1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat
adalah dengan meningkatkan produksi di sektor perikanan. Udang merupakan
komoditi primadona, karena kemampuannya menembus pasar internasional, juga
memberikan andil yang tidak sedikit dalam meningkatkan devisa negara (Haliman
dan Adijaya, 2005)
Kurun waktu terakhir ini produksi udang dari hasil budidaya mengalami
penurunan drastis akibat serangan patogen, baik bakteri maupun virus. Upaya
pemerintah dalam rangka untuk memulihkan kondisi budidaya yang sedang
menurun tersebut dilakukan melalui alternatif udang vaname, yang pada akhirnya
udang jenis ini mampu menjadi komoditas perikanan yang memiliki prospek yang
cukup baik karena bernilai ekonomis dan banyak diminati masyarakat (Haliman
dan Adijaya, 2005).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, dilakukan melalui upaya pembenihan
udang vaname baik berskala kecil atau skala mini hatchery hingga usaha
pembenihan yang dimiliki pemerintah. Benur merupakan salah satu faktor utama
keberhasilan dalam budidaya, karena itu benur yang banyak diminati para
petambak ini harus ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Hal
ini selayaknya mampu menjadi pendorong dalam menghasilkan benur yang benar-
benar berkualitas bagi pengembangan budidaya udang vanname di Indonesia.
Berdasarkan permasalahan di atas penulis merasa tertarik melakukan Kuliah Kerja
Profesi di PT. Tri Karta Pratama di daerah Kabupaten Pandeglang dengan topik
teknik pemeliharaan larva udang vaname (Litopenaeus vannamei).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari Kuliah Kerja Profesi (KKP) di PT. Tri Karta Pratama
yaitu untuk mengetahui tentang teknik pembenihan khususnya teknik
pemeliharaan larva udang vaname. Serta memperoleh pengetahuan dan
keterampilan tentang teknik pemeliharaan larva udang vaname di hatchery.
1
1.3. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan KKP, teknik pemeliharaan larva
udang vaname di PT. Tri Karta Pratama Kabupaten Pandeglang adalah sebagai
berikut :
1. Dapat memperoleh gambaran secara langsung tentang lingkungan kerja yang
sebenarnya serta meningkatkan pengetahuan dan mempraktekan secara
langsung bagaimana cara memelihara larva udang vanname yang berkualitas.
2. Menambah wawasan terhadap masalah – masalah di lapangan, sehingga dapat
memahami tentang cara memelihara larva udang vanname yang berkualitas
dengan cara memadukan antara teori yang diterima dengan kenyataan yang ada
dilapangan.
3. Dapat membandingkan antara teori yang telah didapat selama perkuliahan
dengan praktek produksi di lapangan usaha perikanan pembenihan.
2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi udang vaname (Litopenaeus vannamei)
Udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang memiliki
pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang dicapai pada saat
dewasa lebih kecil dibandingkan udang windu (Paneus monodon), habitat aslinya
adalah di perairan Amerika, tetapi spesies ini hidup dan tumbuh dengan baik di
Indonesia. Di pilihnya udang vanname ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
sangat diminati di pasar Amerika, lebih tahan terhadap penyakit di banding udang
putih lainnya, pertumbuhan lebih cepat dalam budidaya, mempunyai toleransi
yang lebar terhadap kondisi lingkungan (Ditjenkan, 2006). Udang vaname
termasuk genus paneus, namun yang membedakan dengan genus paneus lain
adalah mempunyai sub genus litopenaeus yang dicirikan oleh bentuk thelicum
terbuka tetapi tidak ada tempat untuk penyimpanan sperma (Ditjenkan, 2006).
2.1.2. Klasifikasi udang vanname
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), taksonomi udang vaname
(Litopenaeus Vannamei) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Sub kelas : Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Infra ordo : Penaeidea
Super famili : Penaeioidea
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
3
Gambar 1. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
Udang vaname termasuk crustacea, ordo decapoda seperti halnya udang
lainnya, lobster dan kepiting. Dengan kata lain decapoda dicirikan mempunyai 10
kaki, carapace berkembang baik menutup seluruh kepala. Udang paneid berbeda
dengan decapoda lainnya. Perkembangan larva dimulai dari stadia nauplis dan
betina menyimpan telur didalam tubuhnya (Ditjenkan, 2006). Udang vaname
termasuk genus penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas dan
bawah, mempunyai dua gigi dibagian ventral dari rostrum dan gigi 8 - 9 di bagian
dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara, 2001).
2.1.3 Morfologi
Menurut Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005) tubuh udang vaname
dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vaname
memiliki tubuh berbuku - buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton
secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vanname sudah mengalami
modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut :
1. Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing).
2. Menopang insang karena struktur insang udang mirip bulu unggas.
3. Organ sensor, seperti pada antena dan antenula.
Kepala udang vanamei terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan dua
pasang maxillae. Kepala udang vanname juga dilengkapi dengan tiga pasang
maxillipied dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh
(decapoda). Maxillipied sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ
untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel pada chepalothorax yang
dihubungkan oleh coxa.
4
Gambar 2. Morfologi Litopenaeus vannamei
Bentuk periopoda beruas-ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus
ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4
dan ke-5). Di antara coxa dan dactylus, terdapat ruang berturut-turut disebut basis,
ischium, merus, carpus, dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa
digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies penaeid dalam taksonomi.
2.1.4 Perkembangan Larva Udang Vaname
Telur yang telah menetas pada dasarnya masih bersifat planktonis dan
bergerak mengikuti arus air. Menurut Wyban dan Sweeney (1991) dalam
pertumbuhan, larva akan berkembang dengan sempurna pada kondisi suhu 26-
28ºC, oksigen terlarut 5-7 mg/l, salinitas 35 ppt. Setelah menetas larva akan
berkembang menjadi 3 stadia yaitu nauplius, zoea, mysis. Setiap stadia akan
dibedakan menjadi sub stadia sesuai dengan perkembangan morfologinya.
Pergantian stadia terjadi setelah larva mengalami pergantian kulit (moulting).
Menurut Lim et al., (1989), perkembangan larva udang penaeid terdiri dari
beberapa stadia yaitu:
a. Stadia nauplius
Nauplius bersifat planktonik dan phototaxis positif, dalam stadia ini masih
memiliki kuning telur sehingga belum memerlukan makanan. Perkembangan
stadia nauplius terdiri dari enam sub stadium. Nauplius memiliki 3 pasang organ
tubuh yaitu antena pertama, antena kedua dan mandible. Antena pertama
uniramous, sedangkan 2 alat lainnya biramous. Bentuk tubuh nauplius dapat di
lihat pada Gambar 3.
5
Gambar 3. Nauplius
b. Stadia Zoea
Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira
40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva dengan cepat bertambah besar.
Tambahan makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan
phytoplankton. Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton. Zoea sangat sensitif
terhadap cahaya yang kuat dan ada juga yang lemah diantara tingkat stadia zoea
tersebut. Zoea terdiri dari tiga sub stadia secara kasar tubuhnya di bagi kedalam
tiga bagian, yaitu carapace, thorax dan abdomen. Tiga sub stadia tersebut dapat di
bedakan berdasarkan segmentasi abdomen dan perkembangan dari lateral dan
dorsal pada setiap segmen. Bentuk tubuh zoea dapa di lihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Zoea
c. Stadia mysis
Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva
pada stadia ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis
lebih kuat dari stadia zoea dan dapat bertahan dalam penanganan. Stadia mysis
memakan phytoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai
6
zooplankton menjelang stadia mysis akhir (M3). Mysis memilki tiga sub stadia
dimana satu dengan lainnya dapat dibedakan dari perkembangan bagian dada dan
kaki renang. Dimana bentuk tubuh larva pada stadia mysis dapat di lihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Mysis
d. Stadia post larva
Perubahan bentuk dari mysis menjadi post larva terjadi pada hari
kesembilan. Stadia post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan
lebih dapat bertahan dalam penanganan. Kaki renang pada stadia post larva
bertambah menjadi tiga segmen yang lebih lengkung. Post larva bersifat
planktonik, dimana mulai mencari jasad hidup sebagai makanan. Bentuk tubuh
post larva dapat di lihat pada Gambar 6.
7
Gambar 6. Post Larva
2.2. Manajememn Pakan Larva Udang Vaname
2.2.1. Persyaratan Nutrisi Pakan
Menurut Ghufron (2010) nutrisi adalah kandungan gizi yang terkandung
dalam pakan. Apabila pakan yang diberikan kepada udang pemeliharaan
mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini tidak saja akan
menjamin hidup dan aktifitas udang, tetapi juga akan memper cepat
pertumbuhannya. Dengan demikian, sebelum membuat pakan, nutrisi yang di
dibutuhkan udang perlu di ketahui terlebih dahulu. Banyaknya zat - zat gizi yang
di butuh kan ini disamping tergantung pada spesies udang, juga pada ukuran atau
besarnya udang serta keadaan lingkungan tempat hidupnya. Nilai nutrisi pakan
pada umumnya dilihat dari komposisi zat gizinya. Beberapa komponen nutrisi
yang penting dan harus tersedia dalam pakan udang antara lain protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral.
a. Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks, tersusun atas banyak asam
amino yang mengandung unsur-unsur C (carbon), H (hidrogen), O (oksigen), dan
N (nitrogen) yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
mengandung pula fospor dan sulfur. Protein sangat penting bagi tubuh, karena zat
ini mempunyai fungsi sebagai bahan–bahan dalam tubuh serta sebagai zat
pembangun (membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan), zat pengatur
(pembentukan enzim dan hormon penjaga dan pengatur proses metabolisme) dan
zat pembakar (unsur karbon yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan
sebagai sumber energi (Ghufron, 2010). Hasil penelitian dilakukan oleh Colvin
dan Brand (1977) menunjukan bahwa untuk pertumbuhan udang jenis Penaeus
californiensis, penaeus stylirostris dan penaeus vaname ukuran pasca lava
dibutuhkan 40% protein dalam pakannya, sedangkan untuk juvenil dibutuhkan
protein 30%.
b. Lemak
Lemak dibutuhkan sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein
dan karbohidrat. Untuk udang, asam lemak mempunyai peranan penting, baik
sebagai sumber energi maupun sebagai zat yang esensial untuk udang. Satu gram
8
lemak dapat menghasilkan 9 kkal per gram sedangkan karbohidrat dan protein
hanya menghasilkan 4 kkal per gram. Lemak juga berfungsi membantu proses
metabolisme, osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan organisme di dalam air.
Pakan yang baik bagi larva udang vaname mengandung lemak atau minyak antara
4-18%. Sedangkan pada larva udang membutuhkan pakan dengan kandungan
lemak 12-15%, juvenile 8-12%, dan untuk udang yang berukuran lebih dari 1 gr
antara 3-9%. Beberapa sumber lemak dapat ditambahkan ke dalam pakan sebagai
sumber energi, seperti minyak ikan, minyak jagung. Namun kadar lemak dalam
pakan buatan tidak boleh berlebihan karena akan mempengaruhi mutu pakan
(Ghufron, 2010).
c. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon,
hidrogen, danoksigen dalam perbandingan tertentu. Udang pada stadia larva
memerlukan karbohidrat dalam jumlah yang relatif kecil, hal ini di sebabkan pada
stadia larva mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga yang di
perlukan adalah zat putih telur atau protein. Kandungan karbohidrat untuk larva
udang agar di capai pertumbuhan optimal adalah lebih rendah dari 20%
(Wardiningsih, 1999).
d. Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh udang dalam jumlah
sedikit, tetapi sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan dan
pemeliharaan kondisi tubuh. Walaupun jumlah vitamin yang diperlukan udang
sangat sedikit di banding kan dengan zat yang lain nya, namun kekurangan dari
salah satu vitamin akan menyebab kan gejala tidak normal pada udang sehingga
akan mengganggu proses pertumbuhannya (Ghufron, 2010). Menurut Kanazawa
(1976) bahwa pertumbuhan juvenile penaeus untuk setiap 100 gr pakan perlu
ditambahkan 300 mg vitamin C, 400 mg inisitol, 6 - 12 mg vitamin B1 dan 12 mg
vitamin B6.
e. Mineral
Mineral adalah bahan organik yang dibutuhkan oleh udang dengan cara
menyerapnya dari air atau tempat media hidupnya. Udang memerlukan mineral
untuk pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisme serta untuk mempertahan
9
kan keseimbangan osmosis antara cairan jaringan tubuh dan air di lingkungannya
(Wardiningsih, 1999). Menurut penelitian kanazawa (1976) bahwa pertumbuhan
terbaik dapat dicapai oleh udang melalui pemberian pakan dengan penambahan
1,04% fosfor dan 1,24 % kalsium.
2.2.2. Pemberian Pakan
Menurut Wardiningsih (1999), menyatakan bahwa ada beberapa hal yang
diperhatikan didalam pemberian pakan yaitu jenis pakan, Secara umum pakan
yang diberikan pada larva udang vaname selama proses pemeliharaan ada dua
jenis yaitu pakan alami (phytoplankton dan zooplankton) dan pakan komersil
(buatan). Secara alami makanan udang adalah plankton. Adapun jenis plankton
yang baik dan memenuhi syarat di jadikan makanan larva udang, khususnya pada
stadia zoea dan mysis memerlukan pakan plankton berupa Tetracellmis,
Chaetoceros calcitrans, sedangkan pada stadia akhir mysis sampai pada post larva
makanan yang paling baik adalah artemia salina.
2.2.3. Pakan Alami
Jenis - jenis pakan alami yang dikonsumsi udang sangat bervariasi
tergantung umurnya. Dalam usaha budidaya biasanya menggunakan pakan alami
plankton. Plankton adalah jasad renik yang melayang di dalam kolom air
mengikuti gerakan air. Plankton dapat di kelompokkan menjadi dua :
Fitoplankton, jasad nabati yang dapat melakukan fotosintesis karena
mengandung klorofil, terdiri dari satu sel atau banyak sel.
Zooplankton, jasad hewani yang tidak dapat melakukan fotosintesis
zooplankton memakan fitoplankton.
Zooplankton juga merupakan jasad hewani mikro yang melayang di dalam
air yang pergerakannya dipengaruhi arus. Zooplankton adalah kategorisasi untuk
organisme kecil. Menurut Cahyaningsih (2006), pakan alami dari jenis
zooplankton yang diberikan pada larva udang vaname antara lain dapat berupa
artemia salina. Dengan cara dilakukan pengkulturan selama 24 jam dalam wadah
berupa gallon air minum volume 20 liter , baru kemudian dapat diberikan pada
larva udang vaname pada M3- PL1 dengan kepadatan 3 – 4 individu / ml, pada
PL2 - PL5 dengan kepadatan 8 - 10 individu / ml, dan PL6 – PL10 dengan
kepadatan 11 - 13 individu / ml. Nauplius artemia merupakan zooplankton yang
10
banyak diberikan pada larva udang. Hal ini di karenakan nauplius artemia banyak
mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan oleh larva udang. Kandungan nutrisi
nauplius artemia terdiri atas protein, karbohidrat, lemak, air, dan abu. Adapun
kandungan nutrisi naupli artemia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Nauplius Aretemia
Jenis Nutrisi Komposisi %
Protein 52,50 %
Karbohidrat 14,8 %
Lemak 23,40 %
Air 5 – 10 %
Abu 3 – 4 %
Sumber : Leger, (1987)
Teknik penetasan kista artemia di lakukan dengan conical tank yang
berkapasitas 200 liter. Sedangkan bahan yang di gunakan untuk proses
dekapsulasi kista artemia adalah klorin (NaOCl) dan soda api. Sumber air di
peroleh dari air laut dengan menggunakan pompa air dan sumber air tawar berasal
dari sumur. Kualitas air yang terukur adalah suhu air 31°C, salinitas 34 ppt, pH 8
dan cahaya dari dua buah lampu 40 watt. Pemanenan nauplius artemia dilakukan
setiap hari dan langsung di konsumsikan pada larva udang vaname stadia post
larva (PL1 - PL4). Proses pemberian nauplius artemia dilakukan sebanyak 3 kali
yaitu pada pukul 08.00, 13.00, 19.00. Selain pemberian nauplius artemia larva
udang vaname juga diberikan pakan alami Chaetoceros gracilis dan pakan buatan
dari pabrik (Purnomo, 2008).
2.2.4. Pakan Buatan
a. Persyaratan Bahan Pakan Buatan
Menurut Wardiningsih (1999), menyatakan bahwa untuk membuat pakan
buatan bagi udang, maka pertama - tama kita harus mengetahui terlebih dahulu
komposisi yang baik pada pakan udang yang baik pada udang tersebut. Sebelum
kita membahas tentang komposisi dari pakan buatan untuk udang maka sebaiknya
kita lihat persyaratan bagi bahan - bahan yang akan diramu menjadi pakan buatan
bagi udang. Dalam memilih bahan ramuan pakan yang harus di perhatikan adalah
11
kandungan asam aminonya. Selain itu bahan - bahan tersebut harus memenuhi
beberapa persyaratan, diantaranya sebagai berikut :
Mempunyai nilai gizi yang tinggi.
Kandungan proteinnya relatif tinggi dan bermutu.
Mudah diperoleh dan diolah.
Tidak mengandung racun.
Harganya relatif murah.
b. Penyediaan Pakan Buatan
Pakan buatan merupakan alternatif yang penyediaannya secara kontinyu
memungkinkan dan dapat digunakan sebagai pengganti atau pelengkap makanan
hidup (Sumeru dan Anna, 1992). Bentuk dan ukuran pakan buatan dapat di lihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Bentuk Dan Ukuran Pakan Buatan
No Bentuk Pakan Ukuran Pakan Stadia Larva
1 Powder (Serbuk) < 20 mikron Larva
2 Flake (Serpihan) 0,5 mm PL 1 – 15
3 Crumble (Remahan) 1 mm PL 20 ke atas
Sumber: Umiyati dan Kusnendar, (1987).
c. Dosis Pakan Buatan
Menurut Sumeru dan Anna (1992), bahwa pengaturan jumlah pemberian
pakan selama pemeliharaan dihitung berdasarkan hasil sampling. Untuk
mempermudah penghitungannya, maka jumlah pakan yang di berikan mengikuti
ketentuan sebagai berikut :
1. Udang stadia zoea, yaitu dengan jumlah 1,5 ppm.
2. Udang stadia mysis, yaitu dengan jumlah 1 ppm.
3. Udang stadia post larva, yaitu dengan jumlah 1 ppm.
d. Cara Pemberian Pakan Buatan
Menurut Mudjiman (2004), bahwa untuk burayak dan benih yang masih
kecil, pakan di berikan dengan menyebar kan secara merata di seluruh permukaan
air. Apabila berbentuk larutan maka pemberiannya di lakukan dengan alat
penyemprot (spriyer). Pakan yang berbentuk tepung remah dapat di berikan
dengan cara di taburkan menggunakan tangan.
12
e. Frekuensi dan Waktu Pemberian Pakan
Menurut Mudjiman (2004), bahwa pemberian pakan untuk burayak dan
benih lebih sering di lakukan kurang lebih 6 kali sehari. Apabila pakan sifatnya
sebagai pakan pokok, maka pemberian pakan perlu dilakukan sesering mungkin.
Tenggang waktu antara pemberian pakan yang pertama dengan pemberian pakan
berikutnya sekitar 2 jam.
2.3. Pemeliharaan Udang Vaname
2.3.1. Persiapan Bak Pemeliharaan
Menurut Subaidah (2006), bak pemeliharaan larva di lapisi dengan cat
berwarna biru muda dan di lengkapi dengan pipa saluran udara, instalasi air laut
instalasi alga, dan saluran pengeluaran yang di lengkapi saringan sirkulasi dan
pipa goyang, serta terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses
pemeliharaan. Sedangkan dalam proses pengeringan, pencucian bak dilakukan
dengan menggunakan kaporit 60% sebanyak 100 ppm yang dicampur dengan
deterjen 5 ppm dan dilarutkan dengan air tawar pada wadah atau ember kemudian
dinding dan dasar bak digosok - gosok dengan menggunakan scoring pad dan di
bilas dengan air tawar hingga bersih dan kemudian di lakukan pengeringan selama
dua hari. Pencucian dan pengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan
mematikan mikroorganisme pembawa penyakit, pengisian air laut dalam bak
pameliharaan disaring dengan menggunakan filter bag. Berdasarkan bentuknya
bak pembenihan dapat di bedakan menjadi bak persegi empat, bak berbentuk
lingkaran, bentuk bulat telur dan bak yang berbentuk kerucut yang biasa disebut
conical tank (Martosudarmo dan Ranoemirahardjo,1980).
Larva udang vanname dapat di pelihara dalam bak yang terbuat dari semen
atau fiberglass. Keuntungan menggunakan bak berbahan semen antara lain mudah
dalam pembuatan, tahan lama dan mudah dalam memperoleh bahan baku.
Kerugiannya antara lain jika lumut tumbuh maka akan sulit di bersihkannya dan
bak dapat membuat larva menjadi stress jika tidak ada treatment terlebih dahulu,
oleh karena itu bak tidak boleh langsung digunakan karena berpengaruh buruk
dalam kehidupan larva. Bak harus direndam dan dicuci terlebih dahulu dengan air
tawar. Bak dapat pula dicat untuk menutup pori - pori. Bak dapat berbentuk bulat,
13
oval atau persegi empat berbentuk tumpul. Bak pemeliharaan larva sebaiknya di
tempatkan dalam ruangan tertutup untuk menjaga kestabilan suhu dan menjaga
intensitas cahaya. Atap bangunan bak pemeliharaan larva dengan menggunakan
asbes dengan 20% di antaranya menggunakan atap fiber untuk pencahayaan
(Subaidah, dkk , 2006).
2.3.2. Persiapan Air Media
Kualitas air harus di atur dan di pelihara pada kondisi menyerupai
lingkungan alami udang Penaeid. Air laut yang di masukkan ke bak harus
mengalami beberapa perlakuan dahulu, antara lain penghilangan materi organik
yang terlarut dengan cara filtrasi dan pengendapan, ozonisasi untuk
menghilangkan sebagian besar mikroorganisme, dan pendinginan air (25°C -
28°C) agar di dapat suhu yang menyerupai habitat asli udang penaeid. Thermostat
di atur pada suhu 27°C dan fluktuasi temperatur harian di atur agar kurang dari
0,5°C (Wyban et al.,1991).
2.3.3. Penebaran Naupli
Telur yang telah menetas dan menjadi naupli kemudian di pindahkan
kedalam bak larva. Naupli udang penaeid pada umumnya mengalami 6 kali
metamorfosis dalam waktu 45 - 50 jam dan tumbuh menjadi zoea, selanjutnya
berkembang menjadi mysis dan post larva (Nurdjana et al., 1983). Menurut
Heryadi, D dan Sutadi (1993) sebelum naupli ditebar ke dalam bak perlu
diperhatikan salinitas, kondisi naupli, dan suhu air media. Penebaran nauplius
dilakukan pada pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu yang
terlalu tinggi dengan cara aklimatisasi 30 menit atau sampai suhu didalam wadah
dengan suhu diluar wadah sama (Ditjenkan, 2006).
2.3.4. Pengelolaan Pakan
Jenis pakan yang di berikan pada larva udang vaname selama proses
pemeliharaan ada dua jenis yaitu pakan alami ( phytoplakton dan zooplakton ) dan
pakan komersil (buatan). Masing-masing makanan tersebut diberikan dengan
jumlah dan frekuensi tertentu sesuai dengan stadia larva. Menurut
14
Cahyaningsih dkk (2006), pakan alami dari jenis zooplankton yang diberikan pada
larva udang vaname antara lain dapat berupa artemia salina dengan cara dilakukan
pengulturan selama 24 jam dalam wadah berupa gallon air minum volume 20
liter, baru kemudian dapat di berikan pada larva udang vannamei pada M3 – PL1
dengan kepadatan 3 - 4 individu / ml, pada PL2 – PL5 dengan kepadatan 8 – 10
individu / ml, dan PL6 – PL10 dengan kepadatan 11 - 13 individu / ml. Selain
pakan alami selama proses pemeliharaan larva udang vaname di berikan juga
pakan tambahan berupa pakan buatan yang tujuannya untuk menjaga agar tidak
sampai terjadi under feeding selama pemeliharaan larva.
2.3.5. Monitoring Pertumbuhan
Pengamatan pertumbuhan larva udang di lakukan bertujuan untuk
mengontrol pertumbuhan larva. Menurut Amri dan Kana, (2008), mengatakan
apabila pakan yang diberikan berkualitas baik, jumlahnya mencukupi, dan kondisi
lingkungan mendukung, maka dapat di pastikan laju pertumbuhan udang akan
lebih cepat sesuai yang di harapkan. Sedangkan untuk mengamati kesehatan larva
perlu di lakukan dengan pengamatan makroskopis dan mikroskopis antara lain
yaitu :
a. Pengamatan Makroskopis
Pengamatan makroskopis dilakukan secara visual dengan mengambil
sampel langsung dari bak pemeliharaan sebanyak 1 liter becker glass kemudian
diarahkan ke cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva, pigmentasi, usus, sisa
pakan kotoran atau feces dan butiran - butiran yang dapat membahayakan larva.
b. Pengamatan Mikroskopis
Dilakukan dengan cara mengambil beberapa ekor larva dan di letakkan di
atas gelasobjek, kemudian diamati di bawah mikroskop. Pengamatan ini di
lakukan untuk mengamati morfologi tubuh larva, keberadaan parasit, pathogen
yang menyebabkan larva terserang penyakit. (Subaidah dkk, 2006).
15
3. KEADAAN UMUM LOKASI KKP
3.1 Keadaan Umum Lokasi KKP
PT. Tri Karta Pratama merupakan sebuah perusahaan dalam bidang
hatchery udang yang memperoduksi benur dari stadia naupli dan stadia post larva
(PL) udang vaname, perusahaan ini memiliki dua anak perusahaan yaitu Benih
Alam Anyer (BAA) yang berlokasi di anyer dan satu lagi berlokasi di kalianda
lampung. PT. Tri Karta Pratama menempati lahan seluas 3 Ha, dan berada di
salah satu kawasan Perikanan di Banten. Hatchery ini baru 2 tahun menempati
bangunan milik negara yang dahulu digunakan sebagai lokasi Proyek Udang
Nasional (PUN), sebelumnya perusahaan ini bernama PT. Komindo Traiding
Utama. Hatchery ini memproduksi naupli perharinya bisa mencapai sebanyak
10.000.000 sampai dengan 15.000.000 ekor, dan menyuplai kebutuhan nauplius
ke perusahaan cabangnya. PT. Tri Karta Pratamasendiri terletak di Desa
Penjamben, Kampung Kubang Barat, Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang.
Di hatchery ini terdapat beberapa sarana dan prasarana sebagai penunjang atau
pendukung untuk mencapai maksud dan tujuan dalam suatu kegiatan pembenihan
udang vaname. Sarana dan prasarana yang terdapat di PT. Tri Karta Pratama
yaitu :
1. Sarana Dan Prasarana
a. Sarana Pemeliharan Induk
Untuk memproduksi naupli udang vaname di butuhkan bak induk yang di
bedakan menjadi beberapa fungsi yaitu :
Bak penampungan / karantina: berfungsi untuk menampung induk yang baru
datang, diadaptasi dan dilakukan pengecekan penyakit. Bentuk bak bulat,
warna dasar bak putih dan warna dinding bak gelap, atau, fiber glass atau
plastik. Kapasitas volume air 5 ton.
Bak pematangan dan perkawinan : berfungsi untuk pematangan gonad induk
setelah matang gonad dilakukan pada bak yang sama. Bentuk bak bulat, warna
dasar bak cerah dan warna dinding bak gelap, atau warna keseluruhannya
cerah. Bak terbuat dari semen, fiber glass atau plastik.
16
Tank Spawning : berfungsi untuk memijahkan induk yang telah matang gonad,
bentuk bulat, kerucut, bak pemijahan ada yang berfungsi sabagai bak
penetasan. bak terbuat fiber glass atau plastik.
b. Sarana Pemeliharaan Larva dan Pakan Alami
Bak pemeliharaan larva dan bak pakan alami pada pembenihan udang
umumnya sama terbuat dari semen coran. Namun hanya berbeda pada ukuran
dimana kolam pemelihan larva memiliki panjang 9 meter dan lebar 6 meter
mempunyai kapasitas volume air 60 ton. Jumlah bak terdapat 22 bak
pemeliharaan 2 bak digunakan sebagai bak penampungan. Sedangkan bak pakan
alami memiliki ukuran yang lebih kecil yang memiliki kapasitas volume air 5 dan
23 ton untuk plankton intermediete dan masal, kolam bervolume air 15 dan 30 ton
untuk kolam biomass artemia. Bak pemeliharaan larva di PT. Tri Karta Pratama
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sarana Bak Pemeliharaan Larva
c. Alat Transportasi
Sarana transportasi sangat diperlukan untuk pemasaran maupun
pengangkutan larva juga untuk keperluan lainnya. Beberapa jenis sarana
transportasi yang terdapat di Tri Karta Pratama yaitu, mobil jenis avanza untuk
kendaraan operasional kegiatan bagian marketing, mobil L 300 untuk kegiatan
pengiriman benur. Di PT. Tri Karta Pratama dilengkapi dengan fasilitas, sarana
dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan antara lain :
17
1. Ruang office sebagai ruangan pimpinan. ruangan staf dan tata usaha.
2. Laboratorium.
3. Modul A dan B Pemeliharaan Post Larva ( PL).
4. Modul A, B, C, Pemeliharaan induk.
5. Modul D, Pemeliharaan Biomass Artemia.
6. Modul Intermediet, Massal Plankton.
7. Resevoar (Water Treatment).
8. Gudang Pakan Buatan.
9. Gudang Peralatan Budidaya.
10. Gudang Peralatan Instalasi dan Genset.
11. Rumah dinas pimpinan.
12. Mushalla.
Gedung guest house.
Mess Pegawai.
13. Kantin.
Gambar 8. Keadaan Bangunan Gedung di PT. Tri Karta Pratama
3.1.1. Struktur Organisasi
Pembagian tugas dan fungsi kerja di PT. Tri Karta Pratama dengan susunan
organisasi terdiri dari Executive Comitte, Chief Operating Officer, General
Manager, Manager QC dan Data, Manager Unit, Manager Pemasaran, Manager
Keuangan. Adapun tugas tugasnya yaitu :
1. Executive Comitte, sebagai pemegang saham perusahaan
18
2. Chief Operating Officer, mempunyai tugas membuat dan menentukan SOP
perusahaan
3. General Manager bertugas untuk merumuskan kegiatan, mengkoordinasi dan
mengarahkan tugas penerapan teknik produksi.
4. Manager QC dan Manager unit rmempunyai tugas untuk menyiapkan bahan
standar teknik produksi dan pengawasan pembenihan dan pemeliharaan induk
dan benur udang vannamei.
5. Manager Pemasaran bertugas mengatur pemasaran produksi.
6. Manager administrasi dan Keuangan mempunyai tugas melakukan administrasi
keuangan, kepegawaian, persuratan, perlengkapan dan rumah tangga serta
pelaporan.
3.1.2. Visi dan Misi
Visi PT. Tri Karta Pratama yaitu memproduksi benur udang unggulan yang
memiliki kualitas baik, bebas dari penyakit, maupun virus.
Misi menciptakan teknik produksi berbasis good aquaculture serta
memperhatikan pada keramahan lingkungan.
19
EXECUTIVE CIMITTEE
(Shareholders)
CHIEF OPERATING OFFICER
GENERAL MANAGER
Manager QC & Data. Manager Unit, Marketing, Manager Keungan.
4. PELAKSANAAN KKP
4.1. Waktu
Kegiatan magang teknik pemeliharaan larva udang vanname dilaksanakan
dari tanggal 19 Januari sampai 19 Februari 2014. Oleh mahasiswa semester 8
Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang
Banten.
4.2. Tempat
Kegiatan kuliah kerja profesi (KKP) teknik pemeliharaan larva udang
vaname dilaksanakan di PT. Tri Karta Pratama Desa Pejamben, Kecamatan Carita
Kabupaten Pandeglang.
4.3. Sumber Data
Adapun sumber data yang dikumpulkan adalah data primer dan data
sekunder. Menurut Subagyo (1981), data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari sumbernya sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh
secara tidak langsung melainkan data yang telah tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen.
4.4. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam kegiatan magang teknik
pemeliharaan larva udang vaname yaitu :
4.5. Metode Survai
Metode survai dilakukan melalui pengamatan dan kegiatan langsung di
lapangan serta mewawancarai pelaksana teknis di lapangan diluar jam kerja atau
pada waktu senggang baik dengan teknisi atau karyawan yang dianggap
berkompeten.
4.6. Metode Praktik
Metode kerja dilakukan dengan cara mengikuti langsung tahap kegiatan
dalam teknik pemeliharaan benur udang vaname, mulai dari teknis :
1. persiapan bak
2. persiapan media
3. stocking dan penebaran naupli
4. pengelolaan pakan
5. pemanenan
20
6. Pengepakan
Pengamatan ini dilakukan dengan cara berpartisipasi aktif dengan mengikuti
setiap kegiatan kerja dilapangan. Adapun tahap - tahap kegiatan dalam
pemeliharaan larva udang vannamei adalah sebagai berikut : Tahap persiapan,
tahap pemeliharaan, proses panen.
4.7. Analisa Data
Menurut Narbuko dan Ahmadi (2001), setelah data primer dan data
sekunder terkumpul kemudian data tersebut diolah dengan cara :
a. Editing : Kegiatan mengecek, memeriksa dan mengoreksi data yang telah
terkumpul.
b. Tabulating : Menyusun data ke dalam bentuk tabel agar mudah dimengerti.
Data yang di ambil adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan
data primer dilakukan dengan cara mengamati dan mengikuti secara langsung
kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan data sekunder diambil dengan cara
mengumpulkan literatur - literatur yang ada di perpustakaan dan sumber lainnya.
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Penggunaan analisis
deskriptif bertujuan agar menyajikan data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
tanpa memberikan perlakuan apapun, sehingga dapat dengan mudah mengambil
kesimpulan. (Surayabrata, S. 1991).
21
5. PEMBAHASAN
5.1. Persiapan Bak Pemeliharaan Larva Vaname
Di PT. Tri Karta Pratama modul A dan B bak pemeliharaan larva dilapisi
dengan cat berwarna putih dan dilengkapi dengan pipa saluran udara (instalasi
aerasi), instalasi air laut, instalasi alga, dan saluran pengeluaran yang dilengkapi
pipa goyang, serta terpal sebagai penutup agar suhu stabil selama proses
pemeliharaan larva. Kemiringan bak adalah 3 %, hal ini, bertujuan untuk
memudahkan dalam pengeringan. Persiapan bak pemeliharaan larva dilakukan
yang mana pencucian bak dilakukan dengan menggunakan detergen dan
dilarutkan dengan air tawar kemudian dinding dan dasar bak digosok-gosok
dengan menggunakan scoring pad dan dasar bak digosok dengan menggunakan
spon untuk menghilangkan kotoran yang menempel di bak, kemudian dibilas
dengan air tawar sampai bersih setelah itu disenfikasi bak dan saluran pipa untuk
pengisian air ke bak dengan larutan kaporit 60% sebanyak 100 ppm, ke seluruh
permukaan bak yang berfungsi untuk membersihkan bak dari penyakit yang masih
tersisa di bak pemeliharaan sebelumnya dan biarkan hingga kering. Kemudian
dilakukan pengeringan selama beberapa hari 3 sampai 5 hari. Pencucian dan
pengeringan bak ini bertujuan untuk menghilangkan dan mematikan
mikroorganisme pembawa penyakit. Cara pencucian bak dapat di lihat pada
Gambar 9.
Gambar 9. Pencucian Bak Pemeliharaan Larva
Selang pemberat dan batu aerasi direndam dengan vikron aquatic selama 24
jam, kemudian dicuci dan di jemur guna untuk menghilangkan dan mematikan
mikroorganisme pembawa penyakit yang kemungkinan besar bisa terbawa oleh
selang aerasi tersebut. Apabila bak akan digunakan, maka bak dan perlengkapan
22
lainnya dilakukan pembilasan, dicuci kembali dengan deterejen guna
menghilangkan sisa kaporit yang menempel di dasar, di dinding, maupun di
seluruh permukaan bak. kemudian bak di keringkan kembali 1 sampai 2 hari, Lalu
setelah itu dilakukan pemasangan selang dan batu aerasi. Adapun sistem aerasi
pada bak pemeliharaan larva menggunakan aerasi gantung dengan jarak baiknya 5
cm dari dasar bak agar sisa pakan dan kotoran tidak teraduk. Aerasi dipasang pada
bak pemeliharaan larva udang vannamei berjumlah 13 titik. Cara pemasangan
batu aerasi dapat di lihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pemasangan Batu Aerasi
Cara pemasangan aerasi yaitu dengan menyesuaikan ukuran panjang dan
pendeknya. Jarak antar titik selang aerasi tidak kurang dari 40 cm. Kemudian
pasang timah pemberat dan batu aerasi pada selang aerasi. Jarak batu aerasi
dengan lantai maksimal 10 cm. Setelah persiapan selesai, maka bak sudah siap
digunakan untuk pemeliharaan larva.
5.1.1. Persiapan Air
Persiapan air di bak pemeliharaan sebelum naupli di tebar ke bak yaitu
pengisian air dari resevoar yang telah di treatmetn terlebih dahulu dengan
perlakuan diantaranya pemberian kaporit 25 ppm, pengadukan selama 6 jam, dan
pengendapan selama 2 jam. Setelah air jernih dan netral air siap di alirkan ke
modul. Air dari resevoar di tampung di bak penampungan di dalam modul, di
aerasi dan baru di alirkan dengan pompa dan di filter air lagi ke bak yang akan di
isi naupli dengan volume air 24 m3. Penyetelan aerasi (dengan tekanan kecil pada
saat stadia naupli), treatment air bak yang akan di isi naupli dengan pemberian
EDTA 8 ppm malam harinya sebelum pagi harinya naupli di tebar. Fungsi EDTA
23
untuk mengabsorbsi kandungan logam di air. Sebelum naupli masuk ke bak
pemeliharaan dilakukan cek kualitas air di bak meliputi : pH 8,1 , Suhu 32 °C,
Salinitas 31 ppt, klorin 0,03 ppm, Alkalinitas 100 – 200. Jika smuanya sudah
memenuhi standar operasional perusahaan selanjutnya bak siap di isi benur.
Parameter kualitas air yang digunakan dalam pemeliharaan di PT. Tri Karta
Pratama dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Larva
Parameter Ukuran
Suhu 32°C
Salinitas 31 ppt
Ph 8,1
Alkalinitas 100 – 200
Klorin 0.03 ppm
Sumber : PT. Tri Karta Pratama (2014).
5.1.2. Proses Stocking dan Penebaran Naupli Udang Vanname
Setelah pemanenan telur di masukan ke bak hatching sekitar pukul 03.00
tunggu menetas kira – kira jam 11 siang. Penetasan telur biasanya berkisar antara
8- 12 jam selama itu dilakukan pengadukan telur selain dengan bantuan aerasi
juga dilakukan dengan menggunakan lempengan plastik PVC frekuensi
pengadukan 2 jam sekali dengan cara mengaduk tanpa menyentuh dasar tank ,
apabila menyentuh dasar tank di khawatirkan dapat merusak telur. Pengadukan
bertujuan agar telur tidak mengendap di dasar dan dapat menetas dengan optimal.
Persiapan wadah untuk panen naupli muali di siapkan mulai jam 23.00 siapkan
wadah ember yang berukuran 40 liter yang telah di isi air thank hatching dengan
parameter yang telah siap pakai, kemudian di aerasi dengan alat aerasinya yaitu
bubble. Persiapan panen nauplii dilakukan pada pukul 04.00, diawali dengan
pencabutan selang aerasi dengan tujuan agar nauplii berkumpul di atas sehingga
dapat memudahkan proses pemanenan. Pemanenan nauplii dilakukan dengan cara
menyeser bagian atas permukaan air sedangkan bagian tengah dan bawah tidak
diseser karena diketahui bahwa nauplii yang baik akan selalu mendekati cahaya.
Frekuensi penyeseran nauplii dilakukan sebanyak 3 - 4 kali dengan tujuan untuk
24
memaksimalkan hasil panen. Nauplii tersebut terlebih dahulu di cuci dengan air
laut yang mengalir pada bak plastik sebelum ditampung di ember yang telah berisi
air laut dan aerasi. Setelah itu sekitar pukul 06.00 dilakukan estimasi atau
penghitungan populsai, setelah di hitung dan megetahui jumlah populasinya
naupli langsung di tebar ke bak pemeliharaaan. Penebaran larva dilakukan pada
pagi hari dengan tujuan untuk menghindari perubahan suhu yang terlalu tinggi.
Menurut Wyban dan Sweeney (1991). Naupli yang akan ditebar pada bak
pemeliharaan harus mempunyai kualitas yang baik, berikut adalah ciri naupli yang
mempunyai kualitas baik :
1. Gerakan berenang ke permukaan aktif.
2. Warna coklat atau orange.
3. Respon terhadap rangsangan bersifat fototaktis positif.
Di PT Tri Karta Pratama pemindahan larva udang dilakukan pada saat stadia
N4 – 5 karena stadia N 4 – 5 sudah dianggap cukup kuat. Penebaran dilakukan
pada pagi hari sekitar pukul 07.30. Caranya naupli yang telah di hitung di
masukan ke wadah ember ukuran 10 liter lalu ditebarkan ke dalam bak
pemeliharaan dengan menjungkirkan baskom yang berisi naupli perlahan-lahan
dengan tujuan penyesuaian air di ember dengan di bak pemeliharaan. Padat tebar
nauplii yang aman berkisar 100 - 150 ekor per liter. kepadatan larva yang ditebar
dalam bak pemeliharaan larva paling sedikit adalah 75 ekor naupli per liter. naupli
yang ditebar dalam bak pemeliharan larva mempunyai kepadatan 100 sampai
dengan 150 ekor naupli per liter atau atau 100.000 sampai dengan 150.000 ekor
naupli per ton.
5.2. Manajemen Pakan Larva Udang Vaname
Jenis pakan yang diberikan pada larva udang vaname terdiri dari pakan
alami dan pakan buatan. Pakan alami yang digunakan adalah chaetocceros sp. dan
artemia. Sedangkan untuk pakan buatan menggunakan beberapa merek seperti.
Biosphere Zoea, MPZ, Sp Moss, Flake Top, Bk 505, Ultra diet 1, MP1, Seafood
100 – 200, MP2, MP3, Feng lie. Hal ini sesuai pendapat Wardiningsih (1999),
yang menyatakan bahwa, secara umum pakan yang di berikan pada larva udang
25
vaname selama proses pemeliharaan ada dua jenis yaitu pakan alami
(phytoplankton dan zooplankton) dan pakan komersil (buatan).
5.2.1. Pemberian Pakan Alami
Pemberian pakan alami telah diketahui merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan usaha pembenihan, karena jenis pakan tersebut belum sepenuhnya
dapat digantikan oleh pakan buatan, terutama pada tahap - tahap awal
pemeliharaan. Pakan alami mengandung asam lemak essensial yang sangat
menentukan pertumbuhan optimal dan kelangsungan hidup larva. Pakan alami
yang diberikan selama masa pemeliharaan larva udang vaname di PT. Tri Karta
Pratama yaitu phytoplankton jenis Chaetoceros karena phytoplankton tersebut
memiliki ukuran sel yang lebih kecil (5 – 9 mikron) mengingat kebutuhan jenis
udang vaname yang memiliki ukuran mulut lebih kecil dibanding dengan udang
Windu. Kelebihan lain dari Chaetoceros adalah populasinya dapat tumbuh di
media pemeliharaan. Selama stadia nauplii. larva masih belum membutuhkan
makanan dari luar, karena energi yang digunakan untuk aktifitasnya diperoleh dari
cadangan kuning telur dalam tubuhnya. Di PT Tri Karta Pratama pakan alami
yang di berikan antara lain.
a. Pemberian Phytoplankton (Chaetoceros sp)
Untuk pemberian pakan Chaetoceros di PT. Tri Karta Pratama mengingat
ukurannya yang lebih kecil sehingga sulit untuk dipanen dengan metode filterisasi
maka menggunakan metode transfer media budidayanya langsung dengan
menggunakan pompa ke masing-masing bak pemeliharaan di modul melalui
instalasi pipa. Sedangkan untuk pemberian Chaetoceros sp. mengikuti aturan
sebagai berikut :
1. Plankton diberikan pada stadia Zoea - 1 sampai dengan PL 2.
2. Frekuensi pemberian plankton dapat diatur per hari dengan menjaga
populasinya di media pemeliharaan (40.000 sampai 80.000 sel / mlt).
3. Lakukan penebaran plankton ke dalam bak pemeliharaan dengan menggunakan
pompa secara merata melalui instalasi pipa.
4. waktu pemberian yaitu pada pagi dan sore hari pukul 10.00 dan 16.00 WIB.
26
b. Pemberian Zooplankton Artemia
Pemberian pakan artemia adalah memberikan makanan nauplii artemia hidup
ke media pemeliharaan saat larva menginjak stadia PL. Zooplankton jenis artemia
sebelum di berikan ke media pemeliharaan terlebih dahulu untuk ditetaskan di
media bak yang ada di ruang kultur artemia. Adapun teknis pemberian pakan
nauplii artemia di PT. Tri Karta Pratama yaitu :
1. Artemia diberikan pada stadia PL1 sampai dengan panen antara PL10.
2. Naupli artemia terlebih dahulu dilakukan kultur selama 24 jam.
3. Frekuensi pemberian artemia yaitu 2 kali per hari (pukul 08.00 dan 20.00
WIB).
4. Lakukan penebaran artemia ke dalam bak pemeliharaan secara merata dengan
menggunakan gayung pakan.
5.2.2 Persiapan Pakan Alami
a. Kultur Phytoplankton (Chaetoceros sp)
Di PT. Tri Karta Pratama penyiapan pakan alami phytoplankton, telah di
siapkan oleh bagian manajemen plannkton dimana tahap persiapannya yaitu :
1. Kultur plankton skala lab (dengan media wadah toples ukuran 7 liter, galon)
2. Kultur plankton skala intermediet (dengan media kolam beton berkapasitas 5
ton air)
3. Kultur plankton skala masal (dengan media kolam beton berkapasitas 23 ton
air).
Gambar 11. Kultur Plankton di Lab dan Intermediete
27
Gambar 12. Kultur Plankton di Bak Massal
b. Kultur Artemia
Jenis peralatan yang digunakan pada kultur Artemia di PT. Tri Karta
Pratama yaitu :
Tank fiber kerucut 500 liter ( dengan dasar yang di cat putih ).
Ember plastik (40 lt).
Seser artemia mesh - 200.
Cyste Artemia (Artemia Mackay).
Semua peralatan dan bak yang digunakan untuk kultur artemia dicuci
dengan detergent. Keringkan semua peralatan dan bak setelah dicuci. Untuk bak
kultur harus dikeringkan selama sedikitnya 24 jam sebelum dipergunakan.
Buka kran air dan isi tank yang akan digunakan untuk kultur dengan air laut
masukan 4 - 5 buah selang aerasi gantung sehingga menghasilkan gelembung
udara yang cukup besar untuk mengaduk cyste artemia yang akan ditetaskan
nantinya.
Masukkan cyste kedalam bak kultur dengan kepadatan 1 - 2 gram per liter.
Inkubasikan selama 24 - 30 jam dengan menggunakan aerasi kuat.
Setelah 24 jam, artemia yang sudah menetas siap untuk dipanen.
28
Gambar 13. Penuangan Cyste Artemia ke Tank Penetasan
c. Proses panen
Pasang pipa panen pada lubang pengeluaran di dalam bak. Pipa panen
berukuran 1,5 inch sepanjang 15 - 20 cm di bagian bawah untuk mengeluarkan
naupli yang dipanen.
Matikan aerasi selama 10 - 15 menit untuk membiarkan cangkang naik ke
permukaan air dan terpisah dari nauplii artemia yang menetas.
Selama aerasi dimatiakan, tutup bagian atas bak dengan penutup warna hitam
dengan tujuan untuk menghindari masuknya cahaya kedalam bak penetasan.
Cahaya yang masuk dapat mengakibatkan naupli artemia berenang ke
permukaan (fototaksis positif) sehingga bercampur dengan cangkang dan
akhirnya menyulitkan pemisahan dan pemanenan.
Buka kran pengeluaran air yang terdapat disisi luar bak yang akan dipanen dan
biarkan nauplii artemia keluar dengan kecepatan aliran air sedang.
Cuci naupli artemia yang sudah terpanen dengan menggunakan air tawar yang
mengalir dengan tujuan naupli bersih dari lendir.
29
Masukan ke wadah ember dan kemudian siap untuk di berikan pakan PL (post
larva).
5.2.3. Pemberian Pakan Buatan
Pemberian pakan buatan (artificial feed) diberikan mulai stadia Zoea 1
sampai akhir masa pemeliharaan. Pada produk-produk komersial biasanya telah
ditetapkan dan di rekomendasikan cara penyimpanan maupun jumlah yang harus
diberikan pada setiap stadia. Jenis pakan buatan yang digunakan mengikuti SOP
yang di tetapkan perusahaan. Yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan
buatan adalah pemberiannya tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan
kualitas media pemeliharaan menjadi buruk yang pada akhirnya dapat menjadi
pemicu timbulnya suatu penyakit.
1. Jenis Pakan Buatan
Di PT. Tri karta pratama, pemeberian pakan buatan dilakukan sebanyak 8
kali dalam sehari dengan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan tergantung
pada kemampuan makan larva, stadianya dan kepadatannya. Di Tri Karta Pratama
di setiap stadia ada beberapa jenis nama pakan buatan yang diberikan yaitu :
a. Stadia Zoea 1 – 3 : ( Biosphere Zoea , MPZ, Sp Moss, Flake Top, Bk 505 ).
b. Stadia Mysis – 3 : ( Ultra diet 1, MP1, Sp Moss, Flake Top, Bk 505 ).
c. Stadia MPl 1-5 : ( Bio Sphere Pl 150, MP1, MP2, Seafood 100 – 200, Flake
Top, Bk 505 ).
d. Stadia Pl 5 – Pl 10 : ( Bio Sphere Pl 150, MP3, Seafood 100 – 200, Feng lie,
Flake Top, Bk 505 )
Gambar 14. Pakan Buatan
30
2. Persiapan Pengadukan Pakan
Di PT. Tri karta Pratama dilakukan pengadukan pakan yaitu dengan cara
mencampur beberapa pakan dengan masing masing takarannya ke dalam satu
wadah, lalu di kocok hingga semuanya tercampur merata, kemudian pakan di
timbang sesuai takaran gram nya per bak, dimasukan ke plastik yang telah di
tandai degan nomer bak.
3. Cara Dan Waktu Pemberian Pakan
Pemberian pakan buatan di berikan selama 8 kali perhari pada waktu pagi
hari 07.00 dan 09.00 WIB, Siang hari 13.00 WIB, Sore hari 16.00 WIB. Malam
hari 19.00 dan 21.00 WIB, dan pada dini hari 01.00, 04.00 WIB. Pada pemberian
pakan buatan, sebelumnya dilakukan penyaringan, hal tersebut dimaksudkan agar
pakan buatan yang tersaring sesuai dengan bukaan mulut dari larva udang pada
tiap stadia. Cara pemberian pakan buatan dapat di lihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Pemberian Pakan Buatan
Adapun langkah langkah yang perlu di perhatikan dalam pemberian pakan
buatan yaitu :
a. tuang pakan ke dalam saringan pakan dengan ukuran sesuai stadia benur,
kemudian di kucek serta larutkan di dalam air laut kurang lebih 10 lt yang
sudah dipersiapkan di dalam ember. Tujuan dilakukan penyaringan agar ukuran
partikel pakan sesuai dengan ukuran bukaan mulut larva.
b. Saringan yang digunakan berukuran 10 sampai 80 mikron diberikan sampai
pada stadia zoea tiga. Pada stadia mysis pakan buatan diberikan dengan cara
disaring menggunakan saringan berukuran 50 sampai 150 mikron, Pakan
buatan yang diberikan pada stadia PL1 sampai PL8 sebelumnya disaring
menggunakan saringan berukuran 200 sampai 300 mikron, sedangkan pada
31
stadia PL9 sampai dengan panen sebelumnya disaring menggunakan saringan
dengan ukuran 300 sampai 500 mikron.
c. Sebarkan pakan secara merata ke dalam bak pemeliharaan dengan
menggunakan gayung.
5.3. Pengelolaan Kualitas Air
Menurunnya kualitas air di bak - bak pemeliharaan larva umumnya
disebabkan oleh terakumulasinya sisa pakan maupun produk buangan benur itu
sendiri (feces) sehingga menyebabkan peningkatan jumlah bakteri, kandungan
dalam air. Untuk mempertahankan kualitas air selama masa pemeliharaan,
diperlukan pengelolaan yang baik sebagai berikut :
1. Pada saat stadia larva (Z3 – M2) hanya dilakukan penambahan air sebanyak
10 - 15% per hari, dengan cara memasang filter bag pada pipa pengeluaran air,
kemudian membuka kran air sehingga mencapai kebutuhan yang diharapkan.
2. Pergantian air dilakukan pada pagi atau sore hari, mulai stadia M3 sampai
akhir masa pemeliharaan. Pada prinsipnya pergantian air ini adalah untuk
membuang sebagian air yang mengandung metabolit dengan air baru yang
lebih bersih. Bertujuan menciptakan lingkungan perairan di wadah
pemeliharaan yang bersih guna merangsang proses moulting benur. Pergantian
air dengan cara membuang air kira – kira 4 ton dan diganti dengan air baru, 2
ton air laut 2 ton plankton.
5.4. Monitoring Kondisi Benur
Di PT. Tri Karta Pratama dilakukan pengamatan kondisi dan perkembangan
larva, ini penting dilakukan karena larva udang memiliki beberapa stadia.
Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik dan perkembangan
tubuh larva yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah populasi sehingga
dapat menetukan jumlah pakan yang diberikan. Pengamatan dilakukan secara
makroskopis. Pengamatan makroskopis dilakukan secara visual dengan
mengambil sampel langsung dari bak pemeliharaan menggunakan backer glass
kemudian diarahakan ke cahaya untuk melihat kondisi tubuh larva, pigmentasi,
usus, sisa pakan, dan kotoran atau feses. Pengamatan ini dilakukan untuk
32
mengamati morfologi tubuh larva, keberadaan parasit, patogen yang
menyebabkan larva terserang penyakit. Pengamatann ini biasanya dilakukan oleh
teknisi, ada beberapa ciri yang bisa di lihat dari pengamatan makroskopis yaitu :
1. Pada fase naupli gerakannya berenang dan berhenti.
2. Fase zoea gerakannya konstan, pergerakannya melingkar dan selalu makan
sehingga dibagian tubuh belakangnya menempel kotoran yang mirip ekor. Fase
ini berlangsung selama 4 hari.
3. Fase mysis gerakannya kadang menjentik atau membengkokkan tubuhnya dan
berenang mundur, fase ini berlangsung selama 3 hari.
4. Larva masuk stadia PL apabila badan lurus, berenang maju dan sudah tampak
seperti udang dewasa.
Perbedaan tiap stadia ini sesuai dengan pendapat Martosudarmo dan
Ranoemiraharjo (1980) yang menyatakan bahwa fase naupli berenang sesuai
pergerakan air, fase zoea telah tampak alat pencernaan, fase mysis bergerak
cukup aktif dan fase post larva sudah berbentuk udang dewasa. Adapun
mikroskopis di lakukan dengan cara mengambil beberapa ekor larva dan di
letakkan di atas gelas objek, kemudian di amati di bawah mikroskop. Pengamatan
ini di lakukan untuk mengamati morfologi tubuh larva, keberadaan parasit,
pathogen yang menyebabkan larva terserang penyakit. Pengamatan kondisi
perkembangan larva secara makroskopis dpat di lihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Monitoring Kondisi Benur Secara Makroskopis
5.5. Pengendalian Penyakit
Di PT. Tri Kata Pratama proses pencegahan penyakit di lakukan mulai dari
penerapan biosekuriti dengan kaporit sebanyak 1 sampai 2 ppm yang ditempatkan
pada awal pintu masuk ruangan. Selain penerapan biosekuriti juga dilakukan
33
sanitasi peralatan yang dilakukan sebelum dan sesudah pemakaian peralatan
dengan cara merendam menggunakan kaporit atau 100 ppm dan alat berupa
selang, timah, batu aerasi di rendam selama 24 jam dengan vikron aquatic. Pada
pemeliharaan larva dilakukan pemberian obat - obatan yang aman seperti
Ethylene Diamine Tetra Acetic (EDTA), Treflan, dan probiotik. Pemberian EDTA
berfungsi sebagai pengikat bahan organik dan logam berat, pemberian treflan jika
kondisi larva mengalami gangguan seperti adanya penempelan atau tumbuhnya
jamur di bak, sedangkan pemberian probiotik yang dilakuakan secara rutin dapat
meningkatkan kekebalan tubuh larva terhadap serangan pathogen. Probiotik juga
dapat menekan pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi, jenis organisme yang
umumnya menyerang larva udang vaname adalah golongan protozoa, virus,
jamur, bakteri, dan cacing. Adapun jenis obat – obatan yang digunakan dalam
pengendalian penyakit di PT. Tri Karta Pratama yaitu pemberian probiotik,
treflan, dan EDTA.
1. Pemberian Probiotik
Pemberian probiotik diberikan dengan frekuensi satu kali perhari pada jam
10.00 WIB. Pemberian probiotik di mulai dari stadia Zoea sampai menginjak
stadia PL2. Nama probiotik yang digunakan dengan nama dagang yaitu Pro 4000
x. Pemberian probiotik ini bertujuan untuk meningkatkan kekebalan tubuh larva
terhadap srangan phatogen. Caranya dengan pengkulturan terlebih dahulu pada
tank kultur probiotik selama 24 jam. Untuk kemudian siap di berikan pada bak
larva. Contoh Probiotik yang siap di berikan kepada larva dapat di lihat pada
Gambar 17.
Gambar 17. Probiotik Dalam Tank Kultur
34
2. Pemberian EDTA dan Treflan
EDTA di berikan sebelum naupli masuk ke bak pemeliharaan, malam hari
bak yang telah di isi air yang besok paginya akan di isi naupli di berikan EDTA
dengan banyaknya pemberian 200 gr. Selanjutnya tiap naik stadia diberikan
EDTA sebanyak 100 gr. Berfungsi sebagai pengikat bahan organik dan logam
berat. Adapun pemberian trefflan sebanyak 18 ml per bak, pemberian treflan di
berikan ketika kondisi larva mengalami gangguan seperti penempelan filamen
atau tumbuhnya jamur di bak (darurat). Dan langkah – langkah pemberian EDTA
maupun pemberian trefflan yaitu :
Ambil jenis obat yang akan diberikan, kemudian timbang dan ukur sesuai
kebutuhan.
Larutkan dengan air tawar hingga homogen.
Encerkan larutan obat pada wadah ember 10 lt untuk dan kemudian sebarkan
merata ke seluruh bagian permukaan air dalam bak larva.
Cuci ember yang telah digunakan hingga bersih dan atur menjadi rapi kembali.
Pemberian EDTA dan Trefflan dapa dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Pemberian EDTA dan Trefflan
5.6. Pemanenan
Pemanenan larva udang vannamei biasanya di lakukan saat stadia minimal
post larva amtara PL 8 – PL10. Namun hal tersebut dapat berubah sesuai dengan
permintaan pembeli atau konsumen. Proses dan tahap panen dan pengepakan
benur di PT. Tri Karta Pratama yaitu :
a. Persiapan air
Tahap - tahap persiapan panen meliputi persiapan air, persiapan kantung
benur dan wadah sterefoam box yang di siapkan beberapa waktu sebelum proses
35
panen di mulai. Tank besar berukuran 3 ton di isi air dan suhunya diturun kan
menjadi 20 °C, Kemudian siapkan 6 bak yang berukuran volume air 300 liter di
isi air dan suhunya masing – masing bak di atur tiga bak bersuhu 28 °C, dua bak
bersuhu 26 dan 24 °C, dan satu bak lagi yang terakhir bersuhu 22 °C. Kemudian
air di tiap bak di aerasi dan di beri oksigen murni. Kantung Benur di hitung dan di
siapkan, Siapkan es batu balokan yang terlebih dulu di pecah dan dikemas dengan
plastik kecil, Wadah stereofoam box di siapkan sebanyak yang dibutuhkan.
Tahapan pengaturan suhu air dapat di lihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Proses Penurunan Suhu Air Dengan Menggunakan Es Batu
b. Penurunan air bak
Lakukan penurunan air di bak pemeliharaan yang akan dipanen dari volume
air 32 sampai ke 20 ton. Tujuannya agar ketika panen arus air tidak terlalu besar
yang dapat mengganggu kondisi benur, kemudian pasang rangka dan jaring net
panen pada pipa pembuangan di luar bak dan tutup sebagian siring (jalan air) yang
terdapat di dalam bak panen dengan papan sampai ketinggian tertentu agar air
tetap tergenang. Hal ini dilakukan untuk menghindari terlalu kencangnya tekanan
air yang keluar dari bak dan juga untuk menjaga agar benur yang akan
dikeluarkan nantinya tetap berada atau terendam dalam air. Selanjutnya Cabut
pipa saluran pembuangan dan buka kran pipa di saluran pembuangan agar benur
dapat keluar. Penurunan air bak dapat dilihat pada Gambar 20.
36
Gambar 20. Penurunan Air Bak
c. Penyeseran dan Transfer Benur
Siapkan rangka panen yang berbentuk kotak terbuat dari pipa dan
dilengkapi dengan net panen mesh 56, lalu siapkan seser benur (hand catch net)
ember untuk wadah mentransfer benur di isi dengan air bak, di aerasi, dan siapkan
juga selang 0.5 inch untuk penyiponan. Benur yang keluar dan tertampung dalam
net panen diseser dengan menggunakan hand catch net mesh 56, kemudian
tampung dalam ember transfer. Kepadatan benur per ember 100.000 ekor benur,
bawa ember berisi benur tersebut ke packing area dan masukkan ke bak
penampungan benur yang sudah disiapkan dengan kepadatan maksimal 500.000
ekor benur per tank dengan suhu bak 28 °C. Penyeseran benur dapat di lihat pada
Gambar 21.
Gambar 21. Penyeseran Benur dan Transfer Benur
37
d. Aklimatisasi Benur
Pindahkan benur dari bak yang bersuhu 28°C dengan mempergunakan hand
catch net mesh 56 dari bak penampungan ke bak aklimatisasi dengan suhu 26oC
dan tampung di dalam net aklimatisasi dengan kepadatan maksimal 100.000 ekor
benur, Lakukan penyesuaian suhu (aklimatisasi) minimal selama dua menit.
Selanjutnya pindahkan ke net aklimatisasi berikutnya (24oC dan 22oC) dengan
rentang waktu yang sama. Pada masing-masing net aklimatisasi, lengkapi dengan
aerasi oksigen murni dan aerasi blower untuk mensupply oksigen bagi benur,
seser benur dari net aklimatisasi terakhir dengan hand catch net mesh 56,
kemudian lakukan penakaran (Scooping). Proses aklimatisasi dapatdi lihat pada
Gambar 22.
Gambar 22. Aklimatisasi Kondisi Benur
e. Penakaran / Scooping
Sebelumnya lakukan uji coba penakaran untuk memberikan perkiraan
ukuran takarannya terhadap benur yang akan dimasukan per kantung penakaran
dilakukan sebanyak 3 kali percobaan sampai dirasa stabil. Penakaran (scooping)
benur dengan menggunakan saringan dan masukkan kedalam wadah air 1,8 liter
lalu masukan benur ke kantung dengan kepadatan benur per takar (per kantong)
adalah 2000 – 2500 ekor. Selama dilakukan penakaran, posisi seser (hand catch
net) harus tetap terendam air dan lengkapi dengan aerasi dan oksigen murni pada
bagian luar seser agar supply oksigen tetap terjamin. Setelah benur di scooping
sesuai takaran dan dimasukan ke kantung benur, selanjutnya di beri oksigen dan
di ikat dengan karet gelang. Cara scooping dapat di lihat pada Gambar 23.
38
Gambar 23. Penakaran Benur (Skooping)
f. Pengepakan
Setelah kantung benur di beri oksigen dan di ikat selanjutnya dilakukan
pengepakan, dengan cara kantung benur di masukan ke stereofoam box dengan
jumlah 8 kantung benur per box stereofoam, lalu di dalam box di beri batu es yang
telah dikemas plastik. Kemudian box di tutup dan dilakban untuk selanjutnya di
bawa ke mobil untuk siap di kirim. Proses packing dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Packing Benur di PT. Tri Karta Pratama
39
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil mengikuti kegiatan pemeliharaan larva udang vaname yang telah
dilaksanakan di PT. Tri Karta Pratama penulis dapat mengambil kesimpulan, pada
pemeliharaan larva banyak hal yang perlu di perhatikan karena pada fase ini
merupakan fase yang sangat rentan terserang penyakit dan yang lainnya, selain
parameter kualitas air dan biosecuriti, manajemen pakan yang diterapkan
pada pemeliharaan udang vannamei harus benar – benar di perhatikan dengan
baik dengan pemberian pakan yg berkualitas baik, serta dosis pemberian pakan
tepat dan frekuensi dan cara pemberian pakan yang diberikan tepat, dapat
berpengaruh baik terhadap keseragaman pertumbuhannya namun ketika dalam
cara persiapan media, penerapan biosecuriti dan pemberian pakan yang kurang di
perhatikan dengan baik dan tepat kemungkinan besar dapat mempengaruhi
pertumbuhan larva menjadi tidak seragam dan laju pertumbuhan lambat serta
tingkat bertahan hidup benur (SR) rendah.
6.2. Saran
Saran yang dapat saya berikan pada PT. Tri Karta Pratama dalam pemberian
pakan larva udang vannamei sebaiknya di lakukan dengan cara yang baik dan
benar, yakni dengan terpal penutup bak larva dibuka ketikamalam hari sehingga
tidak mempersulit pada saat pakan ditebar dan agar pembagian pakan merata ke
seluruh sudut bak.
40