Laporan Praktikum Herbal Blok Kedokteran Komplementer
TANAMAN OBAT DAN OBAT TRADISIONAL
Oleh:
Kelompok 14 Angkatan 2010
Arum Alfiyah Fahmi (G0010028)
Candra Aji S. (G0010040)
Coraega Gena E. (G0010046)
Erma Malindha (G0010074)
Gunung Mahameru (G0010088)
Namira Qisthina (G0010134)
Paksi Suryo B. (G0010148)
Puji Rahmawati (G0010154)
Satria Adi P. (G0010172)
Yunita Asri P. (G0010202)
Pembimbing : Setyo Sri Rahardjo, dr.,M.Kes.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan flora dan fauna (Butarbutar
dan Soemarno, 2013). Diantara kekayaan flora tersebut, banyak diantaranya
yang masuk kategori tanaman obat (Haneef et al., 2013). Tanaman-tanaman
obat ini sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad
lalu. Potensi obat herbal tradisional Indonesia tidak kalah dengan obat-
obatan tradisional China yang telah banyak dikenal di dunia. Indonesia
memiliki kekayaan alam luar biasa yang berpotensi sebagai obat, bahkan
Indonesia dikenal sebagai mega center keanekaragaman hayati yang terbesar
di dunia, bahkan lebih besar daripada Brazil (Mahani et al., 2013). Indonesia
memiliki 30.000 jenis dari 40.000 jenis tanaman obat yang tersebar di
seluruh Indonesia. Apalagi, tanaman obat pun tak kalah efektif untuk
mengobati beragam penyakit. Terbukti, saat ini banyak produksi obat-
obatan yang menggunakan material tanaman obat (Torri, 2013). Potensi
tersebut merupakan lahan yang bisa dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan
atau mengobati beragam penyakit di masyarakat.
Pemanfaatan tanaman untuk mengobati suatu penyakit sudah bukan
menjadi rahasia lagi. Kombinasi antara pengobatan modern yang
memanfaatkan bahan alami ialah terobosan inovasi yang perkembangannya
harus didukung oleh berbagai lapisan masyarakat (Torri, 2013). Di
Indonesia, pengembangan obat herbal lebih diprioritaskan pada pengobatan
penyakit degeneratif, immunomodulator, dan untuk pemeliharaan kesehatan.
Pengembangan obat herbal Indonesia dikelompokkan dalam tiga kategori,
yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Tak terhitung berapa
jumlah ramuan tradisional yang sudah dihasilkan di Indonesia (Ratnawati et
al., 2013).
Menurut WHO, ada empat sistem yang dianut oleh negara-negara di
dunia dalam pemanfaatan obat herbal sebagai bagian dari obat tradisional,
yaitu integratif, insklusif, toleran, dan ekslusif. WHO merekomendasikan
penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan
masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit terutama penyakit kronis,
penyakit degeneratif, dan kanker. Hal ini menunjukkan bahwa WHO
mendukung untuk back to nature (Pathak dan Das, 2013). Pengobatan
dengan menggunakan bahan alam oleh masyarakat sangat tinggi dan sangat
beragam sehingga dibutuhkan penjelasan yang memadai di kalangan
praktisi medis .
Saat ini, dibeberapa media informasi sedang gencar-gencarnya dalam
mempromosikan produk herbal mereka secara bebas dan luas. Sayangnya
fakta di atas tidak diikuti dengan pengetahuan yang memadai tentang
pemanfaatan herbal medicine dalam dunia kesehatan, baik dari masyarakat
umum maupun kalangan medis. Begitu pula dengan sarana pembelajaran
herbal dirasa masih kurang, terutama yang ditujukan praktisi medis.
Sehingga memunculkan kesenjangan pengetahuan antara masyarakat umum
dan kalangan medis (Davidson et al., 2013). Oleh karena itu dibutuhkan
event yang tidak hanya dapat membantu masyarakat untuk memahami
herbal dengan baik namun juga dapat menjadi jembatan pengetahuan antara
masyarakat dan praktisi medis. Selain itu, praktisi medis dapat meng-update
dan menyikapi dengan bijak perkembangan herbal medicine dikalangan
masyarakat umum.
Saintifikasi Jamu adalah salah satu program terobosan Kementerian
Kesehatan untuk pemanfaatan jamu yang berbasis bukti dalam pelayanan
kesehatan, utamanya dalam upaya preventif dan promotif (Herman et al.,
2013). Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus adalah Klinik Tipe A,
merupakan implementasi Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
002/Menkes/Per/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam penelitian Berbasis
Pelayanan Kesehatan untuk menjamin jamu aman, bermutu dan berkhasiat.
Bahan yang digunakan berupa simplisia yang telah terbukti khasiat dan
keamanannya melalui uji praklinik.
Jamu yang digunakan berupa racikan simplisia, serbuk dan juga
ekstrak tanaman obat yang telah diteliti khasiat dan keamanannya melalui
uji praklinik dan atau observasi klinik. Untuk menjamin keamanan dan mutu
maka cara pembuatannya mengacu pada cara pembuatan simplisia yang
baik, dimulai dari proses standarisasi benih/bibit, budidaya, pasca panen
maupun analisis mutu di laboratorium (Herman et al., 2013).
Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan kajian holistik
untuk membahas herbal medicine. Oleh karena itu, kunjungan mahasiswa
Fakultas Kedokteran UNS ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) di Tawangmangu
merupakan salah satu upaya blok kedokteran komplementer subtopik herbal
dalam mencapai standar kompetensi sehingga mahasiswa mampu
menjelaskan bahan alam, obat herbal menjadi bagian dari Complementer
Alternative Medicine (CAM). B2P2TOOT berada dibawah Badan Litbang
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dengan demikian,
dokter lulusan Fakultas Kedokteran UNS mampu memenuhi kompetensi
dasar sebagai berikut: (1) mampu menjelaskan pengembangan bahan obat
alam, tumbuhan sampai menjadi obat, (2) mampu menjelaskan dasar ilmiah
bahan alam, tumnuhan sebagai bahan obat, (3) mampu menjelaskan proses
pembuatan sediaan ekstrak, dan (4) mampu menerapkan bahan alam,
tumbuhan menjadi bagian dari CAM, obat komplementer alternatif.
B. Sasaran Pembelajaran (Learning Objectives)
1. Menjelaskan tentang terapi komplementer herbal.
2. Menjelaskan berbagai bahan herbal.
3. Menjelaskan proses pembuatan sediaan herbal.
4. Menjelaskan cara penggunaan herbal: mengenai indikasi,
kontraindikasi, dosis, aturan pemakaian, efek samping, intoksikasi, dan
penanganannya.
5. Menjelaskan pengembangan herbal sampai bisa menjadi obat.
6. Menjelaskan penerapan herbal untuk terapi komplementer-alternatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan negara yang memiliki kakayaan hayati terkaya
kedua di dunia setelah Brazil. Namun, bila kekayaan biota laut ikut
diperhitungkan, maka Indonesia menempati urutan terkaya di dunia untuk
kekayaan hayati yang dimilikinya. Di Indonesia diperkirakan hidup sekitar 40.000
spesies tanaman, di mana 30.000 spesies tumbuh di kepulauan Indonesia dan
9.600 spesies tanaman tersebut merupakan tanaman yang memiliki khasiat
sebagai obat dengan kurang lebih 300 spesies tanaman telah digunakan sebagai
bahan baku obat tradisional oleh industri obat tradisional di Indonesia (DepKes
RI, 2007). Potensi kekayaan hayati ini merupakan asset berharga yang harus
dikembangkan sehingga dapat menjadi salah satu unggulan Indonesia untuk
meningkatkan daya saing bangsa.
Obat herbal termasuk dalam pengobatan komplementer-alternatif
berdasarkan Permenkes RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007. Di Indonesia, obat
tradisional yang dikenal sebagai Jamu, telah digunakan secara luas oleh
masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan mengatasi berbagai penyakit
sejak berabad-abad yang lalu jauh sebelum era Majapahit. Ke depan
pengembangan dan pemanfaatan obat bahan alam/obat herbal Indonesia ini perlu
mendapatkan substansi ilmiah yang lebih kuat, terutama melalui penelitian dan
standarisasi sehingga obat herbal Indonesia dapat diintegrasikan dalam sistem
pelayanan kesehatan nasional (WHO, 2002).
Obat tradisional menurut Undang-Undang No 36 Tahun 2009 adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Menurut BPOM, ada 3 macam obat tradisional:
1. Jamu adalah bahan atau ramuan bahan, berupa bahan nabati, hewani, mineral,
sediaan galenik atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2. Obat herbal terstandar adalah jamu yang telah diuji khasiat dan keamanannya
pada hewan uji. Sudah digunakan untuk indikasi medis dengan dasar khasiat
dan keamanan dan regulasinya sudah jelas aman dan memiliki efek terapi.
3. Fitofarmaka adalah jamu yang telah diuji klinik pada manusia (Sampurno,
2003).
Di dunia, berdasarkan penggunaan dan pengakuan obat tradisional pada
sistem pelayanan kesehatan, menurut WHO ada 3 sistem yang dianut oleh negara-
negara di dunia, yaitu:
1. Sistem integratif.
Secara resmi obat tradisional diakui dan telah diintegrasikan dalam sistem
pelayanan kesehatan nasional. Ini berarti obat tradisional telah menjadi
komponen dari kebijakan obat nasional, ada sistem registrasi produk dan
regulasi, obat tradisional digunakan di rumah sakit dan sistem asuransi
kesehatan, ada penelitian dan pengembangan serta pendidikan tentang obat
tradisional. Negara yang menganut sistem integratif ini antara lain ialah RRC,
Korea Utara dan Viet Nam.
2. Sistem inklusive.
Mengakui obat tradisional tetapi belum mengintegrasikan pada sistem
pelayanan kesehatan. Sistem inclusive ini dianut oleh negara sedang
berkembang seperti Nigeria dan Mali maupun negara maju seperti Kanada dan
Inggris. Dewasa ini Indonesia juga tergolong negara yang menganut sistem
inclusive karena penggunaan obat tradisional belum diintegrasikan dalam
sistem pelayanan kesehatan nasional. Demikian pula sistem asuransi kesehatan
di Indonesia menolak klaim penggunaan obat tradisional.
3. Sistem toleran.
Sistem pelayanan kesehatan berbasis kedokteran modern tetapi penggunaan
beberapa obat tradisional tidak dilarang oleh undang-undang. RRC adalah satu
negara yang telah sejak lama mengintegrasikan obat tradisional dalam
mainstream sistem pelayanan kesehatannya. Selain TCM yang telah menyatu
dalam budaya Cina.
WHO sebagai organisasi kesehatan dunia membuat strategi dalam
pengembangan obat tradisional mencakup empat tujuan utama yaitu:
1. Mengintegrasikan secara tepat obat tradisional dalam sistem pelayanan
kesehatan nasional dengan mengembangkan dan melaksanakan
kebijakan nasional obat tradisional dengan berbagai programnya.
2. Meningkatkan keamanan (safety), khasiat dan mutu dengan
memperkuat knowledge-base obat tradisional dan regulasi dan standar
jaminan mutu (quality assurance standard).
3. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat tradisional
terutama untuk masyarakat yang tidak mampu.
4. Mempromosikan penggunaan obat tradisional secara tepat oleh tenaga
profesional medik maupun oleh konsumen (WHO, 2002).
Indonesia sebagai negara anggota, perlu menjabarkan strategi global WHO
tersebut dalam suatu kebijakan nasional yang komprehensif dengan program-
program yang memiliki arah dan sasaran ke depan yang jelas dengan melibatkan
partisipasi aktif seluruh sektor terkait. Berikut ini Peraturan Pemerintah Indonesia
yang berhubungan dengan obat tradisional/herbal, diantaranya:
1. Undang-Undang No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun
2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
003/MENKES/PER/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam
Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0584/MENKES/SK/VI/1995
Tentang Sentra Pengembangan Dan Penerapan Pengobatan
Tradisional.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003
Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/MENKES/SK/III/2007
Tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007
Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 121/MENKES/SK/II/2008
Tentang Standar Pelayanan Medik Herbal.
A. Ekstraksi
Proses ekstraksi adalah proses pemisahan dari bahan padat maupun bahan
cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi
merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada
kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harborne, 1987).
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari
organisme
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan
tradisional,
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya
dengan cara apapun
Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain:
1. Jumlah simplisia yang akan diesktrak
2. Derajat kehalusan simplisia
Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga
proses ekstraksi akan lebih optimal.
3. Jenis pelarut yang digunakan
Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang
perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang
memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut
dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Berkaitan
dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan pelarut yaitu:
- Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk
mengekstrak senyawa-senyawa yang polar dari tanaman.
Pelarut polar cenderung universal digunakan karena biasanya
walaupun polar, tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan
tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh pelarut polar
adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
- Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk
mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan.
Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform
- Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini
baik untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali
tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk
mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter
Dalam pemilihan pelarut harus memperhatikan beberapa faktor
diantaranya adalah pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut ini :
- Selektifitas Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang
diinginkan, bukankomponen-komponen lain dari bahan
ekstraksi.
- Kelarutan Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan
melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih
sedikit).
- Kemampuan untuk tidak saling bercampur Pada ekstraksi cair-
cair, pelarut tidak boleh atau hanya secara terbatas larutdalam
bahan ekstraksi.
- Kerapatan Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin
terdapat perbedaankerapatan yang besar antara pelarut dan
bahan ekstraksi.
- Reaktifitas Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan
perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan
ekstraksi.
- Titik didih Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus
dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi,
maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat.
4. Lama waktu ekstraksi
Lama ekstraksi akan menentukan banyaknya senyawa-senyawa yang
terambil. Ada waktu saat pelarut/ ekstraktan jenuh. Sehingga tidak
pasti, semakin lama ekstraksi semakin bertambah banyak ekstrak yang
didapatkan.
5. Metode ekstraksi, termasuk suhu yang digunakan
(Depkes RI, 1979).
Metode Ekstraksi
Ekstraksi secara dingin
1. Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari
dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan
filtratnya dipekatkan.
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari
pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin.
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana.
Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk
mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak,
tidak dapatdigunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras
seperti benzoin,tiraks dan lilin.
Pada metode maserasi ini, perlu dilakukan pengadukan untuk
meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap
terjaga adanya derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di
dalam sel dengan larutan di luar sel.
Modifikasi metode maserasi :
– Modifikasi maserasi melingkar
– Modifikasi maserasi digesti
– Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
– Modifikasi remaserasi
– Modifikasi dengan mesin pengaduk
(Ditjen POM, 1986).
2. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris atau kerucut
(perkulator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
pengekstaksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun
secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar.
Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses
maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi
ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena akan terjadi keseimbangan
kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan disekelilingnya, maka
pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi
tadi selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis
dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai
95%) (Voight,1995).
Prinsip perkolasi yaitu serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu
bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.
Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan
diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan
daya geseran.
Keuntungan dari metode ini adalah tidak terjadi kejenuhan dan
pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat
seperti terdorong untuk keluar dari sel). Sedangkan kerugiannya adalah
cairan penyari yang digunakan lebih banyak dan adanya risiko pencemaran
mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara terbuka (Ditjen
POM,1986; Sujadi, 1986).
3. Sokhelasi
Penyarian dengan alat Soxhlet atau dikenal dengan nama metode
Soxhletasi adalah proses untuk menghasilkan ekstrak cair yang dilanjutkan
dengan proses penguapan. Cairan penyari diisikan pada labu sedangkan
serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring atau tabung yang
berlubang-lubang dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang cocok.
Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih, uap cairan penyari naik ke
atas melalui pipa samping kemudian diembunkan kembali oleh pendingin
tegak sehingga cairan turun kembali ke labu melalui tabung yang berisi
serbuk simplisia. Cairan yang melaui simplisia turun sambil melarutkan
zat aktif dari serbuk simplisia tersebut. Cara ini lebih menguntungkan
karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia tetapi melalui pipa
samping.
Keuntungan:
1. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung
diperoleh hasil yang lebih pekat.
2. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni sehingga dapat
menyari zat aktif lebih banyak.
3. Penyari dapat diteruskan sesuai dengan keperluan tanpa menambah
volume cairan penyari.
Kerugian:
1. Larutan dipanaskan terus-menerus sehingga zat aktif yang tidak tahan
pemanasan kurang cocok. Ini dapat diperbaiki dengan menambahkan
peralatan untuk mengurangi tekanan udara.
2. Tidak bisa dengan penyari air (harus solvent organic) sebab titik didih
air 100OC harus dengan pemanasan tinggi untuk menguapkannya,
akibatnya zat kimia rusak.
(Harborne, 1987)
Ekstraksi secara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses
ekstraksi sempurna.
Prinsip refluks yaitu Penarikan komponen kimia yang dilakukan
dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama
dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari
terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3- 4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi
sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan
langsung..
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar
dan sejumlah manipulasi dari operator (Ditjen POM, 1986).
2. Destilasi uap
Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-
minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air
diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak
menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih
tinggi pada tekanan udara normal (Harborne, 1987).
B. Beberapa Tanaman Obat di Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara Indochina
dan Australia dan terdiri atas lebih dari 13.000 pulau. Indonesia terbentang
sepanjang 5.100 km dan mempunyai habitat yang sangat luas dan di dalamnya
terdapat berbagai macam tanaman yang memiliki nilai medis. Berikut adalah
beberapa tanaman obat herbal yang terdapat di Indonesia (Mitra, et al., 2007):
1. Aloe vera
Aloe vera atau biasa disebut dengan lidah buaya merupakan tanaman yang
nilai medisnya sudah tercatat sejak 1927 oleh Heyne dalam bukunya De
Nuttige Planten van Naderlansch-Indie. Aloe vera tidak berasal dari
Indonesia, tetapi dibawa oleh pedangang muslim yang singgah di
Indonesia. Selama 3000 tahun, Aloe vera sudah digunakan oleh bangsa
mesir dan mesopotamia untuk mengobati luka, infeksi pada kulit, dan
pencahar. Bahkan hingga sekarang, Aloe vera masih digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah kulit seperti kulit kering dan luka bakar.
Lotion yang dibuat dari tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati
kelainan muskuloskelatal. Jus mucilago dari daun Aloe vera mengandung
banyak polisakarida. Polisakarida diketahui dapat dapat bertindak sebagai
imunostimulan dan membentu pelepasan sitokin seperti IL-1, IL-6, TNFa,
dan interferon gamma yang merupakan faktor penting dalam proliferasi sel
fibroblas. Proliferasi sel fibroblas bertanggung jawab dalam penyembuhan
luka bakar, ulkus, dan luka pada kulit dan saluran cerna (Mitra, et al.,
2007).
2. Amaranthus spinosus
Dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan bayam duri, merupakan
tanaman obat yang biasa dianggap gulma oleh petani tradisional. Tanaman
ini biasanya diaplikasikan pada bisul untuk menghambat pembentukan
nanah. Menurut Hilou et al. (2006) tanaman ini mempunyai efek
antimalaria dan antimikrobial. Tanaman dari genus Amaranthus diketahui
mengandung nitrogen kuartener dalam strukturnya, sehingga mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan Plasmodium. Secara umum
tanaman ini digunakan sebagai antipiretik, diuretik, dan laksatif. Ekstrak
akar dari tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati gonorrheae
(Mitra, et al., 2007).
3. Coriandum sativum
Ketumbar (Coriandum sativum) merupakan tanaman yang biasa
digunakan sebagai bumbu dapur. Biji ketumbar mengandung minyak atsiri
1% dengan komponen utamanya yaitu monoterpen dan linalool. Biji
ketumbar biasa digunakan per oral untuk mengatasi batuk, lepra, nyeri
dada sentral dan gangguan pencernaan. Studi mengungkapkan bahwa
minyak atsiri ketumbar menunjukkan aktivitas antibakteri (Burt, 2004).
Komponen atsiri pada tanaman ini dapat melindungi tanaman dari infeksi
mikroorganisme. Menurut Chitara dan Leelamma (1999), ketumbar
mempunyai efek hipoglikemik melalui jalur meningkatkan utilisasi
glukosa saat sintesis glikogen, mengurangi degradasi glikogen, dan
mengurangi laju glukoneogenesis.
4. Ipomoea batatas
Biasa disebut Ubi rambat merupakan tanam yang biasa ditanam di
Indonesia. Tanaman ini mengandung banyak antioksidan seperti flavonol
dan flavon dari golongan flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa yang
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat. Selain itu ubi rambat juga
mempunyai efek hipoglikemi dengan mengurangi resistensi insulin (Mitra,
et al., 2007).
5. Nigella sativa
Nigella sativa atau jintan hitam merupakan tanaman yang biasa dipakai
sebagai rempah, penambah rasa, dan pengawet makanan. Sebagai obat,
jintan hitam biasa digunakan untuk mengobati arthritis. Hal ini disebabkan
karena jintan hitam mempunyai sifat anti-inflamasi. Morsi (2000)
menemukan bahwa ekstrak alkaloid dari jintan hitam dapat menghambat
pertumbuhan berbagai bakteri yang diisolasi dari pasien manusia penderita
septik arthritis. Jintan hitam juga menunjukkan sifat antifungal terhadap
jamur Candida albicans dan dermatofit karena kandungan timoguinon
dalam ekstraknya. Timoguinon juga memiliki manfaat lain yaitu
menghambat kerusakan hepatosit akibat toksin eksogen seperti cisplastin
dan karbon tetraklorida. Jintan hitam juga memiliki manfaat lain seperti
antitumor dan juga berpotensi dalam stimulasi sistem imun (Mitra, et al.,
2007).
C. Profil B2P2TO-OT
1. Sejarah
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TO-OT), Badan Litbang Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI pada awalnya tahun 1948 berupa rintisan koleksi tanaman
obat Hortus Medicus Tawangmangu. Pada tahun 1963-1968 berada di
bawah koordinasi Badan Pelayanan Umum Farmasi dan kemudian pada
tahun 1968-1975 dibawah Direktorat Jenderal Farmasi (Lembaga Farmasi
Nasional). Pada tahun 1975-1979 kebijakan Pemerintah menetapkan
Hortus Medicus di bawah pengawasan Direktorat Pengawasan Obat
Tradisionil, Ditjen POM, Depkes RI.
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan No. 149/Menkes/SK/IV/78
pada tanggal 28 April 1978 status kelembagaan berubah menjadi Balai
Penelitian Tanaman Obat (BPTO) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Badan Litbang Kesehatan. Selanjutnya berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI. No. 491/Per/Menkes/VII/2006 tertanggal 17 Juli
2006, BPTO meningkat status kelembagaanya menjadi Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TO-OT).
2. Visi dan Misi
Visi: Masyarakat sehat dengan jamu yang aman dan berkhasiat
Misi:
a. Meningkatkan mutu litbang tanaman obat dan obat tradisional
b. Mengembangkan hasil litbang tanaman obat dan obat tradisional
c. Meningkatkan pemanfaatan hasil litbang tanaman obat dan obat
tradisional.
Motto: Ramah, Informatif dan Terpercaya
Janji Layanan: Memberikan pelayanan yang cepat, tepat, akurat dan
profesional.
3. Tugas dan Fungsi
Tugas : “ Melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman obat dan
obattradisional’’
Fungsi :
a. Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi penelitian dan atau pengembangan
di bidang tanaman obat dan obat tradisional.
b. Pelaksanaan eksplorasi, inventarisasi, identifikasi, adaptasi dan koleksi
plasma nutfah tanaman obat.
c. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi konservasi dan
pelestarian plasma nutfah tanaman obat.
d. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi standarisasi tanaman
obat dan obat tradisional.
e. Pelaksanaan pengembangan jejaring kerjasama dan kemitraaan di
bidang tanaman obat dan obat tradisional.
f. Pelaksanaan pelatihan teknis di bidang pembibitan, budidaya, pasca
panen, analisis, koleksi spesimen tanaman obat serta uji keamanan dan
kemanfaatan obat tradisional.
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
4. Kegiatan
a. Melaksanakan Saintifikasi Jamu: penelitian berbasis pelayanan
b. Mengembangkan bahan baku terstandarisasi
c. Mengembangkan jejaring kerjasama
d. Mengembangkan teknologi tepat guna
e. Desiminasi, sosialisasi dan pemanfaatan hasil litbang TO-OT
f. Mengembangkan karir dan mutu SDM
g. Meningkatkan perolehan HKI dari hasil litbang TO-OT
h. Mengembangkan sarana dan prasarana
i. Menyusun draft regulasi dan kebijakan teknis litbang TO-OT
5. Struktur Organisasi
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TO-OT) merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Enselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI. Berikut bagan struktur organisasi B2P2TO-
OT saat ini:
6. Laboratorium dan Instalasi
Peralatan laboratorium utama yang mendukung pelaksanaan
kegiatan laboratorium seperti Gas Chromatography, TLC densitometer,
High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Vacum Rotavapor,
spectrophotometer, blotting apparatus, Termocycler PCR dll.
1) Laboratorium
a) Laboratorium Sistematika Tumbuhan
Untuk identifikasi, determinasi, dan pengembangan
database. Kegiatan rutin berupa pembuatan spesimen dalam bentuk
preparat mikroskopis, herbarium basah dan kering, serta
determinasi tanaman.
b) Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman
Untuk identifikasi hama dan penyakit tanaman dan
penelitian tentang cara pengendalian hama dan penyakit tanaman.
c) Laboratorium Galenika
Untuk mengolah simplisia menjadi bentuk sediaan yang
siap digunakan. Kegiatan yang dilakukan berupa pembuatan
ekstrak, destilasi minyak atsiri serta mengkoleksi atau membuat
bank ekstrak dan bank minyak atsiri.
d) Laboratorium Fitokimia
Untuk mengetahui kandungan kimia tanaman yang meliputi
penapisan fitokimia, pembuatan profil Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), isolasi zat aktif dan penetapan kadar senyawa aktif.
e) Laboratorium Formulasi
Untuk mengembangkan produk dan bentuk sediaan, antara
lain : sabun sehat, minuman instant, minyak gosok, aromaterapi,
lulur dan masker.
f) Laboratorium Toksikologi dan Farmakologi
Untuk mendukung kegiatan penelitian praklinik, yaitu
mengkaji khasiat dan keamanan formula jamu.
g) Laboratorium Bioteknologi
Untuk kultur jaringan tanaman dan biologi molekuler.
2) Instalasi
a) Instalasi Benih dan Pembibitan Tanaman Obat
Kegiatan Instalasi Benih dan Pembibitan meliputi
pengumpulan, pengolahan dan menyediakan stok benih tanaman
obat.
b) Instalasi Adaptasi dan Pelestarian
Tujuan adaptasi adalah mengaklimatisasi tanaman hasil
eksplorasi maupun tanaman baru agar mampu tumbuh di lokasi
baru. Pelestarian ditujukan untuk menjaga kelestarian tanaman obat
yang sudah langka, sangat sedikit dan pertumbuhannya mudah
terganggu oleh perubahan iklim.
c) Instalasi Koleksi Tanaman Obat
1. Kebun Etalase Tanaman Obat
Etalase tanaman obat merupakan kebun rekreasi dan
edukasi yang digunakan sebagai sarana pembelajaran atas
keragaman jenis tanaman obat dan manfaatnya. Terletak pada
ketinggian 1200 meter dpl. Jumlah koleksi 800 spesies.
2. Kebun Tlogodlingo
Terletak pada ketinggian 1700-1800 meter dpl dengan luas
sekitar 12 Ha.
3. Kebun Karangpandan
Kebun Karangpandan terdiri dari Kebun Toh Kuning dan
Doplang. Kebun tersebut terletak pada ketinggian 400 - 500
meter dpl dengan luas sekitar 2,5 Ha.
d) Instalasi Paska Panen
Instalasi paskapanen melakukan penanganan hasil panen
tanaman obat, meliputi pencucian: sortasi, pengubahan bentuk,
pengeringan, pengemasan dan penyimpanan.
BAB III
KEGIATAN YANG DILAKUKAN
Pada hari Senin, 30 September 2013, kami melakukan praktikum blok
kedokteran komplementer dengan tema Obat Herbal di B2P2TO-OT,
Tawangmangu. Kami tiba pukul 07.30 wib dan diterima oleh pihak B2P2TO-OT
di ruang “Sinema Fitomedika”, ruang yang dirancang dengan format teater. Pihak
B2P2TO-OT mempresentasikan keberadaan balai penelitian tersebut, yang
ternyata bukan sekedar balai. Mahasiswa dibuat terkesan dengan presentasi yang
diawali dengan pemutaran video tentang obat tradisonal dan manfaatnya bagi
masyarakat dari aspek kesehatan dan ekonomi.
Sarana dan prasarana B2P2TO-OT terbilang sangat lengkap. Balai ini
memiliki gedung laboratorium berlantai 3, klinik saintifikasi jamu “Hortus
Medicus”, perpustakaan dengan 1.238 koleksi pustaka, mess peneliti, ruang pasca
panen, rumah kaca, kebun penelitian, etalase tanaman obat dan kebun
produksi ,museum mini obat tradisional, herbarium kering dan basah.
Usai penyambutan dan presentasi mengenai profil B2P2TO-OT, mahasiswa
diajak mengunjungi instalasi pengolahan pasca panen, etalase tanaman obat,
fasilitas klinik saintifikasi jamu “Hortus Medicus”, serta museum obat tradisional.
1. Instalasi Pengolahan Pasca Panen
Pertama kali kami mengunjungi instalasi pengolahan pasca panen. Dalam
penggunaan produk herbal juga harus tepat dosis dan pemakaian. Jamu yang
digunakan di B2P2TO-OT berupa racikan simplisia, serbuk dan juga ekstrak
tanaman obat yang telah diteliti khasiat dan keamanannya melalui uji praklinik
dan atau observasi klinik. Untuk menjamin keamanan dan mutu maka cara
pembuatannya mengacu pada cara pembuatan simplisia yang baik, dimulai dari
proses standarisasi benih/bibit, budidaya, pasca panen maupun analisis mutu di
laboratorium B2P2TO-OT. Di B2P2TO-OT terdapat 11 laboratorium dan instalasi
antara lain :
1. Laboratorium Sistematika Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan / determinasi, pembuatan spesimen (herbarium,
simplisia) serta dokumentasi pengelolaan tanaman obat dalam bentuk
foti, slide dan cakram optik (CD).
2. Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman
Identifikasi hama dan penyakit tanaman dan penelitian tentang cara
pemberantasan hama dan penyakit tanaman.
3. Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia
Analisis makroskopis dan mikroskopis, hitokimia, skrining fitokimia,
pemeriksaan kadar senyawa aktif, isolasi dan identifikasi metabolit
sekunder serta penetapan parameter standar ekstrak dan simplisia
secara densitometri spektrofotometri.
4. Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia
Analisis makroskopis dan mikroskopis, hitokimia, skrining fitokimia,
pemeriksaan kadar senyawa aktif, isolasi dan identifikasi metabolit
sekunder serta penetapan parameter standar ekstrak dan simplisia
secara densitometri spektrofotometri.
5. Laboratorium Kultur Jaringan dan Mikrobiologi
Kultur jaringan tanaman (KJT) untuk memperoleh bibit dan
meningkatkan kandungan senyawa aktif, penetapan cemaran mikroba
(angka jamur dan angka lempeng total), edentifikasi mikroba dan uji
aktivitas antimikroba ekstrak tanaman obat.
6. Laboratorium Eksperimental & Animal House
Pembesaran dan perawatan hewan coba (animal house), serta
melakukan uji praklinik khasiat dan keamanan tanaman obat dan obat
tradisional.
7. Laboratorium Bioteknologi
Penelitian rekayasa gentik untuk memperoleh bibit unggul dan
rekayasa untuk memperoleh protein terapeutik.
8. Instalasi Benih dan Pembibitan Tanaman Obat
Pelabelan benih, koleksi benih dari lokasi tertentu, sortasi biji, uji
biabilitas benih, penyimpanan benih, pengadaan bibit baik secara
konvensional maupun kultur jaringan.
9. Instalasi Adaptasi dan Pelestarian
Adaptasi tanaman obat hasil eksplorasi, adaptasi tanaman obat
tertentu, pendataan pertumbuhan dan hasil pengelolaan/pemeliharaan
serta pelestarian plasma nutfah tanaman obat dengan kategori
“langka”.
10. Instalasi Koleksi Tanaman Obat
Inventarisasi tanam obat; peremajaan tanaman koleksi, pengamatan
dan pendataan pertumbuhan, pencatatan data iklim, identifikasi/
determinasi serta pembuatan catalog.
11. Instalasi Pasca Panen
Penanganan hasil panen tanaman obat meliputi pencucian, sortasi,
pengubahan bentuk, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan serta
stok/gudang simplisia
Pada praktikum herbal di B2P2TO-OT, kami mendapatkan kesempatan
untuk mengunjungi instalasi pasca panen. Untuk memasuki ruang pengolahan
pasca panen, kami harus melepas sepatu dan menggunakan alas kaki yang
disediakan agar kebersihan ruangan terjaga dengan baik. Kami menyaksikan
secara langsung prosedur pasca panen pengolahan rimpang terdiri dari
delapan tahap yaitu tahapan pengumpulan bahan baku, pencucian, penyortiran
basah, pencucian, perajangan, pengeringan, pengemasan dan pelabelan, serta
penyimpanan.
Bahan baku yang digunakan dalam instalasi pasca panen berasal dari
rimpang, bunga, batang, maupun daun yang berasal dari hasil panen lahan milik
B2P2TO-OT maupun lahan petani. Setelah itu, bahan baku disortir terlebih dahulu
agar sesuai dengan umur panen yang cukup, serta kriteria lain sesuai dengan SOP
pembuatan simplisia. Bahan baku yang telah memehuni standar kemudian dicuci
dengan air mengalir dan ditiriskan. Setalh itu, bahan baku yang belum diolah
ditimbang terlebih dahulu berat basahnya.
Beberapa bahan baku seperti rimpang diiris secara manual atau
menggunakan alat pengiris. Hasil irisan kemudian ditampung ditempat yang
sudah disediakan. Setelah itu, bahan dikeringkan hingga mencapai kadar air 10%.
Simplisia yang telah kering disortir lagi untuk memisahkan dengan bahan
pengotor lain. Simplisia ditimbang untuk mengetahui berat setelah dikeringkan.
Simplisia yang telah siap dikemas dimasukkan ke dalam plastik kedap
udara. Setiap plastic diberi label yang memuat informasi produk seperti nama,
kegunaan, dan tanggal produksi. Bahan simplisia yang telah dikemas tersebut
disimpan dalam ruangan yang bersih dan tidak lembab.
2. Etalase Tanaman Obat
Setelah dari instalasi pengolahan pasca panen, kelompok kami menuju ke
etalase. Di dalam etalase terdapat taman yang berisi berbagai tanaman herbal. Saat
masuk sudah nampak lavender di depan pintu masuk. Kemudian disana juga
terdapat banyak sekali tanaman herbal yang ditata seperti taman, begitu teratur
dan indah.
Berbagai obat herbal terdapat disana, semua tanaman disana
memiliki fungsi yang sangat berguna untuk kesehatan. Terdapat obat herbal untuk
gangguan saluran pernafasan seperti Abri folium yang berguna pada batuk dan
radang tenggorokan. Terdapat juga Andrographis herba yang berguna sebagai
bronkodilator, baik untuk pasien asma. Foeniculum fructus untuk common cold.
Penyakit kardiovaskuler juga terdapat obat herbalnya, yaitu Digitalis purpurea
yang berguna untuk penyakit jantung.
Centelae asiaticae atau herba pegagan banyak terdapat disana, tanaman
tersebut sangat membantu pada penderita hipertensi. Sedangkan untuk diabetes
terdapat tanaman Tinosporae caulis atau batang brotowali, selain untuk diabetes
juga dapat mengobati rematik, demam dan kudis.
Obat herbal untuk gangguan saluran pencernaan terdapat Cardamomi
fructus yang berguna untuk mengeluarkan gas lambung pada dyspepsia.
Sedangkan untuk meningkatkan nafsu makan terdapat Curcumae aeriginose
rhizome.
Masih terdapat banyak obat herbal pada etalase B2P2TO-OT yang
sudah di uji khasiatnya. Pembimbing lapangan pun telah memberikan penjelasan
setiap tanaman, baik kegunaannya, pengolahannya maupun dosisnya.
3. Klinik Herbal
Kemudian kami menuju Klinik Sainifikasi Jamu “Hortus Medicus”. Ada
banyak pasien yang berkunjung pada hari tersebut. Kami diberi penjelasan oleh
pembimbing lapangan mengenai obat-obat jamu yang diberikan kepada pasien.
Karena banyaknya rombongan, kami hanya diberi kesempatan untuk berkunjung
ke apotiknya dan tidak bisa melihat secara langsung pemeriksaan dokter.
Berdasarkan keterangan yang kami peroleh, sejak tanggal 30 April 2012
Klinik Saintifikasi Jamu "Hortus Medicus" menempati gedung baru sebagai
rintisan Rumah Riset Jamu (Griya Paniti Pirsa Jamu) sebagai tempat uji klinik
dilengkapi dengan rawat inap. Petugas juga menerangkan tren jumlah pasien
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada awalnya (2007) jumlah pasien
kurang dari 10 orang per hari, pada tahun 2012 jumlah pasien lebih dari 100 orang
per hari. Terlihat begitu besar peningkatan yang terjadi.
Jadwal praktek setiap hari Senin-Jumat jam 09.00-14.00 WIB. Pasien
dikenai biaya pendaftaran Rp 3.000,00 dan biaya penggantian jamu sebesar Rp.
20.000,00. Setiap pasien akan diperiksa oleh dokter dan diberi tas obat yang berisi
obat-obat yang diminum selama 1 minggu. Pasien bisa memilih obat dalam
bentuk ekstrak atau daam bentuk kapsul. Jamu yang digunakan berupa racikan
simplisia, serbuk dan juga ekstrak tanaman obat yang telah diteliti khasiat dan
keamanannya melalui uji praklinik dan atau observasi klinik. Untuk menjamin
keamanan dan mutu maka cara pembuatannya mengacu pada cara pembuatan
simplisia yang baik, dimulai dari proses standarisasi benih/bibit, budidaya, pasca
panen maupun analisis mutu di laboratorium B2P2TO-OT. Aturan meminum
jamunya sama, jamu direbus pagi hari untuk minum 3 kali sehari, sedangkan
yang berbeda menurutnya adalah jenis tanaman dan dosisnya dengan
karakteristiknya tersendiri meskipun tanamannya sama.
Klinik Saintifikasi Jamu Hortus Medicus didukung oleh tenaga dokter
yang telah mengikuti berbagai pelatihan berbasis herbal, apoteker yang
berpengalaman dalam formulasi tanaman obat, asisten apoteker serta tenaga
laboratorium kesehatan. SDM terdiri atas 5 orang dokter, 1 orang apoteker, 3
asisten apoteker, 1 orang analis kesehatan (laboratorium), 1 perawat dan 1 rekam
medis.
4. Museum Obat Tradisional
Sampailah ke tujuan akhir kelompok kami yaitu museum jamu. Begitu
kami memasuki museum jamu, yang pertama nampak adalah beberapa jamu yang
sudah diawetkan dengan cara dikeringkan, ditempatkan pada stoples kaca, dan
dirangkai sedemikian rupa hingga membentuk seperti pohon jamu. Di dekat
“pohon jamu” tersebut, ada beberapa deret rak yang berisi bahan-bahan herbal
yang diawetkan di dalam stoples, seperi jahe gajah, juga rumput fatimah. Pada
stoples tersebut dilengkapi dengan tabel nama tumbuhan yang diawetkan, istilah
latinnya, juga asal tumbuhan itu. Ada juga beberapa tanaman yang rata-rata
berbentuk daun, kemudian dikeringkan dan dibungkus plastik, kemudian di
display.
Pada ruangan pertama di dalam museum jamu, terlihat display banyak
produk-produk jamu yang beredar dipasaran dan sudah diakui oleh departemen
negara juga masyarakat pada umumnya. Mulai dari minyak kayu putih, masker,
hingga sabun pun ada. Di sebelahnya ada ruang display beberapa ramuan jamu
yang sudah dikombinasikan sedemikian rupa hingga membentuk ramuan jamu
yang bisa saling bersinergi dalam mengobati penyakit tertentu. Ada ramuan untuk
penderita diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, juga obat untuk menambah
nafsu makan. Keterangan tersebut nampak dari label yang dipasang pada setiap
kemasan ramuan jamu di ruangan tersebut, juga ruangan serupa di depannya.
Kunjungan kami ke museum jamu ini memperbanyak lagi pengetahuan
kami tentang betapa beranekaragamnya tumbuhan-tumbuhan yang ada di
Indonesia, atau bahkan sekitar kita yang memiliki manfaat luar biasa. Juga bahwa
banyak produk yang sudah diperjualbelikan dan dapat kita temui dengan mudah
pada apotek maupun toko-toko yang menyediakan obat jamu yang sudah
terstandardisasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Jamu yang digunakan di B2P2TO-OT berupa racikan simplisia, serbuk dan
juga ekstrak tanaman obat yang telah diteliti khasiat dan keamanannya melalui uji
praklinik dan atau observasi klinik. Untuk menjamin keamanan dan mutu maka
cara pembuatannya mengacu pada cara pembuatan simplisia yang baik, dimulai
dari proses standarisasi benih/bibit, budidaya, pasca panen maupun analisis mutu
di laboratorium B2P2TO-OT. Dalam penggunaan produk herbal juga harus tepat
dosis dan pemakaian.
Berbagai obat herbal terdapat disana, semua tanaman disana memiliki
fungsi yang sangat berguna untuk kesehatan. Masih terdapat banyak obat herbal
pada etalase B2P2TO-OT yang sudah di uji khasiatnya. Obat-obat tersebut
menjadi bagian dari pengobatan komplementer. Pengobatan tradisional
menggunakan bahan-bahan alam menjadi bagian dari pengobatan komplementer.
Dengan dibuka Griya Jamu di B2P2TOOT (Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional) di Tawangmangu
merupakan upaya mengintegrasikan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan
formal. Pengobatan diberikan dalam bentuk jamu. Jamu yang digunakan untuk
mengobati, terdiiri dari jamu utama dan jamu dasar. Berikut adalah manfaat klinis
dari jamu tersebut:
a. Analgetik Antiinflamasi
Digunakan simplisia Curcuma xanthorrizae rhizoma (temulawak) dan
Curcuma domesticae rhizoma (kunyit)
Curcuma xanthorrizae rhizoma
- Takaran: 5-10 gram simplisia direbus 15 menit, air rebusan diminum. 0,5-
1 gram serbuk temulawak diseduh dengan air mendidih 1 gelas, diamkan
5-10 menit, disaring. Air seduhan diminum.
- Senyawa aktif: Curcumin, bidesmothoxy-curcumin, xanthorrhizol,
germacron.
- Efek samping: iritasi mukosa lambung.
Curcuma domesticae rhizoma
- Takaran: simplisia 3-9 gram per hari. Serbuk 1,5-3 gram per hari.
- Senyawa aktif: Curcumin, curcuminoid, tumeron, tumeric, zingiberin.
- Efek samping: penelitian preklinik menyebabkan perubahan pada hepar,
berat paru-paru, penurunan eritrosit dan leukosit, iritasi lambung.
b. Immunomodulator
Digunakan Phylanthus niruri herba (meniran) dan Echinaceae flos (bunga
echinacea)
Pylanthus niruri herba
- Takaran: 20 gram direbus dengan 2 gelas air selama 15 menit, hasil
rebusan diminum 2 kali setengah gelas pagi-sore.
- Senyawa aktif: Phylanthin, hypophylathin, securinin, flavonoid.
- Efek samping: Belum ditemukan efek samping yang berbahaya
Echicacea flos
- Senyawa aktif: Echinacoside, alkilamid
c. Diabetes
Digunakan Tinosporae caulis (brotowali), Momordicae fructus (pare), dan
Andrograpidhis herba (sambiloto)
Tinosporae caulis
- Senyawa aktif: Alkaloid berberin, furanoditerpen, tinosporin,
tinosporidine.
Momordicae fructus
- Takaran: buah segar 1 buah (panjang 10 cm), isi dibuang, diparut, diseduh
dengan air panas setengah gelas
- Senyawa aktif: Momordin, monocharin, alkaloid kukurbitasin
Andrograpidhis herba
- Takaran: Simplisia 10-15 gram, direbus
- Senyawa aktif: Andrographolide, neoandrograpolide, andrographine,
paniculide
- Efek samping: gangguan pada pencernaan, kehilangan nafsu makan,
muntah
d. Hiperurikemia
Digunakan Piperis retrofacti fructus (cabe jawa) dan Sonchi folium
(tempuyung)
Piperis retrofacti fructus
- Senyawa aktif: minyak atsiri, piperin, tanin, piperidin
Sonci folium
- Senyawa aktif: flavonoid, ion mineral silika, kalium, natrium
e. Hipertensi
Digunakan Apii folium (seledri), Rouwolfiae serpentina radix (akar
rouwolfia), Centelae asiaticae herba (pegagan)
Apii folium
- Takaran: 200 gram seledri direbus dengan 2 gelas air
- Senyawa aktif: favonoid, minyak atsiri
- Efek samping: penggunaan melebihi 200 gram sekali minum dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah secara tajam, sehingga terjadi
syok.
Rouwolfiae serpentina radix
- Takaran: serbuk 200 mg sehari
- Senyawa aktif: reserpin
- Efek samping: depresi mental, bradikardi, aritmia, atropi optik, glaukoma,
penurunan pendengaran, cemas, sakit kepala, mengantuk, reaksi
ekstrapiramidal, peningkatan motilitas usus, diare, kongesti hidung.
Centellae asiaticae herba
- Takaran: serbuk 0,33 – 0,68 gram direbus
- Senyawa aktif: asiaticoside , sitosterol, brahmoside, brahminoside
- Efek samping: dermatitis
f. Antihemoroid
Graptophyli folium
- Takaran: 5 lembar daun direbus dengan 1,5 gelas air, diminum 2 kali
sehari pagi-sore
- Senyawa aktif: alkaloid, flavonoid, saponin, tanin
g. Kolesterol
Allii sativum bulbus (bawang putih)
- Takaran: segar 2-5 gram/hari, serbuk kering 0,4-1,2 gram/hari, minyak 2-
5 ml/hari, ekstrak 300-1000 mg/hari
- Senyawa aktif: cystein, minyak atsiri, saponin, tuberkuloside, allistatin,
garlicin
Tamarandus indica (asam jawa)
- Takaran: 100-175 gram daun asam jawa ditumbuk bersama air panas.
Peras, saring, dan minum sekaligus, lakukan 2 kali sehari.
- Senyawa aktif: vitamin B3, geraniol, limonen, peptin, proline, leusin,
phenylalanine, pipecolic acid, serine, tartaric acid, stexin, iovitexin,
isoorietin.
Cocos nucifera (kelapa)
- Senyawa aktif: medium chain fatty acid
Eugenia polyanta (salam)
- Senyawa aktif: saponin, triterpen, flavonoid, tanin, polifenol, alkaloid,
minyak atsiri.
h. Nefolitiasis
Strobilianti folium (daun kejibeling)
- Takaran: 2-6 gram kering
- Senyawa aktif: alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol, K, Ca, Mg, F,
karbohidrat, lender, steroid, triterpenoid, protein, asam kafeat, asam
vanilat, asam gentinat, asam sirinat.
Orthosiphon aristatus (kumis kucing)
- Takaran: daun sebanyak seperempat genggam direbus dalam 1 gelas air.
Didihkan hingga tersisa setengah gelas. Angkat, dinginkan lalu saring.
Diminum 2 kali sehari dan tiap kali minum setengah gelas.
- Senyawa aktif: saponin, polifenol, flavonol, sapofonin, myoinositol,
ortosipon glikosida, minyak atsiri, ion kalium
i. Fertilitas
Camomilae flos (Bunga seruni)
- Takaran: 7-11 helai bunga
j. Batuk
Blumeae balsamiferae folium (daun sembung)
- Senyawa aktif: Borneol, campor, limonen, flavonoid, glikosida,
triterpenoid
Abri folium (daun saga)
- Senyawa aktif: protein, vitamin A, B1, B6, C, kalsium oksalat, glisirisin,
flisirizinat, polygalacturomic acid, pentosan
Morinda citrifolia (mengkudu)
- Takaran: 1 buah mengkudu dikupas, buang bijinya, dihaluskan, disaring.
Campur dengan 2 gelas air perasan air jeruk nipis 1 buah, dan 3 gram
kapur sirih. Aduk sampai merata, lalu disaring lagi, diminum 4 kali sehari
setengah gelas
- Senyawa aktif: terpenoid, senyawa xeronine, proxeronine.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
1. Herbal merupakan salah satu jenis pengobatan medis yang bersifat
komplementer yang menggunakan tanaman alam yang sudah melalui
penelitian dan terbukti khasiatnya.
2. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisonal (B2P2TO-OT) merupakan sebuah institusi yang bergerak
dalam bidang penelitian serta pengembangan ilmu kesehatan khususnya
mengenai tanaman herbal.
3. Kegiatan di B2P2TO-OT meliputi penanaman tanaman herbal, proses
pemanenan, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak, penelitian tentang
kandungan dan khasiat tentang tanaman herbal, sampai pada pengobatan
dan peresepan tanaman herbal untuk aplikasi klinis di klinik saintifikasi
jamu Hortus Medicus.
4. Laboratorium terpadu B2P2TO-OT berperan penting dalam pengolahan
obat herbal sehingga aman digunakan masyarakat. Balai ini memiliki tujuh
laboratorium (laboratorium sistematika tumbuhan, hama dan penyakit
tanaman, galenika, fitokimia, formulasi, toksikologi dan farmakologi, dan
bioteknologi) serta empat instalasi (instalasi benih dan pembibitan
tanaman obat, adaptasi dan pelestarian, koleksi tanaman obat, dan paska
panen).
B. Saran
1. Penggunakan obat herbal harus dilestarikan karena obat herbal memiliki
efek samping yang minimal bahkan beberapa obat herbal sudah diteliti
tidak memiliki efek samping.
2. Fasilitas yang ada di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisonal (B2P2TO-OT) perlu selalu ditingkatkan
kemanfaatannya, salah satunya klinik saintifikasi jamu Hortus Medicus
yang sangat bermanfaat untuk sarana pengobatan dan penelitian
pemanfaatan herbal.
DAFTAR PUSTAKA
Burt, S. (2004). Essential oils: their antibacterial properties and potential applications in foods-a review. International Journal of Food Microbiology 94 : 223–253.
Butarbutar, R., & Soemarno, S. (2013). Environmental Effects Of Ecotourism In Indonesia. Journal of Indonesian Tourism and Development Studies, 1(3), 87-97.
Chithra, V. and Leelamma, S. (1999). Coriandrum sativum – mechanism of hypoglycemic action. Food Chemistry 67: 229-231.
Davidson, E., Vlachojannis, J., Cameron, M., & Chrubasik, S. (2013). Best Available Evidence in Cochrane Reviews on Herbal Medicine?. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2013.
Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.
DepKes RI. (2007). Lampiran Keputusan Mentri Kesehatan Nomor: 381/Menkes/SK/III/2007 mengenai Kebijakan Obat Tradisional Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ditjen POM, (1986). .Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Haneef, J., Shaharyar, M., Husain, A., Rashid, M., Mishra, R., Siddique, N. A., & Pal, M. (2013). Analytical methods for the detection of undeclared synthetic drugs in traditional herbal medicines as adulterants. Drug testing and analysis.
Harborne, J. (1987). Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. (K.Padmawinata, & I. Soediro, Trans.) Bandung: ITB.
Herman, M. J., Supardi, S., & Handayani, R. S. (2013). POLICY ON HERBAL TRADITIONAL MEDICINES THERAPY IN THREE PROVINCES IN INDONESIA. Buletin Penelitian Kesehatan, 41(2 Jun), 111-119.
Hilou, A., Nacoulma, O.G. and Guiguemde, T.R. (2006). In vivo antimalarial activities of extracts from Amaranthus spinosus L. and Boerhaavia erecta L. in mice. Journal of Ethnopharmacology 103: 236-240.
Mahani, M., Jannah, I. L., Harahap, E. S., Salman, M., & Habib, N. M. F. (2013). Antihyperglycemic Effect of Propolis Extract from Two Different Provinces in Indonesia. International Journal on Advanced Science, Engineering and Information Technology, 3(4), 01-04.
Mitra R, Mitchell B, Gray C, Orbell J, Coulepis T, Muralitharan MS (2007). Medicinal plants of Indonesia. APBN volume 11. 11: 726-743.
Morsi, N.M. (2000). Antimicrobial effect of crude extracts of Nigella sativa on multiple antibiotics-resistant bacteria. Acta Microbiologica Polonica 49: 63–74.
Pathak, K., & Das, R. J. (2013). Herbal Medicine-A Rational Approach in Health Care System.
Ratnawati, D., Luthfi, M., & Affandhy, L. (2013). Effect of Traditional Herbal Supplementation on Performance of PO Bull. JITV, 18(1).
Sampurno. (2003). Kebijakan Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII, Universitas Pancasila, Jakarta.
Sudjadi, Drs., (1986). Metode Pemisahan. UGM Press,Yogyakarta
Suyitno. (1989). Rekayasa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM Yogyakarta.
Torri, M. C. (2013). Traditional jamu versus industrial jamu: perceptions and beliefs of consumers in the city of Yogyakarta: what future for traditional herbal medicine in urban Indonesia?. International Journal of Entrepreneurship and Small Business, 19(1), 1-20.
Voight. R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendari Noerono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Wasito, H. (2008). Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi melalui Pengembangan Obat Tradisional. MIMBAR, Vol. XXIV, No. 2: 117-127.
WHO. (2002). Traditional Medicine – Growing Needs and Potential. Geneva.