a. Gejala klinis AnamnesisKeluhan utama yang sering muncul adalah demam lebih dari dua hari, menggigil, dan berkeringat (sering disebut sebagai trias malaria). Demam pada keempat jenis malaria berbeda sesuai dengan proses skizogoninya. Demam karena P. falcifarum dapat terjadi setiap hari, pada P. vivax atau ovale demamnya berselang satu hari, sedangkan demam pada P. malariae menyerang beselang dua hari. Sumber penyakit harus ditelusuri:1. apakah pernah bepergian dan bermalah di daerah endemik malaria dalam satu bulan terakhir2. Apakah pernah tinggal di daerah endemik3. Apakh pernah menderita penyakit ini sebelumnya4. Apakah pernah meminum obat malariaKecurigaan adanya tersangka malaria berat dapt dilihat dari adanya tersangka malaria berat dapat dilihat dari adanya satu gejala atau lebih, yaitu:1. Gangguan kesadaran2. Kelemahan3. Kelumpuhan otot, kejang-kejang4. Keuningan pada mata atau kulit5. Adanya pendarahan hidung atau gusi, muntah darah atau berak darah.Selain itu adalah adanya keadaan panas yang tinggi, muntah yang terjadi terus-menerus, perubahan warna air kencing menjadi seperti teh, dan volume air kencing yang berkurang sampai tidak keluar air kencing sama sekali. Pemeriksaan fisikPasien mengalami:1. Demam 37,5-400C 2. Anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat.3. Pembesaran limpa (splenomegali)4. Pembesaran hati (hepatomegali)Bila terjadi serangan malaria berat, gejala dapat diserta dengan syok yang ditandai dengan menurunnya tekanan darah, nadi berjalan cepat dan lemah, serta frekuensi napas meningkat.Pada penderita malaria berat:1. Penurunan kesadaran2. Dehidrasi3. Manifestasi pendarahan4. Ikterik5. Gangguan fungsi ginjal6. Pembesaran hati dan limpa7. Munculnya gejala neurologis (refleks patologis dan kaku kuduk)b. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan MikroskopisPemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darh (SDr, sediaan darah) tebal dan preparat darah tipis, untuk menetukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat jenis plasmodium dan stadiumnya (P. vivax, P. falcifarum, P. ovale, P. malariae, trofozoit, skizon, dan gametosit) serta kepadatan parasitnya.Kepadatan parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi-kuantitaif dan kuantitatif. Metode semi-kuantitatif adlah menghitung parasit dalam LPB (lapang pandang besar) dengan rincian sebagai berikut:(-): SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)(+): SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)(++): SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB) (+++): SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)(++++) : SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)

Penghitungan kepadatan parasit secara kuantitatif pada SDr tebal menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Pada SDr tipis, jumlah parasit per 1000 eritrosit. Tes Diganostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)Seringkali KLB, diperlukan tes yang cepat untuk dapat menanggulangi malaria di lapangan dengan cepat. Metode ini mendeteksi adanya antegen malaria dalam darah dengan cara imunokromatografi. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tetapi lemah dalam spesifisitas dan sensitivitasnya.

c. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit, dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah (gula darah, SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal) serta pemeriksaan foto toraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.2. Patogenesis chikungunya

Setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi, virus bereplikasi di dalam organ-organ limfoid dan mieloid dan kemudian merangsang imunitas seluler dan humoral yang menyebabkan timbulnya manifestasi penyakit ini. Kerusakan akibat peradangan pada tulang rawan dalam bentuk nekrosis, kolagenosis dan fibrosis menyebabkan timbulnya gejala-gejala persendian. Hal ini terbukti melalui penelitian biokimia yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah mukopolisakarida, hidroksiprolin dan prolin di dalam urine penderita chikungunya.

Virus chikungunya masuk ke dalam aliran darah (viremia) selama 4-7 hari --> virus melakukan replikasi --> merangsang imunitas selular dan humoral --> bila pasien mengalami imunocompromise --> maka akan timbul beberapa manifestasi klinis --> myalgia (nekrosis), athralgia dan demam --> fase demam terjadi ketika virus sudah masuk ke dalam sistem peredaran darah --> merangsang termostat dalam tubuh akibat adanya respon pada hipotalamus --> sementara athralgia dan myalgia -->terjadi karena kerusakan akibat peradangan pada tulang rawan dalam bentuk nekrosis, kolagenosis dan fibrosis menyebabkan timbulnya gejala-gejala persendian.

3. Program Pengendalian Penyakit Endemik.PROGRAM PENGAWASAN TERHADAP PENYAKIT MENULARPemerintah Indonesia telah mengubah sistem pemerintahannya menjadi sistem desentralisasi yang membahayakan sistem pengawasan Penyakit Menular.Sasaran: Memperkuat pengawasan penyakit yang menular melalui hubungan seksual (STI). Memperkuat pengawasan HIV.PROGRAM PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENYAKIT MENULAR:Infeksi Filariasis dan penularannya selalu terdapat di banyak daerah tanpa kegiatanpengawasan yang cukup. Proyek percobaan untuk ELF memperlihatkan hasil yangmenjanjikan yang perlu ditingkatkan ke tingkat propinsi, sesuai dengan komitmen untuktarget penghapusan global (Mekhong Plus).Infeksi Dengue dan komplikasinya seperti demam berdarah terus meningkat di daerahkota dan pinggir kota dengan meningkatnya angka kesakitan namun menurunnya angkakematian yang menjanjikan. Partisipasi dan jaringan masyarakat diperlukan untukmemulai pengawasan dari penularan dengue (terutama di perkotaan) dan filariasis(terutama di pedesaan). Leptospirosis tetap menjadi hal yang serius meskipun tidak ada laporan yangmengancam. Rabies dan Japanese Encephalitis adalah masalah utama yang memerlukandukungan dari sistem pemerintahan untuk memperkuat pengawasan dan vaksinpencegahan.Frambesia dan kusta adalah penyakit menular yang dapat diobati, namun denganpenularan utama yang terjadi di daerah yang miskin, terpencil, kurang pelayanannya,diperlukan kesadaran yang ditingkatkan dan dukungan dari pemerintah setempat, danjuga tingkat daerah. Helminthiasis yang sangat umum dan sangat endemis denganpengaruh kesehatan yang kronik yang dapat secara luas ditingkatkan melaluipemberantasan cacing yang berulang-ulang secara masal, yang harus dikoordinasikandengan perawatan ELF dimanapun memungkinkan.Sasaran: Meningkatkan dan mempertahankan kualitas dari komponen-komponen terpilihdan bidang-bidang yang termasuk dalam program nasional untuk mencegah,mengawasi, dan menghapuskan penyakit-penyakit yang ditargetkan, termasukELF, partisipasi dan jaringan masyarakat untuk pengawasan dengue dan arboviruslainnya, anti-helminthiasis deworming, leptospirosis, rabies, yaws dan kusta.

PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIAMalaria tetap menjadi salah satu penyakit menular yang utama di sebagian besar daerahdi Indonesia. Ancaman yang muncul kembali telah terjadi di daerah-daerah pengawasan efektif sebelumnya. Angka kesakitan dan kematian Malaria secara bermaknamempengaruhi bagian-bagian yang lebih miskin di negara. Sebuah rencana pembangunantelah dikembangkan, bersama dengan meningkatnya pendanaan yang baru-baru inidisetujui melalui Global Fund untuk AIDS, TB dan Malaria, namun pelaksanaanya belumdimulai. Kini desentralisasi sedang berjalan yang memerintahkan pelaksanaan tanggungjawab di tingkat daerah dan propinsi. Unit Malaria di DepKes meneruskan kebutuhanuntuk memperkuat fungsinya sebagai koordinator dari "Gebrak Malaria" dan GFATM. Kebijakan perawatan obat-obatan perlu terus diawasi dengan timbulnya kembali polaresistansi.Sasaran:Meningkatkan dan memelihara kualitas dari komponen-komponen terpilih dan daerah-daerah yang terjangkau oleh rencana kerjasama "Gebrak Malaria" untuk dilaksanakandibawah GFATM dan sumber donatur lainnya.PROGRAM PEMBERANTASAN TUBERCULOSISIndonesia telah mengembangkan dan memulai penerapan rencana pembangunan limatahun untuk pemberantasan TB (2002-2006). Telah ada peningkatan marginal dalamkasus tingkat deteksi selama dua tahun terakhir hanya karena Pusat Kesehatan telahmelaksanakan DOTS. Untuk memperbaiki hal ini, Badan Swasta dan Tempat KesehatanMasyarakat lainnya harus terlibat dalam pelaksanaan DOTS. Kualitas pelaksanaanDOTS, terutama sistem pencatatan dan pelaporan, pada saat ini mengalami beberapakekurangan yang perlu diatasi dengan memperkuat dan meluruskan kegiatan DOTS ditingkat pusat, propinsi dan daerah. Agar dapat menyediakan dukungan teknis yangberkesinambungan untuk mengatasi hal ini, maka penting untuk memperkuat dukunganteknis dalam negeri dengan menambah staf di tingkat nasional dan lapangan.Sasaran: Memperbaiki pelaksanaan pelayanan DOTS di seluruh negeri dengan membentukkemitraan yang efektif dengan provider kesehatan di sektor lain (publik-gabunganpublik & publik - gabungan swasta), dan penyediaan dukungan teknis yangberkesinambungan.

PROGRAM DAN KEGIATAN POKOK PP & PL(Kepmenkes No. 331/2006 tentang Renstra Depkes 2005- 2009 )Program-Program Ditjen PP&PL terdiri dari :Program Lingkungan Sehat (LS) dan Program Pencegahan dan Pemberantan Penyakit PPP)1. Program Lingkungan Sehata. TujuanProgram ini bertujuan mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melaluipengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunanberwawasan kesehatan.b. Sasaran1. Meningkatnya persentase keluarga menghuni rumah yang memenuhi syaratkesehatan menjadi 75%, persentase keluarga menggunakan air bersih menjadi85%, persentase keluarga menggunakan jamban memenuhi syarat kesehatan menjadi 80%, dan persentase Tempat Tempat Umum (TTU) yang memenuhisyarat kesehatan menjadi 80%.2) Tersedianya dan tersosialisasikannya kebijakan dan pedoman, serta hukum yangmenunjang program yang terdistribusi hingga ke desa.3) Terselenggaranya sistem surveilans, sistem kewaspadaan dini faktor risiko, dansistem penanggulangan KLB/wabah secara berjenjang hingga ke desa.4) Tersedianya alat, bahan, dan reagen untuk pengendalian faktor risiko danpendukung penyelenggaraan Program Lingkungan Sehat.c. Kegiatan pokok1) Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar2) Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan3) Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan4) Pengembangan wilayah sehat2. Program Pemberantasan dan Pencegahan Penyakita. TujuanProgram ini bertujuan menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibatpenyakit menular dan tidak menular.1) Penyakit menular yang diprioritaskan dalam program ini adalah: Malaria, DemamBerdarah Dengue, Tuberkulosis, HIV/AIDS, Diare, Polio, Filaria, Kusta,Pneumonia, dan Penyakit-Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi(PD3I), termasuk penyakit karantina dan risiko masalah kesehatan masyarakatyang memperoleh perhatian dunia internasional (public health risk ofinternational concern).2) Penyakit tidak menular yang diutamakan adalah: penyakit Jantung, Kanker,Diabetes Mellitus dan penyakit metabolik, penyakit kronis dan degeneratif, sertagangguan akibat kecelakaan dan cedera.b. Sasaran1) Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) sebesar98%.2) Angka penemuan kasus penderita TB (Case Detection Rate) penyakit TBsebesar 70% dan angka keberhasilan pengobatan (Succes Rate) TB di atas85%.3) Angka Acute Flaccid Paralysis (AFP) diharapkan 2/100.000 anak usia kurangdari 15 tahun.4) Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditangani sebesar 80%.5) Penderita Malaria yang diobati sebesar 100%.6) CFR Diare pada saat KLB adalah < 1,2%7) ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) mendapat pengobatan ART sebanyak 100%.8) Tersedianya dan tersosialisasikannya kebijakan dan pedoman, serta hukumkesehatan penunjang program yang terdistribusi hingga ke desa.9) Terselenggaranya sistem surveilans dan kewaspadaan dini sertapenanggulangan KLB/wabah secara berjenjang hingga ke desa.c. Kegiatan pokok1) Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko2) Peningkatan imunisasi3) Penemuan dan tatalaksana penderita4) Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah5) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan danpemberantasan penyakit.6) Pencegahan dan penanggulangan Flu Burung/penyakit lainnnyaE. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKITTujuan program:Menurunkan angka kesakitan, kematian dankecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular.Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi adalahmalaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta,tuberkulosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakityang dapat dicegah dengan imunisasi. Prioritas penyakit tidakA. Pengendalian Penyakit Malaria. Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vector yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan mata rantai penularan malaria. Indikator keberhasilan Rencana Strategis Kematian Kesehatan Tahun 2010-2014 adalah menurunkan angka kesakitan malaria dan kematian penyakit malaria, pada tahun 2015 menjadi 1 per 1.000. Indikator lain perlu diperhatikan adalah target MDGs yaitu angka kematian malaria dan proporsi balita yang tidur dalam perlindungan kelambu berinsektisida dan proporsi balita yang diobati.Adapun upaya pengendalian Malaria: Upaya pengendalian yang dilaporkan melalui Laporan Rutin ProgramTerdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencengahan malaria seperti pemakaian kelambu, pengendalian vector.a. Pemakaian KelambuPenyakit malaria melalui bantuan Global Fund (GF) komponen malaria ronde 1 dan 6 telah dibagikan kelambu berinsektisida. tidak ada laporan, hal ini perlu dievaluasi untuk mengetahui penyebab tidak adanya laporan.Cakupan kelambu berinsektisida yang dibagikan kepada penduduk yang berisiko malaria terbanyak pada tahun 2007 Pada tahun 2009 cakupan kelambu di Indonesia masuk sebagai 3 terendah di Negara SEARO.

Sumber: GF Round 1 dan 6Gambar 16. Jumlah Kelambu Berinsektisida 2009b. Pengendalian VektorUntuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vector yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakuan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa pengendalian vector harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable, affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomic vector yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vector malaria.C. Pengobatan Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting. Untuk diagnosis malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah. Untuk pemeriksaan sediaan darah.Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan resistensi parasit terhadap klorokuin. Untuk suatu serangan malaria falciparum akut dengan parasit yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau kuinidin secara intravena. Pada malaria lainnya jarang terjadi resistensi terhadap klorokuin, karena itu biasanya diberikan klorokuin dan primakuin.Pencapaian ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan dukungan dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin ketersediaan bahan/reagen lab/mikroskospis malaria, kemampuan petugas kesehatan, jangkauan pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat malaria. Pengendalian malaria selalu mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi, saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT (Artemisinin-based Combination Therapy). Pengobatan penderita malariaSecara global WHO telah menetapkan dipakainya pengebotan malaria dengan memakai obat ACT (Artemisin base Combination Therapy). Golongan artemisin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang bekerja yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit, juga terhadap semua spesies.

a. Golongan artemisinBerasal dari tanaman Artemisia annua L yang disebut dalam bahasa cina sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk dalam kelompok seskuiterpen lakton mempunyai beberapa formula. Obat ini bekerja sangat cepat, dengan waktu paruh 2 jam, larut dalam air dan bekerja sebagai obat sizontocidal darah. Obat ini dianjurkan untuk dipakai dengan kombinasi obat lain.b. Pengobatan ACT (Artemisinin base Combiation Therapy)Penggunaan glongan artesinin secara mono terapi mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya, WHO memberikan petunjuk penggunaan artesinin dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain. Obat malaria kombinasi yang tersedia di Indonesia saat ini ialah artesunate+amodiakuin dengan nama dagang ARTESDIAQUINE atau Artesumoon. Dosis untuk orang dewasa yaitu artesunate (50 mg/tablet) 200 mg pada hari 1-3 (4 tablet). Untuk Amodiakuin (200mg/tablet) yaitu 3 tablet hari 1-2 dan 1 tablet hari ke 3. Artesumoon ialah kombinasu yang dikemas sebagai blister dengan aturan pakai tiap blister/ hari (artesunate+amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis amodiakuin adalah 25-30 mg/ kg BB selama 3 hari.Catatan: Untuk pemakaian obat golongan artesinin HARUS disertai/dibuktikan dengan pemeriksaan parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila malaria klinis/ tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik tetap menggunakan obat non-ACT.c. Penggunaan Malaria dengan Obat-obat Non-ACTWlaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non-ACT telah dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektof baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Dibeberapa daerah pengobatan menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan.

Obat-obat non-ACT:1. Klorokuin difosfat/sulfat: 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa, kg BB untuk 3 hari, terbagi 10mg/kg BB hari 1 dan hari 2, 5 mg/ kg BB pada hari ke-3. Pada orang dewasa biasanya dipakai dosis 4 tablet hari1-2 dan 2 tablet hari 3. Dipakai untuk P. falcifarum maupun P. vivax.2. Sulfadoksin-Pirimetamin (SP): (500 mg sulfodoksin+25 mg pirimetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak memakainya takaran pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat uni hanya dipakai untuk P. falcifarum dan tidak efektif untuk P. vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP.3. Kina sulfat: (1 tablet 200 mg), dosis yang diajurkan adalah 3x10 mg/ kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. falcifarum maupun P. vicax. Kina dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini untuk waktu yang lama (7 hari) menyebakan kegagalan untuk memakai sampai selesai.4. Primakuin: (1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/ pengobatan radical terhadap P. falcifarum maupun P. vivax. Pada P. falcifarum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan untuk P. vivax dosisnya hanya 15 mg/ hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozit (anti-relaps).d. Penggunaan Obat Kombinasi non-ACTApabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum tersedianya obat glongan artemisin, dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan. Contih kombinasi ini adalah sebagai berikut: kombinasi klorokuin + sulfadoksin; kombinasi SP + kina; kombinasi klorokuin + doksisiklin/ tetrasiklin; kombinasi SP + doksisiklin/ tetrasiklin; kombinasi SP + doksisiklin/ tetrasiklin ; kina + doksisiklin/ tetrasiklin; kina + klindamisin.Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring respom pengobatan sebab perkembangan resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan luas.

Upaya pengendalian yang dilaporkan dari Survei dan Penelitian

a. Riskesdas 2010 Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dan masih menjadi andalan adalah pengobatan penderita. Pengobatan yang efektif ini harus memenuhi tiga katagori, yaitu (1) jenis obat yang diperoleh adalah ACT, (2) obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan (3) dosis obat diperoleh untuk 3 hari dan diminum seluruhnya. Persentase penderita (semua umur) yang memenuhi persyaratan tersebut adalah 33,7% dan untuk balita 22,3% seperti tabel di bawah ini:Tabel 1. Persentase Penderita Malaria Satu Bulan Terakhir dengan Pengobatan Artemisinin-based

Sumber : Riskesdas 2010Pengobatan efektif malaria dengan menggunakan Artemisinin-based menurut provinsi berkisar 0%- 81,9%, yang paling rendah DI Yogyakarta dan Sulawesi Tenggara (0%) dan paling tinggi adalah Banten (81,9%). Di daerah-daerah dengan kasus malaria tinggi (Papua, Papua Barat, NTT), kasus malaria mendapat pengobatan masih kurang dari 50% (Papua Barat 10,2%, NTT 11,8% dan Papua 44,4%), hal ini sangat menghambat program eliminasi malaria. Sebaliknya beberapa provinsi dengan prevalensi malaria klinis rendah menunjukkan proporsi pengobatan dengan obat malaria yang cukup tinggi (>50%) seperti Banten, Bali, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Riau dan Sulawesi Barat. Bila dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2007, cakupan pengobatan malaria lebih tinggi (44,7%) dari cakupan pengobatan Riskesdas tahun 2010 (33,7%). Hal ini karena pengobatan menurut Riskesdas tahun 2010 adalah pengobatan yang efektif sesuai kategori yang telah disebutkan diatas, sedangkan pada Riskesdas tahun 2007 tidak dipersyaratkan. Cakupan tertinggi pengobatan efektif malaria menurut adalah pada kelompok umur >= 15 tahun (35,5%). Cakupan pada laki-laki (34,4%) lebih tinggi dari pada perempuan (32,8%). Cakupan di perkotaan (40,1%) lebih tinggi daripada di perdesaan (30,8%). Kelompok pendidikan yang paling tinggi cakupannya adalah pada kelompok tamat SMP (41%) dan berangsur-angsur menurun ke pendidikan lebih rendah dan lebih tinggi. Cakupan menurut pekerjaan tertinggi pada pekerjaan lainnya (52,8%) dan terendah pada pegawai/TNI/Polri (25,2%). Untuk mengendalikan malaria selain pengobatan sangat penting pencegahan terjadinya malaria. Salah satu pencegahannya adalah dengan memakai kelambu sewaktu tidur. Besarnya persentase pemakaian kelambu (dengan dan tanpa insektisida) nasional adalah 26,1 persen dengan kisaran menurut provinsi dari 0,8 persen di Bali sampai 84,6 persen di Sulawesi Barat. Persentase pemakaian kelambu berinsektisida di seluruh Indonesia adalah 12,9 persen dengan kisaran menurut provinsi dari 0,6 persen di Sulawesi Selatan sampai 66,1 persen di Papua Barat yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Untuk mengetahui cara pencegahan malaria di masyarakat, kepada responden umur 15 tahun ditanyakan tentang pencegahan malaria. Jawaban terbanyak adalah memakai obat nyamuk bakar/elektrika (57,6%), tidur menggunakan kelambu (31,9%) dan yang paling sedikit adalah minum obat pencegahan bila bermalam di daerah endemis malaria (4,7%) seperti yang terlihat pada Gambar 27 di bawah ini. b. Survei Khusus

Pada tahun 1973 ditemukan pertama kali adanya kasus resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur. Sejak itu kasus resistensi terhadap klorokuin yang dilaporkan semakin meluas. Sejak tahun 1990, dilaporkan telah terjadi resistensi parasit P. falciparum terhadap klorokuin dari seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Litbangkes dan Lembaga Penelitian lainnya telah ditemukan adanya resistensi plasmodium vivax terhadap klorokuin di beberapa wilayah di Indonesia (Bangka, Papua). Keadaan ini perlu dicegah dengan pengobatan yang tepat dan efektif sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria.B. Pengendalian Penyakit FilariasisFilariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dari kelompok nematoda yaitu wucheria brancofti, brugia malayi dan brugia timori. Cacing dewasa (betina) akan menghasilkan larva (mikrofilaria) yang akan bermigrasi ke dalam sistem peredaran darah, hidup dan merusak saluran getah bening sehingga mengakibatkan cairan getah bening tidak dapat tersalurkan dengan baik dan menyebabkan pembengkakan pada tungkai, lengan serta bagian tubuh lainnya. Cacing ini mampu bertahan hidup selama 5-7 tahun didalam kelenjar getah bening.Penyakit ini tersebar luas terutama dipedesaan, dapat menyerang semua golongan umur baik anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan perempuan. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit didaerah tropis dan sub tropis yang sebelumnya terabaikan. Mengingat penyebarannya yang sangat luas di Indonesia, maka bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kecacatan dan stigma psikososial yang berdampak pada penurunan produktivitas penderita, beban keluarga dan kerugian ekonomi yang besar bagi negara. Oleh karena itu penyakit kaki gajah ini telah menjadi salah satu penyakit menular yang diprioritaskan untuk dieliminasi sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Program ini diupayakan sampai dengan tahun 2020, dilakukan dengan bertahap lima tahunan yang dimulai tahun 2010-2014, untuk tahun 2012 diprioritaskan akselerasi program ini diwilayah Pulau Sumatera termasuk Kabupaten Sijunjung, yang dilaksanakan pada tanggal 03 April 2012 bertempatdiBalairungLansekManih. Pertemuan dihadiri oleh Bupati Sijunjung Yuswir Arifin dan Ketua DPRD Kabupaten Sijunjung yang diwakili oleh Ketua Umum Komisi III Asriben, disamping itu juga dihadiri oleh MUSPIDA, Kepala SKPD, Camat dan Kepala Puskesmasse-KabupatenSijunjung.Pertemuan advokasi dan sosialisasi eliminasi filariasis (penyakit kaki gajah) ini didanai oleh USAID, dengan narasumber berasal dari pusat yaitu dari Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Subdit Filariasis dan Schistomiasis yang diwakili ibu Chairiyah Anwar, SKM, M.Kes dan Konsultan USAID Prof. dr. Ascobat Gani, MPH, serta dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat dr. Kartika Aulia Sari. Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sijunjung yang diwakili oleh dr. Yasril Syahnil, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) disampaikan bahwa filariasis atau penyakit kaki gajah ditemukan di Kabupaten Sijunjung dalam data kurun waktu 3 tahun terakhir tercatat 8 orang dengan penyebaran wilayah di Kecamatan Sijunjung terdapat 2 kasus (2009), Kecamatan Koto VII 1 kasus (2010) dan pada Kecamatan Lubuk Tarok ditemukan 5 kasus (2011).Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan sebagai dasar dari pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten Sijunjung, adapun isinya sebagai berikut : 1. Kesepakatan untuk melaksanakan Program Eliminasi Filariasis yang meliputi : Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis diseluruh wilayah Kabupaten Sijunjung sekali setahun selama minimal lima tahun berturut-turut. Penatalaksanaan penderita filariasis kronis2. Kesanggupan untuk melaksanakan Program Eliminasi Filariasis diwujudkan dengan penyediaan dana operasional kegiatan yang bersumber dari APBD dan lain yang sah menurut ketentuan peraturan yang berlaku.Nota kesepakatan ini ditanda-tangani oleh Bupati Sijunjung dan Ketua DPRD Kabupaten Sijunjung dan disela penanda tanganan ini Yuswir Arifin selaku Bupati Sijunjung mempertegas komitmennya untuk mempercepat kegiatan Pemberian Obat Massal Pencegahan filariasis ini yang direncanakan terlaksana pada tanggal 12 November 2012 dalam rangka menyambut Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke- 50 mendatang, disamping itu beliau juga mengharapkan agar sosialisasi kegiatan ini dilakukan oleh instansi selain Dinas Kesehatan.PENGOBATAN FILARIASIS1. Pengobatan MasalDilakukan di daerah endemis (mf rate > 1%) dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombilansikan dengan Albendazole sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. Untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam atau pusing dapat diberikan Pracetamol. Pengobatan massal diikuti oleh seluruh penduduk yang berusia 2 tahun ke atas, yang ditunda selain usia 2 tahun, wanita hamil, ibu menyusui dan mereka yang menderita penyakit berat.2. Pengobatan SelektifDilakukan kepada orang yang mengidap mikrofilaria serta anggota keluarga yang tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey mikrofilaria < 1% (non endemis)3. Pengobatan Individual (penderita kronis)Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari sebagai pengobatan individual serta dilakukan perawatan terhadap bagian organ tubuh yang bengkak.

C. Program Pengendalian DBDPada penderita demam berdarah dapat dilakukan pertolongan pertama yaitu dengan cara minum sebanyak-banyaknya. Hal itu sangat membantu mengatasi rembesan cairan darah yang menyebabkan kekentalan darah di dalam pembuluh nadi meningkat. Air minum dapat berupa air bening, teh, susu, atau oralit. Bahkan jus buah-buahan cukup membantu penggantian cairan tubuh. Dan keuntungan lain adalah kandungan vitamin untuk turut menjaga kebutuhan gizi pasien. Dalam beberapa hari saja, keadaan penderita penyakit ini dapat menjadi parah dan menyebabkan kematian. Sungguh mengerikan memang, hanya karena seekor nyamuk yang menjadi vampire mini bisa mematikan manusia.Oleh sebab itu, upaya pencegahan wabah DBD harus terus dilakukan secara berkesinambungan, baik dari masyarakat sendiri maupun pemerintah. Masa-masa rawan yaitu pascamusim hujan perlu diwaspadai dengan meningkatkan kebersihan lingkungan. Genangan air yang menjadi habitat pembiakan nyamuk sedapat mungkin dimusnahkan. Sedangkan tempat-tempat air ditutup rapat-rapat. Upaya lain menggunakan kelambu saat tidur, obat oles untuk mengusir serangan nyamuk. Ingat, 3 M ( membersihkan, menutup, mengubur).Pengendalian adalah suatu usaha untuk mengekang suatu hal dengan pengaturan sumber daya, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan cara membandingkan antara usaha dengan suatu standar tertentu yang telah ditetapkan. Tujuan pengendalian vektor adalah menurunkan kepadatan vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan. Cara pengendalian DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memberantas nyamuk penularnya, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi belum ada. Pada dasarnya pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan 4 cara.Pertama, pengendalian lingkungan. Langkahnya terdiri dari pengendalian terhadap nyamuk dewasa dan pradewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini adalah mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak/kurang disenangi oleh nyamuk sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai kesempatan untuk menularkan penyakit atau mengusahakan agar untuk nyamuk dan manusia berkurang. Usaha ini dapat dilakukan dengan cara menambah pencahayaan ruangan dalam rumah, lubang ventilasi, mengurangi tanaman perdu, tidak membiasakan menggantungkan pakaian di kamar serta memasang kawat kasa.Pengendalian terhadap nyamuk pradewasa. Pengelolaan lingkungan tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi nyamuk meletakkan telurnya atau menghalangi proses perkembangbiakan nyamuk.Kedua, pengendalian secara biologis. Yakni berupa intervensi yang dilakukan dengan memanfaatkan musuh-musuh (predator) nyamuk yang ada di alam seperti ikan kepala timah dan goppy.Ketiga, pengendalian secara kimia. Yakni berupa pengendalian vektor dengan bahan kimia, baik bahan kimia sebagai racun, sebagai bahan penghambat pertumbuhan ataupun sebagai hormon. Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vektor harus mempertimbangkan kerentanan terhadap pestisida yang digunakan, bisa diterima masyarakat, aman terhadap manusia dan organisme lainnya, stabilitas dan aktivitas pestisida, dan keahlian petugas dalam penggunaan pestisida.Keempat, pengendalian terpadu. Langkah ini tidak lain merupakan aplikasi dari ketiga cara yang dilakukan secara tepat/terpadu dan kerja sama lintas program maupun lintas sektoral dan peran serta masyarakat.Upaya Pengendalian DBDKLB DBD dapat dihindari bila Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan pengendalian vektor dilakukan dengan baik, terpadu dan berkesinambungan. Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan secara periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN dengan pesan inti 3M plus. Keberhasilan kegiatan PSN antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.Tabel di bawah memperlihatkan pencapaian target indikator program Pengendalian Penyakit DBD (P2DBD) selama tiga tahun terakhir pada tahun 2007 sampai tahun 2009. Angka Bebas Jentik belum berhasil mencapai target (>95%). AI per 100.000 penduduk juga belum mencapai target. Begitu pula dengan persentase kejadian yang ditangani sesuai standar, pada tahun 2007 belum mencapai target (80%), namun pada tahun 2008 dan 2009 tidak terdapat data pencapaian. Sedangkan untuk AK sudah mencapai target (20%. Tetap diberikan asupan cairan kristaloid dengan tetap dipantau nilai Hematokritnya. Jika terjadi perburukan maka jumlah cairan infus ditambah.4. Protokol 4: Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa. Pemberian infus cairan tetap seperti keadaan tanpa syok. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin (tiap 4-6 jam). Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata. Transfusi darah diberikan jika terjadi perdarahan masif.5. Protokol 5: tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.

Diagnosis dinidan memberikan nasihat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal penting untuk mengurangi angka kematian akibat DBD. Karena perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan, maka kunci keberhasilan tatalaksana DBD terletak padadeteksi dini kasus, ketrampilan para dokter dan paramedis untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.D. Program Pengendalian ChikungunyaGejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulangtulang, ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu. virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti. virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. virus menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian.Dengan istirahat cukup, obat demam, kompres, serta antisipasi terhadap kejang demam, penyakit ini biasanya sembuh sendiri dalam tujuh hari. Tidak Menyebabkan Kematian atau Kelumpuhan. Masih banyak anggapan di kalangan masyarakat, bahwa demam Chikungunya atau flu tulang atau demam tulang sebagai penyakit yang berbahaya, sehingga membuat panik. Tidak jarang pula orang meyakini bahwa penyakit ini dapat mengakibatkan kelumpuhan. Memang, sewaktu virus berkembang biak di dalam darah, penderita merasa nyeri pada tulang-tulangnya terutama di seputar persendian sehingga tidak berani menggerakkan anggota tubuh. Namun, perlu diperhatikan bahwa hal ini bukan berarti terjadi kelumpuhan. Melainkan lebih dari sekedar keengganan si penderita melakukan gerakan karena rasa ngilu pada persendian. Masa inkubasi dari demam Chikungunya dua sampai empat hari. Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai 10 hari. virus ini termasuk self limiting disease alias hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang bisa dibeli di warung. Yang penting cukup istirahat, minum dan makanan bergizi. Jadi, jangan panic dulu apabila terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit ini, sebab tidak sampai menyebabkan kematian. Serta ngilu pada persendian itu tidaklah menyebabkan kelumpuhan. Penderita bisa menggerakkan tubuhnya seperti sedia kala. Dokter biasanya hanya memberikan obat penghilang rasa sakit dan demam atau golongan obat yang dikenal dengan obat-obat flu serta vitamin untuk penguat daya tahan tubuh. Sebagian orang mengatakan penyakit ini bisa diatasi dengan mengonsumsi jus buah segar, benarkah? Bagi penderita sangat dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar. Sebaiknya minum jus buah segar. Setelah lewat lima hari, demam akan berangsur-angsur reda, rasa ngilu maupun nyeri pada persendian dan otot berkurang, dan penderitanya akan sembuh seperti semula. vitamin peningkat daya tahan tubuh juga bermanfaat untuk menghadapi penyakit ini. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa membuat rasa ngilu pada persendian cepat hilang. Minum banyak air putih juga disarankan untuk menghilangkan gejala demam. Bagaimana cara menghindari penyakit ini?Cara menghindari penyakit ini adalah dengan membasmi nyamuk pembawa virusnya. Ternyata nyamuk ini punya kebiasaan unik. Pertama, Mereka senang hidup dan berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua, Serangga bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Ketiga, nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.Namun, pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut. Bisakah seseorang terserang penyakit ini berkali-kali? Kabar baiknya, penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama. Sebabnya, pada tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan demikian, kecil kemungkinan bagi mereka untuk kena lagi.Pengobatan ChikungunyaKarena belum ada vaksin dan obat untuk virus chikungunya, maka pengobatan yang di berikan meliputi :1. Pengobatan suportif Istirahat, berbaring di lakukan untuk mempercepat penyembuhan bersama dengan penambahan vitamin dan meningkatkan daya tahan tubuh. Penderita sebaiknya di beri minum yang cukup. Rehabilitasi dengan fisioterapi untuk nyeri sendi juga dipertimbangkan.2. Pengobatan analgetikObat antipiretik atau analgesik non-aspirin dan anti-inflamasi non-steroid ( OAINS ) diberikan untuk mengurangi demam dan rasa sakit pada persendian serta mencegah kejang.3. InfusInfus di berikan apabila perlu, terutama bagi penderita yang malas minum, ini berguna untuk menjaga keseimbangan cairan.

Indikasi rawat tergantung dari berat atau ringannya penyakit. Meskipun demam sudah reda, keluhan pada sendi mungkin bisa berlangsung lama. 3. Masalah penyakit endemik di IndonesiaKeadaan lingkungan fisik dan biologis pemukiman penduduk Indonesia belum baik, baru sebagian kecil penduduk yang menikmati air bersih dan fasilitas penyehatan lingkungan. Hal ini berakibat masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit. Peningkatan kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk perbaikan mutu lingkungan hidup yang yang dapat menjamin kesehatan, melalui peningkatan sanitasi dasar serta pencegahan dan penanggulangan kondisi fisik dan biologis yang tidak baik, termasuk berbagai akibat sampingan pembangunan. Semua kegiatan penyehatan lingkungan dan pemukiman yang dilakukan oleh staf Puskesmas, sebaiknya dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat secara bergotongroyong (Departemen Kesehatan RI, 1991). Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersusun dari 17.508 pulau terletak di antara dua benua dan dua samudra memiliki iklim tropis yang heterogen dan kaya akan fauna dan flora termasuk berbagai penyakit yang ditularkan oleh nyamuk seperti demam dengue (DD) demam berdarah dengue (DBD), malaria, lymfatik filariasis, chikungunya, dan Japanese encephalitis.Memasuki mellenium ketiga, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar baik eksternal maupun internal. Penyakit tular nyamuk (vektor) termasuk DBD berbasis lingkungan dan kompleks, sehingga tidak dapat dipecahkan hanya dengan pendekatan ilmu kesehatan. Pada saat ini di Indonesia sedang terjadi transisi demografi dan epidemiologi, degradasi lingkungan, meningkatnya industrialisasi, urbanisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, meningkatnya arus informasi, globalisasi dan pesatnya perkembangan transportasi. Perubahan tersebut dapat membawa dampak positif dan atau negatif terhadap kualitas lingkungan atau ekosistem yang akan berpengaruh terhadap risiko kejadian dan penularan penyakit tular vektor seperti DBD. Dengan laju pembangunan, pertumbuhan penduduk dan perubahan ekosistem yang cepat, masalah kesehatan lingkungan menjadi lebih kompleks. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, karena angka kesakitan semakin meningkat, masih menimbulkan kematian dan sering terulangnya kejadian luar biasa (KLB). Pada saat ini DBD telah dilaporkan di seluruh kota di Indonesia. Pada tahun 2004 kabupaten/kota terjangkit DBD sebanyak 334 kabupaten/kota, tahun 2006 meningkat menjadi 330 kab/kota, tahun 2007 meningkat lagi menjadi 357 kab/kota. Pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah kabupaten/kota terjangkit menjadi 346 Kab/Kota. Pada tahun 1968 pertamakali kasus DBD dilaporkan IR 0,05 dengan angka kematian 41,3%. Pada tahun 2007 jumlah kasus sebanyak 156.767 kasus (IR 71,18) dengan 1570 kematian (CFR 1,00 %). Pada tahun 2008 kita terjadi penurunan jumlah kasus dengan jumlah kasus 98.869 orang (IR 43,62). (DEPKES, 2010)Penyakit tropis merupakan penyakit menular dan sangat berisiko tinggi bagi manusia. Terlebih pada Negara berkembang seperti Indonesia, penyakit tropis sendiri banyak sekali macamnya dan hanya sebagian yang dominan dan sering ditemui di lingkungan masyarakat. Macam-macam penyakit tropis yaitu Tuberculosis (TBC), Typhus, Influenza, Diare dsb. Penyakit tropis ini dapat menular karena disebabkan adanya bakteri yang ada di udara,makanan atau pada tubuh kita sendiri. Penyakit tropis ini tersebar (menular) terutama dari orang ke orang melalui menghirup udara terinfeksi selama kontak dekat. Oleh karena itu penyakit ini dapat dikenali dengan menganalisa berbagai macam gejala yang ada.Penyakit tropis adalah penyakit yang banyak dialami oleh Negara-negara tropis, yaitu penyakit yang mengancam Negara-negara Asia, seperti Indonesia, India dan Negara Asia lainnya. Indonesia sebagai Negara tropis sangat rentan dihinggapi berbagai penyakit tropis, seperti tuberkulosis atau TBC, demam berdarah dengue, malaria dan juga penyakit tifus. Penyakit ini, dalam tingkat yang tidak dapat ditolong, dapat mematikan. Selama ini kita telah menyaksikan betapa menakutkannya penyakit-penyakit tersebut.Bagi sebagian masyarakat, Penyakit-penyakit ini barangkalidianggap sebagai penyakit kuno, karena memang telah ada dari jaman dulu dan terus menghantui masyarakat. Kita perlu menyadari, bahwa penyakit ini tidak pernah lepas dari kita, oleh sebab itu perlu kehati-hatian yang tinggi dan pencegahanagar terhindar dari penyakit-penyakit tropis ini.World Health Organization (WHO), badan khusus di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa menyampaikan bahwa sebagian penyakit tersebut disebabkan berbagai jenis protozoa dan helminth parasit. Sebagian disebarkan hewan pembawa, seperti anjing, ikan, dan krustasea. Ada juga yang disebarkan vektor, seperti nyamuk, lalat hitam, siput, lalat tsetse, serangga, dan serangga rumahan. Terdapat pula penyakit yang berkembang karena kontaminasi pada air dan tanah.WHO merekomendasikan setidaknya lima strategi kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengontrolan penyakit-penyakit tersebut. Kelima strategi itu ialah pengobatan untuk pencegahan; mengintensifkan penemuan kasus dan manajemen kasus baru; meningkatkan kontrol; pengawasan terhadap hewan pembawa penyakit yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat; serta peningkatan air minum layak, sanitasi, dan higienitas.Meskipun penanganan pemerintah atas penyakit tersebut sudah dilakukan secara berkelanjutan, namun kurangnya kesadaran masyarakat kita untuk hidup sehat membuat kasus-kasus penyakit tropis terus bermunculan. Lihat saja, contohnya: masyarakat yang telah pernah terserang penyakit tifus, pada kesempatan yang lain akan dapat terserang lagi, ini juga membuktikan budaya peduli kesehatan dalam masyarakat kita masih relative rendah. Sejauh ini Pemerintah sudah mengupayakan berbagai pencegahan, di antaranya dengan imunisasi untuk TB, pengasapan untuk DB, kampanye 3 M (menutup, mengubur, menguras), serta kampanye hidup sehat, baik melalui klinik kesehatan, melalu media massa dan juga televise.Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agen atau faktor penyebab penyakit, manusia sebagai pejamu atau host, dan faktor lingkungan yang mendukung. Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai Trias Penyebab PenyakitMenurut John Bordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan (Environment). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemiologi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agen (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan.1. Manusia (host)Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia, antara lain : Umur, jenis kelamin, ras, kelompok etmik (suku) hubungan keluarga Bentuk anatomis tubuh Fungsi fisiologis atau faal tubuh Status kesehatan, termasuk status gizi Keadaan kuantitas dan respon monitors Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial Pekerjaan, dll. (Heru Subari, dkk. 2004)

Gambar II.2 Diagram pengaruh penyakit pada lingkungan (Heru Subari, dkk. 2004)2. Penyebab penyakit (agent)Penyebab penyakit ini terjadi karena adanya interaksi antara manusia (host), penyebab penyakit (agent) dan lingkungan (environment). Penyebab penyakit ini dikelompokkan menjadi penyebab primer dan penyebab sekunder. Penyebab primer terdiri dari unsur biologis, nutrisi, kimia, fisik dan unsur psikis. Penyebab sekunder yaitu merupakan unsur pembantu atau penambah di dalam proses sebab akibat terjadinya penyakit, yaitu dari tempat atau lingkungan tempat tinggal seperti penyakit non infeksi (penyakit jantung).Agen menurut model segitiga epidemilogi terdiri dari biotis dan abiotis.Biotis khususnya pada penyakit menular yaitu terjadi dari 5 golongan, yakni:1

a. b. Protozoa : Plasmodium, Amoebac. Metazoa : Arthopoda , Helmynthesd. Bakteri: Salmonella, Meningitise. Virus: Dengue, polio, measies, loronaf. Jamur: candida, algae, hystoplesosis

3.Unsur Lingkungan (environment)Faktor lingkungan mencakup semua aspek di luar agent dan host, karena faktor lingkungan ini sangat beraneka ragam dan umumnya digolongkan dalam tiga unsur utama, yaitu:a.Lingkungan biologis: flora dan fauna yang ada di sekitar manusia. Meliputi beberapa mikroorganisme patogen dan tidak patogen.b.Lingkungan sosial: semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi bagi setiap individu yang berada di masyarakat, misalnya bentuk organisasi, sistem pelayanan kesehatan, dan kebiasaan. Lingkungan sosial ini meliputi: Sistem hukum, Administrasi dan lingkungan sosial politik, serta sistem ekonomi yang berlaku; Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat Sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat masyarakat setempat, dan Kebiasaan hidup masyarakat. (Nur Nasry Noor. 2002)c.Lingkungan fisik Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia.Lingkungan fisik (termasuk unsur kimiawi serta radiasi) meliputi : udara, keadaan cuaca, geografis, dan golongan air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai bentuk pemencaran pada air, dan unsur kimiawi lainnya seperti pencemaran udara, tanah dan air, radiasi dan lain sebagainya.

MASALAH-MASALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DI INDONESIAMasalah Kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks yang untuk mengatasinya dibutuhkan integrasi dari berbagai sector terkait. Di Indonesia permasalah dalam kesehatan lingkungan antara lain :1. Air BersihAir bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut : Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l) Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)2. Pembuangan Kotoran/TinjaMetode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut : Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur Tidak boleh terkontaminasi air permukaan Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.3. Kesehatan PemukimanSecara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.4. Pembuangan SampahTeknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan faktor-faktor /unsur, berikut: Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi Penyimpanan sampah Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali Pengangkutan PembuanganDengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.5. Serangga dan Binatang PenggangguSerangga sebagai reservoir (habitat dansuvival)bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan denganrat proff(rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.6. Makanan dan MinumanSasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan meliputi : Persyaratan lokasi dan bangunan Persyaratan fasilitas sanitasi Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi Persyaratan pengolahan makanan Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi Persyaratan peralatan yang digunakan7. Pencemaran lingkunganPencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya jadual penerbangan, terganggunya ekologi hutan.E.Penyebab masalah kesehatan lingkungan di Indonesia1. Pertambahan dan kepadatan penduduk.2. Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar penduduk.3. Belum memadainya pelaksanaan fungsi manajemen.F.Hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan pemukimanContohhubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan dan pemukiman diantaranya sebagai berikut :1. Urbanisasi >>>kepadatan kota >>> keterbatasan lahan >>>daerah slum/kumuh>>>sanitasi kesehatan lingkungan buruk2. Kegiatan di kota (industrialisasi) >>> menghasilkan limbah cair >>>dibuang tanpa pengolahan (ke sungai) >>>sungai dimanfaatkan untuk mandi, cuci, kakus>>>penyakit menular.3. Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi)>>>emisi gas buang (asap) >>>mencemari udara kota>>>udara tidak layak dihirup>>>penyakit ISPA.

DAFTAR PUSTAKABudiarto, Eko. 2003. Pengantar Epidemiologi. EGC. JakartaDorland, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. EGC. JakartaDirjen P2MPL. 2004. Tatalaksana DBD di Indonesia. Depkes RI.

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT Citra Bakti. Bandung

Mubin, Halim. 2008. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. EGC. JakartaSoedarmo, Sumarno S. 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. JakartaStaf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. JakartaSudoyo, Aru W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. JakartaWidoyono. 2008. Penyakit Tropis; Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, & Pemberantasannya. Erlangga. JakartaBuletin DBD. http://www.depkes.go.id/. Diakses pada tanggal 29 November 2012.Buletin Malaria. http://www.depkes.go.id/. Diakses pada tanggal 29 November 2012.Buletin Filariasis. http://www.depkes.go.id/. Diakses pada tanggal 29 November 2012.