Studi Perbandingan Soft Skill pada Mata Pelajaran IPS TerpaduMenggunakan Model Pembelajaran Time Token dan Probing Prompting
dengan Memperhatikan Pola Asuh Orang Tua pada Siswa Kelas VIII SMPBina Utama Ulubelu Tahun Pelajaran 2015/2016
(Skripsi)
OlehYeni Hartika
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
ABSTRACT
COMPARATIVE STUDY OF SOFT SKILLS IN THE SUBJECT IPS USING
INTEGRATED MODEL OF LEARNING TIME AND PROBING PROMPTING
TOKEN WITH CONCERN ON PARENTS PARENTING CLASS VIII SMP
BINA UTAMA ULUBELU LESSON IN 2015/2016
By
Yeni Hartika
This research is motivated by the lack of soft skills of students as well as soft
skills examines differences in student learning using the model Time Token (TT)
and Probing Prompting (PP) with mempertikan parents' parenting class VIII SMP
Bina Utama Ulubelu. The purpose of this study was to determine differences in
soft skills learning model Time Token (TT) and Probing Prompting (PP) with
respect to patterns of parenting is parenting democratic and permissive parenting.
The method used in this research is a comparative method with the experimental
approach. The study population is 106 students with a total sample of 71 students.
This research technique is cluster random sampling. Data collection techniques by
observation. Hypothesis testing using t-test formula two independent samples and
analysis of variance of two roads. The result showed (1) There are differences in
the average soft skills of students whose learning using model-time token with
students whose learning using learning models probing prompting (2) There is a
difference of soft skills among students in the learner uses parenting democratic
and using parenting (3) There is an interaction between the learning model with
parenting and soft skills in social studies Integrated.
Keywords: soft skills, time token, probing prompting, parenting
ABSTRAK
STUDI PERBANDINGAN SOFT SKILL PADA MATA PELAJARAN IPS
TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN
DAN PROBING PROMPTING DENGAN MEMPERHATIKAN POLA
ASUH ORANG TUA PADA SISWA KELAS VIII SMP BINA UTAMA
ULUBELU TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh
Yeni Hartika
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya soft skill siswa serta mengkaji
tentang perbedaan soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model
Time Token (TT) dan Probing Prompting (PP) dengan mempertikan pola asuh
orang tua siswa kelas VIII SMP Bina Utama Ulubelu. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui perbedaan soft skill dengan model pembelajaran Time Token
(TT) dan Probing Prompting (PP) dengan memperhatikan pola asuh orang tua
yaitu pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode komparatif dengan pendekatan eksperimen.
Populasi penelitian ini 106 siswa dengan jumlah sampel sebanyak 71 siswa.
Teknik penelitian ini adalah Cluster Random Sampling. Teknik pengambilan data
dengan observasi. Pengujian hipotesis menggunakan rumus t-test dua sampel
independen dan analisis varian dua jalan. Hasil analisis data menunjukkan (1) Ada
perbedaan rata-rata soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran time token dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran probing prompting (2) Ada perbedaan soft skill antara siswa
yang di didik menggunakan pola asuh demokratis dan yang menggunakan pola
asuh (3) Ada interaksi antara model pembelajaran dengan pola asuh dan soft skill
pada mata pelajaran IPS Terpadu.
Kata kunci: soft skill, time token, probing prompting, pola asuh
Studi Perbandingan Soft Skill pada Mata Pelajaran IPS Terpadu
Menggunakan Model Pembelajaran Time Token dan Probing
Prompting dengan Memperhatikan Pola Asuh Orang Tua pada
Siswa Kelas VIII SMP Bina Utama Ulubelu Tahun Pelajaran
2015/2016
Oleh
Yeni Hartika
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Yeni Hartika. Lahir di Talangpadang, pada
tanggal 29 januari 1995. Penulis merupakan anak pertama dari bapak
Hi. Iriandi dan ibu Hj. Hulnai, penulis memiliki dua orang adik. Penulis
berkembangsaan Indonesia dan beragama Islam. Penulis beralamat di
Desa Gunung Tiga, Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus. Pendidikan yang pernah
ditempuh penulis :
1. Sekolah Dasar Negeri 1 Gunung Tiga yang selesai pada tahun 2006
2. MTS PEMNU Talang Padang yang selesai pada tahun 2009
3. MA TURUS Pandeglang Banten yang selesai pada tahun 2012
Pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan IPS, Program Studi Pendidikan
Ekonomi melalui jalur UM. Pada Januari 2015 penulis melakukan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) di Bali, Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Pada Juli 2015 penulis melakukan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Gunung Sari, Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus.
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecil dan sederhana ini kepada:
Kedua orang tuaku tercinta Bapak Hi. Iriandi dan Ibunda Hj. Hulnai yang telah
membesarkan, mendidik, dan selalu mendo’akanku setiap waktu. Kalian selalu
mencurahkan kasih sayang, perhatian, serta memberi nasihat-nasihat yang sangat berguna
untuk kesuksesanku, dan kalian tidak pernah mengenal lelah untuk melakukan hal yang
dapat membuat anakmu bahagia. Pengorbanan kalian tidak akan pernah bisa aku balas
sampai kapanpun, semoga kelak aku dapat membhagiakan kalian.
Kedua adikku Aldi Hardinata dan Kayla Almira yang selalu memberi semangat kepadaku
untuk terus menyelesaikan kuliah.
Dan Almamater tercinta UNILA.
MOTTO
Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnyakesungguhannya itu adalah untuknya diri sendiri.
(Al-Ankabut, ayat 6)
Tiada perjuangan yang sia-sia, tetapi akan sia-sia jika tidakberjuang
(IKomangWinatha)
Tetap menjadi diri sendiri walau banyak rintangan yangmenghadang
(Yeni Hartika)
SANCAWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat skripsi yang
berjudul “Studi Perbandingan Soft Skill Siswa pada Mata Pelajaran IPS Terpadu
menggunakan Model Pembelajaran Time Token dan Probing Prompting dengan
memperhatikan Pola Asuh Orang Tua Siswa pada Kelas VIII SMP Bina Utama
Ulubelu Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan
arahan serta motivasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, dengan setulus-tulusnya
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hi. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan I Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Supriyadi, M.Pd., selaku Wakil Dekan III Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial FKIP Unila.
6. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Ekonomi FKIP Unila.
7. Bapak Dr. Edy Purnomo, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
juga pembimbing 1 dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bimbingan, bantuan, arahan dan kebaikan bapak selama ini,
serta segala ilmu yang telah bapak berikan selama perkuliahan.
8. Ibu Dr. Pujiati, M.Pd, selaku dosen pembimbing II, terima kasih banyak atas
kesediaan waktu luang yang ibu berikan untuk membantu menyelesaikan
skripsi ini, terima kasih atas arahan, nasihat dan semangat yang ibu berikan,
terima kasih juga atas segala ilmu yang sudah diberikan selama perkuliahan.
9. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si, selaku dosen pembahas dalam penyusunan
skripsi ini, terima kasih atas semua bantuan dan bimbingan yang bapak
berikan selama ini, terima kasih untuk semua ilmu yang telah bapak berikan
selama perkuliahan.
10. Bapak dan ibu dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial FKIP Unila, terima kasih atas segala jasa, ilmu dan
pengetahuan yang telah bapak ibu berikan selama masa perkuliahan.
11. Bapak Mahruri, S.Ag, selaku Kepala Sekolah SMP Bina Utama Ulubelu,
terima kasih atas ketersediaannya memberikan kesempatan kepada saya untuk
menjadikan SMP Bina Utama Ulubelu sebagai tempat penelitian skripsi ini.
12. Bapak Duljamin, S.Pd.I, selaku guru mata pelajaran IPS Terpadu di kelas VIII
SMP Bina Utama Ulubelu, terima kasih atas semua bantuan yang telah bapak
berikan.
13. Seluruh dewan guru, karyawan beserta staf tata usaha SMP Bina Utama
Ulubelu, terima kasih atas bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan
penelitian.
14. Semua siswa siswi SMP Bina Utama Ulubelu khususnya kelas VIII, terima
kasih atas perhatian, kerjasama dan dukungannya.
15. Orang tua, adek-adekku, kakek, nenekku dan semua kelurga yang selalu
mendukung setiap langkahku, terima kasih atas doa yang tak pernah henti
dihaturkan di setiap sujudmu.
16. Kance-kance seperjuanganku Cinong (Ana), Francisca, Maulida, Indri,
Maryamah, Anggita, Kasma, dan Fitri. Terimakasih selama ini kalian sudah
menjadi teman dan sahabat yang baik
17. Kance-kance seperjuanganku selama dikosan Silvi, Fitria, Mbak Fitri, Maya,
dan Nining, terimakasih kalian sudah menjadi sahabat dan keluarga sangat
baik
18. Teman-teman pendidikan ekonomi angkatan 2012 Fitri Mareta, Fima, Retno,
Imam, Doni, Novanda, mb.sun, mumuk, Meysi, Soni, Menik dan yang
lainnya. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.
19. Sahabat KKN_KT (Uni Putri, Ate Indah, Kak Erni, Catur, Dedew, Oci, Ukhti
Uci, Rizki, dan Fendi) terima kasih untuk kalian semua, terima kasih atas
kebersamaan yang menjadikan kita keluarga, dan terima kasih tetap menjadi
keluarga sampai saat ini.
20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih untuk semuanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan tangan
terbuka dan ucapan terima kasih. Namun demikian, penulis berharap semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umunya dan penulis pada
khususnya. Aamiin.
Bandar Lampung, 20 Agustus 2016Penulis
Yeni Hartika
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
HALAMAN PERSEMBAHAN
HALAMAN MOTTO
SANWACANA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................. 8
1.3 Pembatasan Masalah . ........................................................... 9
1.4 Rumusan Masalah ................................................................. 9
1.5 Tujuan Penelitian . ................................................................. 11
1.6 Kegunaan Penelitian .............................................................. 12
1.7 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................... 14
2.1.1 Pengertian Belajar ........................................................ 14
2.1.2 Soft Skill ........................................................................ 20
2.1.3 Mata Pelajaran IPS Terpadu ......................................... 23
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif . ................................ 24
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token........ 27
2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Probing Prompting ............................................... 30
2.1.7 Pola Asuh ..................................................................... 34
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ................................................ 37
2.3 Kerangka Pikir ........................................................................ 39
2.4 Hipotesis ................................................................................ 50
III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian . ................................................................ 52
3.1.1 Desain Eksperimen...................................................... 53
3.2 Populasi dan Sampel ............................................................. 57
3.2.1 Populasi ....................................................................... 57
3.2.2 Sampel ......................................................................... 57
3.3 Variabel Penelitian ................................................................ 58
3.3.1 Variabel Bebas (Independent) .................................... 58
3.3.2 Variabel Terikat (Dependent) . .................................... 58
3.3.3 Variabel Moderator .................................................... 59
3.4 Definisi Konseptual Variabel ................................................ 59
3.5 Definisi Operasional Penelitian............................................. 60
3.6 Teknik Pengumpulan Data . .................................................. 62
3.6.1 Observasi ..................................................................... 62
3.6.2 Wawancara .................................................................. 63
3.6.3 Angket (kuesioner) ...................................................... 63
3.6.4 Dokumentasi ................................................................ 63
3.7 Uji Persyaratan Instrumen . ................................................... 64
3.7.1 Uji Validitas ................................................................ 64
3.7.2 Uji Reliabilitas ............................................................ 65
3.8 Uji Persyaratan Analisis Data .............................................. 66
3.8.1 Uji Normalitas . ........................................................... 66
3.8.2 Uji Homogenitas ......................................................... 67
3.9 Teknik Analisis Data ............................................................ 68
3.9.1 T-Test Dua Sampel Independen . ................................ 68
3.9.2 Analisis Varians Dua Jalan ......................................... 69
3.9.3 Pengujian Hipotesis ..................................................... 71
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi data ............................................................................ 75
4.1.1 Sejarah Singkat SMP Bina Utama Ulubelu .................... 75
4.1.2 Keadaan Gedung SMP Bina Utama Ulubelu ................. 76
4.1.3 Keadaan Guru dan Karyawan SMP Bina Utama Ulubelu 76
4.1.4 Visi dan Misi SMP Bina Utama Ulubelu ....................... 77
4.2 Deskripsi Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol . ............. 78
4.2.1 Deskripsi Data Soft skill Siswa Pada
Kelas Eksperimen ........................................................... 78
4.2.2 Deskripsi Data Soft skill Siswa Pada
Kelas Kontrol ................................................................. 81
4.2.3 Deskripsi Data Soft skill Siswa yang Memiliki
Di didik menggunakan Pola Asuh Demokrtis ................. 83
4.2.4 Deskripsi Data Soft skill Siswa yang di didik
menggunakan Pola Asuh Permisif .................................. 86
4.2.5 Deskripsi Data Soft skill Siswa yang di didik
menggunakan Pola Asuh Demokratis Pada Kelas Kontrol . 88
4.2.6 Deskripsi Data Soft skill Siswa yang di didik
menggunakan Pola Asuh Permisif Pada Kelas Kontrol . 91
4.3 Pengujian Persyaratan Anaisis Data .......................................... 93
4.3.1 Uji Normalitas ................................................................ 93
4.3.2 Uji Homogenitas ............................................................. 95
4.4 Pengujian Hipotesis ................................................................... 96
4.4.1 Pengujian Hipotesis 1 ..................................................... 97
4.4.2 Pengujian Hipotesis 2 ..................................................... 98
4.4.3 Pengujian Hipotesis 3 ..................................................... 99
4.4.4 Pengujian Hipotesis 4 . .................................................... 101
4.4.5 Pengujian Hipotesis 5 . .................................................... 104
4.4.6 Pengujian Hipotesis 6 ..................................................... 107
4.4.7 Pengujian Hipotesis 7 . .................................................... 109
4.5 Pembahasan ............................................................................... 110
4.5.1 Terdapat Perbedaan Soft skill Siswa yang
Pembelajarannya Menggunakan Model Pembelajaran
Koperatif Tipe Time Token Dibandingkan
Dengan Tipe Probing Prompting ................................... 110
4.5.2 Terdapat Perbedaan Soft skill Antara Siswa
yang di didik menggunakan Pola Asuh Demokratis
dan Pola Asuh Permisif .................................................. 113
4.5.3 Terdapat Interaksi Antara Penggunaan Model
Pembelajaran dengan Pola Asuh Demokratis dan
Pola Asuh Permisif terhadap Soft Skill ........................... 116
4.5.4 Soft skill Siswa yang Pembelajarannya
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Time
Token Lebih Efektif Dibandingkan dengan Pembelajaran
Yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe probing Prompting Pada Siswa yang di didik
menggunakan Pola Asuh Demokratis ............................. 118
4.5.5 Soft skill Siswa yang Pembelajarannya
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
probing Prompting lebih efektif dibandingkan
Pembelajaran yang menggunakan Model Time Token
Pada Siswa yang di didik menggunakan
Pola Asuh Permisif. ......................................................... 120
4.5.6 Soft skill Siswa yang di didik menggunakan
Pola Asuh Demokratis Lebih Tinggi Dibandingkan
dengan Siswa yang di didik menggunakan Pola Asuh
Permisif Pada Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Time Token .............................................................. 122
4.5.7 Soft skill Siswa yang yang di didik menggunakan
Pola Asuh Permisif Lebih Tinggi Dibandingkan
dengan Siswa yang yang di didik menggunakan
Pola Asuh Demokratis Pada Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Time Token ......................................... 125
4.6 Keterbatasan Waktu .................................................................. 127
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 128
5.2 Saran . ........................................................................................ 130
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Soft skill yang Tampak pada Siswa ............................................. 52. Instrumen Penelitian Soft Skill . .................................................. 603. Instrumen Penelitian Pola Asuh Permisif. .................................. 614. Instrumen Penelitian Pola Asuh Demokratis . ............................ 625. Kategori Besarnya Realibilitas.................................................... 656. Rumus Unsur Persiapan Anava Dua Jalan.................................. 707. Daftar Nama Kepimpinan SMP Bina Utama Ulubelu ................. 758. Keadaan Gedung SMP Bina Utama Ulubelu ............................... 769. Jumlah Tenaga Kerja SMP Bina Utama Ulubelu ........................ 7710. Visi dan Misi SMP Bina Utama Ulubelu .................................... 7711. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa Pada Kelas Eksperimen ... 7912. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa Pada Kelas Kontrol ........... 8213. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa yang di didik
Menggunakan Pola Asuh Demokratis .......................................... 8414. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa yang di didik
Menggunakan Pola Asuh Permisif Pada Kelas Eksperimen ........ 8715. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa yang di didik
Menggunakan Pola Asuh Demokratis pada Kelas Kontrol ........... 8916. Distribusi Frekuensi Soft Skill Siswa yang di didik
Menggunakan Pola Asuh Permisif Pada Kelas Kontrol ................ 9217. Hasil Uji Normalitas Sampel Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ................................................................................. 9418. Hasil Uji Homogenitas Varian pada Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ................................................................................. 9519. Hasil Pengujian Hipotesis 1 ........................................................... 9720. Hasil Pengujian Hipotesis 2 ........................................................... 9821. Hasil Pengujian Hipotesis 3 ........................................................... 10022. Hasil Pengujian Hipotesis 4 ........................................................... 10223. Hasil Pengujian Hipotesis 5 ........................................................... 10524. Hasil Pengujian Hipotesis 6 ........................................................... 10825. Hasil Pengujian Hipotesis 7 ........................................................... 109
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ........................................................... 452. Desain Penelitian Eksperimen Factorial Design ........................ 533. Estimated Marginal Means of Soft Skill ..................................... 101
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1. Soft Skill Siswa Pada Kelas Eksperimen ..................................... 802. Soft Skill Siswa Pada Kelas Kontrol ............................................ 823. Soft Skill Siswa yang di didik menggunakan Pola Asuh
Demokratis pada Kelas Eksperimen ............................................ 854. Soft Skill Siswa yang di didik menggunakan Pola Asuh
Permisif pada Kelas Eksperimen ................................................ 875. Soft Skill Siswa yang di didik menggunakan Pola Asuh
Demokratis pada Kelas Kontrol ................................................... 906. Soft Skill Siswa yang di didik menggunakan Pola Asuh
Permisif pada Kelas Kontrol ........................................................ 92
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Nama Guru dan Karyawan SMP Bina Utama Ulubelu... 1372. Silabus IPS Terpadu Kelas VIII ................................................... 1383. RPP Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token ............. 1444. RPP Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing Prompting. 1515. Rubrik Penilaian Soft Skill Siswa ............................................... 1596. Lembar Observasi Soft Skill Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol .................................................. 1617. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ...................................... 1658. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol . ............................................ 1669. Daftar Kelompok Siswa Kelas Eksperimen . .............................. 16710. Daftar Kelompok Siswa Kelas Kontrol ..................................... 16811. Rekap Nilai Soft Skill Kelas Eksperimen ................................... 16912. Rekap Nilai Soft Skill Kelas Kontrol .......................................... 17013. Daftar Nilai Skala Pola Asuh Demokratis di Kelas
Eksperimen ................................................................................. 17114. Daftar Nilai Skala Pola Asuh Permisif di Kelas
Eksperimen ................................................................................. 17215. Daftar Nilai Skala Pola Asuh Demokratis di Kelas Kontrol ...... 17316. Daftar Nilai Skala Pola Asuh Permisif di Kelas Kontrol ........... 17417. Daftar Nilai Skala Pola Asuh Demokratis dan Rekap
Hasil Soft Skill Kelas Eksperimen (Time Token) Pada SiswaYang di didik menggunakan Pola Asuh Demokratis .................. 175
18. Daftar Nilai Skala Pola Asuh Permisif dan RekapHasil Soft Skill Kelas Eksperimen (Time Token) Pada SiswaYang di didik menggunakan Pola Asuh Demokratis .................. 176
19. Daftar Nilai Skala Pola Asuh Demokratis dan RekapHasil Soft Skill Kelas Eksperimen (Probing Prompting)Pada Siswa yang di didik menggunakan Pola Asuh Permisif .... 177
20. Daftar Nilai Skala Pola Asuh Permisif dan RekapHasil Soft Skill Kelas Eksperimen (Time Token) Pada SiswaYang di didik menggunakan Pola Asuh Permisif ....................... 178
21. Hasil Uji Validitas Pola Asuh Demokratis . ............................... 17922. Hasil Uji Validitas Pola Asuh Permisif ...................................... 18323. Hasil Uji Reliabilitas Pola Asuh Demokratis dan
Pola Asuh Permisif .................................................................... 18724. Hasil Uji Normalitas ................................................................. 188
25. Hasil Uji Homogenitas .............................................................. 19226. Hasil Uji ANAVA ...................................................................... 19527. Hasil Uji T-test Dua Sampel Independen .................................. 20128. Surat Izin Penelitian ................................................................... 20929. Surat Pelaksanaan Penelitian ...................................................... 210
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
suatu bangsa. Karena melalui pendidikan inilah dapat tercipta generasi yang
cerdas, berwawasan, terampil berkualitas dan diharapkan dapat menjadi
generasi-generasi yang bisa memberi perubahan lebih baik terhadap bangsa.
Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem nasional pendidikan padapasal 1 menyatakan bahwa “ Pendidikan adalah usaha sadar dan terencanauntuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didiksecara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sprituilkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sertaketerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara”.
Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pendidikan tidak hanya suasana
ketika pembelajaran berlangsung, namun lebih menekankan agar peserta didik
lebih aktif dalam mengembangkan potensi atau kemampuan yang ada pada
dirinya. Pendidikan tidak hanya mendidik siswa untuk memiliki kemampuan
dalam bidang ilmu pengetahuan atau hard skill saja, akan tetapi pendidikan
juga harus memperhatikan kemampuan soft skill siswa baik kemampuan inter
atau intra yang dimiliki oleh siswa.
2
Senada dengan yang diungkapkan oleh Benjamin S. Bloom dalam Jihad dan
Haris (2008: 28), mencakup ke dalam tiga ranah (domain), yaitu.
a. Domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasadan kecerdasan logika-matematika),
b. Domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasanantarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasanemosional), dan
c. Domain psikomotorik (keterampilan atau yang mencakup kecerdasankinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Namun pendidikan sekarang cenderung hanya memperhatikan domain
kognitif saja, dibanding memperhatikan domain afektif dan domain
psikomotorik.
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan.Tujuan ini juga dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus
dimiliki oleh siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan
program di suatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional
merupakan tujuan untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam
bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, misalnya standar
kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan jenjang pendidikan
tinggi.
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan Bab V pasal 26 dijelaskan standar kompetensi lulusan pada satuan
pendidikan menengah pertama bertujuan meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Berdasarkan penjelasan
tentang tujuan institusional tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
memang mengutamakan kecerdasan dan pengetahuan yang merupakan ranah
3
kognitif. Namun, tujuan institusional juga menekankan pada ranah afektif dan
psikomotorik terutama pada kepribadian, akhlak, dan keterampilan hidup
mandiri dari siswa.
IPS Terpadu merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki
kecenderungan pada ranah afektif. Karena mata pelajaran IPS Terpadu tidak
hanya mendidik siswa untuk mengetahui tentang pengetahuan dalam
bersosialisasi akan tetapi juga harus bisa mengaplikasikan secara langsung
dalam lingkungan masyarakat juga dalam lingkungan sekolah. Dalam
bersosialisasi dengan lingkungan juga diperlukan keahlian dalam
memanajemen diri dan soft skill lainnya. Hal ini sesuai dengan tujuan mata
pelajaran IPS di Indonesia tingkat SMP dan MTS, menurut Zubaedi (2011:
289), yakni.
1) Mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kegeografian,keekonomian, kesejarahan, dan kewarganegaraan (atau konsep-konsepyang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan),
2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan inkuiri,pemecahan masalah, dan keterampilan sosial,
3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan(serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa),
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, dan bekerjasamadalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional,maupun internasional.
Pada pembelajaran IPS Terpadu cenderung mengutamakan praktik dalam
keseharian siswa baik dalam bersosialisasi dengan lingkungan atau
mengendalikan diri sendiri. Jadi dapat diketahui bahwa mata pelajaran IPS
Terpadu memiliki keterkaitan dengan kemampuan soft skill siswa. Hal ini
berkaitan dengan pendapat Elfindri, dkk berikut ini.
4
Elfindri, dkk (2011: 10) Mendefinisikan soft skill sebagai keterampilan hidupyang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya antara lainberupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin. Lebih lanjutElfindri menjelaskan bahwa soft skill merupakan keterampilan dan kecakapanhidup yang harus dimiliki baik untuk sendiri, berkelompok, ataubermasyarakat, serta berhubungan dengan Sang Pencipta. Soft skill sangatdiperlukan untuk kecakapan hidup seseorang.
Berdasarkan definisi soft skill yang diungkapkan oleh Elfindri, dkk maka
dapat dilihat bahwa kemampuan soft skill merupakan keterampilan yang ada
didalam diri baik untuk diri sendiri atau dalam berkomunikasi dengan teman
disekolah.
Proses pembelajaran sangatlah berpengaruh terhadap pengembangan soft skill
siswa. Jika guru hanya fokus dalam pengembangan hardskill maka akan
menghambat perkembangan soft skill yang ada dalam diri siswa. Untuk
meningkatkan soft skill siswa guru dapat menggunakan model pembelajaran
atau metode dalam mengajar yang mendorong proses peningkatan soft skill
siswa sehingga siswa lebih termotivasi dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar serta dapat meningkatkan minat dan juga nilai siswa.
Berdasarkan hasil wawancara kepada guru mata pelajaran IPS Terpadu kelas
VIII di SMP Bina Utama Ulubelu terdapat beberapa permasalahan sebagai
berikut.
5
Tabel 1. Soft skill yang Tampak pada SiswaNo Indikator Fakta di Lapangan1. Kejujuran Ketika diberikan tugas mandiri di
kelas masih banyak siswa yangmenyontek ketemannya.
2. Tanggung Jawab Ketika membuat kesalahan banyaksiswa yang tidak mau memintamaaf kepada temannya.
3. Kemampuan bekerja sama Ketika di bentuk kelompoksebagian dari mereka tidakmenyelesaikan masalah secarabersama.
4. Kemampuan beradaptasi Banyak siswa yang masih belumbisa menyesuaikan diri denganlingkungan sekitar sekolah danmasih enggan untuk aktif.
5. Kemampuan berkomunikasi Banyak siswa yang membentukkelompok-kelompok tertentusehingga mereka menutup diridengan teman yang lainnya.
6. Toleran Pada saat diskusi, siswa masihbelum bisa menerima pendapatdari teman-temannya.
Sumber: wawancara kepada guru mata pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII
Berdasarkan data yang diperoleh masih terdapat beberapa permasalahan soft
skill siswa di kelas VIII yang masih tergolong rendah. Selain itu, menurut
hasil wawancara kepada guru bidang studi sebagian besar siswa belum bisa
bersosialisasi dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran
yang sesuai dan dapat mengembangkan soft skill siswa, salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif.
Menurut Trianto (2009: 56) “Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teorikonstruktivisme. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akanlebih mudah menentukan dan memahami konsep yang sulit jika merekasalingberdiskusi dengan teman. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompokuntuk salingmembantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadihakikat sosial danpenggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalampembelajaran kooperatif”.
6
Penggunaan model pembelajaran kooperatif bisa membantu meningkatkan
soft skill siswa terutama dalam hal berkomunikasi dengan teman, dan model
pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan di dalam kelas adalah model
time token dan probing prompting.
Menurut Ibrahim dkk (2005: 15), time token adalah suatu kegiatan khusus
yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan kartu-kartu berbicara, time token dapat membantu membagikan
peran serta lebih merata pada setiap siswa. Model pembelajaran time token
sangat sesuai digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran. Sedangkan model pembelajaran probing prompting merupakan
model pembelajaran yang mengaitkan pengalaman siswa dengan pengetahuan
baru yang sedang dipelajari.
Suherman (2008: 6), Menyatakan bahwa pembelajaran probing promptingmerupakan model pembelajaran yang menekankan guru untuk menyajikanpertanyaan yang bersifat menuntun dan menggali sehingga terjadi prosesberfikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya denganpengetahuan baru yang sedang dipelajari. Model pembelajaran ini diharapkandapat menarik minat peserta didik dalam belajar di kelas sehingga pesertadidik menjadi lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tentang model pembelajaran time token dan probing
prompting tersebut dapat diketahui bahwa kedua model pembelajaran tersebut
diduga dapat meningkatkan soft skill siswa.
Penerapan model pembelajaran time token dan probing prompting harus
memperhatikan pola asuh orang tua siswa, dimana hal tersebut digunakan
untuk menentukan kelompok sebelum diberikan model pembelajaran. Pola
7
asuh merupakan dasar yang akan membentuk kepribadian siswa dan juga soft
skill siswa. senada dengan yang diungkapkan oleh
Pradana (2007: 27) Pola asuh yang tidak tepat terhadap anaknya dapat puladitunjukan sebagai penyebab lingkungan yang menghalangi perkembangankecerdasan anak. Orang tua yang telalu melindungi telah banyak dibuktikanmemberikan pengaruh yang kurang baik terhadap perkembangan anak secarakeseluruhan termasuk perkembangan kecerdasannya. Sementara orang tuayang membatasi ataupun terlalu mengabaikan anak juga dianggap memberipengaruh yang kurang baik terhadap perkembangan anak.
(http://nataliasabatani.blogspot.com/2015/07/hubungan-pola-asuh-orangtua-terhadap.html. pkl 01.00, Sabtu, 13 agustus 2016.)
Santrock (2007: 16), mengatakan yang dimaksud dengan pola asuh adalah
cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orang tua agar anak-
anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial.
Pola asuh terbagi menjadi 3 jenis yaitu pola asuh permisif, otoriter, dan
demokrasi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada beberapa siswa
kelas VIII SMP Bina Utama Ulubelu menunjukkan bahwa pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua siswa adalah pola asuh demokratis dan permisif.
Orang tua yang mendidik anaknya menggunakan pola asuh demokratis
biasanya cenderung memberi batasan terhadap anak dalam bersosial akan
tetapi tetap memberi kesempatan kepada anak untuk mengutarakan apa yang
diinginkannya senada dengan yang disampaikan Hurlock (2006: 19), Orang
tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya
kesempatan anak untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan
sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan
memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.
8
Sedangkan siswa yang mendapatkan pola asuh permisif biasanya cenderung
tidak bisa memecahkan masalah sendiri seperti yang diungkapkan oleh
Gunarsa berikut.
Gunarsa (2000: 17), mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan polaasuh permisif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntutkewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak danhanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengananak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidakterarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya.
Berdasarkan penjelasan tentang pola asuh demokratis dan pola asuh permisif
dapat dipahami bahwa pola asuh bisa memperkuat model pembelajaran time
token dan probing prompting dalam meningkatkan soft skill siswa.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti hendak
melakukan kegiatan penelitian dengan judul :“Studi Perbandingan Soft
Skill Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Menggunakan Model
Pembelajaran Time token dan Probing Prompting dengan
Memperhatikan Pola Asuh Orang Tua pada Siswa Kelas VIII SMP Bina
Utama Ulubelu Tahun Pelajaran 2015/2016”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Rendahnya kreativitas guru dalam meningkatkan soft skill siswa
2. Siswa kurang paham tentang soft skill
3. Siswa kurang paham cara mengembangkan soft skill yang dimiliki
9
4. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered)
5. Belum menerapkan model pembelajaran kooperatif yang menarik untuk
membuat siswa menjadi semangat, kreatif dan menyenangkan.
6. Siswa kurang berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran sehingga
cenderung pasif.
7. Siswa tidak berpusat pada pembelajaran saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung
8. Pola asuh orang tua yang berbeda-beda.
1.3 Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul penelitian dan berdasarkan identifikasi masalah diatas,
maka ada pembatasan masalah yang jelas agar lebih terarah pada tujuan yang
ingin diungkapkan dalam penelitian ini, sehingga masalah dalam penelitian
ini dibatasi pada aspek soft skill pada mata pelajaran IPS Terpadu, model
pembelajaran time token, model pembelajaran probing prompting dan pola
asuh orang tua (pola asuh demokratis dan pola asuh permisif).
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah.
1. Apakah terdapat perbedaan soft skill siswa dengan menggunakan model
pembelajaran time token dan probing prompting?
10
2. Apakah terdapat perbedaan soft skill siswa yang mendapatkan pola asuh
demokratis dan pola asuh permisif?
3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan pola asuh
terhadap soft skill siswa?
4. Apakah soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran time token lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
menggunakan model pembelajaran probing prompting bagi siswa yang
mendapatkan pola asuh demokratis?
5. Apakah soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran time token lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang
menggunakan model pembelajaran probing prompting bagi siswa yang
mendapatkan pola asuh permisif?
6. Apakah soft skill siswa yang mendapatkan pola asuh demokratis lebih
tinggi dibandingkan dengan soft skill siswa yang mendapatkan pola asuh
permisif bagi siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran time token?
7. Apakah soft skill siswa yang mendapatkan pola asuh demokratis lebih
rendah dibandingkan dengan soft skill siswa yang mendapatkan pola asuh
permisif bagi siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran probing prompting?
11
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui.
1. Perbedaan soft skill siswa dengan menggunakan model pembelajaran time
token dan probing prompting.
2. Perbedaan soft skill siswa yang mendapatkan pola asuh demokratis dan
pola asuh permisif.
3. Adanya pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan pola asuh
terhadap soft skill siswa.
4. Efektifitas model pembelajaran time token dan probing prompting pada
siswa yang mendapatkan pola asuh demokratis.
5. Efektifitas model pembelajaran time token dan probing prompting pada
siswa yang mendapatkan pola asuh permisif.
6. Efektifitas pola asuh demokratis dan pola asuh permisif bagi siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran time token.
7. Efektifitas pola asuh demokratis dan pola asuh permisif bagi siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran probing prompting.
12
1.6 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang pendidikan dan menambah konsep-konsep
teoritis kepada guru dan calon guru mengenai model pembelajaran.
b. Dapat menjadi sumber referensi untuk perpustakaan dan bagi semua
pihak yang bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut dan lebih
mendalam mengenai permasalahan yang terkait.
c. Sebagai latihan dan pengalaman dalam mempraktekkan teori yang
diterima selama perkuliahan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada guru dan calon guru dalam memilih
model pembelajaran yang tepat dan efektif sehingga dapat
meningkatkan keterampilan sosial siswa ke arah yang lebih baik.
b. Memberikan tambahan wawasan bagi siswa untuk meningkatkan
keterampilan sosial melalui model pembelajaran yang melibatkan
siswa (student centered).
c. Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam usaha meningkatkan
kualitas peserta didik.
13
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Ruang Lingkup Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah soft skill (Y), model pembelajaran Time
token (X1), model pembelajaran probing prompting (X2), dan pola asuh
orang tua (pola asuh permisif dan pola asuh demokratis) (Z).
2) Ruang Lingkup Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII.
3) Ruang Lingkup Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini adalah SMP Bina Utama Ulubelu.
4) Ruang Lingkup Waktu Penelitian
Waktu dalam penelitian ini adalah pada semester genap tahun pelajaran
2015/2016.
5) Ruang Lingkup Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pendidikan IPS Terpadu.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan kecenderungan perubahan pada diri manusia baik
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik selama proses pertumbuhan
yang dapat diamati, diubah, dikembangkan, dan dikontrol.
Hal ini diungkapkan oleh Winkel dalam Riyanto (2010: 5)
bahwabelajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan,
dan nilai-sikap. Perubahan ini bersifat secara relatif konstan dan
berbekas.
Pengertian belajar berkaitan dengan teori belajar. Teori belajar itu
antara lain sebagai berikut.
1) Teori Belajar Aliran Behavioristik
Menurut behaviorisme reaksi yang begitu kompleks akan
menimbulkan tingkah laku. Tokoh-tokoh aliran behavioristik
diantaranya adalah Edward L. Thorndike, J. B. Watson, Clarh
Hull, Edwin Guthri, dan B. F. Skinner. Mereka ini sering disebut
“contemporary behaviorist” atau juga disebut “S-R psychologist”.
Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia dikendalikan
15
oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari
lingkungan. Dalam perkembangan aliran behavioristik
bermunculan teori belajar, yang secara garis besar dikelompokkan
pada dua teori belajar, yaitu teori belajar conditioning dan teori
belajar connectionism.
Thorndike dalam Riyanto (2010: 6), Teori belajar Thorndike
disebut “connectionism” karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori
ini sering pula disebut Trial and Error dalam rangka memilih
respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Ciri-ciri belajar dengan
Trial and Error adalah ada motif pendorong aktivitas, ada
berbagai respons terhadap situasi, ada eliminasi respons yang
gagal/ salah, dan ada kemajuan reaksi mencapai tujuan.
Berdasarkan pendapat Thorndike pembelajaran trial and error
tentu menggunakan motif-motif yang dapat mendorong aktivitas
belajar didalam kelas. Dengan keaktifan siswa tersebut maka
pendidik dapat mencapai tujuan yang diinginkan yaitu membuat
semua siswa aktif dalam proses pembelajaran. Namun dalam
proses pembelajaran pendidik harus menyesuaikan dengan
keadaan di kelas, lingkungan, dan yang lainnya. Hal ini senada
dengan hasil penelitian Thorndike berikut.
Thorndike dalam Riyanto (2010: 6), menemukan hukum-hukum
sebagai berikut.
1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul
karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan
memberikan kepuasan.
2. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat kuat
bila sering dilakukan diklat dan pengulangan.
3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan
dampak/pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi
16
lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan cenderung untuk
dilupakan.
Menurut hasil penelitian tersebut, proses belajar melalui proses
Trial and Error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan
Law of Effect merupakan segala tingkah laku yang berakibatkan
suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi)
akan diingat dan dipelajari sebaik-baiknya.
Ivan Pavlov juga menghasilkan teori belajar yang disebut classical
conditioning (upaya pembiasaan), yang merupakan sebuah
prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan
stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Teori ini disebut juga
respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut).
John B. Watson mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil
penelitian Pavlov. Watson dalam Dalyono (2012: 32), berpendapat
bahwa: belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau
respon-respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Manusia
dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional
berupa takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku lainnya
terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus respon baru melalui
conditioning”.
Menurut teori conditioning, belajar itu merupakan suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (condition)
yang kemudian menimbulkan reaksi. Yang terpenting dalam
belajar menurut teori conditioning adalah latihan yang kontinyu.
Teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga
merupakan hasil conditioning, yaitu hasil latihan atau kebiasaan
17
bereaksi terhadap perangsang tertentu yang dialami dalam
kehidupannya.
E.R . Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar, yang
mengemukakan bagaimana cara atau metode untuk mengubah
kebiasaan yang kurang baik berdasarkan teori conditioning ini.
Menurut Guthrie dalam Djaali (2008: 87), menyatakan bahwa
untuk menggunakan kebiasaan yang tidak baik harus dilihat dari
rentetan deretan unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan
untuk menghilangkan unit yang tidak baik atau menggantinya
dengan yang lain atau yang seharusnya.
Skinner menciptakan teori pembiasaan perilaku respon (Operant
Conditioning) untuk menanggapi teori Stimulus-Respons (S-R)
yang dikembangkan oleh J. B. Watson. Seperti Pavlov dan
Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan
antara perangsang dan respons. Perbedaannya Skinner membuat
perincian lebih jauh.
Skinner dalam Djaali (2008: 88), membedakan dua macam
respons, yaitu.
a. Respondent Response
Respondent response merupakan respons yang ditimbulkan
oleh parangsang tertentu, misalnya keluarnya air liur setelah
melihat makanan tertentu, dan umumnya perangsang yang
demikian itu mendahului respons yang ditimbulkan.
b. Operant Response
Operant response, yaitu respons yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang
yang demikian disebut reinforcing stimuli atau reinforce,
karena perangsang itu memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Misalnya, seorang anak yang
belajar melakukan perbuatan lalu mendapatkan hadiah, maka
18
ia menjadi lebih giat belajar (responsnya menjadi lebih
intensif/ kuat).
Kenyataannya bahwa jenis respons pertama (respondent
response) sangat terbatas pada manusia, dan jenis respons kedua
(operant response) merupakan bagian terbesar dari tingkah laku
manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tidak
terbatas. Oleh karena itu, Skinner lebih memfokuskan pada jenis
tingkah laku yang kedua. Skinner menganggap reward atau
reinforcement sebagai faktor terpenting dalam proses belajar,
serta tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah
laku. Jadi, operant conditioning merupakan situasi belajar di
mana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement
langsung.
Berdasarkan uraian mengenai teori belajar aliran behavioristik di
atas, maka keterkaitan antara teori belajar dengan model
pembelajaran time token dan probing prompting yakni karena
dalam kedua model pembelajaran tersebut memberi stimulus agar
siswa dapat terbiasa aktif dalam pembelajaran. Model
pembelajaran time token memberikan kartu berbicara kepada
siswa agar semua siswa berani menyampaikan pendapat didepan
orang banyak. Sedangkan model pembelajaran probing prompting
menerapkan agar guru memberi banyak pertanyaan agar siswa
bisa lebih aktif dalam pembelajaran.
19
2) Toeri Belajar Aliran Konstruktivistik
Pandangan klasik yang selama ini berkembang adalah bahwa
pengetahuan secara untuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran
siswa. Penelitian pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir telah
mengungkapkan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran
seseorang. Pandangan terakhir inilah yang dianut oleh
konstruktivisme.
Jalaludin dalam Riyanto (2010: 143), Kontruktivis berarti bersifat
membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme
merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktivis berupaya
membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan
pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Menurut teori ini, satu prinsip penting dalam psikologi pendidikan
adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri
pengetahuan dalam benaknya sedikit demi sedikit. Guru dapat
memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan
kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide
mereka sendiri untuk belajar.
Tokoh-tokoh penting dalam pengembangan teori kontruktivisme
salah satunya adalah J. Piaget dan Vygotsky. Piaget dalam Siregar
(2014: 39), mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan
ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalamannya, proses
pengalaman berjalan secara terus menerus dan setiap kali terjadi
rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru.
Piaget menekankan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas
lapangan.
20
Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada
pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam
pembentukan pengetahuan. Vygotsky dalam Santrock (2007: 390),
mengatakan bahwa ada dua prinsip penting berkenaan dengan
teori kontruktivismenya, yaitu.
a. Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi
sosial terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar
informasi dan pengetahuan,
b. Zona of proximal development. Pendidik sebagai mediator
memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam
upayanya membangun pengetahuan, pengertian, dan
kompetensi.
Berdasarkan uraian mengenai teori belajar aliran konstruktifistik
di atas, maka keterkaitan antara teori belajar dengan model
pembelajaran probing prompting yaitu melatih siswa untuk bisa
mengaitkan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan yang mereka
dapat dalam keseharian atau lingkungan mereka dan pengetahuan
tersebut dibangun oleh siswa itu sendiri.
2.1.2 Soft Skill
Pengembangan soft skill sangatlah penting dikembangkan didunia
pendidikan, karena dengan memiliki soft skill yang bagus siswa dapat
memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri dan bersosialisasi
terhadap lingkungan.
Elfindri, dkk (2011: 10), mendefinisikan soft skill sebagai
keterampilan hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang,
yang wujudnya antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur,
visioner, dan disiplin. Lebih lanjut Elfindri menjelaskan bahwa soft
skill merupakan keterampilan dan kecakapan hidup yang harus
dimiliki baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta
berhubungan dengan Sang Pencipta. Soft skill sangat diperlukan
untuk kecakapan hidup seseorang.
21
Berdasarkan paparan Elfindri di atas, dapat dilihat bahwa soft skill
sangat penting bagi setiap orang. Karena dengan adanya soft skill
orang dapat berkomunikasi dengan baik dengan lingkungan
sekitarnya. Pentingnya soft skill juga ditekankan oleh Giblin dan
Sailah dalam Sucipta (2009: 1) yang menyatakan bahwa soft skill
merupakan kunci menuju hidup yang lebih baik, sahabat lebih banyak,
sukses lebih besar, dan kebahagiaan yang lebih luas.Pernyataan yang
sama juga dikemukakan oleh Kaipa dan Milus (2005: 3-6) bahwa soft
skill adalah kunci untuk meraih kesuksesan, termasuk di dalamnya
kepemimpinan, pengambilan keputusan, penyelesaian konflik,
komunikasi, kreativitas, kemampuan presentasi, kerendahan hati dan
kepercayaan diri, kecerdasan emosional, integritas, komitmen, dan
kerjasama.
Illah Sailah dalam naskah bukunya yang berjudul Pengembangan Soft
skill di Perguruan Tinggi 2007 dalam buku mengutip definisi soft skill
sebagai. Keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain
(inter-personalskills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya
sendiri (intra-personal skills) yang mampu mengembangkan
secara maksimal unjukkerja (performans) seseorang. Selanjutnya diberikan contoh yang termasuk dalam keterampilan
mengatur dirinya sendiri antara lain (a) transforming character, (b) transforming beliefs, (c) change management, (d) stress management, (e) time management, (f) creative thinking processes, (h) goal setting and life purpose, (i) acelerated learning techniques, dan lain-lain.
Sedangkan contoh keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain di antaranya adalah (a) communication skill, (b) relationship building, (c) motivation skills, (d) leadership skills, (e) self-marketing skills, (f) negotiatian skills, (g) presentation skills, (h) public speaking skills, dan lain lain.
(http://www.undana.ac.id/jsmallfib_top/LPMPTBUKUDIKTI/BUKU%20SOFTSKILL.pdf, diunduh.pada,pkl10.00,senin.14-12-2015)
22
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa soft
skill merupakan kemampuan yang sangat penting bagi setiap orang.
Soft skill merupakan kemampuan yang sangat sulit untuk dinilai jika
orang tersebut tidak menerapkan dalam kehidupannya. Kemampuan
yang dimaksud bukan kemampuan akademis yang tinggi, tetapi
kemampuan interaksi sosial yang baik, kemampuan untuk bergaul,
mampu berbicara di depan umum, dan lain-lain. Soft skill merupakan
jenis keterampilan yang lebih banyak terkait dengan sensitivitas
perasaan seseorang terhadap lingkungan sekitarnya. Karena itu
dampak yang diakibatkan lebih abstrak namun tetap bisa dirasakan
seperti perilaku sopan, disiplin, keteguhan hati, kemampuan untuk
dapat bekerjasama, membantu orang lain, dan sebagainya.
Dengan memiliki soft skill, setiap individu akan dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitarnya dan tanggap terhadap kondisi dan
situasi sekitarnya sehingga dapat berfikir, berucap dan bertindak
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dimana seseorang
hidup dan juga di lingkungan sekolah, dan lingkungan kerjanya.Bila
setiap profesi dituntut mempunyai hard skill yang berbeda-beda, tidak
demikian dengan soft skill, karena keterampilan ini merupakan
kompetensi yang seharusnya dipunyai oleh semua orang, apapun
profesinya. Kemampuan soft skill memiliki beberapa indikator, yaitu:
1) kejujuran
2) tanggung jawab
3) berlaku adil
4) kemampuan bekerja sama
5) kemampuan beradaptasi
23
6) kemampuan berkomunikasi
7) toleran
8) kemampuan memecahkan masalah
(http://www.undana.ac.id/jsmallfib_top/LPMPTBUKUDIKTI/BUKU
%20SOFTSKILL.pdf, diunduh.pada,pkl.10.00,senin.14-12-2015)
2.1.3 Mata Pelajaran IPS Terpadu
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang
disiplin ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi/
antropologi, dan sebagainya.
Senada dengan pendapat Zubaedi (2011: 288), mendefinisikan ilmu
pengetahuan sosial sebagai metode pelajaran di sekolah yang di
desain atas dasar fenomena, masalah, dan realitas sosial dengan
pendekatan interdisipliner yang melibatkan berbagai cabang ilmu-
ilmu dan humaniora seperti kewarganegaraan, sejarah, geografi,
ekonomi, sosiologi, antropologi, pendidikan.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, IPS Terpadu mempelajari
masalah sosial yang terjadi di masyarakat sehingga harus memadukan
berbagai cabang ilmu sosial yang dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran IPS di SMP/ MTs yang diungkapkan oleh Trianto (2010:
174-175) antara lain.
a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur
geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan,
sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan, dan agama
b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan
Sosial berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi,
dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi
pokok bahasan atau topik (tema) tertentu
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut
berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan
interdisipliner dan multidisipliner
d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut
peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip
24
sebab akibat, kewilayahan adaptasi dan pengelolaan lingkungan
struktur, proses, dan masalah sosial, serta upaya-upaya perjuangan
hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan,
keadilan, dan jaminan keamanan.
Tujuan pembelajaran IPS menurut Zubaedi (2011: 289), mencakup
empat hal antara lain.
1) Mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kegeografian,
keekonomian, kesejarahan, dan kewarganegaraan (atau konsep-
konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungan),
2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, keterampilan inkuiri,
pemecahan masalah, dan keterampilan sosial,
3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
kemanusiaan (serta mengembangkan nilai-nilai luhur budaya
bangsa),
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, dan
bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala
lokal, nasional, maupun internasional.
Berdasarkan uraian tersebut, IPS Terpadu dirancang untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, melatih keterampilan untuk
mengatasi setiap masalah, serta melatih kemampuan berkomunikasi
dan bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini
menunjukkan efektivitas untuk berpikir secara kritis, pemecahan
masalah, dan komunikasi antaranggota. Model pembelajaran ini
memungkinkan siswa untuk bertukar pendapat dengan teman dalam
25
satu kelompok untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas
yang diberikan guru.
Hal ini senada dengan pendapat Komalasari (2013: 62) yang
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu
pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang
dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk
saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang
maksimal. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan
suatu strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mecapai
tujuan belajar.
Pendapat diungkapkan oleh ahli lain yang juga mendefinisikan
tentang pembelajaran kooperatif.
Menurut Majid (2014: 172), pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang mengutamakan kerjasama untuk mecapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dengan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri
dari empat sampai dengan enam orang dengan struktur kelompok
yang bersifat heterogen.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, pembelajaran kooperatif
menitikberatkan pada siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok
kecil dan saling membantu dalam belajar, sehingga dapat
meningkatkan partisispasi dan memberikan kesempatan pada siswa
untuk saling berinteraksi dengan siswa lainnya untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan prinsip model
pembelajaran kooperatif yang diungkapkan oleh Riyanto (2010: 266),
yaitu.
1. Positive independence artinya adanya saling ketergantungan
positif yakni anggota kelompok menyadari pentingnya kerja sama
dalam pencapaian tujuan
26
2. Face to face interaction artinya antaranggota berinteraksi dengan
saling berhadapan
3. Individual accountability artinya setiap anggota kelompok harus
belajar dan aktif memberikan kontribusi untuk mencapai
keberhasilan kelompok
4. Use of collaborative/social skill artinya harus menggunakan
keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu
berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru
5. Group processing artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka
bekerja secara efektif.
Jadi, model pembelajaran kooperatif menekankan pada kerjasama
yang akan menimbulkan lebih banyak komunikasi dan interaksi
antaranggota kelompok maupun antarkelompok, sehingga dapat
mengoptimalkan hasil belajar siswa baik pada aspek pengetahuan,
sikap, maupun keterampilan. Hal ini sesuai dengan tujuan
pembelajaran kooperatif. Menurut Majid (2014: 173), pembelajaran
kooperatif mempunyai beberapa tujuan antara lain.
1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model
kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep-
konsep sulit.
2) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
berbagai perbedaan latar belakang
3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa antara lain: berbagi
tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing
teman untuk bertanya, mau menjelaskan idea atau pendapat,
bekerja dalam kelompok.
Pendapat lain diungkapkan oleh Rusman (2012: 209), bahwa model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya 3 tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik,
penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan
sosial.
27
Menurut Johnson dalam Trianto (2009: 60), terdapat unsur-unsur
penting dalam belajar kooperatif, yaitu sebagai berikut.
a. Saling ketergantungan yang bersifat positif antarsiswa (positive
interdependence)
b. Adanya interaksi tatap muka langsung (face to face promotive
interaction)
c. Adanya tanggungjawab individu (personal responsibility)
d. Adanya keterampilan menjalin hubungan interpersonal
(interpersonal skill)
e. Proses kelompok (group processing) terjadi jika anggota
kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai
tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
Jika kelima unsur tersebut dilaksanakan dengan baik, maka akan
tercipta suasana kerja kelompok yang maksimal sehingga hasil belajar
pun akan meningkat.
2.1.5 Model Pembelajaran Time Token
Model pembelajaran time token merupakan salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan soft skill
yang ada di siswa, untuk mengajarkan keterampilan sosial,
keterampilan berbicara didepan orang banyak, selain itu model
pembelajaran time token akan membuat siswa menjadi lebih berani
berbicara.
Suyatno (2009: 76), Model pembelajaran kooperatif time token
digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial
agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.
Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap
siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara
(pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah
selesai kupon dikembalikan.
(http://juliketaren.blogspot.co.id/2011/08/implementasi-model
pembelajaran-time. html, diunduh. pada, pkl10.00, senin. 14-12-2015)
28
Menurut Ibrahim (2005: 15), time token adalah suatu kegiatan khusus
yang dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran kooperatif
dengan menggunakan kartu-kartu berbicara, time token dapat
membantu membagikan peran serta lebih merata pada setiap siswa.
Model pembelajaran tipe time token ini memiliki karateristik pada
teori konstruktivisme karena pada teori konstruktivisme siswa dituntut
untuk menggali kemampuan atau pengetahuan yang ia miliki
berdasarkan pengalamannya sehinga pengetahuan siswa dapat
terbangun secara sendirinya.
Hal ini dapat dilihat pada penerapan model pembelajaran time token
ketika siswa menggunakan kartu berbicaranya, mereka akan
menemukan dan menyampaikan sesuatu yang ia ketahui sesuai
dengan pembicaraan yang sedang berlangsung sehingga hal ini akan
membangun pengetahuan siswa itu sendiri berdasarkan pengetahuan
dan pengalamannya. Model pembelajaran time token memiliki
langkah-langkah penerapan seperti yang disampaiakan oleh Miftahul
Huda. Menurut Huda (2014: 240), langkah dalam menerapkan model
pembelajaran time token adalah sebagai berikut.
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar.
2) Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal.
3) Guru memberi tugas pada siswa.
4) Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik
perkupon pada tiap siswa.
5) Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu
sebelumberbicara atau memberi komentar. Satu kupon untuk satu
kesempatanberbicara. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran
dengan siswalainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tidak
boleh bicara lagi. Siswayang masih memegang kupon harus bicara
29
sampai semua kuponnyahabis. Demikian seterusnya hingga semua
anak berbicara.
6) Guru memberi sejumlah nilai berdasarkan waktu yang digunakan
tiapsiswa dalam berbicara.
Berdasarkan uraian dan langkah-langkah tersebut bisa dipahami
bahwa model pembelajaran time token dapat membantu untuk
meningkatkan soft skill siswa. yakni siswa dapat berani berbicara di
depan orang banyak, siswa bisa memecahkan masalal, dapat
bersosialisasi dengan teman-temannya, dan juga bisa melatih diri agar
bisa lebih bertanggung jawab.
Selain langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran time
token dengan memberikan kupon berbicara pada siswa, model
pembelajaran ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan,
seperti yang disampaikan Huda.
Menurut Huda (2014: 241), strategi time token memiliki beberapa
kelebihan, antara lain.
a. Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasi
b. Menghindari dominasi siswa yang pandai berbicara atau yang
tidak berbicara sama sekali
c. Membantu siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran
d. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (aspek
berbicara)
e. Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapat
f. Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling
mendengarkan,berbagi, memberikan masukan, dan memiliki sikap
keterbukaan terhadapkritik
g. Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain
h. Mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan
yang dihadapi, dan
i. Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
30
Akan tetapi, ada beberapa kekurangan time token yang juga harus
menjadi pertimbangan, antara lain.
1) Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja
2) Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak
3) Memerlukan banyak waktu untuk persiapan. Dalam proses
pembelajaran,karena semua siswa harus berbicara satu per satu
sesuai jumlah kuponyang dimilikinya, dan
4) Kecenderungan untuk sedikit menekan siswa yang pasif dan
membiarkan siswa yang aktif untuk tidak berpartisipasi lebih
banyak di kelas.
Berdasarkan penjelasan tentang kelebihan dan kekurangan model
pembelajaran time token maka dapat dilihat bahwa model pembelajran
ini cukup efektif untuk meningkatkan soft skill siswa.
2.1.6 Model Pembelajaran Probing Prompting
Model pembelajaran Probing Prompting memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bekerja sama dan berinteraksi antaranggota
kelompok untuk dapat memecahkan persoalan yang ditemukan dalam
pembelajaran. Ketika sudah menemukan permasalahan maka siswa
harus bisa menghubungkan permasalahan atau pengetahuan baru
tersebut terhadap pengalamannya. Senada dengan yang diungkapkan
oleh Suherman (2008: 6) “Model pembelajaran probing prompting
merupakan model pembelajaran yang menekankan guru untuk
menyajikan pertanyaan yang bersifat menuntun dan menggali
sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan tiap
siswadan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari”.
Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep dan aturan menjadi
pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak
31
diberitahukan. Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya
dengan pertanyaan. Pertanyaan yang dilontarkan pada saat
pembelajaran ini disebut probing question. Probing question adalah
pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih
lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas
jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta
beralasan.
Suherman, dkk (2001: 160), probing question dapat memberikan
motivasi kepada siswa untuk lebih memahami secara mendalam suatu
masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses pencarian
dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha
menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya
dengan pertanyaan yang akan dijawabnya. Model pembelajaran ini
menggunakan tanya jawab yang dilakukan dengan menunjuk siswa
secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus ikut
berpartisipasi aktif, sehingga siswa tidak dapat menghindar dari proses
pembelajaran, karena setiap saat siswa dapat dilibatkan dalam proses
tanya jawab.
Proses pembelajaran dengan model pembelajarn probing prompting,
akan terjadi suasana tegang di dalam kelas namun, suasana tegang
demikian bisa dikurangi dengan guru memberi serangkaian
pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan
nada yang lembut. Pembelajaran harus disertai dengan canda, senyum
dan tertawa sehingga menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria.
Perlu diingat bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena
salah adalah ciri siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna dalam Sudarti (2008:
17), menyimpulkan bahwa proses probing dapat mengaktifkan siswa
dalam belajar yang penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan
keaktifan sehingga aktivitas komunikasi cukup tinggi. Selanjutnya,
32
perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari
cenderung lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban
sebab mereka harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru.
Suherman, dkk (2001:55), mengungkapkan bahwa terdapat dua
aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran probing
prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berpikir dan
aktivitas fisik yang berusaha membangun pengetahuannya, serta
aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan
menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran
tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi.
Pelaksanaan model pembelajaran probing prompting memiliki
beberapa langkah yang dapat dilakukan guru agar pembelajaran
tersebut berjalan dengan efektif.
Sudarti (2008: 14), langkah-langkah pembelajaran probing prompting
dijabarkan melalui tujuh tahapan teknik probing yang dikembangkan
dengan prompting adalah sebagai berikut.
1. Siswa dihadapkan pada situasi baru, misalkan dengan
memperhatikan gambar atau situasi lainnya yang mengandung
permasalahan.
2. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran atau indikator kepada seluruh siswa.
3. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil
dalam merumuskannya.
4. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
5. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada
siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa
seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung.
Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal
ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam,
maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang
jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu
dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada
tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan
sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang
dilakukan pada langkah ini sebaiknya diajukan pada beberapa
siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh
kegiatan probing prompting.
6. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda
untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar
telah dipahami oleh seluruh siswa.
33
Pembelajaran probing prompting juga memiliki beberapa pola umum
untuk mempermudah proses pembelajaran di kelas.
Rosnawati (2008: 24), pola umum dalam pembelajaran dengan
menggunakan teknik probing melalui tiga tahapan yaitu sebagai
berikut.
1. Kegiatan awal : Guru menggali pengetahuan prasyarat yang sudah
dimiliki siswa dengan menggunakan teknik probing. Hal ini
berfungsi untuk introduksi, revisi dan motivasi.
2. Kegiatan inti : pengembangan materi maupun penerapan materi
dilakukan dengan menggunakan teknik probing.
3. Kegiatan akhir : teknik probing digunakan untuk mengetahui
keberhasilan siswa dalam belajarnya setelah siswa selesai
melakukan kegiatan inti yang telah ditetapkan sebelumnya.
Model pembelajaran Probing prompting cocok diterapkan pada suatu
topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari
pengalaman yang dialami sendiri. Berdasarkan teori mengenai model
pembelajaran probing prompting tersebut, jelas bahwa model
pembelajaran probing prompting dapat mendorong siswa untuk
belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Siswa dituntut selalu berfikir
tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara
penyelesaiannya. sehingga peserta didik menjadi lebih terlatih untuk
selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga
pengetahuan dan pengalaman belajar peserta didik dapat tertanam
dalam jangka waktu yang cukup lama.
Proses perkembangan kognitif yang terjadi pada anak adalah proses
asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan penyesuaian
atau mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah
diketahui. Sedangkan proses akomodasi adalah anak menyusun dan
34
membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui
sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan
dengan lebih baik. Proses yang terjadi secara asimilasi dan akomodasi
merupakan perkembangan semata. Perkembangan semata tersebut
membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak.
Kemudian jika dilihat dari fase pembelajaran, terlihat adanya proses
interaksi antara siswa dalam pembelajaran, memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk terlibat secara berkelompok dalam
menemukan dan memecahkan masalah. Pertukaran gagasan tidak
dapat dihindari untuk perkembangan penalaran, walaupun penalaran
tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat
distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman setingkat.
Oleh karena itu diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran
probing prompting ini, kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik
daripada pembelajaran secara konvensional, sehingga dapat
meningkatkan soft skill siswa.
2.1.7 Pola Asuh
Pola asuh merupakan cara orang tua dalam mendidik anaknya agar
menjadi orang yang pandai dalam bersosial atau berkomunikasi
dengan orang-orang yang ada dilingkungannya, baik dilingkungan
pendidikan atau dalam bermasyarakat. Sebagaimana teori yang
diungkapkan oleh Casmini (2007: 47), yaitu bagaimana orang tua
memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan
35
serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga
kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh
masyarakat secara umum. Menurut Santrock (2007: 19), mengatakan
yang dimaksud dengan pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan
yang digunakan oleh orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh
menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat dipahami bahwa
pola asuh merupakan cara orang tua dengan anak untuk
berkomunikasi. Baik dalam berkomunikasi untuk hal pendidikan
ataupun bukan pendidikan. Dalam mendidik atau mengasuh anak ada
orang tua yang memberi banyak larangan kepada anaknya baik dalam
bergaul atau yang lainnya dan ada juga orang tua yang tidak memberi
batasan kepada anaknya baik dalam bergaul, dan juga hal lainnya.
Senada dengan yang diungkapkan oleh Sugihartono, dkk (2007: 31)
yaitu pola perilaku yang digunakan untuk berhubungan dengan anak-
anak. Pola asuh yang diterapkan oleh setiap keluarga tentunya berbeda
dengan keluarga lainnya.
Bjorklun dalam Yusuf (2006: 51), membagi pola asuh menjadi tiga
yaitu pola asuh authoritarian, permissive dan demokrasi.
1. Pola asuh authoritarian
Hurlock (2006: 21), mengemukakan bahwa orang tua yang
mendidik anak dengan menggunakan pola asuh otoriter
memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua menerapkan
peraturan yang ketat, tidak adanya kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan
yang dibuat oleh orang tua, berorientasi pada hukuman (fisik
maupun verbal), dan orang tua jarang memberikan hadiah ataupun
36
pujian. Anak yang dididik menggunakan pola asuh otoriter
umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sikap “acceptance” rendah, namun kontrolnya tinggi,
b. Suka menghukum secara fisik,
c. Bersikap mengomando (mengharuskan/memerintah anak untuk
untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi),
d. Bersikap kaku (keras),
e. Cenderung emosi dan bersikap menolak.
2. Pola asuh permissive
Gunarsa (2000: 17), mengemukakan bahwa orang tua yang
menerapkan pola asuh permissif memberikan kekuasaan penuh
pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang
kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai
pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak.Dalam
pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak
terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi
larangan-larangan yang ada di lingkungannya. Anak yang dididik
menggunakan pola asuh permisif umumnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Sikap “acceptance” tinggi, namun kontrolnya rendah, dan
b. Memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan
dorongan/keinginannya.
3. Pola asuh demokrasi
Gunarsa (2000: 19), mengemukakan bahwa dalam menanamkan
disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh
demokratis memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak
mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan
orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika
keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini,
anak tumbuh rasa tanggung jawab, mampu bertindak sesuai
dengan norma yang ada. Anak yang dididik menggunakan pola
asuh permisif umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sikap “acceptance” dan kontrolnya tinggi,
b. Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak,
c. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan,
dan
d. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik
dan yang buruk.
Berdasarkan penjelasan tentang pola asuh maka dapat dipahami
bahwa cara orang tua dalam mendidik anaknya sangat
mempengaruhi kecerdasan seorang anak baik kecerdasan
interpersonal atau kecerdasan intrapersonal. Sehingga dalam
37
meningkatkan soft skill akan lebih baik jika pola asuh orang tua
diperhatikan.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
1. Kurniawan (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model
pembelajaran PBL dengan metode time token untuk meningkatkan
keaktifan siswa” menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran PBL
dengan metode time token dapat meningkatkan keaktifan siswa sebesar
44,47% dengan rincian pada pra siklus 32,11% meningkat menjadi
53,68% pada siklus I dan meningkat menjadi 76,58% pada siklus II.
2. Gitanti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pola Asuh
Orang tua terhadap Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas IV SD Negeri
Prambanan Sleman. Pada hasil penelitian disebutkan bahwa terdapat
pengaruh positif dan signifikan antara pola asuh orang tua dengan
kecerdasan interpersonal siswa SD. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
koefisien korelasi rxy sebesar 0,717. Kontribusi pola asuh orang tua
terhadap kecerdasan interpersonal siswa sebesar 51,4% dengan persamaan
regresi Y = 21,765 + 1,293X.
3. Sarimaya (2013) yang berjudul “Peningkatan soft skill siswa SMP dalam
pembelajaran IPS melalui pengembangan model pembelajaran kooperatif”
yang menunjukkan bahwa ada peningkatan secara signifikan soft skill
siswa dengan adanya pengembangan model pembelajaran kooperatif.
4. Lailatul (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Time Token Arends untuk Meningkatkan keaktifan siswa”
38
menunjukkan bahwa penerapan model metode time token Arends siklus I,
menunjukkan persentase keberhasilan sebesar 78,64%. Sedangkan pada
siklus II, persentase keberhasilan sebesar 94,79%, ini berarti mengalami
peningkatan dibandingkan siklus I yaitu sebesar 16,15%.
5. Haryanto (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe probing prompting untuk meningkatkan
keaktifan peserta didik” yang menunjukkan bahwa Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe probing prompting dapat meningkatkan
keaktifan peserta didik sebanyak 50% dengan rincian pada pra siklus siswa
yang aktif sebanyak 28% meningkat menjadi 53% pada siklus I, dan
meningkat menjadi 78% pada siklus II.
6. Rosyadianto (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model
pembelajaran kooperatif time token arends untuk meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar” menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan
model Kooperatif Time Token Arends meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Aktivitas siswa dapat terlihat dari skor rata-rata aktivitas
kegiatan siswa disiklus I sebesar 73,5 dan pada siklus II skor rata-rata
yang diperoleh meningkat menjadi 81,1.
7. Pusparani (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe probing prompting untuk meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa” yang menunjukkan bahwa menggunakan
model pembelajaran Probing Prompting keaktifan belajar siswa meningkat
dari rata-rata sebelum tindakan sebesar 17,24, meningkat pada siklus I
sebesar 44,82 kembali meningkat menjadi 86,20 di siklus II.
39
2.3 Kerangka Pikir
Banyak pendidik yang hanya memperhatikan hasil belajar ranah kognititf saja
dan kurang memperhatikan hasil belajar ranah aspek afektif siswa mengenai
soft skill siswa. Upaya melatih soft skill siswa dapat menggunakan model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa saling bekerjasama, berkomunikasi, dan
berbagi pengetahuan dengan teman yang lain serta mulai belajar untuk
menyampaikan pendapatnya. Pada model pembelajaran kooperatif ini
diharapkan siswa dapat mengembangkan soft skillnya.
Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe time token dan model pembelajaran koperatif tipe
probing prompting. Variabel terikat (dependent) dalam penelitian ini adalah
soft skill siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe time
token dan model pembelajaran koperatif tipe probing prompting. Variabel
moderator dalam penelitian ini adalah pola asuh permisif dan pola asuh
demokratis.
1. Perbedaan Soft skill yang Pembelajaramya Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Dibandingkan dengan
Tipe Probing Prompting pada Mata Pelajaran IPS Terpadu
Pada saat pembelajaran akan lebih baik jika guru menggunakan model
pembelajaran yang efektif dan tepat. Karena penerapan model
pembelajaran yang tepat sangat menunjang keberhasilan siswa dalam
pembelajaran. Namun pada kenyataannya, masih banyak guru yang
menggunakan metode langsung. Dalam pembelajaran langsung peran guru
40
dalam pembelajaran sangat dominan (teacher centered), sehingga siswa
tidak mendapatkan andil yang besar dalam pembelajaran. Model
pembelajaran kooperatif dapat dijadikan metode yangditerapkan guru di
dalam kelas, karena siswa dapat lebih aktif berperan serta dalam kegiatan
pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai model, dua
diantaranya yaitu time token dan probing prompting.
Model pembelajaran time token memiliki langkah-langkah penerapan
seperti yang disampaiakan oleh Miftahul Huda. Menurut Huda (2014:
240), langkah dalam menerapkan model pembelajaran time token adalah
sebagai berikut .
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar.
b. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal.
c. Guru memberi tugas pada siswa.
d. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik
perkupon pada tiap siswa.
e. Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu
sebelumberbicara atau memberi komentar. Satu kupon untuk satu
kesempatanberbicara. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran
dengan siswalainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh
bicara lagi. Siswayang masih memegang kupon harus bicara sampai
semua kuponnyahabis. Demikian seterusnya hingga semua anak
berbicara.
f. Guru memberi sejumlah nilai berdasarkan waktu yang digunakan
tiapsiswa dalam berbicara.
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan melalui
tujuh tahapan teknik probing senada dengan Sudarti (2008: 14), yang
dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut.
a) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan
memperhatikan gambar,atau situasi lainnya yang mengandung
permasalahan.
b) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
41
c) Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa.
d) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
e) Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
f) Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa
lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa
terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa
tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang
diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk
jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang
menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat
menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator.
Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya
diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat
dalam seluruh kegiatan probing prompting.
g) Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk
lebih menekankan bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah
dipahami oleh seluruh siswa.
Model pembelajaran time token, lebih menekankan untuk melatih
keterampilan siswa berbicara didepan dan agar tidak ada siswa yang
mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali, karena siswa dituntut
untuk menggunakan kartu bicaranya selama pembelajaran berlangsung.
Sedangkan model pembelajaran probing prompting lebih menekankan
siswa untuk berkomunikasi dan berdiskusi dengan teman sekelompok
untuk memecahkan masalah yang diberikan guru, serta mereka dituntut
untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan uraian langkah-langkah tersebut dapat dilihat perbedaan
karakteristik antara kedua model pembelajaran, sehingga diduga ada
perbedaan soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe time token dengan siswa yang
42
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
probing prompting pada mata pelajaran IPS Terpadu.
2. Perbedaan Soft skill Antara Siswa yang di didik Menggunakan Pola
Asuh Demokratis dengan Siswa yang di didik Menggunakan Pola
Asuh Permisif pada Mata Pelajaran IPS Terpadu
Soft skill merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki oleh
semua orang karena dengan memiliki kemampuan soft skill kita bisa
bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungan, dan berhubungan dengan
sang pencipta.
Elfindri, dkk (2011: 10), mendefinisikan soft skill sebagai keterampilan
hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya
antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin.
Lebih lanjut Elfindri menjelaskan bahwa soft skill merupakan
keterampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki baik untuk sendiri,
berkelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan Sang
Pencipta. Soft skill sangat diperlukan untuk kecakapan hidup seseorang.
Pola asuh merupakan cara orang tua untuk mendidik anaknya agar dapat
bersosial dengan baik terhadap lingkungan, dan juga untuk mendidik
anaknya agar menjadi orang yang dewasa. Santrock (2002: 17),
mengatakan yang dimaksud dengan pola asuh adalah cara atau metode
pengasuhan yang digunakan oleh orang tua agar anak-anaknya dapat
tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara social. Pola asuh
oran tua ada beberapa jenis diantaranya terdapat pola asuh demokratis dan
pola asuh permisif.
Pola asuh demokratis merupakan cara orang tua mendidik memberikan
peraturan pada anak akan tetapi memberikan hukumannya sesuai dengan
keselahan yang dilakukan oleh anak. Hurlock (2006: 16), mengemukakan
43
bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan
ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat mengapa ia
melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan
kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada
perilaku yang benar.
Pola asuh permisif merupakan cara orang tua mendidik tanpa memberikan
batasan kepada anak.
Gunarsa (2000: 15), mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan
pola asuh permisif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut
kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan
hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi
dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak
menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus
menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya.
Pola asuh permisif lebih memberi kebebasan dan kurang kontrol terhadap
perilaku anak, hal ini berbeda dengan pola asuh demokratis.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui pola asuh demokratis
menunjukkan bahwa orangtua memberi batasan kepada anak dalam
berteman atau yang lainnya. Akan tetapi, orang tua yang mendidik anak
dengan pola asuh demokratis biasanya akan memberi hukuman yang
sesuai dengan kesalahan yang dilakukan oleh anaknya.
Sedangkan pola asuh permisif menunjukkan cara orang tua mendidik
anaknya dengan cara membiarkan anaknya melakukan apapun tanpa ada
kontrol atau pantauan dari orang tua. Dan anak yang mendapatkan didikan
pola asuh permisif akan menjadi anak yang tidak terarah dan sulit untuk
bersosialisasi di lingkungan manapun.
44
Berdasarkan hal tersebut, dapat mengakibatkan perbedaan soft skill siswa
pada mata pelajaran IPS Terpadu pada siswa yang dididik menggunakan
pola asuh demokratis dengan siswa yang dididik menggunakan pola asuh
permisif.
3. Interaksi Antara Penggunaan Model Pembelajaran dengan Pola Asuh
Demokratis dan Pola Asuh Permisif Terhadap Soft Skill Siswa pada
Mata Pelajaran IPS Terpadu
Jika pada model pembelajaran time token, siswa yang dididik
menggunakan pola asuh demokratis dalam mata pelajaran IPS Terpadu
soft skillnya lebih baik daripada siswa yang dididik menggunakan pola
asuh permisif. Jika pada model pembelajaran probing prompting, siswa
yang dididik menggunakan pola asuh permisif lebih baik daripada siswa
yang dididik menggunakan pola asuh demokratis, maka terjadi interaksi
antara model pembelajaran dengan pola asuh demokratis dan pola asuh
permisif terhadap soft skill. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka
pikir penelitian ini menggunakan desain faktorial 2x2 dan dapat
divisualisasikan sebagai berikut.
45
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
4. Soft skill Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Diduga Lebih Tinggi
Dibandingkan Pembelajaran yang Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing Prompting pada Siswa yang di
didik Menggunakan Pola Asuh Dempkratis pada Mata Pelajaran IPS
Terpadu
Peneliti menduga bahwa penerapan model pembelajaran time token lebih
tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran probing prompting untuk
siswa yang didik menggunakan pola asuh demokratis.
Hal tersebut terjadi karena model pembelajaran time token menekankan
siswa untuk berani berbicara didepan kelas. Dan siswa juga dituntut untuk
aktif pada saat pembelajaran guna mengembangkan kemampuan yang ada
dalam dirinya, siswa juga dilatih untuk menghargai pendapat orang lain.
Sehingga siswa yang dididik dengan pola asuh demokratis akan lebih baik
jika meggunakan model pembelajaran time token. Karena Siswa yang di
didik menggunakan pola asuh demokratis memiliki rasa tanggung jawab
yang cukup tinggi berkat di didikan orangtuanya.
Model Pembelajaran
Probing prompting Time Token
Pola asuh
demokratis
dan Pola asuh
permisif
Pola asuh
demokratis
dan Pola asuh
permisif
Pola asuh
demokratis
dan Pola asuh
permisif
Pola asuh
demokratis
dan Pola asuh
permisif
Soft Skill
Soft Skill
Soft Skill
Soft Skill
46
Senada dengan Gunarsa (2000: 19), mengemukakan bahwa dalam
menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh
demokratis memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak,
dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua,
memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan
pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini, anak tumbuh rasa
tanggung jawab, mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa siswa yang di didik
menggunakan pola asuh demokratis akan lebih jika menggunakan model
pembelajaran time token.
5. Soft Skill Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Diduga Lebih Rendah
Dibandingkan Pembelajaran yang Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing Prompting pada Siswa yang di
didik Menggunakan Pola Asuh Permisif pada Mata Pelajaran IPS
Terpadu
Model pembelajaran probing prompting adalah model pembelajaran
berkelompok yang dibuat untuk menambah keaktifan siswa karena model
pembelajaran ini menuntut siswa untuk berdiskusi dengan teman
kelompok dalam memecahkan masalah akan tetapi mereka secara individu
harus mempersiapkan diri agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang akan diberikan oleh guru. Model pembelajaran probing prompting
mendorong siswa untuk dapat mandiri dan percaya diri dalam
mengungkapkan pendapat, ide-ide, dan gagasan yang telah mereka
diskusikan terlebih dahulu dengan teman sekelompok. Sehingga dengan
menggunakan model pembelajaran probing prompting dapat membuat
47
siswa berdiskusi dengan baik dan dapat melatih kepercayaan diri siswa
terutama bagi siswa yang di didik menggunakan pola asuh permisif.
Gunarsa (2000: 17), mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan
pola asuh permisif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut
kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan
hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi
dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak
menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus
menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa jika anak
yang di didik menggunakan pola asuh permisif akan lebih baik jika proses
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran probing prompting.
6. Soft Skill Siswa yang dididik Menggunakan Pola Asuh Demokratis
Diduga Lebih Tinggi Dibandingkan dengan Siswa yang dididik
Menggunakan Pola Asuh Permisif pada Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Time Token pada Mata Pelajaran IPS Terpadu
Pada model pembelajaran time token, peran siswa dalam berbicara lebih
merata sehingga tidak ada siswa yang mendominasi berbicara di dalam
kelas atau diam sama sekali. Dengan adanya kartu bicara, setiap siswa
dituntut untuk mengungkapkan pendapat, menyanggah, maupun
menanggapi. Siswa yang dididik menggunakan pola asuh demokratis
diduga akan lebih efektif dalam mengikuti pembelajaran, siswa biasanya
senang berbagi apa yang dia ketahui, mampu berinteraksi dengan anggota
kelompok, dan tentu perilaku dan cara pengucapan dalam mengungkapkan
48
perasaan akan lebih baik dan santun karena siswa dapat memahami
perasaan orang lain.
Seperti yang diungkapkan oleh Gunarsa (2000: 17), mengemukakan
bahwa dalam menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang
menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan dan menghargai
kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian
antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif
jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini, anak
tumbuh rasa tanggung jawab, mampu bertindak sesuai dengan norma yang
ada.
Hal ini diperkuat oleh teori konstruktivisme menekankan pada pentingnya
hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan
pengetahuan. Hal ini diperkuat oleh Vygotsky dalam Santrock (2007:
390), menurutnya ada dua prinsip penting berkenaan dengan teori
kontruktivisme, yaitu.
a. Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial
terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan
pengetahuan,
b. Zona of proximal development. Pendidik sebagai mediator memiliki
peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya
membangun pengetahuan, pengertian, dan kompetensi.
Guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi
siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya sedikit demi
sedikit. Sedangkan bagi siswa yang dididik menggunakan pola asuh
permisif diduga akan mengalami kesulitan untuk mengikuti model
pembelajaran time token, karena model pembelajaran ini lebih
49
menekankan siswa untuk berani berbicara didepan umum. Dengan
demikian, soft skill siswa yang di didik menggunakan pola asuh permisif
lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang dididik menggunakan pola
asuh demokratis dengan menggunakan model pembelajaran time token.
7. Soft Skill Siswa pada Mata Pelajaran IPS Terpadu yang dididik
Menggunakan Pola Asuh Permisif Diduga Lebih Rendah
Dibandingkan dengan Siswa yang dididik Menggunakan Pola Asuh
Demokratis pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing
Prompting pada Mata Pelajaran IPS Terpadu
Pada model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting, siswa akan
saling bekerjasama dalam kelompok, aktif dalam proses pembelajaran, dan
bertanggungjawab terhadap persoalan yang ditemukan dalam
pembelajaran dengan membentuk komunikasi antar anggota kelompok.
Oleh karena itu,
Siswa yang dididik menggunakan pola asuh permisif tidak bisa
memotivasi dirinya sendiri, tidak percaya diri, dan tidak bisa bekerja
sendiri, sehingga siswa yang di didik menggunakan pola asuh permisif ini
akan lebih baik jika dalam pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran probing prompting. Karena dengan menggunakan model
pembelajaran siswa dapat dilatih untuk bekerjasama, bisa melatih
kepercayaan diri, dan lainnya.
Hal ini diperkuat oleh teori behavioristik yang menekankan pada stimulus
dan respon. Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi karena
adanya syarat-syarat (condition) yang kemudian menimbulkan reaksi. Hal
ini diperkuat oleh Watson dalam Dalyono (2012: 32), yang berpendapat
50
bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-
respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Teori ini mengatakan bahwa
segala tingkah laku manusia merupakan hasil latihan atau kebiasaan
bereaksi terhadap syarat atau perangsang tertentu yang dialami dalam
kehidupannya. Siswa yang dididik menggunakan pola asuh permisif dalam
model pembelajaran probing prompting, dapat melatih kepercayaan diri
untuk dapat memberikan pendapat, ide-ide, atau gagasan dan mereka bisa
bekerjasama dan memecahkan masalah dalam kelompok. Sehingga dapat
mengakibatkan soft skill siswa yang dididik menggunakan pola asuh
permisif lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dididik
menggunakan pola asuh demokratis dalam model pembelajaran probing
prompting.
2.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah.
1. Ada perbedaan soft skill yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe time token dibandingkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe probing prompting pada mata pelajaran IPS
Terpadu.
2. Ada perbedaan soft skill antara siswa yang dididik menggunakan pola asuh
demokratis dengan yang dididik menggunakan pola asuh permisif pada
mata pelajaran IPS Terpadu.
51
3. Terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan pola
asuh demokratis dan pola asuh permisif terhadap soft skill siswa pada mata
pelajaran IPS Terpadu.
4. Soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe time token lebih tinggi dibandingkan pembelajaran yang
menggunaan model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting pada
siswa yang dididik menggunakan pola asuh demokratis pada mata
pelajaran IPS Terpadu.
5. Soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe time token lebih rendah dibandingkan pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting
pada siswa yang dididik menggunakan pola asuh permisif pada mata
pelajaran IPS Terpadu.
6. Soft skill siswa yang di didik menggunakan pola asuh demokratis lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa yang di didik menggunakan pola asuh
permisif pada model pembelajaran kooperatif tipe time token pada mata
pelajaran IPS Terpadu.
7. Soft skill siswa yang di didik menggunakan pola asuh demokratis lebih
rendah dibandingkan dengan siswa yang di didik menggunakan pola asuh
permisif pada model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting pada
mata pelajaran IPS Terpadu.
III.METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian eksperimen semu dengan pendekatan komparatif. Menurut
Sugiyono (2010: 107), Penelitian aksperimen yaitu suatu penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain
dalam kondisi yang terkendalikan, variabel-variabel lain yang dapat
mempengaruhi proses eksperimen dapat dikontrol secara ketat.
Arikunto (2013: 3), eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan
sebab akibat (hubungan klausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan
oleh peneliti dengan mengeleminasi atau mengurangi atau menyisihkan
faktor-faktor lain yang dapat mengganggu. Sugiyono (2010: 57), Penelitian
komparatif adalah penelitian yang membandingkan keberadaan suatu variabel
atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang
berbeda. Sugiyono ( 2010: 93), Analisis komparatif dilakukan dengan cara
membandingkan antara teori satu dengan teori yang lain. Melalui analisis
komparatif ini peneliti dapat memadukan antara teori satu dengan teori yang
lain, mereduksi bila dipandang terlalu luas.
53
3.1.1 Desain Eksperimen
Penelitian ini bersifat quasi eksperimen dengan pola factorial design.
Menurut Sugiyono (2010: 113), desain faktorial merupakan
modifikasi dari desain true experimental (eksperimen yang betul-betul
murni), yaitu dengan memperhatikan kemungkinan adanya variabel
moderator yang mempengaruhi perlakuan (variable independen)
terhadap hasil (variable dependen). Desain faktorial memiliki tingkat
kerumitan yang berbeda-beda. Desain faktorial dalam penelitian ini
adalah yang paling sederhana yaitu 2 kali 2 (2x2). Desain tersebut
divisualisasikan sebagai berikut.
Model PembelajaranKooperatif
Pola Asuh
Tipe Time TokenTipe ProbingPrompting
Pola asuhdemokratis
Soft skill Soft skill
Pola asuh permisif Soft skill Soft skill
Gambar 2. Desain Penelitian Eksperimen Factorial Design
Penelitian ini membandingkan dua model pembelajaran yaitu time
token dan probing prompting terhadap soft skill siswa di kelas VIII A
dan VIII B dengan keyakinan bahwa kedua model pembelajaran
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap soft skill siswa dengan
memperhatikan pola asuh permisif dan pola asuh demokratis.
Kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dipilih secara
random menggunakan teknik undian. Kelas VIII A melaksanakan
model pembelajaran kooperatif tipe time token sebagai kelas
54
eksperimen dan kelas VIII B melaksanakan model pembelajaran
kooperatif tipe probing prompting sebagai kelas kontrol.
a. Prosedur Penelitian
Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah.
1. Melakukan observasi pendahuluan untuk melihat
permasalahan di lapangan yang akan diteliti,
2. Melakukan wawancara terhadap guru bidang studi IPS
Terpadu untuk mengetahui beberapa permasalahan yang ada
serta untuk mengetahui jumlah kelas yang menjadi populasi
kemudiandigunakan sebagai sampel dalam penelitian,
3. Menetapkan sampel penelitian yang dilakukan dengan teknik
cluster random sampling. Menentukan kelas eksperimen dan
kelas kontrol dengan cara diundi kemudian menyusun
rancangan penelitian,
4. Menerapkan langkah-langkah model pembelajaran Time
Token, yaitu sebagai berikut.
1) Guru menjelaskan tujuan pemeblajaran atau kompetensi
dasar,
2) Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi
klasikal,
3) Guru memberi tugas kepada siswa,
4) Guru memberi sejumlah kupon bicara dengan waktu 30
detik per kupon pada setiap siswa,
55
5) Guru meminta siswa untuk menyerahkan kupon terlebih
dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar dan
pendapat. Satu kupon untuk satu kesempatan bicara. Siswa
dapat berbicara lagi setelah bergiliran dengan siswa
lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh
bicata lagi, siswa yang masih memegang kupon harus
berbicara sampai semua kuponnya habis. Demikian
seterusnya hingga semua siswa berbicara,
6) Guru memberi sejumlah nilai berdasarkan waktu yang
digunakan setiap siswa dalam berbicara,
5. Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan
melalui tujuh tahapan teknik probing (Sudarti, 2008:14), yang
dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut.
a) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan
dengan memperhatikan gambar, atau situasi lainnya yang
mengandung permasalahan.
b) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan
kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan
diskusi kecil dalam merumuskannya.
c) Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai
dengan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) atau indikator
kepada seluruh siswa.
56
d) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan
kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan
diskusi kecil dalam merumuskannya.
e) Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
f) Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan
kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk
meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan
yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut
mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang
diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya
merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu
dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa
berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat
menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau
indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah
keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang
berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan
probing prompting.
g) Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang
berbeda untuk lebih menekankan bahwa TPK/ indikator
tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
6. Membuat kesimpulan lama pertemuan setiap kelas adalah 2
jam pelajaran atau 2x40 menit selama 8 kali pertemuan,
57
7. Ujicoba validitas dan reliabilitas angket pola asuh,
8. Melakukan penilaian melalui lembar observasi untuk
mengukur soft skill siswa dan menyebarkan skala psikologi
untuk mengetahui pola asuh demokratis dan pola asuh permisif
siswa,
9. Analisis data untuk menguji hipotesis,
10. Menarik kesimpulan.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII
SMP Bina Utama Ulubelu tahun pelajaran 2015/2016 yang
terdiri dari 3 kelas sebanyak 106 siswa.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut Sugiyono (2010:118).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
teknik cluster random sampling. Hasil teknik cluster random
sampling diperoleh kelas VIII A dan VIII B sebagai sampel,
kemudian kedua kelas tersebut diundi untuk menentukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hasil undian diperoleh kelas
VIII A sebanyak 36 siswa sebagai kelas eksperimen yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe time token
58
dan kelas VIII B sebanyak 35 siswa sebagai kelas kontrol yang
menggunakan model pembelajaran probing prompting.
3.3 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 60), variabel penelitian pada dasarnya adalah
segala sesuatu yang berbentuk apa saja ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan tiga variabel, yaitu variabel
bebas (independent), variabel terikat (dependent) dan variabel moderator.
3.3.1 Variabel Bebas (Independent)
Menurut Sugiyono (2010: 61), variabel bebas adalah merupakan
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam
penelitian ini terdiri dari dua, yaitu model pembelajaran kooperatif
tipe time token sebagai kelas eksperimen (X1) dan model
pembelajaran kooperatif tipe probing prompting sebagai kelas
kontrol (X2).
3.3.2 Variabel Terikat (Dependent)
Menurut Sugiyono (2010: 61), variabel terikat merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas. Pada penelitian ini, variabel terikatnya adalah soft
skill siswa (Y).
59
3.3.3 Variabel Moderator
Menurut Sugiyono (2010: 62), variabel moderator adalah variabel
yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan
antara variabel independen dengan dependen. Diduga dengan pola
asuh demokratis dan pola asuh permisif mempengaruhi (memperkuat
atau memperlemah) hubungan antara model pembelajaran kooperatif
tipe time token dan probing prompting dengan soft skill.
3.4 Definisi Konseptual Variabel
1) Elfindri, dkk (2011: 10), mendefinisikan soft skill sebagai keterampilan
hidup yang sangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya
antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin.
Lebih lanjut Elfindri menjelaskan bahwa soft skill merupakan
keterampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki baik untuk
sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta berhubungan dengan
Sang Pencipta. Soft skill sangat diperlukan untuk kecakapan hidup
seseorang.
2) Hurlock (2006: 16), mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan
pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak
untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman
dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi
pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.
3) Gunarsa (2000: 17), mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan
pola asuhpermisif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa
dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku
anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang
60
berkomunikasi dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan
kepribadian anak menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami kesulitan
jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya.
4) Menurut Huda (2014: 239), Strategi pembelajaran time token merupakan
salah satu contoh kecil dari penerapan pembelajaran demokratis di
sekolah. Sepanjang proses belajar, aktivitas siswa menjadi titik perhatian
utama. Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif dalam
proses pembelajaran. Model pembelajaran ini digunakan untuk melatih
dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi
pembelajaran atau diam sama sekali.
5) Suherman (2008: 6), Model pembelajaran probing prompting merupakan
model pembelajaran yang menekankan guru untuk menyajikan
pertanyaan yang bersifat menuntun dan menggali sehingga terjadi proses
berfikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya
dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
3.5 Definisi Operasional Penelitian
1) Soft Skill
Tabel 2. Soft skill
Variabel Dimensi IndikatorSkalaPengukuran
Soft skill 1. KecerdasanInterpersonal
2. Kecerdasanintrapersonal
1. Kemampuanbekerja sama
2. Kemampuanberadaptasi
1. Kejujuran2. Tanggung jawab3. Toleran4. Kemampuan
berkomunikasi
Interval
61
2) Pola asuh demokratis
Tabel 3. Pola Asuh Demokratis
Variabel Dimensi IndikatorSkalaPengukuran
Pola AsuhDemokratis
1. Sikap“acceptance”dankontrolnyatinggi
2. Bersikapresponsifterhadapkebutuhananak
3. Mendoronganak untukmenyatakanpendapatataupertanyaan
4. Memberikanpenjelasantentangdampakperbuatanyang baikdan yangburuk
Hukumandiberikan akibatperilaku salah
Memberi pujianataupun hadiahkepada perilakuyang benar
Orang tuamembimbing danmengarahkantanpamemaksakankehendak kepadaanak
Adanyakesempatan bagianak untukberpendapat
Orang tuamemberipenjelasan secararasional jikapendapat anaktidak sesuai
Orang tuamempunyaipandangan masadepan yangjelasterhadapanak.
Intervaldenganpendekatanskalasemanticdifferential
Baumrind (Yusuf, 2006: 51)
62
3) Pola asuh permisif
Tabel 4. Pola Asuh Permisif
Variabel Dimensi Indikator
SkalaPengukuran
PolaAsuhPermisif
1. Sikap“acceptance” tinggi,namunkontrolnyarendah
2. Memberikebebasankepada anakuntukmenyatakandorongan/keinginannya
Orang tua kurangkontrol terhadapperilaku dankegiatan anaksehari-hari
Anak tidakmendapatkanhukuman meskianak melanggarperaturan
Memberikankebebasan kepadaanak tanpa adabatasan dan aturandari orang tua
Anak tidakmendapatkan hadiahataupun pujianmeski anakberperilaku sosialbaik
Orang tua hanyaberperan sebagaipemberi fasilitas.
Intervaldenganpendekatanskalasemanticdifferential
Baumrind (Yusuf, 2006: 51)
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Beberapa teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
3.6.1 Observasi
Hadi dalam Sugiyono (2010: 203), mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun
63
dari berbagai proses biologis dan psikologis. Teknik observasi
dilakukan secara langsung dan terstruktur dengan dua objek yaitu
guru dan siswa.Selain itu, observasi dilakukan untuk mengetahui soft
skill siswa dengan menggunakan lembar observasi.
3.6.2 Wawancara
Wawancara dilakukan secara terbuka atau wawancara tidak
terstruktur digunakan dalam penelitian pendahuluan. Pada penelitian
pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang
berbagai isu atau permasalahan yang ada dengan mewawancarai
guru mata pelajaran IPS Terpadu.
3.6.3 Angket (kuesioner)
Arikunto (2013: 151), mengungkapkan bahwa kuesioner adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
hal- hal yang ia ketahui. Angket yang akan digunakan dalam
penelitian ini berupa skala semantik diferensial. Skala semantik
deferensial digunakan untuk mendapatkan informasi pola asuh orang
tua siswa.
3.6.4 Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang bersifat
sekunder berkenaan dengan jumlah siswa dan hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan atau profil SMP Bina Utama Ulubelu.
64
3.7 Uji Persyaratan Instrumen
Untuk mendapatkan data yang lengkap, maka peneliti harus memiliki alat
instrumen yang baik. Sebuah instrumen dapat dikatakan baik sebagai alat
ukur jika memenuhi dua syarat, yaitu memiliki validitas dan reliabilitas.
3.7.1 Uji Validitas
Sugiono (2013: 73), Validitas merupakan data yang dihasilkan oleh
instrumen benar dan valid, sesuai kenyataan, dan dapat memberikan
gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau
keadaan yang sesungguhnya sehingga tes yang valid dapat mengukur
apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini digunakan rumus
correlation product moment yaitu:
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N = jumlah responden
∑xy = skor rata-rata dari X dan Y
∑x = jumlah skor item X
∑y = jumlah skor item Y
Dengan kriteria pengujian, jika harga r hitung > r tabel maka berarti valid,
begitu pula sebaliknya jika r hitung< r tabel maka alat ukur tersebut tidak
valid dengan α = 0,05 dan dk = n.
})(.}{)(.{
))((
2222 YYNXXN
YXXYrXY
65
Berdasarkan kriteria tersebut, hasil penelitian uji coba angket pola
asuh demokratis terdapat 20 butir pernyataan valid. Hasil penelitian
uji coba angket pola asuh permisif terdapat 20 butir pernyataan valid.
Hasil perhitungan uji coba validitas terdapat pada lampiran 21 dan
22.
3.7.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes
dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberi hasil yang tetap. Seandainya hasilnya
berubah-ubah, maka perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak
berarti. Penelitian ini menggunakan rumus alpha cronbach untuk
menguji tingkat reliabilitas, yaitu:
r11 = 1 − ∑Keterangan:r11 = reliabilitas instrumenk = jumlah butir pertanyaanσb
2= varians butirσt
2 = varians total
(Rusman, 2013: 63)
Tabel 5. Kategori Besarnya RealibilitasNo Nilai r11 Keterangan1 0,00-0,20 Sangat rendah2 0,21-0,40 Rendah3 0,41-0,60 Cukup4 0,61-0,80 Tinggi5 0,81-1,00 Sangat tinggi
(Arikunto, 2013:75)
66
Dengan kriteria pengujian, jika harga r hitung> r tabel dengan α = 0,05
maka alat ukur tersebut dinyatakan reliabel, dan sebaliknya jika harga
r hitung< r hitung maka instrumen tersebut dinyatakan tidak reliabel.
Hasil perhitungan uji reliabilitas angket pola asuh demokratis sebesar
0,758, sedangkan hasil perhitungan uji reliabilitas angket pola asuh
permisif sebesar 0,758. Hal ini membuktikan bahwa hasil skala
psikologi kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal
memiliki tingkat reliabilitas sangat tinggi. Perhitungan uji reliabilitas
terdapat pada lampiran 23.
3.8 Uji Persyaratan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan statistik parametric. Dalam penggunaan statistik
ini, data yang diperoleh dalam penelitian harus memenuhi syarat
berdistribusi normal dan homogen, sehingga perlu uji terlebih dahulu yang
berupa uji normalitas dan uji homogenitas.
3.8.1 Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors berdasarkan sampel
yang akan diuji hipotesisnya, apakah sampel berdistribusi normal atau
sebaliknya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Lo = F (Zi) – S (Zi)
67
Keterangan:
Lo = harga mutlak terbesar
F (Zi) = peluang angka baku
S (Zi) = proporsiangka baku
Kriteria pengujian adalah jika Lhitung < Ltabel dengan taraf signifikansi
0,05, maka variabel tersebut berdistribusi normal, demikian pula
sebaliknya.
3.8.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data sampel
yang diambil dari populasi yang memiliki varians yang homogen atau
tidak. Pada penelitian ini digunakan uji Levene. Homogenitas varians
diuji menggunakan rumus:
W = ( − )( − 1)∑ ( − ̅)∑( − )Keterangan:
adalah jumlah observasiadalah banyaknya kelompok= −adalah rata-rata kelompokadalah rata-rata kelompok dari̅ adalah rata-rata menyeluruh (overall mean) dari
Harga Ftabel pada taraf α = 0,05 dengan dk pembilang = k – 1 dan dk
penyebut = n – k yaitu Ftabel = F(0,05,k – 1, n – k). Kriteria pengujian adalah
jika W < Ftabel maka kelompok-kelompok yang dibandingkan
mempunyai varians yang homogen.
68
3.9 Teknik Analisis Data
3.9.1 T-Test Dua Sampel Independen
Terdapat beberapa rumus t-test yang dapat digunakan untuk pengujian
hipotesis komparatif dua sampel independen.
1. Saparated Varians
2. Polled Varian
Keterangan:X 1 = rata-rata soft skill siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu yangdiajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe time tokenX 2 = rata-rata soft skill siswa dalam pembelajaran IPS Terpadu yangdiajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe ProbingPromptings1
2 = varian total kelompok 1s2
2= varian total kelompok 2n1= banyaknya sampel kelompok 1n2= banyaknya sampel kelompok 2
(Sugiyono, 2010: 273)
Terdapat beberapa pertimbangan rumus t-test yang digunakan untuk
pengujian yaitu.
a. Apakah dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yangjumlahnya
sama atau tidak.
b. Apakah varians data dari dua sampel itu homogen atau tidak.
69
Berdasarkan dua hal tersebut berikut ini diberikan pedoman
penggunaannya.
a) Bila jumlah anggota sampel n1 = n2, dan varian homogen (σ12 =
σ22) maka dapat digunakan rumus t-test baik untuk separated
varianmaupun polled varian. Untuk melihat harga t-tabeldigunakan dk = n1 + n2 -2.
b) Bila n1 ≠ n2, varian homogen (σ12 = σ2
2), dapat digunakan rumus t-test dengan polled varian. Derajat kebebasannya (dk) = n1 + n2 - 2.
c) Bila n1 = n2, varian tidak homogen (σ12 ≠ σ2
2) dapat digunakanrumus separated varian maupun polled varian, dengan dk = n1 – 1atau n2 – 1. Jadi dk bukan n1 + n2 - 2.
d) Bila n1 ≠ n2 dan varian tidak homogen (σ12 ≠ σ2
2). Untuk inidigunakan t-test dengan separated varian, harga t sebagaipengganti t-tabel dihitung dari selisih harga t-tabel dengan dk (n1 –1) dan dk (n2 – 1) dibagi dua, dan kemudian ditambahkan denganharga t yang terkecil.
(Sugiyono, 2010: 272)
3.9.2 Analisis Varians Dua Jalan
Penelitian ini menggunakan analisis varians dua jalan untuk
mengetahui tingkat signifikansi perbedaan dua model pembelajaran
dengan pola asuh permisif dan pola asuh demokratis terhadap soft
skill siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu.
70
Tabel 6. Rumus Unsur Persiapan Anava Dua JalanSumberVariasi
Jumlah Kuadrat (JK) Db MK Fo P
AntaraA
AntaraB
AntaraAB
(Interaksi)
Dalam(d)
Total(T)
(∑ XA)2 (∑ XT)2
JKA = ∑ -nA N
(∑ XB)2 (∑ XT)2
JKB = ∑ -nB N
(∑ XB)2 (∑ XT)2
JKAB= ∑ -nB N
JKA - JKB
JK(d) = JKA - JKB - JKAB
(∑ XT)2
JKT = ∑ XT2 -
N
A – 1(2)
B – 1(2)
dbA x dbB
(4)
dbT-dbA-dbB -dbA
N – 1(49)
JKA
dbA
JKB
dbB
JKAB
dbAB
JKd
dbd
MKA
MKd
MKB
MKd
MKAB
MKd
Keterangan:
JKT = jumlah kuadrat totalJKA = jumlah kuadrat total variabel AJKB = jumlah kuadrat total variabel BJK = jumlah kuadrat interaksi antara variabel A denganvariabel BJK(d) = jumlah kuadrat dalamMKA = mean kuadrat variabel AMKB = mean kuadrat variabel AMKAB= mean kuadrat interaksi antara variabel A dengan variabelBMKd = mean kuadrat dalamFA = harga Fountuk variabel AFB = harga Fountuk variabel BFAB = harga Fountuk variabel interaksi antara variabel A denganvariabel B(Arikunto, 2013: 409)
71
3.9.3 Pengujian Hipotesis
penelitian ini dilakukan empat pengujian hipotesis,yaitu:
Rumusan hipotesis 1
H0 : Tidak ada perbedaan soft skill siswa yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe time token
dibandingkan dengan tipe probing prompting pada mata pelajaran
IPS Terpadu.
H1: Ada perbedaan soft skill siswa yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Time Token
dibandingkan dengan tipe probing prompting pada mata pelajaran
IPS Terpadu.
Rumusan hipotesis 2
H0 : Tidak ada perbedaan soft skill antara siswa yang dididik
menggunakan pola asuh demokratis dan pola asuh permisif pada
mata pelajaran IPS Terpadu.
H1: Ada perbedaan soft skill antara siswa yang dididik
menggunakan pola asuh demokratis dan pola asuh permisif pada
mata pelajaran IPS Terpadu.
Rumusan hipotesis 3
H0: Tidak ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran
dengan pola asuh demokratis dan pola asuh permisif terhadap soft
skill siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu.
72
H1: Ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan
pola asuh demokratis dan pola asuh permisif terhadap soft skill
siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu.
Rumusan hipotesis 4
H0: Soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe time token lebih rendah dibandingkan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe probing prompting pada siswa yang didik menggunakan pola
asuh demokratis pada mata pelajaran IPS Terpadu.
H1: Soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe time token lebih tinggi dibandingkan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe probing prompting pada siswa yang dididik menggunakan pola
asuh demokratis pada mata pelajaran IPS Terpadu.
Rumusan hipotesis 5
H0: Soft skilll siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe time token lebih tinggi dibandingkan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe probing prompting pada siswa yang dididik menggunakan pola
asuh permisif pada mata pelajaran IPS Terpadu.
H1: Soft skilll siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe time token lebih rendah dibandingkan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
73
tipe probing prompting pada siswa yang dididik menggunakan pola
asuh permisif pada mata pelajaran IPS Terpadu.
Rumusan hipotesis 6
H0: Soft skilll siswa yang didik menggunakan pola asuh demokratis
lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang dididik
menggunakan pola asuh permisif pada model pembelajaran
kooperatif tipe time token pada mata pelajaran IPS Terpadu.
H1: Soft skilll siswa yang didik menggunakan pola asuh demokratis
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dididik menggunakan
pola asuh permisif pada model pembelajaran kooperatif tipe time
token pada mata pelajaran IPS Terpadu.
Rumusan hipotesis 7
H0: Soft skilll siswa yang didik menggunakan pola asuh demokratis
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dididik menggunakan
pola asuh permisif pada model pembelajaran kooperatif tipe
probing prompting pada mata pelajaran ips terpadu.
H1: Soft skill siswa yang dididik menggunakan pola asuh
demokratis lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang didik
menggunakan pola asuh permisif pada model pembelajaran
kooperatif tipe probing prompting pada mata pelajaran IPS
Terpadu.
Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut.
H0 diterima apabila Fhitung <Ftabel ; thitung <ttabel
74
H0 ditolak apabila Fhitung >Ftabel ; thitung >ttabel
Hipotesis 1, 2, dan 3 diuji menggunakan rumus analisis varians dua
jalan.
Hipotesis 4, 5, 6, dan 7 diuji menggunakan rumus t-test dua
sampel independen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan soft skill siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting dibandingkan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting pada
mata pelajaran IPS Terpadu. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe
probing prompting menekankan pada pembagian peran siswa agar tidak
mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali sehingga dapat
meningkatkan kemampuan siswa berbicara di depan umum, serta
menghargai pendapat dari kelompok lain, sehingga peserta didik dapat
belajar melalui interaksi dengan orang lain atau teman sebaya.
Sedangkan model pembelajaran tipe probing prompting lebih
menekankan siswa untuk berkomunikasi dan berdiskusi dengan teman
sekelompok untuk memecahkan masalah yang diberikan guru, serta
mereka dituntut untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh guru.
2. Terdapat perbedaan soft skill siswa antara siswa yang di didik
menggunakan pola asuh demokratis dengan siswa yang di didik
129
menggunakan pola asuh permisif pada mata pelajaran IPS Terpadu.
Siswa yang di didik menggunakan pola asuh demokratis berani berbicara
didepan umum, dapat bertanggungjawab, dapat bekerjasama dan
berinteraksi dalam kelompok belajar secara efektif dengan orang lain,
sehingga soft skill siswa dalam membentuk komunikasi dengan teman
sebaya sangat optimal, sedangkan siswa yang di didik menggunakan
pola asuh permisif kurang parcaya diri dan kurang bertanggungjawab.
3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan pola asuh
demokratis dan pola asuh permisif siswa terhadap soft skill siswa pada
mata pelajaran IPS Terpadu. Model pembelajaran tipe Time token
membagikan peran siswa lebih merata sehingga dapat mengurangi siswa
yang mendominasi di kelas atau diam sama sekali yang dapat didukung
oleh pola asuh demokratis. Sedangkan model pembelajaran tipe Probing
prompting memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama
dan berinteraksi antaranggota kelompok untuk dapat memecahkan
persoalan yang diberikan guru.
4. Soft skill yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Time
token lebih efektif dibandingkan dengan yang menggunakan model
pembelajaran Probing prompting bagi siswa yang di didik
menggunakan pola asuh demokratis terhadap mata pelajaran IPS
Terpadu. Soft skill siswa akan meningkat secara signifikan jika
menggunakan model pembelajaran Time token pada siswa yang di didik
menggunakan pola asuh demokratis.
130
5. Soft skill yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
Probing prompting lebih efektif dibandingkan dengan yang
menggunakan model pembelajaran Time token bagi siswa yang di didik
menggunakan pola asuh permisif terhadap mata pelajaran IPS Terpadu.
Soft skill siswa akan meningkat secara signifikan jika menggunakan
model pembelajaran Probing prompting pada siswa yang di didik
menggunakan pola asuh permisif.
6. Soft skill antara siswa yang pola asuh demokratis lebih tinggi
dibandingkan dengan yang pola asuh permisif dengan menggunakan
model pembelajaran time token terhadap mata pelajaran IPS Terpadu.
Soft skill siswa yang di didik menggunakan pola asuh demokratis akan
meningkat secara signifikan jika menggunakan model pembelajaran
Time token.
7. Soft skill antara siswa yang pola asuh demokratis lebih rendah
dibandingkan dengan yang pola asuh permisif dengan menggunakan
model pembelajaran Probing prompting terhadap mata pelajaran IPS
Terpadu. Soft skill siswa yang di didik menggunakan pola asuh permisif
akan meningkat secara signifikan jika menggunakan model
pembelajaran Probing prompting.
5.2 Saran
Berdasarkan berdasarkan hasil penelitian tentang “Studi Perbandingan Soft
Skill Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Menggunakan Model Pembelajaran
Time token dan Probing Prompting dengan Memperhatikan Pola Asuh
131
Orang Tua pada Siswa Kelas VIII SMP Bina Utama Ulubelu Tahun
Pelajaran 2015/2016”, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut.
1. Sebaiknya guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan
mata pelajaran IPS Terpadu, seperti menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Time token dan tipe Probing prompting untuk
meningkatkan soft skill.
2. Sebaiknya guru mengenal karakteristik siswa, termasuk pola asuh
demokratis dan pola asuh permisif orang tua siswa sehingga guru dapat
mengambil inisiatif dalam upaya mengembangkan potensi tersebut.
3. Sebaiknya guru menciptakan interaksi yang optimal saat proses
pembelajaran berlangsung agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
4. Sebaiknya guru apabila ingin meningkatkan soft skill siswa pada siswa
yang di didik menggunakan pola asuh demokratis dapat menggunakan
model pembelajaran tipe Time token karena model pembelajaran tipe
Time token lebih efektif dibandingkan model pembelajaran tipe Probing
prompting.
5. Sebaiknya guru apabila ingin meningkatkan soft skill siswa pada siswa
yang di didik menggunakan pola asuh permisif dapat menggunakan
model pembelajaran tipe Probing prompting karena model pembelajaran
tipe Probing prompting lebih efektif dibandingkan model pembelajaran
tipe Time token.
6. Sebaiknya guru apabila ingin meningkatkan soft skill dapat
mempertimbangkan untuk menggunakan model pembelajaran tipe Time
token pada siswa yang di didik menggunakan pola asuh demokratis
132
karena pola asuh demokratis lebih tinggi dibandingkan dengan pola asuh
permisif.
7. Sebaiknya guru apabila ingin meningkatkan soft skill dapat
mempertimbangkan untuk menggunakan model pembelajaran tipe
Probing prompting pada siswa yang di didik menggunakan pola asuh
permisif karena pola asuh permisif lebih tinggi dibandingkan dengan
pola asuh demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta:Bumi Aksara.
Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Casmini. 2007. Emotional Parenting. Yogyakarta: P_idea.
Dalyono. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: RinekaCipta.
Dariyono. 2004. Jenis Pola Asuh Anak. Jakarta: Galia Indonesia
Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara.
Elfindri, et al. 2010.Soft Skills untuk Pendidik. t.k.: Baduose Media.
Gitanti, Dwi 2011. Pengaruh Pola Asuh Orang tua terhadap KecerdasanInterpersonal Siswa. Skripsi. UNSRI
Gunarsa, Singgih. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT BPK GunungMulia
Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: MultiPresindo.
Haryanto 2015. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe probing promptinguntuk meningkatkan keaktifan peserta didik. Skripsi. UIN
Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:PustakaPelajar.
Hurlock, Elisabeth. 2006. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta :Erlangga
Ibrahim, M, dkk. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Ira Petranto. (2005). Pola Asuh Anak. http://www.polaasuhanak.com. (Asscesed,8th April, 12.15 pm)
Kaipa, P & Milus, T. 2005. Soft Skills are Smart Skills.http://www.kaipagroup.com.
Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsepdan Aplikasi.Bandung: Refika Aditama.
Kurniawan 2015. Penerapan model pembelajaran PBL dengan metode time tokenuntuk meningkatkan keaktifan siswa. Skripsi. UI
Lailatul 2013. Penerapan Model Pembelajaran Time Token Arends untukMeningkatkan keaktifan siswa. Skripsi. UNY
Majid, Abdul. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pusparani 2015. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe probingprompting untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Skripsi.UI
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagiPendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas.Jakarta: KencanaPrenada Media Group.
Rosnawati, H. (2008). Penggunaan Teknik Probing Untuk MeningkatkanPemahaman Konsep Matematika Siswa SMP. Skripsi pada JurusanPendidikan Matematika UPI Bandung. (Tidak diterbitkan)
Rosyadianto 2011. Penerapan model pembelajaran kooperatif time token arendsuntuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. Skripsi. UPI
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rusman, Teddy. 2013. Modul Statistik Ekonomi. Bandarlampung.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana.
Sarimaya 2013. Peningkatan soft skill siswa SMP dalam pembelajaran IPSmelalui pengembangan model pembelajaran kooperatif. Skripsi. UNJ
Siregar, Eveline. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: GhaliaIndonesia.
Sucipta, I. N. 2009. Holistik Soft Skills. Denpasar: Udayana University Press.
Sudarti, T. (2008). Perbandingan Kemampuan Penalaran Adatif Siswa SMPAntara yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Melalui TeknikProbing dengan Metode Ekspositori. Skripsi pada Jurusan PendidikanMatematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.Bandung: JICA UPI.
Suherman, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hand Out.Bandung:tidakditerbitkan.
Trianto.2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Yusuf, Syamsu. (2006). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kharisma Putra Utama.
http://juliketaren.blogspot.co.id/2011/08/implementasi-modelpembelajaran-time.html,diunduh.pada,pkl10.00,senin.14-12-2015
http://www.undana.ac.id/jsmallfib_top/LPMPTBUKUDIKTI/BUKU%20SOFTSKILL.pdf, diunduh.pada,pkl10.00,senin.14-12-2015
http://nataliasabatani.blogspot.com/2015/07/hubungan-pola-asuh-orangtua-
terhadap.html. pkl 01.00, sabtu. 13 agustus 2016