View
262
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
1
Desain Pembelajaran Matematika
MELAKUKAN ANALISIS INSTRUKSIONAL
Dosen : Dr. Izwita Dewi, M.Pd.
Oleh
KELOMPOK IV1. EFRIDAYANI 81461720162. LILIS 81461720383. NAILUL HIMMI HASIBUAN 81461720504. RUMINDA HUTAGALUNG 81461720615. SAIFUL 8146172062
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)
2015
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
A. Pengertian Analisis Instruksional ...................................................4
B. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Melaksanakan
Analisis Instruksional.....................................................................5
C. Struktur Kompetensi.........................................................................8
D. Langkah – Langkah Melaksanakan Analisis Instruksional..........17
BAB III PENUTUP............................................................................................21
A. Kesimpulan..........................................................................................21
B. Saran ..................................................................................................21
Daftar Pustaka ....................................................................................................22
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses merumuskan tujuan instruksional umum (TIU) yang telah dibahas
sebelumnya telah menghasilkan rumusan TIU. Tidak sedikit pengembangan
instruksional termasuk pengajar melompat dari TIU ke penulisan tujuan
instruksional khusus (TIK), tes, atau isi pelajaran, tanpa melalui analisis
instruksional, sehingga menghasilkan kegiatan instruksional yang tidak
sistematik.
Implikasi proses pengembangan instruksional yang melompat seperti itu
antara lain adalah :
1. Daftar TIK yang telah disusun tidak konsisten dengan TIUnya. Daftar TIK
tersebut mungkin tidak lengkap atau berlebihan. Di samping itu, kemampuan
yang ada dalam setiap TIK belum tentu mengacu kepada kemampuan yang
terdapat dalam TIU.
2. Materi tes tidak terperinci karena hanya meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang bersifat umum atau akhir. Kemajuan mahasiswa di tenah
proses belajar tidak dapat diukur dengan teliti sehingga pengajar tidak dapat
memberikan pengajaran remedial yang tepat bagi mahasiswa yang
sebenarnnya masih ketinggalan atau pemberian bahan pengayaan bagi
mahasiswa yang telah lebih dahulu maju.
3. Urutan isi pelajaran kurang sistematik.
4. Titik berangkat materi pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan awal
mahasiswa.
5. Cara penyajiannya tidak sesuai dengan karakteristik mahasiswa.
Pada makalah ini akan dibahas konsep dan prosedur menjabarkan
kompetensi yang ada dalam TIU menjadi subkompetensi, kompetensi dasar, atau
kompetensi khusus yang lebih kecil dan mengidentifikasi hubungan antara
subkompetensi yang satu dengan sub kompetensi yang lain. Prosedur penjabaran
inilah yang disebut analisis instruksional.
2
Keterampilan melakukan analisis instruksional ini sangat penting artinya
bagi kegiatan instruksional, karena pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harus diberikan lebih dahulu dari yang lain dapat ditentukan hasil analisis
instruksional. Dengan demikian, pengajar jelas melihat arah kegiatan
instruksionalnya secara bertahap menuju pencapaian TIU. Ini berarti pengajar
terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU.Hasil
analisis instruksional ini dikaitkan dengan hasil kegiatan mengidentifikasi
perilaku dan karakteristik awal mahasiswa.Atas dasar keduannya, pengembangan
instruksional dapat menyusun tujuan instruksional khusus (TIK) yang relevan
dengan TIU.
Sistem instruksional yang siap pakai adalah hasil yang diinginkan dalam
hal mendesaian sistem intruksional. Dalam mencapai sistem instruksional yang
siap pakai tidaklah semudah menentukan tujuan perjalanan. Kita mengetahui
bahwa pendidikan itu mempunyai tujuan yang pasti, hanya tidak semua orang
dapat merumuskan dengan jelas tujuan apa yang ingin dicapainya dengan
pendidikan yang direalisasikannya. Tujuan instruksional idealnya diperoleh dari
proses pengkajian / penelususan kebutuhan (Need Assessment) yang menetapkan
secara luas indikasi-indikasi permasalahan yang harus dipecahkan.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian dari Analisis Instruksional?
2. Hal-hal apakah yang harus diperhatikan dalam melaksanakan analisis
instruksional?
3. Bagaimana susunan struktur kompetensi?
4. Langkah-langkah apakah yang digunakan dalam melakukan analisis
instruksional?
3
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka pembahasan ini bertujuan
untuk mengetahui:
1. Pengertian Analisis Instruksional.
2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan analisis
instruksional.
3. Strukur Kompetensi.
4. Langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan analisis
instruksional.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisis Instruksional
Analisis instruksional (Dick and Carey 2005) adalah sebagai tahapan
proses yang merupakan keseluruhan dari pemaparan bagaimana perancang
(desainer) menentukan komponen utama dari tujuan instruksional melalui
kegunaan analisis tujuan (goal analysis), dan bagaimana setiap langkah dalam
tujuan tersebut dapat dianalisis untuk mengidentifikasi keterampilan subordinate
atau keterampilan prasyarat.
Analisis instruksional sebagai perangkat (satu set) prosedur yang ketika
dipublikasikan ketujuan instruksional, menghasilkan pengindentifikasian langkah-
langkah yang sesuai untuk melaksanakan tujuan dan keterampilan subordinate
bagi sibelajar dalam rangka mencapai tujuan.
Suparman (2012:157) lebih cenderung mengartikan analisis instruksional
sebagai proses yang menjabarkan perilaku/kompetensi umum menjadi sub
kompetensi, kompetensi dasar, atau perilaku/kompetensi khusus yang tersusun
secara logis dan sistematis. Kegiatan penjabaran tersebut dimaksudkan untuk
mengidentifikasi perilaku-perilaku khusus yang dapat menggambarkan perilaku
umum secara terperinci. Yang dimaksud perilaku khusus tersusun secara logis dan
sistematis adalah tahapan apa yang seharusnya dilakukan terlebih dahulu ditinjau
dari berbagai alasan seperti karena kedudukannya sebagai perilaku prasyarat,
prilaku yang menurut urutan fisik berlangsung lebih dahulu, perilaku yang
menurut proses psikologi muncul lebih dahulu atau kronologis terjadi lebih awal.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis
instruksional adalah suatu prosedur dalam mengidentifikasi kompetensi yang
harus dikuasai siswa dengan menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku
khusus yang tersusun secara logis dan sistematis untuk mencapai tujuan
instruksional.
Dengan melakukan analisis instruksional akan tergambar susunan perilaku
khusus dari yang paling awal sampai yang paling akhir. Baik jumlah maupun
susunan perilaku tersebut akan memberikan keyakinan kepada pengajar bahwa
5
perilaku umum yang tercantum dalam TIU dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Dengan perkataan lain, melalui tahap perilaku perilaku khusus tertentu
akan mencapai perilaku umum. Perilaku khusus yang telah tersusun secara
sistematik menjuju perilaku umum itu laksana jalan yang singkat yang harus
dilalui untuk mencapai tujuannya dengan baik.
Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan
kegunaan analisis instruksional sebagai berikut:
a. Membantu bantu para guru/pendidik maupun penyusun disain
instruksional untuk mengorganisir tugas-tugas pokok dalam
hubungannya dengan sub tugas yang harus dipelajari siswa.
Pengorganisasiannya adalah sedemikian, sehingga merupakan urutan
logis sesuai dengan keadaan sebenarnya manakala tugas tersebut
dilaksanakan. Proses ini akan memberikan gambaran yang jelas bagi
siswa mengenai yang diharapkan dapat dikerjakan setelah selesai
mengikuti suatu pelajaran.
b. Membantu para guru di dalam menganalisis tingkah laku (behavior)
berkenaan dengan masing-masing tugas pokok maupun subtugas.
Dengan cara demikian, semua pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan untuk melaksanakan setiap tugas pokok dapat
diidentifikasikan.
c. Membantu para penyusun disain instruksional dan para guru/pendidik
untuk memperkirakan waktu yang diperlukan untuk belajar, sehingga
siswa dapat melaksanakan suatu tugas dengan baik.
Analisis instruksional penting untuk dilaksanakan. Hal tersebut
dikarenakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus diberikan lebih
dahulu dari yang lain dapat ditentukan dari hasil analisis instruksional; arah
kegiatan instruksional jelas terlihat secara bertahap menuju pencapaian TIU; dan
terhindar dari pemberian isi pelajaran yang tidak relevan dengan TIU (Nugroho,
2011). Sedangkan menurut Kamas (2011), analisis intruksional dilaksanakan
apabila TIK tidak konsisten dengan TIU, materi tes kurang terinci (tdk ada
pengukuran tengah proses pembelajaran), urutan isi pelajaran kurang sistematis,
6
titik awal pelajaran kurang sesuai dengan kemampuan awal siswa, dan penyajian
guru tidak sesuai karakteristik siswa.
Selain itu, dengan melakukan analisis instruksional, akan tergambar
susunan perilaku khusus dari yang paling awal sampai yang paling akhir. Baik
jumlah maupun susunan perilaku tersebut akan memberikan keyakinan kepada
pengajar bahwa perilaku umum yang tercantum dalam TIU dapat dicapai secara
efisien dan efektif. Melalui tahap perilaku khusus, pembelajar akan mencapai
perilaku umum (Hernawan dkk, 2006).
B. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Melaksanakan Analisis
Instruksional
Ditinjau dari pendapat Dick and Carey (2005), proses analisis instruksional
dimulai dari melaksanakan analisis tujuan (goal analysis) yang dimulai setelah
memperoleh pernyataan yang jelas dari instruksional.
1. Analisis Tujuan (Goal Analysis)
Hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Pengklasifikasian pernyataan tujuan
berdasarkan domain (jenis) belajar yang akan muncul.
Domain belajar dapat dibagi atas empat yakni:
1) Keterampilan intelektual
Keterampilan yang mensyaratkan sebelajar melakukan kegiatan kognitif
yang unik. Unik yang dimaksud disini adalah sibelajar harus mempu
memecahkan masalah atau menampilkan satu perilaku dengan contoh atau
informasi yang tidak ditemukan sebelumnya.
2) Informasi Verbal
Keterampilan yang mensyaratkan sibelajar memberikan respons yang
spesifik terhadap stimuli yang relative spesifik.Biasanya tujuan keterampilan ini
dapat dikenali dari kata kerja yang digunakan.Kata kerja seperti menyebutkan atau
menjelaskan sesuatu.
7
3) Sikap
Sikap adalah pernyataaan kompleks manusia terhadap orang, benda dan
kejadian.Dick and Carey (2005) mendefenisikan sebagai kecenderungan membuat
pilihan-pilihan tertentu atau keputusan tertentu terhadap keadaan tertentu.Sikap
mempengaruhi pilihan sikap seseorang dan merupakan tujuan jangka panjang
yang sulit diukur dalam waktu singkat.Tujuan instruksional yang berfokus pada
sikap dan dianggap sebagai sesuatu yang mempengaruhi sebelajar memilih.Sikap
memilih dapat menunjukkan kecenderungan positif atau negative terhadap objek
kejadian atau orang tertentu.
4) Keterampilan psikomotor
Karakteristik dari keterampilan psikomotor adalah sibelajar harus
melaksanakan gerakan otot dengan atau tanpa peralatan untuk mencapai hasil
yang spesifik.Ketrampilan ini melibatkan mental dan fisik.Perilaku dari tampilan
ini berupa kecepatan gerakan tubuh, keakraban kekuatan dan kelenturan.
Setiap tujuan dapat dimulai dengan menjawab pertanyaan “bagaimana kita
menentukan keterampilan belajar apa yang harus dipelajari sehingga dapat
tercapai tujuan-tujuan yang telah dibuat?”Jawabannya adalah mengklasifikasian
setiap tujuan kedalam salah satu domain belajar diatas.
b. Mengidentifikasi dan mengurutkan langkah-langkah utama ketika
sibelajar sedang menampilkan tujuan.
Langkah kedua dari analisis tujuan ini dilakukan setelah kita
mengidentifikasi domain dari tujuan maka perlu untuk lebih spesifik
mengindikasikan apa yang akan dilakukan sibelajar ketika sedang menampilkan
tujuan. Teknik terbaik yang sebaiknya digunakan oleh seorang desainer untuk
menganalisa sebuah tujuan adalah dengan mendiskripsikan langkah demi langkah
secara terperinci kegiatan atau apa yang akan dilakukan seseorang ketika
menampilkan sebuah tujuan.
Analisis tujuan merupakan tayangan visual dari langkah-langkah spesifik
yang sibelajar akan lakukan ketika menampilkan tujuan instruksional sebaiknya
ditayangkan dalam bentuk yaitu langkah demi langkah dalam kotak tersusun
disebuah diagram air (flow diagram). (Dick and Carey 2005)
8
Gbr. Flow diagram
Pada saat menyusun daftar langkah-langkah tersebut yang harus
diperhatikan adalah sipembelajar, apakah sipembelajar berusia muda atau dewasa
karena akan mempengaruhi jumlah angka yang harus dibuat. Pendiskripsian setiap
langkah harus mencamtumkan sebuah kata kerja yang menjelaskan sebuah
tingkah laku yang dapat diobservasi. Contohnya “ bila membaca atau mendengar
(keduanya proses internal bukan tingkah laku yang jelas) langkahnya sebaiknya
diindikasikan apa yang sibelajar akan identifikasi dari apa yang mereka baca ata
dengar. Setiap langkah sebaiknya memiliki outcome yang dapat diobservasi.
Sedikitnya 5 langkah yang ada pada tahapan ini tetapi tidak lebih dari 15 untuk
durasi waktu 1 sampai 2 jam pengajaran.
Menulis TIU (target objective) mensyaratkan disainer mengklasifikasikan
keterampilan target berdasarkan tipe hasil belajar. Hal ini memungkinkan
melanjutkan keanalisis berikutnya, yaitu analisis tugas (Task Analysis).Tetapi
sebelumnya ada beberapa hal lagi yang sebaiknya diperhatikan yaitu pengujian
setiap langkah yang telah dibuat hingga pada akhirnya akan berbentuk produk
akhir dari analisis tujuan (goal analysis) berupa diagram keterampilan yang
menyediakan gambaran mengenai apa yang akan menyediakan gambaran
mengenai apa yang sedang dilakukan oleh sibelajar ketika mereka menampilkan
tujuan instruksioanl umum. Kerangka kerja inilah yang nantinya menjadi dasar
bagi analisis keterampilan prasyarat atau subordinate skill analysis.
2. Analisis Keterampilan Prasyarat (Subordinate skill analysis)
Setelah langkah-langkah dalam tujuan teridentifikasi dianggap perlu
melakukan pengujian setiap langkah untuk menentukan apa yang seharusnya telah
diketahui seibelajar dapat mempelajari langkah yang ditampilkan (perform) dalam
Step 1
Step 2
Step 3
Step 4
Step 5
9
tujuan. Langkah ini disebut analysis keterampilan prasyarat atau subordinate skill
analysis.
Dalam analisis ini tujuan yang akan dibahas terlebih dahulu adalah tujuan
murni (pure goals) yang langkah-langkahnya hanya keterampilan intelektual atau
hanya ketrampilan psikomotor. Tujuan kompleks (complex goal) melibatkan
beberapa domain / ranah segaligus.Sebuah kombinasi berbagai pendekatan dapat
digunakan dengan tujuan kompleks. Dalam rangka memulai sebuah analisis
keterampilan prasyarat, perlu diperoleh deskripsi atau gambaran mengenai tugas
utama si belajar yang harus ditampilkan sehingga terpenuhilah tujuan
instruksional umum.
C. Struktur Kompetensi
Berbagai pendekatan dalam melakukan analisis keterampilan prasyarat
menurut Dick and Carey (2005) yakni:
1. Pendekatan Hirarki (hierarchial approach)
2. Pendekatan Pengelompokan (cluster approach)
3. Pendekatan Hirarki dan atau Pendekatan Pengelompokan
Suparman (2012:158) membagi pendekatan tersebut sebagai proses
penguraian perilaku khusus kedalam empat struktur perilaku. Empat susunan
struktur perilaku tersebut sebagai berikut:
1. Struktur Perilaku Hirarkis
Struktur perilaku yang hierarkikal adalah kedudukan dua perilaku yang
menunjukkan bahwa salah satu perilaku hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai
perilaku yang lain. Perilaku B Misalnya, hanya dapat dipelajari bila seseorang
telah dapat melakukan perilaku A. Kedudukan perilaku A dan B disebut
hierarkikal. Dalam suatu kurikulum mata pelajaran A biasa disebut mata pelajaran
prasyarat untuk mengikuti pelajaran B tanpa lulus mata pelajaran A lebih dahulu
mahasiswa tersebut tidak boleh dan tidak mungkin langusung mempelajari mata
pelajaran B. perhatikan contoh – contoh perilaku di bawah ini.
a) Kedudukan perilaku menerapkan Statitika lanjutan dan perilaku
menerapkan Statistika Dasar. Menerapkan Statistika Lanjutan seperti
10
Regresi Ganda Analisis Variasi tidak mungkin Statistika Dasar seperti
menghitung Skor rata-rata, Deviasi Standar, dan Korelasi Sederhana.
Kedua perilaku tersebut secara Hierarkikal menerapkan statistika dasar
merupakan prasyarat untuk dapat menerapkan Satistika Lanjutan.
b) Kedudukan perilaku mengukur luas sebidang tanah tersebut terhadap
perilaku mengukur panjang benda. Perilaku mengukur luas sebidang yang
terbentang di belakang rumah misalnya, tidak akan dapat dilakukan bila
belum dikuasai cara mengukur panjang benda, walaupun telah dikuasai
rumus untuk menghitung luas benda.
Mengukur panjang benda merupakan prasyarat untuk mengukur luas
tanah.Keduannya terstrukrut secara hierarkis.
c) Kedudukan kompetensi “mengambil keputusan” terhadap kompetensi
“menganalisis pemecahan masalah”. Kompetensi mengambil keputusan
untuk memecahkan masalah tertentu hanya dapat dilakukan bila cara
melakukan analisis alternatif telah dikuasai, yaitu teknik membandingkan
berbagai alternatif pemecahan masalah dari berbagai segi seperti efisinsi
dan efektivitas.
Menerapkan Statistika Lanjutan
Menerapkan Statistika Dasar
Mengukur luas Tanah
Mengukur panjang benda
11
Contoh di atas dapat diteruskan dengan syarat harus menunjukkan
kompetensi yang menjadi prasyaratnya atau dengan menambah kotak di
bawah dan kompetensi yang lebih tinggi tingkatannya dengan menambah
kotak di atas dengan menghuungkannya dengan garis vertikal.
2. Struktur Perilaku Prosedural
Struktur ini adalah kedudukan beberapa perilaku yang menunjukkan
bahwa salah satu seri urutan penampilan perilaku tetapi ada yang menjadi perilaku
prasyarat untuk yang lain.Walaupun kedua perilaku khusus itu harus dilakukan
berurutan untuk dapat melakukan suatu perilaku umum, tetapi setiap perilaku itu
dapat dipelajari secara terpisah.
Contoh : tujuan siswa dapat menggambar grafik persamaan garis lurus.
Melakukan perilaku umum menggambar grafik persamaan garis lurus terdapat
sedikitnya tiga perilaku khusus yang terstruktur secara procedural.
Gbr. Struktur Perilaku Prosedural
Kompetensi yang disusun secara prosedural dilukiskan kotak-kotak yang
berderet ke samping dan dihubungkan dengan garis horizontal. Dengan demikian
bila kompetensi tersebut dilukiskan dalam satu bagan, akan mudah dibedakan dari
kompetensi-kompetensi yang tersusun secara hirarkis yang tampak dihubungkan
dengan garis vertikal.
Membuat sambu koordinat x dan y
Menentukan letak titik –titik pada sumbu
koordinat
Menghubungkan titik – titik yang ada pada sumbu koordinat
Mengambil keputusan
Menganalisis beberapa alternatif pemecahan masalah
12
3. Struktur Perilaku Pengelompokan
Struktur ini adalah perilaku-perilaku khusus yang tidak mempunyai
ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Di samping perilaku – perilaku
khusus yang dapat diurut sebagai hierarkikal dan prosedural, terdapat perilaku –
perilaku khusus yang tidak mempunyai ketergantungan antara satu dan yang lain,
walaupun semuanya berhubungan. Dalam keadaan seperti itu, garis penghubung
antara perilaku khusus yang satu dan yang lain tidak diperlukan.
Misalnya tujuan siswa dapat menjelaskan bagian-bagian dari lingkaran,
menjelaskan fungsi satu dengan yang lain tidak terkait secara hirarki dan
procedural.
Dalam contoh di atas, kompetensi (A) mensyaratkan beberapa kompetensi
lain yang tidak tersusun secara hirarkis, tidak pula secara prosedural, melainkan
pengelompokan.
4. Struktur Perilaku Kombinasi
Suatu perilaku umum bila diuraikan menjadi perilaku khusus sebagian
besar akan terstruktur secara kombinasi antara struktur hierarkikal, procedural,
dan pengelompokkan. Sebagian dari perilaku khusus yang terdapat di dalam ruang
lingkup perilaku umum itu mempersyaratkan perilaku khusus yang lain.
Selebihnya merupakan urutan penampilan perilaku khusus dan umum.
Misalnya :
a. Perilaku umum menghitung korelasi dengan menggunakan berbagai rumus
dapat diuraikan menjadi perilaku-perilaku sebagai berikut:
Menjelaskan bagian-bagian dari lingkaran (A)
Menjelaskan definisi busur pada lingkaran
Menjelaskan definisi
apotema pada lingkaran
Menjelaskan definisi tembereng
pada lingkaran
Menjelaskan definisi juring
pada lingkaran
13
Gambar Struktur Perilaku Kombinasi
Untuk menghitung korelasi dua deret skor dengan menggunakan berbagai
rumus yang ada diperlakukan dua perilaku khusus, yaitu menghitung korelasi
kedua deret skor itu dengan rumus skor mentah dan rumus deviasi. Kedua
perilaku khusus ini dapat dilakukan secara terpisah.Tetapi, keduanya menjadi
bagian dari perilaku umum menghitung korelasi dengan berbagai rumus.
Perilaku khusus menghitung korelasi dengan rumus skor mentah ini
mempunyai prasyarat pula, yaitu menghitung jumlah kuadrat setiap deretan angka,
menghitung jumlah setiap deretan angka dan menghitung jumlah perkalian kedua
deret angka.
Untuk menghitung korelasi dua deret angka dengan menggunakan rumus
deviasi diperlukan prasyarat perilaku menghitung deviasi standar. Sedangkan
menghitung deviasi standar dapat dipelajari bila telah dikuasai perilaku
menghitung deviasi. Sebelum itu, harus pula dikuasai perilaku menghitung skor
rata-rata. Bagian di atas menunjukkan kombinasi antara struktur hierarkikal dan
struktur pengelompokkan.
Menghitung korelasi dengan berbagai rumus
Menghitung korelasi dengan rumus Skor Mentah sebagai berikut :
Menghitung korelasi dengan rumus Deviasi sebagai berikut :
Menghitung jumlah setiap deret angka Menghitung Deviasi Standar
Menghitung jumlahperkalian deret angka Menghitung Deviasi Standar
Menghitung jumlah kuadrat setiap deret angka
Menghitung Skor rata-rata
14
b. kompetensi umum melakukan lari cepat dapat diuraikan menjadi beberapa
subkompetensi sebagai berikut:
Kompetensi melakukan lari cepat terbentuk dengan cara mensejajarkankan
tiga subkompetensi yaitu start, lari, dan melintasi garis finish. Kompetensi
mensejajarkankan ketiga kompetensi khusus tersebut hanya dapat dilakukan bila
satu persatu dari ketiga kompetensi tersebut telah dikuasai. Dengan demikian,
merangkaikan start, lari, dan melintasi garis finish membutuhkan prasyarat
melakukan setiap gerakan tersebut satu per satu. Mana yang dahulu harus
dilakukan ketiga gerakan tersebut? Terserah pendesain instruksional. Setiap orang
dapat memilih salah satu di antaranya. Karena itu, kedudukan ketiga gerakan
tersebut antara satu dan yang lain terstruktur secara procedural. Mengapa? Karena
merangkaikan ketiganya pasti dimulai dari start, dilanjutkan dengan lari, dan
diakhiri dengan melntasi garis finish.Komepetsni “melakukan start” mensyaratkan
kemampuan menjelaskan teknik start. Demikian pula, kompetensi “lari”
mensyaratkan kompetensi teknik lari. Sedangkan kompetensi “melintasi garis
finish” mensyaratkan kemampuan menjelaskan teknik melintasi garis finish.
Bagan di atas menunjukkan struktur kombinasi antara hierarkis dan procedural.
Untuk menjabarkan kompetensi umum menjadi subkompetensi dalam
kawasan kognitif, psikomotor, dan afektif terlebih dahulu perlu diberikan definisi
tentang ketiga kawasan tersebut.
15
a. Kompetensi kawasan kognitif
Kompetensi kawasan kognitif adalah kompetensi yang merupakan dari
proses berpikir. Dalam bahasa sederhananya adalah kompetensi hasil kerja otak.
Bloom (1956)
Membagi kawasan kognitif menjadi enam tingkatan :
Pengetahuan
Pemahaman
Penerapan
Analisis
Sintesis
Evaluasi
Contoh : menyebutkan definisi makhluk hidup, membedakan fungsi meja dan
kursi, menceritakan kembali isi dongeng
Gagne (1979)
Membagi kemampuan manusia menjadi tiga macam ;
ketrampilan intelektual ketrampilan teknis dalam ilmu pengetahuan
ketrampilan strategi kognitif ketrampilan dalam mencari pemecahan
masalah
ketrampilan informasi verbal ketrampilan mengungkapkan kembali
pengetahuan verbal yang telah dimiliki
b. Kompetensi kawasan psikomotor
Kompetensi kawasan psikomotor adalah kompetensi yang dimunculkan oeh
hasil kerja fungsi tubuh manusia. Jadi berbentuk gerakan tubuh. Contohnya adalah
berlari, melompat, melempar berputar, memukul, dan menendang. Dave (1967)
membagi kompetensi kawasan psikomotor dalam lima jenjang kompetensi
khusus, yaitu :
Menirukan gerak
Memanipulasi kata – kata menjadi gerak
Melakukan gerak dengan tepat
Merangkaikan berbagai gerak
Melakukan gerak dengan gerak wajar dan efisien
c. Kompetensi kawasan afektif
16
Kompetensi kawasan afektif adalah kompetensi yang dimunculkan
seseorang sebagai pertanda kecenderungannya membuat pilihan atau keputusan
untuk beraksi dalam lingkungan tertentu.
Contoh : menganggukkan kepala ditafsirkan sebagai tanda setuju,
meloncat dengan muka berseri-seri sebagai tanda kegirangan, dan pergi beribadah
sebagai tanda beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bloom dan Mansia (1964) membagi kawasan ini menjadi lima tingkatan
kemampuan, yaitu :
Menerima nilai
Membuat respon terhadap nilai
Menhargai nilai-nilai yang ada
Mengorganisasikan nilai, dan
Mengamalkan nilai secara konsisten (internalisasi nilai)
Untuk menafsirkan sikap orang lain dapat dilihat dari perilakunya atau
gejala yang dtimbulkannya. Penafsiran seperi ini sangat sulit. Kunci utamanya
terletak pada bagaimana menafsirkan perilaku tertentu sebagai sikap tertentu.
Tabel 2.1 Penafsirkan kemampuan seseorang
Kapabilitas Cara PenafsiranKemungkinan
yang Terjadi
Kawasan kognitif Dilihat dari hasil jawaban tes Hasil tidak murni
pekerjaan sendiri
Kawasan
psikomotor
Hasil gerakan Melihat teman/
berpura-pura
Kawasan afektif Dilihat dari perilaku atau sikap Berpura-pura
Jadi kunci dari dapat atau tidaknya kompetens itu dijadikan alat untuk
menafsirkan kemampuan orang, baik dalam kawasan kognitif, psikomotor,
maupun afektif itu terletak pada cara atau metode dan instrumen yang digunakan
untuk memunculkan kompetensi tersebut, bukan tergantung pada jenis kawasan
kompetensi tersebut.
17
Cara menjabarkan kompetensi umum menjadi subkompetensi dalam
kawasan afektif pada dasarnya tidak berbeda dengan kawasan kognitif dan
psikomotor. Setelah diketahui kompetensi umum yang terdapat dalam tujuan
instruksional umu, pengembang instruksional selanjutnya mencari jawaban atas
pertanyaann sebgai berikut :“Subkompetensi apa saja yang mengacu pada
munculnya kompetensi umum tersebut?” Untuk mencari jawaban terhadap
pertanyaan tersebut, pengembang instruksional melakukan analisis instrusional
dengan langkah-langkah yang tercantum dalam subbab berikut ini.
D. Langkah-langkah Melaksanakan Analisis Instruksional
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan analisis intruksional adalah sebagai berikut:
1. Menuliskan perilaku umum yang telah ditulis dalam TIU untuk mata pelajaran yang dikembangkan
2. Menuliskan setiap perilaku khusus yang menjadi bagian dari perilaku umum tersebut
3. Menyusun perilaku khusus tersebut kedalam suatu daftar dalam urutan yang logis dimulai dari perilaku umum, perilaku khusus yang paling “dekat” hubungannya dengan perilaku umum diteruskan “mundur” sampai perilaku yang paling jauh dari perilaku umum
4. Menambah perilaku khusus tersebut atau mengurangi jika perlu. Tanamkan dalam pikiran anda bahwa anda harus berusaha melengkapi daftar perilaku khusus tersebut.
5. Menulis setiap perilaku khusus dalam suatu lembar kartu atau kertas ukuran 3x5 cm
6. Menyusun kartu tersebut diatas meja atau lantai dengan menempatkannya dalam struktur hirarkial, prosedural atau pengelompokan menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu yang lain. Letakkan kartu-kartu tersebut sejajar atau horizontal untuk perilaku-perilaku yang menyerupai struktur prosedural dan pengelompokan serta letakkan secara vertical untuk perilaku-perilaku yang hirarkial
7. Jika perlu, tambahkan dengan perilaku khusus lain yang dianggap perlu atau dikurangi bila dianggap lebih
18
8. Menggambarkan letak perilaku-perilaku tersebut dalam perilaku-perilaku dalam kotak-kotak diatas kertas lebar sesuai dengan latak kartu yang telah disusun. Hubungkan letak kotak-kotak tersebut dengan kertas vertical dan horizontal untuk menyatakan hubungannya yang hirarkial , prosedural atau pengelompokan.
9. Meneliti kemungkinan menghubungkan perilaku umum yang satu dan yang lain atau perilaku-perilaku khusus yang khusus yang berada dibawah perilaku umum yang berbeda.
10. Memberi nomor urut pada setiap perilaku khusus dimuali dari yang terjauh sampai yang terdekat dengan perilaku umum. Pemberian nomor akan menunjukkan urutan perilaku tersebut.
11. Mengkombinasikan atau mendiskusikan bagan yang telah disusun dengan memperhatikan:
- Lengkap tidaknya perilaku khusus sebagai penjabaran dari setiap perilaku umum
- Logis tidaknya dari perilaku-perilaku khusus menuju perilaku umum
- Struktur hubungan perilaku-perilaku khusus tersebut (hirarkial, presedural, pengelompokan atau kombinasi)
Setiap perilaku yang telah ditulis masih dapat diperinci lagi menjadi perilaku yang lebih kecil atau halus lagi tergantung kepada keinginan pengembang instruksional, sampai batas mana ia akan berhenti. Dalam praktik melakukan analisis instruksional bagi kebutuhan mata pelajaran Anda, satu perilaku umum dapat diurutkan sehingga menjadi 5 sampai 10 perilaku khusus. Bila Anda menghendakinya, setiap perilaku khusus itu masih mungkin dijabarkan lagi.Bila lebih cermat dan lebih rajin melakukan kegiatan analisis tersebut. Anda akan lebih mudah melakukan langkah-langkah pengembangan instruksional selanjutnya. Pekerjaan menganalisis tersebut sangat menantang, tetapi tidak terlalu sulit sepanjang Anda dapat menyediakan waktu untuk itu.Pekerjaan tersebut banyak menuntut penggunaan logika. Di sinilah salah satu letak penggunaan akal sehat dalam proses pengembangan instruksional.
19
Melakukan operasi hitung pecahan dalam pemecahan masalah
Menyederhanakan dan mengurutkan
pecahan
Mengubah bentuk pecahan ke bentuk
desimal
Menentukan nilai pecahan
dari suatu bilangan atau kuantitas tertentu
Memecahkan masalah perbandingan dan skala
Mengenal berbagai bentuk pecahan
Mengubah suatu pecahan ke bentuk pecahan lain yang sesuai
Menyederhanakan pecahan
Membulatkan pecahan desimal sampai dua angka di belakang koma
Mengubah suatu pecahan ke bentuk pecahan lain yang sesuai
Membulatkan pecahan desimal sampai dua angka di belakang koma
Menyesuaikan letak benda secara perbandingan dan skala
Mengurutkan pecahan
Menggambar letak benda secara sederhana
PECAHAN
20
Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar
Menentukan sifat-sifat bangun ruang
sederhana
Menentukan jaring-jaring balok dan kubus
Mengidentifi-kasi benda-benda dan bangun datar simetris Menentukan hasil pencerminan suatu
bangun datar
Menyebutkan sifat-sifat bangun ruang : balok dan kubus
Menggambar dan membuat berbagai jaring-jaring kubus
Menyebutkan dan menggambar bangun sesuai sifat-sifat bangun ruang yang
Mengelompokkan dan memberi contoh bangundatar yang simetris dan tidak simetris
Mengidentifikasi ciri bangun datar yang simetris
Membuat bangun-bangun datar yang simetris
Mengenal bangun datar yang tidak memiliki simetri
Mengidentifikasi dan menggunakan garis simetri pada bangun datar sederhana
Menunjukkan dan menggambar bangun datar (benda-benda) yang simetris
Menggambar cerminan dari bangun datar sederhana
BANGUN DATAR
21
Menggunakan konsep integral dalam pemecahan masalah
Memahami konsep integral tak tentu dan integral tentu
Menghitung integral tak tentu dan integral tentu dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri yang sederhana
Menggunakan integral untuk menghitung luas daerah di bawah kurva dan volume benda putar
Menentukan integral tak tentu dari fungsi aljabar
Menjelaskan integral tertentu sebagai luas daerah di bidang datar
Menentukan integral dengan cara substitusi aljabar
Menentukan integral tentu dengan menggunakan sifat-sifat (aturan) integral
Mengerjakan soal dengan baik berkaitan dengan materi mengenai aturan rantai untuk mencari turunan fungsi, pengertian integral, integral tak tentu, dan integral tertentu
Menentukan integral dengan rumus integral parsial
Menentukan integral dengan cara substitusi trigonometri
Menentukan integral tak tentu dari fungsi trigonometri Menggambarkan suatu daerah yang dibatasi oleh
beberapa kurva
Menggunakan integral tertentu untuk menghitung volume benda putar dari daerah yang diputar terhadap sumbu koordinat
Menggunakan integral tertentu untuk menghitung luas daerah yang dibatasi oleh kurva dan sumbu-sumbu pada koordinat
Mengerjakan soal dengan baik berkaitan dengan materi mengenai pengintegralan dengan substitusi aljabar, substitusi trigonometri, maupun integral parsial, serta penggunaan integral tertentu untuk menghitung luas daerah dan volume benda
DERIVATIVE / TURUNAN
INTEGRAL
22KALKULUS LANJUT
Memahami tentang Turunan dalam Ruang Berdimensi - n
Memahami tentang Integral dalam Ruang Berdimensi - n
Memahami Metode Langrange
Memahami Turunan Berarah dan Gradien
Memahami Fungsi Dua Peubah
Memahami Turunan Parsial
Memahami Limit dan Kekontiuan
Memahami Keterdiferensialkan
Memahami Integral Lipat Dua dalam Koordinat Kutub
Memahami Integral Lipat Dua atas Daerah Bukan Persegipanjang
Memahami Aturan Rantai
Memahami Integral Lipat
Dua Atas Persegipanjang
Memahami Integral
Lipat
Memahami Penerapan Integral Lipat Dua
Memahami Integral Lipat Tiga (koordinat Kartesius)
Memahami Integral Lipat tiga (Koordinat tabung dan Bola)
Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Turunan dan Integral dalam ruang berdimensi -n
23
Mengidentifikasi pengertian statistik, statistika, populasi dan sampel
Membedakan pengertian statistik dan statistika
Menentukan populasi, ruang sampel dan sampel suatu data
Menentukan ukuran pemusatan data
Menentukan Mean dari suatu data tunggal dan berkelompok
Menentukan median dari suatu data tunggal dan berkelompok
Menentukan Modus dari suatu data tunggal dan data berkelompok
Menentukan ukuran penyebaran data
Menentukan jangkauan, simpangan rata-rata, simpangan baku, jangkauan semi interkuartil, dan jangkauan persentil dari suatu data.
Nilai standar (Z-score) ditentukan dari suatu data
Koefisien variasi ditentukan dari suatu data
Menerapkan aturan konsep statistika dalam pemecahan masalah
Bilangan Pengukuran
Menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram
Mengubah data kedalam bentuk tabel
Menyajikan data ke dalam bentuk diagram (batang, lingkaran, garis gambar) histogram, poligon frekuensi dan ogive
STATISTIKA
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum menghasilkan suatu desain sitem instruksional yang siap pakai
haruslah melalui tahap-tahap yang ditentukan agar hasil yang didapat lebih
berkualitas dan tujuan yang direalisasikan dapat tercapai secara maksimal. Salah
satu tahap yang tidak kalah pentingnya adalah analisis intruksional, dimana pada
langkah inilah merupakan bertujuan untuk memperolah gambaran tentang apa
yang dicapai. Apa yang kan dicapai merupakan suatu tujuan yang jelas dan
spesifik memberi pegangan dan petunjuk tentang metode mengajar dan belajar
yang serasi serta memungkinkan penilaain proses dan hasil belajar yang lebih
teliti.
B. Saran
Kiranya para desainer atau tenaga pendidik menggunakan tahap demi tahap
dalam menganalisis instruksional secara teliti sehingga kebutuhan siswa dapat
tercapai sesuai dengan tujuan yang kita inginkan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bloom, Benjamin S. 1956. Taxonomy Of Education Objective: The Classification Of Educational Goals, Handbook I: Cognitif Domain. Newyork: Longman Inc.
Dick ‘ W., & Carey, 2005. The Systemafic Design Of Instruction. Glenview Illionois.Scott, Forestman and Company.
Gagne, R. M., and Briggs, L.J. (1979). Principles Of Instructional Design. New york: Holt, Rinheart, and Wiston.
Suparman, Atwi, 2012. Desain Intruksional. Jakarta: Erlangga
Recommended