241

ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan
Page 2: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

ه ٱلرحمن ٱلرحيم بسم ٱلل

Page 3: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan
Page 4: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

Pemikiran Hukum Islam ‘Ali> Jum‘ah

Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender

Penulis:

Ahmad Musabiq Habibie, MA.

Pustakapedia

Indonesia

Page 5: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

Pemikiran Hukum Islam ‘Ali Jum‘ah

Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender

©2020, Ahmad Musabiq Habibie Hak cipta dilindungi undang-undang

Penulis : Ahmad Musabiq Habibie, MA

ISBN : 978-623-7641-27-8

Cetakan ke-I, Februari 2020

Diterbitkan oleh:

Pustakapedia (CV Pustakapedia Indonesia) Jl. Kertamukti No.80 Pisangan Ciputat Timur, Tangerang Selatan 15419 Email: [email protected] Website: http://pustakapedia.com

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan

dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari Penulis

Page 6: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

v |Pengantar Penulis

بسم هللا الرحمن الرحيم

PENGANTAR PENULIS

Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi atas segala limpahan

rahmat, taufik, dan inayah-Nya sehingga kepenulisan buku ini

telah selesai dengan sebagaimana mestinya. Buku ini merupakan

hasil penelitian penulis untuk menyelesaikan jenjang pendidikan

Magister Pengkajian Islam di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan konsentrasi Syariah.

Salawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan

dan panutan umat manusia, Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan para sahabat beliau yang telah memberikan suri

teladan, menuntun kita kepada jalan kebenaran, dan mengajarkan

kita arti penting pengorbanan dalam berdakwah. Semoga

keteladanan beliau selalu menjadi inspirasi langkah kita semua.

Amin.

Penyelesaian buku ini disusun melalui serangkaian

upaya penelitian dan kajian yang cukup serius. Penyelesaian buku

ini tidak akan terealisasi tanpa adanya bantuan dan jasa-jasa dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan

penelitian ini.

Pertama, kepada Prof. Dr. Amany Lubis, MA. selaku

rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Jamhari, MA.

selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Dr. Hamka Hasan, Lc, MA. selaku Wakil Direktur, Prof.

Dr. Didin Saepudin, MA. selaku Ketua Jurusan Program Doktor,

Arif Zamhari, M. AG, PH. D. selaku Ketua Jurusan Program

Magister, Dr. Asmawi, M.Ag. selaku Sekretaris Program Studi

Doktor, Dr. Imam Sujoko, MA. Selaku Sekretaris Program

Magister, seluruh staf, pustakawan-pustakawati dan seluruh

Page 7: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

vi Pengantar Penulis

civitas akademika Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Kedua, Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, MA. selaku

dosen pembimbing penulis. Teriring salam takzim dan salam

hormat serta terima kasih yang tiada terkira penulis haturkan

karena telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran,

serta memberikan masukan-masukan dan ilmu-ilmu berharga di

setiap pertemuan bimbingan dengan penuh kesabaran. Merupakan

kebahagiaan tersendiri sekaligus kebanggaan dan kesyukuran bisa

menjadi salah satu anak didik terkhusus mahasiswa bimbingan

beliau yang notabene telah sejak lama penulis kagumi karena

ketawadukan, kedalaman ilmu dan keakraban yang begitu hangat.

Semoga Allah selalu menjaga beliau, memberikan kesehatan dan

umur yang panjang agar bisa terus menebarkan limpahan

keberkahan dan sumbangsih keilmuan yang begitu bermanfaat.

Amin.

Ketiga, para dosen pengajar dan penguji Sekolah

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu dari awal hingga akhir perkuliahan, diantaranya

adalah Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., Prof. Dr. Atho Mudzhar,

MSPD., Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA., Prof. Dr. Yunasril

Ali, MA., Prof. Dr. Salman Harun, MA., Prof. Dr. Quraish

Shihab, MA., Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, MA., Prof. Dr.

Zaitunah Subhan, MA., Prof. Dr (HC). dr. MK. Tadjudin, Sp. And

(alm), Prof. Dr. Drs. KH Muhammad Amin Suma, BA, SH, MA,

MM.,Prof. Dr. Oman Fathurrahman, M.Hum., Prof. Dr. Ahmad

Rodoni, MA., Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M. Si., Dr. Yusuf

Rahman, MA., Dr. Usep Abdul Matin, Ph.D., Dr. Fuad Jabali,

MA., Dr. Kusmana, MA., Dr. Asrorun Niam Sholeh, MA., Asep

Saepudin Jahar, MA. Ph. D., Dr. JM Muslimin, MA., Dr. Khalid

Al-Kaf, MA., Dr. Yuli Yasin, MA., Rosita Tandos, MA,

MCom.Dev, Ph.D, Dr. Kamarusdiana, MH., serta para dosen dan

tenaga pengajar lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Jaza>kum Allah Ah}san al-jaza>’. Keempat, para sahabat dan teman-teman seperjuangan

penulis khususnya Ikfil Chasan, Rizki Fauzi Iskandar, Arif

Page 8: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

vii |Pengantar Penulis

Chaniago, Muhammad Reza al-Habsyi, Muhammad Nurul Hadi,

Waki’ al-Tsaqofi, Wildan Munawwar, Dedi Saiful Anwar, Navida

Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci

Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan lainnya. Begitu pula

teman-teman kakak senior dan adik yunior Jehan Mayazanie,

Mahmud Masri<, Muhammad Kamal, Agus Saipullah, Mutia

Mikhazali, Achmad Zulfikar Fawzi, Muhammad Subki Al-Faqih

dan lain-lain. Tak lupa pula, teman-teman Kosan 69 tempat

tinggal penulis selama di Ciputat yaitu, Rais Hadi Iskandar, Ivan

Habibullah, Rahmatullah, Zaimul Asror, Ach. Wildan al-Faizi,

Rijal Fikri, Akhyar Riyanda, Pak Tabiin, Pak Ali, Pak Hafidz.

Sahabat-sahabat Oraganisasi Ikatan Alumni Al-Azhar Indonesia

yaitu Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, Pak Muchlis Hanafi, Pak

Willy Octaviano, Pak Sayyid Zuhdi, Azka Muharram, Hendi

Arfyansyah, Misbahul Munir, Naela Madhiya, Zahwa Shihab,

Maulidatul Hidfdhiyah, Nadyatul Hujaj dan lainnya. Begitu juga

Sahabat Rehlata, Muhammad Itho Athoilah, Rubie Hazinoto,

Barik Azka, Riza Adzkia, Muhammad Minanullah, dan lainnya.

Sahabat-sahabat Ikamasuta Jakarta, Gravart Jakarta serta

keluarga serta organisasi keluarga lainnya. Terima kasih atas doa

dan dukungan selama ini, semoga diberi kemudahan dalam setiap

langkah untuk mencapai kesuksesan. Jaza>kum Allah Ahsan al-Jaza>’.

Terakhir, yang paling khusus tentunya kedua orang tua

abah Drs. Ahmad Imron, MM. dan ibunda Munasifah, S,Ag.

M.Pd.I. serta adik-adik, Arvin Bayazid Habibie, Rafif Ahmad

Zaidan Habibie dan Ahsin Sakataka Habibie. Tak terhitung lagi

limpahan kebahagiaan dan ucapan terima kasih kepada mereka,

terutama abah dan bunda yang selalu memberikan semangat dan

dukungan tanpa henti, curahan doa yang tiada putus, dan

bimbingan yang tak pernah selesai. Dari mereka, penulis

mendapat pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga. Tak

lupa pula seluruh keluarga besar, kakek nenek, paman serta bibi,

juga sepupu-sepupu semuanya. Kalianlah anugerah terindah dan

kebahagiaan serta sahabat yang tak pernah tergantikan. Semoga

Page 9: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

viii Pengantar Penulis

Allah selalu menjaga kalian, memberikan kesehatan dan usia yang

panjang, memberikan limpahan rahmat dan keberkahan,

memberikan ampunan dosa, memberikan limpahan rezeki yang

halal. Amiin Ya Rabb.

Akhirnya, tiada kata yang pantas selain lantunan doa

nan tulus. Semoga Allah membalas pahala nan tulus bagi mereka

yang telah memberikan konstibusi besar kepada penulis. Jaza>kum Allah Ahsan al-Jaza >’. Penulis juga menyadari bahwa penelitian

ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis

mengharapkan kritik dan saran konstruktif kepada para pembaca

semua agar tesis ini menjadi lebih baik. Semoga tulisan sederhana

ini bermanfaat bagi para pembaca semua dan dapat memberikan

sumbangsih dalam pengembangan keilmuan yang berkaitan

secara khusus dan diskursus keislaman pada umumnya. Kepada

Allah lah kita memohon perlindungan dan pertolongan serta

ampunan dari segala khilaf dan salah.

Ciputat, 3 Januari 2020/ 7 Jumadal Awwal

1441 H

Ahmad Musabiq Habibie, Lc. MA.

Page 10: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

ix |Pengantar Penulis

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB - LATIN

Tesis ini menggunakan pedoman transliterasi Arab –

Latin ALA-LC Romanization Tables, berikut penjelasannya:

A. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf Latin sebagai

berikut:

Initial Name Romanization Initial Name Romanization

}T}a>’ T ط Alif A ا

}Z}a>’ Z ظ Ba>’ B ب

‘ Ayn‘ ع Ta>’ T ت

Ghayn Gh غ Tha>’ Th ث

Fa>’ F ف Jim J ج

Qa>f Q ق }H{a>’ H ح

Ka>f K ك Kha>’ Kh خ

La>m L ل Da>l D د

Mi>m M م Dha>l Dh ذ

Nu>n N ن Ra>’ R ر

Wa>w W و Za>y Z ز

’<Ha>, Ta ة،ه Si>n S س

Marbu>t}ah

H, T

’ Hamzah ء Shi>n Sh ش

Ya>’ Y ي }S}a>d S ص

}D}a>d D ض

Page 11: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

x Pengantar Penulis

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fath}ah A A

D{amah U U

Kasrah I I

2. Vokal Rangkap atau Diftong

Tanda Nama Gabungan

Huruf

Nama

Fath}ah dan Ya>’ Ay A dan I ا ... ي

Fath{ah dan ا ... و

Wa>w

Aw A dan U

C. Vokal Panjang

Tanda Nama Gabungan

Huruf

Nama

Fath}ah dan Alif a> A dan garis ىآ

atas

Kasrah dan Ya> ’ i> I dan garis ىي

atas

D{amah dan ىو

Wa>w

u> U dan garis

atas

D. Ta>’ Marbu>t{ah

Transliterasi ta>’ marbu>t}ah (ة) di akhir kata, bila dimatikan

ditulis h. Apabila dalam bentuk kata benda majemuk (mud}a>f wa

mud{a>f ilayh) dilambangkan dengan huruf t.

Page 12: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

xi |Pengantar Penulis

Contoh:

Wiza>rat al-Tarbiyah : وزارة الرتبية Mar’ah : مرأة

E. Kata Sandang Alif + La>m

Contoh:

al-Shams : الشمش al-H{adi>th : احلديث

F. Pengecualian Transliterasi

Ketentuan transliterasi tidak berlaku pada kata – kata

Arab yang telah lazim digunakan dan diserap ke dalam bahasa

Indonesia, seperti : Allah, salat, zakat dan lain sebagainya,

kecuali dihadirkan dalam konteks aslinya dan dengan

pertimbangan konsistensi dalam penulisan.

Page 13: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan
Page 14: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

xii |Daftar Isi

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENULIS ........................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. ix

DAFTAR ISI .............................................................................................. xii

BAGIAN SATU ......................................................................................... 1

PROLOG

BAGIAN DUA ........................................................................................... 27

PRINSIP KESETARAAN GENDER DAN HUKUM ISLAM A. Diskursus Gender dan Feminisme ........................................................ 27

1. Pengertian Gender ........................................................................... 27

2. Diskursus dan Perkembangan Gerakan Feminisme ........................ 34

3. Gender Perspektif Historis ............................................................. 42

B. Refleksi Hukum Islam Atas Wacana Gender ....................................... 46

1. Prinsip Kesetaraan Gender dalam Epistimologi Hukum Islam ...... 48

2. Mas}lah}ah dalam Metodologi Hukum Islam .................................... 52

C. Konstruksi Wacana Gender dan Otoritas Pemikiran

Keagamaan; Studi Komparatif Argumen Tradisionalis dan

Kontekstualis ....................................................................................... 57

BAGIAN TIGA .......................................................................................... 71

KARAKTERISTIK PEMIKIRAN HUKUM ISLAM ‘ALI< JUM‘AH A. Sketsa Kehidupan ‘Ali< Jum‘ah ............................................................ 71

1. Profil ‘Ali< Jum‘ah ........................................................................... 71

2. Karya Ilmiah dan Gagasan ‘Ali< Jum‘ah .......................................... 73

B. Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ............................ 78

1. Interferensi Sosio-Politik Mesir dan Intelektual ‘Ali< Jum‘ah ........ 78

2. Usu>l al-Fiqh dan Realitas Sosial Perspektif ‘Ali< Jum‘ah .............. 91

a. Pembaharuan Usu>l al-Fiqh Ke Arah Yang Ideal ...................... 91

b. Idra>k al-Wa>qi>’ dalam Teori Ifta>’ ............................................... 100

3. Kedudukan Perempuan Perspektif Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah

dan Distingsi dibanding Pemikir Lain ............................................ 108

Page 15: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

xiii | Daftar Isi

BAGIAN EMPAT ...................................................................................... 117

ANALISIS PEMIKIRAN HUKUM ISLAM ‘ALI< JUM‘AHTENTANG WACANA GENDER

A. Ekslusifitas H{ija>b (Cadar) .................................................................... 117

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang Ekslusifitas

H{ija>b (Cadar) ................................................................................... 117

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dengan Aspek Gender ............... 127

B. Khita>n Perempuan ................................................................................ 134

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang Khita>n

Perempuan ....................................................................................... 134

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dengan Aspek Gender ............... 140

C. Kepemimpinan Perempuan (Hak & Kontestasi Perempuan

dalam Politik) ....................................................................................... 146

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang

Kepemimpinan Perempuan dalam Politik ...................................... 146

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dengan Aspek Gender ............. 155

D. Konsep Keadilan 2:1 dalam Pembagian Warisan ................................ 162

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang Konsep

Keadilan Pembagian Warisan ........................................................ 162

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dengan Aspek Gender ............... 176

E. Kepemimpinan Perempuan Dalam Shalat ........................................... 185

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Kepemimpinan

Perempuan dalam Shalat ................................................................. 185

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dengan Aspek Gender ............... 191

BAGIAN LIMA .................................................................................... 199

EPILOG

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 202

GLOSARIUM ....................................................................................... 211

INDEKS ................................................................................................ 219

BIOGRAFI PENULIS ........................................................................... 223

Page 16: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

1 |P r o l o g

BAGIAN SATU

PROLOG -----------------------------

Perkembangan dan perubahan sosial sudah tentu menimbulkan

sebuah permasalahan baru dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan

nas}s} tidak akan pernah bertambah, sehingga muncul adagium masyhur

dikalangan para sarjana hukum Islam "al-nus}u>s mutana>hiyah, wa al-waqa>’i‘ ghayru mutana>hiyah".

1 Dalam kondisi seperti ini, jelas

kompleksitas permasalahan baru yang terus berkembang dalam

kehidupan manusia tidak ditemukan secara eksplisit hukumnya dalam

Al-Qur’an ataupun hadis, disisi lain Islam dituntut harus selalu mampu

dalam memenuhi hajat kebutuhan manusia.

Hukum Islam dengan sifatnya yang universal diyakini dapat

memberikan problem solving terhadap fenomena-fenomena baru yang

dihadapi masyarakat.2 Para sarjana dari intern muslim maupun outsider

memberikan pengakuan terhadap urgensitas hukum Islam dalam

menentukan gerak langkah dan mengarahkan pemikiran umat Islam.

A<bid Al-Ja>biri> misalnya, menyatakan bahwa hukum Islam satu-

satunya disiplin ilmu yang dianggap representatif untuk

mengartikulasikan karakter peradaban Islam dengan segudang

kekayaan khazanah intelektual.3 Pengakuan tersebut tentunya

berdasarkan pada kuantitas dan kualitas perhatian umat Islam terhadap

fiqh. Dari segi kuantitas, hal tersebut dapat dilihat dari dominasi

kekayaan khazanah intelektual Islam. Bahkan sebagaimana

diungkapkan Khalid M. Abou El-Fadl bahwa hukum Islam

memainkan peran sentral dalam Islam hingga banyak kalangan muslim

1Jala>l al-Di<n Al-Su>yut>{{i, Ta>isi<r al-Ijtiha>d, (Makkah: Maktabah al-

Tija>riyah, 1982), 22. 2Muhamm{ad Iqbal, The Reconstruction of Religion Thought in Islam,

(New Delhi: Kitab Bhavan, 1974), 148. 3Muhammad A<bid al-Ja>biri<, Takwi<nul ‘Aqli> li al-‘Arabi<. (Beirut:

Markaz Dirasah al-Wahdah al-Arabiyyah: 1990), 58.

Page 17: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

2 | P r o l o g

meyakini bahwa tanpa hukum Islam agama Islam tidak ada.4 Hal

senada juga diakui kalangan para outsider, Joseph Schacht misalnya, Ia

menyebut bahwa hukum Islam sebagai ikhtisar dari pemikiran Islam,

manifestasi way of life Islam yang sangat khas bahkan merupakan inti

dari saripati Islam itu sendiri.5 Begitu pula J.N.D Anderson, Ia

mempercayai akan kedudukan sentral hukum Islam dalam masyarakat

muslim. Hukum Islam menurutnya, kebal terhadap segala perubahan.

Karena selain mencakup bidang-bidang yang pure hukum, hukum

Islam juga mencakup keseluruhan aspek dalam segala lini kehidupan

manusia.6

Dalam kebanyakan literatur klasik kata hukum Islam tidak

ditemukan, namun yang sering digunakan adalah syariat Islam, hukum shara‘, fiqh syariat atau shara‘. Sebagaimana ‘Ali< Jum‘ah memberikan

pengertian hukum shar‘i> menurut ulama us}u>l al-fiqh sebagai khita>b

(tuntutan) Allah yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf yang

berupa perintah atau pilihan. Sementara ulama fiqh, hukum syar‘i

didefinisikan sebagai akibat atau pengaruh khita>b (tuntutan) Allah

yang terwujud dalam perintah atau pilihan.7 Pendapat senada juga

diungkapkan oleh Abd al-Waha>b Khalla>f, Muhammad Abu> Zahra> dan

Wahbah al-Zuhayli<.8

4Khalid M. Abou El-Fadl, Speaking In God’s Name: Islamic Law,

Authority and Women (Oxford: Oneworld Publication, 2003), 1. 5Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (London: Oxford at

the Clarendon Press,1971), h. 1. 6J.N.D. Anderson, Islamic Law In The Modern World (New York

University Press: 1959), 23. 7‘Ali< Jum‘ah, Al-Hukm Al-Shar‘i> ‘Inda Al-Us}u>liyyin, (Kairo: Da>r al-

Salam, 2013), 45. 8Terdapat tambahan taq{ri>r atau ketetapan dalam definisi hukum shar‘i<

sebagaimana diungkapkan Abd al-Waha>b Khalla>f, Muhammad Abu> Zahra> dan

Wah}bah Al-Zuhayli< >. Sehingga definisi hukum shar‘i ialah khita>b (tuntutan)

Allah yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf yang berupa perintah,

pilihan atau ketetapan. Berbeda dengan Abd Waha>b al-Kh}ala>f, Wah}bah Al-

Zuhayli<, ‘Ali< Jum‘ah yang mengklasifikasikan pengertian berdasarkan ulama

us}u>l al-fiqh dan ulama fiqh, sementara tidak demikian dengan Abu> Zahra.

Dalam penjelasannya seraya menyetir ibn Ha>jib, Abu> Zahra menyebutkan

bahwa pengertian hukum shar‘i > ini merupakan buah dari pemahaman terhadap

Page 18: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

3 | P r o l o g

Lalu dalam perkembangan hukum Islam yang melibatkan

pengaruh barat, bahwa yang dimaksud term Islamic law secara

harfiyah disebut hukum Islam. Sebagaimana diungkapakan Joseph

Schact, bahwa hukum Islam yaitu keseluruhan perangkat perintah

kitab Allah yang mencakup peraturan-peraturan kehidupan muslim

dalam segala aspeknya.9 Arti hukum Islam ini juga senada dengan

kebanyakan para sarjana hukum muslim sebagaimana diungkapkan

Mahmu>d Shaltu>t yang dikutip oleh Amir Syarifudin bahwa syariat

menurut para ahli ialah hukum-hukum dan aturan-aturan yang

ditetapkan Allah untuk hamba-Nya untuk diikuti dalam hubungannya

dengan Allah dan hubungannya dengan sesama manusia. Secara

sederhana dapat dikatakan bahwa hukum Islam adalah hukum

berdasarkan wahyu Allah begitu pula hukum Islam mencakup hukum

shara‘ dan juga mencakup hukum fiqh karena arti shara‘ dan fiqh

tercantum didalamnya.10

Dalam artian ini, hukum Islam lebih mendekat kepada arti

syariat Islam bukan fiqh yang telah dikembangkan oleh fuqaha> yang

hanya dalam situasi dan kondisi tertentu.11

Artinya keabsahan hukum

Islam dalam merespon setiap perkembangan ruang dan waktu

sangatlah elastis juga universal dalam mencakup umat sejagad raya.12

Dalam periodesasi historisnya, perkembangan hukum Islam

amatlah dinamis sejak awal konsepsi hingga saat ini. Mayoritas para

us}u>l al-fiqh dan fiqh. Jika us}u>l al-fiqh berhubungan dengan metodologi dan

sumber-sumber hukum, sementara fiqh terfokuskan pada hasil konklusi

hukum berdasarkan apa yang telah digambarkan oleh us}u>l fiqh. Abd al-

Wahha>b Khalla>f, ‘Ilm Us}u>l al-Fiqh (Kairo: Maktabah al-Da‘wah al-

Isla>miyyah, 1956), 100. Lihat: Wahbah al-Zuh}ayli, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi> (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1986), 37-41. Lihat: Muh}ammad Abu Zahra>, Us}u>l al-Fiqh, (Kairo: Da>r al-Fikr al-‘Arabi >, 1958), 26.

9Joseph Schact, An Introduction to Islamic Law, 1.

10Muhammad Ismail Syah, et al., Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi

Aksara 1992), 17. 11

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana 2011), 8. 12

M. Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an (Jakarta : Mizan,1996.),

23.

Page 19: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

4 | P r o l o g

penulis Ta>ri<kh Tashri<, hampir sepakat membagi periodesasi sejarah

hukum Islam dalam enam periode: 13

Periode awal, masa kenabian atau dapat disebut pula masa

turunnya nas}s}. Periode kedua, masa Khulafa> al-Ra>shidi<n dimana pada

era ini transmisi nas}s} dan masa ijtiha>d dalam permasalahan terjadi.

Periode ketiga, Era yang diawali dari akhir Khulafa>’ al-Ra>shidi<n.

Periode keempat, periode dari tahun 101 H hingga tahun 310 H atau

sekitar abad ke-8 M hingga abad ke-10 M. Periode kelima, periodesasi

masa dari pertengahan abad ke-5 H atau abad ke-11 M hingga jatuhnya

Baghdad pada tahun 656 H/1258 M. Dan terakhir periode yang dimulai

dari runtuhnya Baghdad sampai saat ini.

Lebih lanjut, dari perpektif historis dalam perkembangannya,

hukum Islam sebagian besar dibentuk oleh aktivitas ijtihad. Produk-

produk ijtihad telah diakui sepanjang masa dan telah membentuk

tatanan hidup masyarakat Islam, begitu juga hasil ijtihad telah

membentuk sejarah umat Islam disamping ajaran yang secara tegas

terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah. Sebagai kegiatan intelektual

yang tidak boleh lepas dari tuntunan wahyu, ijtihad memerlukan

seperangkat kaidah atau metode. Yang mana metode inilah yang

kemudian dikenal sebagai usu>l al-fiqh. Meskipun usu>l al-fiqh sebagai

satu disiplin ilmu baru tersusun secara sistematis pada abad 2 H.14

Dan

hal tersebut ditandai dengan kemunculan karya monumental al-Sh>afi‘<i>,

al-Risa>lah.15

Pada gilirannya, terbentuknya sekte-sekte mazhab atas insiatif

para ahli sarjana hukum pula turut menegaskan universalitas hukum

Islam sebagai suatu manifiestasi dari kekuatan dinamika dan

13

‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Us}u>l al-Fiqh, (Kairo: Da>r al-Muq{attam Li al-

Nashr Wa Al-Taw>zi>’, 2014), 15. 14

Lihat : Satria Efendi M. Zein, Kata Pengantar, dalam M. Baqir al-

Shadr dan Murtadha Muthahari dalam Pengantar Usu>l Fiqh dan Usu>l Fiqh Perbandingan (Jakarta : Pustaka Hidayah, 1993), 11.

15Dalam bukunya al-Risa>lah, al-Sha>fi>‘i> telah berhasil merumuskan

metode penggalian hukum yang kemudian dikenal dengan usu>l al-fiqh,

disebut pula bahwa al- al-Sha>fi>‘i > ialah seorang arsitek usu>l al-fiqh. Wael B.

Hallaq ‚Was al-Sha>fi >‘i > the Master Architect of Islamic Jurisprudence‛ dalam

International Journal of Middle East Studies, Vol. 25, No. 4 (Nov, 1993), 587

diakses pada 28 Desember 2018. https://www.jstor.org/stable/164536.

Page 20: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

5 | P r o l o g

kreatifitas dalam perjalanannya. Begitu pula dalam kemunculannya

memiliki ragam dan corak tersendiri sesuai dengan latar belakang

sosio-kultural juga politik di mana mazhab hukum tersebut tumbuh.

Tetapi dengan terjadinya kristalisasi 4 mazhab Sunni> di sekitar abad

ke-3 H/9 M, hukum Islam lambat laun dianggap hukum ilahi yang

tidak dapat diubah dan bersifat menyeluruh sehingga hak untuk

berijtihad mulai dibatasi dan pada saatnya dinyatakan tertutup.16

Bahkan muncul gagasan bahwa hanya ulama-ulama terdahululah yang

hanya berhak untuk melakukan ijtihad. Baru pada abad ke-19 beberapa

orang golongan menganjurkan dibukanya kembali pintu ijtihad.17

Oleh

karenanya, ijtihad tidaklah harus berhenti. Ijtihad seyogyannya

mengikuti dinamika zamannya.18

16

Bahkan menurut J.N.D Anderson sebagaimana dikutip oleh Atho

Mudzhar, syariat Islam pada abad ke-9 dan ke-10 dianggap sebagai hukum

ilahi yang tidak boleh diubah dan tidak membutuhkan tambahan-tambahan

atau perubahan-perubahan. Dengan tercapainya finalitas perkembangan

sistematisasi hukum Islam di tangan Sha>fi>‘i> Schacht sepakat dengan pendapat

kebanyakan orientalis sebelumnya tentang tertutupnya pintu ijtihad (insida>d bab al-ijtiha>d) Lihat: Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, INIS; Jakarta, 1993), 1. Bandingkan: J.N.D Anderson, Islamic Law In The Modern World (New Yok University Press: 1959), 1.

17Menurut Wael B. Hallaq sekitar akhir abad ke-9, aktivitas ijtihad

diasumsikan oleh banyak sarjana modern telah berhenti dengan persetujuan

para ahli hukum Muslim sendiri. Proses ini menjadi paradigma baru yang

dikenal sebagai " insida>d fi@ al-ba>b al-ijtiha>d (penutupan pintu Ijtihad)‛.

Usaha untuk membuka kembali pintu ijtihad baru terdengar pada abad ke-19

yang dipelopori oleh Muhammad Abduh. Lihat: Wael B Hallaq, ‚Was the

gate of ijtihad closed?‛, dalam International Journal of Middle East Studies,

vol. 16, no. 1 (Maret, 1984), 3. Lihat: Atho Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: INIS, 1993), 1.

18Meskipun demikian, Ahmad Hasan tegas menganggap bahwasannya

al-Sha>fi‘>i< adalah orang yang bertanggung jawab atas tertutupnya pintu

ijtihad. Karena atas karya fenomenalnya -al-Umm{- dengan ditetapkan syarat-

syarat ijtihad yang dirasa sangat sulit dipenuhi untuk menjadi seorang

mujtahid. Ahmad Hasan The Early Development of Isamic Juriprudence –

bagian terakhir- (Islambad: Central Institut of Islamic Research, 1988).

Berbeda dengan Fazlur Rahman, bahwa tidak ada seorangpun yang dituduh

telah menutup ijtihad. Yang terang adalah memegang ijtihad telah mengalami

Page 21: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

6 | P r o l o g

Peranan ijtiha>d menurut Ibrahim Hosen pada garis besamya

dapat dibagi menjadi tiga segi, yaitu : pertama, ijtiha>d dilakukan untuk

mengeluarkan hukum dari z}a>hir nas}s} manakala persoalan itu dapat

dimasukan kedalam lingkungan nas}s}. Cara ini dilakukan setelah

memeriksa tentang keadaan nas itu, 'a>m-kah ia atau kh}a>s, mutlaq-kah

atau muqayyad, na>sikh}-kah atau mansu>kh}, dan hal-hal lain lagi yang

bersangkutan dengan lafaz (kata). Kedua, ijtihād dilakukan untuk

mengeluarkan hukum yang tersirat dari jiwa dan semangat nas}s} dengan

memeriksa lebih dahulu apakah yang menjadi ‘illat bagi hukum nas}s}

itu: ‘illat mans}u>s}ah ataukah mustanbat}ah, ‘illat qas}i>rah ataukah

muta'addiyah, dan sebagainya. Cara ini dikenal dengan q}iya>s. Ketiga,

ijtihad dilaksanakan untuk mengeluarkan hukum dari kaidah-kaidah

umum yang diambil dari dalil-dalil yang tersebar dan terdapat didalam

Al-Qur’an ataupun hadis. Cara ini terkenal dengan istis{ha>b, mas}a>lih mursalah, sadd al-dhara>’i‘, istihsa>n dan lain sebagainya. Dari ketiga

segi ini teranglah bahwa ijtiha>d tidak akan dipergunakan manakala

terdapat nass}} yang s}ari>h}.19

Perbedaan metode dalam berijtiha>d menghasilkan hasil ijtiha>d

yang berbeda, perbedaan metode ijtiha>d yang menghasilkan perbedaan

pendapat hukum dapat ditelusuri hingga imam empat mazhab yang

paling populer. Perbedaannya bukan hanya dilihat dari segi dalil, tetapi

dari segi manhaj atau metodologi istinba>t} ah}ka>m. 20

Yaitu sebuah

metode yang merupakan logika dan alur berpikir untuk menghasilkan

hukum fiqh dari sumber-sumber Al-Qur’an dan sunnah. Abu> Hani>fah

misalnya, selain bersumber kepada Al-Qur’an dan hadis, Ia juga

menggunakan ijma>’, qiya>s, istihsa>n dan ‘urf, yang karena itulah

mazhab Hanafi> terkenal dengan sebutan mazhab ahl al-ra’yi>.

stagnasi dalam perjalanannya. Lihat: A. Qadri Aziziy, Reformasi Bermadzhab. (Bandung: penerbit teraju, 2003), 4.

19Ibrahim Hosen, Fikih Perbandingan, Masalah Pernikahan (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 2003), 15-16. 20

Secara bahasa, kata ‚istinba>t }‛ berasal dari kata istanbat}a-yastanb}itu-istinba>t}an yang berarti al-istikhra>j (mengeluarkan). Dalam pengertian ini,

kalimat istanbat}a al-faqi>h berarti mengeluarkan fikih (hukum) yang

tersembunyi dengan ijtihad dan pemahaman. Lihat: Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab ,vol 6, (Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, tt), 4325.

Page 22: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

7 | P r o l o g

Sedangkan Imam Ma>lik, menggunakan ‘amal ahl al-Madi>nah. qawl s}aha>bi>, khabar aha>d, maslah}ah mursalah, sadd al-dhara>’i‘ >, istis}ha>b. shar‘ man qablana>, selain sumber yang digunakan oleh Abu> Hani>fah.

Oleh karenanya mazhab Ma>liki> dikenal dengan ahl al-hadi>th.

Sementara al-Sha>fi‘i >, hanya menggunakan empat sumber, Al-Qur'an,

al-sunnah, ijma>', dan qiya>s. Adapun al-Sha>fi>‘i> dikenal sebagai sintesa

antara dua faksi ahl al-ra’yi dan ahl al-hadi>th, walaupun lebih

cenderung pada ahl al-hadi>th. Sedangkan metode yang digunakan oleh

Ah}mad bin H}anbal bersumberkan pada Al-Qur’an, Sunah, fatwa para

sahabat nabi hadi>th mursal, hadith d{a'i>f dan qiya>s. Adapun Ah}mad ibn

H}anbal juga dimasukan dalam faksi ahl-hadi>th karena Ia seorang

muhadith di samping itu juga Ia sebagai mujtahid mustaqil, di mana

pola istinba>t}-nya lebih dekat pada metodologi gurunya, al-Sha>fi>‘i<.21

Dengan demikian, pemikiran dan metodologi istinba>t} ah}ka>m yang berbeda dari setiap mujtahid sangat mempengaruhi objek hukum

yang dihasilkan. Dan perbedaan tersebut menunjukkan dinamika

hukum Islam yang keberadaannya dapat menciptakan kehidupan yang

dinamis sesuai perkembangan zaman. Menurut Al-Qara>d}a>wi<,22

ijtihad

merupakan sebuah urgensitas bagi manusia untuk mengantisipasi

fenomena-fenomena yang muncul sebagai akibat sifat evolusioner

kehidupan manusia, begitu pula kondisi masyarakatnya yang

senantiasa mengalami evolusioner seiring berkembangnya zaman.

Kedudukan manusia sebagai khalifah Tuhan dituntut untuk berfikir,

21

Muhammad ‘Ali> al-Says, Nash’ah al-Fiqh al-Ijtiha>di> (Kairo: Majma‘

al-Buhu>th al-Islamiyah, 1970), 10. Muhammad Harfin Zuhdi, ‚Karakteristik

Pemikiran Hukum Islam‛ dalam Jurnal Ahkam Vol. XIV, No.2 (Juli, 2014),

174. 22

Menurut Al-Qara>d}a>wi<, ada 2 bentuk ijtihad yang dibutuhkan saat

ini, yaitu : 1. Ijtiha>d intiqa >’i yaitu menyeleksi pendapat-pendapat ahli fiqh

yang relevan dalam masalah tertentu, seperti yang terdapat dalam kitab-kitab

fiqh klasik. Lalu memilih mana yang paling kuat dalilnya diantara pendapat-

pendpat yang ada dan relevan untuk diterapkan saat ini. 2. Ijtiha>d insha>i yaitu

menarik klonkusi dalam sebuah problematika yang tidak dilakukan oleh para

ulama fiqh terdahulu. Yu>suf al-Qara>d}a>wi<, al-Ijtiha>d fi< al-Shari<‘ah al-Isla<miyah Ma‘a Naz}a>ra>t Tahli@li@yah Fi@ Ijtiha>d al-Mua>s}ir. (Kairo : Maktabah Wahbah,

1987), 69.

Page 23: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

8 | P r o l o g

tetapi juga konteks berfikir ini masih dalam batasan-batasan frame

bingkai Islam, yaitu senantiasa relevan dengan nas}s} shar‘i<.23

Hal senada juga diungkapakan Al-Zuhaylī, bahwa permasalahan

kontemporer saat ini menyimpan banyak persoalan hukum yang belum

dijelaskan oleh ulama terdahulu. Maka menurutnya perlu adanya

gerakan pembaharuan dalam ijtihad. Karena tujuan dari adanya

pembaharuan, untuk membuktikan bahwa sifat elastisitas hukum

Islam selalu dapat merespon seiring berkembangnya zaman namun

tidak bertentangan dengan nas}s} shar‘i<.24

Dari pemaparan diatas, sangat menarik untuk mengkaji

bagaimana dialektika hukum Islam berhubungan dengan realita sosial

di mana hukum Islam itu senantiasa berkembang. Oleh karenanya,

diperlukan berbagai upaya signifikan dari para sarjana hukum Islam

untuk memberikan jawaban hukum guna menghilangkan

kesimpangsiuran akan suatu kasus yang senantiasa berkembang di

tengah masyarakat; baik karena tidak adanya penjelasan secara rinci

dalam sumber pokok hukum Islam atau memang tidak adanya nas}s}

yang mengatur akan hal itu atau karena ketidaktahuan seseorang akan

suatu hukum pada sebuah permasalahan.

Diantara isu-isu terkait perkembangan zaman kontemporer yang

hampir selalu menjadi perdebatan adalah isu-isu berkaitan dengan

gender. Diskursus seputar gender berkaitan dengan hak perempuan

memang telah muncul semenjak lama dan menjadi sesuatu yang sangat

urgen didunia manapun begitu semua lapisan masyarakat tak

terkecuali masyarakat muslim. Sebagaimana diungkapkan Nasarudin

Umar, bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan hingga saat ini masih

menyimpan beberapa masalah, baik dari segi substansi kejadian

maupun peran yang diemban dalam masyarakat. Perbedaan anatomi

biologis antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi efek yang

ditimbulkan akibat perbedaan itu menimbulkan perdebatan, karena

ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis (seks) melahirkan

seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap perrbedaan

23

Yu>suf al-Qara>d}a>wi<, Fiqh Tajdi<d al-Sh}ahwah al-Isla>miyah, (Kairo:

Muassasah al-Risalah,1996), 40. 24

Wahbah Al-Zuhaylī, Al-Qur’an dan Paradigma Peradaban, terj. M.

Thahir, cet. 1 (Yogyakarta: Dinamika, 1996), 240.

Page 24: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

9 | P r o l o g

jenis kelamin ini yang disebut gender.25

Demikian pula telah sekian

lama hukum yang disebut hukum alam menjustifikasi bahwa

perempuan hanyalah sebagai suatu komunitas kelompok tingkat dua

secara sosial begitu pula hegemonitas mereka selalu menjaga

kelestarian dalam keluarga.26

Sejumlah respon dan jawaban yang telah diberikan hingga ini,

dapat dikatakan belum cukup menuntaskan masalah yang ada. Bahkan

dalam banyak kasus, justru memicu ketidakpuasan. Terlebih isu ini

dianggap sebagian kalangan semakin kompleks apabila kesetaraan

gender didekati dengan pemaparan final doktrin-doktrin keagamaan

saja. Hilary Charlesworth dan Christine Chinkin menegaskan bahwa

terdapat dua tantangan utama dalam wacana kesetaraan gender di era

modern ini, ialah ekstremisme agama dan globalisasi ekonomi.27

Howland menambahkan, bahwa fundamentalisme agama meredam

ironi misognis paling akut terhadap wacana kesetaraan gender dengan

berlindung pada doktrin-doktrin agama secara literal bias gender.28

Sejatinya permasalahan gender tidak dipersoalkan apabila turut pula

mempertimbangkan hal-hal lain seperti aspek-aspek sosial budaya

ataupun sensitifitas gender yang belakangan ini terus berkembang.

Dalam relasi laki-laki dengan perempuan, pada dasarnya prinsip

Al-Qur’an justru menunjukkan paradigma yang egaliter. Menurut ‘Ali<

Jum‘ah, Islam memuliakan wanita sebagai manusia sama halnya

dengan laki-laki dalam takli<f (pembebanan hukum) menjalankan

syariat, hanya saja dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan

karakteristik wanita yang membedakan dari laki-laki. Sebagaimana Al-

Qur’an juga membebankan umat Muhammad baik itu pria maupun

25

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender; Perspektif Al-Qur’an

(Jakarta: Paramadina, 1999), 1. 26

Masnun Tahir, ‚Perempuan dalam Bingkai Hak Asasi Manusia‛,

dalam jurnal Musawa, Vol. 15, No. 1, (Januari 2016) diakses pada 17

Desember 2018. 27

Hilary Charlesworth dan Christine Chinkin, The Boundaries of International Law: The Feminist Analysis (Manchester: Manchester Univ

Press, Juris Publishing, 2000), 249. 28

Courtney W. Howland, ‚Women And Religion Fundamentalism‛,

Columbia Journal Transnational Law, Vol. 35, (1997), h. 271.

Page 25: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

10 | P r o l o g

wanita untuk memikul tanggung jawab dalam meluruskan

masyarakat.29

Ungkapan senada diamini al-Qara>d}a>wi< 30

juga

diungkapkan oleh Mahmu>d Shaltu>t.31

Bahkan menurut Ashgar Ali

Engineer, bahwa Al-Qur’anlah yang paling pertama memberikan hak

wanita yang belum pernah didapat pada perangkat aturan manapun.32

Karen Amstrong dalam Islam: A Short History berpendapat

bahwa dominasi laki-laki akan pengaruh budaya patriarki dengan

menyatakan bahwa kaum perempuan pada zaman nabi tampaknya

tidak pernah merasakan Islam sebagai agama penindas, walaupun

kemudian, sebagaimana terjadi dalam Kristen juga, kaum laki-laki

membajak agamanya dan membawanya ke jalur yang sesuai dengan

semangat patriarki yang berkembang saat itu.33

Komentar Karen

Amstrong tersebut membenarkan akan sebagian besar pandangan

sarjana feminis muslim.34

Menurut sebagian mereka, perlakuan

terhadap perempuan belum pernah sebaik ketika Muhamad memulai

dakwahnya. Masa-masa tersebut merupakan masa kehidupan yang

ideal bagi perempuan karena adanya kebebasan bagi perempuan yang

dijamin oleh nabi. Harga diri perempuan diangkat dan emansipasi

kaum perempuan diberikan. Melalui risalahnya, Muhammad telah

mendorong para pengikutnya untuk senantiasa menghormati

29

‘Ali< Jum‘ah, Qada>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, (Kairo: Nahdet

Misr 2008), 3. 30

Yu>suf al-Qara>d}a>wi<, Min Hady al-Isla>m: Fata>wa> Mu'as}irah, (al-

Mansurah: Da>r al-Wafa>' li T{aba>‘ah wa al-Tawzi<', 1994), Vol. ke-. II, 255. 31

Mahmu>d Shaltu>t, al-Isla>m Aq{i@datun wa Shari@atun (Beirut: Da>r al-

Nafa>is, 1989), 227. 32

Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, terj. Agung

Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 50. 33

Karen Amstrong, Islam: A Short History (New York: Modern

Library, 2002), h. 16. Diungkapkan pula hal senada oleh David S. Power

bahwa kebebasan perempuan sangat terasa diberbagai bidang pada masa

permulaan Islam, yang pada gilirannya perlahan mulai berangsur-angsur

hilang. David S. Power, Studies In Qur'an and Haidth, The Formation of the Islamic Law of Inheritance (Berkeley: University of California Press, 1986),

xii. 34

Abdullah Saeed, Interpreting The Qur’an: Towards A Contemporary Approach (New York: Routledge, 2006), 116-119.

Page 26: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

11 | P r o l o g

perempuan, memenuhi hak-hak asasinya, serta mendorong partisipasi

mareka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.35

Menurut Ausaf Ali, secara garis besar kontroversi perbincangan

mengenai hak perempuan yang telah berkembang di negara

bermasyarakat muslim dapat diidentifikasi pada dua golongan,

diantaranya:

Pertama, golongan konservatif, yaitu mereka yang membatasi

hak-hak perempuan yang hanya pada tataran urusan domestik saja.

Dalam hal ini, secara substansial kelompok ini memahami teks

keagamaan hanya secara teksual tanpa memahami kontekstual secara

komprehensif sehingga paradigma yang timbul adalah penolakan

terhadap kesetaraan. Maka yang terjadi perempuan hanya dianggap

sebelah mata juga bersifat stereotip.

Kedua, golongan progresif, berbanding balik dengan golongan

pertama, kelompok progresif ini lebih mengakui perempuan pada

ruang-ruang publik. Kelompok ini lebih menjunjung akan kesetaraan

dan dapat diklasifikasi sebagai golongan antagonis yang mempunyai

daya kritik akan tekstualitas Al-Qur’an yang patriarkis, juga lebih

melihat bahwa pada kebanyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an menarik

benang merah akan kesetaraaan. Sebagaimana telah dipaparkan di atas,

kelompok kebalikan dari kelompok pertama, kelompok ini meyakini

bahwa posisi laki-laki dan perempuan tidak dibedakan, mereka yang

beriman dan bertakwa adalah setara dihadapan tuhan.36

Dan salah satu dari sekian banyak ulama berpengaruh dalam

dunia Islam yang memperbincangkan tentang isu-isu perempuan dan

relasi gender dari perspektif hukum Islam ialah ‘Ali< Jum‘ah. Ia

merupakan ulama beraliran tradisional namun moderat dalam

merespon persoalan-persoalan yang bersifat kekinian sehingga

35

Norhidayat, Citra Perempuan dalam Perspektif Tafsir Sufi, (Jakarta:

Cakrawala Budaya, 2017), h. 5. Baca: Syafiq Hasyim, Bebas dari Patriarkisme Islam (Depok: Kata Kita, 2010), 92.

36Ausaf Ali, Modern Muslim Thought, vol. 1 (Karachi: Royal Book

Company, 2000), 4.

Page 27: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

12 | P r o l o g

pemikiran-pemikirannya banyak digandrungi oleh para intelektual

muslim di negara-negara Islam.37

Mengomentari peran ‘Ali< Jum‘ah dalam dunia muslim saat ini,

John L. Esposito dalam The Future of Islam mengungkapkan, bahwa

‘Ali< Jum‘ah merupakan representasi dari wajah Islam modern yang

mampu menjawab tantangan maupun problematika kontemporer

dengan ekstraksi hukum Islam yang sesuai dengan perkembangan

zaman. Bahkan sebagaimana diungkapkan oleh Ibra>hi<m Najm yang

menulis biografi khusus tentang ‘Ali< Jum‘ah dalam The Epistemology of Excellence: A Journey into the Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt mengatakan bahwa pengaruh intelektualitas ‘Ali<

Jum‘ah tidak sebatas di dunia muslim namun juga pemikiran-

pemikirannya mendapat perhatian khusus kaum intelektual non-

muslim di dunia kontemporer saat ini.38

37

Secara beruntun pada tahun 2009 & 2010, ‘Ali< Jum‘ah menduduki

peringkat ke-10 sebagai tokoh yang paling berpengaruh didalam dunia Islam

kontemporer. Selain itu, pengaruh intelektual ‘Ali< Jum‘ah banyak dirujuk di

pusat-pusat lembaga hukum Islam terkemuka di dunia muslim saat ini. Lihat:

The Most Influential Muslim-2009 & The Most Influential Muslim-2010. Jordan : The Royal Islamic Strategic Studies Centre, cet. 1 & 2, 46 & 40.

Diakses pada 17 Desember 2018. Lebih dari itu, sebagaimana pernah dimuat

dalam U.S. News & World Report dan The National bahwa ‘Ali< Jum‘ah

adalah salah satu ahli hukum Islam internasional yang paling dihormati.

Lihat: Jay Tolson "Finding the Voices of Moderate Islam". US News & World

Report (Washington, D.C: 2 April 2008). Juga lihat: Al-Hashemi, Bushra

Alkaf & Rym Ghaza. "Grand Mufti calls for dialogue about the internet".

(Abu Dhabi, 21 : The National Newspaper, 21 February 2012). 38

John L. Esposito -seorang profesor Universitas Georgetown dan

penulis terkenal tentang Islam- memberikan penjelasan tentang sejumlah

tantangan utama yang dihadapi umat Islam di zaman modern, juga menyoroti

pandangan para pemikir Muslim kontemporer, termasuk ‘Ali< Jum‘ah.

Esposito melihat bahwa ‘Ali< Jum‘ah sebagai simbol tokoh wajah Islam

moderat yang mampu menegaskan pesan Islam yang membumi sesuai

perkembangan zaman. Hal yang mengesankan bagi sejumlah pengamat barat,

bahwa ‘Ali< Jum‘ah selalu menekankan pentingnya dialog dalam membangun

perdamaian dan keharmonisan di Mesir bahkan di seluruh dunia. Sebagaimana

keterlibatannya dalam sejumlah proyek amal di bawah naungan organisasi

kesejahteraan sosialnya seperti Mis}r al-Kha>ir. Selain itu, pengaruh ketokohan

Page 28: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

13 | P r o l o g

Selain itu, tak kalah menarik bagi penulis dari sosok ‘Ali< Jum‘ah

karena Ia merupakan grand mufti Republik Arab Mesir 2003 hingga

2013. Berbagai jabatan dan keanggotaan bertaraf nasional dan

internasional Ia duduki. Akan tetapi satu hal yang tak pernah

terlewatkan dari ‘Ali< Jum‘ah adalah dalam bidang usu>l fiqh. Ilmu ini

telah mengalir dalam darahnya sebagai akademisi tulen. Terbukti

hampir kebanyakan dari karya-karyanya bertemakan usu>l al-fiqh.

Penguasaannya terhadap literatur fiqh dan usu>l al-fiqh ini telah

membentuk pribadinya sebagai sosok yang moderat.

Sebagaimana dipaparkan penulis diatas, kajian ini hendak

menelusuri pemahaman hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah akan isu-isu gender

kontemporer. Maka masalah pokok yang akan dikaji adalah

sebagaimana berikut: Pertama, Formulasi pemikiran hukum Islam

yang ditawarkan ‘Ali< Jum‘ah. Kedua, Kontestasi ‘Ali< Jum‘ah

dibandingkan ulama kontemporer lainnya. Ketiga, Konstruksi gender

dan problematika wacana kesetaraan gender kontemporer. Keempat, Kontekstualisasi pemikiran hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah terhadap isu

gender kontemporer. Kelima, Konteks sosial hukum yang terjadi pada

‘Ali< Jum‘ah dalam mengeluarkan ijtihadnya. Keenam, Relevansi

produk hukum yang diungkapkan oleh ‘Ali< Jum‘ah dengan aspek

gender.

Berdasarkan hal tersebut, kajian ini secara garis besar dapat

dirangkum sebuah kalimat yang dapat mewakili keseluruhan

substansi permasalahan yang sebelumnya telah disinggung, yaitu:

"Bagaimana pemikiran hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah merespon wacana

kesetaraan gender?‛

Rumusan mayor ini selanjutnya dijabarkan dalam dua

pertanyaan minor, yaitu: Pertama, Bagaimana metode dan posisi

pemikiran hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah? Kedua, Bagaimana relevansi

‘Ali< Jum‘ah sebagai simbol wajah Islam moderat dianggap Barat seharusnya

diikuti oleh kaum muslim didunia saat ini, hal itu sebagaimana pernah

diterbitkan di The Times pada Juni 2007, dalam artikel yang menyatakan

‚Must now follow Dr. Gomaa’s lead, and use the podium to denounce the radicals who have clouded so many of them.‛ Lihat: Ibra>hi<m Najm, The Epistemology of Excellence: A Journey into the Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt (Beirut: InnoVatio Publishing, 2012), 1.

Page 29: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

14 | P r o l o g

pemikiran hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah dengan aspek kesetaraan

gender?

Berdasarkan perumusan masalah yang dipaparkan di atas, agar

tidak melebar terlalu jauh serta lebih terfokus pada masalah. Maka

penulis membatasi kajian ini pada cara pengambilan hukum yang

digunakan oleh ‘Ali< Jum‘ah beserta hal-hal yang melatarbelakangi

pendapatnya tersebut. Mengingat pula banyaknya persoalan yang

dibahas ‘Ali< Jum‘ah berkaitan dengan tema gender, dibatasi pula objek

kajian ini hanya pada ekslusifitas h{ija>b (cadar), khita>n perempuan,

kepemimpinan perempuan (hak & kontestasi perempuan dalam

politik), konsep keadilan 2:1 dalam pembagian warisan dan

kepemimpinan perempuan dalam shalat. Penulis memilih 5 objek

kajian berkaitan perempuan diatas, karena persoalan tersebut

seringkali menjadi topik perbincangan utama dalam masyarakat dan

dianggap selalu up to date untuk dibahas karena seringkali diulang

pembahasannya merespon fenomena realitas. Terkhusus di Indonesia

sendiri –dimana penulis berdialog dengan konteks-, kelima 5 topik

tersebut sering kembali diangkat dan diperdebatkan oleh organisasi-

organisasi masyarakat di Indonesia. Seperti cadar, kepenulisan

penelitian ini berbarengan dengan munculnya fenomena yang memicu

kontroversi dalam masyarakat seputar perdebatan cadar, hal ini

merujuk pernyataan yang dilayangkan oleh menteri agama Republik

Indonesia tahun 2019-2024 terkait larangan cadar ditengah

masyarakat. Setahun sebelumnya, cadar juga menjadi fenomena yang

memicu kontroversi, hal tersebut berkaitan dengan larangan bercadar

bagi mahasiswi yang kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ini

berdasarkan Surat Rektor No. B-1301/Un02/R/AK.00.3/02/2018

tentang Pembinaan Mahasiswi Bercadar. Selajutnya, berkaitan dengan

khita>n perempuan, dunia Internasional sedang tren dengan pelarangan

khita>n perempuan bahkan beberapa negara mengeluarkan Undang-

Undang tentang pelarangan khita>n perempuan. Selanjutnya, dalam

dunia modern saat ini beberapa negara melahirkan seorang pemimpin

dari kalangan perempuan yang dalam hal ini menurut sebagian ulama

tidak sesuai dengan kodratnya dan terakhir munculnya fenomena

beberapa perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki. Demikian

pula pembatasan secara temporal terkait pendapat-pendapat yang

dikeluarkan oleh ‘Ali< Jum‘ah, penelitian ini dibatasi pada periode saat

Page 30: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

15 | P r o l o g

‘Ali< Jum‘ah menjabat sebagai grand mufti Republik Arab Mesir yaitu

pada tahun 2003-2013.

Kajian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya

khazanah pengetahuan Islam khususnya pemikiran hukum Islam dalam

memahami permasalahan hukum Islam kontemporer juga dapat

memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam

kontekstual modern. Sedangkan secara praktis, hasil kajian ini

diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para sarjana hukum Islam atau

akademisi pada umumnya untuk menganalisa hukum pada suatu

permasalahan agar berjalan sesuai tuntunan zaman.

Sejauh pengamatan penulis, dalam penelusuran terkait

penelitian yang secara khusus membahas tentang pemikiran hukum

Islam cukuplah banyak; baik pemikiran hukum maupun metodologinya

karena gagasan tentang pembaharuan pemikiran hukum Islam akan

terus menjadi wacana dan sebagai topik pembicaraan yang sangat

hangat dari waktu ke waktu. Agar lebih terarah, maka penelitian ini

difokuskan pada penelitian terdahulu yang dikelompokkan menjadi

tiga bagian. Pertama, penelitian mengenai relevansi hukum Islam

dengan permasalahan perempuan kontemporer. Kedua, penelitian

mengenai metode isitnbat hukum berkaitan dengan permasalahan

perempuan yang dilakukan oleh tokoh dan ulama tertentu. Ketiga, penelitian terdahulu yang memfokuskan ketokohan ‘Ali< Jum'ah dan

karyanya sebagai objek kajian.

Bagian Pertama, penelitian mengenai relevansi hukum Islam

dengan wacana kesetaraan gender yang dapat diidentifikasi antara lain:

Ami<ra Mashou>r dalam Islamic Law and Gender Equality:

Could There Be a Common Ground?39

. Makalah ini berpendapat

bahwa memburuknya hak-hak perempuan di banyak negara Islam tidak

ada hubungannya dengan sifat Islam mereka tetapi dengan sifat

patriarki mereka. Hukum Islam memperkenalkan sejumlah hak

revolusioner kepada perempuan pada saat wahyu; Oleh karena itu,

semangat Al-Qur'an menunjuk pada persamaan akhir antara kedua

39

Amira Mashour, ‚Islamic Law and Gender Equality: Could There Be

a Common Ground?‛, Human Rights Quarterly, Vol. 27, No. 2 (May, 2009),

562-596. Diakses pada 20 desember 2018.

https://www.jstor.org/stable/20069797

Page 31: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

16 | P r o l o g

jenis kelamin dalam proses bertahap, mirip dengan kasus perbudakan.

Karena Al-Qur'an sangat menekankan pada hak untuk mencari

keadilan dan kewajiban untuk melakukan keadilan, dan karena tujuan

pertama dari syariah adalah untuk menjaga keadilan dan membela

kesejahteraan publik, semua cara untuk mencapai keadilan dan

kesejahteraan publik adalah bersifat Islami. Sifat dinamis dari ajaran

Islam, karakter yang berkembang dari syariah, semangat Islam

terhadap hak-hak perempuan, prinsip-prinsip keadilan dan

kesejahteraan publik, dan esensial dari feminis ijtihad tidak

meninggalkan ruang untuk keraguan bahwa kesamaan dapat

ditemukan antara hukum Islam dan kesetaraan gender. Makalah

menggunakan kerangka teoritis perbandingan dengan hukum yang

diterapkan di Mesir dan Tunisia dalam upaya menunjukkan hubungan

antara teks, yurisprudensi, dan peran ljtihad dalam menanggapi

perubahan sosial.

Dari penuturan penulis mengungkapkan bukti bahwa

yurispuredensi Islam tentang peranan perempuan selalu menjadi

wacana hangat dan selayaknya bahwa golongan perempuan

mendapatkan posisinya secara profesional dalam ruang publik.

Makalah ini berusaha untuk membahas apakah mungkin ada kesamaan

antara menerapkan hukum Islam dan kesetaraan gender melalui

pemeriksaan putusan syariah tekstual mengenai beberapa kasus seperti

poligami, perceraian dan lain-lainnya. Sedangkan tesis ini mencoba

untuk menganalisanya dari sudut fiqh bersandar pada pemikiran ‘Ali<

Jum‘ah.

Jurnal karya Muzdalifah Muhammadun dengan judul Fiqh Dan

Permasalahan Perempuan Kontemporer.40 Tulisan ini berupaya

mengungkap isu-isu perempuan kontemporer dengan membuka

dinding fiqh perempuan yang bias gender. Muzdalifah Muhammadun menjelaskan, bahwa permasalahan paling asas yang berkaitan dengan

perempuan ialah bertahannya patriarki dalam kehidupan masyarakat

saat ini, yang pada suatu tingka tertentu, sejalan dengan sebagian

besar latar belakang buku-buku fiqh klasik. Dilain sisi, modernisasi

40

Muzdalifah Muhammadun, Fiqh Dan Permasalahan Perempuan

Kontemprer. Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 8 No. 1 Januari-Juni 2015 STAIN

Parepare. Diakses pada 13 Desember 2018.

Page 32: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

17 | P r o l o g

telah ikut andil memberikan kesempatan yang sepadan untuk

pendidikan antara pria dan wanita, kemudian memberikan kesadaran

baru tentang hak dan kewajiban mereka sebagai manusia. Ketika

mereka mencoba membongkar belenggu dari implikasi perbudakan-

budaya bagi perempuan, dengan cara yang sama, bias gender dalam

buku-buku fiqh akan terungkap. Pada dasarnya, adanya batasan

normatif yang terdapat pada hukum Islam, bila diteslusuri kembali,

terdapat tatara sosiologis. Maka secara logis, konteks sosiologis akan

terus mengalami perubahan dengan seiring perubahan ruang dan waktu

dan melampaui batas ruang budaya itu sendiri. Maka, jikalau konsep

keadilan dalam Al-Qur’an di blow up dengan mengisolasikan ‘status quo’ pada konsep-konsep lain, niscaya Al-Qur’an begitu fleksibel

dalam mengakomodir keberagaman budaya dibumi manapun.

Bagian Kedua, penelitian mengenai metode isitinba>t hukum

berkaitan dengan permasalahan perempuan yang dilakukan oleh tokoh

dan ulama tertentu dapat teridentifikasi antara lain:

Muhammad Shah}ru>r dalam Nahwa Usu>l Al-Jadi<dah Li Al-Fiqh

Al-Isla>mi<41

. Dalam buku ini penulis menyajikan pembahasan terkait

isu perempuan dan ketidakadilan terhadap perempuan sepanjang

sejarah Islam. Menurut Sharu>r alasan di balik kebuntuan pentasyriatan

Islam dan motif historis di balik dinamika fluktuasi eksistensi ijtihad

mengakibatkan perempuan kehilangan banyak hak mereka saat ini.

Penulis menyoroti pemahaman ayat-ayat dalam kontekstualisasi pada

permasalahan kontemporer, terutama ayat-ayat terkenal dari Surat al-

Nisa> tentang hak-hak perempuan. Dalam melakukan pembaruan

interpretasi dalam studi Al-Qur’an, Shah}ru>r menggunakan pendekatan

hermeneutika dengan penekanan pada aspek filologi (fiqh al-lughah).

Di mana prinsip yang Ia gunakan adalah keyakinannya kepada anti

sinonimitas (ketidaksamaan) istilah dalam Al-Qur’an. Pendekatan

bahasa yang dilakukan Shah}ru>r dalam mengkaji Al-Qur’an akhirnya

membuat dia menarik suatu kesimpulan bahwa produk hukumnya

sangat tergantung pada konteks sosio-kultural. Shah}ru>r menganggap

perlu adanya reinterpretasi terhadap nas}s}-nas}s} Al-Qur’an dengan

harapan terjadi sinkronisasi nash dengan realitas masyarakat kapanpun

41

Muhammad Shahru>r, Nahwa Us}u>l Al-Jadi<dah Li Al-Fiqh Al-Isla>mi< (Damaskus: Al-Aha>li> Li Al-Tawzi‘, 2008).

Page 33: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

18 | P r o l o g

dan dimanapun. Fokus Shah}ru>r terhadap nas}s}-nas}s} Al-Qur’an membuat

dia tidak mempercayai al-sunah al-nabawiyyah sebagai sumber hukum

juga. Baginya, Al-Qur’an sudah cukup karena ayat-ayatnya telah

memuat aturan-aturan untuk menjawab realita kehidupan. Untuk

merealisasikan idenya itu Shah}ru>r mengkonsep teori limit (naz}ariya>t al-h}udu>d). Dapat dikatakan Shah}ru>r dalam buku ini menyajikan

pandangan yang berbeda terkait pembahasan isu perempuan

diantaranya warisan pluralisme, perkawinan dan pakaian wanita.

Sebagaimana dikutip Quraish Shihab42

, Muhammad Shah}ru>r

walaupun seorang cendekiawan yang menampilkan pendapat baru, tapi

karena kelemahannya dalam disiplin ilmu agama maka banyak apa

yang dikemukannya sulit diterima. Sedangkan ‘Ali< Jum'ah telah diakui

banyak kalangan akan kedalaman analisis tentang beberapa bidang

ilmu pengetahuan terutama dalam penyelesaian permasalahan

kontemporer dan kemampuannya dalam mengklarifikasi terhadap

pendapat-pendapat para ulama.43

Saepuloh dalam Fiqh Perempuan dalam Perspektif Yu>suf al-Qara>d}a>wi<<. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana pandangan Yu>suf

al-Qara>d}a>wi< akan fiqh perempuan dengan membandingkan beberapa

pandangan berbagai ulama pemikir hukum Islam, sehingga penelitian

ini mendapatkan jawaban komprehensif. Lebih lanjut, penulis

menjabarkan bahwa Islam sangatlah menjunjung tinggi harkat dan

martabat perempuan, bahkan kemuliaan perempuan diabadikan dalam

sebuah surat Al-Qur'an yang disebut al-nisa’>. Adapun permasalahan perempuan yang diangkat dalam tesis ini

dibatasi hanya pada permaslahan perempuan menjadi anggota

parlemen, perempuan berpergian tanpa mahram dan kedudukan hukum

suara perempuan di hadapan laki-laki. Dalam beberapa permaslahan

tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pada permasalahan pertama,

perempuan dapat menjadi anggota parlemen selama dirinya menjaga

adab-adabnya sesuai tuntunan shar‘i>. Tidak dengan bebasnya

berinterkasi dengan laki-laki lain, lalu tidak mengabaikan

42

M. Quraish Shihab, Jilbab, pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta:

Lentera Hati, 2005), 118. 43

Usa>mah Sayyid Al-Azhari<, Asa>nid al-Mash}riyi<n, (Kairo: Dār al-

Faqīh, 2011), 539.

Page 34: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

19 | P r o l o g

kewajibannya kepada suami -jikalau telah menikah- serta keluarga

anak-anak dan lingkungannya. Begitu pula dalam berpenampilan selalu

menjaga kesopanan baik itu berpakaian, berjalan, bergerak, dan

berbicara. Permasalahan kedua, perempuan berpergian tanpa mahram.

al-Qara>d}a>wi< membolehkan hal tersebut dikarenakan berpergian pada

zaman saat ini tidaklah sama dengan berpergian pada masa lampau,

banyak kekhawatiran-kekhawatiran timbul dikarenakan kondisi pada

saat itu seperti kebahayaaan melewati padang pasir, lalu juga

hadangan perampok, dan lain sebagainya. Berbeda berpergian pada

saat ini, alat-alat transportasi saat ini telah canggih, angkutan umum

saat banyak menampung penumpang orang, seperti kapal laut, pesawat

terbang, dan bus angkutan umum. Tentu, hal ini dapat menimbulkan

rasa kepercayaan diri dan menghilangkan kekhawatiran terhadap kaum

perempuan, karena ia tidak sendirian dalam berpergian. Permasalahan

ketiga, kebolehan suara perempuan dihadapan laki-laki. Dalam

berkomunikasi dengan pria, haruslah kondisi dimana mendatangkan

mashlahat bagi perempuan, diantaranya transaksi jual-beli,

kesaksiannya didepan pengadilan, belajar mengajar, dan dakwah Islam.

juga beberapa kondisi dilarangnya perempuan untuk berbicara dengan

laki-laki dengan bersikap diantaranya khud}u>’, yaitu suara sexy yang

menyebabkan gairah seksual pria teransang.

Lalu dari ketokohan al-Qara>d}a>wi< sendiri, penulis menyebutkan

dalam merumuskan kompilasi hukum Islam tentang fiqh perempuan,

sehendaknya para cendekiawan muslim saat ini dapat

mempertimbangkan hukum yang diusung oleh al-Qara>d}a>wi<.

Alasannya, dalam mengistinba>t}kan hukum Islam al-Qara>d}a>wi<

senantiasa mempertimbangkan pendekatan manhaj al-wasath}iyyah

dan kemaslahatan dalam menginterpretasikan nas}s} shar‘i secara

tekstual dan kontektual. Sehingga sesuatu yang dihasilkan dari sebuah

hukum tidak cenderung bersikap ekstrim dan ekslusif, begitu juga

dalam penerapannya senantiasa bersikap seimbang dan adil.

Pandangan yang sama terkait spesifik kasus penelitian diatas

juga dinyatakan ‘Ali< Jum‘ah. ‘Ali< Jum‘ah juga membolehkan

perempuan di parlemen dengan pengecualian kepemimpinan pada

tugas seorang presiden karena kepemimpinan negara mencakup

keseluruhan umat muslimin di sebuah negara sebagaimana tidak

bolehnya kepempinan shalat hanya untuk seorang laki-laki. Dan secara

Page 35: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

20 | P r o l o g

umum, ‘Ali< Jum‘ah dan al-Qara>d}a>wi< sama-sama menjunjung tinggi

hak-hak perempuan diranah publik. Sebagaimana keduanya dikenal

sebagai ulama moderat, pendapat-pendapat yang dikeluarkan keduanya

tidak hanya terikat pada pendapat mazhab tertentu saja namun juga

berpegang pada metode perbandingan mazhab-mazhab terdahulu. Juga

masyhur, keduanya merupakan pendukung kuat golongan tradisional

dan itu dilihat rujukan dari kitab-kitab tura>th yang amat sangat kuat

dalam menentukan fatwa-fatwa. Dalam metode berfatwapun,

pendapat-pendapat yang ditawarkan oleh al-Qara>d}a>wi< pun memliki

kemiripan dibeberapa aspek pendekatan mazhab dengan ‘Ali< Jum‘ah.

Terutama pendapat mazhab digunakan mengikut situasi dan

bergantung kepada maslahat masyarakat.

Distingsi yang menonjol keduanya adalah pengaruh keadaan

sosio-politik yang membentuk pendapat-pendapat yang dikeluarkan

keduanya. Tentu sosio-politik dapat menentukkan peranan yang

penting dalam perubahan hukum. Bahwa al-Qara>d}a>wi< banyak sikap

intelektual dan pemikiran-pemikirannya dipengaruhi oleh H{asan al-

Banna> yang merupakan tokoh pendiri organisasi transnasional Islam

sekaligus partai politik di Mesir yang bernama ‚Ikhwa>n al-Muslimi<n‛.

al-Qara>d}a>wi< meninggalkan Mesir tahun 1961 menuju Qatar. Di Qatar,

al-Qara>d}a>wi< lebih leluasa mengeksplor pemikiran-pemikirannya.

Sebagai salah seorang pengikut Jama’ah Ikhwānal-Muslimi>n, Ia

memiliki aktivitas besar dalam penyebaran dakwah jamaah ini di

Mesir pada saat dia berada di Mesir, dan juga di luar Mesir, khususnya

ketika ia berada di Qatar. Di saat itu, al-Qara>d}a>wi< mempunyai

aktifitas yang besar dan pengaruh yang tidak dapat ditutup-tutupi

terhadap masyarakat di sana. Sedangkan ‘Ali< Jum‘ah hampir setiap

pendapat yang ditelurkan dari pemikirannya keseluruhannya terbentuk

dari adat susasana di Mesir. Selain itu pula, sebelum menjabat sebagai

Grand Mufti republik Arab Mesir hampir setiap umurnya

didedikasikan untuk kelembagaan Al-Azhar baik itu di tingkat

pendidikan formal maupun non-formal juga jabatan di kelembagaan

Al-Azhar.

Bagian ketiga, penelitian terdahulu yang memfokuskan

ketokohan ‘Ali< Jum‘ah dan karyanya sebagai objek kajian dapat

diidentifikasi antara lain:

Page 36: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

21 | P r o l o g

Ulya Hikmah Sitorus Pane dalam Tesis Studi Analisis Fatwa

‘Ali< Jum‘ah Tentang Nika>h Urfi<’ dalam Kita>b al-Kalim al-T{ayib

Fata>wa> As}riyah44

. Penelitian ini lebih fokus menganalisa fatwa ‘Ali<

Jum‘ah tentang nikah ‘urfi < dalam kita>b al-Kalim al-Ṭayyib Fatāwā

Aṣriyah. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif,

dan jenis penelitian kepustakaan (library research). Secara ringkas,

peneliti merangkum dalam penelitian diantaranya: Pertama, bahwa

pengertian nika>h‘urfi < sebagaimana dalam penelitian ini, yaitu nikah

yang terpenuhi semua rukun dan syarat, akan tetapi tidak tercatat

dalam lembaga pencatatan nikah dan pernikahan ini sah. Pada

realitanya, nika>h ‘urfi< sudah dikenal dalam Islam sebelum adanya

pencatatan secara resmi seperti pada masa sekarang ini, sedangkan

pencatatan bukanlah rukun dan syarat dalam akad pernikahan. Kedua,

fatwa ‘Ali< Jum‘ah menyatakan bahwa nika>h ‘urfi< merupakan nikah

yang lengkap syarat dan rukunnya, nikah ini sah dan telah dilegalisasi

oleh lembaga fatwa Mesir yaitu Dār al-Ifta>’ al-Miṣriyah, melalui fatwa

muftinya ‘Ali< Jum‘ah. Latar belakang lahirnya fatwa ini karena

maraknya praktik nika>h ‘urfi< yang terjadi di tengah masyarakat

disebabkan mahalnya biaya pernikahan, maka dengan adanya fatwa

pernikahan menjadi mudah dan tidak mendapatkan tantangan baik

sanksi pemerintah maupun sanksi sosial. Ketiga, para ulama berbeda

pandangan tentang hukum nika>h ‘urfi<, dalam hal ini ulama klasik

tentunya membolehkan nika>h ‘urfi<, karena masalah pencatatan tidak

ada di zaman sebelumnya, sementara menurut sebagian ulama

kontemporer terdapat perbedaan pendapat, sebagian menghalalkan dan

sebagian lagi mengharamkan dengan melihat kondisi yang berkembang

saat ini.

Wan Mohd Khairul Firdaus dalam Metode Fatwa ‘Ali< Jum‘ah

dalam Kita>b al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah.45

Penelitian ini lebih

44

Ulya Hikmah Sitorus Pane, Studi Analisis Fatwa ‘Ali< Jum‘ah Tentang Nikah Urfi<’ dalam kita>b al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Tesis

Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Medan Sumatera Utara

(UINSU), Medan, 2016. 45

Wan Mohd Khairul Firdaus, Metode Fatwa ‘Ali< Jum‘ah Al-Kalim Al-Thayib Fatawa Ashriyah. Disertasi dari Universitas Malaya Kuala Lumpur,

2011.

Page 37: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

22 | P r o l o g

fokus pada mekanisme dan langkah-langkah sebelum mengeluarkan

fatwa oleh ‘Ali< Jum‘ah dalam karya kumpulan fatwa-fatwa yaitu Al-

Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah. Dalam penelelitian ini Fatwa dibatasi

hanya dalam bidang ibadah dan nikah. Menurut penulis, terdapat

pelbagai penetapan metode berfatwa pada masa kini. Pemilihan ini

haruslah ada dasar kesesuaian metode ini untuk dipraktikkan pada

masa kini. Selain itu, keselarasan ini juga untuk dijadikan landasan

kepada para mufti atau institusi fatwa di seluruh dunia dalam

menyelusuri berbagai-bagai persoalan dan juga satu asas dalam

menjaga kemaslahatan ummah. Walaupun fatwa bukanlah suatu

kewajiban untuk diikuti, namun penerapan metode tersebut seharusnya

dititik beratkan demi mendapatkan hukum yang bersesuaian suasana

kehidupan masyarakat Islam pada hari ini.

Fajar dalam Metode Ijtihad ‘Ali< Jum‘ah dalam Masalah-Masalah

Mua>mala>t Ma>liyah Mua>sh}irah.46

Dalam penelitian ini, penulis

membatasi kasus pada problematika transaksi keuangan kontemporer

yang mengalami perkembangan pesat seiring perkembangan zaman.

Dalam penelitian ini penulis menyajikan tiga komponen pokok

diantaranya pemikiran ‘Ali< Jum'ah tentang transaksi keuangan

kontemporer, metode ijtihad yang digunakan dalam menentukan

hukum serta pandangan umum ‘Ali< Jum'ah terkait ijtihad.

Muhammad Zakir dalam Ijtihad ‘Ali< Jum‘ah Masalah-Masalah

Kontemporer dalam Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah.47

Penelitian

ini difokus pada satu buku yang didalamnya memuat mengenai fatwa-

fatwa ‘Ali< Jum‘ah yaitu Kita>b al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah.

Penelitian dibatasi pada empat kasus yaitu khitan banat, perempuan

pergi haji tanpa mahram, keluarga berencana dan pengembalian

selaput dara. Hasil penelitian ini dapat dapat disimpulkan bahwa

Metode ijtihad yang ditetapkan oleh ‘Ali< Jum‘ah dalam menjawab

permasalahan kekinian adalah pertama ia mencoba melihat metode-

46

Fajar dalam Metode Ijtihad ‘Ali< Jum‘ah dalam Masalah-Masalah

Mua>mala>t Ma>liyah Mua>sh}irah. Tesis dari program pascasarjana Universitas

Islam Sunan Kalijaga, 2019. 47

Muhammad Zakir, Ijtihad Ali> Jum'ah Masalah-Masalah Kontemporer

dalam Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Tesis dari pascasarjana IAIN Imam

Bonjol Padang, 2014.

Page 38: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

23 | P r o l o g

metode ijtihad yang telah dikembangkan oleh ulama klasik dalam

literatur-literatur yang begitu banyak. Setelah itu Ia melakukan

penyeleksian dan memilih pendapat mana yang terkuat dan cocok

untuk zaman sekarang ini. Kedua apabila tidak terdapat dalam

pembahasan ulama-ulama terdahulu ia melakukan ijtiha>d bi al-ra’yi. Adapun distingsi kajian penelitian-penelitian terdahulu yang

peneliti sebutkan bagian ketiga dengan penelitian ini antara lain

sebagai berikut: Pertama, peneliti ingin memberikan pemahaman

komprehensif tentang metode istinba>t} hukum yang digunakan oleh

‘Ali< Jum‘ah dalam memahami hukum. Sedangkan teridentifikasi

beberapa penelitian diatas kurang komprehensif dalam membahas

metode istinba>t yang digunakan oleh ‘Ali< Jum‘ah. Kedua, peneliti

ingin melihat relevansi dari pemahaman hukum yang diungkapkan oleh

‘Ali< Jum‘ah dengan realita saat ini berkenaan dengan wacana gender

kontemporer. Ketiga, penelitian ini menggunakan lebih dari satu karya

‘Ali< Jum‘ah sebagai sumber utama, sementara penelitian terdahulu

yang peneliti sebutkan diatas hanya terfokus pada satu karya saja dan

kesemuanya hanya menggunakan Al-Kallim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah.

Hal ini dimaksudkan juga untuk mengetahui lebih jauh konsistensi ‘Ali<

Jum‘ah dalam tiap karyanya, baik mengenai metode yang

digunakannya maupun mazhab yang dianutnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif juga jenis

penelitian ini library research. Sedangkan metode yang digunakan

peneliti yaitu deksriptif-analitik.48

Deskriptif karena merupakan

pemaparan pemikiran hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ketika berhadapan

dengan realitas sosial yang selalu berkembang dan ketika menjawab

pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat akan suatu kasus hukum.

Sedangkan analitis, dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana

kevalidan, keabsahan serta kesesuaian pemikirannya itu dengan situasi

48

Metode deskriptif sebagaimana diketahui, dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang. Dapat

diartikan juga sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam

rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaanyang menyangkut

keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Lihat:

Consuelo G. Sevilla et.al., terj. Alimuddin Tuwu, Pengantar Metode Penelitian (Jakarta: UI Press, 2006), 71.

Page 39: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

24 | P r o l o g

dan masalah yang sedang berkembang. Selain itu, metode dalam

penelitian ini juga menggunakan interpretatif 49, yakni menyelami

pemikiran seorang tokoh yang tertuang dalam karya-karyanya guna

menangkap nuansa makna dan pengertian yang dimaksud hingga

tercapai suatu pemahaman yang penulis komprehensif.

Sedangkan pendekatan yang diterapkan ialah pendekatan

gender, pendekatan usu>l fiqh serta pendekatan sosiologis. Pendekatan

kesetaraan gender yang digunakan dalam kajian penelitian ini

sebagaimana digunakan oleh para feminis muslim dan ilmu sosial

selama ini sebagaimana pada umumnya, yaitu teori feminis yang

menjelaskan bahwa semua laki-laki baik perempuan diciptakan

seimbang dan semestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan

lainnya. Pendekatan usu>l al-fiqh digunakan karena persoalan-persoalan

yang dikaji dalam penelitian ini, disamping permasalahan perempuan

juga termasuk persoalan hukum Islam yang perlu dijabarkan dengan

metode istinba>t} hukum. Pendekatan sosiologis digunakan untuk

melihat konteks sosial dan budaya ketika diformulasikan. Karena

bagaimanapun pemikiran adalah hasil dialektika dari antara seseorang

dengan konteks sosial dan objek yang diamati.

Sesuai dengan obyek penelitian, pada dasarnya studi ini

merupakan jenis kajian kepustakaan (library research) yaitu suatu

metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari buku-buku,

ensiklopedi, majalah dan lain-lain, yang masih ada hubungan erat

dengan tema yang dibahas. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ini

memerlukan dua data yaitu data primer dan data sekunder.

Adapun sumber primer atau obyek utama dalam penelitian ini

adalah karya ‘Ali< Jum‘ah sendiri terutama yang berkaitan dengan

perempuan kontemporer, diantaranya: Q}ada>ya> al-Mar'ah Fi< Fiqh al-Isla>mi>, Al-Mar'ah Fi< al-Had}arah Al-Isla>miyah; Bayna Nusūs al-Shar‘i> wa Turāth al-Fiqh wa al-Wāqiʻ al-Maʻish, Fata>wa> Al-Mar’ah Al-Muslimah wa Rud<d ‘Ala< Shubha>t Hawla Q{ad}aya> al-Mar’ah, Fata>wa> Al-Nisa>, Al-Mar'ah Ba>ina Insha>f al-Islam wa Shubha>t Al-Akhar. Sedangkan data sekunder yang peneliti gunakan ialah seputar analisis

terhadap pemikiran hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah maupun yang berkaitan

49

Sudarto, Metodologi Penelitian filsafat (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1996), 42.

Page 40: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

25 | P r o l o g

dengan pembaharuan hukum Islam secara umum maupun tulisan ulama

dan penulis lainnya.

Sebagai suatu penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif,

untuk dapat menganalisis dan memberikan gambaran atas pemikiran

hukum ‘Ali< Jum‘ah, maka peneliti melakukan pengumpulan data

dengan analisis isi (content analysis)50

dari sumber primer dan

sekunder.

Selain itu, metode ini juga dipadukan dengan studi

dokumentasi51

yang merupakan metode pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Lebih jelasnya,

pengumpulan data ini dengan mengumpulkan literatur pribadi maupun

resmi berupa bahan-bahan pustaka yang koheren dengan objek

pembahasan.

Dalam menganalis data, metode yang yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori Miles dan Huberman. Yaitu data collection

(pengumpulan data), lalu dilanjutkan dengan data reduction (mereduksi data) kemudian data displaying (penyajian data) dan

diakhiri dengan conclusion (kesimpulan).52

Kepenulisan buku ini akan ditulis menjadi 5 bagian, dengan

perincian sebagai berikut:

Bagian satu, berupa prolog, yang merupakan kerangka dasar

dalam penelitian ini, terdiri dari; latar belakang, identifikasi,

pembatasan dan perumusan masalah. Selain itu juga memuat

didalamnya tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu yang

50

Analisis isi (content analysis) asal mulanya digunakan dalam ilmu

sosiologi dan politik. Seiring dengan perkembangannya, metode ini dapat

diterapkan untuk menganalisis isi teks apapun, termasuk dokumen-dokumen

hukum semisal catatan undang-undang, peraturan, metode hukum dan

pengambilan keputusan. Lihat: Mark A. H. dan Ronald F. Wright.

‚Systematic Content Analysis of Judicial Opinions,‛California Law Review,

vol. 96, no. I (Feb. 2008), 67, diakses pada 3 Januari 2019. 51

Penelitian kualitatif memiliki beberapa metode pengumpulan data,

diantaranya metode wawancara, documenter, observasi, bahan visual, dan

penelusuran online. Lihat H. M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2012), 110-130.

52Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D

(Bandung: Alfabeta, 2012), 247.

Page 41: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

26 | P r o l o g

relevan, metodologi penelitian, dan diakhiri dengan sistematika

pembahasan. Bagian satu ini merupakan bentuk kerangka pikir dan

kerangka kerja yang akan dilaksanakan dalam menyelesaikan

penelitian ini.

Bagian dua, membahas tentang prinsip kesetaraan gender dan

hukum Islam yang mencakup: pengertian gender, gender perspektif

historis, gender dalam epistemologi hukum Islam serta wacana gender

dan otoritas pemikiran agama sebagai studi komparatif tokoh

tradisionalis dan kontekstualis.

Bagian tiga, pada bagian ini peneliti menjabarkan tentang sketsa

hidup ‘Ali< Jum‘ah yang mencakup biografi ‘Ali< Jum‘ah, yang dimulai

dari latar belakang keluarga, pendidikan dasar hingga pendidikan

tinggi serta aktifitasnya. Begitupula karya-karya yang pernah ditulis

olehnya serta kontribusi pemikirannya terhadap hukum Islam baik

berupa bentuk karya, fatwa, kelembagaan dan lainnnya. Disamping itu,

dalam bagian ini dijelaskan pula interferensi kondisi sosio-politik serta

interferensi intelektual ‘Ali< Jum‘ah yang melatarbelakangi

pemikirannya. Dan hal tersebut dijabarkan kembali dalam karakteristik

pemikiran hukum Islam serta posisi dan distingsi ‘Ali< Jum‘ah

dibanding pemikir lainnya.

Bagian empat, sebagaimana pembahasan pada bagian

sebelumnya adalah karakteristik pemikiran hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah

yang terdiri dari ijtihad, fatwa serta respon realita sosial kontemporer.

Pada pembahasan bagian ini penulis lebih lebih lanjut mendiskusikan

penerapan teori yang bertujuan untuk melihat penerapan pemikiran

hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah dalam wacana kesetaraan gender yang

meliputi analisis metodologi istinba>t} hukumnya. Disamping itu,

pembahasan dalam bagian ini bertujuan untuk melihat relevansi

pemikiran ‘Ali< Jum‘ah yang telah didiskusikan pada sebelumnya dalam

merespon permasalahan wacana gender yang penulis batasi ekslusifitas

h{ija>b (cadar), khita>n perempuan, kepemimpinan perempuan (hak &

kontestasi perempuan dalam politik), khita>n perempuan, konsep

keadilan 2:1 dalam pembagian warisan dan kepemimpinan perempuan

dalam shalat.

Bagian lima, berupa epilog yang merupakan akhir dari

pembahasan penelitian ini sekaligus penutup yang berisikan

kesimpulan dari temuan-temuan dalam penelitian ini.

Page 42: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

27 |Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

BAGIAN DUA

PRINSIP KESETARAAN GENDER DAN HUKUM ISLAM -----------------------------

Diskursus gender merupakan hubungan timbal balik antara satu

pasangan dengan pasangan lainnya, termasuk suami istri. Laki-laki

(suami) dan perempuan (istri) menjalankan fungsi dan perannya

masing-masing. Laki-laki (suami) menjalankan perannya di luar

rumah, sementara perempuan (istri) menjalankan peran domestiknya

dalam rumah. Suami berhak menjadi pemimpin dalam rumah tangga,

sementara istri berada di bawah kepemimpinan suami. Suami

bertanggungajwab mencari nafkah, sementara istri tidak dibebankan

mencari nafkah. Hal ini menjadi perdebatan dikalangan umat Islam

baik dikalangan ulama beraliran tradisionalis sebagai kelompok yang

pro, maupun dikalangan cendekiawan beraliran kontekstualis –yang

selanjutnya penulis sebut diantaranya feminis muslim- sebagai

kelompok yang kontra. Karena itu, pada bab ini akan dipaparkan

tentang diskursus gender dari berbagai perspektif yang meliputi

pembahasan mengenai pengertian gender dan perdebatan argumen

terkait wacana kesetaraan gender. Pembahasan terkait diskursus ini

dibutuhkan untuk memberikan gambaran secara komprehensif tentang

tema gender yang menjadi obyek kajian. Pembahasan ini berperan

sebagai pengantar yang menguatkan pandangan bahwa hukum Islam –

yang menjadi kajian peneliti- tidak hanya didapatkan dengan bertumpu

pada petunjuk tekstual an sich. Di samping otoritas teks, konteks turut

serta memainkan peran yang signifikan dalam menegosiasikan makna.

A. Diskursus Gender dan Feminisme

1. Pengertian Gender

Secara fitrah dan tabiat manusia terdapat perbedaan yang

signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial baik

dari segi biologis maupun non biologis. Perbedaan ini melahirkan

pemisahan fungsi dan tanggungjawab antara laki-laki dan

Page 43: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

28 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

perempuan. Perbedaan inilah yang sering disebut sebagai gender.1

Secara etimologi gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis

kelamin2. Sedangkan secara terminologi gender yaitu suatu konsep

kultural yang serupa membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku,

mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan

yang berkembang dalam masyarakat.3

Masyarakat pada umumnya mengidentifikasi gender dengan

jenis kelamin (seks). Karena ide gender tidak dapat dipisahkan dengan

mudah dari ide tentang jenis kelamin.4 Dalam hal ini, kaum feminis

menggugat pernyataan tersebut. Menurut analisis kaum feminis5,

1Rusdi Zubeir, Gender Dalam Perspektif Islam dalam Jurnal An-Nisa',

Vol. 7, No. 2, (Desember 2012), 103. 2Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta:

Gramedia, 1993), 265. 3Helen Tierney, (Ed.), Women’s Studies Encyclopedia, (New York:

Green World Press, tt), 153. Lihat: Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender; Perspektif Al-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), 79.

4Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, (Yogyakarta: Rifka

Annisa Women’s Crisis Centre Pustaka, 1996), 2. 5Perlu dicatat, feminis adalah orangnya, sedangkan feminisme adalah

fahamnya. Gerakan feminisme atau sering juga disebut ruh gerakan wanita

adalah sebuah gerakan sosial dan politik yang terdiri dari sebagian besar

wanita yang memperjuangkan keadilan gender. Demikianlah definisi yang

dikemukakan Sonia E. Alvarez dalam bukunya Engendering Democracy in Brazil: Women’s Movements in Transitions Politics. Lihat: Yanti Muchtar,

‚Gerakan Perempuan Indonesia dan Politik Gender Orde Baru‛, dalam Jurnal

Perempuan Nomor 14, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan), 8. Menurut

Katherine Young, feminisme tidak hanya sekedar sebuah kritik terhadap

sistem patriarki, tetapi juga merupakan pengakuan positif atas kebutuhan

yang sudah terpola sejak dulu dan sebagai masukan bagi kaum perempuan

sebagai sebuah kelompok, dan pada kenyataannya kaum perempuan adalah

sebuah kelompok yang dapat menunjukkan jati dirinya sendiri; yang mampu

berperan dalam lingkungan masyarakat, seperti: pekerjaan, pendidikan dan

kepemimpinan, serta memiliki kebebasan untuk memutuskan pola hidup

mereka sendiri. Garis dasar feminisme ini adalah fondasi bagi solidaritas

perempuan sebagai kelompok. Kaum feminis telah membentuk sebuah partai

politik bersama kelompok-kelompok lain yang tersubordinasikan.5 Lihat:

Page 44: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

29 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

bahwa ketidakadilan gender tersebut muncul karena adanya

kesalahpahaman terhadap konsep gender yang disamakan dengan

konsep seks walaupun gender dan seks secara bahasa memang

mempunyai arti makna jenis kelamin.6

Ann Oakley seorang sosiolog berasal dari Inggris ialah orang

pertama yang memberikan perbedaan istilah seks dan gender.7

Menurutnya, gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan

kodrat tuhan. Gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki

dan perempuan yang diciptakan baik oleh kaum laki-laki atau

perempuan itu sendiri melalui proses sosial dan kultural yang cukup

panjang sehingga melembaga dalam masyarakat.8 Hal senada juga

diungkapkan Hilary M. Lips, mengartikan gender sebagai harapan-

harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.9 Begitupula Linda

L. Linsey, menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan

seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk dalam

bidang kajian gender.10

Lebih dari sekedar perbedaan laki-laki dan

perempuan dilihat dari konstruksi sosial-budaya, Elaine Showalter

menekankan gender sebagai konsep analisis yang dapat digunakan

untuk menjelaskan sesuatu.11

Menurut Showalter, wacana gender

memang baru mulai ramai pada awal tahun 1977, ketika kelompok

feminis di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist, tetapi menggantinya dengan wacana gender.

Fadlan Al-Hanif "Islam, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender Dalam

Al-Qur'an‛ dalam Jurnal Karsa, Vol. 19. No. 2, (2011), 108. 6Kamla Bashin dan Nighat Said Khan, Persoalan Pokok Mengenai

Feminisme Dan Relevansinya (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995),

5-6. 7Ratna Saptari, Briggte Holzner, Perempuan Kerja dan perubahan

Soial; Sebuah Pengantar Studi Perempuan (Jakarta: Kalyana Mitra, 1997), 89. 8Ann Oakley, Sex, Gender and Society (New York: Yale University

Press, 1972), 2. 9Hilary M. Lips, Sex & Gender; An Introduction (California: My Field

Publsihing Company, 1993), 4. 10

Linda L. Linsey, Gender Roles a Sociological Perspective, (New

Jersey: Prentice Hall, 1990), 2. 11

Elaine Showalter, (ed.), Speaking of Gender, (New York & London:

Routledge, 1989), 3.

Page 45: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

30 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Lebih rinci mengenai klasifikasi gender dan seks, Siti Musdah

Mulia mengatakan bahwa jenis kelamin laki-laki ditandai dengan

adanya penis, testis, dan sperma, sedangkan perempuan mempunyai

vagina, payudara, ovum, dan rahim.12

Mansour Faqih menambahkan

alat-alat tersebut secara biologis melekat pada jenis perempuan dan

laki-laki selamanya, secara biologis alat tersebut tidak dapat ditukar

dan secara permanen tidak dapat berubah. Karena perbedaan tersebut

bersifat kodrati, atau pemberian tuhan.13

Dengan demikian dalam proses pertumbuhan seorang laki-laki

atau perempuan lebih dominan digunakan istilah gender dibanding

daripada seks. Adapun istilah seks pada umumnya digunakan pada

persoalan reproduksi dan aktivitas seksual. Untuk lebih jelas dapat

dilihat tabel dibawah:14

Tabel Perbedaan Seks dan Gender

No Karakteristik Seks Gender

1 Sumber Pembela Ciptaan Tuhan Manusia

(Masyarakat)

2 Unsur Pembela Biologis Budaya

3 Sifat Kodrat Harkat, Martabat

dan Dapat

Dipertukar

4 Dampak Terciptanya nila-

nilai; Kesempurnaan,

kenikmatan,

kedamaian, dll.

Sehingga

Terciptanya norma-

norma atau

ketentuan tentang

pantas atau tidak

tidak pantas

12

Siti Musdah Mulia, Muslimah Sejati; Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi (Bandung: Marja, 2011), 65.

13Mansour Fakih, Analisa Gender dan Transformasi Sosial

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 8. 14

Trysakti Handayani dan Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Yogyakarta: UMM Press, 2002), 6.

Page 46: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

31 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

menguntungkan

kedua belah pihak

5 Keberlakuan Sepanjang masa dan

tidak dapat berubah

Dapat Berubah

Analisis gender sebagaimana teori sosial lainnya seperti analisis

kelas, analisis kultural dan analisis diskursus adalah analisis yang

mempertanyakan ketidakadilan sosial dari aspek hubungan antara jenis

kelamin. Analisis yang menjadi alat bagi gerakan feminisme sebagai

sebuah teori tugas utama analisis gender adalah member makna,

konsepsi, ideologi dan praktik hubungan antara kaum laki-laki dan

perempuan serta implikasinya terhadap kehidupan sosial yang lebih

luas (sosial, ekonomi, politik, kultural) yang tidak dilihat oleh teori

ataupun analisis sosial lainnya. Dengan kata lain keberadaan analisis

gender merupakan kacamata baru untuk menambah dan melengkapi

analisis sosial lainnya yang telah ada dan bukan menggantikannya.15

Dari penjelasan mengenai diskursus gender sebagaimana

dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa makna gender sangat

bervariasi dan para tokoh feminim sepakat dalam memberikan definisi

tentang seks, yakni perbedaan seks adalah perbedaan atas dasar ciri-

ciri biologis dari laki-laki dan perempuan, terutama yang menyangkut

pro-kreasi dan merupakan kodrat. Sedangkan gender dapat

disimpulkan mengutip pernyataan Nasarudin Umar16

merupakan suatu

konsep yang digunkakan untuk mengidentifikasi perbedaan dalam

peran, perilaku, dan lain sebagainya antara laki-laki dan perempuan

15

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), xii-xiii.

16Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender; Perspektif Al-Qur’an

(Jakarta: Paramadina, 1999), 35. Menurutnya, perbedaan laki-laki dan

perempuan sejatinya masih menyimpan sejumlah, baik dari segi substansi

kejadian maupun peran yang diemban dalam mayarakat. Perbedaan anatomi

biologis antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi efek yang timbul akibat

perbedaan itu menimbulkan perdebatan karena ternyata jenis kelamin secara

biologis melahirkan seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap

perbedaan jenis kelamin inilah yang disebut gender.

Page 47: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

32 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

dilihat dari sosial-budaya yang dapat berubah sesuai perkembangan

zaman.

Lebih lanjut, Nasarudin Umar menegaskan bahwa diskursus

gender merupakan konsep yang melihat peran laki-laki dan perempuan

dan sosial dan budaya, tidak dilihat dari jenis kelaminnya. Gender

merupakan analisis yang digunakan dalam menciptakan posisi setara

antara laki- laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan

masyarakat sosial yang lebih egaliter. Jadi bisa dikategotrikan sebagai

perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran)

terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama yang terkait

dengan peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu

sendiri. Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata,

tetapi juga kepada laki-laki. Hanya saja, yang dianggap mengalami

posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka

perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk

mengejar kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa

tingkat dalam peran sosial.17

Keadilan gender sudah menjadi keharusan zaman. Setidaknya

upaya itu telah dilakukan melalui berbagai diskursus hampir di semua

belahan dunia. Di Indonesia juga telah diupayakan sejak tahun 1978

hingga sekarang yaitu dengan adanya sebuah institusi pemerintah yang

kini bernama KPP & PA. Di berbagai perguruan tinggi seperti pusat-

pusat kajian perempuan atau kajian gender pun tak ketinggalan.18

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination

of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) sejak 22

tahun lalu, melalui Undang-undang No. 7 tahun 1984 (UU No.

7/1984). Dalam perjalanan pelaksanaan CEDAW pemerintah Indonesia

menyadari masih kuatnya diskriminasi terhadap perempuan di segala

17

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender; Perspektif Al-Qur’an, 1.

18Zaitunah Subhban, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan

(Jakarta : el-Kahfi, 2008), 1.

Page 48: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

33 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

bidang pembangunan. Disksriminasi ini mengancam pencapaian

keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia.19

Pada tahun 2000 Presiden RI, Abdurrahman Wahid,

mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang

Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan (Inpres PUG).

Harapannya pembangunan nasional akan mengintegrasikan perspektif

gender sejak proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,

pemantauan, hingga evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya.20

Dari aspek filosifis, Pancasila sebagai falsafah Negara

merupakan landasan filosofis pentingnya UU KKG, terutama Sila

Kedua Pancasila ‚Kemanusiaan yang adil dan beradab‛ dan Sila

Kelima Pancasila ‚Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia‛.

Dalam Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab terkandung makna

bahwa keadilan belaku bagi setiap manusia.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia telah menandatangani

dokumen kesepakatan global tentang Sustainable Development Goals

(SDG) atau istilah resmi pemerintah adalah Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan (TPB), yang terdiri dari 17 Tujuan (Goal) dan 169

sasaran (target). Dalam TPB tersebut terdapat satu tujuan yaitu untuk:

mencapai kesetaraan gender serta memberdayakan semua perempuan

dan anak perempuan.21

19

Untuk memperkuat payung hukum Pengarusutamaan Gender, maka

tahun 2006 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(KPPPA) menyusun draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang

Pengarusutamaan Gender. Lihat: Situs resmi Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1374/3 diakses pada 22

Januari 2020. 20

Masthuriyah Sa'dan, "Pengarusutamaan Gender Dalam Pendidikan

Pesantren: Kajian Feminisme Islam" dalam jurnal Harkat,. No. 2 Vol. 2

(2018), 97. 21

Riant Nugroho, Gender dan Administrasi Publik; Studi tentang Kualitas Kesetaraan Gender dalam Administrasi Publik Indonesia Pasca Reformasi 1998-2002, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 38.

Page 49: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

34 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Tujuan 5 SDG tentang mencapai kesetaraan gender serta

memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan, memiliki 5

target yaitu:22

- Mengakhiri segala bentuk diskriminasi

- Menghapuskan segala bentuk kekerasan

- Menghapuskan semua praktek-praktek yang membahayakan

- Menyadari dan menghargai pelayanan dan pekerjaan

- Memastikan bahwa semua perempuan dapat berpartisipasi

penuh dalam kehidupan berpolitik, sosial dan ekonomi.

2. Diskursus dan Perkembangan Gerakan Feminisme

Sebagaimana konstruksi gender bersifat sosial-kultural, studi

gender lebih menekankan pada perkembangan aspek maskulinitas dan

feminis seseorang yang merupakan hasil kontsruksi sosial. Secara

tradisional diyakini perbedaan identitas maskulin dan feminin

merupakan suatu bagian yang inherent dalam identitas jenis kelamin

yang kemudian dianggap kodrat. Sehingga perlu dicatat bahwa

diskursus gender tidak semata-mata masalah perbedaan dan

pembedaan antara laki-laki dari perempuan. Lebih jauh dari itu, gender

adalah tentang dominasi dan submisi dalam konteks relasi dan

distribusi kekuasaan.23

Perbedaan inilah yang kerap kali menjadi

menimbulkan perdebatan karena rentan terhadap isu ketertindasan

terhadap perempuan. Seorang feminis, Alison Jaggar dalam bukunya

Gender and Global Justice memberikan penjelasan terhadap

ketertindasan perempuan sebagai berikut:24

1. Perempuan secara histori sebagai kelompok tertindas

22

Lihat: Situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (KPPPA) di

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1374/3 diakses pada 22

Januari 2020. 23

Gregory M. Matoesian, Reproducing Rape: Domination Through Talk in The Courtroom, (Chicago: University of Chicago Press, 1993), 13.

Noryamin Aini, ‚Rape and The Problems of Criminological Theories‛ Jurnal

Hukum Islam, Edisi No. 6 Vol. II (Maret, 1995), 8. 24

Gadis Arivia, Feminisme: Sebuah Kata Hati, (Jakarta: Kompas

Media Nusantara, 2006), 4.

Page 50: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

35 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

2. Ketertindasan perempuan sangat meluas sampai masyarakat

manapun

3. Ketertindasan adalah bentuk yang paling dalam dan sekaligus

bentuk yang sangat sulit untuk dihilangkan dan dihapuskan

dengan perubahan sosial sebagaimana penghapusan kelas

masyarakat tertentu.

4. Penindasan terhadap perempuan memberikan dampak

kesengsaraan yang sangat dalam dan berat bagi korban baik

secara kualitatif dan kuantitatif walaupun seingkali

kesengsaraan itu tidak tampak karena adanya ketertutupan

baik itu dari pihak pelaku maupun korban.

5. Pemahaman terhadap penindasan perempuan pada dasarnya

memberikan model konseptual untuk dapat memahami bentuk-

bentuk lain penindasan.

Adanya ketidakpihakan pada perempuan diranah publik inilah

kemudian yang menjadi agenda feminis, dimana pusat persoalan yang

menjadi perhatian adalah tuntutan kesetaraan, keadilan dan

penghapusan segala bentuk diskrimniasi terhadap perempuan. Usaha

ini kemudian melahirkan sebuah kesadaran yang khas yaitu kesadaran

feminisme. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya kelompok

feminis memunculkan beberapa teori seperti teori liberal, teori Marxis-

Sosialis dan teori Radikal yang secara khusus menyoroti kedudukan

perempuan dalam kehidupan masyarakat.25

Feminis berupaya

menggugat kemapanan patriarki dan berbagai bentuk stereotip gender

lainnya yang berkembang luas di masyarakat.26

Menurut Nancy F.

25

Fadlan Al-Hanif "Islam, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender

Dalam Al-Qur'an‛ dalam Jurnal Karsa, Vol. 19. No. 2, (2011), 106. 26

Seperti halnya Nasaruddin mengkategorikan aliran feminisme

menjadi 3 yaitu diantaranya:

a) Feminisme Liberal, dasar pemikiran kelompok ini adalah semua

laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak

terjadi penindasan antara satu dengan lainnya. Secara ontologi keduanya

sama, hak-hak laki-laki dengan sendirinya juga menjadi hak perempuan;

diantara tokoh aliran ini adalah Margaret Fuller (1810-1850), Haried

Martineau (1802-1876) dan Susan Anthony (1820-1906). b) Feminisme

Marxis-Sosialis Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam

Page 51: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

36 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Cott27

ada tiga komponen dalam kajian feminisme. Pertama, tidak ada

perbedaan hak berdasarkan seks yakni menentang hierarkis diantara

jenis kelamin. Kedua, suatu pengakuan dalam masyarakat telah

menjadi konstruksi yang merugikan perempuan. Relasi laki-laki dan

perempuan yang ada sekarang adalah hasil konstruksi sosial, bukan

ditentukan oleh nature (kodrat ilahi). Ketiga, berkaitan dengan

komponen kedua, adanya identitas dan peran gender feminisme

menggugat perbedaan yang mencampuradukkan seks dan gender.

Namun menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, tidak

mudah untuk merumuskan definisi feminisme oleh dan atau diterapkan

dalam semua waktu dan disemua tempat. Karena feminisme tidak

mendasarkan pada satu grand theory yang tunggal, tetapi lebih

mendasarkan pada realitas kultural dan kenyataan sejarah yang konkrit

dan tingkatan-tingkatan kesadaran, persepsi serta tindakan. Feminisme

pada abad ke-17 dan feminisme pada 1980-an memiliki makna yang

tidak sama. Ia juga dapat diungkapkan secara berbeda-beda di berbagai

masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa

perbedaan biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat diterima sebagai

dasar superioritas laki-laki diatas perempuan. Ketimpangan keduanya

sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya daripada alam. Aliran ini

menolak anggapan tradisional dan para teolog bahwa status perempuan lebih

rendah daripada laki-laki karena faktor biologis dan latar belakang sejarah.

Aliran ini berkembang di Jerman dan Rusia dengan menampilkan beberpa

tokohnya diantaranya seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa Luxemburg

(1871-1919). c) Feminis Radikal aliran ini menggugat semua term yang

dianggap merugikan perempuan seperti term patriarki yang dinilai merugikan

perempuan karena term ini jelas-jelas menguntungkan laki-laki. Lihat: Valerie

Bryson, Feminist Political Theory: An Introduction, (London: Macmillan,

1992), 140. Caroline Ramazanoglu, Feminism and Contradiction (London:

Routledge, 1989), 12. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender; Perspektif Al-Qur’an, 35.

27Nunuk P. Muniarti, Getar Gender Perempuan dalam Perspektif

Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM, (Jakarta: Yayasan Indonesia Tera

IKAPI, 2004) h. 27.

Page 52: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

37 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

bagian dunia atau dalam satu negeri, karena diungkapkan perempuan

yang berlainan tingkat pendidikan, kesadaran dan sebagainya.28

Lanjut menurut Kamla dan Nighat, feminisme tetap harus

didefinisikan secara luas dan jelas agar tidak lagi terjadi

kesalahpahaman bahkan ketakutan terhadap feminisme. Dengan

asumsi ini maka keduanya mengajukan definisi yang menurutnya

memiliki pengertian yang lebih luas yaitu suatu kesadaran akan

penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat

ditempat kerja dan dalam keluarga serta tindakan sadar oleh

perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.29

Mansour Fakih mengatakan bahwa feminisme merupakan

sebuah gerakan perjuangan untuk melakukan transformasi sistem dan

struktur yang tidak adil menuju pada sistem yang lebih adil bagi

perempuan maupun laki-laki. Sebenarnya, hakikat dari gerakan

feminisme ini bukanlah semata-mata memperjuangkan kepentingan

perempuan atau hanya untuk meminimalisir eksploitasi terhadap

perempuan tetapi tujuan feminisme jangka panjang adalah untuk

mewujudkan transformasi sosial kearah terciptanya sistem yang secara

fundamental relatif baru dan lebih baik yang pernah ada sebelumnya.30

Feminisme digunakan sebagai konsep sosial yang digunakan untuk

memahami keadaan yang menempatkan laki-laki lebih dominan dan

superioritas dibanding perempuan. Sebagai ideologi, feminisme adalah

penggabungan doktrin hak-hak yang sama bagi perempuan dan sebuah

ideologi sebagai tujuan transformasi perubahan sosial untuk

meciptakan suatu keadaan yang sama antara laki-laki dan perempuan.31

Jadi gerakan feminisme adalah suatu paham yang

memperjuangkan kebebasan perempuan dari dominasi laki-laki.

Namun secara leksikal pemaknaan feminisme tersebut menjadi keliru

28

Yunahar Ilyas, Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 40.

29Yunahar Ilyas, Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan

Kontemporer, 41. 30

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 100.

31Aji Permada,dkk., Islam dan Negosiasi Relasi Gender (Medan:

Perdana Publshing), 97.

Page 53: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

38 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

karena hanya diartikan sebagai sebuah upaya pemberontakkan

perempuan terhadap dominasi laki-laki untuk melawan pranata sosial

dan kodrat. Dengan kata lain, feminisme tidak hanya sebatas sebuah

gerakan akan tetapi lebih dari itu, feminisme adalah sebuah teori

persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam bidang sosial,

ekonomi dan budaya.32

Gerakan feminis mulai muncul ketika masa Stamp Ampf

ditahun 1760 kaum perempuan Amerika terlibat dalam penyebaran

gejolak revolusioner tanpa pandang mereka dari desa atau kota. Pada

tahun 1800 gerakan kesetaraan perempuan mulai berkembang ketika

revolusi sosial dan politik terjadi diberbagai negara. Dalam bidang

pendidikan dan ketenagakerjaan perempuan berangsur sampai tahun

1900. Pada tahun 1970 kampanye tentang hak-hak perempuan semakin

giat dikumandangkan. Pada saat itu sudah banyak kaum perempuan

yang memperoleh pendidikan diperguran tinggi sampai kejenjang

pendidikan tertinggi. Mereka memiliki hak suara dan ikut menduduki

jabatan-jabatan penting dipemerintahan dihampir semua negara yang

mempunyai prosedur pemililhan umum. Kampanye gender sampai pula

ke dunia Islam. Mesir sebagai tempat transformasi sebagai tempat

transformasi eropa merupakan gerbang masuknya kampanye gender

kedunia Islam.33

32

Sugihastuti, Teori dan Apresisasi Sastra (Yogyakarta: Pustaka

belajar, 2002), 140. 33

Gerakan feminis di Barat penyebab utamanya adalah pandangan

meremehkan bahkan membenci perempuan (misogoni), bermacam-macam

anggapan buruk (stereotip) yang dilekatkan kepadanya, serta aneka citra

negatif yang terwujud dalam tata nilai masyarakat, kebudayaan, hukum, dan

politik. Feminisme sebagai filsafat dan gerakan dapat dilacak dalam sejarah

kelahirannya dengan kelahiran Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh

Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Kata feminisme

diperkenalkan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada

tahun 1837. Feminisme mulai timbul pada abad ke-18 di Eropa, tepatnya di

Perancis yang didorong oleh ideology pencerahan (Aufklarung) yang

menekankan pentingnya peran rasio dalam mencapai kebenaran. Setelah

terjadi revolusi sosial dan politik di Amerika Serikat, perhatian terhadap hak-

hak kaum perempuan mulai mencuat. Gerakan ini pindah ke Amerika dan

berkembang pesat disana sejak publikasi John Stuart Mill, the Subjection of

Page 54: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

39 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Dalam dunia Islam sendiri, wacana emansipasi wanita terus

digulirkan. Terdapat nama-nama reformis dalam dunia Muslim dinilai

sebagai pelopor pembaharuan mengenai perempuan.34

Diantaranya

sebagaimana menurut Andree Feillard35

ialah Rifa>‘at Ra>fi‘ al-T{ahta>wi<

(1802-1873) seorang pemikir Mesir yang juga diidentifikasi seorang

reformis pertama yang menulis mengenai perempuan dalam bukunya

Takhli@s} al-Ibri@z Fi< Talkhi@s Ba>riz. Dalam bukunya tersebut, al-Taht}a>wi@

menyerukan agar kaum perempuan di dunia Islam secepatnya

diberikan pendidikan sebagai prioritas utama dan diajak berkompromi

Women (1869). Tahun 1882 di Inggris ditetapkan undang-undang yang

menetapkan perempuan berhak memiliki uang yang mereka peroleh.

Feminisme sesungguhnya merupakan sebuah gerakan perempuan yang

bergerak aktif dalam menuntut emansipasi (kesamaan hak) dengan pria dalam

kehidupan sosial.Gerakan feminisme dicanangkan untuk pertama kalinya pada

tahun 1785 oleh Lady Mary Wortley Mantagu dan Marquis de Condorcet di

Middelburg, sebuah kota di Selatan Belanda. Pada kisaran abad 17-21 Masehi,

gerakan ini telah melahirkan tokoh-tokoh feminis yang terkenal seperti

Hillary Rose, Evelyn Fox Keller, Sandra Harding, Donna Haraway dan tokoh-

tokoh feminis lainnya. Diskursus gender dalam agenda feminisme

kontemporer lebih banyak difokuskan pada gerakan dalam memperjuangkan

persamaan hak, partisipasi perempuan dalam dunia kerja, pendidikan maupun

hak reproduksi. Dalam perjalanan sejarah feminisme, Islamlah yang paling

banyak mendapatkan sorotan terkait dengan aturan yang ditetapkan Islam

untuk kaum perempuan. Kadarusman, Agama relasi gender dean feminism,

(Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2005), 21. 34

Sebagaimana dikutip dari Quraish Shihab, pada sekitar awal abad XX

benih perubahan terjadi setelah sekian banyak para cendekiwan Mesir yang

berkunjung dan belajar di Eropa, khususnya Prancis. Dapat dikatakan para

cendekiawan Muslim ini membawa angin perubahan serta pandangan-

pandangan baru yang belum dikenal oleh negara-negara Islam termasuk

Mesir. Sejatinya, hal tersebut ditandai dengan perempuan yang menanggalkan

pakaian tertutup akibat pergaulan mereka dengan perempuan barat khususnya

Perancis yang datang ke Mesir dibawah pimpinan Napoleon (1798-1801),

tetapi ajakan tersebut belum sistematis atas nama ajaran Islam. Quraish

Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), 113. 35

Husein Muhammad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender, Kata Pengantar: Andree Feillard. (Yogyakarta: LKis,

2001), xii.

Page 55: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

40 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

dengan dunia kerja. Kedua, Qa>sim Ami>n, seorang Mesir keturunan

Turki menulis dua buku mengenai pembebasan perempuan yaitu Tahri@r al-Mar’ah dan al-Mar’ah al-Jadi@dah. Qa>sim (1908) meyakini bahwa

suatu bangsa tidak mungkin berkembang tanpa bantuan dari separuh

populasinya yaitu perempuan. Diantara kampanye popular Qa>sim ialah

pelepasan jilbab, meninggalkan poligami yang menurutnya dapat

ditolerir hanya kalau sang istri mandul lalu aktivitas kerja perempuan

dan talak. Kesemuanya dianggap mengandung pandangan baru.36

Reformis ketiga, T{a>hir al-H{add<ad (1935) dapat dikatakan keras

mencoba mendobrak dan menganjurkan reformasi total

keterbelakangan perempuan muslimah Tunisia diantara gagasan al-

Hadda>d harus mendapatkan hak yang sama atas pendidikan, tidak

perlu berjilbab, perempuan mestinya boleh bekerja diluar rumah.

Selain itu, Fatima Mernissi mengungkapkan bahwa

ketidakpatuhan perempuan dianggap begitu menakutkan didunia

muslim karena implikasinya sangat besar. Mereka mengacu pada

bahaya paling ditakuti dalam Islam sebagai suatu psikologi kelompok

individualisme. Masyarakat muslim menolak tuntutan perempuan

untuk mengubah kedudukan mereka. Mayoritas muslim menindas

kecenderungan feminis yang sesungguhnya merupakan sesuatu yang

nyata diseluruh dunia muslim dengan mengutuknya sebgai pengaruh

barat. Ini bukan semata-mata karena masyarakat tersebar takut pada

perempuan melainkan karena takut pada individualisme.

Pemberontakkan kaum dalam situasi sekarang yaitu keterkaitan

integrasi dari tiga fenomena: Tuntutan terhadap perubahan,

terpecahnya masyarakat tradisional dan serangan individualisme Barat

yang kapitalis.37

Menurut Riffat Hassan, diskriminasi dan segala macam bentuk

ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan dalam

36

Rifa>'ah al-T{aht{a>wi< dan Qa>sim Amin< dianggap sebagai ‚Bapak

reformasi perempuan muslim di Timur Tengah, menentang norma sosial

melalui bukunya yang berjudul ‚The Liberation of Women" Lihat: Philip

Mattar, ed. ‚In Enclyclopedia of the Modern Middle East and North Africa‛

Vol. 2. 2nd ed. (New York: Macmillan Reference USA, 2004). 890-895. 37

Fatima Mernissi dan Riffat Hasan, Equal Before Allah, terj. Tim

LSSPA (Yogyakarta: LSSPA, 2000), 188

Page 56: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

41 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

lingkungan umat Islam berakar dari pemahaman para fuqaha yang

keliru dan bias gender terhadap sumber utama hukum Islam yaitu kitab

suci Al-Qur’an.38

Menanggap hal tersebut, Asghar mengritik kaum

muslim yang cenderung mensakralkan syariah dengan menganggap

bahwa syariah bersifat Ila>hiyah, dan karenanya tidak dapat diubah.

Padahal pada saat ini, ada hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi

zaman, misalnya adanya perbudakan, kesaksian perempuan, poligami,

dan perceraian. Karenanya, menurut Asghar, teori hukum Ila>hiyah ini

tidak lagi dapat dipertahankan.39

Tidak hanya terbatas di negara-negara Timur Tengah tetapi

wacana bias gender juga terus digaungkan para pemikir muslim hampir

diseluruh belahan dunia. Diantaranya juga tokoh-tokoh feminis dari

belahan dunia lainnya seperti Nawa>l Sa’da>wi <, Lati<fah al-Zayya>t dan

Inji< Aflatun dari Mesir, Ali Ashgar Engineer dari India, Riffat Hassan,

Amina Wadud dari Amerika Serikat. Assia Djebar dari Al-Jazair,

Furugh Farrukhzad dari Iran, Huda Namani, Ghadah Samman dan

Hanan Al-Shaykh dari Lebanon, Fawziyah Abu> K}ha>lid dari Saudi

Arabia Wardah Ha>fiz, Mansour Faqih dan Nasarudin Umar dari

Indonesia.40

Sejarah juga mencatat bahwa gerakan feminisme dalam

lingkungan umat Islam juga muncul dalam bentuk pendirian

organisasi-organisasi feminis seperti Egyptian Feminist Union (EFU)

38

Fatima Mernissi dan Riffat Hassan, Equal Before Allah, 39. 39

Ashgar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, Terj. Farid

Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya,

1994, 9. 40

Selain itu, kesadaran ketidakadilan gender digaungkan dalam

berbentuk lainnya seperti karya tulis bentuk puisi, cerita pendek, novel,

artikel maupun kumpulan surat. Sebut saja diantara mereka yang terkenal

ialah Aisyah Taimuriyah, Huda Syarawi, Nabawiyah Musa dan Hifni Nashif

dari Mesir, Zainab Fawwaz dari Lebanon, Rokeyat Sakhwat Hossain dan

Nazar Sajjad Haydar dari India, Raden Ajeng Kartini dari Jawa, Emilie Ruete

dari Zinzibar, Taj al-Salthanah dari Iran dan Fatime Aliye dari Turki. Lebih

lanjut baca: Margot Badron, Feminism dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, (New York: Oxford

University Press, 1995, cet. 2, 19.

Page 57: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

42 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

di Mesir dipimpin oleh Huda Sha‘ra>wi@ (1923) yang memperjuangkan

hak-hak pendidikan, profesi dan politik bagi perempuan, reformasi

hukum keluarga dan regulasi prostitusi, The Turkish Women’s

Federation di Turki dibawah pimpinan Latfie Bekir (1924), The

Association of Revolutionary Women di India oleh Zandukht Shirazi

(1927) dan organisasi-organisasi lainnya.41

3. Gender Perspektif Historis

Berbincang mengenai kontruksi gender, penting untuk melihat

potret historis bagaimana peradaban klasik juga agama-agama pra-

Islam mempersepsikan perempuan. Hal tersebut perlu ditelusuri,

karena dalam wacana kesejarahan\ selalu dipertanyakan antara

kesinambungan dan perubahan. Fakta historis mencatat bahwa banyak

dari bagian sejarah masa lalu yang terus berlanjut bahkan

dilembagakan ulang. Bahkan terdapat perubahan, sisa-sisa dari tradisi,

doktrin dan peradaban lama yang tetap bertahan. Hal yang sama juga

terdapat pada Islam terkait dengan sikap dan perlakuan Islam terhadap

perempuan.42

Islam berperan besar dalam mengangkat harakat dan martabat

perempuan, Al-Qur’an sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam,

secara normatif menegaskan konsep kesetaraan status antara laki-laki

dan perempuan.43

Namun dalam kebanyakan literatur ditemukan

bahwa dalam masyarakat pra-Islam kaum perempuan diperlakukan

41

Margot Badron, Feminism dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, (New York: Oxford University

Press, 1995, cet. 2, 20.

42

Noryamin Aini, ‚Gender dalam Diskursus KeIslaman: Relasi Gender

dalam Pandangan Fiqh‛, dalam Jurnal Refleksi, Vol. III, No. 2, (2001), 3.

43

Menurut Ashgar Ali Engineer, konsep kesetaraan mengisyarakatkan

2 hal. Pertama, dalam pengertian umum,berarti penerimaan martabat dua jenis

kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua, orang harus mengetahui bahwa

laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara dalam bidang sosial,

ekonomi dan politik, keduaya harus memiliki hak untuk memilih atau

mengatur harta miliknya tanpa campur tangan yang lain. Ashgar Ali Engineer,

Hak-Hak Perempuan dalam Islam, Terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha

Assegaf, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1994, 57.

Page 58: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

43 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

selayaknya barang dagangan yang hampir tidak mempunyai hak, maka

ajaran Islam secara drastis memperlakukan perempuan sebagai

manusia yang mempunyai hak-hak tertentu sebagaimana layaknya

kaum laki-laki.

Pada masa Yunani Kuno, martabat perempuan begitu amat

rendah. Perempuan dalam kehidupan bangsa Yunani lebih mirip

dengan barang dagangan yang dapat diperjualbelikan. Perempuan tidak

memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan atau sekedar upaya

mencerdaskan diri juga tidak memiliki andil sama sekali dalam

berbagai bidang kehidupan publik.44

Martabat perempuan hanya

dipandang sebagai alat penerus generasi dan semacam pembantu

rumah tangga serta pelepas nafsu seksual lelaki, karena itu perzinaan

sangat merjalela. Hal ini tercermin sebagaimana pendapat Socrates

(470-399 SM) bahwa dua sahabat setia haruslah meminjamkan istrinya

satu sama lain, lalu juga Demosthenes (384-322 SM) berpendapat

bahwa istri hanya berfungsi melahirkan anak, lebih lanjut Aristotales

(384-322 SM) menganggap bahwa perempuan sederajat dengan hamba

sahaya, sedangkan Plato (427-347 SM) menilai bahwa kehormatan

lelaki pada kemampuannya memerintah sedangkan perempuan

menurutnya adalah kemampuannya melakukan pekerjaan-perkerjaan

yang sederhana (hina) sambil terdiam tanpa bicara.45

Tak jauh berbeda dengan Yunani Kuno, bangsa Romawi

menganggap perempuan hanyalah sebagai alat yang dipergunakan

setan untuk menggoda dan merusak hati manusia. Undang-undang

Romawi tidak memberikan sebagian besar hak manusia kepada

perempuan. Laki-laki memiliki kekuasaan mutlak terhadap kaum

perempuan dan boleh menjualnya sebagai budak belian.46

Keadaan

tersebut berlangsung hingga abad ke-6 Masehi. Segala hasil usaha

perempuan menjadi hak milik laki-laki. Pada zaman Kekaisaran

Constantine terjadi sedikit perubahan yaitu dengan diundangkannya

44

Mus}ta}fa> Al-Siba>‘i@, Al-Mar’ah Bai@na Fiqh wa al-Qa>nu>n, (Kairo: Dar

al-Salam, 2010), 13. 45

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan (Jakarta: Lentera Hati,

2005), 102. 46

‘Ali< ‘Abd al-Wa>hid Wa>fi@, Al-Musa>wa> Fi< al-Isla>m (Kairo: Dar al-

Ma’arif, 1983), 11.

Page 59: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

44 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

hak kepemilikan hak kepemilikan terbatas bagi perempuan dengan

catatan bahwa setiap transaksi harus disetujui oleh keluarga ayah atau

suami.47

Walaupun terdapat sedikit perubahan, pada masa Romawi ini

belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Bahkan cenderung

terpojokkan.

Sama halnya dengan Yunani dan Romawi kuno, peradaban Cina

menganggap perempuan layaknya sumber air racun yang mengalir

merusak kebahagian. Laki-laki berhak mengubur istrinya yang hidup,

dan apabila istrinya mati mereka berhak mendapat warisan dari istri

yang ditinggal. Di India, perempuan tidak berhak hidup jika ditinggal

oleh suaminya. Akan tetapi harus dibakar bersama suaminya yang

mati. Dalam masyarakat Arab pra-Islam sudah menjadi tradisi bahwa

kaum perempuan diperlakukan secara tidak berprikemanusiaan, bagi

mereka perempuan adalah sumber aib, fitnah dan malapetaka komunal.

Akibatnya mereka dihinakan, dilecehkan bahkan dibunuh tanpa

undang-undang yang melindunginya.48

Kalaupun dibiarkan hidup

dibiarkan hiudp, bayi-bayi perempuan ini ditukarkan layaknya sapi dan

kuda. Kaum wanita diperlakukan sebagai objek tidak memiliki hak dan

sering disiksa. Bila suami mereka memperlakukan dengan tidak benar,

tidak ada sesatu apapun yang bisa mereka lakukan. Jika mereka berasal

dari keluarga yang sangat kuat, mereka mungkin beruntung dan

mendapatkan sedikit keuntungan dari keluarga mereka. Adat dan

tradisi tersebut telah tersebar luas ditanah arab pra-Islam. Bahkan Al-

Qur’an menyebutkan bahwa bangsa arab pra-Islam telah terbiasa

menguburkan anak perempuan mereka hidup-hidup.49

Dalam tradisi

arab pra-Islam adalah hal lumrah jika bayi perempuan yang tidak

berdosa dan sangat butuh kasih sayang dikubur hidup-hidup sebagai

refleksi kegusaran khususnya Bani< Asa}d dan Bani< Tami<m.50

47

Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2005),

296. 48

Abu> Sari Muhamad ‘Abd al-Ha>di, Wa A<shiru>hunna Bi al-Ma’ru>f (Kairo: Maktabah al-Turath al-Islami, 1988), 4.

49Qs. al-Nah}l (16): 58 dan Qs. al-Takwi>r (81): 9.

50Hasan Ibra>hi<m Hasan, Ta>ri<kh} al-Isla>mi< Wa al-Dini al-Tha>qa>fi< wa al-

Ijti<ma’i< (Kairo: Maktabah al-Nahd{ah al-Mis{riyah, 1979), 65. Husa>in

Muhammad Yu>su>f mengatakan bahwa seorang perempuan pada masa

Page 60: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

45 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Pada dasarnya pandangan buruk terhadap perempuan tidak

hanya muncul dalam wacana sosial budaya sebagaimana diatas, tetapi

lebih jauh lagi merembes kedalam wacana ajaran dan norma

keagamaan. Dalam konteks agama Samawi, sejarah tentang kehidupan

dan peran wanita telah tertuang dalam kitab perjanjian lama yang

diyakini sebagai kitab suci bagi kaum Yahudi. Kitab perjanjian lama

menempatkan wanita sebagai sumber utama dari kesalahan. Hal itu

terkisahkan dalam bentuk cerita atau kisah-kisah yang diyakini

kebenarannya. Sebagaimana kisah Hawa51

yang menjadi penyebab

dikeluarkannya Adam dari surga karena telah merayu adam untuk

ikutserta memakan buah khuldi setelah sebelumnya dia terpesona oleh

rayuan iblis.52

Sementara kaum Nasrani dengan perjanjian baru yang diyakini

sebagai kitab suci Nasrani meyakini akan kebenaran posisi wanita

sebagaimana tertera dalam perjanjian lama. Mereka meyakini bahwa

wanita merupakan penyebab utama menjauhnya laki-laki dari tuhan.

Mereka meyakini bahwa satu-satunya jalan menuju tuhan yaitu dengan

menjauhkan diri dari wanita. Mereka meyakini bahwa Isa As yang

jahiliyah dapat diwariskan sebagaimana harta warisan. Apabila suami

meninggal dunia, maka anak yang bukan dari istri yang ditinggalkan (anak

tiri) dapat mewarisi ibu tiri menjadi istri, bahkan boleh juga keluarga

dekatnya yang mewarisi tersebut sebagai istri tanpa mahar (maskawin) atau

menikahinya dengan orang lain, tapi maharnya diambil oleh keluarga dekat

tersebut. Apabila dia ingin membiarkannya, maka dia tidak mempedulikan

dengan status tidak janda dan tidak menikah sampai dia menebus dirinya

sendiri dari harta warisan suaminya yang meninggal atau dibiarkannya sampai

meninggal, lalu dia mewarisi hartanya. Husa>in Muhammad Yu>su>f, Ahda>f al-Usrah al-Isla>m (Kairo: Da>r al-I’tis}am, 1977), 24.

51Menurut ajaran kaum Yahudi bahwa wanita adalah laknat atau

kutukan. Wanita menurut ajaran Yahudi penyebab diturunkan Adam dari

surga ke bumi. Pada kondisi tertentu wanita diperjualbelikan oleh ayahnya,

dan ayah mempunyai hak preogratif dalam menentukkan perkawinan dengan

laki-laki dikehendaki oleh ayahnya. 52

As‘ad al-Sahamra>ni@, al-Mar’ah fi@ al-Ta>ri@kh wa al-Shari@‘ah (Beirut:

Dar al-Nafais, 1989), 43.

Page 61: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

46 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

terbunuh dalam keadaan tersalib diutus kebumi untuk menembus dosa-

dosa adam yang disebabkan Hawa.53

Islam datang menentang ajaran ajaran yang diyakini oleh kaum

Yahudi dan Nasrani yang menghegemoni kaum wanita. Islam

menjawab bahwa peristiwa keluarnya Adam dan \Hawa dari surga

adalah atas tipu daya yang dilakukan oleh iblis semata tanpa mencari

justifikasi kepada Adam dan Hawa. Hal itu dapat dilihat dari bahasa

Al-Qur’an yang sama sekali tidak menyebut Adam atau Hawa,

melainkan dengan menggunakan gaya bahasa umum (baca: d{omi<r huma>).

54

Sebagaimana dipaparkan diatas, harus diakui bahwa Islam hadir

menyejarah dalam konteks masyarakat yang sangat patriakis dan tidak

berpihak pada perempuan. Islam memang secara literal tidak

merombak secara total-formal isu-isu misoginis dalam relasi gender.

Namun semangat nilai-nilai Islam memartabatkan perempuan sangat

tampak jelas. Dalam hal ini Islam memperkenalkan niilai-nilai dan

paradigma baru dalam menyikapi dan memperlakukan perempuan

bahkan cara pandang ini tergolong sangat radikal pada zamannya

untuk menentang hegemoni tradisi dan ideologi pra-Arab Islam yang

melecehkan perempuan.

B. Refleksi Hukum Islam Atas Wacana Gender

Pada dasarnya, Islam memberikan perlindungan kepada

perempuan dengan cara memberikan hak-haknya sebagaimana

diberikannya kepada laki-laki dan menghapus diskriminasi antara laki-

laki dan perempuan dalam memenuhi hak-haknya karena derajat

perempuan sama dengan hak laki-laki disisi Allah SWT kecuali hal-hal

yang bersifat fungsi utama yaitu sesuai dengan kodrat masing-

masing.55

Islam telah berperan dalam mengangkat harkat dan martabat

perempuan, sedangkan dalam masyarakat pra-Islam sebagaimana telah

53

‘Abd al-Muta‘a>li Muhamad Al-Jabari@, al-Mar’ah fi al-Tas}awwur al-Islami@ (Kairo: Maktabah Wahbah, 1994), 159.

54As’ad al-Sahamra>ni@, al-Mar’ah fi@ al-Ta>ri@kh wa al-Shari@‘ah, 103.

55Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemprer, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010), 139.

Page 62: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

47 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

dipaparkan sebelumnya bahwa kaum perempuan pra-Islam

diperlakukan sebagai ‘barang’ yang hampir tidak pernah mempunyai

hak. Walaupun istilah gender bukan dari istilah dari Islam, namun

masalah gender telah menjadi masalah Islam juga. Alasannya masalah

gender masih banyak dijumpai dalam pemahaman Islam. Bahkan Islam

masih sering dituding sebagai salah satu institusi yang melenggangkan

ketimpangan dan ketidakadilan gender.

Nasaruddin Umar berusaha memberi warna baru melalui

pendekatan analisis etimologi, hermeneutika dan menggunakan sejarah

untuk meneliti banyak kata-kata dalam Al-Qur’an. Menurutnya,

didapati dalam Al-Qur’an tidak ditemukan kata yang persis sepadan

dengan istilah gender. Akan tetapi, jika yang dimaksud gender disini

adalah istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan perbedaan peran

antara laki-laki dan perempuan, maka terdapat beberapa istilah dan

ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang dapat dihubungkan dengan istilah

tersebut. Nasaruddin Umar melihat bahwa setiap kata dalam Al-

Qur’an tidak hanya mempunyai makna literal, Ia mencoba

menggunakan pendekatan hermeneutika, dan semantik dalam

mengulas ayat-ayat yang berbicara tentang status dan peran laki-laki

dan perempuan. Didapati kata kunci untuk mengetahuinya ialah istilah

yang sering digunakan untuk menyebut laki-laki dan perempuan,

seperti kata al-rija>l dan al-nisa<, al-zakr dan al-untha>, al-mar’/al-imru

dan al-mar’ah, al-zawj (suami), al-zawjah (istri), al-ab (Ayah), al-umm

(Ibu), kata sifat yag disandarkan pada bentuk muzakkar dan mu’anath,

atau kata ganti (d}ami>r).56

Sebagai contoh oleh Nasaruddin Umar mengulas pada kata al-rija>l dan an-nisa, al-zakr dan al-untha>. Seperti istilah yang umum

untuk laki-laki adalah al-rajul yang terulang sebanyak 57 kali, al-zakr yang terulang sebanyak 15 kali, dan untuk perempuan Al-Qur’an

menggunakan beberapa istilah seperti imra’ah yang terulang sebanyak

26 kali dalam berbagi bentuk, yang masing-masing istilah tersebut

mempunyai penekanan tersendiri.57

56

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an, 173-201

57Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-

Qur’an, 268-290

Page 63: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

48 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

1. Prinsip Kesetaraan Gender dalam Epistimologi Hukum Islam

Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan

perempuan tetapi perbedaan tersebut bukanlah pembedaan yang

menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Perbedaan

tersebut dimaksudkan untuk mendukung misi pokok Al-Qur’an yaitu

terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa kasih sayang

dilingkungan keluarga. Hal tersebut merupakan cikal bakal terwujud

komunitas ideal dalam suatu negeri yang damai penuh ampunan tuhan.

Ini semua dapat terwujud manakala ada pola keseimbangan dan

keserasian antara keduanya (laki-laki dan perempuan).58

Kalaupun ada

perbedaan adalah akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang

dibebankan kepada masing-masing jenis kelamin sehingga perbedaan

yang ada tidak mengakibatkan yang satu merasa memiliki kelebihan

atas yang lain, melainkan mereka saling melengkapi dan saling bantu

membantu.59

Al-Qur’an sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, secara

normatif menegaskan konsep kesetaraan status antara laki-laki dan

perempuan.60

Juga memperkenalkan konsep relasi gender yang

mengacu pada ayat-ayat Al-Qur’an secara substantif sekaligus menjadi

tujuan umum (maqa>s}id shari<‘ah\). Dalam hubungan antar jenis kelamin

atau prinsip gender dalam Islam ditegaskan dalam Qs. Al-Ah}za>b (33):

35:

58

Badriyah Fayumi dkk, Keadilan dan Kesetaraan Jender Perspektif Islam, (Jakarta: Tim pemberdayaan Perempuan Bidang Agama RI, 2001), 73.

59Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010), 83. 60

Bagi Ashgar Ali Engineer, konsep kesetaraan mengisyrakatkan 2 hal.

Pertama, dalam pengertian kesetaraan secara umum berarti penerimaan

martabat kedua jenis kelamin dalam ukuran yang setara. Kedua, orang harus

mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak-hak yang setara

dalam bidang ekonomi sosial dan politik, dan keduanya harus memiliki atau

mengatur harta miliknya tanpa campur tangan orang lain.keduanya harus

setara dalam tanggung jawab sebagaimana dalam hal kebebasan. Lihat: Ali

Ashgar Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, 57.

Page 64: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

49 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

إم ادقين ن ال اهتات والص

ق

اهتين وال

ق

منات وال

ؤم منين وال

ؤم سلمات وال

م سلمين وال

قين تصد

م اشعات وال

خ

اشعين وال

خ

ابرات وال ابرين والص ات والص

ادق والص

ائ ائمين والص ات والصق

تصد م اكرين وال

ات والذ

حافظ

م وال وجهم رم

محافظين ف

مات وال

جرا عظيما وأ

فرة

م مغ هم

هم ل

عد الل

اكرات أ

ثيرا والذ

ه ك

الل

‚Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar‛.

Ayat diatas menunjukkan bahwa status laki-laki dan perempuan

adalah sama dihadapan Allah sebagai hamba yang dibebankan takli>f didunia ini. Selain itu pula, sebagaimana studi yang dilakukan

Nasaruddin Umar terhadap Al-Qur’an menunjukkan adanya kesetaraan

gender. Ia menemukan lima variabel yang mendukung pendapatnya,

yakni: 1) Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba. Hal ini

bisa dilihat misalnya dalam Qs. al-Hujurāt (49): 13 dan al-Nah}l (16):

97; 2) Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Hal ini

terlihat dalam Qs. al-Baq}arah (2): 30 dan al-An‘ām (6): 165; 3) Laki-

laki dan perempuan menerima perjanjian primordial seperti terlihat

dalam Qs. al-’A‘rāf (7): 172; 4) Adam dan Hawa terlibat secara aktif

dalam drama kosmis. Kejelasan ini terlihat dalam Qs. al-Baqarah (2):

35 dan 187, Qs. al-’A‘rāf (7): 20, 22, dan 23; dan 5) Laki-laki dan

perempuan berpotensi meraih prestasi seperti yang terlihat dalam Qs.

Āli Imrān (3): 195, Qs. al-Nisā(4): 124, Qs. al-Nahl (16): 97, dan Qs.

al-Mu’min (40): 40.61

61

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an, 248-269. Yūsuf Al-Qarad}āwi> menyimpulkan dari ayat-ayat al-Quran

bahwa wanita memiliki kedudukan, hidup, berakal, dan berpikir seperti pria.

Wanita diberi beban (taklīf) seperti pria. Segala kebaikannya akan dibalas,

baik di dunia maupun di akhirat, seperti halnya pria. Seruan al-Quran tertuju

kepada pria dan wanita. Meskipun demikian secara biologis (kodrati) wanita

Page 65: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

50 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Selanjutnya prinsip kesetaraan gender dalam tinjauan hadis.

Sebagai sumber kedua hukum Islam, seluruh ajaran hadis nabi SAW

juga ditujukan untuk semua umat Islam baik laki-laki maupun

perempuan. Sebagaimana wasiat nabi terhadap kaum muslimin secara

umum untuk berbuat baik pada perempuan di akhir kehidupannya, dan

hal itu saat pada haji Wada>’62

. Lalu perintah nabi untuk berlemah

lembut pada perempuan karena hal tersbut merupapkan bagian dari

iman pada Allah dan hari kiamat.63

Dan lain sebagainya hadis

berkaitan perintah lemah lembut kepada perempuan.

Beberapa ayat dan hadis diatas menjelaskan bahwa laki-laki dan

perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam

menjalankan peran khalifah dan hamba Allah. Adapun mengenai peran

dan pria tidak semua sama, ada perbedaan di antara keduanya dalam hal-hal

tertentu. Lihat Yūsuf Al-Qarad}āwi>, Khuthāb wa Muhādarāt al-Qarādāwi> ‘an al-Mar’at, Alih bahasa oleh Tiar Anwar Bachtiar dengan judul ‚Qarad}a>wi>

Bicara Soal Wanita‛, Bandung: Arasy, 2003, 90-92. Lihat juga Muhammad

Qutub, Islam the Misunderstood Religion, Alih bahasa oleh Fungky Kusnaedi

Timur dengan judul ‚Islam Agama Pembebas‛, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2001), 208-210. يرا62

سـاء خ

ىا بالن واستىصم

ال

أ

Artinya: Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita. Lihat : Al-Tirmi<dhi,

Ja>mi’ Al-Tirmi<dhi>. No. 1163, Muslim dalam S}ah}i>h Muslim, No. 1091.

Bukh{a>ri<, S}ah}i>h Bukha>ri< No. 1091. 63

Hadis yang diriwayatkan Abu> Hurayrah:

من خ ـــئ م

يـــراء ف

ســـاء خ

ـــىا بالن ىصم

ء واست م جـــا

ـــؤ نم

ـــو

خـــر ف

يـــىي

منم بـــام وال

ـــؤ ـــان نم

ـــن مـــن مـــن ن

لق

م ــ

ــئن

ء ف م عــو

، أ

ــل ضــ الأ

ــ

ش عــىء وإن أ ،

ــىا ضــل استىصم

ء ف عــى

أ ــم نــ

تــهم ل

رك

ء وإن هم

ســر

ــهم ك قيمم

يراساء خ

بالن

Artinya: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita. Lihat: Muslim dalam S}ah}i>h Muslim, No. 60. Bukh{a>ri< dalam S}ah}i>h Bukha>ri< No. 5185.

Page 66: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

51 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

sosial perempuan dalam masyarakat tidak ditemukan ayat atau hadis

yang melarang kaum perempuan yang aktif didalamnya.64

Menurut Must{afa> al-Siba>‘I < seorang ahli hukum Islam

mempunyai visi dan misi Islam dalam mengangkat martabat

perempuan. Menurutnya, prinsip dasar dalam dasar ajaran Islam

terkait masalah gender harus dicermamti dengan sinergis.65

1. Islam membawa ajaran korektif dan emansipatoris terhadap

eksistensi diri perempuan dalam kehidupan pribadi dan publik.

Disini Islam meralat tepatnya meluruskan banyak penyimpangan

konsep teologis terdahulu yang menuduh perempuan sebagai

akar dosa primodal pengusiran manusia dari surga.

2. Islam mendudukan perempuan setara dengan laki-laki dalam

masalah substansi dan eksistensi kemanusiaan.

3. Islam sangat menghormati kaum perempuan sebagai anak, istri,

ibu, saudara, kerabat, tetangga dan juga sahabat. Sebagai

kelanjutannya Islam mengharamkan tradisi yang merestui

pembunuhan bayi perempuan.

4. Islam memberikan hak-hak kodrati yng bersifat personal, sosial

politik pada perempuan, mendudukan kewajiban yang setara

bagi kaum laki-laki dan perempuan.

5. Islam mengatur norma relasi martial dengan cara meletakkan

tanggungjawab kewajiban laki-laki dan perempuan, serta hak

masing-masing individual secara adil dan proposional.

6. Islam menentang perkawinan tanpa batas jumlah istri. Dalam

kasus ini, Islam membatasi jumlah istri dalam kasus poligami

dengan syarat dan ketentuan yang berlaku dan dibenarkan

syariat. Poligami adalah pintu darurat yang dikecualikan, hanya

sebatas untuk misi kemanusian kepentingan perempuan.

7. Islam menempatkan perempuan yang belum dewasa dibawah

pengawasan walinya. Namun inti perwalian dan pengawasan

tersebut bukan dalam arti penguasaan dan pemaksaan. Tetapi ia

sebagai wujud tanggungjawab moral sosial orangtua, penjagaan

64

Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Jender Dalam Islam: Agenda Sosio-Kultural dan Politik Perempuan, (Jakarta: El-\Kahfi, 2002), ixx.

65Mus}ta}fa> Al-Siba>‘i@, Al-Mar’ah Bai@na Fiqh wa al-Qa>nu>n, (Kairo: Dar

al-Salam, 2010), 25-29.

Page 67: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

52 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

pengasuhan dan kepedulian wali untuk pengembangan potensi

diri dan soial-ekonomi untuk kebaikan anak-anak.

2. Mas}lah}ah dalam Metodologi Hukum Islam

Para ulama sepakat bahwa Al-Qur’an dan hadis menjadi sumber

utama hukum Islam. Berkaitan dengan prinsip kesetaraan gender

tinjauan kedua sumber utama hukum Islam sebagaimana dipaparkan

diatas, keduanya memiliki visi dalam menjunjung prinsip universal

dari pesan moral yang dapat dijadikan prinsip dalam berbagai aspek

kehidupan.

Namun dalam realitanya, dengan perkembangan Islam yang luas

dan melampaui kurun waktu tertentu, konteks permasalahan

senantiasa tumbuh dan tak pernah terhenti, sedangkan nas}s} shara‘ sangat terbatas. Fiqh sebagai hasil ijtiha>d seorang ulama atau mujtahid

dalam istinba>t} hukum dari sumber baik Al-Qur’an maupun hadis

menghasilkan hukum yang berbeda dari satu masa ke masa yang

berbeda, meskipun mengambil dari sumber teks ayat maupun matan

hadis yang sama. Tak terkecuali berkaitan dengan konteks wacana

gender yang selalu berkembang dan selalu menjadi perdebatan. Adanya

relevansi antara teks dan konteks tersebut membawa implikasi bahwa

norma hukum Islam telah mengalami objektivikasi melalui aplikasi

mas}lah}ah ke dalam struktur sosial.

Pada dasarnya syariat Islam merupakan syariat mas}lah}ah.

Norma hukum yang dikandung nas}s} pasti dapat mewujudkan

mas}lah}ah, sehingga tidak ada mas}lah}ah di luar petunjuk al-nass, dan

karena itu tidak ada pertentangan antara \mas}lah}ah dan nas}s}. Karena

itulah, shara‘ memberikan kepada manusia berpikir dengan jalan

hukum yang dapat membantu memcahkan solusi dalam permaslahan.

Salah satu metode yang dikembangkan ulama usu>l al-fiqh dalam

istinba>t hukum dari nas}s}, yaitu mas}lah}ah.

Secara etimologis, mas}lah}ah identik dengan al-khayr (kebajikan), al-naf‘ (kebermanfaatan), al-husn (kebaikan).

66 Sedangkan

mas}lah}ah secara terminologis shar‘i>, yaitu memelihara dan

66

Jama>l al-Di>n Muhammad ibn Mukarram ibn Manzu>r al-Ifri>qi<, Lisa>n al-‘Arab, Vol. II, (Riya>d}: Da>r ‘Ala>m al-Kutub, 2003), 348.

Page 68: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

53 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

mewujudkan tujuan shara‘ yang berupa memelihara agama, jiwa, akal

budi, keturunan, kehormatan, dan harta kekayaan. Setiap sesuatu yang

dapat menjamin dan melindungi eksistensi keenam hal tersebut

dikualifikasi sebagai mas}lah}ah. Sebaliknya, setiap sesuatu yang dapat

mengganggu dan merusak keenam hal tersebut dinilai sebagai

mafsadah, maka mencegah dan menghilangkan sesuatu yang demikian

dikualifikasi sebagai mas}lah}ah. Hal seupa juga didefiniskan ‘Izz al-Di>n

Ibn Abd al-Sala>m, bahwa mas}lah}ah merupakan upaya untuk

mewujudkan kemaslahatan dan menolak keusakan.67

Dalam arti shar‘i>,

mas}lah}ah adalah sebab yang membawa kepada tujuan syariat, baik

yang menyangkut ibadah maupun muamalah.68

Diakui bahwa

mas}lah}ah merupakan tujuan yang dikehendaki oleh al-Sha>ri>‘ dalam

hukum-hukum yang ditetapkan-Nya melalui nus}u>s} berupa Al-Qur’an

dan hadis.

Esensi mas}lah}ah itu adalah segala sesuatu yang berkontribusi

bagi perwujudan dan pemeliharaan al-d}aru>riyya>t, al-ha>jiyya>t, dan al-tah}si>niyya>t, sehingga mas}lah}ah bertingkat-tingkat bobotnya. Pada

dasarnya, mas}lah}ah yang tidak ditegaskan oleh nas}s} terbuka

kemungkinan untuk berubah dan berkembang, dan ini merupakan

sesuatu yang rasional dan riil.69

Sebagaimana diungkapkan al-Ghaza<li>,

berdasarkan tingkatan prioritasnya, kemaslahatan dibagi menjadi tiga

klasifikasi, yaitu:

Pertama, al-mas}lahah al-d}aru>riyah yaitu kemaslahatan pokok

(primer) yang harus terpenuhi. Jika kemaslahatan pada tingkatan

pertama ini tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan kerusakan besar

67

‘Izz al-Di>n Ibn Abd al-Sala>m, Qawa>‘id al-Ah}ka>m Fi>> Mas}a>lih al-Ana>m (Kairo: Maktabah al-Kuliyat Al-Azhariyah, 1994), Vol. ke-1, 11.

68Abu> Ha>mid Muhammad al-Ghaza>li<, Al-Mus}t}asfa> min ‘Ilm al-Usu>l,

Tahqi>q wa ta‘lî>q Muhammad Sulaima>n al-Ashq}ar, Vol. I, (Beirut: Mu’assasah

al-Risa>lah, 1997), 416 - 417. Lihat juga Najm al-Di>n al-Tu>fi<, Sharh al-Arba‘i>n al-Nawawiyyah, 19, lampiran dalam Mustafâ Zaid, al-Mas}lah}ah Fi> al-Tashri>‘ al-Isla>mii> wa Najm al-Dîn al-Tu>fi>, (Beirut.: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, 1964 M),

211. 69

Sa‘i>d Ramad}a>n al-Bu>t}i. D}awa>bit al-Mas}lahah Fi> al-Shari>‘ah al-Isla>miyyah, (Beirut: Mu’assasah al-Risa>lah wa al-Da>r al-Muttahidah, 2000\),

69.

Page 69: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

54 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

bagi kehidupan manusia. Yang termasuk dalam kategori tingkatan ini,

yakni terpeliharanya atau terjaganya lima tujuan hukum Islam

(maqa>s}id al-shari>‘ah al-khamsah), yaitu memelihara agama, jiwa, akal,

keturunan dan harta.70

Dalam perspektif HAM (Hak Asasi Manusia),

memelihara kehormatan diri dapat dikategorikan sebagai kemaslahatan

primer (al-mas}lah}ah al-d}aru>riyah) dalam rangka menghargai hak

kebebasan manusia selama tidak merugikan dirinya sendiri dan orang

lain, seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan

keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak

atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan dan

hak turut serta dalam pemerintahan.

Selanjutnya tingkatan yang kedua, yakni al-mas}lah}ah al-ha>jiyah

yaitu kemaslahatan sekunder. Jika kemaslahatan pada tingkatan kedua

ini tidak terpenuhi, maka dapat menimbulkan kesukaran atas

terwujudnya tingkatan kemaslahatan pertama atau primer (al-mas}lah}ah al-daruriyah).

Ketiga, al-mas}lah}ah al-tahsi>niyah yaitu kemaslahatan yang

bersifat tersier (pelengkap). Ketika kemaslahatan pada tingkatan ini

terpenuhi, membuat kenyanmanan bagi terwujudnya kemaslahatan

primer (d}aru>riyah) dan sekunder (h}ajiyah).71

Pada dasarnya dari ketiga kategori diatas, pemeliharaan prinsip

dasar (al-usu>l al-sittah) yang berada pada level al-d}aru>riyyah

merupakan level terkuat dan tertinggi dari al-mas}lah}ah. Keenam

tujuan/prinsip dasar mencakup: memelihara agama, memelihara jiwa,

memelihara akal pikiran, memelihara keturunan, memelihara

kehormatan, dan memelihara harta kekayaan.72

70

Abu> Hâmid Muhammad al-Ghaz>li<, Al-Mus}t}asfa> min ‘Ilm al-Usu>l; Tahqi>q wa Ta‘lî>q Muhammad Sulaimân al-Ashqar, Vol. I, (Beirut:

Mu’assasah al-Risa>lah, 1997), 416. 71

Asmawi, ‚Teori Maslahat dan Relevansiya dengan Perundang-

undangan Pidana Khusus di Indonesia‛, 43. Disertasi Sekolah Pascarasarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. 72

Shiha>b al-Di<n al-Qara>fî<, Sharh Tanqi>h al-Fusu>l Fi> Ikhtis}a>r al-Mahsu>l fi> al-Usûl, (Kairo: al-Matba‘ah al-Khairiyyah,t.t) sebagaimana dikutip oleh

‘Abd al-‘Azi>z ibn ‘Abd al-Rahma>n ibn ‘Ali ibn Rabi>‘ah, ‘Ilm Maqa>sid al-Sha>ri‘, (Riya>d: Maktabah al-Malik Fahd al-Wat{aniyyah, 2002), 63.

Page 70: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

55 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Model aplikasi mas}lah}ah dalam pengembangan hukum Islam

dapat dilakukan dalam kerangka interaksikognitif yang berorientasi

mas}lah}ah terhadap nus}u>s} (al-ta‘a>mul al-maslahi> ma‘a al-nus}u>s}) yang

mencakup dua langkah. Pertama, interpretasi al-nusûs yang

berorientasi al-mas}lah}ah (al-fahm wa al-tafsi>r al-mas}lah}i li al-nus}u>s{)

dan kedua, implementasi nus}u>s} yang berorientasi pada mas}lah}ah (al-tat}bi>q{ al-mas}lah}i> li al-nus}u>s}), yang notabenenya menyingkirkan

interaksi-kognitif yang mengasumsikan adanya kontradiksi nus}u>s} dengan mas}lah}ah, dan juga menggusur interaksi-kognitif yang

mengasumsikan adanya nas}s} yang nihil akan al-mas}lah}ah.73

Di samping itu, mas}lah}ah dapat ditemukan dan diaplikasikan

melalui tiga cara. Petama, melalui penerapan analisis jalb al-mana>fi‘ wa daru al-mafa>sid. Kedua, melalui penerapan dalil shara‘ sekunder

seperti al-qiya>s, al-mas}lah}ah al-mursalah, sadd al-dhari>‘ah, dan al-‘urf. Ketiga, melalui penerapan al-qawa>‘id al-fiqhiyyah (Islamic legal

maxims). Dalam konteks ini, upaya mengkualifikasi sesuatu sebagai

al-mas}lah}ah harus mengacu kepada parameter nas}s} yang berupa garis-

garis besar haluan nas}s} sehingga terhindar dari kesimpulan hukum

yang kontradiktif dengan nas}s}.74

Substansi mas}lah}ah itu mencakup dua unsur yang padu dan

holistik, yakni jalb al-mana>fi>‘ wa dar’ al-mafa>sid yang mengandung

arti ‚mewujudkan sesuatu yang bermanfaat atau yang mem bawa

kemanfaatan, dan mencegah serta meng hilangkan sesuatu yang

negatif-destruktif atau yang membawa kerusakan, di mana hal ini

semua tetap dalam kerangka spirit nus}u>s}. Dalam hal ini, perlu

dipertimbangkan segi yang menyangkut kepentingan individual (al-mas}lah}ah al-khass{ah) dan kepentingan umum/masyarakat luas (al-mas}lah}ah al-‘a>mmah), dan prioritas diberikan kepada kepentingan

masyarakat luas.

Selain itu, adanya korelasi yang nyata antara al-mas}lah}ah dan

dalil-dalil atau sumber sumber sekunder hukum Islam, seperti qiya>s, al-mas}lah}ah al-mursalah, al-istihsa>n, sadd al-dhari>‘ah, dan al-‘urf.

73

Ah{mad al-Raysu>ni dan Muhammad Jama>l Barut, Al-Ijtiha>d: al-Nas}s{, wa al-Wa>qi>‘, wa al-Mas{lah}ah, (Dimaskus: Da>r al-Fikr, 2002), 50.

74‘Abd al-Waha>b Khalla>f, Mas}a>dir al-Tashri>‘ Fi> Ma La> Nas}s}a Fî>hi>,

(Kuwait: Da>r al-Qalam, 1972), 47, 71, 145.

Page 71: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

56 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Korelasi al-mas}lah}ah dengan al-qiya>s terletak pada adanya aplikasi

mas}lah}ah sehubungan dengan rasionalisasi dan identifikasi ‘illat (al-ta‘li>l), teknik identifikasi ‘illat (masa>lik al-’illat), dan persyaratan

‘illat. Korelasi antara al-mas}lah}ah dan al-mas}lah}ah al-mursalah terletak pada titik temu bahwa secara organis, al-mas}lah}ah al-mursalah merupakan salah satu varian al-mas}lah}ah yang nota bene

elan vital, muara, sekaligus hulu dari penerapan hukum Islam. Korelasi

antara al-mas}lah}ah dan al-istihsa>n terletak pada titik temu bahwa

secara epistemologis, al-istihsa>n itu harus punya sanad al-istihsa>n, dan

sanad al-Istihsân itu sesungguhnya berhulu dan bermuara pada al-mas}lah}ah. Korelasi antara al-mas}lah}ah dan sadd al-dhari>‘ah

ditunjukkan oleh kenyataan bahwa kehadiran al-mas}lah}ah dalam

aplikasi dalil sadd al-dhari>‘ah merupakan suatu keniscayaan. Korelasi

antara al-mas}lah}ah dan al-‘urf ditunjukkan oleh kenyataan bahwa

mas}lah}ah menjadi faktor yang ikut menentukan validitas al-‘urf, sehingga dalam kondisi ketiadaan nas{s} yang mendukung suatu al-‘urf, faktor mas}lah}ah menentukan validitas al-‘urf itu.

75

Dari berbagai uraian penjelasan di atas dapat dipahami bahwa

mas}lah}ah merupakan suatu hal yang menjadi tujuan pokok penetapan

hukum Islam, yakni guna mewujudkan kemaslahatan dan menolak

kemafsadatan bagi umat manusia. Selain itu, klasifikasi atau

kategorisasi mas}lah}ah dalam implementasinya sebagai sumber

penetapan hukum Islam memiliki berbagai karakter antara yang dapat

dan tidak dapat dijadikan sebagai landasan penetapan hukum. Di

samping itu, setiap mas}lah}ah juga memiliki tingkatan prioritas ketika

dijadikan sebagai landasan penetapan hukum.

75

Selegngkapnya dapat dilihat: Muhammad Abu> Zahra, Usu>l al-Fiqh,

(Beirut: Da>r al-Fikr al- ‘Arabi>, t.th.), 241, 274, 288; Mus}tafa> Ahmad al-

Zarqa>’, al-Is}tisla>h wa al-Maslahah al-Mursalah Fi al-Shari>‘ah al-Isla>miyyah wa Usu>l Fiqhiyah, (Damaskus: Da>r al-Qalam, 1988), 39; Jala>l al-Dî >n ‘Abd al-

Rahman, al-Masâlih al-Mursalah wa Maka>natuha> Fi> al-Tashrî>‘, (t.tp.: Dâr al-

Kita>b al-Jâmi‘i>, 1983 M), 14; ‘Abd al-Waha>b Khalla>f, ‘Ilm ‘Us}u>l al-Fiqh, (Kuwait: al-Da>r al-Kuwaytiyyah, 1968), 80, 84 dan 89; Ahmad Muhammad

al-‘Ulaimi, Usu>l al-Fiqh: Asa>siyya>t wa Maba>di>, (Beirut: Da>r Ibn Hazm,

2001), 118; Iskandar Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 19, 25-31 dan 47-62.

Page 72: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

57 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Memahami posisi perempuan dalam Islam tetap mengacu

kepada sumber-sumber Islam yang utama, yakni Al-Qur’an dan

sunnah. Hanya saja pemahaman terhadap kedua sumber tersebut tidak

semata didasarkan pemaknaan tekstual, melainkan memperhatikan

juga segi kontekstualnya, baik konteks makro berupa tradisi arab dan

kondisi sosio-politik dan sosio-historis ketika itu maupun konteks

mikro dalam wujud asba>b al-nuzu>l dan asba>b al-wuru>d. Pemaknaan

non-literal terhadap teks-teks suci agama dalam Al-Qur’an dan sunah

mengacu pada tujuan hakikat syariat atau yang lazim disebut maqa>s}id shari‘<ah. Tujuan hakikat syariat Islam adalah mewujudkan

kemaslahatan manusia melalui perlindungan terhadap lima hak dasar

hak manusia (al-kulliya>t al-khamsah) hak hidup (hifz} al-nafs) hak

kebebasan beragama (hifz} al-di>n), hak beropini dan berekspresi (hifz al-aql) hak reproduksi (hifz al-nasl) dan hak properti (hifz al-ma>l) \menuju kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia dan

akhirat. Adanya relevansi antara teks dan konteks tersebut membawa

implikasi bahwa norma hukum Islam telah mengalami objektivikasi

melalui aplikasi mas}lah}ah ke dalam struktur sosial.

C. Konstruksi Wacana Gender dan Otoritas Pemikiran Keagamaan;

Studi Komparatif Tekstualis dan Kontekstualis

Tema keperempuanan dan relasi gender selalu menjadi

perbincangan yang marak dan tema ini selalu menarik untuk dibahas.

Seolah pembahasan tentang gender tidak ada habisnya. Bahwa Islam

hadir antara lain sebagai upaya mengangkat harkat martabat

perempuan namun tidak berarti perjuangan mewujudkan kesetaraan

gender telah usai.76

Menurut Husein Muhammad, penelitian akan

berbagai sumber otoritas pemikiran keagamaan sepenuhnya

menyimpulkan bahwa pengertian tentang adanya perbedaan antara

seks dan gender belum dapat diterima. Mayoritas besar ulama tetap

memandang bahwa laki-laki menempati posisi superior diatas

perempuan. Laki-laki lebih unggul daripada perempuan.77

76

Mus}ta}fa> al-Siba>’i@, Al-Mar’ah Bai@na Fiqh wa al-Qa>nu>n, (Kairo: Dar

al-Salam, 2010), 9. 77

Husein Muhammad, Fiqh Perempuan; Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender (Yogyakarta: LKis, 2001), 8.

Page 73: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

58 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Fiqh sebagai hasil ijtihad seorang ulama atau mujtahid dalam

mengambil istinba>t hukum dari sumbernya baik Al-Qur'an maupun

hadis. Dengan menggunakan pisau bedah usu>l al-fiqh, yaitu dengan

pendekatan penalaran baya>ni<, ta‘li>li>, maupun istis}la>hi> akan

menghasilkan hukum yang berbeda antara satu ulama dengan ulama

yang lain, dari satu masa ke masa yang berbeda, meskipun mengambil

dari sumber teks ayat maupun matan hadis yang sama. Hal itu terletak

pada subjektivitas penafsir, latar belakang pendidikan, lingkungan

yang melingkupinya, serta kondisi yang ada pada teks itu sendiri yang

bersifat z}anniyah atau multitafsir.

Para feminis muslim menggugat berbagai sistem patriarki dan

berupaya mentransformasi konstruksi gender menjadi lebih egaliter.

Bahkan mayoritas feminis secara terang-terangan menggugat kitab-

kitab fiqh klasik. Karena pada dasarnya, gerakan feminisme muslim

ada karena meliputi kesadaran perempuan akan pembatasan atas

dirinya karena gender, penolakan perempuan terhadap ketidakadilan

dan berusaha membangun sistem gender yang lebih adil, yang

melibatkan peran baru perempuan dan hubungan lebih optimal di

antara laki-laki dan perempuan. Bentuk pemikiran feminis muncul

dalam masyarakat muslim yang mengalami modernisasi,

pengembangan kota, pembentukan negara modern, kolonialisasi dan

imperialisasi. gerakan kemerdekaan nasional, peperangan dan agresi

serta demokratisasi.78

.

Namun dilain sisi, sebagian ulama berafiliasi tradisonalis tidak

menyetujui feminisme yang menjustifikasi bahwa mujtahid dalam

mengistinba>tkan hukum- dianggap mengekalkan ketidakadilan gender.

Menurut Huzaemah Y. Tanggo, bahwa feminis muslim secara sepihak

mencap fiqh klasik bias gender dan hanya bermaksud mengekalkan

dominasi laki-laki atau penindasan perempuan. Mereka misalnya,

menolak konsep penciptaan Hawa dari nabi Adam, konsep

kepemimpinan rumah tangga bagi laki-laki, hukum kesaksian 1:2 (satu

laki-laki, dua perempuan), hukum kewarisan, kewajiban berjilbab,

78

Margot Badran, Feminism dalam John L Esposito (ed.),

Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, Vol. 2, (Oxford:

Oxford University Press, 1995), 19-20.

Page 74: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

59 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

poligami dan sebagainya.79

Sebaliknya mereka justru membolehkan

perempuan menjadi imam shalat yang terdiri dari laki-laki dan

perempuan. Mereka membolehkan pula wanita memberikan khutbah

jum’at.

Untuk menjustifikasi penafsiran, mereka menggunakan metode

historis-sosiologis untuk memahami nas}s}-nass} Al-Qur’an dan al-

sunnah. Metode ini mengasumsikan bahwa kondisi sosial masyarakat

merupakan ibu kandung yang melahirkan berbagai peraturan.

Tegasnya, kondisi masyarakat adalah sumber hukum. Lahirnya hukum

pasti tidak terlepas dari kondisi suatu masyarakat dalam konteks ruang

(tempat) dan waktu (fase sejarah) tertentu. Sehingga jika konteks

sosial berubah, maka peraturan dan hukum berubah. Dalam hal ini,

para feminis memandang telah terjadi perubahan konteks sosial yang

melahirkan hukum-hukum Islam seperti diatas. Karenanya bagi mereka

hukum-hukum harus ditafsirkan ulang agar sesuai dan relevan dengan

masyarakat modern saat ini. 80

Dalam hal ini, penulis akan mengungkapkan perdebatan

argumen para tokoh muslim terkait wacana kesetaraan gender. Yang

penulis bagi dua antara pandangan tektstual dan konstekstual.

Selengkapnya sebagaimana berikut:

1. Tokoh Kontekstualis

Khalid M. Abou El-Fadl dalam Inside The Gender Jihad

memandang setidaknya ada 2 hal yang menjadi perhatian kajian

gender; Pertama, Struktur Patriarki dalam gender. Kedua,

Ketidakadilan gender yang menyertai budaya patriarki dalam

masyarakat.81

Dalam kehidupan nyata, kedudukan perempuan dan laki-

laki masih menyisakan banyak problem sebab ditemukan ketimpangan

79

Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemprer, (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010), 108. 80

Ardika Fitrhrotul Aini, ‚Konstruksi Sosial Gender Dalam Teks

Klasik Di Pesantren‛ dalam jurnal Palastren, Vol. 7, No. 2, (Desember, 2014),

295-300. 81

Arfan Muammar dkk, Bias Gender dalam Penafsiran al-Qur’an;

Memahami Pemikiran Nas}r Ha>mid Abu> Zay>d (Yogyakarta: Diva Press 2012),

213.

Page 75: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

60 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

diberbagai ranah kehidupan sosial, budaya hingga politik yang laki-laki

lebih banyak diuntungkan sementara pihak perempuan selalu dinomor

duakan. Sebenarnya perbedaan gender tidak menjadi masalah krusial

jika tidak melahirkan struktur ketidakadilan gender. Akan tetapi pada

realitanya, perbedaan gender justru melahirkan struktur ketidakadilan

dalam berbagai bentuk diantaranya: dominasi marginalisasi dan

diskriminasi yang secara ontologis merupakan modus utama kekerasan

terhadap perempuan.82

Masyarakat Islam dalam hal ini kaum laki-laki dan perempuan

gagal menyadari sisi negatif struktur patriarki tersebut. Mereka kurang

peka dengan kenyataan bahwa patriaki adalah kelaliman dan secara

moral menyerang keadaan masyarakat. Sebagai sebuah institusi,

patriarkhi telah telah berimplikasi dan berkonsekuensi negatif.

Pertama, menghapuskan peran perrempuan sebagai agen tuhan, artinya

patriarki telah memarjinalkan perempuan. Kedua, secara signifikan

menghilangkan potensi sebagai makhluk yang benar-benar pasrah

kepada tuhan.83

Hal ini disebabkan karena baik itu aspek budaya hukum dan

interpretasi agama masih belum banyak memberikan dukungan bahkan

seringkali pemahaman agama terkesan larut dalam arus bias gender.

Agama acapkali menjadi justifikasi kebenaran atas pelenggangan

budaya patriaki yang meletakkan dominasi laki-laki atas perempuan

yang didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an yang dinilai cenderung

kondusif dan mengukuhkan superioritas laki-laki terhadap perempuan.

Hal ini akhirnya mendesak kalangan ulama, intelektual dan para

aktivis untuk mendekonstruksi pemahaman atas gender dan bagaimana

agama memandang permasalahan ini, apakah agama menjustifikasi

konstruksi sosial dan ini menciptakan sikap mental yang membenci

kaum perempuan (konsep misogini)84

atau terdapat kesalahan

82

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, 12. 83

Amina Wadud, Al-Qur’an menurut Perempuan; Membaca Kembali Kitab Suci dengan Semngat Keadilan, 191

84Praktik misigoni telah dimulai pada abad ke-8 SM dizaman Yunani

dan makin mengental di abad pertengahan. Praktik ini telah merugikan

peradaban manusia. Pada waktu lalu, perempuan telah dibakar hidup-hidup

karena dituduh sebagai perempuan sihir, dirajam, dicambuk, diperkosa,

Page 76: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

61 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

penafsiran yang justru dijustifikasi sebagai sebuah kebenaran yang

sifatnya kodrati oleh masyarakat.85

Khalid M. Abou El-Fadl menyatakan bahwa adanya asumsi

berbasis iman dan penetapan yang merendahkan perempuan sebagai

akibat penetapan hukum yang dilakukan dengan ceroboh dan tidak

bertanggung jawab. Sejalan dengan Khalid, Mernissi memandang

secara tura>th secara negatif. Ia percaya bahwa model masa lalu tidak

lagi aktual buat konteks modern. Oleh Karena itu, Ia meyakini bahwa

persoalan yang dihadapi masyarakt sekarang sangat kompleks. Dalam

hal ini, Ia menyalahkan struktur sosial yang telah menyengsarakan

nasib perempuan. Struktur sosial ini termasuk doktrin ajaran agama

yang menjadi fondasi penting masyarakat. Mernissi tidak sepenuhnya

percaya pada sekelompok elit pemikir –kaum tradisionalis- yang turut

membicarakan soal perempuan. Bahkan Ia menganggap diskusi-diskusi

terkait tura>th sebagai omong kosong.86

Mernissi mengungkapkan bahwa agama harus dipahami secara

progresif untuk memahami realitas sosial dan kekuatan-kekuatannya,

karena agama telah dijadikan sebagai pembenar kekerasan.

Menghindari hal-hal yang primitif dan irasional adalah cara untuk

menghilangkan penindasan politk dan kekerasan. Menurutnya, bahwa

campur aduknya antara yang profan dan yang sakral, antara Allah dan

kepala negara, antara Al-Qur'an dan fantasi-fantasi imam harus

didekonstruksi.87

Mernissi menggugat penafsiran terhadap ayat-ayat al- Qur'an

seperti dalam Qs. al-Ahza>b (33): 53, yang oleh para ulama dijadikan

dasar lembaga h}ija>b. Berdasarkan pemahaman ini terjadi pemisahan,

bahwa hanya laki-laki yang boleh memasuki sektor publik. Sedangkan

perempuan hanya berperan domestik. Menurut Mernissi penafsiran

dipukul dan dibunuh hanya karena mereka perempuan. Sali Susiana, Perda Diskriminatif dan Kekerasan Terhadap Perempuan (Jakarta: Pusat Pengkajian,

Pengolahan data dan informasi SEKJEN DPR RI, 2011), 76. 85

Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Gender dalam Islam, vi. 86

A. Lutfi Assyaukanie, ‚Tipologi dan Wacana Pemikiran Arab

Kontemporer‛, dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, vol. 1, no. 1(Juli-

Desember, 1998), 86-87. 87

Fatima Mernissi dan Riffat Hassan, Equal Before Allah, 204

Page 77: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

62 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

semacam ini harus dibongkar dengan mengembalikan makna

berdasarkan konteks historisnya. Pemahaman yang demikian ini,

nampaknya dipengaruhi oleh pemikiran Qa>sim Ami<n, yang

menurutnya penutupan wajah dengan cadar dan pengucilan perempuan

dengan h}ija>b dari masyarakat bukan merupakan sejarah Islam, tetapi

merupakan konstruksi sosial dari masyarakat patriarkhi, karena tidak

satu pun dalam naş yang tegas menyebutkannya.88

Hal yang demikian, terlihat bahwa Mernissi berusaha

membangun kembali penafsiran dengan menghubungkan konteks

sosialnya. Mernissi berusaha menelusuri khazanah keilmuan, baik

berupa penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an, hadis- hadis misoginis yang

dimuat dalam S}ahi>h al-Bukh}a>ri> dan S}ahi>h Muslim ataupun karya-karya

lain seperti Ta>rikh al- T}abari>, sharah S}ahi>h al-Bukha>ri> yaitu Fath al-Ba>ri>, Si>rah ibn Hisha>m dan lain-lain. Dengan menganalisis terhadap

proses penafsirannya, maka nampak jelas metode yang digunakan

adalah historis-sosiologis, dengan menggunakan analisis hermeneutik,

atau lebih tepatnya disebut dengan pendekatan heurmeneutik hadis.

Pengertian yang demikian ini didasarkan atas usahanya yang keras

untuk membongkar hadis-hadis yang bernuansa misoginis.89

Amina Wadud menjelaskan bahwa kekeliru penafsiran terhadap

ayat-ayat Al-Qur'an tentang perempuan lantar ditafsirkan oleh kaum

pría, bukan ditafsirkan oleh kaum perempuan itu sendiri. Akibatnya,

penafsiran yang dibuat hanya berdasarkan persepsi, pengalaman, dan

pikiran kaum pria saja Akibat lebih lanjutnya adalah terjadinya

kekeliruan penafsiran yang menyebabkan perempuan dalam posisi

lemah, rendah, serta kurang dalam berbagai bidang dibanding kaum

laki-laki. Hal jelas bertentangan dengan tujuan yang ada di dalam Al-

Qur’an yang mengajak seluruh umat manusia untuk berlomba-lom

88

Fatima Mernissi dan Rifat Hasan, Equal Before Allah, 23 89

Menurut Zygmant Bauman, Hermeneutik berkaitan dengan upaya

menjelaskan dan menelusui pesan dan pengertian dasar dari seboah ucapan

atau tulisan yang tidak jelas, kabur, remang-remang dan kostradiksi, sehingga

menimbulkan keraguan dan kebingungan bagi pendengar atau pembaca, lihat:

Komaruddin Hidayat, Memahami Basa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996), 126. Dalam gagasan Islam liberal dikenal dengan

pendekatan Hermeneutik Post Modern, dengan memahami seluruh proses.

Page 78: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

63 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

meraih sejumlah prinsip-prinsip kemanusiaan; keadilan persamaan,

keharmonisan, tanggung jawab moral, kesadaran spiritual, dan

perkembangan, tanpa membedakan laki-laki atau perempuan.90

Jika kita perhatikan uraian di atas, baik berdasarkan pandangan

dari Amina Wadud dan para kritikus sebelumnya maka pandangan

yang menginterpretasikan bahwa Islam menganggap perempuan itu

lemah, tidak cerdas, tidak layak menjadi pemimpin, derajat perempuan

di bawah tingkatan laki-laki, dan pandangan-pandangan lain yang

meminggirkan perempuan pada dasarnya karena kesalahan dalam

menginterpretasikan teks-teks agama yang bersifat diskriminatif.

Amina Wadud sebagai pemikir Islam kontemporer

menyumbangkan gagasan agar dalam menginterpretasikan ayat-ayat

Al-Qur'an tidak keliru, maka perlu dengan dua cara, yaitu membaca

dan menafsirkan yang dibentuk oleh sikap, pengalaman, ingatan, dan

perspektif bahasa masing-masing pembaca, yakni prioritas teks. Untuk

memperoleh kesimpulan makna, Amina Wadud juga berpendapat

perlunya penafsiran hermeneutik, di samping menggunakan metode

kajian holistik yang induktif, yang dipahami dengan turunnya ayat-

ayat al- Qur'an.91

Sumber-sumber ketidakadilan terhadap perempuan dalam

masyarakat Islam tidak berasal dari ajaran dasar agama, tetapi lebih

pada salah tafsir terhadap agama seperti yang diperlihatkan para ulama

besar Islam selama berabad-abad. Menurut Amina Wadud, tantangan

yang dihadapi penafsir agama saat ini adalah bagaimana memahami

implikasi dari pernyataan Al-Qur’an sewaktu diturunkan. Yang harus

diperhatikan adalah bagaimana menangkap subtansi dari setiap ayat-

ayat Al-Qur’an. Umat Islam kemudian harus membuat aplikasi praktis

dari ayat-ayat tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi kekinian

mereka, dengan tetap bertanggung teguh pada subtansi ajarannya.92

Usaha interpretasi atas Al-Qur’an -termasuk hadis-, sebagaimana

diucapkan Etin Anwar dalam Gender and Self In Islam, adalah gugusan

90

Amina Wadud, Wanita di dalam Al-Qur'an,125-127. 91

Amina Wadud, Wanita di dalam Al-Qur'an, 24 92

Amina Wadud, Wanita di dalam Al-Qur’an, 5.

Page 79: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

64 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

pemisahan tentang penjelasan yang bersifat kondisional dan partikular

menuju pesan-pesan universal.93

Nas}r Ha>mid Abu> Zayd menambahkan perlunya pula pembacaan

kritis atas teks-teks keagamaan, baik teks primer maupun teks

sekunder. Pembacaan kritis perlu dikembangkan, sebab teks

keagamaan adalah pusat dari sebuah perbincangan pengetahuan

keagamaan disatu pihak dan keberadaannya sebagai teks juga

berkaitan dengan kondisi budayanya dipihak yang berbeda.94

Pemikiran yang dikemukakan para pemikir diatas, seperti Khalid

M. Abou El-Fadl, Nas}r Ha>mid Abu> Zayd, Amina Wadud, serta

pemikir-pemikir lainnya yang sejalan dapat dijadikan acuan dan

pertimbangan dalam menafsirkan ulang dalil-dalil agama (Al-Qur’an

dan hadis) yang dianggap sebagai ayat patriarkal dan hadis-hadis

misoginis. Dengan ini, pandangan yang memarginalkan kaum

perempuan lambat laun akan berkurang. Reinterpretasi seperti ini turut

menghiasi dinamika misi utama syariat Islam.

2. Argumen Tokoh Tekstualis

Berbeda halnya dengan tokoh kontekstual yang menghendaki

adanya transformasi pemahaman terhadap argumentasi teologis dan

pendapat para ulama fiqh klasik terkait kesetaraan gender, para tokoh

tektualis beranggapan bahwa argumen feminisme tidak dapat

sepenuhnya diterima. Para feminis muslim, menggunakan metode

historis-sosiologis khas kaum modernis untuk memahami nas}s}-nas}s} shar‘a. Mereka menjadikan fakta masyarakat sebagai dalil shar'i< yang

menjadi landasan penetapan hukum.

Para tokoh tekstualis umumnya berpendapat bahwa realitas

sosial pada saat suatu ayat hukum turun, atau ketika suatu hukum

disimpulkan dari ayat atau hadis oleh seorang mujtahid, adalah fakta

yang kepadanya hukum diterapkan, bukan fakta yang darinya hukum

dilahirkan, Jadi sebenarnya ada perbedaan tegas antara wahyu sebagai

sumber hukum dengan realitas masyarakat sebagai objek penerapan

93

Etin Anwar, Gender and Self In Islam (Canada\: Routledge, 2006),

142. 94

Nas}r Ha>mid Abu> Zayd, Dawa>ir al-Kha>wf: Qira>’ah Fi< Kh}ita>b al-Mar’ah (Beirut: al-Markaz al-Thaqa>fi< al-Arabi>, 2000), 18.

Page 80: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

65 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

hukum. Karena itu, hukum Islam tidak perlu ditafsir ulang sebab

selama man‘at al-hukmi (fakta yang menjadi obiek penerapan hukum)

di masa sekarang sama dengan masa nabi dan sahabat, hukum tertentu

untuk satu masalah tertentu tidaklah akan berbeda. Jika ada man’at al-hukmi di zaman sekarang yang tidak terdapat pada masa sebelumnya,

yang harus dilakukan adalah ijtihad untuk menggali hukum baru bagi

masalah baru, bukan mengubah hukum yang ada agar sesuai dengan

realitas baru. Jadi pembatalan dan penggantian hukum seperti yang

dilakukan para feminis muslim itu hakikatnya bukanlah ijtiha>d,

melainkan suatu kelancangan terhadap hukum Allah SWT, sebab

man’at al-hukmi yang ada sebenarnya tidak berubah.95

Perkembangan Islam yang amat luas dan melampaui kurun

waktu tertentu, maka dengan sendirinya literatur fiqh banyak

dipersoalkan masyarakat, terutama oleh kaum perempuan yang hidup

dalam lingkup masyarakat tersebut. Keberatan mereka terhadap kitab

fiqh karena masyarakat telah berubah, dengan demikian berapa ajaran

fiqh itu tidak relevan lagi untuk diterapkan. Tidak dapat dipungkiri

bahwa adanya distorsi dalam substansi hukum dan sejarah dalam

perjalan perkembangan Islam. Namun disamping itu, dalam literatur-

literatur sejarah betapa besar usaha para ulama terdahulu dalam

mengembangkan pemahaman keIslaman. Inilah yang menjadi pijakan

tokoh tradisionalis.

Sebagaimana disebutkan diatas, penganut tradisionalis

mengungkapkan argumen-argumen lain dalam penolakan ide

feminisme yang menuntut pemahaman transformasi argumentasi

teologis dan pendapat para ulama fiqh klasik, diantaranya sebagai

berikut ini:96

Pertama, feminisme sebenarnya terlahir dalam konteks sosio-

historis khas di negara-negara barat terutama pada abad 19-20 M

ketika wanita tertindas oleh sistem masyarakat liberal kapitalistik

yang cenderung eksploitatif. Maka dari itu mentransfer ide ini ke

95

Muhammad Thalib, 17 Alasan Membenarkan Wanita Menjadi Pemimpin dan Analisnya, (Bandung: Bait Salam, 2001), 19.

96Mohammad Nawir, ‚Kajian Tentang Hadis-Hadis Relasi Kesetaraan

Gender Dalam Fatwa MUI‛ (Tesis UIN Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2016), 118.

Page 81: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

66 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

tengah umat Islam, yang memiliki sejarah dan nilai yang unik, jelas

merupakan generalisasi sosiologis yang terlalu dipaksakan dan tidak

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Klaim bahwa wawasan

sosiologis bersifat universal, mengandung kepongahan yang dapat

mengakibatkan dilema serius bagi para sosiolog. Robert M. Marsh

menandaskan: sosiologi telah dikembangkan di sebuah sudut kecil

dunia, dan dengan demikian, amat terbatas sebagai suatu skema

universal.97

Kedua, feminisme bersifat sekularistik, yakni terlahir dari

aqidah pemisahan agama dari kehidupan. Hal ini nampak jelas tatkala

feminisme memberikan solusi-solusi terhadap problem yang ada, yang

tak bersandar pada satu pun dalil shar‘i<. Jadi, para feminis telah

memposisikan diri sebagai menjadi musyar'i (sang pembuat hukum),

bukan Allah. Adapun para feminis muslim yang mencoba

membenarkan ide-ide feminisme dengan dalil-dalil shar'i<,

sesungguhnya tidak benar-benar menjadikan dalil sha>r‘i sebagai

tumpuan ide feminism. Sebenarnya, yang mereka lakukan adalah

mengambil asumsi asumsi feminisme apa adanya, lalu mencari-cari

ayat atau hadis untuk membenarkannya. Kalau ternyata ada ayat atau

hadis yang tidak sesuai dengan konsep kesetaraan gender yang mereka

anut secara fanatik, maka ayat atau hadis itu harus diubah maknanya

sedemikian rupa agar tunduk kepada konsep kesetaraan gender.

Ketika tidak sesuai dengan konsep tersebut, seperti hukum waris

2:1 (dua bagian perempuan setara dengan satu bagian laki-laki),

memperkosa ayat atau hadis tersebut agar sesuai dengan selera

mereka. Ini artinya, sebenarnya ide feminismelah yang menjadi

standar, bukan ayat atau hadis itu sendiri. Andaikata ayat atau hadis

yang menjadi standar, níscaya mereka akan tunduk kepada makna yang

terkandung dalam ayat atau hadis apa adanya, serta tidak akan

melakukan berbagai reinterpretasi yang malah menghasilkan pendapat-

pendapat rusak seperti yang telah disebutkan di atas.

Ketiga, para feminis muslim gagal memahami kehendak Syari'at

Islam dalam masalah hak dan kewajiban bagi lelaki dan perempuan.

97

Robert M. Marsh, Comparative Sociology (New York: Brace and

World, 1957), 19.

Page 82: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

67 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Mereka menganggap bahwa kesetaraan lelaki dan perempuan, otomatis

menyebabkan kesetaraan hak- hak antara laki-laki dan perempuan. Ini

keliru. Karena, cara berpikir demikian adalah cara berpikir logika

(mantiqi>) yang tidak berlandaskan pada dalil shar'i> manapun. Selain itu

fakta syari'at Islam menunjukkan bahwa kedua ide itu (yaitu

kesetaraan kedudukan dengan kesetaraan hak) tidaklah beralasan sebab

akibat yang bersifat pasti (absolut) seperti dipaham feaminis muslim,

yakni kesetaraan kedudukan lelaki dan iapuan, pasti menghasilkan

kesamaan hak dan kewajiban di ntara keduanya. Memang benar, Islam

memandang bahwa laki-laki dan perempuan itu setara, dan bahwa

Allah secara umum memberikan hak dan kewajiban yang sama antara

laki-laki dan parempuan.98

Maka, Islam memberikan beban hukum (takli>f shar‘i>) yang sama

antara laki-laki dan perempuan dalam hal wajibnya shalat, puasa,

zakat, haji, amar ma'ruf nahi munkar, dan sebagainya Ini ketentuan

secara umum namun Islam menetapkan adanya takhs}i>s} (pengkhususan)

dari hukum-hukum yang bersifat umum, jika memang terdapat dalil-

dalil shar'i< yang mengkhususkan suatu hukum untuk laki-laki saja atau

antuk perempuan saja. Dan takhs}i>s harus proposional, yakni hanya

boleh ada pada masalah yang telah dijelaskan oleh dalil shar'i<. Kaidah

usu>l al-fiqh menetapkan : العاا نبقى ااىبعمااىبعىلوااربواا لهبقااصيبيل اا بال اا"" .

Lafaz umum tetap dalam keumumannya selama tidak ada dalil yang

mengkhususkannya.99

Dengan demikian, dapat diterima apabila Islam mengkhususkan

hukum-hukum kehamilan, kelahiran dan penyusuan hanya untuk

perempuan, bukan lelaki, karena memang terdapat dalil-dalil shar'i>

untuk itu. Dapat dibenarkan bila Islam mengkhususkan pakaian

perempuan yang berbeda dengan laki-laki, karena terdapat dalil-dalil

yang menunjukkan pengkhususan ini begitu selain itu. Pengkhususan

inilah yang diingkari oleh para feminis, padahal pengkhususan ini

semata berdasarkan dalil shar'i> dari Al-Qur’an dan sunnah, bukan

mengikuti hawa nafsu para mufassir atau mujtahid, yang dicap oleh

98

Muhammad Thalib, 17 Alasan Membenarkan Wanita Menjadi Pemimpin dan Analisnya, 41.

99Taqi> al-Di<n al-Nabha>ni>, Muq{oddimah Dustu>r, 235

Page 83: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

68 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

kaum feminis sebagai laki-laki yang terkena bias gender dalam

penafsirannya terhadap Al-Qur'an dan al-sunnah. Selain itu pula,

pengkhususan hukum sama sekali tidak bermakna adanya penghinaan

salah satu pihak oleh pihak lain, atau adanya dominasi dari satu pihak

kepada pihak lain, sebagaimana biasa dikampanyekan feminisme.

Kampanye tersebut logis bagi feminisme, karena feminisme

beranggapan bahwa kemuliaan dan kehinaan lelaki ataupun wanita

mutlak ditentukan oleh kesetaraan kesetaraan hak dan kewajiban yang

berarti tolok ukurnya adalah kuantitas pelaksanaan suatu aktivitas,

bukan kualitasnya. llusi ini timbul karena paham materialistik yang

inheren dalam ideologi kapitalisme dan sosialisme.

Selanjutnya, sebagai upaya untuk mengimplementasikan pesan-

pesan teks Al-Qur’an dan hadis dalam sebuah rumusan hukum yang

bersifat praktis-praktis juga terbentuk wacana fiqh.100

Arti fiqh

dipandang sudut leksikologi arab berarti pemahaman dan pengetahuan

tentang sesuatu. Dari segi terminologi, fiqh adalah pemahaman dan

penafsiran secara kultural terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-

hadis rasul yang dikembangkan oleh ulama-ulama fiqh semenjak abad

ke-2. Diantara para ulama fiqh tersebut ialah Abu> Hani<fah, Imam

Ma>lik, al-Sha>fi'i< dan Ah}mad Bin H}anbal yang pada masa

perkembangan selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan 4 imam

mazhab. 101

Keempat imam mazhab tersbut tidak pernah

memproklamirkan karya-karyanya sebagai mazhab abadi yang harus

dipertahankan sepanjang sejarah. Hanya kalangan murid diantara

mereka memperjuangkan karya-karya imam tersebut sehingga dianut

dalam masyarakat. Bahkan untuk alasan keseragaman dan kepastian

hukum, kalangan penguasa menetapkan salah satu mazhab sebagai

mazhab resmi pemerintah atau negara. Sehingga fiqh yang disusun dan

dikenal di dalam masyarakat yang dominan pada laki-laki tentunya

akan melahirkan fiqh bercorak patriarki.

100

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, 265; dan lihat juga: Nasaruddin Umar, Bias Jender dalam Penafsiran Kitab Suci , 29.

101Mesraini, Diskursus Gender Dalam Hukum Islam, dalam Jurnal

Mizan Vol. 2 No. 1 2018, 7.

Page 84: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

69 | Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Setelah Islam berkembang luas dan melampui kurun waktu

tertentu, maka dengan sendirinya kitab-kitab tersebut banyak

dipersoalkan orang, terutama oleh kaum perempuan yang hidup luar

lingkup masyarakat tersebut. Keberatan mereka terhadap kitab-kitab

fiqh karena masyarakat telah berubah, dengan demikian beberapa

ajaran itu tidak relevan lagi untuk diterapkan. Kalau dahulu hak-hak

istimewa banyak diberikan kepada laki-laki mungkin dapat

dibenarkan, karena tanggung jawab mereka lebih besar, tetapi

dibeberapa dalam kurun waktu terakhir peranan perempuan dalam

masyarakat banyak mengalami kemajuan. Para feminis muslim, seperti

Fatima Mernissi dan Rifat Hasan secara terang-terangan menggugat

kitab-kitab fiqh klasik. 102

Pembicaraan tentang fiqh dan bias gendernya dianggap penting,

berangkat dari kenyataan dimasyarakat bahwa dalil-dalil agama yang

telah dikemas ke dalam bentuk fiqh masih sering dijadikan dalih untuk

menolak kesetaraan gender. Dalil-dalil agama pula yang dijadikan

alasan untuk mempetahankan status-quo perempuan. Bahkan dijadikan

pula sebagai referensi untuk melanggengkan pembagian kerja

berdasarkan jenis kelamin. Seakan kaum lelaki ditakdirkan untuk

berkiprah diwilayah publik sedangkan kaum perempuan diwilayah

domestik. Pemahaman agama yang yang mengadap ke alam bawah

sadar perempuan yang berlangsung sedemikian lama ini, melahirkan

kesan seolah perempuan memang tidak pantas sejajar dengan laki-

laki.103

Dengan melihat aspek diatas, sangat wajar apabila keberadaan

fiqh menjadi sasaran kritik. Fiqh adalah produk masa lalu disaat

perspektif gender memang belum popular. Perspektif gender

merupakan produk modernitas. Maka perlunya rekonstruksi fiqh

kembali sebagai fiqh yang memiliki perspektif keadilan gender. Fiqh

sebagai hasil ijtihad manusia tak lepas akan kekurangan dan kelebihan.

Begitupula hasil ijtihad fiqh sangat tergantung pada konsep perubahan

zaman, waktu dan tempat.

102

Fatima Mernissi, Beyond The Veil Male-Female Dinamics In Modern Muslim Society (Indiana: Indiana University Press, 1987), 49.

103Nasaruddin Umar, Paradigma Baru Teologi Perempuan, (Jakarta:

Fikahati Aneska, 2000), 9.

Page 85: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

70 Prinsip Kesetaraan Gender dan Hukum Islam

Pada dasarnya dalam rangka menjawab problematika hukum

yang senantiasa dinamis, para pakar hukum Islam kontemporer

melakukan upaya guna mewujudkan prinsip kemaslahatan hukum

Islam. Dan hal itu termanifiestasi untuk melakukan pengkajian dan

pengembangan terhadap metodologi hukum Islam klasik yang sudah

dirumuskan oleh para ulama fiqh terdahulu. Diantara tokoh yang

memiliki kecenderungan corak ini antara lain ‘Abd al-Waha>b Kh}alla>f

yang mencoba mereformulasi tiga metode hukum Islam klasik, yakni

qiya>s, istis}la>h dan istih}sa>n menjadi teori hukum yang lebih sensitif

terhadap perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat

Selanjutnya, H{asan al-Tura>bi< yang merekonstruksi dua metode hukum

Islam klasik, yakni qiya>s menjadi qiyas wa>si' (qiyas ekspansif) dan

istis}h}a>b menjadi istis}h}a>b wa>si’ (istis}h}a>b ekspansif). H{asan al-Tura>bi<

berpendapat bahwa kedua metode klasik tersebut) terlalu sempit untuk

dijadikan sebagai metode hukum Islam dalam menjawab problematika.

Dan tokoh-tokoh lainnya seperti Yu>suf al-Qarad}a>wi<, Wahbah al-

Zuhayli>, dan lain sebagainya termasuk ‘Ali< Jum‘ah yang menjadi

pembahasan tokoh dalam penelitian ini –yang akan penulis paparkan

lebih detail pada bab setelah ini-.

Page 86: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

71 |Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

BAGIAN TIGA

KARAKTERISTIK PEMIKIRAN HUKUM ISLAM ‘ALI < JUM‘AH

-----------------------------

Dalam mengkaji pemikiran seorang tokoh pentingnya

memperhatikan kondisi dan lingkungan tokoh tersebut dibesarkan.

Karena interferensi kondisi dan lingkungan itulah pada umumnya

menjadi background lahirnya frame gagasannya. Ibn Khaldu>n dalam

Muq{oddimah mengungkapkan, ‚al-rajul ibn bi<a‘tihi>‛ (seseorang adalah

anak zaman lingkungannya).1 Ungkapan Ibn Khaldu>n tersebut

tampaknya relevan apabila penulis jadikan pijakan dalam menelusuri

sosok ‘Ali< Jum‘ah dari sudut sosio-kultural, lingkungan pendidikan

dan kondisi politik yang melatarbelakangi ‘Ali< Jum‘ah dalam

membentuk ide-ide pemikirannya.

A. Sketsa Kehidupan ‘Ali< Jum‘ah

1. Profil ‘Ali< Jum‘ah

Nama lengkapnya ialah Abu> Uba>dah Nu>r Al-Di<n ‘Ali< ibn

Jum‘ah ibn Muhammad ibn ‘Abd al-Wah>ab ibn Sa>lim ibn Sulai<ma>n,

Al-Azhari< Al-Sha>fi>‘i> al-Ash‘ari>.2 Ia lebih masyhur dikalangan umat

muslim hari ini dengan nama ‘Ali< Jum‘ah.3 ‘Ali< Jum‘ah dilahirkan

Bani< Suwayf pada Senin, 3 Maret 1952 M/ 7 Jumadil Akhir 1371 H .4

‘Ali< Jum‘ah merupakan anak tunggal hasil pernikahan ayahnya

Jum‘ah ibn ‘Abd al-Waha>b bersama Fath}iah Hanim binti ‘Ali< ibn ‘Ai<d

1‘Abd Al-Rahman Ibn K>{haldu>n, Muqadimah Ibn Kh}aldu>n (Alexandria:

Dar Ibn Khaldun, t.t), 30. 2Usa>mah al-Sayyid al-Azhari<, Asa>ni<d al-Mis}riyi<n, (Kairo: Da>r al-

Faqi<h, 2011), 539. 3‘Ali< Jum‘ah, Al-Baya>n: Lima> Yashgal al-Adha>n (Kairo: Da>r al-

Muqatam, 2005), 8. 4‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, (Kairo: Da>r al-

Sala>m, 2010), Vol. ke-2, 417.

Page 87: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

72 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

ibn Sa>lim Al-Jundi al-Hamawi<.5 Dibesarkan dalam lingkungan

keluarga terhormat, ‘Ali< Jum‘ah tumbuh mewarisi nilai-nilai keilmuan

dan keagamaan yang kuat dari seorang ayah yang merupakan seorang

praktisi juga guru besar dalam bidang shari‘ah dan hukum di

Universitas Kairo, begitupula ibunya yang dikenal sangat religius. Dari

faktor didikan keluarga yang terhormat ini banyak mempengaruhi

kepribadian ‘Ali< Jum‘ah sehingga tumbuh dengan nilai penuh moral,

termasuk dalam menjaga kehormatan dan ketekunannya menimba

ilmu. Semenjak kecil ‘Ali< Jum‘ah telah terbiasa dengan kecintaan

membaca buku, hal itu dilihat dari lingkungan keluarga dengan

banyaknya buku di perpustakaan ayahnya, bahkan hingga saat ini

banyak dari warisan buku ayahnya masih tersimpan dengan baik di

perpustakaan ‘Ali< Jum‘ah .6

Pada usia 10 tahun, ‘Ali< Jum‘ah telah menghafal Al-Qur’an dan

mengkhatamkan hafalannya tersebut dihadapan para gurunya.

Sekalipun tidak menimba ilmu agama dan tidak mendapatkan

pendidikan agama secara khusus, namun ‘Ali< Jum‘ah mendapat

anugerah kecerdasan yang luar biasa sejak remaja dengan menghafal

banyak kitab-kitab ilmu keislaman dan memahaminya dengan baik.

Diantaranya : T{uh{fat al-At}fa>l, Alfiyah Ibn Ma>lik, Ahra>biyah (ilmu

mawaris), Matan Abi> Shuja>', Al-Manz}u>mah al-Baiqu>niyah bahkan Ia

mampu mempelajari kutub al-Sitta dan Fiqh Ma>liki< semenjak lulus

dari bangku setingkat SMA dan lain sebagainya.7

‘Ali< Jum‘ah mendapat gelar Bachelor of Commerce dari

Universitas ‘Ai<n Shams pada tahun 1973. Tak puas dengan gelar

sarjana tersebut, ‘Ali< Jum‘ah kembali menamatkan gelar sarjana dari

Fakultas Dira>sa>t al-Isla>miyah wa al-‘Arabiyah di Universitas Al-Azhar

pada tahun 1979. Di Universitas Al-Azhar pula, Ia menyelesaikan

pendidikan master di bidang Shari<‘ah wa al-Qa>nu>n dengan spesialis

usu>l al-fiqh pada tahun 1985 dan meraih predikat cumlaude. Dan pada

5‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke-2 418.

6Ibra>hi<m Najm, The Epistemology of Excellence: A Journey into the

Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt (Beirut: InnoVatio

Publishing, 2012), 3. 7Ibra>hi<m Najm, The Epistemology of Excellence, 4.

Page 88: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

73 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

tahun 1988, Ia memperoleh gelar doktoral dari universitas yang sama

dengan predikat summa cumlaude.8

Selain perjalanan keilmuan yang didapatnya secara formal dalam

bidang syariah, ‘Ali< Jum‘ah juga banyak menimba ilmu secara

informal pada beberapa lembaga dan guru yang mumpuni dalam

bidangnya. Hal ini turut pula mempengaruhi perjalanan intelektual

‘Ali< Jum‘ah dalam disiplin ilmu agama. Bahkan karena ketekunannya,

Ia memiliki sanad tertinggi dalam ilmu syariah yang bersambung ke

ulama-ulama terkemuka bahkan Ia memiliki sanad fiqh al-Sha>fi>‘i> yang

bersambung ke Muhammad ibn Idri<s al-Sha>fi>‘i>< dan bersambung ke

Imam Ma>li<k ibn Anas lalu Na>fi‘ dari Ibn ‘Umar hingga sampai kepada

Nabi SAW. Diantara guru-gurunya ialah Abd Alla>h ibn Siddi<q al-

Ghuma>ri<, Abd al-Fatta>h Abu> Guddah, Muḥamamd Abu> al-Nu>r Zuhay<r,

Ja>d al-rabi Ramaḍān Jum‘ah, Ja>d al-Haq{ ‘Ali> Ja>d al-Haq, Abd al-Jali<l

al-Q}aransha>wi< al-Māliki, Abd al-Azīz al-Zayy>at, Muhammad Ismāil

al-Hamda>ni<, Aḥmad Muḥammad Mursī al-Naqshabandi<, Yasin al-

Fadani, Al-Ḥusa>ini Yūsuf al-Sheikh, Ibrāhīm Abū al- Khasyāb,

Muḥammad al-Hafiẓ al-Tijani, Muḥammad Maḥmud Fargali, Al-

Sayyid Ṣalih 'Awaḍ, Ismail al-Zai<n al-Yamani< al- al-Sha>fi>‘i> <,

Muhammad Alwi< al-Ma>liki<, ‘Awaḍ al-Zuba>idi, al Makki<, Ṣa>lih al-

Ja'fari<, Aḥmad Ḥama>dah al-Sha>fi‘i< al-Naqsyabandi<, I<sa> Abduh

Ibrāhīm, Yahya> Uwa>is, Ali Luth{fi<, Sami Madku>r, Hamdi Abd al-

Rahman, Husei>n Nawāwi, Al-Jaziri, Uthma>wi<, Fathi< Muḥammad ‘Ali<

dan Dāud Mansi.9

2. Karya-Karya Dan Gagasan ‘A<li Jum‘ah

Semenjak usia dini semua pikiran dan waktu ‘Ali< Jum‘ah

dicurahkan dalam hal keilmuan. Kehausan akan ilmu membuatnya

memiliki pengetahuan yang luas. Sehingga tak ayal, Ia merupakan

seorang penulis sekaligus akademisi yang produktif, banyak karya-

karyanya menjadi rujukan para cendekiawan muslim saat ini maupun

8Zareena Grewal, Islam Is a Foreign Country: American Muslims and

the Global Crisis of Authority (New York: University Press, 2010), 191. 9Usa>mah al-Sayyid al-Azhari<, Asa>ni<d al-Mis}riyi<n, (Kairo: Da>r al-

Faqi<h, 2011), 539.

Page 89: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

74 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

lembaga-lembaga riset internasional. ‘Ali< Jum‘ah telah menulis lebih

dari 80 karya buku ilmiah yang mencakup banyak disiplin ilmu Islam\.10

Selain karyanya yang berupa buku, banyak pula tulisan-tulisan yang Ia

tuangkan dalam bentuk artikel, jurnal, tahqiq, bahkan Ia banyak

menulis dalam kolom mingguan di surat kabar Mesir membahas

masalah-masalah kontemporer.

Diantara karya-karyanya, antara lain: Us}u>l al-Fiq{h wa Ala>q{athu bi al-Falsafah Isla>miyah, A<liya>t al-Ijtiha>d, A<thar Dhihab al-Mahal fi< al-Hukm, al-Baya>n, al-Hukm al-Shar‘i<, al-Ijma>’ ‘inda al-Usu>liyyi<n, al-Ima>m al-Shafi’i wa Madrasatuhu al-Fiqhiyyah, al-Ima>m al-Buk{ha>ri<, al-Kalim al-Tayyib , Maba>hith al-Amr ‘inda al-Usu>liyyin, al-Madkhal ila> Dira>sah al-Mazha>hib al-Fiqhiyyah, al-Must{alah al-Usu>li wa al-T{atbi<q ‘ala Ta’ri<f al-Qiya>s, al-Nad{zhariya>t al-Usu>liyyah wa Madkhal li Dira>sah ‘Ilm al-Usu>l, Qadiyah Tajdi<d Usu>l al-Fiqh, al-Qiya>s ‘inda al-Usu>liyyin, al-Ru’yah wa Hujiyyatuha al-Usu>liyyah, Taqyi<d al-Muba>h, al-Ṭarīq ilá al-turāth al-Islāmī: Muqadimāt Maʻrifīyah wa-Madākhil al-Manhajīyah. al-Dīn wa-al-ḥayāh: Al-Fatāwa> al-ʻAṣrīyah al-Yawmiyah. al-Nask{h ʻinda al-Uṣūlīyīn, al-Kāmin fī al-H{aḍārah al-Islāmīyah, al-Mar'ah fī al-Hạdārah al-Islāmīyah: Bai<na Nusūs al-Sharʻa wa Turāth al-Fiqh wa-al-Wāqiʻ al-Maʻīsh. al-Ṭarīq ilā Allāh, al-Nabī ṣalla Allāh ʻalai<hi wa-Sallam dan lainnya. Karya ‘Ali< Jum‘ah

dalam bahasa inggris, diantaranya: Environmentalism an Islamic

perspective, The Truth of Islam and Misconceptions about Islam, In

search For A common Word, Responding from the Tradition,

Methodology of Moral Discipline in the Prophetic Tradition dan

Environnement Franch.

Sebagai seorang praktisi hukum Islam dan guru besar dalam

bidang usu>l al-fiqh, sebagian besar karya ‘Ali< Jum‘ah bertemakan usu>l

al-fiqh.11

Tentu hal ini turut merekam pelbagai refleksi pemikiran ‘Ali<

10

Ibra>hi<m Najm, The Epistemology of Excellence: A Journey into the Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt, 128. Dalam website resmi

‘Ali< Jum‘ah www.draligomaa.com diakses pada 1 Agustus 2019, tercatat ‘Ali<

Jum‘ah telah menuangkan 89 karya dalam bentuk buku. 11

Sebagaimana diungkapkan Ibra>hi<m Najm, ‘Ali< Jum‘ah telah

mengeluarkan 12 buku untuk membahas berbagai masalah yang berkaitan

dengan ilmu Usūl al-Fiqh. Lihat: Ibra>hi<m Najm, The Epistemology of

Page 90: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

75 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Jum‘ah dalam hukum Islam. Hal tersebut turut pula membentuk

pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dalam mengeluarkan fatwa dalam berbagai

kasus dan masalah. Menurutnya, teks apapun bentuknya (Al-Qur’an

maupun hadis) merupakan bagian dari bahasa. Bahasa merupakan

budaya, dan budaya tidak lepas dari unsur manusia. Memang telah

diketahui bersama, bahwa teks shara‘ merupakan hal yang suci dan

agung, akan tetapi ketika teks yang suci itu sampai kepada manusia,

maka akal manusia akan mengalami proses terhadap teks, dan proses

hasil pencernaan itu disebut pemahaman. Sebagaimana gajah

dihadapkan kepada beberapa orang buta, kemudian mereka disuruh

agar mendeskripsikannya, niscaya hasil deskrpsi masing-masing tentu

berbeda, tergantung bagian mana yang disentuh dan bagaimana cara

menyentuhnya.

Yang ditekankan ‘Ali< Jum‘ah disini ialah teks lahir dan muncul

dihadapan manusia agar dipahami sehingga mereka dapat menangkap

maksud tuhan yang terdapat pada teks. Setelah mereka paham, mereka

mengaplikasikannya dalam kehidupan. Hanya saja masalahnya bukan

terletak pada teks, tetapi bagaimana pemahaman manusia terhadap

teks. Sehingga banyak kaum muslimin saat ini paham tentang halal

haram akan tetapi tak tahu darimana asal muasal halal-haram tersebut.

Sehingga problematika yang dihadapi umat Islam adalah entah

disengaja atau tidak telah jauh dari metodologi yang telah digariskan

Allah dan Rasul sehingga banyak fenomena mengarah pada

konservatif-tekstualis bahkan radikal.

Dalam bukunya Responding from Tradition, ‘Ali< Jum‘ah

mengapresiasi kebebasan beragama di beberapa negara barat termasuk

umat muslim yang hidup didalamnya. Meskipun agama dan politik

perspektif Islam berbeda dengan perspektif barat, ‘Ali< Jum‘ah

mengakui bahwa sekularisme pada faktanya telah berhasil membangun

stigma pluralistik yang mempunyai sisi sejalan dengan nilai-nilai

Islam. Kebebasan dalam beragama mengekspresikan kepercayaan

Excellence: A Journey into the Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt, 127. ‘Ali< Jum‘ah dipandang sebagai guru besar usu>l al-fiqh. Bahkan

dunia internasional mengakuinya sebagai seorang ahli hukum Islam yang

terpandang. Lihat: Asthana, N. C. & Anjali Nirmal. Urban Terrorism: Myths and Realities. (Jaipur: Pointer Publishers, 2009), 117.

Page 91: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

76 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

secara terbuka mengisyaratkan bahwa barat tidak lagi dideskripsikan

sebagai da>r al-harb atau da>r al-kufr.12 Selain itu, masalah perempuan

turut menjadi perhatian ‘Ali< Jum‘ah dalam kajian yang Ia tuangkan

karya karyanya –sebagaimana yang menjadi kajian dalam penelitian

ini-. Ia menyatakan bahwa pria dan wanita dapat menikmati hak

politik yang sama dalam Islam termasuk menjadi pemimpin.13

Dan tak

jarang pula, ‘Ali< Jum‘ah mengeluarkan fatwa-fatwa dan pernyataan

yang banyak berdampak besar bagi publik baik melalui media cetak,

media elektronik, sosial media seperti chanel youtube maupun siaran

televisi di Mesir.

‘Ali< Jum‘ah dipandang sebagai tokoh yang mempunyai

konstribusi terhadap Mesir khususnya, dan dunia Islam modern pada

umumnya. Puncaknya ialah ketika publik mengenalnya sebagai grand

mufti< Republik Arab Mesir periode 2003-2013. Sejak ia ditunjuk

sebagai grand mufti> pada tahun 2003, ‘Ali< Jum‘ah telah melakukan

beberapa terobosan baru bagi lembaga fatwa Da>r Ifta> di Mesir seperti

memodernisasi proses pengeluaran fatwa di Mesir salah satunya

menjadikan teknologi dan sains sebagai sarana. Masyarakat Mesir

dapat mengajukan permintaan fatwa pada suatu permaslahan melalui

surel website Da>r al-Ifta>. Lebih dari itu, fatwa yang dikeluarkan oleh

Da>r Ifta dapat menjangkau ke seluruh dunia dengan terjemahan fatwa

ke berbagai bahasa.14

Sebelum menjadi mufti, Ia merupakan guru besar

12

Ibra>hi<m Najm, The Epistemology of Excellence: A Journey into the Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt, 90.

13Issandr El Amrani, ‚Mufti not against women presidents after all?‛

artikel diakses pada 1 Agustus 2019 dari

https://web.archive.org/web/20070510023418/http://arabist.net/archives/2007

/02/04/mufti-not-against-women-presidents-after-all/ 14

Da>r al-Ifta> al Mas}riyah merupakan lembaga\ penelitian hukum Islam

yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan otoritas keputusan agama resmi

di Mesir. Pada mulanya, lembaga fatwa Mesir tersebut merupakan salah satu

lembaga yang berada di bawah naungan departemen kehakiman seperti mufti

agung Republik Arab Mesir selalu diminta pendapatnya tentang vonis mati

dan sebagainya. The Most Influential Muslim-2018. (Amman: The Royal

Islamic Strategic Studies Centre, 2018) 64-65. Diakses di http://www.rissc.jo

pada 9 Juni 2019.

Page 92: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

77 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

dalam bidang usu>l al-fiqh di universitas Al-Azhar. Selain keaktifan

mengajar di universitas, Ia juga memberikan kajian ilmu (talaqqi) bagi

para penuntut ilmu yang datang dari seluruh penjuru dunia di masjid

Al-Azhar. Di masjid Al-Azhar ini pula, Ia memberikan berbagai materi

disiplin ilmu Islam seperti aqi<dah, tafsi<r, hadi<th, ta>ri>kh Islam dan lain

sebagainya.15

Selain itu Ia turut pula menjadi penasehat kajian timur

tengah di Universitas Harvard di Kairo. Dewan pembina mata kuliah

studi Islam dan Bahasa Arab di Universitas Oxford di Timur Tengah

dan menjadi dosen terbang diberbagai universitas baik dalam negeri

maupun luar negeri.

Mengomentari pendekatan modern dalam wacana keagamaan

‘Ali< Jum‘ah, Esposito mendeskripsikan ‘Ali< Jum‘ah akan usahanya

membangkitkan pemikiran Islam yang mampu menjawab tantangan

maupun problem pasca modernitas dengan metolodogi yang bijakn

dalam mengekstraksikan hukum dan fatwa.16

Selain itu banyak lagi sumbangsih yang diberikan ‘Ali< Jum‘ah

terhadap masyarakat muslim melalui keilmuwannya juga berbagai

jabatan dan keanggotan bertaraf nasional maupun internasional telah

Ia emban, antara lain: 17

1. Anggota Majma‘ al-Buhu>th al-Isla>miyah tahun 2004-2013.

2. Penasehat menteri wakaf Republik Arab Mesir semenjak

1998 hingga 2003.

3. Anggota Dewan pengawas Shari<’ah di International Islamic

Bank For Investment and Development di Kairo sejak 1990.

4. Penasehat Akademik di International Institute of Islamic

Thought juga direktur kantor cabang Kairo sejak 1992

hingga 2003.

5. Ketua Dewan Pengawas Shari<’ah di United Bank Of Egypt

sejak tahun 1997 hingga 2003.

6. Anggota Penasehat Shari<’ah untuk Agricultural Development

Bank sejak tahun 1997 sehingga 2003.

15

Gabriele Maranci, Studying Islam in Practice (New York: Routledge,

2013), 54. 16

John J. Donahue and John L. Esposito, Islam in Transition, 4. 17

‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib: Fata>wa> As}riyah, 417-422

Page 93: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

78 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

7. Anggota Dewan Pengawas Bank Timur Tengah dalam

Muamalat Islam sejak tahun 1997 hingga tahun 2003.

8. Wakil Direktur Markaz Sa>lih Abd Alla>h Ka>mil Centre untuk

bidang Ekonomi, Universitas al-Azhar sejak tahun 1993

hingga 1996.

9. Ketua Komite Fiqh di Majlis al-A‘la> li Shu’u>n al-Isla>miyah

sejak tahun 1996 sehingga sekarang.

10. Anggota Fatwa Al-Azhar al-Sharif tahun 1995-1997

11. Ketua dewan direksi al-Jam’iyyah al-Kh}airiyyah Li al-Khidmah al-Thaqa>fah wa al-Ijtima>’iyyah di Kairo sejak

tahun 1997.

12. Penasehat Umum untuk Masjid al-Azhar sejak tahun 2000.

13. Ketua Dewan Pengawas Mis}r al-Kh}ai<r Foundation

14. Sekjen Dewan Ulama Senior Al-Azhar Al-Sahri<f

15. Anggota Dewan Fatwa untuk Amerika Utara.

16. Anggota Majlis Permusyawaratan Tertinggi pada lembaga

Tabah di Abu Dhabi.

17. Anggota Muktamar Fiqh Islam di India

18. Anggota Majma‘fiqh dalam muktamar Islam di Jeddah

19. Anggota Muktamar Internasional Ahl al-Sunnah di

Chechnya.

Turut pula selama perjalanan karirnya ‘Ali< Jum‘ah dianugerahi

beberapa penghargaan, diantaranya: Ia mendapat gelar doctor honoris

causa dari Liverpool University dan Bani Suef University, gelar

kehormatan the Order of Al Istiqlal (Independence) of the First Degree

dari Raja Abdullah II Yordania, gelar star of Quds dari presiden

palestina, Abbas Mahmu>d, gelar penghargaan Egyptian Army Shield

oleh menteri pertahanan Mesir, Abd al-Fatta>h al-Si>si,> dsb.18

B. Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah

1. Interferensi Sosio-Politik & Intelektual ‘Ali< Jum‘ah di Mesir

Kultur akademik di Mesir pada dasarnya telah cukup lama

memberikan peluang dalam kebebasan berfikir. Namun kebebasan

18

Lihat: www.draligomaa.com diakses pada 4 Agustus 2019 terkait

berbagai penghargaan yang dianugerahi pada ‘Ali> Jum‘ah.

Page 94: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

79 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

berfikir tentunya bukan berarti tanpa batasan, sebab selain tumbuh

sikap pluralistik juga masih banyak pemikir konservatif dan

tradisionalis yang sulit diajak kompromi dalam melihat perkembangan

dan realitas yang dihadapi oleh masyarakat Islam termasuk di Mesir

dimana saat ini ‘Ali< Jum‘ah tumbuh dan berkembang sebagai da’i,

tokoh dan pemikir Islam kontemporer. Tentu saja hal ini turut

membentuk pola pemikiran ‘Ali< Jum‘ah terkait hukum Islam.

Diawali pada abad XX yang dapat disebut pula sebagai zaman

liberal (liberal age) di Mesir. Dengan berkembangnya paham liberal di

Mesir, lahirlah apa yang disebut al-nahd{ah yaitu kebangkitan berkaitan

berbagai aspek terkhusus kebangkitan politik dan budaya yang

mendominasi Mesir. Hal tersebut dapat dilihat dari usaha

penterjemahan peradaban Eropa. Secara garis besar ada tiga

kecenderungan terkait hal tersebut. Pertama, The Islamic Trend

(Kecenderungan pada Islam) yang diwakili Rashi@d Rid}a> (1865-1908)

dan H{asan Al-Banna> (1906-1949). Kedua, The Sytentic Trend yaitu

kecenderungan yang berusaha memadukan antara Islam dan

kebudayaan barat, yang diwakili oleh Muhammad Abduh (1849-1905)

dan Qa>sim Ami<n (1865-1908) dan Ali Abd Ra>ziq (1888-1966). Ketiga,

The Rational Scientific and Liberal Trend yaitu kecenderungan

rasional ilmiah dan pemikiran bebas dalam kelompok ini diantaranya

Lut}fi< al-Sayyid.19

Dari tahun 1920 di Mesir berkembang liberalisme dan budaya

barat dianggap sebagai sarana kompetisi. Pada periode ini, banyak

penulis memberikan kontribusi penting bagi modernisasi Mesir.20

Dalam perjalanan kondisi iklim keagamaan dan ritual yang dijalankan

masyarakat Mesir, dengan ditandai saat Mesir dibawah cengkraman

kolonial Inggris, pada masa itu menjamurnya berbagai gerakan akan

semangat reformasi agama yang diperkasai Muhammad Abduh dan

Jama>l al-Di<n al-Afgha>ni<. Sebagaimana menurut Muhammad Abduh,

hukum-hukum kemasyarakatan sangatlah perlu diperbaharui dan

19

Ibra>hi@m Abu> Rabi@, ‚Islam Liberalism In The Middle East Viable‛

dalam Hamdard Islamicus, Vol XII, No 4, (1989), 24. 20

Mukhammad Zamzami, ‚Rekonstruksi Nalar Fikih dalam Perspektif

Studi Islam‛ dalam jurnal Al-Q{a>nu>n, Vol. 11, No.2, (Desember, 2008), 263.

Page 95: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

80 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

disesuaikan dengan tuntutan zaman yang berubah. Dengan demikian,

taklid kepada ulama tidak diperlukan, karena hanya membuat

kemunduran bagi umat Islam.21

Gerakan reformasi agama tersebut merespon kondisi keagamaan

dan ritual yang dijalankan masyarakat Mesir dari berbagai bentuk

ritual bid‘ah dan kh{ura>fa>t berkembang pesat diseluruh penjuru Mesir.

Ajaran tasawuf yang terkontaminasi kian memicu berseraknya ritual

aneh bahkan ditengah masyarakat. Menghadapi realita masyarakat

kala itu terpecah menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama berpendapat, hendaknya masyarakat Mesir

berkiblat kepada peradaban barat melepaskan diri dari segala ikatan

dan peraturan, bahkan pemikiran Islam. Kelompok kedua berpendapat

memperbaiki keadaan kaum muslimin dengan cara mengembalikan

mereka kepada ajaran Islam yang benar, bersih dari khurafat, bid‘ah

dan anggapan-anggapan yang keliru. Selain itu, juga dengan

merevitalisasi ajaran-ajaran Islam sehingga relevan dengan roda

kehidupan masa kini. Kelompok ini juga mencoba membuka diri

dengan peradaban asing selama tidak bertentangan dengan Islam.

Disaat bersamaan, munculpula gerakan -yang disebut beberapa

pengamat- salafisme di Mesir yang turut menekankan Islam otentik

lepas dari segala macam tradisi. Gerakan ini diperkasai oleh Rashi<d

Rid{a> yang dalam perjalanannya berkembang menjadi gerakan

pemikiran pembaruan ijtihad dalam Islam sebagaimana di Mesir

berkembangnya Ikhwa>n al-Muslimi>n oleh Hasan Al-Banna> dan

wahabisme yang dinisbatkan pada Muhammad ibn ‘Abd al-Waha>b di

Arab Saudi. Tak dapat dipungkiri bahwa terdapat korelasi antara

munculnya dua gerakan ini dengan dakwah reformasi keagamaan di

Mesir. 22

21

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, 61-62.

22Muh. Khamdan, ‚Rethinking Deradikalisasi: Konstruksi Bina Damai

Penanganan Terorisme‛ dalam jurnal Addin, Vol. 9, No. 1, Februari 2015,

185.

Page 96: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

81 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Menyoroti gerakan reformasi terpenting di Mesir, Ikhwa>n al-

Muslimi>n yang didirikan H{asan Al-Banna>23

>, menurut Raymond Beker,

elaborasi Islam dengan sosial di Mesir terbukti merupakan warisan

ikhwa>n al-muslimi<n yang paling berpengaruh bagi kehidupan

masyarakat Mesir modern. Hal tersebut ditandai dengan radikalisme

yang merupakan suatu identitas ‘Islam politik’.24

Mulai tahun 1950-an, ideologi dari Ikhwa>n al-Muslimi<n

berkembang ke arah yang lebih radikal, mereka menolak setiap

pemerintah berbasis non-syariah dianggap tidak sah secara hukum.25

Radikalisme agama sebenarnya muncul dari tekanan-tekanan yang

mereka rasakan seperti hukuman mati dan pengasingan yang

menimbulkan ketidaksetujuan di kalangan militan Islam. Dengan

23

Dalam rangka menekankan identitas politik sosial dan politik Islam

dan untuk mengadaptasi prinsip Islam terhadap kebutuhan masyarakat

modern, organisasi Ikhwa>n al-Muslimi>n muncul sebagai pandangan berbeda

mengenai dua persoalan kunci strategi politik serta penerapan syariat Islam.

Sebagaimana pendiri Ikhwa>n al-Muslimi>n, Hasan Al-Banna menyebarkan

pemurnian prinsip-prinsip Islam dan seruan kembali pada Al-Qur’an dan

kesalehan Islam. Ikhwa>n al-Muslimi>n juga muncul merespon pemikiran

politik Mesir yang sejak awal abad XIX selalu didominasi pertentangan

antara golongan nasionalis sekuler dan golongan Islam tradisional. Golongan

berpendidikan barat berpendirian bahwa sistem politik Barat harus diterapkan

di Mesir guna memajukan masyarakat Islam di masa mendatang. Golongan

Islam tradisionalis yang mayoritas ulama menganggap dirinya selama ini

sebagai penasehat pemerintah dalam aspek yang sangat luas termasuk

kebijakan politik, tidak memiiki kesiapan baik pemikiran maupun sikap dalam

menerima sistem politik barat. Kondisi demikian membuat penguasa dan

intelektual berpendidikan barat menganggap ulama sebagai kendala

modernisasi bahkan penyebab keterbelakangan dalam bidang politik, sosial

dan ekonomi. Lihat : Deniel Crecelius, ‚The Course of Secularization In

Modern Egypt‛ dalam John Esposito, Islam and Development: Religion and Sociopolitical Change (Syracuse: Syracuse University Press, 1980), 51

24Raymond Beker, Mesir dalam John Esposito (Ed), Ensiklopedi

Oxford Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2002), Vol. ke- IV, 55. 25

Nathan J. Brown, ‚The Egyptian Muslim Brotherhood: Islamist

Participation in a Closing Political Environment‛, dalam The Carnegie Middle East Center (Beirut No. 19 March 2010), 6.

Page 97: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

82 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

sangat cepat akhirnya gerakan ini muncul dengan pandangan yang

berbeda mengenai dua persoalan strategi kunci politik dan perumusan

serta penerapan syariat Islam.26

Pada tahun 1967, ikhwa>n al-muslimi<n mengalami kekalahan

dahsyat disebabkan oleh dominasi rezim sekuler yang terus mengusung

kampanye kembalinya Islam dengan menghidupkan semangat kesatuan

dan persatuan bangsa. Bruce K. Rutherford menyatakan bahwa

pemikir Muslim seperti Yu>suf al-Qarada>wi<, Ta>riq al-Bis}ri<, Kama>l Abu>

al-Majd, dan Muhammad Sa>lim al-'Awa> telah mengembangkan rincian

hukum dan doktrinal negara liberal Islam, membentuk pemikiran

politik dan hukum yang dapat disebut ‘konstitusionalisme Islam’. 27

Menyoroti gerakan radikal di Mesir dalam beberapa tahun

terakhir, Usa>mah Sayyid al-Azhari< mengatakan bahwa saat ini umat

muslim menghadapi problematika yang sangat signifikan. Pemikiran

radikal yang semula hanya sebuah pemikiran berevolusi menjadi

sebuah organisasi, kelompok, dan aksi-aksi dilapangan. Bahkan dari

pemikiran radikal lahirlah generasi kedua dan ketiga yang telah

mengalami perkembangan pemikiran dan cara argumentasi hingga

pada akhirnya melahirkan kelompok-kelompok yang melakukan aksi

teror kemasyarakatan bahkan hingga pembunuhan.28

Usa>mah lebih

lanjut, Hakimiyah merupakan persoalan utama yang menjadi pijakan

kelompok radikal saat ini baik itu kelompok yang ada di Mesir yaitu

26

Tariq Ramadhan, ‚Hubungan antara Eropa dan Kelompok Islamis‛

dalam John Esposito et al, Dialektika Peradaban Modernisme Politik dan Budaya Di Akhir Abad ke-20 (Yogyakarta: Qalam, 2010), 187.

27Konstitusional Islam dimaksudkan bahwa negara sipil yang

diperintah oleh Islam dalam berarti bahwa hukum itu sah hanya jika sesuai

dengan prinsip-prinsip Syariah. Jika demokrasi, yang didalamnya terdapat

konsultasi atau syura merupakan seperangkat institusi yang membatasi

negara, menegakkan hukum, dan memungkinkan partisipasi publik dalam

politik, maka konstitusionalisme Islam sepenuhnya kompatibel dengan

demokrasi. Lihat: Bruce K. Rutherford, Egypt after Mubarak: Liberalism, Islam, and Democracy in the Arab World (New Jerse: Princeton University

Press, 2008), 319-320. 28

Usa>mah al-Sayyid al-Azhari<, Al-Haq al-Mubi<n Fi< al-Radd Ala> Man Tala>ba Bi al-Di@n (Abu Dhabi: Dar a-Faqih, 2015), 8.

Page 98: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

83 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

ikhwa>n al-muslimi<n juga berkembangnya pergerakan-pergerakan

organisasi cabang dan sempalannya.29

Islamisme telah lama terpinggirkan semenjak rezim Jama>l ‘Abd

al-Nas}r, Anwar Sa>da>t hingga pecahnya revolusi Mesir pada tahun

2011. Gerakan Islamis mulai meraih simpati setelah turunnnya rezim

Muba>rak. Bagaimanapun selama kurun ini gerakan Islamis tumbuh dan

berkembang. Pada kasus ikhwa>n al-muslimi<n, mereka mendapatkan

dukungan dan popularitas yang tinggi sehingga mampu mengambil

alih suara yang signifikan pasca revolusi 2011.30

29

Ideologi ekstremis ini tentu dipandang sebagai momok terpenting

yang membagi dunia menjadi dua pihak yang bertikai, dunia Barat dan dunia

Muslim, yang dibutuhkan adalah seluruh komunitas ulama Muslim, yang

mengadvokasi pandangan yang seimbang dan implementasi yang tepat dari

doktrin Islam - untuk mencoba dan menginstal kembali harmoni antara dua

kutub dunia yang sedang sakit ini. Menurut mantan grand sheikh Al-Azhar,

Ja>d al-Haq, bahwa mereka yang menggunakan kekerasan terhadap negara

bukan Muslim karena mereka menyerang komunitas Muslim. Dalam sebuah

pernyataan yang dibuat untuk memesan bagi pemerintah, ia kemudian

menamai mereka sebagai orang-orang Khawarij, dan merekomendasikan

hukuman sesuai Al-Quran. Pernyataan-pernyataan ini merujuk pada

kelompok-kelompok Islamis yang melakukan kampanye militan untuk

menjatuhkan pemerintah, yaitu Al-Jama>'ah Al-Isla>miyyah, Jiha>d Islam, dan

Vanguard of Conquest. Secara signifikan, Ikhwanul Muslimin, meskipun

dilarang, tidak membenarkan perubahan kekerasan dan karenanya tidak

dicakup oleh kecaman Al-Azhar. Lihat: Usa>mah al-Sayyid al-Azhari<, Al-Haq al-Mubi<n Fi< al-Radd Ala> Man Tala>ba Bi al-Di@n (Abu Dhabi: Dar a-Faqih,

2015), 9-10. 30

Dilihat dari pemilihan parlemen pertama Mesir setelah jatuhnya

Hosni Muba>rak, popularitas dan kekuatan organisasi Partai Ikhwan al-

Muslimin dan al-Huriyah wa al-Ada>lah yang memenangkan 77 dari 156 kursi

parlemen yang diperebutkan dalam putaran pemilihan pertama. Anehnya, itu

juga mengungkapkan kekuatan aliansi Salafi yang tak terduga, didominasi

oleh partai al-Nu>r, yang mengamankan 33 kursi. Sangat tidak nyaman bagi

orang Mesir sekuler dan pemerintah Barat, partai-partai Islam sekarang

mendominasi panggung politik Mesir.

Lihat: Jonathan Brown, ‚Salafis and Salaf In Egypt‛, dalam jurnal

Middle East The Carniege Papers, (Dec, 2011), 17.

Page 99: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

84 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Secara historis memang tidak dapat dipungkiri bahwa Mesir

sebelum masa pemerintahan Husni< Muba>rak, tepatnya pada

pemerintahan Presiden Anwar Sada>t tahun 1970-an, gerakan

Islamisme tumbuh subur. Gerakan ini muncul disebabkan rezim Sadat

yang dengan jelas mengarahkan Mesir menuju liberalisasi politik.31

Meski demikian, gerakan Islamisme belum dapat berkembang

dengan baik. Pada tahun 1981, Presiden Sadat dibunuh oleh kelompok

Islamis radikal takfi@r wa al-hijra, yang kemudian digantikan oleh Sufi<

Abu> Ta>lib sebagai presiden. Tanpa proses yang lama, Sufi< Abu> Ta>lib

digantikan oleh presiden resmi H{usni> Muba>rak yang kala itu menjabat

sebagai wakil Presiden Sada>t. Lantas pada masa kepemimpinan H{usni>

Muba>rak ini, menguatlah aktivisme Islam di kalangan kaum muda

yang disebabkan pemberian panggung politik oleh H{usni>< Muba>rak bagi

kelompok Islamis untuk tumbuh dan berkembang.32

Dengan meningkatnya daya tarik Islamisme di Mesir pada saat

rezim H{usni> Muba>rak berkuasa, Muba>rak terus berusaha

memproyeksikan kepemerintahannya sebagai legalitas yang sah secara

agama. Sebagaimana diungkapkan oleh Rif‘at Sa‘i<d, seorang politisi

intelektual dan sekuler Mesir yang terkemuka, menurutnya,

pemerintah disatu sisi berperang melawan kaum Islamis, sementara di

sisi lain mereka memproklamirkan legalitas Islam secara sah diakui

daripada yang lain. Untuk mendapatkan legalitas Islam tersebut,

pemerintah telah mentransfer segala hal berkaitan administrasif

kepada Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan tertinggi muslim

terkemuka. Dalam menerima begitu banyak modal politik, Al-Azhar

dapat dikatakan memiliki kekuatan yang cukup untuk bertindak

sebagai kekuatan ketiga dalam ruang antara pemerintah dan oposisi

Islam.33

31

Quintan Wiktorowicz, ‚Gerakan Sosial Islam: Teori, Pendekatan dan Studi Kasus‛, terj.Tim Penerjemah Paramadina (Yogyakarta: Gading

Publishing, 2012), 156 32

Quintan Wiktorowicz, ‚Gerakan Sosial Islam: Teori, Pendekatan dan Studi Kasus‛, terj.Tim Penerjemah Paramadina (Yogyakarta: Gading

Publishing, 2012), 145-146. 33

Steven Barraclough ‚Al-Azhar: Between the Government and the

Islamists‛ dalam Middle East Journal, Vol. 52, No. 2 (Spring, 1998), 236.

Page 100: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

85 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Dalam iklim yang dihadapi Mesir seperti ini, ‘Ali< Jum‘ah

merepresentatifkan sebagai cendekiawan pemikiran moderat sekaligus

kritikus pemikiran ekstremisme dalam ranah intelektualitas muslim.

Selain karena afiliasi yang begitu erat dengan Al-Azhar yang terkenal

sebagai institut keilmuan Islam yang representatif juga sebagai kiblat

Islam moderat umat muslim.34

Selain itu beberapa tokoh cendekiawan

34

Al-Azhar yang merupakan lembaga dan perguruan tinggi tertua di

dunia membawa bendera moderasi Islam dan mencoba mengambil bagian

dalam panggung publik seiring munculnya Islam radikal. Dalam konteks

ideologi yang saat ini muncul dipermukaan publik gerakan Islam liberal dan

gerakan Islam radikal, al-Azhar mampu menghadirkan wajahnya sebagai

poros gerakan Islam moderat. Salah satu agenda utamanya adalah

memperbaiki citra Islam di dunia internasional sembari membuktikan bahwa

Islam adalah rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ’a>lamin). Garis-garis

moderatisme yang dimaksud adalah: Pertama, memastikan bahwa paham

Islam moderat tak akan melanggar atau melampaui garis-garis primer (al-thawa>bit). Kedua, membumikan toleransi. Ketiga, membangun dialog antar-

agama. Al-Azhar dan para tokoh-tokohnya adalah bagian dari gagasan

melawan para ekstremis dengan perspektif keagamaan moderat. Bahkan

pemerintah Mesir sendiri menetapkan Al-Azhar sebagai simbol legimitasi

Islam bagi negara Mesir. Hal tersebut dikukuhkan oleh H{usni< Muba>rak sejak

dilantik sebagai presiden tahun 1981. Pada saat-saat maraknya trend

Islamisme di Mesir, al-Azhar menjadi benteng terdepan dalam menghadapi

kaum Islamis tersebut seperti Al-Jama>‘a al-Islami<ya, Ikhwa>n al-Muslimi<n dan

lainnya. Dalam hal ini Al-Azhar membentengi ideologi keagamaan terlebih

ideologi politik seperti kampanye hukum al-Qur’an, Jihad, dsb sebagai slogan

yang bertujuan mencapai kekuasaan politik kepemerintahan Mesir. Selain itu,

Al-Azhar juga sebagai garda dalam memerangi kaum sekularis yang pada

tahun 1993 marak. Hal tersebut ditandai dengan peraturan pemerintah

memperbolehkan pelepasan hijab di sekolah-sekolah formal maupun non-

formal di Mesir. Lihat: Steven Barraclough, ‚Al-Azhar: Between the

Government and the Islamists‛ dalam Middle East Journal, Vol. 52, No. 2

(Spring, 1998), 236-249. https://www.jstor.org/stable/4329188. Diakses pada

29 Mei 2019. Karim Alrawi, "Goodbye to the Enlightenment," dalam Index on Censorship 23, nos. 1 and 2 (1994), 115.

Secara manhaj (metode) Al-Azhar menegakan paham ahlu al-sunah wa

al-jama’ah dalam konteks akidah dengan mengajarkan paham Asy’ariyah

sebagai paham akidah yang diikuti oleh banyak pengikut oleh kaum muslimin

Page 101: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

86 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

muslim juga banyak mempengaruhi perkembangan intelektualitasnya.

Diantaranya Abd Alla>h ibn Siddi<q al-Ghuma>ri<, Abd al-Fatta>h Abu>

Guddah, Muḥammad Abu> al-Nu>r Zuhaiyr, Ja>d al-rabi Ramaḍān

Jum‘ah, Ja>d al-Haq{ Ali> Ja>d al-Haq, Abd al-Jali<l al-Q}aransha>wi< al-

Māliki dan lain sebagainya.

‘Ali< Jum‘ah yang berafiliasi Al-Azhar dan merupakan

cendekiawan senior Al-Azhar35

dikenal sebagai tokoh yang populer

dikalangan masyarakat Mesir bahkan dunia Islam sebagai seorang

mufti semenjak Ia selalu muncul di media cetak maupun elektronik

seperti siaran-siaran televisi, channel youtube dan lain sebagainya.

Puncaknya adalah pernyataan-pernyatannya yang dianggap

kontroversial berkaitan dengan Revolusi Mesir pada 25 Januari 2011.

Karena beberapa pernyataannya menyebabkan mundurnya presiden

Mesir, H{usni> Muba>rak pada 11 Februari 2011. Ia memperingatkan

Muba>rak, jabatannya yang pada saat itu Ia emban, akan lebih berakibat

pada potensi pertumpahan darah dan kekacauan dalam masyarakat

Mesir. Akan tetapi disatu sisi, Ia memperingatkan massa yang

memprotes Muba>rak bahwa demonstrasi yang mereka lakukan dapat

merusak keberlangsungan kehidupan bernegara, terlebih apabila

berpotensi menghilangkan nyawa satu sama lain, dan itu tidak

diperbolehkan (haram) dari sudut pandang hukum Islam.36

Pernyataan

tersebut berbanding balik ketika Revolusi Mesir ke-2 pada 3 Juli 2013

atau dikenal dengan sebutan ‚The 2013 Egyptian coup d'état‛37, Ia

di dunia. Dalam bidang fiqh, Al-Azhar mengajarkan Fiqih ‘Ala Madha>hib al-Arba‘ah (Fiqh Mazhab) yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Shafiiyah dan Hanabilah.

Selain itu, Al-Azhar tidak mengingkari adanya ijtihad individu atau golongan seperti Ibad}iyah, Zhahiriyah, Imamiyah dan Zaidiyah. Lihat: ‘Ali< Jum‘ah,

Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm Q{ad{a>yahum (Kairo:

Dar al-Muqatam, 2011), xxi. 35

Jonathan Brown, ‚Salafis and Salaf In Egypt‛, 17. 36

Pernyataan ini disampaikan ‘Ali< Jum‘ah melalui saluran youtube

berjudul ‚Fatwa> ‘Ali< Jum‘ah bi khus}us tad{ha>hara>ti yau>m al-jum‘ah‛

https://www.youtube.com/watch?v=7leQwsEB0&list=FLHfyNVWjX2twX7I

cYPOURZA&index=32 diakses pada 24 Juli 2019. 37

Kudeta Mesir 2013 berlangsung pada 3 Juli 2013. Panglima tentara

Mesir saat itu, Abd al-Fata>h al-Si<si< memimpin koalisi yang didukung oleh

Page 102: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

87 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

menyatakan dukungan penuh terhadap kudeta presiden sah

Muhammad Mursi dan mendorong militer yang dipimpin Abd al-

Fatta>h al-Si>si> untuk menindak mereka yang memprotes kudeta.38

Hal

ini tentu menimbulkan reaksi berbagai kalangan, termasuk protes

Yu>suf al-Qara>d}awi> terhadap ‘Ali< Jum‘ah. Bahkan al-Qara>dawi< mencap

‘Ali< Jum‘ah sebagai budak militer dan mereka yang berkuasa untuk

melakukan kudeta pemerintah yang sah.39

‘Ali< Jum‘ah menyatakan bahwa Mesir adalah masyarakat yang

sangat religius, oleh karenanya, Islam akan mendapat tempat dalam

tatanan politik yang demokratis. Namun, Ia meyakinkan umat Islam

bahwa pada dasarnya hukum Islam menjamin kebebasan hati nurani,

ekspresi dan persamaan hak setiap warga negara. Berkaitan dengan

undang-undang Republik Arab Mesir, ‘Ali< Jum‘ah menyatakan bahwa

Islam adalah agama resmi negara dan bahwa undang-undang

didasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam serta menjamin

lawan politik pemerintah Mohamed El-Baradei, Grand Sheikh Al Azhar

Ahmed al-T{ayib, Ortodoks Koptik Paus Tawadros II untuk menjatuhkan

Presiden Mesir, Mohamed Morsi dari kekuasaannya dan menangguhkan

konstitusi Mesir tahun 2012. Langkah itu dilakukan setelah ultimatum militer

bagi pemerintah yang tidak berhasil menyelesaikan konflik dengan para

demonstran secara nasional yang terus meluas. Militer menangkap Mursi dan

para pemimpin Ikhwan al-Muslimin. Lihat: Ben Wedeman "Coup topples

Egypt's Morsy; deposed president under house arrest'" dalam CNN, 4 July

2013. https://edition.cnn.com/2013/07/03/world/meast/egypt-protests diakses

pada 25 Juli 2019. 38

"Sheikh Ali Gomaa, former mufti of Egypt, cancels London visit for

fear of prosecution". Dalam Middle East Monitor. https://www.middleeastmonitor.com/20140205-sheikh-ali-gomaa-former-

mufti-of-egypt-cancels-london-visit-for-fear-of-prosecution/ diakses pada 25

Juli 2019. 39

David Schenker, ‚Qara>d{awi< and the Struggle for Sunni Islam‛ dalam

The Washington Institute pada 16 oktober 2013. Diakses dari

https://www.washingtoninstitute.org/policy-analysis/view/qaradawi-and-the-

struggle-for-sunni-Islam pada 5 Agustus 2019.

Page 103: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

88 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

kewarganegaraan penuh di depan hukum kepada masyarakat Mesir

tanpa memandang agama, ras atau kepercayaan.40

Sebagai seorang sarjana muslim, ‘Ali< Jum‘ah intens memberikan

kritikan dan argumen terhadap para sarjana lain begitu pula dalam

kapasitasnya sebagai cendekiawan moderat, ‘Ali< Jum‘ah menjadi

banyak rujukan sebagai perdamaian antar agama banyak tulisan dan

pendapatnya dimuat baik itu di Mesir sendiri maupun dunia Islam

lainnya bahkan non-Islam sekalipun.41

Dalam buku The Future of Islam, John L. Esposito mengungkapkan bahwa ‘Ali< Jum‘ah

merupakan salah satu pemikir Islam kontemporer juga sebagai simbol

pragmatis kebenaran Islam menghadapi tantangan zaman modern.42

Selain itu, ‘Ali< Jum‘ah dikenal pula sebagai guru tasawuf yang

dihormati.43

Semenjak tahun 2001, ‘Ali< Jum‘ah seringkali

menyampaikan serangkaian kuliah umum berkaitan tasawuf yang

mana dari kuliah-kuliahnya tersebut dimodifkasi menjadi sebuah buku

dengan judul The Path to God (al-T{arīq ila> Allah). Ia mengungkapkan

40

‘Ali< Jum‘ah, "In Egypt's Democracy, Room for Islam" dalam The New York Time, 1 April 2017.

https://www.nytimes.com/2011/04/02/opinion/02gomaa.html?_r=1 diakses

pada 25 Juli 2019. 41

Dikutip dari majalah The Atlantic Monthly, ‘Ali< Jum‘ah mengambil

sikap yang sangat jelas menentang interpretasi ekstrimis tentang Islam dan

menobatkannya ulama paling anti-ekstremis di arus utama Islam Sunni.‚ juga

beberapa juga tulisan artikel tentang ekstrimisme seperti artikel yang berjudul

‚Terorism Has Not Religion‛ diakses dari http://theamericanmuslim.org pada

26 Juni 2019. 42

Ibra>hi<m Najm, The Epistemology of Excellence: A Journey into the Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt, 119.

43Mesir dikenal sangat kental akan sufistik. Tasawuf dalam kehidupan

keagamaan Mesir sangat berarti dan sulit untuk dihindari. Tak terkecuali Al-

Azhar tersendiri. Meskipun al-Azhar bukan monolitik, identitasnya telah

terkait dengan tasawuf. Melalui Grand Sheikh al-Azhar, Ahmad al-T{ayyeb,

yang merupakan seorang sheikh sufi turun-temurun dari nasabnya

menyatakan dukungannya untuk pembentukan liga Sufi dunia; begitupula

cendekiawan senior al-Azhar ‘Ali< Jum‘ah juga merupakan seorang guru sufi

yang sangat dihormati. Lihat: Jonathan Brown, ‚Salafis and Salaf In Egypt‛,

dalam jurnal Middle East The Carniege Papers, (Dec, 2011), 17.

Page 104: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

89 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

pentingnya memahami esensi ibadah, yaitu kehadiran hati, yang

tanpanya ibadah akan berubah menjadi ritual belaka dan hampa.

Kehampaan yang kosong ini mengubah ritual menjadi sekadar

penampilan dan simbol tanpa makna di hadapan Allah.44

Menurut ‘Ali< Jum‘ah juga, sufisme diperlukan untuk perbaikan

moral yang tepat dan penciptaan hati yang murni dan manusia beradab

yang bekerja untuk mengembangkan dan membangun masyarakat yang

bermartabat dan tidak menimbulkan kerusakan. Sufisme pula turut

ikut andil dalam mendekonstruksi ideologi teroris yang fenomenal saat

ini. ‘Ali< Jum‘ah percaya bahwa puritanisme dan pembacaan ekstremis

yang dilakukan oleh kaum radikal mewakili penyimpangan bagi Islam

tradisional Mesir.

Setelah pensiun dari jabatannya sebagai mufti, Ia terus

menghidupkan tradisi kajian-kajian pembelajaran informal di Masjid

Al-Azhar atau yang terkenal dengan sebutan talaqqi. Hal tersebut Ia

lakukan semenjak tahun 1998, dengan sering menghadirkan sesi tanya

jawab keagamaan setelah rangkaian ibadah shalat Jum’at di Masjid

Sultan Hasan, di mana ‘Ali< Jum‘ah selalu menyampaikan pesan

moderat dan menentang mereka yang memutarbalikkan ajaran Islam

tanpa pengetahuan yang komprehensif. Dan ini membuatnya sangat

populer di kalangan masyarakat yang tidak nyaman dengan

ekstremisme. Di sisi lain, hal ini pula membuatnya sangat deras

kecaman dari mereka yang berseberangan dengan ‘Ali< Jum‘ah, terlebih

berkaitan dengan politik bahkan ‘Ali< Jum‘ah juga dijadikan target oleh

kelompok Islamis ekstremis. Bahkan sempat lolos dari upaya

pembunuhan terhadap hidupnya di luar masjid di Kairo.45

Mengomentari tipikal ekstrimis kontemporer, ‘Ali< Jum‘ah

mengkritisi kesalahan paradigma mereka dalam bersikap merumuskan

hukum. Dalam karya al-Mustashadidu>n46, ‘Ali< Jumah mengungkapkan

44

Ibra>hi<m Najm, The Epistemology of Excellence: A Journey into the Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt, 121.

45The Most Influential Muslim-2018. (Amman: The Royal Islamic

Strategic Studies Centre, 2018), 64-65. Diakses di http://www.rissc.jo pada 9

Juni 2019. 46

‘Ali< Jum‘ah, Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm Q{ad{a>yahum, 4-6.

Page 105: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

90 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

bahwa kaum ekstrimis sering mengkampanyekan nalar black conspiration (konspirasi hitam). Hal ini diaplikasikan seolah mereka

dihinggapi adanya black conspiration terhadap mereka dari masyarakat

sekitar. Sebagaimana seakan semua negara dunia membenci Islam,

upaya ini direalisasikan melalui tiga sayap aliran perusak, yaitu

zionisme (yahudi), kaum misionaris dan kaum sekuler dan itu

membuat mereka berapi-api untuk menjadi musuh bagi mereka orang-

orang disekitar mereka. Selain itu, kaum ekstrimis selalu menonjolkan

kesombongan dan ujub. Implikasinya mereka meremehkan berbagai

pendapat yang bertentangan dengan mereka. Sesuatu yang z{anni< (belum pasti) bisa berubah menjadi sesuatu yang qat }‘I < dalam

pandangan mereka.

Senantiasa menentang segala bentuk bentuk pembaharuan dalam

agama dengan alasan bahwa setiap yang baru adalah bid‘ah dan setiap

bid‘ah adalah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka.

Sehingga mereka hanya hanya mengamati kulit luar saja mereka sulit

melepaskan hawa nafsu ketika berintraksi dengan nas}s}-nas}s} Al-Qur’an

maupun sunnah. 47

Secara garis besar ‘Ali< Jum‘ah menganggap bahwa kaum

ekstrimis sangat sulit untuk menerima pemikiran atau pemahaman

yang sehat. Mereka hanya percaya pada sebuah kelompok kecil yang

mereka anggap sesuai dengan kehendak pemikiran mereka. Hal ini

dapat berimplikasi tidak akan pernah dapat menerima pesan

pengetahuan apapun dari masyarakat lain.

Perdebatan ini setidaknya menggambarkan bahwa ‘Ali< Jum‘ah

merupakan seorang tokoh intelektual muslim yang ada saat ini. Dalam

hal orientasi metodologis dan tipologis pemikiran, ‘Ali< Jum‘ah

berpegang pada kedudukan sunni< dan ‘Ash‘ari< dalam mazhab teologis.

Dalam kaitannya fiqh -meskipun ‘Ali< Jum‘ah memiliki kecenderungan

khusus terhadap mazhab al-Sha>fi'i<, namun dalam banyak fatwa-

fatwanya ‘Ali< Jum‘ah sering mengakomodir lintas mazhab pemikiran,

dan mempertimbangkan maslahat dari masing-masing pendapat setiap

mazhab. Bahkan tak segan pula ‘Ali< Jum‘ah mengambil pendapat

47

‘Ali< Jum‘ah, Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm Q{ad{a>yahum, 7.

Page 106: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

91 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

mazhab selain Sha>fi>‘i>< sesuai kebutuhan realita yang lebih maslahat.

Sehingga hukum-hukum yang dihasilkan dari fatwa-fatwanya terkesan

adaptable dengan realita.

2. Usu>l al-Fiqh dan Realitas Sosial Kontemporer

a. Pembaharuan Usu>l al-Fiqh Ke Arah Yang Ideal

Us}u>l al-fiqh merupakan pondasi utama dalam bangunan hukum

Islam. Sebagaimana menurut ‘Ali< Jum‘ah, us}u>l al-fiqh dikategorikan

sebagai ilmu alat yang berfungsi sebagai sebuah metodologi dalam

rangka memahami nas}s} shar‘i < dan tata cara interaksi yang benar

terhadap wahyu.48

Sebagai the queen of Islamic sciences, us}u>l al-fiqh

memegang peranan penting dalam melahirkan ajaran Islam menjadi

rahmatan lil ‘a>lami>n. Sebagaimana dimaklumi us}u>l al-fiqh sebagai

mesin produksi fiqh selalu berdialektika dengan problem

kontemporer.49

Hal ini sebagaimana diungkapakan oleh Muhamm{ad

Abu> Zahra>, menurutnya secara metodologis, fiqh tidak akan terwujud

tanpa ada metode istinba>t dan metode instinba>t itulah sebagai inti dari

us}u>l fiqh.50

Bagi ‘Ali< Jum‘ah ilmu usu>l al-fiqh merupakan metodologi yang

dapat berkembang sesuai dengan tempat dan waktu. Sebagai satu

metodologi, tentu saja ilmu usu>l al-fiqh sangat terpengaruh oleh

kondisi sosial yang melatarbelakangi pembentukan ilmu tersebut.

Mengingat bahwa sejak pembukuan awal ilmu usu>l hingga saat ini

telah berlangsung selama sekian abad, maka sudah menjadi satu

keniscayaan untuk kemudian mengembangkan, mengkaji ulang dan

menyesuaikan ilmu usu>l al-fiqh sesuai dengan konteks kekinian. Maka

pembaharuan ilmu usu>l mejadi satu keniscayaan. Hanya yang

48

‘Ali< Jum‘ah, Us}u>l al-Fiqh wa Ala>qatuhu Bi al-Falsafah, (Kairo: Al-

Ma'had Al-A<lami Li al-Fikr al-Isla>mi<, 1996), 7. 49

Imran Ahsan Khan Nyazee, Theories of Islamic Law; The Methodology of Ijtihad (Pakistan: Research Institute and International

Institute of Islamic Islamic Thought, 1945), 1. 50

Muhammad Abu> Zahra>, Us}u>l al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Fikr al-Arabiy

1958), 1

Page 107: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

92 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

dibutuhkan kemudian adalah standar yang jelas sehingga pembaharuan

ilmu usu>l dapat berjalan sesuai dengan harapan.51

Banyak sekali fenomena realitas yang muncul di era modern,

yang menurut para cendekiawan tidak cukup penjelasannya hanya

dengan menggunakan perangkat metodologi hukum Islam klasik,

bahkan menuding bahwa kerangka teoritis usu>l al-fiqh klasiklah

penyebab kemunduran Islam dimasa sekarang. Oleh sebab itu menurut

mereka formulasi tersebut harus menyentuh level yang fundamental

yaitu dasar-dasar teoritis hukum Islam atau yang dikenal dengan usu>l

al-fiqh. Al-Nai<m misalnya mengatakan, bahwa kemunduran yang

dialami oleh fiqh Islam dewasa ini diduga kuat disebabkan oleh kurang

relevannya perangkat teoritik ilmu usu>l al-fiqh untuk memecahkan

problem kontemporer.52

Oleh karenanya apabila para pemikir Islam

hukum tidak memiliki kemampuan dan keberanian untuk

memformulasikan dan mengantisipasi setiap persoalan dalam

masyarakat dan menyelesaikan hukumnya, maka hukum Islam akan

kehilangan aktualisasinya.53

Jama>l al-Banna> menyatakan, saat ini banyak sektor kehidupan

yang telah berkembang dan melahirkan masalah-masalah baru yang

belum disinggung oleh hukum Islam produk abad pertengahan. Selain

itu, interaksi-interaksi sosial telah berganti, belum ada sistem hukum

agama yang dapat mengekspresikan tujuan agama dalam realitas

tersebut. Ini disebabkan fasilitas dan sarana kehidupan telah berubah

dan berkembang, sehingga hasil keputusan hukum tertentu dalam

format lamanya sudah tidak relevan lagi. Bersamaan dengan itu, ilmu

pengetahuan mengalami perkembangan pesat, sementara hukum Islam

lama berpijak pada pengetahuan terbatas ihwal metode perumusan

51

‘Ali< Jum‘ah, A<liya>t al-Ijtiha>d (Kairo: Da>r al-Fikr, 2004), 98-99. 52

Abdullahi Ahmed Al-Naim, Towards An Islamic Reformation; Civil Liberties, Human Right And International Law (New York: Syracusse

University Press, 1990), 39. 53

Sha>h Waliyullah bin Abd al-Rahm>an al-Dahlawi@, Hujjah Allah al-Ba>lighah, (Kairo: Maktabah Da>r al-Tura>th, 2005), 19.

Page 108: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

93 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

sistem hukum yang mempunyai relevansi dengan realitas alam dan

norma-norma sosial.54

Inilah yang menjadi kegelisahan dan keresahan intelektual ‘Ali<

Jum‘ah, menurutnya, us}u>l al-fiqh bukanlah cabang ilmu yang sudah

sempurna atau final, namun masih membutuhkan perbaikan agar lebih

sesuai dengan perkembangan zaman. Us}u>l al-Fiqh klasik perlu

mendapat kajian dan penulisan ulang agar dapat disesuaikan dengan

konteks kekinian. Tidak hanya sampai disitu, Ia juga menghendaki

terjadinya penambahan dalam muatan us}u>l al-fiqh.55

Lebih lanjut, ‘Ali< Jum‘ah menegaskan bahwa us}u>l fiqh

merupakan cabang baru pada saat generasi salaf lambat laun mulai

berangsur punah. Karena dahulu generasi salaf tidak membutuhkan

ilmu tersebut, sebab pemahaman mereka terhadap teks shara‘ berasal

dari keterampilan kebahasaan mereka. Selain itu, sebagian kaidah

untuk memahami teks shara‘ dalam menyimpulkan hukum telah

mereka kuasai dengan baik. Hingga pada abad ke-2 H, ilmu berubah

menjadi profesi, maka para fuqaha dan mujtahid membutuhkan kaidah

dan ketentuan untuk digunakan sebagai instrumen dalam merumuskan

hukum dari teks-teks shara‘. Pada gilirannya mereka merumuskan

kaidah-kaidah tersebut yang pada kemudian hari disebut us}u>l al-fiqh.56

Dalam perjalanan us}u>l al-fiqh selama kurun waktu 13 abad, us}u>l

al-fiqh mengalami perubahan-perubahan mendasar, baik dari segi

metodologi penulisan maupun dari segi materi pembahasan-

pembahasan us}u>l al-fiqh sendiri.57

Kemudian pada abad ke-15 H

54

Jama>l Al-Banna>, Nahw Fiqh Jadid (Kairo: Da>r al-Fikr al-Islami<,

2000), 299. 55

‘Ali< Jum‘ah, Q}{a}diyah Tajdi<d Us}u>l al-Fiqh, (Kairo: Dar al-Hida>yah,

1993), 21-22 56

‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Usu>l al-Fiqh, 7 57

Ditandai dengan kemunculan karya fenomenal al-Sha>fi>‘i> yaitu

al-Risa>lah yang memuat tulisan us}u>l fiqh dengan metodologi sangat

sederhana dan jauh dari sistematis, namun isinya begitu berbobot dan

padat. Kemudian dikembangkan oleh ulama al-Sha>fi>‘iyyah, diantanya

Ima>m al-Harama>in (478 H) yang mengkompilasikan metodologi

mazhab al-Sha>fi>‘i> dan sisi ist}i>nba>t ulama mazhab al-Sha>fi>‘i> dalam

adikaryanya Niha>yah al-Math{lab Fi< Dira>yat al-Mazhab, lalu al-Ghaza>li<

Page 109: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

94 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

sekarang ini, setelah melalui modifikasi dan perkembangan selama 13

abad lamanya, bermunculan buku-buku us}u>l al-fiqh yang metodologi

penulisannya menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu seperti

pendekatan yang memudahkan para penuntut ilmu atau yang

menekankan pada penelitian ataupun cenderung kepada studi

komparatif ataupun yang cenderung mengambil fungsi awal us}u>l al-

fiqh digunakan untuk memahami Al-Qur’an dan hadis.

‘Ali< Jum‘ah mengkritisi beberapa permasalahan yang muncul

dalam ilmu us}u>l fiqh. ‘Ali< Jum‘ah menyatakan suatu hal yang aneh

jika seseorang yang menguasai us}u>l al-fiqh dan fiqh secara bersamaan,

akan tetapi hanya menguasai dalam pengajaran saja, dan hanya

mengetahui fiqh dalam lingkup ruang materi pelajaran saja. Sebagaian

besar karya-karya us}u>l al-fiqh telah membawa seseorang jauh dari

tujuan mempelajari us}u>l al-fiqh itu sendiri, dan lebih banyak condong

mendorong seseorang untuk menjadikannya sebagai tujuan dari

memperkaya materi pelajaran itu sendiri, yaitu untuk menambah gelar

bagi yang mengajar us}u>l al-fiqh sebagai ulama us}u>l.58

Oleh karenanya

menurut ‘Ali< Jum‘ah perlunya tinjauan ulang kembali us}u>l al-fiqh agar

lebih terarah sebagaimana semestinya tujuan dari mempelajari us}u>l al-

fiqh itu sendiri dan memaksimalkan peran us}u>l al-fiqh dalam

menyelesaikan permasalahan kontemporer. Sebagaimana diantaranya

penulisan ulang secara metodologis dan sistematis penulisan agar

(505 H) yang menyempurnakan apa yang telah dimulai gurunya Ima>m

al-Harama>in, lalu pada gilirannya disusun secara sistematis oleh Fak{hr

al-Ra>zi< (606 H) dan al-A<midi< (631 H), keduanya , menggunakan

metode tahq{i<q al-masalah. Kemudian dari ulama Malikiyah

dikembangkan oleh al-Qara>fi@ (687 H) dalam karyanya al-Tanqiha>t.

Disisi lain, ulama Hanifiyah seperti Abu> Mansu>r al-Maturidi< (333 H),

Abu> Hasan al-Kara>kh{i< (340 H), Abu> Bakar al-Jas{a>h, Abu> Zayd al-

Dabu>si< ( 430 H) Abu> Yusr al-Bazdawi< (482 H) telah menyusun us}u>l

fiqh dengan metodologi sendiri. Disamping itu, terdapat ulama

mutakhiri@n yang menulis us}u>l fiqh dengan menggabungkan dua

metodologi diatas seperti al-Subki, ibn Qayim, Al-Sha>tibi<, al-

Shawka>ni>, dan lainnya. Lihat: ‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Usu>l al-Fiqh, 5- 9. 58

‘Ali< Jum‘ah, A<liya>t al-Ijtiha>d, 61.

Page 110: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

95 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

dapat disesuaikan dengan konteks saat ini dengan dikemas dengan

bahasa-bahasa kekinian agar mudah dipahami.

Studi usu>l fiqih konvensional masih berputar pada pendekatan

doktriner normative. Hal ini diakibatkan hukum Islam masih sangat

didominasi oleh model penarikannya yang diderivasikan dari wahyu

saja sedangkan realitas sosial yang hidup dan berlaku dimasyarakat

kurang mendapatkan perhatian yang memadai dan tempat yang

proposional dalam kerangka metodologi hukum Islam.59

Hal tersebut

sebagaimana dilontarkan oleh Muhammad Sa‘i<d al-Ashma>wi>, bahwa

pembedaan antara agama sebagai ide murni dan sebagai pemikiran

untuk menguraikan ide murni tersebut. Agama sebagai suatu ide atau

sistem ide dan kepercayaan bersifat ketuhanan tidak dapat diletakkan

dalam konteks kemanusiaan. Sementara pemikiran keagamaan adalah

produk manusia dan berkaitan dengan masyarakat tidak dapat

dipisahkan dari realitas sosial tertentu dan sejarah masyarakat60

,

Pandangan hampir serupa juga dikemukakan Kha>lid Abu> Sulai<ma>n,61

Fazlur Rahman62

dan ‘Abd al-Hami<d Abu> Sulai<ma>n63

. Dilihat dari

orientasi utama dalam kajian usu>l al-fiqh sebagaimana dikatakan T{a>hir

Ibn Ashu>r. Betapa besar dalam persoalan usu>l al-fiqh tidaklah

59

Dalam hal ini, Imam al-Sha>tibi sebagaimana dikuti al-Ja>biri<

menyatakan bahwa epistomologi ilmu usu>l fiqh yang telah ada sebelumnya

mempunyai kekurangan karena hanya berputar pada mengutak-atik teks teks

untuk mendapatkan kebenaran bayani. Abid Ali Al-Jabiri<, Bunyah al-‘Aq{l wa al-‘Arabi<, Dira>sah Tahliliyah Naqdiyah Li al-Niza>mi al-Ma’rifah al-Thaqafah al-A’rabiyah (Beirut: al-Markaz al-Thaqa>fi al-‘Arabi<, 1993), 540.

60Muhammad Sa’i<d al-Ashma>wi, <Us}u>l al-Shari<’ah (Beirut: Da>r al-Iqra,

1983), 24. 61

Kha>led Abu> al-Fad{l mengajak untuk melakukan pembongkaran-

pembongkaran terhadap otoritarianisme dalam hukum Islam. Kha>led Abu> al-

Fad{l Speaking In God’s Name: Islamic Law, Authority and Women, 18. 62

Fazlur Rahman, Islam and Modernity Transformation of An Intellectual Tradition (Chicago: The University of Chichago Press, 1996), 7.

63Abd al-Hami<d Abu> Sulayma>n, Towards An Islamic Theory of

International Relation: Directions For Methodology and Thought (Virginia:

The International of Islamic Thought, 1993), 64.

Page 111: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

96 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

berorientasi pada pelayanan hikmah shar‘i > dan tujuannya tapi

orientasinya berputar pada penarikan hukum dari lafal shar‘i<.64

Sebenarnya geliat ide pembaharuan marak dilakukan para

sarjana dalam bidang usu>l al-fiqh, diantaranya Rifa>'at al-T{ahta>wi<,

Meskipun secara umum pembaharuan bersifat umum untuk semua

cabang ilmu melalui bukunya yang fenomenal al-Qa>ul sadi<d fi< Tajdi<d wa Taqli<d.65

Sedangkan untuk pembaharuan ilmu usu>l al-fiqh di era

kontemporer saat ini, beberapa ulama telah mewacanakan

permasalahan ini lebih mendalam seperti yang diwacanakan oleh

H{asan Tura>bi<, Jama>l al-Di<n al-‘At}iyah, Muhammad Sali<m al-‘Awa>,

T{aha> Ja>bir Al-‘Alwa>ni, Amr al-T{ala>bi< dan lain sebagainya.

H{asan T{urabi< misalnya, menghendaki reformasi total dalam

penggalian hukum Islam dalam hal ini usu>l al-fiqh. Ia menganggap

bahwa usu>l al-fiqh saat ini sudah tidak relevan dengan perkembangan

zaman. Baginya, usu>l al-fiqh klasik merupakan jawaban terhadap

problematika umat yang berkembang pada saat itu yang masih sangat

sederhana. Sementara permasalahan kontemporer semakin luas dan

sangat kompleks. Jika memang ilmu usu>l al-fiqh adalah jawaban atas

realitas sosial kemasyarakatan yang dipengaruhi ruang dan waktu,

maka untuk menjawab berbagai tantangan yang terus meluas

dibutuhkan usu>l al-fiqh yang lebih sesuai dengan perkembangan

zaman. H{asan T{urabi< juga mengajak untuk menyelesaikan

ketidakjelasan metodologis yang menimpa ilmu usu>l al-fiqh, ilmu usu>l

al-fiqh perlu direkonstruksi dengan cara menyatukan antara ilmu-ilmu

naql dengan ilmu-ilmu rasional.66

Berbeda halnya dengan Sali<m al-‘Awa> yang menginginkan agar

rekonstruksi dapat dimulai dari analisa kritis terhadap penerapan ilmu

usu>l al-fiqh tersebut. Dengan kata lain, Ia masih sepakat terhadap

kandungan ilmu usu>l al-fiqh klasik, hanya saja ketika berhadapan

dengan realita yang berbeda, maka usu>l al-fiqh harus menyesuaikan

64

Muhammad Ibn T{a>hir Ibn Ashu>r, Maqa>sid al-Sha>ri<ah al-Islamiyah

(Kairo: Da>r al-Salam, 2005), 4. 65

‘Ali< Jum‘ah, Q}{a}diyah Tajdi<d Us}u>l al-Fiqh, 4. 66

H{asan al-Tura>bi<, Tajdi<d Usu>l al-Fiqh al-Isla>mi< (Kh}arto>um: Maktabah

Da>r al-Fikr, 1980), 45-46. Lihat juga: H{asan al-Tura>bi>, Q}ad{a>ya> al-Tajdi>d Nahwa Manhaj Usu>l i (Beirut: Da>r al-Ha>di: 2000), 167-168.

Page 112: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

97 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

diri sehingga akan menghasilkan fiqh yang berbeda pula. Ilmu usu>l al-

fiqh klasik masih dapat memberikan jawaban terhadap realitas

kontemporer tanpa harus merubah bahkan menghancurkan kerangka

dasar ilmu usu>l al-fiqh itu sendiri.67

Hal senada diungkapkan, Jama>l al-Di<n al-At}iyah, dengan

memperluas lapangan ijtihad sehingga menyentuh usul al-fiqh yaitu

kaidah-kaidah dalam ilmu-ilmu usu>l al-Fiqh. Dalam hal ini, Jama>l al-

Di<n al-At}iyah memberikan kerangka dasar sebagai upaya

memformulasikan fiqh dari dua sisi. Pertama, bahwa yang

berhubungan dengan persoalan metodologis fiqh harus dibangun

dengan tradisi Islam yang ada selama ini. Artinya fiqh tidak usah

menggunakan pendekatan lain dari luar Islam. Kedua yang berkenaan

dengan teori inti fiqh dimana fiqh harus dilihat secara objektif dan

dinamis.68

Sedangkan menurut ‘Ali< Jum‘ah merespon pembaharuan ilmu

usu>l fiqh ini, bahwa sebagai metodologi dalam kajian hukum Islam,

us}u>l al-fiqh merupakan cabang ilmu yang didalamnya berkaitan dengan

bahasa arab, ilmu kalam dan fiqh.69

us}u>l al-fiqh sebagai disiplin yang

mengkaji hukum bukan hanya mempelajari masalah hukum dan

legimitasi dalam suatu konteks sosial melainkan juga melihat

persoalan hukum sebagai masalah epistimologis. Dengan kata lain,

us}u>l al-fiqh tidak hanya berisi mengananlisa argumen dan penalaran

hukum belaka, tetapi juga terdapat pembicaraan mengenai logika

formal, teori linguistik dan epistimologi hukum.70

Diantara masalah yang perlu dikaji ulang adalah penyederhanaan

bahasa terutama didalam membuat definisi tidak terlalu membesarkan

masalah yang diperselisihkan ulama, membuang masalah yang tidak

ada kaitannya dengan usu>l al-fiqh, seperti beberapa masalah tentang

bahasa, ilmu kalam filsafat, mustalah hadith dan mengaplikasikan

setiap masalah yang dibahas dengan contoh-contoh konkrit yang

67

Muhammad Sali<m Al-Awa>, Al-Isla>mi< Fi< al-T{ari<q al-Tajdi<d (Beirut:

Maktab al-Isla>mi<, 1998), 22. 68

Jama>l al-Di<n al-At}iyah, Tajdi<d al-Fiqh al-Islami<, (Damaskus: Da>r al-

Fikr, 2000), 9. 69

‘Ali< Jum‘ah, Q}{ad{iyah Tajdi<d Usu>l al-Fiqh, 19. 70

‘Ali< Jum‘ah, A<liya>t al-Ijtiha>d, 61.

Page 113: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

98 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

dibutuhkan masyarakat serta berusaha menggunakannya untuk

memahami Al-Qur’an dan hadis yang merupakan tujuan utama dari

ilmu usu>l al-fiqh itu sendiri.71

Pada dasarnya, ‘Ali< Jum‘ah sendiri cenderung sepakat dengan

rekonstruksi ilmu usu>l al-fiqh. Hanya saja Ia memberikan beberapa

catatan, diantaranya adalah:

Perlu dibukukannya ilmu usu>l al-fiqh sesuai dengan susunan

dan model pembukuan kontemporer.

Usu>l al-fiqh juga perlu dipermudah dan disederhanakan dengan

menghindari berbagai perdebatan lafaz ulama klasik yang

kiranya tidak berpengaruh pada penetapan hukum.

Terkadang apa yang dikehendaki ulama salaf tidak dapat

dipahami oleh khalaf. Untuk itu, perlu dibentuk mu‘jam must}alaha>t us}u>liyyah yang dapat menerangkan secara jelas

mengenai berbagai definisi dan persoalan usu>l lainnya.

Begitu pula, sedapat mungkin ilmu usu>l al-fiqh dapat

mengambil pelajaran dari metodologi ilmu sosiologi, dan

demikian juga sebaliknya, ilmu sosiologi dapat mengambil

pelajaran dari metodologi ilmu usu>l al-fiqh.

Sementara dari segi kandungan ilmu usu>l al-fiqh dapat diadakan

kajian ulang sebagai berikut: Petama, Memasukkan ilmu maqa>s}id, ilmu

qawa>‘id, furuq dan al-takhri>j dalam ilmu usu>l al-fiqh supaya lebih

kelihatan dalam tataran praktis. Kedua, Membuang al-dakhil.

Maksudnya adalah menghindari kajian yang tidak berkaitan erat

dengan ilmu usu>l. Ilmu lain yang berkaitan dengan ilmu usu>l dapat

dibukukan secara independen seperti ilmu kalam, logika dan ilmu

bahasa. Ketiga, Membuat daftar isi yang jelas agar dalam berinteraksi

dengan ilmu usu>l al-fiqh semakin mudah. Keempat, Menyusun kembali

ilmu usu>l al-fiqh secara sederhana setelah membuang al-da>kh}il.

Menerangkan perbedaan pendapat dari ulama usu>l serta

mencantumkan pendapat yang dianggap paling ra>jih.

Selain itu, pengembangkan dari tema kandungan ilmu usu>l al-

fiqh sebagaimana berikut:

71

‘Ali< Jum‘ah, A<liya>t al-Ijtiha>d, 48.

Page 114: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

99 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Pertama, Menerangkan inti-inti dari pembahasan yang perlu

digunakan dan mengeluarkan permasalahan furu>’iyah (takhri<j al furu>’), mengkaitkan dengan kaidah fiqhiyyah dan disertakan keterangan

mengenai manfaat yang dapat diambil dari berbagai perbedaan

pendapat tersebut. Kedua, Menjadikan maqa>s}id shar‘iyah sebagai

sandaran dalam fatwa. Ketiga, Mengembangkan dan mengkaji kembali

sumber-sumber hukum dan metodologi yang perlu digunakan

(mas}a>dir-mana>hij-adawa>t). Keempat, ijma>‘ dan ijtihad dirubah dalam

bentuk lembaga-lembaga formal. Kelima, Menggunakan metodologi

ilmu usu>l al-fiqh dalam ilmu-ilmu sosial. Keenam, Menggunakan

metodologi ilmu-ilmu sosial dalam ilmu usu>l al-fiqh. Ketujuh, Memanfaatkan berbagai cabang ilmu baru yang dapat membantu

dalam pengembangan ilmu usu>l al-fiqh.72

Berdasarkan pengamatan penulis, disini dapat disimpulkan

bahwa ‘Ali< Jum‘ah dalam pendapatnya terkait pembaharuan cenderung

pada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh para ulama klasik.

Hanya saja pembaharuan lebih pada format dan isi usu<l al-fiqh yang

dirasa perlu lebih dipermudah pada zaman kontemporer saat ini. Di

lain sisi, yang tak kalah menarik dari ‘Ali< Jum‘ah mengenai fenomena

pembaharuan us}u>l al-fiqh adalah kritikannya terhadap sarjana

pengusung teori pembaharuan us}u>l al-fiqh semisal H}asan al-Tura>bi<,

Jama>l al-Di<n al-‘At}iyah dan Sali<m al-‘Awa>.

‘Ali< Jum‘ah mengkritik bahwa apa yang dilontarkan al-Tura>bi<

hanya sebatas wacana dan tidak menyentuh rekonstruksi dalam usu>l al-

fiqh sama sekali. Terdapat inkonsistensi antara konsep dan

implementasi, karena H{asan al-T{urabi< tidak menjelaskan tema mana

saja yang sudah tidak sesuai dengan konteks kekinian dan juga tema

apa yang perlu ditambahkan agar lebih sesuai dengan situasi dan

kondisi. Konsep pembaharuan yang Ia wacanakan hanya ingin

membebaskan kerangka berfikir dari keterikatan oleh nas}s} tapi pada

nyatanya banyak kebijakan-kebijakan H{asan al-T{ura>bi< sebagai politisi

dan posisinya dipemerintahan yang terksesan tektualis seperti

kebijakannya tidak membolehkan perempuan menduduki jabatan

publik.

72

‘Ali< Jum‘ah, Q}{ad{iyah Tajdi<d Usu>l al-Fiqh, 53.

Page 115: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

100 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Lalu, menanggapi Jama>l al-Di<n al-At}iyah, meskipun sependapat

dalam wacana pembaharuan usu>l al-fiqh dari segi format dan isi

kandungan, tapi tak lepas kritikan dari ‘Ali< Jum‘ah, bahwa Jama>l al-

Di<n al-At}iyah mengupayakan langkah pembaharuan terlalu jauh dan

telalu sulit diimplementasikan dan terkesan untuk tidak menganjurkan

penghormatan pada manhaj para usuli<, tetapi lebih mencoba untuk

menggiring ke arah konflik pemikiran diantara para intelektual. ‘Ali<

Jum‘ah menambahkan bahwa betapapun seriusnya para ulama dalam

upaya pembaharuan terhadap ilmu usu>l al-fiqh, namun tidak mampu

keluar dari prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh para ulama

sebelumnya.

b. Idra>k Al-Wa>q{i>‘ dalam Teori Ifta>’ Muncul adagium masyhur dikalangan para sarjana hukum Islam

‚yajibu ala> al-mufti< an yudrika al-wa>qi<‘‛ dalam hal ini menurut ‘Ali<

Jum‘ah teoritis dalam Ifta> (penyimpulan hukum) merupakan poros

usu>l al-fiqh yang menuntut pemahaman terhadap realitas sebagai unsur

paling pokok. Fatwa tidak akan menghasilkan hukum yang adaptable

sesuai zaman kecuali didasarkan pada pemahaman yang benar terhadap

suatu kejadian atau permasalahan yang dimintakan fatwanya atau

hukumnya. Dalam hal ini perlunya pemahaman yang komprehensif

terhadap semua sisi realitas.73

Hubungan antara teori hukum dan

realitas merupakan salah satu materi pokok dalam diskursus hukum

Islam. Terkadang, dampak perubahan yang begitu besar dapat

mempengaruhi bangunan teori, sehingga memunculkan suatu konsep

baru dalam falsafat hukum Islam.74

Dalam kata pengantar al-Muwa>faqa>t, ‘Abd Alla>h Dara>z

mengungkapkan bahwa dampak yang diberikan oleh perubahan realitas

menghasilkan perbedaan hasil pemikiran hukum. Terkadang, begitu

besarnya efek yang ditimbulkan juga akan mempengaruhi bangunan

73

‘Ali< Jum‘ah, Us}u>l al-Fiqh wa Ala>qatuhu Bi al-Falsafah. 40. Lihat

juga: ‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Ushu>l al-Fiqh, 206. 74

Muh}ammad Kha>lid Mas‘}u>d, Shat{ibi’s Philoshophy of Islamic Law

(Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 1995), 1.; Majid Khadduri, ‚From

Religion to Natural Law,‛ dalam J.H Thomson & R.D. Reischauer, (eds.),

Modernization of the Arab World (Princeton: Nostrand, 1966), 38.

Page 116: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

101 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

metodologi,75

sehingga para us}u>li< (khususnya ulama kontemporer)

mencoba menelaah kembali dan merekontruksi ulang bangunan

metodologi hukum guna menciptakan produk hukum yang signifikan

dan relevan.

Bagi ‘Ali< Jum‘ah, memahami realitas adalah permasalahan akhir

yang terdapat dalam teori ifta>‘ dan berhubungan dengan prosesi

pemberian fatwa itu sendiri. Dalam literatur usu>l al-fiqh,

pembahasannya diletakkan setelah seorang us}uli> paham cara

menyelesaikan kontradiksi antar nas}s} dan paham maqa>s}id shari<’ah.

Para usu>li< generasi awal tidak memaparkan pembahasan ini dalam

paparan yang luas bagaimana memahami konteks. Jelaslah bahwa hal

ini, dikatakan sesautu yang tertinggal dalam kecakapan amaliah

personal, dan para usu>li< tidak menganggap perlu untuk menuliskanya

dalam sebuah karya, dengan pertimbangan bahwa hal itu sudah

dipelajari langsung secara individual-mandiri mereka masing-masing.76

Secara garis besar, ‘Ali< Jum‘ah membagi tiga poin yang wajib

dikuasai agar produk hukum dapat betul-betul bersifat fungsional,

yaitu kecakapan dalam memahami nas}s} (idra>k al-nus}u>s}), memahami

realitas (idra>k al-wa>qi’), dan kemampuan menghubungkan antara nas}s}

yang mutlak dengan kejadian yang relatif.77

Hal senada diungkapkan

pula oleh Ibn al-Qayyim yang mengemukakan bahwa fatwa ditetapkan

setelah mujtahid atau ahli fatwa melewati dua proses analisa, yaitu

analisa terhadap realitas (fahm alwa>qi‘) dan analisa terhadap nas}s}

(fahm al-wa>jib fi> al-wa>qi‘).78 Maka dari itu, pemahaman manusia

terhadap realitas tentu berbeda-beda sesuai zaman dan informasi yang

diperoleh. Dengan memahami realitas suatu yang berkembang, ahli

istinba>t} akan lebih berhati-hati dalam mengeluarkan hukum dan

meletakkan hukum yang adaptable sesuai kebutuhan.

Menurut ‘Ali< Jum‘ah, realitas adalah segala hal yang pasti

dihadapi oleh manusia dengan panca inderanya yang normal. Dengan

75

Lihat pengantar ‘Abd Alla>h Dara>z dalam al-Sha>t}ibi<, al-Muwa>faqa>t fi Us}u>l al-Shari>‘ah (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmi<yah, tt), 5.

76‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Usu>l al-Fiqh, 133.

77‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Usu>l al-Fiqh, 133.

78Ibn Qayyim al-Jawzi>, I‘la>m al-Muwa>qi‘i>n ‘an Rabb al-‘Ala>mi>n,

(Dammam: Da>r Ibn al-Jawziyyah, 2002), Vol. 4, 337.

Page 117: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

102 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

pemaknaan ini, maka antara nabi Adam As dengan manusia modern

normal saat ini adalah sama. Dalam setiap perubahan masa, ruang dan

waktu dan orang, manusia menemukan kebenaran baru yang

bersebrangan dengan realita sebelumnya atau bahkan memperkuat

kenyataan sebelumnya. Dengan demikian maka nas}s} shar‘ dalam

k}hita>b Allah untuk semua orang sejalan dengan realita yang ada.79

Yu>suf al-Qara>d}a>wi<> mengungkapkan bahwa fatwa merupakan

solusi terbaik bagi para mujtahid dalam menjawab masalah-masalah

aktual umat Islam. Namun, sebelum mengeluarkan fatwa, seorang

mufti atau ahli fatwa terlebih dahulu wajib memahami hakikat realitas

yang melatarbelakangi terjadinya sebuah kasus hukum.80

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu aspek

terpenting yang harus diketahui dan dipahami oleh seseorang yang

hendak mengeluarkan fatwa adalah pemahaman terhadap realita agar

hukum yang dikeluarkan adaptable sesuai tuntunan zaman. Maka

realita harus dilihat dari segala seperti aspek sosial, budaya, ekonomi

politik, dan lain sebagainya yang kemudian dihubungkan pada nass

untuk memahami itu semua. Dalam hal ini, ‘Ali< Jum‘ah

memperlihatkan wajah baru pada istinba>t hukum (teori ifta>) dalam

mengkaji permasalahan, dan tentu permasalahan tersebut harus

dipahami secara komprehensif. ‘Ali< Jum‘ah memetakan subjek kajian

usu>l al-fiqh dalam 3 kelompok besar: Pertama, teori hujiyyah, thubu>t dan dalalah dapat dirangkum dalam satu wadah dengan sebutan

"pemahaman". Kedua, teori q{at}‘i>-z}anni<, Qiya>s dan teori istidla>l ditampung dalam satu wadah dengan sebutan ‚menyelesaikan

kontradiksi dengan tarji<h‛. Demikian pula, teori ijtihad, fatwa dan

maqa>sh}id, semuanya harus dipahami sebagai teori yang saling

melengkapi, bukan sebagai teori yang terpisah-pisah. Bahkan, teori-

teori ini ibarat jaring yang tali-talinya saling bertautan sehingga

membentuk pola pikir seorang faqih dan usuli, pada saat yang sama

akan berproses membentuk daya nalarnya sebagai seorang mujtahid.

Dan Ketiga, yaitu fatwa> dan mufti<’ atau peneliti sesuai sebutan zaman

79

‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Usu>l al-Fiqh, 134 80

Yu>suf al-Qara>d}a>wi>, Al-Fatwa> Bayna al-Ind{iba>t} wa al-Tasayyub

(Beiru>t: al-Maktab al- Isla>mi>, 1995), 67.

Page 118: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

103 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

sekarang. Dan poin ketiga ini menjadi poin inti dari pembahasan pada

sub judul ini.81

Selengkapnya, ketiga kelompok besar ini penulis jabarkan dalam

tujuh teori yang diusung ‘Ali< Jum‘ah dalam membahas mengenai

bagaimana kerangka berfkir para ulama usu>l al-fiqh dalam beristinba>t

sehingga sampai pada sebuah kesimpulan hukum yang adaptable.

Tujuh teori tersebut memiliki urutan yang sistematis, rasional dan

logis. Namun demikian, hal tersebut tersebut bukan sesuatu yang

sifatnya paten dengan kata lain tujuh yang dipaparkan oleh ‘Ali<

Jum‘ah ini bisa saja diintergrasikan antara teori satu dengan yang

lainnnya. Adapun ketujuh teori yang diusung ‘Ali< Jum‘ah tersebut

diantaranya:82

Pertama, teori otoritatif. Yaitu memastikan sumber otoritatif

yang mendasari suatu pemikiran dimana dalam konteks pemikiran

hukum Islam kaitannya erat dengan dasar teologis. Sumber hukum

utama dalam Islam adalah Al-Qur’an yang merupakan nas}s} (}teks)

terbebas dari penyimpangan, Sumber setelahnya yaitu sunnah yang

menjelaskan dan melengkapi apa yang tidak dijelaskan secara rinci

dalam Al-Qur’an. Dengan demikian haruslah seorang muslim meyakini

bahwa apa yang disampaikan Rasulullah dijamin terbebas dari

kekeliruan dalam penetapan shari<‘ah.

Kedua, teori otentisitas. Pada langkah selanjutnya, memastikan

otentisitas sumber otoritatif tersebut sehingga bisa dijadikan dasar

hukum. Hal ini lebih banyak diterapkan dalam kasus sunnah Rasulullah

Saw. Suatu perkataan Rasulullah Saw. (hadis) bisa disebut sunnah

ketika ia disampaikan secara lisan dari waktu ke waktu oleh para

periwayat yang adil dan terpercaya. Meski sunnah disepakati sebagai

teks yang otoritatif, namun tidak akan berguna jika ternyata tidak

benar-benar bersumber dari Rasulullah Saw. Terdapat sejumlah ilmu

bantu yang dapat digunakan untuk menuju otentisitas, yaitu -Ilm Mus}t}olah} al-Hadi<th atau ‘Ilm al-Jarh} wa al-Ta’di<l dan lainnya.

81

‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Usu>l al-Fiqh, 52-53. 82

‘Ali< Jum‘ah, Us}u>l al-Fiqh wa Ala>qatuhu Bi al-Falsafah, 34-40. Lihat

juga: ‘Ali< Jum‘ah, Al-Madkh}al Ila> Dira>sa>t al-Maza>hib al-Fiqhiyah (Kairo: Da>r

al-Sala>m, 2012), 387-390.

Page 119: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

104 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Ketiga, teori pemahaman. Setelah teks dianggap otoritatif dan

otentik menjadi sebuah dalil. Maka langkah selanjutnya bagaimana

teks tersebut untuk dipahami. Hal tersebut dapat dipahami melalui di

antaranya lewat pemahaman kebahasaan, seperti kaidah, makna

leksikal setiap kata, makna yang khas pada teks itu, hingga bercermin

kepada hukum apa yang sudah muncul dari penafsiran teks itu.

Keempat, teori qat}‘i< wa z{anni>. Setelah tahap pengambilan

hukum dilalui melalui teori otoritatif, otentik dan pemahaman pada

nas}s}. Selanjutnya, diperlukan tambahan perangkat lain dalam

memehami nas}s, seperti ijma>‘ dan lain sebagainya. Semisal ‘Ali<

Jum‘ah mendeskripsikan sebagaimana dalam kasus ayat wud}u>’. Secara

kebahasaan, dalam ayat Qs. al-Ma>idah (5): 6, Fa idha> qumtum ila> al-s}ola>t faghsilu> wuju>hakum dapat dipahami kalau wud}hu> justru

dilakukan setelah shalat. Hal ini, bukan yang dikehendaki oleh ayat ini.

Maka, peran ijma>’ ulama pada bagian ini berperan besar untuk

memastikan apakah pasti hukum yang ditelurkan dari teks itu

demikian, atau masih memiliki kemungkinan lain.

Kelima, teori analogi hukum (q{iya>s). Tidak semua hukum

disebutkan secara eksplisit maupun implisit dalam nas}s}. Bagaimana

jika ada permasalahan yang membutuhkan status hukum, sementara

teks tidak ada yang berbicara soal itu. Solusinya, teks yang hadir pada

suatu zaman tertentu itu, bisa menjadi analogi untuk permasalahan-

permasalahan lain yang memiliki ‘illat hukum yang sama sehingga bisa

memiliki kesamaan dasar hukum.

Keenam, teori al-istidla>l. Mungkin, hanya dua sumber itu (Al-

Qur’an dan Sunnah) yang disepakati ulama sebagai dalil yang absah

dalam istinba>t hukum. Namun, terdapat sumber lain yang

memungkinkan untuk menempati posisi keduanya, meski masih

menjadi perdebatan diantara para ulama. Seperti ‘urf, ‘a>dat, Qawl al-S}aha>bi<, hingga hukum yang sudah ada sebelum muncul khazanah

hukum Islam. Dengan segala perdebatan yang ada soal keabsahannya,

setidaknya sumber yang mendukung tersebut dapat menjadi

pertimbangan sebagai referensi pengambilan hukum, paling tidak

untuk mendukung kedua dalil yang otoritatif tadi.

Ketujuh, teori Ifta> (penyampaian fatwa). Teori pada dasarnya

menjadi inti dari pembahasan sub bab pada teori dalam usu>l fiqh.

Page 120: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

105 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Dalam khazanah hukum Islam, dalam satu topik tertentu tidak

memiliki hukum yang tunggal. Kadang, hukumnya beragam. Di antara

keputusan hukum itu, ada yang kedudukannya kuat, ada juga yang

lemah. Berkaitan dengan hal ini, ulama usu>l al-fiqh memiliki

kedudukan yang disebut mufti< (pemberi fatwa). Seorang mufti dapat

memutuskan hukum yang berbeda untuk permasalahan yang sama,

karena objek hukum yang memintanya (mustafti<) juga berbeda

kondisinya.

Untuk mewujudkan hal itu, mufti perlu mempertimbangkan

banyak aspek, seperti sisi maqa>s}id al-shari<‘ah hingga apakah ada dalil

yang saling bertentangan soal hukum itu sehingga perlu dipilah mana

dalil yang bisa digunakan karena lebih kuat dan mana yang tidak (al-ta’a>rud{ wa al-tarji<h). Semuanya dalam tataran agar tujuan shari<‘ah

tercapai, dan tidak berkurang nilai hukum itu karena tidak atau kurang

berfungsi hukum itu kepada objeknya.

Tegasnya, seorang ahli istinba>t ketika Ia menguasai hujjah

bagaimanapun Ia harus tahu kondisi secara riil dalam mewujudkan

maq{a>sid al-shari<‘ah ataupun menghilangkan kontradiksi dengan tarjih<,

ataupun kontekstualisasi wahyu terhadap realitas. Hal ini ni semua

yang melatarbelakangi terbentuknya naz}ariyat ifta> (teori fatwa) yang

mana mempunyai konsekuensi lain, yaitu persyaratan apa saja yang

harus dipenuhi oleh seorang peneliti atau mujtahid, dan seperti apakah

orangnya sehingga d\apat memberikan fatwa? Jawabnya adalah orang

yang mampu memahami realitas, paham terhadap nas shara', dan juga

paham bagaimana kontekstualisasi nass terhadap realitas itu sendiri.

Inilah hakikat seorang mujtahid.83

Bagi ‘Ali< Jum‘ah seorang mujtahid dalam memahami sebuah

hukum dalam syariat Islam, diperlukan kepahaman terhadap realita

dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi, diantaranya: ‘A‘la>m al-Ahda>th (instrumen peristiwa), ‘A‘la>m al-Ashh}a>s (instrumen

personal), ‘A‘la>m al-Afka>r (instrumen pemikiran) dan ‘A‘la>m al-Ashya’ (instrumen objek). Agar sampai pada pemahaman yang tepat

akan suatu realitas, perlunya memahami faktor-faktor tersebut yang

83

‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Usu>l al-Fiqh, 52-53.

Page 121: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

106 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

kesemuanya saling berkaitan juga selalu berubah. Firman Allah Swt.

‚Setiap waktu Dia dalam kesibukan‛ QS. Ar-Rahma>n (55): 29.

‘A<’lam Ashya’ (Objek Benda) dalam memahami objek benda,

maka seseorang membutuhkan sebuah metodologi. Tentu metodologi

ini tidak dibiarkan liar tanpa adanya batasan dan harus dipahami

dengan ketentuan-ketentuan berikut:

Batasan Pertama: Syariat tidak memberikan batasan apapun

terhadap riset ilmiah. Syariat memberikan cakrawala manusia seluas-

luasnya dalam berpikir dari yang kecil sampai paling terbesar terhadap

apa saja yang terdapat pada alam semesta. Allah menginsyaratkan

secara umum akan hal ini, sebagaimana firman-Nya, ‚Katakanlah:, ‚Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?‛ Sesungguhnya orang yang berakal yang dapat

menerima pelajaran‛ Qs. al-Zumar (39): 9. Dalam kata ‚ilm‛ pada ayat

diatas, megindikasikan bahwa ilmu shara‘ dan ilmu alam berada dalam

satu tingkat dalam hasil yang disimpulkan dari dua ilmu tersebut, yaitu

memberi manfaat bukan mendatangkan mud}arat.

Hal tersebut ditegaskan bahwa Al-Qur’an mengangkat derajat

para ulama (ilmuwan) dengan dominasi takutnya mereka kepada Allah.

Allah berfirman ‚sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaya, hanya ulama‛ Qs. Fa>th}i<r (35); 28. Kata ulama disini

merupakan muba>lagah (hiperbola) tidak seperti isim fa>‘il sebagaimana

kata a>lim, dalam firman ‚Wa Fau>q dzi< ilmin ‘ali<m‛ (dan tiap-tiap

orang yang berpengetahuan itu adalagi yang maha mengetahui).

Batasan Kedua: Ketika seorang muslim keluar dari ranah

keilmuan teoritis menuju penerapan eksperimen, maka Ia harus tetap

terikat dengan syariat-Nya yang berupa perintah dan larangan-Nya

begitupula nilai-nilai moral yang terdapat pada syariat-Nya. Tidak

boleh membenturkan apa yang telah digariskan metode ilahi dan

dengan penelitian untuk merusak kehidupan. Sebagaimana Allah

mengarahkan pada manusia kepada syariat dan mengajak pada

kemaslahatan dan kebahagian.

Batasan Ketiga: Menghindari mentalitas menyimpang dalam

ranah apapun. Karena pemikiran seperti ini tidak dapat menghadirkan

dalil apapun yang tepat untuk membuktikan kasus ataupun masalah

yang dihadapinya, tidak mengikuti metodologi yang jelas dan terukur

Page 122: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

107 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

dalam berinteraksi dengan realitas, tidak pula berpedoman pada

sumber pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Mentalitas

seperti biasanya berupa cara pandang acak dan pembinasaan. Seperti

konsep intiha>r (bunuh diri), inhisa>r (terpesona), in‘iza>l (ekslusifitas)

igtira>r (kepuasan nafsu). Semua pandangan ini jelas ditolak.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama,

metode yang benar, dalam kaitannya dengan pemahaman terhadap

realitas adalah metode yang menghormati sumber-sumber hukum

Islam, mempertajam kehujjahannya dengan cara menautkan dengan

realitas, instrumen-instrumen untuk memahami seperti qat}‘i> dan z}anni>, mana yang tetap dan mana yang berubah, metode qiya>s, tarji<h

manakala terjadi kontradiksi, cakupan seorang mujtahid tidak boleh

keluar dari hal tersebut dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

seorang mujtahid.

Kedua, metode yang dimaksud juga harus meletakkan perspektif

umum yang suatu prosedur dapat dikonkretkan. Perspektif menyeluruh

inilah yang dapat disebut sebagai epistimologi seperti yang telah

disinggung sebelumnya. Adapun prosedur yang dimaksud adalah

metodologi penelitian yang seing dijumpai pada usu>li<. Atribut usu>l al-

fiqh sebagai sebuah metode ilmiah tersebut dapat dilihat dari makna

dan pengertian terminologisnya. Al-Ba>id{a>wi<84

misalnya, mengartikan

ilmu usu>l al-fiqh dengan "pengetahuan atas dalil-dalil fiqh secara

umum dan langkah-langkah prosedural pengambilan faedah dari dalil-

dalil tersebut, serta keadaan peneliti". Fakhr al-Di<n al-Ra>zi<85

menjelaskan pengertian usu>l al-fiqh dengan: "rangkaian metode fiqh

secara umum dan langkah- langkah prosedural penelitian, serta

keadaan peneliti".

Maksudnya membahas sumber-sumber data dala riset fiqih

kemudian langkah-langkah riset berkut tahapan-tahapannya, kemudian

juga membahas syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku istinba>t,

tegasnya ini adalah tiga rukun yang nantinya dijadikan metode ilmiah

84

Muhammad ibn al-H}asan Al-Badakhshi<, Mana>hil al-Uqu>l: Syarh} al-Badakhsi< wa ma‘ahu Niha >yat al-Su>l li al-Asna>wi (Kairo: Maktabah al-

Azhariyyah Li al-Tura>th, ttp), 13-17. 85

Fakhr al-Di<n Al-Ra>zi<, Al-Mahsu>l, ed. Thaha Jabir al Fayya>d al-

‘Alwa>ni< (Kairo: Mu’assasah al-Risalah, ttp), 80.

Page 123: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

108 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

seperti Roger Bacon: dalam tiga kelompok besar sumber, cara dan

pelaku.86

3. Kedudukan Perempuan Perspektif Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dan

Distingsi di Tengah Pemikir Lain

Pada bab II yang lalu berkaitan dengan relasi gender penulis

telah memaparkan gambaran tentang dinamika permasalahan

perempuan yang muncul seiring berkembangnya zaman. Pada sub judul

ini, penulis akan memaparkan relasi gender perspektif pemikiran ‘Ali<

Jum‘ah dan tanggapannya terhadap fenomena tersebut serta persamaan

dan perbedaannya dengan para kaum tokoh emansipasi wanita.

Menurut ‘Ali< Jum‘ah, dalam konteks historis pada masyarakat

pra-Islam, posisi perempuan dianggap amat sangat rendah. Struktur

sosial masyarakat dalam semua perdaban kuno memberikan status

wanita sebagai sesuatu amat hina dan penuh dengan penindasan. Baik

itu peradaban Yunani Kuno, Eropa Kuno, Romawi Kuno bahkan

hingga Arab sebelum Islam. Seperti halnya Yunani kuno yang

menganggap bahwa wanita layaknya pohon beracun. Juga masyarakat

Persia boleh menikahi perempuan siapa saja tanpa pengecualian atau

orang yahudi menganggap wanita hai<d najis sehingga diperbolehkan

untuk dijual dan lain peradaban kuno lainnya yang penuh dengan

kekejian.87

Lebih lanjut menurut ‘Ali< Jum‘ah, dalam masyarakat pra-Islam

struktur masyarakat kesukuan adalah patriarkis dan secara umum

perempuan diberi status yang jauh sangat rendah. Semisal para janda

dari bapaknya dapat diwarisi. Al-Qur’an melarang praktik ini dimana

kasus persoalan perempuan seperti ini banyak ditemukan di zaman

jahiliyah. Menurut ‘Ali< Jum‘ah bila hukum Islam yang sebagian besar

sumbernya merupakan wahyu dan pemberian contohnya lewat praktik

86

Lynn Thorndike, Roger Bacon and Experimental Method in the

Middle Ages, dalam The Philosophical Review, Vol. 23, No. 3 (May, 1914),

281. Diakses di https://www.jstor.org/stable/2178622 diakses pada 27

Oktober 2019. Lihat juga: ‘Ali< Jum‘ah, Ta>ri>kh Ushu>l al-Fiqh, 138. 87

‘Ali> Jum‘ah, Al-Mar'ah Ba>ina Ins}h>af al-Isla>m wa Shubha>t Al-Akha>r, (Kairo: Wiza>ra>t al-Awqa>f al-Majlis al-’A‘la> Li al-Shuu>n al-Isla>miyah, 2006), 9.

Page 124: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

109 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

nabi (sunnah) dilihat dari konteks praktek kaum jahiliah maka tampak

bahwa hukum Islam merupakan sebuah revolusi. Melalui ayat-ayat Al-

Qur'an meningkatkan status sosial perempuan dan meletakkan norma-

norma yang jelas sebagai penentangan terhadap adat kebiasaan.88

Dalam dunia Islam memasuki era modern yang ditandai dengan

adanya kontak adanya budaya timur dan Barat. Seiring dengan kontak

ini turut pula berkembang pemikiran tentang perempuan. Begitupula

para pemikir Islam tentang perempuan di dunia Islam terus

berkembang. Merespon fenomena tersebut, tokoh reformis Mesir,

Muhammad Abduh yang hidup dalam masyarakat muslim yang sedang

bersentuhan dengan perekmbangan yang dicapai oleh Eropa,

menekankan pentingnya anak-anak perempuan dan kaum wanita

mendapatkan pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi,

supaya mereka mengerti hak-hak dan tanggung-jawabnya sebagai

seorang Muslimah dalam pembangunan Umat.

Pandangan serupa juga dinyatakan oleh H{asan al-Tura>bi<.

Menurutnya, Islam mengakui hak-hak perempuan di ranah publik,89

seperti kebebasan mengemukakan pendapat dan memilih, berdagang,

menghadiri shalat berjama'ah, ikut ke medan perang dan lain-lain.

Cendekiawan lain yang berpandangan kurang lebih sama adalah

Mahmu>d Shaltu>t90

, Sayyid Q{utb91

, Yu>suf al-Qaradawi92

, Jama>l A.

88

‘Ali> Jum‘ah, Fata>wa> Al-Mar’ah Al-Muslimah wa Rud<d ‘Ala< Shubha>t Hawla Q{ad}aya> al-Mar’ah, (Kairo: Nahd{ Mas{r, 2010), 262-263. Lihat juga:

‘Ali> Jum‘ah , Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke- 1, 399-400. ‘Ali>

Jum‘ah, Al-Mar'ah Ba>ina Ins}h>af al-Isla>m wa Shubha>t Al-Akhar, 10. 89

Peter Woodward, ‚Hasan al-Turabi‛, dalam John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, (New York: Oxford

University Press, 1995), h. 240-241 90

Mahmu>d Shaltu>t, al-Isla>m Aq{i@datun wa Shari@atun, 227. 91

Sayyid Qut{b, Tafsir< Fi< Zila>l al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Shuru>q{, 2011),

Vol. ke-. 1, 11. 92

Yu>suf al-Q{arad}a>wi<, Muslimah al-Gha>di<, (Beirut: Da>r al-Wafa>: 1995),

h. 5-10. Lihat juga: Yu>suf al-Qara>d}a>wi<, Min Hady> al-Isla>m: Fata>wa> Mu'as}irah, 255.

Page 125: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

110 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Badawi<93

, Mahmu>d Hamdi< Zaqzu>q94

dan lain sebagainya. Sudah tentu

para tokoh ini mendasari pendapatnya pada ayat-ayat Al-Qur’an dan

hadis.

Namun ada juga yang menggunakan pendekatan sekular, seperti

Qa>sim Amin, Ashgar Ali, Amina Wadud, Fatima Mernissi, Jama>l Al-

Banna> dan lain sebagainya. Qa>sim A<min95

misalnya, intelektual yang

disebut sebagai ‘bapak feminis Arab’ melalui bukunya yang

kontroversial, Tahri<r al-Mar’ah dan al-Mar'ah al-Jadidah, ia menyeru

emansipasi wanita ala Barat. Ià memerintahkan kaum perempuan

untuk membuang jauh-jauh doktrin-doktrin agama yang konon

menindas dan membelenggu perempuan, seperti perintah berjilbab,

poligami, dan lain sebagainya. Ali Ashgar menegaskan perlunya

reinterpretasi terhadap ayat-ayat yang tidak relevan dengan kondisi

man seperti perbudakan, poligami, dan kesaksian perempuan.96

Menurut Qa>sim A<min, perempuan sama dengan laki-laki tidak ada

perbedaan dilihat dari segi pemikiran, perasaan, dan kemanusiaan.

Menurut Qa>sim A<min dan Khalid Muhammad Khalid menjelaskan,

peran perempuan dalam suatu adat dapat berubah. Sejalan dengan

Qa>sim Amin, Jama>l al-Banna> yang menjadikan adat menjadi sumber

hukum Islam setelah Al-Qur’an dan sunnah, Ia mengatakan Al-Qur’an

tidak membatasi kewajiban yang harus ditutupi dalam berh}ija>b. Adat

dan kebiasaan setempat sangat berperan, maka bentuk pakaian

merupakan adat suatu bangsa menurut iklim dan negeri yang

dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Bagi al-Banna>, melalui adat yang

salah satu kategori menjadi unsur penting merupakan bagian dalam

reformasi hukum Islam tentu hal tersebut melandasi reformasi

terhadap emansipasi wanita. 97

93

Jama>l A. Bayda>wi, Gender Equity In Islam Basic Principle (Durban:

Islamic Dakwah Movement Publications, 2016), 1. 94

Mahmu>d Hamdi< Zaqzu>q, H{aq}{a>iq Isla>miyah Fi< Muwa>jaha>t Hamala>t al-Tahqi<q (Kairo: Wiza>ra>t al-Awqa>f al-Majlis al-’A‘la> Li al-Shuu>n al-

Isla>miyah, 2005), h. 81-85) 95

Qasim al-Ami<n, Tahrir al-Al-Mar’ah, 41. 96

Ali Ashgar Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, 10. 97

Jama>l Al-Banna>, Al-Mar’ah Al-Muslimah Bayna Tahri<r Al-Qur’an wa Taqyi<d al-Fuqaha> (Kairo: Da>r al-Fikr al-Isla>mi<, 1999), 184.

Page 126: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

111 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Pemikir lainnya yang merupakan perempuan seperti Amina

Wadud98

misalnya, menyatakan bahwa melalui pendekatan lingustik

mengenai relasi gender, bahwa setiap penggunaan muannath dan

mudhakkar tidak berarti pembatasan jenis kelamin. Hal ini perlu untuk

memahami keuniversalan pesan al-Qur’an pembaharuan hukum

personal Islam. Menurut Fatima Mernissi, terjadi perubahan secara

gradual atas status perempuan. Perubahan ini dirumuskan ke dalam

hukum-hukum shari<‘ah oleh fuqaha yang kemudian melarang

perempuan untuk keluar rumah. Akibatnya kondisi perempuan pasca

Nabi dapat dikatakan menjauh dari kondisi ideal.99

Fatima termasuk

seorang feminis muslim yang secara terang-terangan menggungat fiqh

klasik yang ada dan menanggap fiqh yang selama ini perlu ditafsirkan

ulang.

Seperti halnya dengan tokoh-tokoh di atas, Menurut ‘Ali<

Jum‘ah, seluruh ide tentang perempuan dalam Al-Qur’an,

dimaksudkan untuk menjunjung tinggi martabat perempuan dan

mempersamakan hak dan kewajibannya dengan laki-laki melalui

proses pembebasannya dari kungkungan adat dan kebudayaan serta

kelembagaan sosial Arab Jahiliyah. Proses pembebasan itu dapat

dikenali dengan jelas isu dalam kitab suci yang menyangkut

pengecaman dan pengutukan atas praktik-praktik Arab Jahiliyah

berkenaan dengan perempuan.100

‘Ali< Jum‘ah menyatakan kaum perempuan pada masa rasulullah

dapat dideskripsikan sebagai perempuan yang aktif tetapi tetap

terpelihara akhlaknya. Islam memberikan kebebasan yang amat besar

bagi perempuan untuk berkiprah diruang publik. Maka tidak

mengherankan dizaman nabi terdapat sejumlah perempuan yang

mempunyai kemampuan dan prestasi. Data historis menunjukkan pada

awal masa Islam perempuan diberikan kesempatan mengekspresikan

dirinya, beragumentasi, ikut hijrah, melakukan ba‘iat dan aktif dalam

98

Amina Wadud Muhsin, Wanita dalam Al-Qur’an, 12. 99

Fatima Mernissi, Women and Islam: a Historical and Theological Enquiry, 79.

100‘Ali< Jum‘ah, Al-Mar'ah Fi< al-Had}arah Al-Isla>miyah; Ba>ina Nusūs al-

Shar‘i> wa Turāth al-Fiqh wa al-Wāqiʻ al-Maʻish, 65.

Page 127: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

112 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

masalah kegiatan musyawarah.101

Pada masa nabi, perempuan dapat

berpartisipasi secara bebas dalam urusan perang yang secara ketat

merupakan wilayah yang didominasi oleh kaum laki-laki. Tokoh

muslimah penting diawal peradaban Islam antara lain adalah Siti

Khadijah istri pertama nabi Muhammad. Di dalam hadis s}ahi>h

dikisahkan bahawa Siti Khadijah adalah penasihat utama Nabi

Muhammad dan sekaligus donatur utama dalam seluruh kerja dakwah

sang suami.102

‘Ali< Jum‘ah dalam bukunya menunjukkan data historis

dimana lebih dari 50 wanita yang memerintah negara-negara Islam di

zaman yang berbeda. Para perempuan ini tidak hanya dengan istilah

khalifah, sultan, dimulainya dari Sitt al-Mulk di Mesir dinasti

Fatimiyah abad ke-5, Arwa Al-Sulayhi> dari Yaman akhir abad ke-5,

Zaenab al-Nafzaweya dari Andalus, Razeya al-Din Ratu dari New

Delhi pada pertengahan abad ke-7, Shajar al-Durr dari Mesir abad ke-7

dan lain sebagainya.103

Dalam karyanya Al-Mar'ah Ba>ina Ins}h>af al-Isla>m wa Shubha>t Al-Akha>r ‘Ali< Jum‘ah membahas pandangan nas}s} shar‘a terhadap

perempuan. Menurut ‘Ali< Jum‘ah terdapat dua benang kesimpulan

yang dapat dipahami dari pesan shar‘a, yaitu:104

Pertama, bahwa nas}s{ shar‘a menegaskan kedatangannya

bertujuan untuk menyerukan kesetaraan antara laki-laki dan

perempuan dalam pembebanan sebagai mukallaf, hak dan kewajiban.

Sebagaimana kesamaan hak dalam menerima balasan amal perbuatan,

hak sama dalam meraih prestasi, hak kesetaran warisan dan lain

sebagainya. Hal ini ditunjukkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang

menunjukkan kesetaraan keduanya, diantaranya:

101

‘Ali< Jum‘ah, Fata>wa> Al-Mar’ah Al-Muslimah wa Rud<d ‘Ala< Shubha>t Hawla Q{ad}aya> al-Mar’ah, 270.

102Jama>l Al-Banna>, Al-Mar’ah Al-Muslimah Bayna Tahri<r Al-Qur’an

wa Taqyi<d al-Fuqaha>, 9. 103

‘Ali< Jum‘ah, Al-Mar'ah Fi< al-Had}arah Al-Isla>miyah; Ba>ina Nusūs al-Shar‘i> wa Turāth al-Fiqh wa al-Wāqiʻ al-Maʻish, 65-70

104‘Ali< Jum‘ah, Al-Mar'ah Ba>ina Ins}h>af al-Isla>m wa Shubha>t Al-Akha>r,

19.

Page 128: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

113 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Qs. al-Gha>fir (40): 40105

, Qs. ‘Ali< ‘Imra>n (3): 195106

, Qs. al-Nisa>

(4): 124107

, Qs. al-Nah{l (16): 97108

, Qs. al-Nisa> (4) : 8109

.#

Kedua, wasiat untuk laki-laki agar bersikap lemah lembut

kepada wanita dan memberikan perlindungan kepada mereka dengan

penunh kasih sayang. Hal ini ditunjukkan dalam nas}s} diantaranya: Qs.

Al-Baqarah (2): 228110

, Qs. Al-Nisa> (4): 19111

, Qs. Al-Baqarah (2):

105 ح

ما ز

ننن م ننن مم ننن ح ما همح

نننزو

نننن

ا مل ىج ننناث نننا

حمنننللنننا

مع م

ننننشا م

نننلا ز

ج

ل ننن نننا

نننن مننن ىال

ن مممدخ جى

ير ث

غ يها ب ن ز

مزسق م

سابو ح

Artnya: Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga.

106 ب م مل

مك ل بعضم

ا همح

زو

م مل

مىك

او مل ام ا يعم ض م

ي ل

لوم هم م رب لم

اب ل ت ا

عضو ز

Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), ‚Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain.

107

ت م ىا ل لص

ا م ع يرج حم ق ن ه م م

ظ م

حل

جى

ن ث

مممدخ ى

احل

ما ز

م مم ح م

ا همح

زو

Artinya: Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun.

108 نز م مهم نش ى

حل

جلةن

يل ي

جن حيا ىن

حي ىمم ز

م مم ح م

ا همح

زو

ا مل ىج اث

ا م حسن

ا م

م

ن مم ع

ماه

ما ك

Artinya: Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

109ز

ق ن ح

دا ل زك ل

ا ت

ب مل ص

ال ه

مزل ا ل ن م زبمق ن ح

دا ل زك ل

ا ت ل

ب م ص

ء ه

سا

لمي حل

ن بم

ا حضج ا مفزم ةج ص

ر ه

مثح

م ى ا م

ق

Artinya: Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.

110يم ش حك

ش م

ح لم در

يه م ال

مزل حل حف عزم

ال

يه م ي ذ

ام ل

ع م لم

حل

Page 129: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

114 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

236112

, Qs. Al- Nu>r (24): 33113

, Qs. Al-Nisa> (4): 24114

. Begitu juga

berdasarkan hadis nabi yang begitu banyak mengenai perintah bersikap

lemah lembut dan kasih sayang pada perempuan diantaranya

sebagaimana diriwatkan oleh al-Tirmi<dzi bahwa nabi mewasiatkan

terhadap kaum muslimin agar berbuat baik pada perempuan di akhir

kehidupannya, dan hal itu saat pada haji Wada>’115

. Hadis nabi yang

menjadikan lemah lembut pada wanita bagian dari iman pada Allah

dan hari kiamat.116

Dan lain sebagainya hadis berkaitan perintah lemah

lembut kepada wanita.

Artinya: Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang

dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

111 ع ز م م تم ز

ن ا

حف ل ز عزم

ال

ح م زم اش يرج ح ع يرج

خ ي م ز

عا لم ا ح جين

ش ز م

ك

ن ت

س ا

Artinya: Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.

112حس

م ى ل

ل ا حق

لحف عزم

ال ا

ج ه ل متا درمر ق قت

م ى ل

ل ه ح درم

ع ق

م ى ل

ل م عم

ين حمتل ى

Artinya: Dan hendaklah kamu beri mereka mut‘ah, bagi yang mampu menurut kemampuannya dan bagi yang tidak mampu menurut kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut, yang merupakan kewajiban bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.

113م

مىك

اتا

ي ذ

ل

مال لم

م مل م

م حآت

Artinya: dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu

114 جض

ز ز ر م م

م م

متاا ز

Artinya: berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban

را115 أال واستـوصوا بالنسـاء خيـArtinya: Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita. Lihat : Al-Tirmi<dzi,

Ja>mi’ Al-Tirmi<dzi<. No. 1163, Muslim dalam S}ah}i>h Muslim, No. 1091.

Bukh{a>ri<, S}ah}i>h Bukha>ri< No. 1091. 116 ي نارهم

ن م

نلا

نز ز خ

ي م لا

اهلل ح ل

مم م ان

ك م ن م ن

ق م

م خ نهم نه

ينرج ، ز

سناء خ

لالي ن م

ت ، ح

ننشل ننم م ل تنن

ز

ن ت ، حن م

سننزتم نن م ي ق

م ةننت ت

ن ننه

، ز هم

ننلا

ع ع

ننم نن لضل و ض

نن

ش نن ن ع ، حن عو

ننم نن ض م ت ا

، ز نن

ع

يرج ساء خ

لالي

Page 130: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

115 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

Dari dua poin benang kesimpulan yang terdiri dari berbagai

variabel ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis di atas, ‘Ali< Jum‘ah

menegaskan bahwa nas}s shar‘a menjunjung tinggi prinsip kesetaraan

gender antara laki-laki dan perempuan. Prinsip kesetaraan gender

tersebut dapat dikatakan sebagai nilai universal yang menjadi pesan

moral untuk dapat diimplementasikan dalam segala aspek kehidupan.

‘Ali< Jum‘ah juga menyatakan bahwa sesungguhnya syariat Islam

berkaitan gender ini tidak didapatkan dalam syariat samawi

sebelumnya.

Pada dasarnya para tokoh melalui pemikiran-pemikirannya

diatas mempunyai tujuan yang sama mendasar yaitu menjunjung tinggi

martabat perempuan dan hak dan kewajibannya antara laki-laki dan

perempuan. Namun, disitngsi yang melandasi mereka adalah

interpretasi mereka dalam kontekstualisasi teks terhadap permasalahan

kontemporer saat ini. Terlebih pendekatan mereka yang berbeda

adalah interferensi intelektual serta interferensi sosio-histori-politik

mereka yang menyebabkan perbedaan ini. Dalam hal ini, ‘Ali< Jum‘ah

memposisikan pemikirannya berkaitan dengan isu gender pada

pemikiran yang semi-tekstual. Karena dilihat dari pemikiran ‘Ali<

Jum‘ah sangat mempertimbangkan konsteksual yang disini berarti

dapat disebut lebih banyak mempertimbangkan maslahat. Akan tetapi

pada banyak konteks, Ia tidak sependapat dengan sekularisme dan

liberalisme. Di lain sisi pula, meskipun pada banyak pendapatnya

terkesan tekstualis namun ‘Ali< Jum‘ah juga menolak pemikiran

tradisional-konservatif.

Semisal berkaitan dengan warisan –yang akan penulis bahas

lebih terperinci pada bagian selanjutnya-, sebagian tokoh feminis

muslim menuntut reinterpretasi keadilan 2 banding 1 dalam warisan,

bagi mereka konsep 2 banding 1 yang selama ini ada dianggap

Artinya: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,

janganlah ia menganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita. Lihat: Muslim dalam S}ah}i>h Muslim, No. 60. Bukh{a>ri< dalam S}ah}i>h Buk{ha>ri< No. 5185.

Page 131: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

116 | Karakteristik Pemikiran Hukum Islam ‘Ali <Jum‘ah

menguntungkan anak laki-laki sehingga harus diubah menjadi 1

banding 1 sehingga anak laki-laki menjadi sama dengan hak anak

perempuan. Berbeda dengan ‘Ali< Jum‘ah, baginya pengertian keadilan

yang dimaksud Islam yaitu konsep 2:1, karena perbedaan tanggung

jawab, hak dan tanggung jawab laki-laki dengan perempuan. Tentu hal

ini tidak sejalan dengan pemikiran ‘Ali< Jum‘ah yang cenderung

tekstual. Namun pada kasus lain, semisal berkaitan cadar, ‘Ali> Jum‘ah

menolak anggapan cadar bagian dari teologis, begitu juga menolak

pendapat ulama klasik mengenai kewajiban menutup wajah selain

kedua mata. Karena cadar bagian dari budaya. Dalam konteks Mesir –

dimana ‘Ali< Jum‘ah berdialog dengan konteks- tidak relevan seorang

perempuan memakai cadar dalam bermasyarakat. Bahkan bersama

Sayyid T{ant}awi- saat itu sebagai grand shaykh al-Azhar-, Mahmu>d

Zaqzu>q –menteri waqaf Republik Arab Mesie-, melarang aktifitas

cadar dalam dunia pendidikan di Mesir. Hal ini menunjukkan bahwa

‘Ali> Jum‘ah juga mempunyai kecenderungan bersikap kontekstual-

progresif pada banyak kasus. Selengkapnya berkaitan dengan kasus

akan penulis jelaskan secara terperinci pada bagian pembahasan

selanjutnya.

Page 132: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

117 |Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

BAGIAN EMPAT

ANALISIS PEMIKIRAN HUKUM ISLAM ‘ALI < JUM‘AH TENTANG WACANA KESETARAAN GENDER

-----------------------------

Bab ini mengulas lebih lanjut pemikiran hukum Islam ‘Ali<

Jum‘ah yang terdiri dari ijtiha>d, fatwa> serta respon realitas sosial

kontemporer. Pembahasan yang diangkat berupaya untuk melihat

relevansi pemikiran ‘Ali< Jum‘ah -yang telah didiskusikan sebelumnya-

dalam merespon permasalahan wacana gender yang penulis batasi pada

ekslusifitas h{ija>b (cadar), khita>n perempuan, kepemimpinan

perempuan (hak & kontestasi perempuan dalam politik), konsep

keadilan 2:1 dalam pembagian warisan dan kepemimpinan perempuan

dalam shalat.

Dalam hal ini, penelusuran tersebut dimaksudkan juga untuk

mengetahui cara pengambilan hukum dan keterkaitannya dengan

realitas yang melingkupinya sehingga bisa diketahui latar belakang

munculnya sebuah produk pemikiran hukum itu serta relevansinya

dengan masa kini. Analisa dalam bab ini menggunakan pendekatan

usu>l al-fiqh yang dipadukan dengan aspek gender dan sosiologis.

A. Ekslusifitas H{ija>b (Cadar)

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang Ekslusifitas H{ija>b

‘Ali< Jum‘ah merupakan ulama yang meyakini bahwa menutup

rambut bagi perempuan adalah perkara yang diwajibkan. Dalam hal

ini, Ia menggunakan istilah h{ija>b sebagai pakaian yang menutupi aurat

bagi perempuan. Adapun h{ija>b secara etimologi, Ibn Manzūr

mengartikan kata ini dengan al-sitr (penutup).1 Sedangkan secara

terminologi Abu> al-Baqa>’ al-Kafawi> al-H{anafi> mendefinisikan h{ija>b

sebagai setiap yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi atau

menghalangi hal-hal yang terlarang untuk digapai.2 Dengan demikian

1Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab , Vol. ke-2, 298.

2Abu> al-Baqa>’ al-Kafawi> al-H{anafi>, Kulliya>t, (Beirut: Muassasat al-

Risa>lah, 1998), vol. 1, 360.

Page 133: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

118 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

h{ija>b dalam konteks pakaian bagi perempuan merupakan segala

sesuatu yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi bagi

seorang perempuan. Jadi h}ija>b mencakup semua yang menutupi aurat,

lekuk tubuh dan perhiasan perempuan dari ujung rambut sampai kaki.

Lebih spesifik, Al-Mawdu>di> mengartikan h{ija>b dengan pakaian yang

tertutup rapat kecuali yang biasa terlihat yaitu wajah dan tangan.3

Berbeda halnya dengan kewajiban h{ija>b bagi perempuan, niqa>b bagi

‘Ali< Jum‘ah merupakan bagian dari budaya dan bukan merupakan

suatu kewajiban. Arti niqa>b sendiri yaitu sesuatu yang digunakan

perempuan untuk menutupi wajahnya. Niqa>b merupakan kerudung

yang diletakkan perempuan diwajahnya sehingga tidak ada yang

terlihat kecuali kedua matanya. 4 Dari uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa h}ija>b diartikan sebagai penutup secara umum sedangkan niqa>b

ialah penutup untuk wajah atau yang sering disebut dengan cadar.

Setelah diketahui definisi dari h}ija>b dan niqa>b, selanjutnya istilah h{ija>b

dan niqa>b tersebut akan digunakan untuk menguraikan pembahasan

pada poin ekslusifitas h}ija>b ini.

Sebagaimana ‘Ali< Jum‘ah menganggap h}ija>b sebagai kewajiban

bagi perempuan, ‘Ali< Jum‘ah juga menganggap h}ija>b bagian dari

keyakinan teologis. Hal tersebut sebagaimana telah jelas hukumnya

berdasarkan Al-Qur’an,5 hadis

6 dan konsesus para ulama baik dari

3Abu> ’A‘la> al-Mawdu>di>, H}ija>b, (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1963), 300.

4Pengertian ini dirumuskan oleh lembaga fatwa di Mesir, Da>r Ifta> al-

Mis{riyah. Kementerian Waqaf Republik Arab Mesir,‚Al-Niqa>b A<datun Wa Laysa Iba>dah @(Kairo: Da>r al-Kutub al-Mas}riyah, 2008), 1.

5Sebagaimana dimaksud dalam Qs. al-Ah}za>b (33): 59 dan Qs. al-Nu>r

(24): 31.

زواجك وبناتك

ل لبي ق ها الن ي

ا ي

ي

ييؤ

يب

ي ن

ين ا

ىن

ليك ا

ه يبي

ه مي جب يمنين يدنين عل

ؤ

ء ال

ونسا

حبما فىرا ره غ

ان الل

وك

Artinya, ‚Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang".

Page 134: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

119 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

يييييي مييييي ا

ييييي مؤمن ل يييييل ل

ييييي ب ق ب

ييييي م هيييييا ول

ميييييا

ل

نييييينه يتيييييدي ز

ول ييييي وجييييي

فف صيييييارو و

ء يا

و ا

ا

يا

و ا

نه ا

ىل لت

ننه لا يتدي ز

ول

ى جبىبه م و عل

ويخ

نه ا

ىل و ب

نه ا

يىل ء ب

ينيا

و ا

ا

ينيا

ا

يمييييانه ا

ا يييي

و مييييا مل

ا

و نسييييا

هه ا ييييى

خ

ا

و يييييي

ييييىانه ا

اخ

و يييييي

ييييىانه ا

ربيييي ميييي اخ

ييييى لا و

يييييى ا

ين غ يييياب

و الت

فيييل ا و ال

نيييال جييا ا فيييين مييي ز

ميييا يخ

ل ليييب رجلييي ب ييييا ي

ء ول

سييا

ال

يييى عيييىر ييي وا عل

يف ييي

ي ل ييي

ل

نه

فلحىن ت

ل

ؤمنىن ل ه ال ي

ا ا ه جمب

ى الل

ا ا

ىبى

وت

Artinya ‚Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung‛.

Dari kedua ayat diatas menunjukkan bahwa menampakkan rambut bagi

wanita merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama, karena rambut juga

termasuk aurat, sebagaimana hukum yang berlaku pada sebagian besar tubuh

wanita. Lihat: ‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> ‘As}riyah, Vol. 1, 463-

464. 6Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh ‘A<ishah RA:

وعلهيييا ببيييا ملسو هيلع هللا ىلصروي أيييى ىاوى عييي عاض ييي رهيييأي أ ع هيييا أن أكيييماء ي ييي أ ييي ي ييي ىخلييي عليييى ركيييى أ

وقا ليا ييا أكيماء ن الي أا ا يلي اليبيص لي يصيل أن يي ي م هيا ملسو هيلع هللا ىلصرقاق؛ أع ض ع ها ركى أ

ه وكفبهل وا وواص وأشار ى وج

Artinya, ‚Bahwa suatu hari Asma>’ binti Abu> Bakar menemui

Rasulullah SAW. Ia mengenakan baju tipis, maka Rasul pun memalingkan

pandangannya dan bersabda, ‚Hai Asma’! Seorang wanita yang telah baligh tidak boleh menampakkan seluruh tubuhnya kecuali ini dan ini‛, Ia memberi isyarat pada wajah dan kedua telapak tangannya.‛ (HR. Abu> Da>wu>d dalam

Sunan Abu> Da>wu>d no. 4104 dan al-Bayhaqi> Riwayat al-Bayhaqi> dalam Sunan

Al-Kubra>, no. 3218, hadis ini di S}ah}i>hkan oleh al-Ba>ni <). Lihat: ‘Ali> Jum‘ah,

Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke-1, 462.

Page 135: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

120 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

kalangan salaf maupun khalaf. Dalam kewajiban h}ija>b bagi perempuan

‘Ali< Jum‘ah tidak memberi sedikitpun celah bagi siapapun yang

mempertentangkan kewajibannya untuk ditanggalkan, demikian pula

karena alasan tidak ada ruang bagi akal untuk mengaturnya. Pengertian

kata al-kh}ima>r dalam ayat Qs. al-Nu>r (24): 31 yaitu menutup rambut

kepala sangat sh}ari@h (jelas) dan tidak perlu ta’wi@l untuk dimaknai.7 Hal

senada diungkapkan Wahbah al-Zuhayli< dalam karya monumentalnya

‚al-Fiqh al-Islāmi> wa Adillatuhu>, Ia menyatakan bahwa aurat

perempuan adalah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan telapak

tangan.8

Dan hal ini sejalan dengan mayoritas ulama fiqh dari kalangan

H}anafi>, Ma>liki>, Sha>fi‘i> kecuali mazhab Ah}mad bin H }anbal.9 Bahkan

Abu> Hani<fah membolehkan perempuan memperlihatkan kedua tumit

kakinya dengan alasan bahwa dalam penggalan ayat ( ها ظها ما لإ منا )Allah

melarang memperlihatkan perhiasan kecuali yang tampak, sedangkan

tumit termasuk bagian yang sering tampak. Selain itu, para ulama juga

menyandarkan pendapatnya dengan hadis ‘A<ishah RA tentang

kebolehan menampakkan wajah dan telapak tangan dalam berh}ijab.10

Dalam keadaan darurat sekalipun, ‘Ali< Jum‘ah sangat ketat dan

menqiyaskan kasus ini sebagaimana kehalalan memakan babi dan

mayit dalam keadaan darurat. Mendefinisikan kata al-d}aru>rat yaitu

7‘Ali< Jum‘ah, Fata>wa> al-Nisa>, 415. Lihat juga: ‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim

al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke- 1, 463- 464. 8Wahbah al-Zuhayli<, Al-Fiqh al-Islami< wa Adillatuhu>, 19.

9Ah}mad bin Hanbal menganggap bahwa setiap bagian tubuh wanita

adalah aurat -yaitu wanita merdeka- bahkan hingga kukunya. Abu al-Fara>j al-

Jawzi>, Za>d al-Mas}i>r Fi> `Ilm al-Tafsi>r, (Beirut: Da>r Ibn Hazm, 2002), Vol. ke-4,

h. 31. Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad bin S}a>lih al-‘Uthaymi>n

bahwa pendapat yang ra>jih{ (kuat) mazhab H}anbali> dalam masalah ini adalah

wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi.

Lihat: Muhammad bin S}a>lih al-‘Uthaymi>n, Risa>lat al-H{ija>b, (Madinah:

Muassasat Muhammad bin S}a>lih al-‘Uthaymi>n, 2007), 15. Bandingkan

dengan Ah}mad bin Abu> Bakar al-Q{urtu>bi<, Al-Jāmi‘ li Ahkām al-Qur’ān,

(Beirut: Muassasah Risa>lah, 2006), 213. 10

‘Ali< Jum‘ah, Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm Q{ad{a>yahum, 142-143.

Page 136: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

121 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

menutup kehancuran dan meniadakan kematian.11

Hal tersebut sejalan

dengan batasan al-Suyu>t}i< dalam arti d{aru>rah, Ia menempatkan d{aru>rah

pada posisi seseorang yang sudah berada dalam batas maksimal jika

seseorang tersebut tidak mengerjakan sesuatu yang dilarang agama

maka bisa mati atau hampir mati.12

Dalam hal ini disimpulkan bahwa

mengerjakan sesuatu terlarang karena darurat adalah untuk menolak

tehadap bahaya dan bukan hal lain. Maka jika tidak ada darurat maka

h}ija>b menjadi haram untuk dilepas.

Ketika ditanyai fatwa terkait inkonsistensi perempuan dalam

mengenakan h}ija>b, ‘Ali< Jum‘ah berpendapat bahwa inkonsistensi

perempuan yang telah baligh dalam memakai h}ija>b tidak dapat

diterima. Karena h}ija>b merupakan kewajiban dan merupakan bagian

dari teologis dengan kondisi apapun, sekalipun keadaan struktur sosial

masyarakat di suatu tempat telah berkembang dan berubah termasuk di

Mesir -dimana ‘Ali< Jum‘ah berdialog dengan konteks-. Pun demikian

kewajiban h}ija>b berlaku sampai kapanpun. Maka konsistensi

perempuan dalam urusan h}ija>b haruslah berkesinambungan.

Sebaliknya, inkonsistensi perempuan dalam pemakaian h}ija>b seperti

terkadang memakai dan terkadang melepasnya begitupula seterusnya,

bagi ‘Ali< Jum‘ah hal tersebut merupakan pembangkangan terhadap

agama dan wajib taubat bagi pelakunya.13

Dalam kumpulan fatwanya Al-Kallim al-T{ayib Fata>wa> ‘As}riyah,

‘Ali< Jum‘ah berpendapat bahwa seorang perempuan yang bekerja di

negara mayoritas non-muslim dimana pegawainya dilarang memakai

h}ija>b, maka perempuan tersebut tetap tidak ditolerir menanggalkan

h}ija>b. Karena nas}s} yang memerintahkan untuk memakai h}ija>b bersifat

qat}‘i> kecuali dalam keadaan darurat seperti apabila dengan tanpa

pekerjaan tersebut dapat membahayakan hidupnya. ‘Ali< Jum‘ah

menekankan keadaan darurat yang mengakibatkan pelakunya benar-

benar dalam keadaan terdesak bagi keberlangsungan hidupnya.

Artinya, jikalau dengan sesuatu yang dilarang tidak dapat

11

‘Ali< Jum‘ah, Fata>wa> al-Nisa>, 415. Lihat juga: ‘Ali< Jum‘ah, Al-Kallim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke- 1, 463- 464.

12Jala>l al-Di@n al-Suyu>t{i@, Al-Ashba>h wa al-Nad}za>ir (Beirut: Da>r al-

Kutub al Ilmiyah, 1983), 60-61. 13

‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke- 1, 464.

Page 137: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

122 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

melangsungkan hidup, maka h}ija>b boleh dilepas sebagaimana

seseorang yang memakan daging babi dalam keadaan darurat.14

Dalam tingkatan d}aru>rah, Bin Bayah dalam memahami ayat Qs.

al-Nu>r (24): 31 mengungkapkan bahwa pelarangan (al-nahy) yang

terdapat dalam nas}s} tersebut bukanlah pada tingkatan larangan

maqa>s}id, melainkan dalam takaran larangan wasa>’il atau dhara>’i‘. Sehingga bagi Bin Bayah, teks-teks keagamaan tentang menutup

rambut kepala perempuan baik perintah menggunakannya dan larangan

untuk melepaskannya adalah teks hukum yang bersifat sarana untuk

menuju maksud dan tujuan hukum yang sebenarnya.15

Al-Qara>fi< membagi hukum menjadi dua; Pertama, hukum yang

bersifat maqa>s}id, yaitu pemberlakuan sebuah hukum disebabkan

adanya tujuan mutlak. Apabila itu sebuah perintah, maka di dalam

tujuan tersebut terdapat kemaslahatan yang sangat besar, yang harus

digapai oleh manusia. Dan apabila itu sebuah larangan, maka di

dalamnya terdapat kemudaratan, yang harus dihindari karena dapat

mencederai manusia. Kedua, hukum yang bersifat wasa>‘il, yaitu

pemberlakuan hukum disebabkan statusnya sebagai wasilah yang

mengantarkan kepada tujuan maqa>s}id. Wasi>lah adalah jalan dan sarana

yang ditempuh menuju perwujudan perkara tertentu. Hukum yang

berlangsung pada wasa>‘il dapat disamakan dengan hukum yang

berlaku pada maqa>s}id.16

Sebagaimana kaidah al-fiqhiyyah yang

berbunyi ‚al-wasa>’il laha> ah}ka>m al-maqa>s}id‛ (hukum wasi>lah

tergantung pada tujuan-tujuannya). Sehingga memakai h}ija>b

merupakan kewajiban kecuali dalam keadaan darurat. Secara

keseluruhan pemikiran Bin Bayah mempunyai kesamaan dengan ‘Ali<

Jum‘ah walaupun berbeda dalam takaran darurat. Hal tersebut

dilatarbelakangi interferensi sosio-politik dari keduanya yang

mempunyai distingsi, karena Bin Bayah berdialog dengan konteks di

Eropa, sedangkan ‘Ali< Jum‘ah berdialog dengan konteks di Mesir

14

‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke- 2, 346-348. 15

Bin Bayyah, S}ina>‘ah al-Fatwa wa Fiqh al-Aqalliyya>t (Beirut: Da>r al-

Minha>j, 2007), 319. 16

Abu> Isha>q al-Sha>t}ibi<, al-Muwa>faqa>t fi< Us}u>l al-Shari<‘ah (Beirut: Da>r

al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt), iii, 209. Lihat juga: Bin Bayyah, S}ina>‘ah al-Fatwa wa Fiqh al-Aqalliyya>t, 319.

Page 138: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

123 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

dimana Ia tidak komprehensif dalam memahami kondisi sosial Eropa

yang notabe mayoritas negara penduduknya merupakan non-muslim.

Masalah kewajiban memakai h}ija>b, Ibn A<shu>r menyatakan

bahwa adat kebiasaan suatu kaum tidak dapat dipaksakan kaum lain

atas nama agama. Contohnya adalah pemakaian h}ija>b yang

dianggapnya sebagai ajaran yang mempertimbangkan adat oang Arab.

Selanjutnya Ia menyatakan bahwa cara pemakaian h}ija>b berbeda-beda

sesuai adat istiadat setempat. Yang menjadi tujuan agar mereka

dikenal sebagai wanita muslimah yang baik dan tidak diganggu

terpenuhi.17

Berbeda halnya dengan h}ija>b yang dianggap bagian dari syariat,

namun tidak demikian dengan niqa>b (cadar), ‘Ali< Jum‘ah menolak

pandangan cadar bagian dari syariat tetapi menganggap cadar sebagai

bagian dari budaya.18

‘Ali< Jum‘ah mengkritik para kaum ekslusif19

yang beranggapan bahwa cadar termasuk sunnah nabi SAW yang

wajib dilakukan. Dalam hal ini ‘Ali< Jum‘ah menduga bahwa para kaum

ekslusif salah menggunakan istilah sunnah diluar konteksnya, dimana

mereka kerap mencampuradukkan antara istilah sunnah versi ahli

17

Muhammad T{a>hir Ibn A<shu>r, Maqa>sid al-Shari@ah al-Isla>miyah‛(Kairo: Da>r al-Sala>m, 2007), 233.

18Pada tahun 2008, Kementerian Wakaf Mesir meluncurkan sebuah

buku yang berjudul ‘al-Niqab ‘A <datun wa Laysa ‘Iba >dah. Buku ini ditulis oleh

para ulama terkemuka Mesir, diantaranya Grand Sheikh Al-Azhar –ketika itu-

Muhammad Sayyid T{ant{a>wi< dan ‘Ali> Jum‘ah, Grand Mufti Republik Arab

Mesir –ketika itu-. Secara khusus, Mahmu>d Hamdi< Zaqzu>q, Menteri Wakaf

Mesir memberikan kata pengantar dalam buku ini. Dalam kata pengantarnya,

langkah yang diambil Kementerian Wakaf Mesir ini bukan sebuah kebijakan

yang bersifat tiba-tiba, melainkan sebagai respons terhadap fenomena publik

terkait hukum menggunakan cadar. Selain itu, hal ini juga mersepon terhadap

menguatnya arus politik identitas dan kelompok-kelompok ekstremis di

Mesir, cadar menjadi salah satu isu yang mulai mencuat di permukaan,

umumnya fenomena tersebut berlaku di kampung-kampus umum universitas

di Mesir. Lihat: Kementerian Waqaf Repbulik Arab Mesir,‚Al-Niqa>b A<datun Wa Lai@sa Iba>dah @(Kairo: Dar al-Kutub al-Masriyah, 2008), 1.

19‘Ali< Jum‘ah menggunakan istilah Mutashadidu>n yang berarti

kelompok yang keras dan kaku dalam beragama. Dalam hal ini penulis

menggunakan istilah kaum ekslusif untuk menamai kelompok tersebut.

Page 139: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

124 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

hadi>th dengan istilah sunnah versi ahli fiqh dan ahli usu>l al-fiqh.

Karena ketidakpahaman istilah sunnah tersebut menjadikan adat

istiadat atau kebiasaan yang dikatakan termasuk sunnah oleh para ahli

hadis ke dalam kategori sunnah menurut ahli fiqh yang berarti sunnah

termasuk bagian dari hukum shar‘a.20

Jikalau memang anggapan niqa>b bagian dari agama, hal tersebut

merupakan salah kaprah dan termasuk melampaui batas karena

melebih-lebihkan perintah agama. Dari segi sosial, ‘Ali< Jum‘ah

mengkategorikan niqa>b termasuk pakaian shuhrah (mencari

popularitas) apabila dalam adat kebiasaan masyarakat dalam suatu

negara tidak biasa mengenakan pakaian tersebut. Bahkan ulama

Ma>likiyah menganggapnya sebagai bid‘ah karena termasuk perbuatan

melampaui batas dalam beragama.21

Berkaitan dengan masalah niqa>b, sebagian ulama menyatakan

kewajiban menutup wajah dan telapak tangan. ‘Ali< al-S}abu>ni<

melandaskan pendapatnya pada ayat Qs. al-Nu>r (24): 31 yang

mengharuskan seorang perempuan untuk tidak menampakkan

perhiasannya. Hal tersebut sebagaimana tertera dalam penggalan ayat ( ي ول زيانا اه يابا ) bahwa asal dari segala bentuk perhiasan adalah wajah,

maka menutupinya adalah sebuah keharusan.22

Abu> A‘la> al-Mawdu>di>

20

Sunnah menurut ahli usu>l al-fiqh merupakan sumber hukum Islam

yang mempunyai kedudukan setelah Al-Qur’an. Sedangkan menurut ahli fiqh,

sunnah merupakan salah satu hukum shar‘i< yang berbeda dengan wajib,

mubah, makruh dan haram yang didefinisikan sebagai sesuatu yang bila

dikerjakan mendapatkan pahala, jikalau ditinggalkan tidak berdosa‛.

Sedangkan menurut ahli hadis, sunnah yaitu ‚sesuatu yang dilakukan rasuullah baik perkataan, perbuatan, pengakuan sifat penciptaan atau sifat budi perkerti baik sebelum atau sesudah menjadi nabi‛. Lihat: Adh{d al-Din al-

I<ji @, ‚Sharah al-Adh{d Ala> Sharh} Mukhtas}ar Ibn al-Ha>jib‛ (Beirut: Da>r al-Kutub

al-Ilmiyah, 2000), h. 290. Muhammad Ibra>hi@m al-H{ifna>wi@, ‚Dira>sa>t Us}u>liyah Fi@ al-Sunah al-Nabawiyah‛ (Kairo: Da>r al-Wafa>’, 1991), 12.

21‘Ali< Jum‘ah, Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm

Q{ad{a>yahum, 144. 22

‘Ali< al-S}abu>ni<, Rawa>’>i<‘ al-Baya>n Fi< Tafsi<r A<ya>t al-Ah}ka>m, (Beirut:

Da>r al-Fikr, 2000), Vol. ke- II, 310.

Page 140: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

125 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

juga diikuti Bakar bin Abu> Zayd 23

Muhammad bin S}a>lih al-

‘Uthaymi>n24

berpendapat bahwa seluruh tubuh perempuan adalat aurat

yang wajib ditutupi termasuk wajah dan kedua telapak tangan ketika

berhadapan dengan yang bukan muhrim, konsekuensinya adalah

kewajiban memakai cadar atau penutup bagi perempuan. Mereka

menyandarkan hadis tentang kewajiban cadar juga qiya>s. Dalam qiya>s,

jikalau perempuan wajib menutupi telapak kakinya, lehernya, dan

lainnya karena dikhawatirkan akan menimbulkan godaan, maka

menutup wajah perempuan lebih wajib. Hal ini senada dengan al-

T{{abari< sebagaimana dikutip Abu> Hayya>n meriwayatkan dari Ibn

23 يييييان

يييييد ك

-وق ىان

ك

الييييي ييييي

ي ب

يييييل يييييل الس

ييييي -صيييييفىان يييييي ال

يييييا عل

ييييي ا ن ي

تيييييل أ

ي انييييي ق

تا وجهي يجل م

خ

ي

ياكتىجاعه حين ع

فبق

اكت

“Dia (S{awfa>n bin Al-Mu‘at}al) dahulu pernah melihatku sebelum

diwajibkan hijab atasku, lalu aku terbangun karena perkataannya: ‚Inna lillaahi…‛ ketika dia mengenaliku. Maka aku menutupi wajahku dengan jilbabku‛ (HR. Muslim)

Menurut Bakar bin Abu> Zayd, hadis Ini merupakan kebiasaan

ummaha>t al-mu’mini>n, yaitu menutupi wajah, maka hukumnya meliputi

wanita mukmin secara umum sebagaimana dalam masalah h}ija>b. Lihat: Bakar

bin Abu> Zayd, Hira>sah al-Fad{i>lah, (Riya>d}: Da>r al-‘A>s}imah, 2005), 72. 24

‘A <ishah RA berkata:

ييياتييييان يمييي ك

ك وا ينييييا ن ال

ا حييييا

ييي

مييييا م

بييييه وكيييليييه عل

ى الل

ييييه صييييل

ييي مييييا ركيييى الل

ون ينييييا ون

فناه

ا ك

ا جاوزون

ا

ى وجا عل ك

تابها م رأ

ا جل

حدان

كدل

“Para pengendara kendaraan biasa melewati kami, di saat kami (para

wanita) berihram bersama-sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka jika mereka mendekati kami, salah seorang di antara kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya pada wajahnya. Jika mereka telah melewati kami, kami membuka wajah.‛ (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).

Dalam hadis ini Muhammad bin S}a>lih al-‘Uthaymi>n menyebutkan

bahwa wanita yang ihram dilarang memakai penutup wajah dan kaos tangan.

Sehingga kebanyakan ulama berpendapat, wanita yang ihram wajib membuka

wajah dan tangannya. Sedangkan yang wajib tidaklah dapat dilawan kecuali

dengan yang wajib pula. Maka kalau bukan karena kewajiban menutup wajah

bagi wanita, niscaya tidak boleh meninggalkan kewajiban ini (yakni membuka

wajah bagi wanita yang ihram). Muhammad bin S}a>lih al-‘Uthaymi>n, Risa>lat al-H{ija>b, (Madinah: Muassasat Muhammad bin S}a>lih al-‘Uthaymi>n, 2007), 15

Page 141: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

126 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

‘Abba>s dan Qata>dah, bahwa seorang perempuan harus mengulurkan

jilbabnya sampai di atas dahi kemudian mengaitkannya ke hidung.25

Dalam karya ‚Hija>b al-Mar’ah al-Muslimah Fi@ al-Kita>b wa al-Sunnah‛ meskipun tidak mewajibkan cadar, Al-Ba>ni@ menganggap bahwa cadar

merupakan sunnah dimana hal tersebut ditempuh ummaha>t al-mu’mini>n (istri-istri Rasulullah) juga merupakan kebiasaan para

sahabat wanita dalam menutupi wajah mereka.26

Pada dasarnya bagi ‘Ali< Jum‘ah, menyesuaikan bentuk pakaian

sesuai dengan masanya adalah termasuk bagian dari menjaga muru’ah

(kehormatan) selagi pakaian tersebut tidak mendatangkan dosa.

Sebaliknya, tampil dalam pakaian yang berbeda dimasanya termasuk

bagian dari bergaya (mencari popularitas). Jenis dan pakaian yang

sedang tren di tengah masyarakat selama masih dalam lingkaran umum

pakaian shar‘I <yaitu tidak terlalu ketat, tidak tipis tidak membuat

aurat kelihatan dan tidak untuk bergaya maka hukumnya boleh.27

Al-Shawka>ni> mengatakan ketika pakaian yang dikenakan adalah

mencari popularitas di tengah masyarakat, maka tidak ada bedanya

dengan apakah pakaian itu baik atau buruk. Karena yang menjadi

standar adalah apakah pakaian tersebut sesuai atau beda dengan yang

umum dikenakan masyarakat pada waktu itu. Sebab, keharaman

shuhrah berputar pada ‘illat (sebab) mencari popularitas. Yang menjadi

25

Abu> Hayya>n al-Andalu>si<, Al-Bah{r al-Muhi<t}, (Beirut: Da>r al-Kutub

Ilmiah,1993), Vol. ke- VII, 240. 26

Muhammad Na>sir al-Di<n Al-Ba>ni@. Hija>b al-Al-Mar’ah al-Muslimah Fi@ al-Kita>b wa al-Sunah (Beiut: al-Maktabah al-Islami, 1987), 3.

27‘Ali< Jum‘ah memberikan kriteria pakaian yang digunakan perempuan

untuk menutupi aurat yang wajib dilakukan sebagaimana berikut: Pertama,

tidak terlalu pendek sehingga membuat sebagian auratnya terlihat. Kedua, tidak terlalu sempit sehingga memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh yang

merupakan aurat. Ketiga, tidak terlalu tipis sehingga bisa terlihat warna kulit

dan anggota tubuh yang merupakan aurat. Apabila pakaian perempuan -

apapun namanya dan modelnya- telah memenuhi kriteria-kriteria di atas,

maka bisa disebut dengan h}ija>b shar‘i >. Akan tetapi, apabila ada salah satu dari

kriteria-kriteria di atas tidak terpenuhi, maka tidak bisa disebut dengan h}ija>b

shar‘i >. Lihat: ‘Ali< Jum‘ah, Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm Q{ad{a>yahum, 140-143.

Page 142: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

127 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

standar hukum adalah maksud dari perbuatan sekalipun maksud

tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.28

Selain itu, masalah pakaian memiliki hubungan yang kuat

dengan adat dan budaya masyarakat setempat. Adapun mengenai

masyarakat dinegara lain yang secara umum penduduknya menjadikan

cadar bagian tradisinya semisal penduduk Saudi Arabia yang

menerapkan mazhab Ah}mad bin H{anbal, maka bagi ‘Ali< Jum‘ah hal

tersebut diperkenankan karena mengacu pada hukum ‘a>dat setempat

dan tidak ada kaitannya dengan landasan keagamaan.29

Penulis menyimpulkan mengenai pandangan h{ija>b, secara umum

‘Ali< Jum‘ah lebih mengedepankan pendapat mayoritas ulama yang

membolehkan perempuan untuk membuka wajah dan kedua telapak

tangan. Maka selain dari wajah dan telapak tangan maka wajib

ditutupi. Di sisi lain, ‘Ali< Jum‘ah melemahkan pendapat yang

mewajibakan menutup wajah dan telapak tangan. Selain itu, dalam

kaitannya dengan pakaian yang mempertimbangkan kondisi sosial,

sebagaimana diuraikan diatas bahwa pakaian haruslah menyesuaikan

pakaian adat atau kebiasaan setempat. Pendapat niqa>b ini

termanifestasi dari pemikiran ‘Ali< Jum‘ah yang telah diuraikan pada

bagian tiga lalu berkaitan usu>l al-fiqh dan realitas sosial bahwa Ia

konsisten mempertimbangkan hukum dengan melihat berbagai faktor

realitas yang mengitarinya, antara lain: waktu, tempat, kondisi dan

personal. Maka kondisi, tempat dan personal di Mesir tidak

mendukung masyarakat Mesir untuk menggunakan niqa>b, namun

dalam niqa>b, Ia sangat mendukung untuk diterapkan bagi penduduk di

Saudi Arabia.

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah Dengan Aspek Gender

Perdebatan yang selalu muncul di dunia Islam kontemporer

antara kalangan tradisionalis dan modernis; antara pendukung h}ija>b

dan yang tidak. Itulah mengapa studi tentang wacana gender menjadi

28

Al-Shawka>ni<, Nai@l al-Awt}a>r (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1986),

111. Lihat: ‘Ali< Jum‘ah, Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm Q{ad{a>yahum, 143.

29‘Ali< Jum‘ah, Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm

Q{ad{a>yahum, 143.

Page 143: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

128 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

urgen dan relevan. Dalam dunia Islam umumnya dan Mesir –dimana

‘Ali< Jum‘ah berdialog dengan konteks- khususnya, apa yang

dikemukan ‘Ali< Jum‘ah bertolak belakang dengan apa yang

diungkapkan oleh para feminis muslim seperti Qa>sim Ami<n dan Jama>l

Al-Banna>. Menurut Qa>sim Amin, tidak ada nas}s} s}ari<h yang

mewajibkan pemakaian h}ija>b. Sejalan dengan pendapat Qa>sim Ami<n,

Jama>l al-Banna> menyatakan masyarakat Arab mempunyai pandangan

yang salah terhadap h}ija>b sehingga mereka bersikeras mempertahankan

tradisi ini. H}ija>b hanya dianggap sebagai pesan syariat sehingga agama

dijadikan legitimasi atas kewajiban memakai h}ija>b.30

Pada sisi sosial al-Banna>, menyatakan bahwa h}ija>b dalam

beberapa hal justru menjadi kendala bagi pemakainya untuk dapat

berinteraksi sosial dengan masyarakat luas. Sebagaimana dalam hal

kriminalitas dan kesaksian dalam pengadilan, h{ija>b terlebih niqa>b

dapat menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang memanipulasi

keadaan. Begitu juga dalam keadaan lain, seperti perdagangan dan

pertanian. Masyarakat pertanian di pedesaan dimana kaum perempuan

banyak ikut bercocok tanam akan lebih banyak menemukan kesulitan

daripada mereka yang tidak memakai h}ija>b. Bahkan secara radikal lagi,

Qa>sim Ami<n menyatakan kaum perempuan yang memakai h}ija>b akan

lebih terisolasi dari pada kaum perempuan yang melepasnya.31

Pada awal abad ke-20, jutaan perempuan muslim memutuskan

untuk menanggalkan h}ija>b yang digunakan oleh para ibu atau nenek

mereka. Kemudian setengah abad setelahnya, jutaan perempuan

muslim yang menyebar diberbagai belahan dunia kembali mengenakan

h}ija>b, bagaimana dan mengapa fluktuasi ini dapat terjadi dan

menyebar ke berbagai penjuru dunia. Menurut Leila Ahmad, di Mesir

pada tahun 1940, pada kala itu, h}ija>b dianggap terbelakang dan

membatasi otonomi perempuan. Tetapi menurutnya, meskipun tidak

mengenakan h}ija>b, mereka tergolong taat terhadap agamanya. Akan

tetapi kembalinya h}ija>b bukan hanya sebagai bentuk dari kealiman

atau menurut Leila Ahmad tidak ada hubungannya dengan ketaatan

30

Jama>l Al-Banna>, Al-Mar’ah Al-Muslimah Bayna Tahri<r Al-Qur’an wa Taqyi<d al-Fuqaha> , 25-26.

31Mufidah Saggaf Aljufri, Pembaruan Hukum Islam Menurut Jama>l Al-

Banna>, (Jakarta: Gaung Persada, 2011), 234.

Page 144: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

129 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

keimanan seseorang melainkan hampir sebagai bentuk aktivitas sosial

dimana waktu munculnya berbarengan dengan kehadiran gerakan

Islamisme terutama bangkitnya gerakan Islamisme tahun 1970 yang

dipelopori oleh ikhwa>n [email protected]

Pada masa pemerintahan Husni< Muba>rak, perkembangan

Islamisme di Mesir berkaitan erat dengan dengan pola pikir perempuan

muda muslim kelas menengah. Mereka memiliki pandangan bahwa

prioritas seorang perempuan itu berada di rumah. Mereka akan bekerja

ketika memenuhi empat syarat yang oleh mereka dijadikan pegangan,

yaitu; ketika seorang perempuan tidak diperlukan di rumah,

pekerjaannya memiliki nilai inheren, suaminya menyetujui dan

pekerjaannya tersebut tidak mengharuskannya bercampur dengan

lawan jenis.33

Disamping adanya fakta bahwa gerakan Islamisme berkembang

pada masa Husni< Muba>rak, gerakan feminisme juga turut berkembang,

hal itu disebabkan terdapat persinggungan antara keduanya, dan

memiliki kepentingan politik yang bisa dicapai jika dilakukan

bersama.34

H}ija>b menurut Fatima Mernissi mempunyai 3 dimensi. Pertama,

dimensi visual menyembunyikan sesuatu dari pandangan (to hide). Kedua, dimensi ruang (to separate). Ketiga, dimensi spiritual sebagai

fungsi secara etika. Jadi, penggunaan h}ija>b berhubungan dengan makna

secara visual, berhubungan dengan ruang dan berhubungan dengan

makna abstrak.35

32

Leila Ahmed, A Quiet Revolution: The Veil's Resurgence from Middle East to America (New Heaven: Yale University Press, 2011), 19

33Leila Ahmed, A Quiet Revolution: The Veil's Resurgence, 20.

34Asef Bayat, ‚Post-Islamism; The Changing Faces of Political Islam‛

(New York: Oxford University Press, 2013), 90 – 91. 35

Fatima Mernissi ‚Women and Islam: a Historical and Theological Enquiry‛ diterj oleh Yaziar Radianti, Wanita dalam Islam, (Bandung:

Pustaka, 1994), h. 79. Lihat Pula: Fatima Mernissi, ‚Women’s Rebellion & Islamic Memory‛ diterj oleh Rahmani Astuti, ‚Pemberontakan Wanita: Peran Intelektual Kaum Wanita Dalam Sejarah Muslim‛ (Bandung: Mizan, 1999),

107.

Page 145: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

130 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Jika pemakaian h}ija>b bertujuan menghindari fitnah, maka

menurut Qa>sim Ami<n h}ija>b dalam konteks masyarakat Mesir lengkap

dengan atribut niqa>b (cadar) justru menimbulkan fitnah. Sebab seorang

yang yang memakai h}ija>b cenderung lebih bebas dan bertindak

melanggar sosial tanpa ada rasa khawatir untuk diketahui khalayak

ramai. Pernyataan mengenai niqab tersebut senada dengan ‘Ali< Jum‘ah

yang mengatakan aneh dalam kehidupan masyarakat Mesir modern

apabila perrempuan menutup wajahnya (niqa>b). Menurut ‘Ali< Jum‘ah

tindakan menutup wajah apabila dijadikan sebagai alasan untuk hidup

ekslusif terpisah dari komunitas masyarakat luas ataupun menganggap

syiar dalam beragama maka hukumnya telah keluar dari sunnah dan

menjadi bid‘ah yang terlarang.36

Berbeda dengan pandangannya terkait pemakaian h}ija>b yang

terkesan tekstualis yang menganggap bahwa h}ija>b merupakan

kewajiban yang tidak bisa ditolerir oleh keadaan sosial, sedangkan

dalam cadar ‘Ali< Jum‘ah dengan tegas menolak pandangan cadar

bagian dari agama. Dalam perumusan hukum h}ija>b, ‘Ali< Jum‘ah

menganggap telah final bersifat qat}‘I< sesuai Al-Qur’an, sunnah dan

ijma>‘. Sedangkan ekslusifitas cadar tampak menggunakan tarji>h, ‘illat hukum dan metode istih{sa>n (bi al-‘urf) dalam argumennya.

Dalam tarji<h, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa

‘Ali< Jum‘ah telah merajih{kan pendapat mayoritas ulama yang

membolehkan perempuan untuk membuka wajah dan kedua telapak

tangan dalam berh}ija>b. Sebaliknya ‘Ali< Jum‘ah melemahkan dalil

beserta hujjah yang digunakan para ulama yang pro cadar.

Dalam Illat hukmi, secara bahasa, ‘illat adalah suatu sebab

dimana hukum itu diterapkan. Adapun syarat utamanya adalah suatu

‘illat hukum mesti jelas, konsisten dan sesuai dengan maqa>s}id al-shari>’ah, yaitu membawa kemaslahatan. ‘Ali< Jum‘ah menggunakan

metode ini untuk memahami maksud dalam Qs. al-Ah}za>b (33): 21 dan

Qs. al-Nu>r (24): 31.

Kedua ayat ini saling menyempurnakan dalam menentukan

sesuatu yang wajib dipakai seorang muslimah, yaitu pakaian yang

36

‘Ali< Jum‘ah, Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm Q{ad{a>yahum, 143.

Page 146: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

131 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

menutup tubuhnya dan tidak membukanya kecuali sesuatu yang

tampak. Menurut Quraish Shihab, perintah wanita mengulurkan jilbab

dengan tujuan membedakan antara wanita merdeka dengan hamba

sahaya, atau antara wanita terhormat dengan yang tidak terhormat

pada masa turunnya ayat tersebut, agar wanita terhormat tidak

diganggu oleh lelaki usil.37

Pada konteks masyarakat tertentu keterhormatan atau

ketidakterhormatan tidak disimbolkan dengan pakaian yang nyeleneh

dari sekitarnya. Maka jika demikian, yang penting dalam konteks

pakaian perempuan adalah memakai pakaian yang terhormat -sesuai

dengan perkembangan budaya positif masyarakat terhormat- dan yang

mengantar mereka tidak diganggu atau mengganggu dengan

pakaiannya itu. Sebaliknya tampil dalam pakaian yang berbeda pada

bentuk masanya termasuk pada bagian dari shuhrah (mencari

popularitas) dan ekslusif, bahkan aneh dari kebiasaan masyarakat

umum. Sehingga berpakaian shuhrah bagi perempuan tidak dapat

dibenarkan. ‘Illat seperti ini termasuk dalam dala>lah s}ara>h}ah, yaitu

‘illat yang disebutkan secara jelas oleh ayat jilbab tersebut.

Metode istihsa>n bi ‘urf, dalam hal ini sangat penting untuk

menjadikan adat kebiasaan sebagai pertimbangan dalam menetapan

hukum (dengan catatan adat tersebut tidak lepas kendali dari prinsip-

prinsip ajaran agama serta norma-norma umum), dan menggunakan

alasan cenderung aneh apabila melihat cara berpakaian perempuan

muslimah masyarakat Mesir yang yang memakai cadar. Maka dalam

hal ini ‘Ali< Jum‘ah tampak menggunakan metode istihsan bi al-‘urf. Di Indonesia, kasus berkaitan dengan cadar sering kali muncul

ke publik dan menimbulkan reaksi yang beragam dari berbagai

kalangan dan elemen masyarakat. Pada akhir tahun 2019, isu cadar

kembali mencuat seiring pernyataan yang dilontarkan oleh menteri

agama Republik Indonesia, Fachrul Razi, terkait larangan penggunaan

cadar di instansi pemerintah.38

Satu tahun sebelumnya, tepatnya pada

37

M. Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an, 23. 38

Pernyataan Fachrul Razi ini sebagaimana dimuat media elektronik

CNN Indonesia dalam ‚Menag Fachrul Razi Akan Larang Cadar di Instansi

Pemerintah‛ pada 5 November 2019. Diakses di

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191030194509-20-444279/menag-

Page 147: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

132 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

awal tahun 2018, isu cadar juga mencuat serta menimbulkan pro dan

kontra dalam masyarakat Indonesia. Hal tersebut merujuk pada

keputusan rector terkait larangan bercadar bagi mahasiswi yang kuliah

di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagaimana berdasarkan Surat

Rektor No B-1301/Un02/R/AK.00.3/02/2018 tentang Pembinaan

Mahasiswi Bercadar. Di tahun yang sama juga terjadi dengan adanya

penon-aktifan dosen bahasa Inggris yang bercadar di IAIN Bukit

Tinggi.39

Pelarangan pada kasus diatas didasari atas keamanan juga cadar

sejatinya hanya berkaitan dengan tradisi atau budaya bukan kewajiban

agama. Selain itu berkaitan dengan kebijakan pelarangan cadar di

kampus, pelarangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan umum

dan kampus serta kebaikan mahasiswi itu sendiri. Sedangkan bagi

yang menolak kebijakan larangan bercadar di kampus, mereka

beralasan bahwa larangan tersebut bertentangan dengan hak asasi

manusia, di samping itu tidak ada satu pun dalil dari Al-Qur’an dan

hadis yang melarang muslimah bercadar.

Di Mesir pada tahun 2008, isu cadar mencuat dan menimbulkan

perdebatan di kalangan masyarakat Mesir bahkan dunia Arab lantaran

pernyataan 3 tokoh terkemuka di Mesir yaitu Mahmu>d Hamdi> Zaqzu>q

-menteri waqaf Republik Arab Mesir-, Sayyid T{ant}a>wi -Grand

Shaiykh al-Azhar- dan ‘Ali> Jum‘ah –grand mufti Republik Arab Mesir-

terkait larangan penggunaan cadar dalam dunia pendidikan di Mesir.

Hal tersebut didasari atas menguatnya arus politik identitas dan

kelompok-kelompok ekstremis di Mesir, dan cadar menjadi salah satu

isu yang mulai mencuat di permukaan, umumnya fenomena tersebut

berlaku di kampus-kampus umum. Bahkan T}ant}a>wi> mengukuhkan

fachrul-razi-akan-larang-cadar-di-instansi-pemerintah pada 29 Desember

2019. 39

Pelarangan cadar di dua kampus tersebut sebagaimana dimuat dalam

media elektronik CNN Indonesia pada ‚Pelarangan Cadar di Kampus Dinilai

Langgar HAM‛ pada 3 Maret 2018. Diakses di

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180307125206-20-

281105/pelarangan-cadar-di-kampus-dinilai-langgar-ham 29 Desember 2019.

Page 148: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

133 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

larangan cadar pada sekolah-sekolah yang berafiliasi dengan instansi

lembaga Al-Azhar.40

Penulis berpendapat jika melihat konteks struktur masyarakat

Indonesia dan Mesir tampaknya sulit diterapkan penggunaan cadar

dalam bermasyarakat. Jikalau cadar dimaksudkan untuk keamanan

sebaliknya cadar justru menimbulkan ketidakamanan dan kenyamanan

bukan hanya untuk si pemakai tetapi orang disekeliling pemakai pula.

Terlebih ketika isu-isu radikalisme dan ekstremisme mencuat. Konteks

dan zaman saat ini telah berubah, sebagaimana dalam konteks

Indonesia dan Mesir, keamanan negara tersebut juga dapat dikatakan

aman. Maka jikalau cadar untuk alasan keamanan tampaknya tidak

dapat diterima. Lebih dari itu, apabila cadar diklaim sebagai kewajiban

ataupun sunnah agama tentu hal ini salah kaprah. Maka dalam hal ini

penulis berpegang pada pendapat ‘Ali< Jum‘ah terkait pemikirannya

mengenai cadar juga berdasarkan ulama terdahulu karena pada prinsip

agama adalah maslahat.

Selain itu menurut penulis, cadar hanya termasuk bagian dari

kategori masalah khila>fiyah. Agaknya terlalu berlebihan jikalau

masalah cadar dibesar-besarkan seolah bagian dari permasalahan yang

inti dari agama (us}ul). Berkaitan dengan pelarangan cadar di beberapa

kampus -sebagaimana fenomena disebutkan diatas- penulis mengacu

pada sadd al-dhari>ah, sebagai langkah preventif dan antisipatif untuk

mencegah potensi bahaya dan kerusakan (mud}arat dan mafsadat) yang

akan ditimbulkan dari pemakaian cadar tersebut selama di kampus.

Dalam kaitannya dengan pemakaian h}ija>b dan niqa>b, pendapat

‘Ali< Jum‘ah cenderung tekstualis ketika menguraikan dalih serta

kehujjahan h}ija>b dengan berpegang teguh nas}s} shar‘I< yang bersifat

qat}‘I< dan mengunggulkan ulama yang mewajibkan h}ija>b tanpa bisa

dita’wi>l dengan dalih lain. Dalam hal ini, tentu saja Ia mengunggulkan

otoritas teks keagamaan dibanding pertimbangkan konteks sosio-

40

Pernyataan larangan cadar dilontarkan 3 tokoh ternama di Mesir

yaitu Sayyid Tant}a>wi -Grand Shaiykh al-Azhar-, Mahmu>d Hamdi> Zaqzu>q –

menteri waqaf Republik Arab Mesir-, dan ‘Ali< Jum‘ah sebagaiman dimuat

berita elektronik al-Jazeera dalam ‚‘Ulama> Mas}riyu>n Yuayyidu>na Khat}r al-Niqa>b‛. Diakses di https://www.aljazeera.net/news/arabic/2009/12/23/ pada

29 Desember 2019.

Page 149: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

134 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

histori-politik Mesir. Sedangkan dalam cadar, ‘Ali< Jum‘ah

menyampingkan otoritas teks dan lebih banyak berbicara budaya Mesir

yang tidak relevan dengan konteks sosial masyarakat Mesir terkait

cadar. ‘Ali< Jum‘ah menolak anggapan cadar bagian dari teologis,

begitu juga menolak pendapat ulama mengenai kewajiban menutup

wajah. Karena cadar bagian dari budaya dan bukan bagian dari agama.

Hal ini mengindikasikan bahwa Ia cenderung kontekstualis dan

membela realitas dengan menganggap bahwa cadar bukan suatu

kewajiban bahkan dianggap bid‘ah apabila pelakunya menggangapnya

sebagai syiar agama.

Dalam hal ini, penulis menduga bahwa pendapat kontradiktif

tersebut agaknya dipengaruhi inteferensi sosio-politik Mesir dan

intelektual ‘Ali< Jum‘ah sebagai akademisi al-Azhar. Karena dari segi

histori-sosio-politik al-Azhar sangat kontras sekali dengan salafi> –yang

dalam hal ini Ikhwa>n al-Muslimi<n dan sempalannya seperti partai al-

Nu>r-, hal ini penulis jelaskan panjang lebar pada bagian sebelumnya

tentang interferensi kondisi sosial Mesir yaitu pada bagian tiga.

Tampaknya interferensi tersebut mempengaruhi pendapat ‘Ali< Jum‘ah

dalam dialognya dengan teks dan konteks mengenai cadar. Bahkan

bersama Sayyid Tant}a>wi<- saat itu sebagai grand shaykh al-Azhar- dan

Mahmu>d Hamdi> Zaqzu>q –menteri waqaf Republik Arab Mesir-, ‘Ali<

Jum‘ah melarang penggunaan cadar dalam aktifitas pendidikan di

Mesir. Hal ini menunjukkan bahwa ‘Ali< Jum‘ah juga mempunyai

kecenderungan bersikap kontekstual-progresif pada kasus cadar dengan

pelarangan tersebut.

B. Khita>n Perempuan

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang Khita>n Perempuan

Menurut ‘Ali< Jum‘ah, khita>n merupakan tradisi masyarakat

masa lalu dan sejak awal sejarah manusia telah diketahui praktek

tersebut. Mereka melakukan praktek khita>n terus-menerus hingga

datangnya Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Khita>n perempuan

pertama kali dilakukan di Mesir kuno sebagai bagian dari upacara adat

yang diperuntukkan khusus bagi perempuan yang sudah beranjak

dewasa. Tradisi tersebut merupakan akulturasi budaya antara

penduduk Mesir dan orang-orang Romawi yang saat itu tinggal di

Page 150: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

135 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Mesir. Hingga datangnya Islam, tradisi ini menyebar ke Madinah pada

masa nabi tapi tidak dengan Mekkah. Di Madinah, khita>n perempuan

sudah menjadi tradisi sehingga ketika nabi SAW berkunjung ke

Madinah, Ia selalu menasehati mereka yang melakukan praktek ini

agar tidak berlebihan. Sebagaimana diriwayatkan dari Umm ‘At}iyah,

\terdapat seorang perempuan yang berprofesi sebagai juru khita>n

perempuan di Madinah pernah suatu ketika Rasulullah s}alla allahu>

‘alayhi wa sallam bersabda kepadanya:

إلالباعل لتانهكيفإنذلكأحظىللم أة،وأحب‚(Jika Engkau mengkhita>n), jangan dihabiskan. Karena hal itu

lebih menyenangkan untuk perempuan, dan lebih dicintai suami.‛41

Memperhatikan teks hadis Umm ‘At}iyah, jikalaupun hadis

tersebut s}ahih maka mayoritas ulama’ mazhab memahami -baik

tersurat maupun tersirat- perintah untuk mengkhita>n anak perempuan,

namun pada realitanya tidak demikian adanya. Sesuatu yang tersurat

berupa tuntunan dan peringatan nabi SAW. kepada juru khita>n

perempuan agar mengkhita>n dengan cara yang baik dan tidak merusak.

Ia mendiamkan praktek khita>n perempuan berjalan di Madinah, namun

disyaratkan dengan tidak berlebihan dan tidak merusak. Apabila saat

ini dijadikan dasar maka khita>n bisa menjadi tidak diperkenankan

apabila berlebihan, atau ternyata merusak dan tidak memberikan

kenikmatan seksual bagi perempuan.42

Dalam literatur fiqh tidak satupun ditemukan satupun ulama

mazhab fiqh yang mu‘tabar melarang praktek khita>n perempuan.

Bahkan ada kesepakatan bahwa khita>n perempuan adalah bentuk

keutamaan. Hanya saja, terdapat perbedaan hukum fiqhnya, antara

41

Hadis ini diriwayatkan Abu> Da>wu>d dalam Al-Sunan, Vol. 4 h. 365

dan Al-Haim dalam al-Mustadrak, Vol. 3, h. 603. ‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 61.

42Ahmad Anwar, Ārā’ Ulamā’ al-Dīn al-Islāmi Fi> al-Kh}itān al-Unthā,

(Kairo: tp., 1989), 8-9.

Page 151: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

136 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

sunnah dan wajib.43

Ulama kontemporer seperti Yu>suf al-Q{arad{a>wi<

menambah ketentuan hukum mubah, hal tersebut merujuk pada

kenetralan makna tersirat dari kata ‛makrumah‛ dalam hadis nabi ‛Al-Khita>n sunnatan li al-rija>l makru>matun li al-nisa>‛. Khita>n merupakan

sunnah (ketetapan Rasul) bagi laki-laki, dan makru>mah (kemuliaan)

bagi wanita.44

Para ulama tidak sependapat tentang hukum khita>n.

Sebagaimana diungkapkan H{asanayn Muhammad Makhlu>f,

bahwasannya sebagian fuqaha berbeda pendapat dalam menetapkan

status hukum khita>n bagi setiap laki-laki dan perempuan. Dalam

mazhab sha>fi>‘i>yyah misalnya, sebagaimana disebutkan oleh al-Nawawi@>

dalam al-Majmu>‘, bahwa khita>n wajib hukumnya bagi laki-laki dan

sunnah bagi perempuan. Pendapat semacam ini merupakan pendapat

yang banyak diikuti kebanyakan ulama. Sedangkan mazhab H{ana>bilah

sebagaimana yang disebutkan oleh Ibn Quda>mah dalam kitab al-Mughni>, mengatakan wajib hukumnya bagi laki-laki, dan tidak wajib

ataupun sunnah tetapi lebih baik bagi perempuan. Nampaknya

pendapat inilah yang diikuti oleh kebanyakan ahli ilmu kesehatan.45

Adapun khita>n bagi perempuan yang ditetapkan oleh mazhab

H}anafi>, Ma>likiyah dan Hana>bilah yaitu sunnah berdasarkan hadis

Umm ‘At}iyyah. Mengomentari kepada seluruh teks hadis yang

berkaitan dengan kewajiban khita>n baik untuk laki-laki maupun untuk

perempuan, al-Shawka>ni@ mengatakan: ‚Yang benar adalah bahwa tidak

ada dasar hukum yang s}ahi>h, yang menunjukkan kewajiban khita>n.

Dan Ia membagi tiga pendapat menurut klasifikasi ulama, yaitu wajib

bagi laki-laki dan perempuan, sunnah bagi keduanya dan wajib bagi

laki-laki dan sunnah bagi perempuan.46

43

Jama>l Abu> Surur, dkk, Khita>n al-Ina>th, (Kairo: Jam‘iyat al-Azhar al-

Markazi al-Daw>li> al-Islami> Li al-Dira>sa>t wa al-Buhu>th al-Sakaniyah, 2013),

15. 44

Yu>suf al-Qarad{a>wi>, ‚Hukm al-Shar‘a Fi> al-Khita>n‛ Diakses di

https://www.al-qaradawi.net/node/4263 pada 29 Desember 2019 45

H{usayn Muhammad Makhlu>f, Fatāwa> Shar‘iyyah wa Buhūth al-Islāmiyyah, (Kairo: al-Madani, 1971), Vol. I, 145.

46Al-Shawka>ni<, Nayl al-Awt}a>r, 111.

Page 152: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

137 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Bagi ‘Ali< Jum‘ah mengenai hukum khita>n perempuan dapat

disimpulkan bahwa para fuqaha sebenarnya menafikan sifat wajib,

begitu juga mereka menafikan sifat sunnah. Maka benang merah yang

diambil adalah mereka menafikan pentasyri‘an khita>n perempuan dan

menjadikan khita>n bagian dari adat tradisi. Dan sifat kemuliaan yang

ditunjukkan dari hadis dapat dikatakan merujuk pada pengetahuan

medis yang berlaku dan kesesuaian adat pada waktu itu dan bukan

bagian dari syariat Islam.47

‘Ali< Jum‘ah menjustifikasi bahwa semua hadis yang berkaitan

dengan perintah khita>n perempuan adalah d}a‘if (lemah) dan tidak ada

satupun hadis yang dapat dijadikan landasan h{ujjah. Berkaitan dengan

hadis Umm ‘At}iyah yang banyak dikutip oleh para ulama, hadis

tersebut tidak mengindikaikan adanya unsur kewajiban, kecuali hanya

unsur legalitas (pengakuan) nabi Saw. terhadap perbuatan perempuan

yang melakukan praktek khita>n di Madinah ketika itu.48

Hal tersebut

juga diamini Ibn al-Mundhi>r, al-Shawka>ni>, Mahmu>d Shaltu>t, Sayyid

Sa>biq, Wahbah al-Zuha>yli<, Muhammad al-Banna> dan Anwar Ah{mad.49

Jika demikian, maka label hukum khita>n perempuan yang ada dalam

fikih adalah murni hasil ijtihad ulama dan bukan perintah atau

tuntunan agama secara langsung. Bahkan mengenai khita>n laki-laki

pun sebagian ulama juga tetap memahaminya demikian. Oleh karena

itu, mayoritas ulama mazhab fiqh terkait dengan masalah khita>n

perempuan, lebih memilih kepada predikat ‚kemuliaan‛ daripada

sunnah terlebih tidak sampai kepada wajib.

Menurut ‘Ali< Jum‘ah, pada dasarnya khita>n perempuan yang

menjadi adat hingga saat ini dan sebagaimana pula hadis nabi yang

mengindikasikan bukan bagian dari syariat itu hanya untuk alasan

emergensi medis.50

Dan ini yang menurut ‘Ali< Jum‘ah harus dipahami

oleh umat muslim saat ini karena untuk alasan medis semata. Hal

47

‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 61 48

‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 62. 49

Agus Hermanto, ‚Khita>n Perempuan antara tradisi dan Syariah‛

dalam Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam. Vol. 10, No. 1, (Juni,

2016), 262-263. 50

‘Ali< Jum‘ah, ‚The Islamic view on female circumcision‛ dalam

African Journal of Urology. Vol. 19, No. 3, (September, 2011), 122.

Page 153: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

138 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

senada diungkapkan Mah{mu>d Shaltu>t51

bahwa kaidah fiqh yang dapat

dijadikan rujukan dalam menentukan kebijakan khita>n perempuan,

ataupun melukai anggota badan makhluk hidup (seperti memotong

anggota badan bagian seks), hukum dasarnya adalah haram, kecuali

kalau dalam hal itu ada kemaslahatan yang kembali kepadanya. Maka

hukum asal khita>n adalah haram karena termasuk kategori melukai

anggota tubuh. Apabila laki-laki diperbolehkan khita>n karena

pencapaian kesehatan yang lebih baik (selain karena ada teks hadis)

maka pengambilan keputusan untuk mengkhita>n perempuan harus

didasarkan pada alasan medis yang kuat. Jika tidak ada alasan medis

maka hukum khita>n kembali keasalnya, yaitu haram.

Mempertimbangkan perdebatan seputar khita>n perempuan

diatas, ‘Ali< Jum‘ah menetapkan keharaman khita>n perempuan untuk

zaman saat ini. Karena sunat kelamin perempuan yang dipraktekkan

saat ini membahayakan perempuan secara psikologis dan fisik.

Baginya praktik khita>n bagi perempuan harus dihentikan sebagaimana

kaidah ‚La> d{ara>ra wa la> d{ira>ra‛ agar tidak menyakit diri sendiri

maupun menyakiti orang lain. Selain itu hal tersebut sejalan pula

dengan perintah nabi SAW.52

Melalui Konferensi Internasional berkaitan dengan FGM

(Female Genital Mutilation) yang diselenggarakan Da>r Ifta>’ al-

Mis}riyah pada November 2006. ‘Ali< Jum‘ah -yang saat itu merupakan

grand mufti Republik Arab Mesir- mengajak para cendekiawan dari

berbagai elemen yangterdiri dari para sarjana hukum Islam, ahli

kesehatan dan para aktivis dari berbagai organisasi di Mesir dan

seluruh dunia membahas larangan praktik khita>n perempuan.

Konferensi tersebut menyimpulkan bahwa mutilasi yang saat ini

diterapkan di beberapa bagian Mesir, Afrika dan di tempat lain

merupakan kebiasaan yang menyedihkan yang tidak menemukan

pembenarannya dalam sumber hukum Islam, baik Al-Qur’an dan

sunnah nabi Muhammad.53

51

Mahmud Shaltut, Al-Fata>wa>, 333. 52

‘Ali< Jum‘ah, Fata>wa> al-Mar’ah al-Muslimah, 294. 53

‘Ali< Jum‘ah, Al-Kallim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. 1, 253.

Page 154: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

139 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Secara etimologi istilah khita>n berarti memotong. Berbagai

literatur fiqh klasik menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan khita>n

adalah memotong kuluf (menghilangkan sebagian kulit) yang

menutupi kashafah atau ujung kepala penis. Adapun khita>n perempuan

dalam bahasa Arab disebut khifad} yang berasal dari kata khafd{, artinya

memotong ujung klitoris pada vagina.

Khita>n merupakan ajaran dari nabi Ibra>hi>m As. yang turun

temurun dianut oleh umat setelahnya sampai dikuatkan kembali dalam

ajaran Islam. Sebagaimana disampaikan oleh Abu> Isha>q bahwa nabi

Ibrahim dikhita>n di Qudum,54

yaitu nama suatu desa yang berada di

wilayah negeri Syam. Selanjutnya khita>n tersebut juga diterapkan

kepada anaknya yaitu nabi Isha>q dan nabi Isma>‘i>l. Sebagaimana juga

dikemukakan oleh Ibn Qayyim al-Jawzi> yang mengatakan bahwa:

‚Nabi Ibrahim mengkhita>n anaknya yang bernama Ishaq ketika

berumur 7 hari, dan mengkhita>nkan Isma>‘il ketika berumur 13

tahun‛.55

Pelaksanaan khita>n laki-laki hampir sama di setiap tempat, yaitu

dengan memotong sebagian kulit yang menutupi kepala penis

(kashafah). Sedangkan khita>n peremuan pelaksanaannya berbeda di

setiap tempat. Ada yang dilakukan hanya secara simbolis saja atau

membuang sebagian klentit (klitoris) dan ada yang memotong bibir

vagina (labia minora).56

Ada yang dilakukan dengan mengiris kulit

yang paling atas pada alat kelamin yang berbentuk seperti biji-bijian,

atau bagaikan jengger ayam jago. Dan yang menjadi kewajiban adalah

mengiris kulit bagian atas alat tersebut dengan tidak melepaskan

potongannya.57

54

Abu> Ishaq al-Shi>ra>zi>, al-Muhadhdhab, juz ke-1, (Kairo: Isa> al-Ba>bi

al-Halabi, tt.), 14. 55

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zādu al-Ma‘ād fī Hādi Khayr al-Ibād Muhammad Khatam al-Nabiyyīn wa al-Imām al-Mursalīn, juz ke-1, 2, (Kairo:

Matba’at al-Mushriyyah, tt.), 40. 56

Elga Sarapung, dkk., Agama dan Kesehatan Reproduksi, (Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1999), 118. 57

H}asanayn Muhammad Makhlu>f, Fatāwa> Shar‘iyyah wa Buhūth al-Islāmiyyah, 145.

Page 155: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

140 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Wahbah al-Zuhayli<@ dalam kitab al-fiqh al-Isla>mi< wa Adilatuhu>, khita>n pada perempuan berarti memotong sedikit mungkin dari kulit

yang terletak pada bagian atas farj. Lebih utamanya adalah tidak

memotong jengger yang paling atas dari farj demi tercapainya

kesempurnaan kenikmatan waktu bersenggama.58

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dengan Aspek Kesetaraan Gender

Sebagaimana telah penulis uraikan dinamika perdebatan para

ulama seputar khita>n perempuan, pada dasarnya dalam literatur fiqih

tidak ditemukan satupun ulama mazhab fiqh yang mu‘tabar melarang

praktek khita>n perempuan. Bahkan, ada kesepakatan bahwa khita>n

perempuan adalah bentuk keutamaan.

Namun permasalahan khita>n perempuan menjadi permasalahan

kontemporer karena permasalahan yang justru "baru" adalah adanya

tren pelarangan terhadap khita>n perempuan secara umum dan menjadi

peraturan internasional seperti PBB, bahkan dibeberapa negara sudah

dituangkan dalam kebijakan pemerintahan sekalipun itu hanya

berbentuk surat edaran.

Di negara Mesir telah ditetapkan undang-undang yang melarang

keras pelaksanaan sunat perempuan. Undang-undang tersebut merujuk

kepada fatwa ulama Mesir tahun 2007 yang melarang melaksanakan

sunat perempuan. Di Indonesia, sebagai negara yang berpenduduk

muslim terbesar di dunia, melalui Kementerian Kesehatan telah

menerapkan peraturan melalui Dirjen Kesehatan tentang pelarangan

praktek medikalisasi sunat perempuan sejak tahun 2004. Demikian

juga di tingkat International, PBB melalui pasal 12 CEDAW

(Konvensi PBB tahun 1979 tentang penghapusan segala bentuk

diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan) secara tegas

melarang praktek khita>n perempuan dan menganggapnya sebagai

bentuk nyata kekerasan terhadap perempuan. WHO mengatakan

bahwa khita>n pada perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan sama

58

Wah{bah al-Zuhayli<, al-Fiqh al-Isla>miy wa Adilatuhu>, Vol.1, 356.

Page 156: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

141 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

sekali bahkan khita>n pada perempuan justru menambah reksiko untuk

kaum perempuan terkena penyakit berbahaya seperti HIV.59

WHO sebagai agen khusus kesehatan PBB telah membagi

klasifikasi praktek khita>n perempuan kedalam empat tipe: (1).

Pemotongan ‚prepuce‛ dengan atau menggores bagian atau seluruh

klitoris (2) pemotongan klitoris dengan disertai sebagian atau seluruh

labia minora: (3) pemotongan bagian atau seluruh alat kelamin luar

disertai penjahitan atau penyempitan lubang vagina (infibulasi); dan

(4) tidak terklasifikasi, yakni: penusukan, pelubangan, pengirisan, atau

penggoresan terhadap klirotis dan/atau labia, pemotongan vagina,

pemasukan bahan jamu yang bersifat korosif ke dalam vagina.

Dorongan untuk pelarangan vagina semakin menguat dengan

kampanye yang sistematis dengan WHO serta beberapa lembaga

donor.60

Menurut WHO, terdapat sekitar 200 juta perempuan di dunia

yang mengalami tindakan sunat.61

Khita>n perempuan dalam realita

sosiologis banyak dilakukan di negara-negara Islam atau wilayah yang

berpenduduk mayoritas muslim. Paling tidak, khususnya masyarakat

muslim mazhab Sha>fi>‘i>< di Afrika, seperti Mesir, Kamerun, Kenya,

Tanzania, Ghana, Mauritania, Sierra Loene, Chad, Botswana, Mali,

Sudan, Somalia, Eithopia, dan Negeria. Sedangkan di Asia, praktek ini

umumnya dilakukan di lingkungan masyarakat muslim, seperti

Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia, Brunei, dan Indonesia.

Menarik dicatat, tradisi khita>n juga dilakukan umat Islam yang

tinggal di Amerika Latin, seperti Brazil, Meksiko bagian Timur, dan

Peru. Masyarakat muslim yang bermukim di beberapa negara barat,

seperti Belanda, Swedia, Inggris, Prancis, Amerika, Kanada, Australia,

59

Lihat: Situs resmi World Health Organization tentang Female

Genital Mutilation di https://www.who.int/en/news-room/fact-

sheets/detail/female-genital-mutilation diakses pada 28 Oktober 2019. 60

Cut Riani Oetari, ‚Peran World Health Organization (WHO)

Mengatasi Female Genital Mutilation Di Mesir Tahun 2008-2012‛, dalam

jurnal Jom Fisip, Vol. 3, No. 1 (Feb, 2016), 3. 61

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/female-genital-

mutilation. Diakses pada 22 September 2019.

Page 157: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

142 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

juga masih melakukan khita>n perempuan, meskipun undang-undang

setempat telah melarangnya.

Selain itu, khita>n perempuan juga dipraktekkan di Uni Emirat

Arab, Yaman Selatan, Bahrain, dan Oman. Perlu dicatat, praktek

khita>n perempuan bukan hanya ditemukan di kalangan muslim,

melainkan juga non muslim, seperti penganut Kristen Koptik di Mesir

dan penganut Yahudi di Palestina. Tetapi menarik juga diungkapkan

bahwa praktek khita>n perempuan justru tidak umum dilakukan di

wilayah asal-usulnya Islam, yaitu Saudi Arabia. Demikian juga

wilayah Islam lainnya. Seperti Suriah, Libanon, Iran, Iraq, Yurdania,

Maroko, Aljazair dan Tunisia. Bahkan Turki yang mayoritas mazhab

H}anafi>> tidak mengenal khita>n perempuan. Begitu juga di Afghanistan

dan negara-negara Afrika lainnya.62

Berkaitan dengan dalil hukum khita>n terutama khita>n bagi

perempuan, kebanyakan didasarkan pada tuntutan untuk mengikuti

ajaran Ibra>hi>m As., dan keterangan lain yang disebutkan sebagai

sunnah serta peluang meraih kemuliaan. Anggapan ini cenderung

disebabkan pada keadaan pelaksanaan khita>n pada saat itu yang lebih

mengarah pada faktor perilaku, yaitu kebiasaan yang menggejala dan

kemudian berkembang sebagai nilai-nilai di tengah masyarakat.63

Berangkat dari hal tersebut pembahasan mengenai khita>n

perempuan tidak lagi berkutat pada hukum, karena secara fiqh,

ketentuan tersebut telah lama panjang lebar dijelaskan dalam berbagai

literatur baik klasik maupun kontemporer. Permasalahan yang justru

baru sebagaimana telah diungkapkan adalah adanya tren larangan

terhadap khita>n perempuan secara umum.

Di Mesir -di mana ‘Ali< Jum‘ah berdialog dengan konteks-, pada

dasarnya permasalahan pelarangan khita>n perempuan telah lama

dibahas oleh para ulama hingga pemerintah Mesir mengeluarkan

peraturan-peraturan terkait khita>n perempuan. Hal ini pula yang

menjadikan landasan ‘Ali< Jum‘ah menegaskan keharaman khita>n

62

Marlinda Oktavia Erwanti, ‚Kajian Yuridis Female Genital

Mutilation (FGM) dalam perspektif HAM‛ dalam jurnal Diponegoro Law Review, Vol. 1, No. 4, (November, 2012), 9.

63H}usayn Muhammad Makhlu>f, Fatāwa> Shar‘iyyah wa Buhūth al-

Islāmiyyah, 146.

Page 158: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

143 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

perempuan. Pertama kali pelarangan khita>n perempuan diterbitkan

melalui peraturan menteri No. 74 pada tahun 1959. Dimana dalam

peratutan tersebut melibatkan cendekiawan agama Islam dan praktisi

medis, termasuk wakil menteri Kesehatan, Must}afa> Abd al-Khaliq,

grand mufti Mesir pada saat itu, Hassan Ma’mun, dan Mufti

sebelumnya, Hasanayn Muhammad Makhlu>f. Begitu juga fatwa

Mahmud Shaltu>t yang dikeluarkan pada tahun 1959.64

Pada kenyataannya praktek khita>n perempuan meningkat dan

menyebabkan kenaikan tingkat keadaan yang memprihatinkan pada

kesehatan perempuan. Menteri kesehatan mengeluarkan peraturan No.

261 untuk tahun 1996 yang menyatakan: ‚Sunat perempuan dilarang,

terlepas dari apakah itu dilakukan dalam rumah sakit atau klinik

kesehatan umum atau swasta. Kinerja penyunatan pada perempuan

tidak diizinkan kecuali mendapatkan izin medis yang harus ditentukan

oleh kepala departemen penyakit dan kelahiran perempuan di rumah

sakit dan berdasarkan rekomendasi dari dokter pasien.65

Pada tahun 2007 ‘Ali< Jum‘ah mengeluarkan fatwa mengutuk

FGM dan dewan tertinggi Azhar riset Islam mengeluarkan pernyataan

yang menjelaskan bahwa FGM tidak memiliki dasar dalam inti syariat

Islam. Begitupula dalam kurun waktu beberapa tahun, pemerintah

Mesir mengeluarkan beberapa keputusan peraturan perundang-

undangan untuk sepenuhnya menerapkan hukum anti-FGM, dan hal

tersebut berkesinambung hingga usaha kampanye pemerintah yang

komprehensif yang telah dilakukan sejak tahun 2007 melalui larangan

melakukan FGM baik di rumah sakit maupun klinik medis.66

Tampaknya, pendapat-pendapat ataupun fatwa yang dikeluarkan

‘Ali< Jum‘ah dan usaha pemerintah Mesir beberapa tahun terkahir

begitu juga para sarjana Hukum Islam turut andil ke arah penghentian

praktek FGM di Mesir. Meskipun tingkat prevalensi masih tinggi,

namun pemerintah Mesir terus mengkampenyakan anti-FGM dan

kampanye tersebut tampaknya menunjukan penurunan prevalensi.

Hasil survey dari Demografi Health Survey untuk tahun 2012

64

‘Ali< Jum‘ah, A. Responding from Traditions, 100. 65

‘Ali< Jum‘ah, A. Responding from Traditions.,101. 66

‘Ali< Jum‘ah, ‚The Islamic view on female circumcision‛, 123–126.

Page 159: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

144 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

menunjukkan bahwa prevalensi anak perempuan antara 15-19 tahun

dari 93% di tahun 2008 menjadi 74% di tahun 2012. Dari total

keselurahan prevalensi antara 15-49 terjadi perubahan signifikan

terhadap persentase prevalensi tahun 2008 yaitu 96% menjadi 91%

ditahun 2012, dan perubahan signifikan dari sikap ibu, karena dari 92%

ibu yang mengalami FGM hanya 35% dari mereka yang berniat

menyunat anak perempuan mereka. 67

Berbeda halnya di Indonesia, menyikapi perkembangan -tren-

pelarangan khita>n perempuan -sebagaimana telah penulis jelaskan

diatas- juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Population Council terhadap pelaksanaan sunat perempuan di Indonesia yang

dibiayai oleh USAID dan Ford Foundation. Disamping itu juga

peraturan kementerian kesehatan, melalui Dirjen kesehatan tentang

pelarangan praktek medikalisasi sunat perempuan sejak tahun 2004.

MUI (Majelis Ulama Indonesia) kemudian mengeluarkan Fatwa No.

9A Tahun 2008 tertanggal 7 Mei 2008.68

67

United Nations Population Fund Egypt. (n.d.). National Legislation, Decrees and Statements Banning FGM/C. Diakses di

http://egypt.unfpa.org/english/fgmStaticpages/3f54a0c6-f088-4bec-

86715e9421d2adee/National_Legislations_Decrees_and_Statements_banning

_fgm.aspx pada 18 Oktober 2019. 68

Keputusan fatwa MUI (majelis ulama Indonesia) No. 9 A tahun 2008

tentang hukum pelarangan khita>n terhadap perempuan, yang diketuai oleh

Anwar Ibrahim, sekretaris Hasanudin. Fatwa tentang hukum pelarangan

khita>n terhadap perempuan. Pertama, status hukum khita>n perempuan. 1)

Khita>n, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan

syiar Islam. 2) Khita>n terhadap perempuan adalah makrumah, pelaksanaannya

sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Kedua, hukum pelarangan

khita>n terhadap perempuan adalah bertentangan dengan ketentuan syari'ah

karena khita>n, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan)

dan syiar Islam. Ketiga, batas atau cara khita>n perempuan dalam

pelaksanaannya, khita>n terhadap perempuan harus memperhatikan hal-hal

sebagai berikut: 1. Khita>n perempuan dilakukan cukup dengan hanya

menghilangkan selaput (jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris. 2.

Khita>n perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong

atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan d{arar. Keempat,

Rekomendasi, Pemerintah cq. Kementerian Kesehatan untuk menjadikan

Page 160: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

145 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Jika dicermati, agaknya fatwa MUI ini berada pada posisi

netral. Fatwa tersebut tidak mewajibkan ataupun melarang

pelaksanaan khita>n perempuan. Oleh karena itu, kementerian

kesehatan kemudian menerbitkan peraturan menteri kesehatan RI No.

1636 Tahun 2010 yang mengatur pelaksanaan khita>n perempuan.69

‘Ali< Jum‘ah dalam kaitannya khita>n perempuan lebih melihat

konteks sosiologis masyarakat dibanding otoritas teks keagamaan.

Dalam hal ini, ‘Ali< Jum‘ah melihat konteks di Mesir dan negara-negara

muslim lainnya terkhusus Afrika yang dianggap memprihatinkan.

Berlandaskan kaidah fiq}hiyah ‚La> D{arara wa la> D{ira>ra‛ ‘Ali< Jum‘ah

menganggap konteks masyarakat lebih maslah}ah. Karena menurut

hasil pengamatannya, khita>n perempuan tidak mendatangkan manfaat

bagi perempuan, justru hal tersebut dapat merusak organ perempuan

dengan cara memotong, melukai dan menghilangkan sebagian dari alat

vital dan alat reproduksi perempuan. Apalagi kalau terbukti praktek

khita>n dapat meninggalkan trauma psokologis bagi mereka. Diluar

konteks sebagian ulama menganggap khita>n perempuan sebagai suatu

kemuliaan, ‘Ali< Jum‘ah justru melarang praktek khita>n bagi

perempuan.

Terlebih tingkat kemud}aratan yang ditimbulkan khita>n di Mesir

cukup tinggi terbukti sebagaimana hasil survey Demografi Health Survey diatas. Berbeda halnya dengan Indonesia yang agaknya masih

dalam batas norma khitan perempuan yang tidak menimbulkan

mud}arat tingkat terlalu tinggi pada praktek dalam masyarakat,

beberapa ulama di Indonesia juga menjunjung hormat hadis berkaitan

kemuliaan khitan perempuan. Dari dua konteks Mesir dan Indonesia

agaknya kesesuaian fatwa dalam merespon realitas harus juga dilihat

dari sosiolgis atau tempat yang mengitari dan hal ini tampaknya yang

‘Ali Jum‘ah pertimbangkan dalam fatwanya mengenai pelarangan

khitan perempuan tersebut.

fatwa ini sebagai acuan dalam penetapan peraturan/regulasi tentang masalah

khita>n perempuan. 2) Menganjurkan kepada Pemerintah cq. Departemen

Kesehatan untuk memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada tenaga medis

untuk melakukan khita>n perempuan sesuai dengan ketentuan fatwa ini. 69

Lihat: Asrorun Ni’am Sholeh, ‚Fatwa Majelis Ulama Tentang Khita>n

Perempuan‛, dalam jurnal Ahkam, Vol. XII. No. 2 (Juli, 2012), 36.

Page 161: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

146 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Penulis menyimpulkan bahwa ‘Ali< Jum‘ah menyampingkan

pendapat fuqaha atas kemuliaan khita>n perempuan sebagai validasi

hukum, sebaliknya ‘Ali< Jum‘ah tampak menggunakan ‘illat hukum

khita>n perempuan dari berbagai aspek, seperti aspek historis, aspek

medis, sosiologis, antropologis, psikis secara interdisipliner, juga dari

segi kekuatan dasar baik Al-Qur’an maupun hadi>th secara tekstual

maupun kontekstual. Jikalau demikian, maka ‘Ali< Jum‘ah

mempertimbangankan kemaslahatannya yang menjadi hukum.

C. Kepemimpinan Perempuan (Hak & Kontestasi Perempuan dalam

Politik)

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang Kepemimpinan

Perempuan

Menurut ‘Ali< Jum‘ah suatu hal yang pasti dan tidak mungkin

dipungkiri, bahwa Allah menciptakan perempuan dengan tabiat yang

berbeda dengan laki-laki. Karena itu, syariat datang dengan hukum-

hukum yang sesuai dengan kondisinya. Islam menetapkan hak dan

kewajiban perempuan sesuai fitrahnya, semuanya untuk menjaga

keseimbangan dan keselarasan fitrah manusia itu sendiri. Berkaitan

dengan kontestasi perempuan dalam ruang politik, pada prinsipnya

agama tidak membatasi hak perempuan dalam mengurus kepentingan

publik. Hanya saja perlu disesuaikan dengan kemampuan dan

kehormatan perempuan itu sendiri. 70

‘Ali< Jum‘ah menambahkan, selama perempuan tersebut dapat

mengkompromikan kewajiban pekerjaannya dengan kewajibannya

kepada suami juga dengan sesuatu yang menjadi kewajibannya sebagai

istri maka hal tersebut tidak dilarang. Akan tetapi pada faktanya

seringkali perempuan yang berkarir tidak selaras dengan tabiatnya,

seperti keberadaannya yang jarang dirumah dengan mengadakan

perjalanan jauh, hal ini menjadikannya tidak sesuai dengan syariat

sebagaimana hak dan kewajibannya. Maka dalam hal ini, alangkah

baiknya perempuan cukup menjadi voter dalam pemilihan umum dan

70

‘Ali> Jum‘ah, Fata>wa> al-Nisa>’, 438.

Page 162: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

147 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

menyerahkan urusannya kepada laki-laki, karena ini termasuk bab al-shaha>dah dan begitupula lebih mas}lahah.

71

Hal senada diungkapkan Sayyid T{anta>wi>72

< dan Qara>d{a>wi<73

, bagi

Qara>d{a>wi tidak ada satupun nas}s{ Al-Qur’an maupun hadis yang

melarang perempuan untuk menduduki jabatan apapun dalam ruang

publik baik diparlemen maupun di pemerintahan. Namun, Ia mewanti

bahwa perempuan dalam pekerjaan tersebut harus mengikuti aturan

yang telah ditentukan syariat, seperti: 1) tidak boleh ada khalwat (berduaan dalam ruangan tertutup) dengan lawan jenis bukan mahram.

2) tidak boleh melupakan tugas utamanya sebagai seorang ibu yang

mendidik anak-anaknya. dan 3) harus tetap menjaga perilaku secara

Islami baik dalam berpakaian, berkata, berperilaku, dan lain-lain.74

Dalam kontestasi di ruang politik, ‘Ali< Jum‘ah membatasi

kebolehan perempuan pada haknya dalam pemilihan umum,

pencalonan di parlemen, jabatan di lembaga-lembaga kepemerintahan

seperti hakim, menteri dan jabatan-jabatan lainnya kecuali kepala

negara (presiden, perdana menteri, kanselir, dan lain-lain). Karena

urusan kepala negara selain mencakup urusan negara juga mencakup

urusan umat Islam secara keseluruhan, dalam hal ini kepemimpinannya

bersentuhan langsung dengan urusan agama seperti mencakup

kepemimpinan dalam shalat yang tentu saja bertentangan dengan

syariat.75

Ketidakbolehan perempuan menjadi pemimpin dalam shalat

tersebut akan penulis uraikan secara khusus pada bagian keempat ini

pada poin E tentang kepemimpinan perempuan dalam shalat. Sejalan

71

‘Ali> Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke- 2, 349-350. 72

Sayyid al-T{ant{a>wi<, Tawlia> al-Mar'ah Ria>sah al-Dau>lah La> Yukh{lif al-Sharia>h. Dalam Okaz Arab Saudi, edisi 28 Muharram 1429 H. Diakses di

https://www.okaz.com.sa/article/161980 pada 18 Oktober 2019. 73

Yusu>f al-Qarad}a>wi><, Min Hadyi al-Isla>m Fatwa> Mua>s}irah, 381 74

Yusu>f al-Qarad}a>wi><, Min Hadyi al-Isla>m Fatwa> Mua>s}irah, 382.

Mengenai syarat-syarat kebolehan perempuan kebolehan wanita karier juga

dikemukakan oleh Nu>r al-Di<n ‘Itr dalam karyanya Amal al-Mar’ah Wa Ikhtila>thiha> wa Dau>ruha> Fi> Bina>’ al-Mujtama’. Lihat Nu>r al-Di<n ‘Itr, Amal al-Mar’ah Wa Ikhtila>thiha> wa Dau>ruha> Fi> Bina>’ al-Mujtama‘, (Damaskus: Da>r

al-Buhu>th li al-dira>sah al-Isla>miyah Wa Ihya>’ al-Tura>th, 2001), 61-70. 75

‘Ali> Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> ‘As}riyah, Vol. ke- 2, 351.

Page 163: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

148 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

dengan pendapat tersebut, Wahbah al-Zuh}aiyli> menambahkan

kepemimpinan sebuah negara hendaknya dijalankan oleh seorang laki-

laki. Menurutnya, laki-laki merupakan syarat dalam menjadi pemimpin

karena beban pekerjaan menuntut kemampuan besar yang umumnya

tidak ditangggung perempuan. Perempuan juga tidak sanggup

mengemban tanggung jawab yang timbul atas jabatan ini baik pada

masa damai atau perang dan situasi berbahaya.76

Pada dasarnya para ulama berbeda pendapat mengenai

kepemimpinan perempuan di ruang politik. Akan tetapi dinamika

perbedaan ulama tersebut banyak dijumpai pada ulama kontemporer

sehingga permasalahan ini dikategorikan dalam permasalahan

kontemporer . Di sisi lain juga kajian literatur klasik belum banyak

dijumpai dalam membahas tentang kepemimpinan perempuan diruang

politik. Karena di era klasik struktur sosial dan konteks dalam

masyarakat muslim memaklumkan bahwa laki-laki memiliki tanggung

jawab ekonomi dibanding perempuan. Secara politis pun, perempuan

sama sekali tidak memiliki peran signifikan untuk menjalankan urusan

klan, kota, negara dan lain-lain sehingga kurangnya kajian untuk

membahas peran perempuan dalam ranah ini. Mengacu pada sebagian

ulama kontemporer,77

secara umum mayoritas ulama klasik tidak

membolehkan perempuan diruang politik terkhusus menjadi pemimpin

negara. Pendapat tersebut berdasarkan Qs. al-Nisa>’ (4): 3478

dan hadis

76

Wahbah al-Zuhayli<, Al-Fiqh al-Islami< wa adillatuhu>, Vol. 8, 302. 77

Diantara ulama kontemporer yang tidak membolehkan

kepemimpinan perempuan ialah Wahbah al-Zuhayli> yang mengutip ijma>‘ ulama bahwa salah satu syarat mengemban jabatan imam adalah laki-laki

(dhuku>rah). Lihat: Wahbah al-Zuhayli<, Al-Fiqh al-Islami< wa adillatuhu>, Vol.

8, 302. Lebih dari itu, Abd al-‘Azi>z bin ‘Abd Alla>h bin Ba>z dalam Fata>wa> Abd Alla>h bin Ba>z mengharamkan perempuan menduduki jabatan tinggi

apapun dalam pemerintahan terlebih kepala negara. Lihat: Abd al-‘Azi>z bin

‘Abd Alla>h bin Baz, Majmu‘ Fata>wa> Ibn Ba>z, no. fatwa: 3046, Vol. 1, 424.

Pendapat serupa juga dapat dilihat pada Fata>wa> Al-Lajnah Al-Da>imah, no.

fatwa: 11780,13. 78

QS.al-Nisa>’ (4) :34:

Page 164: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

149 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

dari Abu> Bakrah.79

Dari kedua nas{s} tersebut kalangan ahli fiqih salaf,

termasuk mazhab empat berpendapat bahwa imam harus dipegang

seorang laki-laki dan tidak boleh diduduki seorang perempuan.80

Adapun perbedaan ulama kontemporer berkaitan seorang

perempuan menjadi kepala negara didasari atas perbedaan definisi dan

level kepemimpinan dikalangan para ulama. Kepemimpinan dalam

bahasa Arab dapat disebut al-wila>yah yang secara etimologis berarti

suatu negara yang diatur oleh kepala pemerintahan. Al-wila>yah juga

bermakna penguasa atau pejabat negara itu sendiri.81

مييييييىالفقييييييىا ميييييي أ

نييييييي وبمييييييا أ ييييييى ب

عل يييييي ييييييه ب

ييييييل الل

سيييييياء يمييييييا

ييييييى ال

امييييييىن عل ى

ال جييييييا ق

بيي

لل ييا

ف حا انتييا

ق يياحا الص

ييىو واي يي وو يي

ف

ييىزو

ىن ن

ييا

خ

خيي ت

ييه والب

الل

يمييا حفييل

تيىا ك ان علب

ه ك

ن الل

ه كببب

ىا عل

ت

ت

ب

ن ط

ن أ

اجا واض بىو

اال

Artinya: ‚Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kem udian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar‛.

79Hadis Abd al-Rahma>n bin Abu> Bakrah:

ا ام أ م و

ىا أ

ىم ول

يفل ق

"Tidak akan bahagia suatu kaum apabila mereka menyerahkan

kepemimpinan mereka kepada wanita". (HR. Bukha>ri>) 80

Isma>‘il bin ‘Umar Al-Dimashqi>, Tafsi>r Ibn Kathi>r, (Beirut: Da>r Ibn

H}azm, 2000), 293. Bandingkan dengan Muhammad al-Ra>zi> Fakhr al-Di>n,

Tafsi>r al-Fakhr al-Ra>zi>, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), Vol. 1, 88. Ibnu Rushd

merinci perbedaan pendapat ini dalam kitab Bidayatul Mujtahid, bahwa Abu>

Hani>fah berkata: boleh wanita menjadi qad}i dalam masalah harta. Al-T}abari>

berkata: Wanita boleh menjadi hakim secara mutlak dalam segala hal. Lihat:

Ibn Rushd, Bida>yah al-Mujtahid wa al-Niha>yah al-Muq{tas}id, Vol. 4. 1678. 81

Lihat: Mu‘jam Al-Ma‘a>ni< dan Mu‘jam Al-Wasi<t{h. Teks asal: البالد التي / https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar .يتسللل عل ه يالللل الللل الي ال اليللل /?c= سللل/.

Page 165: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

150 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Secara istilah al-wila>yah terbagi menjadi tiga yaitu al-wila>yah al-uz}ma> al-kubra>, al-wila>yah al-a>mmah dan al-wila>yah al-s}ughra> al-kh{as}s}ah. Al-wila>yah al-a>mmah berarti jabatan yang memiliki otoritas

untuk melaksanakan tiga jabatan yaitu eksekutif (tanfi<z}iyah), yudikatif

(qad{a>iyah) dan legislatif (tashri<’iyah).82

Yang dimaksud al-wilaya>h al-uz{ma> al-kubra> yaitu wilayah negara yang dipimpin oleh kepala

pemerintahan yang sekarang disebut dengan presiden, perdana menteri,

kanselir, atau raja. Namun, ada juga perbedaan penafsiran dalam

mendefinisikan kata al-wilaya>h al-uz{ma> al-kubra> dan al-wila>yah al-s}ughra>. Yu>suf al-Qarad}awi> menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

al-wilayah al-kubra> adalah kekuasaan khilafah yang mencakup seluruh

negara Islam di seluruh dunia yang pemimpinnya disebut dengan al-imamah al-uz{ma>.83

Dalam pengertian ini, maka sebenarnya al-imamah al-uz{ma> atau al-khila>fah al-‘a>mmah yang menjadi pemimpin tertinggi

dalam al-wilayah al-uz}ma> saat ini pada dasarnya tidak ada. Yang ada

saat ini adalah kepala negara dalam level al-wila>yah al-s}ughra>. Dari uraian diatas, disini penulis menemukan perbedaan

pendapat dan fatwa yang dikeluarkan oleh ‘Ali< Jum‘ah pada 2

Dalam kamus Ar-Ra>id, kata al-wilayah bisa bermakna wali yakni penguasa

yang mengatur negara. 82

Al-Ma>wardi< dalam Al-Ah}ka>m Al-Sult}a>niyyah membagi kekuasaan

al-wilayah al-a>mmah yang berada di bawah kepala negara (al-wila>yah al-kubra>) ke dalam empat bagian: Pertama, orang yang kekuasaannya umum

dalam urusan umum. Mereka adalah para menteri karena mereka bertanggung

jawab atas semua perkara tanpa kekhususan. Kedua, pejabat yang

kekuasaannya umum dalam tugas-tugas khusus. Mereka adalah pejabat daerah

dan kota, karena melihat pada tugas yang dikhususkan pada mereka itu umum

dalam segala urusan. Ketiga, pejabat yang kekuasaannya khusus dalam urusan

yang umum. Mereka seperti hakim, komandan tentara, penarik pajak dan

zakat. Keempat, pejabat yang tugasnya khusus untuk urusan khusus. Seperti

hakim kota atau daerah, penarik pejak atau zakat, penegak hukum, dan lain-

lain. Karena masing-masing memiliki pengawasan khusus dan tugas khusus.

Lihat Al-Ma>wardi<, Al-Ah{ka>m Al-Sult}a>niyyah, (Kairo: Da>r al-Hadi<s, 2006),

31. 83

Yusu>f al-Qara>d{a>wi<, Li al-Mar’ah Tawliyah al-Ifta>' wa Ri'a>sah al-Dawlah dalam https://www.al-qaradawi.net/node/4384 diakses pada 30

Desember 2019.

Page 166: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

151 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

karyanya yaitu Al-Kallim al-T{ayib Fata>wa> ‘As}riyah dan Fata>wa al-Nisa>’. Dalam karya Al-Kallim al-T{ayib Fata>wa> ‘As}riyah Ia melarang

perempuan menduduki jabatan kepala negara karena urusannya

mencakup kepemimpinan shalat yang mana hal tersebut bertentangan

dengan syariat. Sedangkan dalam karya Fata>wa al-Nisa>’84, bagi ‘Ali<

Jum‘ah dalam kepemimpinan perempuan menjadi kepala negara perlu

dibedakan antara tugas jabatan khila>fah al-isla>m dan kepemimpinan

kepala negara modern. Ia menjelaskan bahwa khila>fah al-isla>m

merupakan pemimpin yang mencakup urusan agama yang didalamnya

terdapat kepemimpinan shalat. Dalam literatur fiqh klasik, para ‘ulama

menetapkan syarat-syarat tertentu dimana perempuan tidak

diperbolehkan mengemban tugas ini. Akan tetapi menurut ‘Ali<

Jum‘ah khilafah yang dimaksud sudah tidak ada lagi sekarang.

Terhitung sejak ditumbangkannya khilafah Turki Uthma>ni> di tahun

1924 yang lalu, maka istilah khilafah al-isla>m ini sudah tidak relevan

pada zaman modern saat ini. Semenjak abad ke-21 dan runtuhnya

khilfah Turki ‘Uthma>ni> tersebut tugas jabatan kepala negara

bertransformasi menjadi urusannya hanya pada urusan rakyat sipil.

Sehingga kepemimpinan perempuan dalam suatu negara pada zaman

modern ini tidak bertentangan dengan syariat.

Menyetir klasifikasi level kepemimpinan yang dikemukan oleh

Yu>suf al-Qarad}a>wi> –sebagaimana telah diuraikan sebelumnya- penulis

menyimpulkan bahwa ‘Ali< Jum‘ah melarang perempuan dari al-wila>yah al-uz}ma> al-kubra>, dan membolehkan al-wila>yah al-‘a>mmah

dan al-wila>yah al-s}ughra> al-kh{as}s}ah. Jika kepala negara yang dimaksud

adalah al-wila>yah al-uz}ma> al-kubra, maka istilah tersebut sudah tidak

ada dan tidak relevan dengan zaman sekarang. Maka bagi ‘Ali< Jum‘ah

juga diamini al-Qarad}a>wi dan T{ant{a>wi> bahwa kepala negara seorang

perempuan diperbolehkan. Dengan demikian pendapat ini selaras

dengan adagium yang dicanangkan para ulama bahwa hukum dapat

berubah sesuai dengan kondisi, tempat, zaman dan lain sebagainya.

Hal tersebut juga menandakan bahwa hukum Islam bersifat elastis dan

fleksibel menampung permasalahan kontemporer yang sangat

kompleks. Demikian pula kontradiktif fatwa yang dikeluarkan ‘Ali<

84

‘Ali> Jum‘ah, Fata>wa> al-Nisa>’, 438-440.

Page 167: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

152 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Jum‘ah dalam 2 karyanya mengindikasikan bahwa hukum Islam

tidaklah kaku dan jumu>d merespon konteks yang selalu berkembang.

Untuk menjelaskan masalah kepemimpinan perempuan diruang

publik, Menurut ‘Ali< Jum‘ah pada dasarnya hak politik bagi seorang

muslim –baik laki-laki maupun perempuan- dalam partisipasi

bernegara secara global sebagai berikut;

1. Memilih seorang hakim dan rid}o dengannya.

Hal ini disebut dalam literatur fiqh dengan cara bai‘at.

2. Berpartisipasi dalam permaslahan-

permasalahan negara secara umum karena hal tersebut

termasuk dalam prinsip shu>ra> yang mana hal tersebut bagian

dari prinsip dasar Islam.

3. Ambil bagian politik dalam pemerintahan atau

lembaga-lembaga negara.

4. Menasehati pemerintah dan segala

kebijakannya dengan berlandaskan al-amr bi al-ma‘ru>f wa al-nahi< ‘an al-munkar.85

Poin diatas berdasarkan Qs. al-Fath} (48): 1086

yang

menunjukkan bai’at secara umum tanpa pengecualian baik dari laki-

laki maupun perempuan dan Qs. al-Mumtahanah (40): 1287

yang

85

‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 65-66. 86 م

يديه

ىق أ

ه

ه يد الل

ىن الل

ما يتان ك

ىن

ي يتا ن ال فسه

ى ن

عل

ث

ما ين ن

ث

ن

به الل

ى يما عاود عل

و

ج ا عفبماوم أ

سبؤتبه أ

ه

Artinya: ‚Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar‛

ا 87

بيي هيا الن ي يي نين ييا أ

ول

سي ق

اا ول ي

يه ش

يالل

ي ك

ن ل

يى أ

نيك عل

يتا منيا

ؤ

ال جياء

صييييييين

ييييييي ول رجلييييييييديه وأ

ىينيييييييه ييييييييين أ

هتيييييييان يفت تين ي

ييييييييأ

ىوييييييي ول

ول

أ

يقيييييييتل

ول ييييييي و ك ييييييي م

تيييييييا

فىر رحبه غ

ن الل ه

الل ف ل

واكت

Artinya: ‚Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan

Page 168: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

153 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

menunjukkan perintah pada perempuan dalam pembaia’tan. Dan hal

ini berlaku penetapan pada hakim perempuan sebagaimana pembaiatan

hakim seorang laki-laki. Maka suara perempuan dalam pemilihan suara

laki-laki tanpa membedakan diantara keduanya. Begitu juga hadis nabi

yang mengikutkan Umm Salamah dalam musyawarah pada suatu

kejadian setelah ditandatanganinya perjanjian hudaybiyah pada tahun

ke-6 H. Pada waktu itu, Rasulullah dan umat Islam hendak

menjalankan umrah di Mekkah. Namun, kaum musyrik tidak

mengizinkan umat Islam masuk Mekkah. Setelah melalui negosiasi

yang alot, kaum musyrik dan umat Islam sepakat untuk

menandatangani perjanjian hudaibiyah. Isinya, pada tahun itu umat

Islam tidak diperbolehkan memasuki kota Mekkah. Mereka baru

diizinkan memasuki kota Mekkah dan menunaikan umrah pada tahun

berikutnya.88

Selain itu, kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak di

antara kaum perempuan yang terlibat dalam soal politik praktis.

Bahkan istri Nabi saw. sendiri, yakni 'A<ishah RA. memimpin langsung

peperangan melawan ‘Ali< ibn Abi< T{a>lib yang ketika itu menduduki

jabatan kepala negara. Isu tersebar dalam peperangan tersebut adalah

soal eksekusi setelah terbunuhnya khali>fah ketiga, ‘Uthma>n ibn 'Affa>n.

Peperangan itu dikenal dalam sejarah Islam dengan nama perang Unta.

Keterlibatan ‘A<ishah bersama sekian banyak sahabat nabi Saw. dan

kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa Ia

bersama para pengikutnya itu menganut paham kebolehan keterlibatan

perempuan dalam politik praktis sekalipun.

Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa laki-laki dan

perempuan mempunyai hak kepemimpinan publik. Terlebih hak

berpolitik, hal tersebut merupakan hak untuk berpendapat, hak untuk

menjadi anggota lembaga perwakilan. Terbukti laki-laki dan

membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang‛.

88Lihat: Ah}mad bin H}anbal dalam Musnad al-Imam Ah{mad bin

Hanbal, (Muassasah al-Qurt}ubah, tt), Vol. ke- 4, 330.

Page 169: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

154 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

perempuan berhak untuk menasehati akan amr bi al-ma‘ru>f wa nahi> an al-munkar mencakup segala segi kebaikan, termasuk memberi

masukan dan kritik terhadap penguasa. Di samping karena ditunjang

oleh fakta historis pada masa Rasulullah saw. banyak kaum perempuan

terlibat dalam peran-peran politik dan bahkan terlibat dalam soal

politik praktis termasuk istri Rasulullah saw., sendiri yaitu A<ishah r.a.

memimpin langsung peperangan melawan Ali< ibn Abi< T{a>lib.89

Berlandas pernyataan diatas, ‘Ali< Jum‘ah mengungkapkan

bahwa pada zaman modern sekarang ini, tampaknya tidak ada ulama

yang kontra atas pencalonan perempuan di parlemen yang

merepresentatifkan rakyat dan partisipasinya dalam pemberlakuan

undang-undang negara. Diterbitkan fatwa Da>r Ifta> al-Mis}riyah No. 852

Tahun 1997 tentang Hukum kebolehan Perempuan menjadi anggota

parlemen wakil rakyat atau majlis permusyawartan rakyat yang

berbunyi ‚Tidak ada larangan bagi seorang perempuan yang mencalonkan dirinya sebagai anggota wakil rakyat atau majlis permusyawartan rakyat apabila orang-orang disekelilingnya ridha menjadi wakil rakyat untuk mereka‛.

90

Begitu juga dalam permasalahan peradilan tertinggi dalam suatu

negara, meskipun para ulama berbeda pendapat, namun ‘Ali< Jum‘ah

membolehkan perempuan mempunyai kekuasaan dalam kepemimpinan

lembaga peradilan suatu negara. Pendapat ‘Ali< Jum‘ah mengikuti

pendapat ulama klasik yang membolehkan perempuan menduduki

jabatan q{a>d{i< atau hakim diantaranya lain Abu> Hani<fah, Ibn H{azm dan

Ibn Jari<r al-T{abari<.91

Dengan demikian, ‘Ali< Jum‘ah membolehkan perempuan

menjadi kepala negara dan jabatan tinggi apapun seperti presiden,

menteri, hakim, anggota parlemen, dan lain-lain. Ia juga sepakat

dengan Yu>suf al-Qarad}a>wi> bahwa kedudukan al-ima>mah al-uz}ma> yang

membawahi seluruh umat Islam dunia harus dipegang oleh laki-laki

karena salah satu tugasnya adalah menjadi imam shalat. Akan tetapi

konteks al-ima>mah al-uz}ma> sudah tidak relevan dengan zaman saat ini.

89

M. Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an, 274-275. 90

‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 66. 91

‘Ali> Jum‘ah, Fata>wa> al-Nisa>’, 438.

Page 170: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

155 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Sehingga saat ini kepemimpin perempuan dalam jabatan apapun

diperbolehkan selama tidak mencakup urusan agama yang dalam hal

ini kepemimpinan dalam shalat yang bertentangan dngan syariat

(sebagaimana bagian ini telah penulis bahas terperinci pada

pembahasan sebelumnya tentang kepemimpinan perempuan dalam

shalat).

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah Dengan Aspek Gender

Kepemimpinan perempuan merupakan persoalan yang selalu

menjadi isu sentral perdebatan dikalangan para feminis. Banyak

dikalangan mereka menggugat paham kepemimpinan hanya milik laki-

laki yang selama ini sudah mapan di kalangan kaum muslim. Bagi

mereka, paham yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin -baik

dalam wilayah domestik ataupun publik- tidak sejalan, bahkan

bertentangan dengan ide utama feminisme, yaitu kesetaraan laki-laki

dan perempuan. Sebagai konsekuensi logis dari konsep kesetaraan

tersebut, maka status perempuan harus setara dengan status laki-laki

dalam segala bidang baik dalam ruang domestik maupun publik.

Berkaitan dengan hak perempuan dalam kontestasi politik,

kebanyakan dari para ulama klasik tidak memberikan kesempatan bagi

perempuan untuk bisa berdiri sejajar (egaliter) dengan laki-laki.

Terlebih dalam persoalan politik Islam, sudah hampir dipastikan

banyak sejarawan yang kurang tertarik untuk membahas peran

perempuan dalam ranah ini. Memang, di era klasik struktur sosial dan

konteks dalam masyarakat muslim memaklumkan bahwa laki-laki

memiliki tanggung jawab ekonomi dibanding perempuan. Secara

politis pun, perempuan sama sekali tidak memiliki peran signifikan

untuk menjalankan urusan klan, kota, dan lain-lain.92

Akan tetapi, konteks di atas sudah berubah. Di mana banyak

perempuan era sekarang yang ternyata memiliki kemampuan yang

bahkan bisa melebihi laki-laki di ranah publik dan politik. Fenomena

kepala negara perempuan sudah pernah dan sedang terjadi yaitu di

Pakistan dan Bangladesh. Perdana Menteri (PM) Benazir Bhutto

menjadi kepala negara Pakistan dua periode yang pertama pada tahun

92

Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’an: Towards a Contemporary Approach, (New York; Routledge, 2005),121.

Page 171: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

156 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

1988-1990 dan yang kedua pada tahun 1993-1996.93

Bangladesh,

negara yang memisahkan diri dari Pakistan pada 1971, dipimpin oleh

dua kepala negara perempuan yaitu Khaleda Zia 1991-1996 kemudian

dilantik kembali pada tahun 2001-2006 dan Sheikh Hasina.yang

berkuasa pada tahun 1996-2001 dan kembali dilantik dari tahun 2009

hingga sekarang.94

Di Indonesia sendiri, tepatnya sejak tahun 2001,

yakni saat lengsernya Abdurrahman Wahid dari tahta kepresidenan dan

naiknya Megawati Soekarnoputri menjadi presiden perempuan

pertama di Indonesia. Dan tokoh-tokoh pemimpin lainnya seperti

Eleanor Rosevelt (pendamping Franklin D. Rosevelt), Hillary Clinton,

Margareth Thatcher (pemimpin Inggris sejak 1970-1990), dan lain-

lain. Menjadi bukti bahwa perempuan memiliki kemampuan yang

tidak kalah dibanding laki-laki.

Perdebatan yang terjadi tentang kepemimpinan ini di dasarkan

pada QS.al-Nisa>’ (4) :34 ini bahwa laki-laki mutlak menjadi pemimpin.

Larangan perempuan menjadi imam, baik dalam salat bahkan

merambat dalam kehidupan sosial, sepertinya telah menjadi

kesepakatan kitab fiqh.95

Penafsiran tersebut memberikan reaksi

kepada sebagian kalangan cendekiwan Islam dan feminis bahwa Islam

diskriminatif terhadap perempuan yang dapat menjadi pemimpin. Oleh

karenanya ada bias pemahaman yang menyebabkan ketidakadilan

dalam kepemimpinan bagi perempuan.

Sebelum masuk pada pembahasan kepemimpinan perempuan

diruang politik, menarik dikaji terlebih terdahulu pengertian dan

penafsiran ulama> dalam penggalan ayat al-Rija>lu Qawwa>muna ala> Nisa> pada QS.al-Nisa> (4) :34. Dalam hal ini penulis memaparkan pendapat

para tokoh feminis muslim yang menggugat ketidakadilan gender

93

Libby Hughes, Benazir Bhutto: From Prison to Prime Minister (Universe: 2000), xii.

94Willem Van Schendel, A History of Bangladesh (Cambridge

University Press 2009), 1. Lihat juga: Nation, Fox edisi 31 Juli 2017 dalam

"Circa: Prime Minister of Bangladesh Says Clinton Personally Pressured Her

to Help Donor". Diakses di https://nation.foxnews.com/ pada 29 Desember

2019. 95

Sa‘di< Abu> Habi<b, Mau>su>‘ah Fi< al-Fiqh al-Isla>mi<, Terj. Sahal

Mahfudz, ‘Ensiklopedi Ijma>‘, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), 771.

Page 172: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

157 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

melalui penggalan ayat tersebut. Karena penekanan pada kalimat

tersebut sebenarnya inti dari pro-kontra yang menjadikan sebagian

ulama bependapat bahwa kepemimpinan mutlak dipegang oleh laki-

laki dan sebagian berpendapat bahwa perempuan boleh menjadi

pemimpin baik diranah publik maupun domestik.

Pada dasarnya istilah-istilah gender dalam Al-Qur'an

mempunyai makna yang signifikan untuk diluruskan. Dalam ayat Qs

al-Nisa> (4):34, kata al-rija>l dikaitkan dengan al-nisa’> dan kata al-nisa>

dikonotasikan sebagai feminim, domestikal, lemah lembut, bahkan

banyak lupa. Sementara rija>l bisa bermakna orang yang berjalan kaki,

jadi makna sosiologis dalam pengertian di atas, laki-laki berjalan

mencari nafkah dan perempuan tinggal di rumah.96

Zaitunah Subhan

menjelaskan bahwa yang dimaksud kata qawwa>mun di dalam ayat ini

bisa saja diartikan laki-laki dan bisa juga diartikan untuk perempuan.

Karena secara sosiologis siapa pun yang mampu (baik laki-laki

maupun perempuan) untuk berupaya imengayomi nafkah keluarga

maka dialah qawwa>mun, dialah al-rija>l.97

Menurut Amina Wadud, dalam ayat QS.al-Nisa> (4) :34

digunakan kata "bi" sehingga ayat ini diartikan laki-laki Qawwa>muna

adalah pemimpin perempuan "hanya jika" dia memiliki dua syarat:

Pertama, jika laki-laki sanggup membuktikan kelebihannya. Kedua,

jika laki-laki memberi natkah dengan harta bendanya, dan jika kedua

persyaratan ini tidak terpenuhi maka laki- laki tidak berhak menjadi

pemimpin bagi perempuan. Kelebihan yang dimaksud dalam ayat ini

adalah kelebihan material. Karena itu bertanggungjawab memberi

nafkah dan kebutuhan kepada perempuan. Jadi terdapat hak istimewa

yang diterima laki-laki dengan tanggungjawab yang dipikulnya.98

Hal

senada diungkapkan Quraish Shihab, bahwa q{awwa>mun, dapat

dipahami dalam ayat ini Allah menunjuk laki-laki sebagai pemimpin

dalam rumah tangga, karena laki-laki memang memiliki kelebihan

96

Luwi<s Ma’lu>f Al-Yasu>‘i<, Al-Munjid Fi< al-Lughah wa al-A<dab wa al-Ulu>m (Beirut: al-Kathulikiyah, 1986), 807.

97Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Vol II, 404. 98

Ashgar Ali Engineer, The Right of Women In Islam (New York: St.

Martin’s Press: 1992), 46.

Page 173: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

158 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

secara fisik maupun psikis, dan adanya perintah kewajiban bagi suami

untuk menafkahi istri dan keluarga.99

Menurut Ashgar kepemimpinan laki-laki dalam keluarga bersifat

kontekstual, terkait dengan keunggulan fungsional laki-laki pada masa

ayat ini diturunkan. Pada waktu itu, laki-laki diangap unggul karena

kekuasaan dan keampuannya mencari nafkah. Sementara kesadaran

perempuan pada saat itu sangat rendah dan pekerjaan domestik

dianggap sebagai kewajiban perempuan. Lebih jauh Ashgar

mengatakan laki-laki sebagai qawwa>mu>n (pemberi nafkah atau

pengatur urusan rumah tangga), dan tidak mengatakan harus menjadi

qawwa>mun dapat dilihat bahwa qawwa>mu>n merupakan sebuah

pernyataan kontekstual, bukan normative. Seandainya Al-Qur’an

mengatakan bahwa laki-laki harus menjadi qawwamu>n, maka dia akan

menjadi sebuah pernyataan normatif, dan pastilah akan mengikat bagi

semua perempuan pada semua zaman dan dalam semua keadaan.

Tetapi Allah tidak menginginkan hal semacam ini.100

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa

berdasarkan konteks ayat Qs. al-Nisa >(4): 34, maka kepemimpinan

dalam rumah tangga berada di tangan laki-laki sebagai suami dengan

kelebihan yang dimiliki. Namun, bagaimana jika melihat realitas dan

fakta saat ini banyak perempuan (istri) menanggung biaya hidup

menjadi (tulang punggung) keluarga karena laki-laki (suami) tidak

mampu bekerja karena beberapa alasan, misalnya karena mengidap

penyakit menahun yang tidak bisa disembuhkan, otomatis suami tidak

dapat menunaikan tanggung jawabnya sebagai pemimpin dan kepala

rumah tangga serta kelebihan yang dimiliki juga tidak bisa

difungsikan. Atau karena suami kemampuan berusaha, atau karena

suami sudah meninggal dunia, dalam kondisi seperti ini tanggung

jawab sebagai kepala rumah tangga boleh diambil alih perempuan

(istri). Karena itu sejatinya ayat ini dipahami secara kontekstual

sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam relasi gender.

99

Amina Wadud, Qur’an and Women (Kuala Lumpur: Fajar Bakti

SDN, 1994), 70. 100

Ashgar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, 55.

Page 174: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

159 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Sebagian ulama menjadikan QS. al- Nisa> (4) :34 tersebut

sebagai argumen menolak perempuan menjadi pemimpin dalam ranah

publik. Menurut mereka kepemimpinan berada di tangan laki-laki,

sehingga hak-hak berpolitik pun berada di tangan mereka. Pandangan

ini tidak sejalan dengan makna sebenarnya yang diamanatkan oleh

ayat yang discbutkan itu. Sebagaimana diungkapkan Nasaruddin Umar

yang menyatakan bahwa QS. al- Nisa> (4) :34 tidak dapat dijadikan

alasan untuk menolak perempuan menjadi pemimpin di daiam

masyarakat.101

Dia juga mendukung pendapat Muhammad Abduh

dalam al-Mana>r yang menjclaskan bahwa laki-laki tidaklah mutlak

sebagai pemimpin bagi perempuan, karena ayat ini tidak menggunakan

kata "ma faddalahum bihinna atau bi fadhilim alaihinna ‚ oleh karena

Allah memberikan kelebihan pada laki-laki atas perempuan), tetapi

menggunakan ungkapan: bi ma faddalallahu ba'duhum ala ba'd (Allah

memberikan kelebihan sebagian mercka terhadap sebagian yang lain).

Argumen ini cukup beralasan karena ayat ini berbicara dalam konteks

urusan keluarga, tidak ada hubungannya dengan soal hak politik

perempuan. Demikian juga kepemimpinan dalam masyarakat tidak ada

kaitannya dengan kewajiban memberi nafkah terhadap masyarakat

yang dipimpinnya, tetapi hanya berkaitan dengan kewajiban

melaksanakan tanggungjawabnya dan menegakkan keadilan terhadap

masyarakat yang dipimpinnya.

Mereka juga berdalih bahwa dalam sejarah Islam tercatat

keterlibatan perempuan dalam jabatan penting peradilan dan

pemerintahan. Salah satu diantaranya dalah Sumala al-Qahra Manah.

101

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender; Perspektif Al-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999) h. 150. Kepemimpinan laki-laki terhadap

perempuan yang terkandung dalam QS.al-Nisa> (4):34 adalah kepemimpinan

dalam keluarga, itu hak yang tidak diragukan lagi, karera itu hukum syar'i dan

realitas kehidupan dalam segala zaman. Namun perempuan itu harus di rumah

jangan kita menjadıkan dia selalu ada di rumah, tetapi harus diarahkan ke

tempat di mana dia melakukan pekerjaannya dan tempat menyampaikan

misinya yang inulia dalam kehidupan. Apabila dia ikut serta dalam urusan

masyarakat. maka harus keluar dari rumahnya untuk menyempurnakan

risalahnya. Jama>l al-di<n Muhammad Mahmu>d, Huqu>q al-Mar'ah (Kairo: al-

Ha>iah al-Mis{riyah al- A<mmah li al-Kita>b, 1986), 65.

Page 175: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

160 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Ia menjabat sebagai Qa>d}i@ al-Maza>lim, yang majlisnya dihadiri para

hakim dan fuqaha. Demikian juga Shifa> al-A<dawiyah yang karea

keahliannya diangkat oleh kalifah Umar untuk menjabat kepala

pasar.102

Dalam memahami ayat al-Rija>lu Qawwa>muna ala> Nisa> hendaknya diuraikan sebagai deskripsi keadaan struktur dan norma

sosial masyarakat pada waktu itu, dan bukan suatu norma ajaran yang

harus dipraktekan.103

Ketika ide-ide feminisme tersebar dan diadopsi oleh sebagian

kaum muslimin, merekapun lalu membuat analisis sendiri mengenai

sebab sebab terjadinya ketidakadilan gender. Para feminisme Muslim

lalu mengajukan konsep keseteraan sebagai jawaban terhadap problem

ketidaksetaraan gender tersebut. Salah satunya Asghar Ali Engineer

yang mengatakan bahwa terjadinya ketidakadilan gender adalah akibat

asumsi asumsi teologis bahwa memang diciptakan lebih rendah

derajatnya daripada laki-laki, misalnya asumsi bahwa perempuan

memang tidak cocok memegang kekuasaan, perempuan tidak memiliki

kemampuan yang dimiliki laki-laki, perempuan dibatasi kegiatannya di

rumah dan di dapur. Asumsi-asumsi ini menurut Asghar adalah hasil

penafsiran laki-laki terhadap Al-Qur'an untuk mengekalkan dominasi

laki-laki atas perempuan.104

Secara ringkas, substansi ide feminis muslim ini menurut Taq{i<y

al-Di<n al-Nabha>ni< ialah menjadikan kesetaraan (al-musa>wah/equality)

sebagai batu loncatan atau jalan untuk meraih hak-hak perempuan. 105

Dengan kata lain, feminisme itu ide dasarnya adalah kesetaraan

kedudukan laki-laki dan perempuan. Sementara ide cabang yang di

102

Ibn H{azm, Naqt al-Aru>s, (Beirut: al-Muassah al-Arabiyah Li al-

Dirasa>t wa al-Nashr, 1987), 98 103

Kaukab Siddique, The Struggle of Muslim World, terj. Arif

Maftuhin, Menggugat Tuhan Yang Maskulin. (Jakarta: Paramadina, 2002),

11-13. 104

Ashgar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, Terj. Farid

Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, (Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya,

1994), 55. 105

Taq{i<y al-Di<n al-Nabha>ni<, Al-Niz}a>m al-Ijtima>‘i< Fi< al-Isla>m (Beirut:

Da>r al-Ummah, 1990), 77.

Page 176: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

161 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

atas dasar itu, ialah kesetaraan hak-hak antara laki-laki dan

perempuan.

Walaupun pada dasarnya, pendapat ‘Ali< Jum‘ah terkesan

tekstualis dengan banyak berpegang teguh berdasarkan pada Al-

Qur’an, Sunah, Ijma>’ dan Qiya>s sebagai metodologi utama dalam

penetapan hukum -sebagaimana dipaparkan diatas pemikiran ‘Ali<

Jum‘ah berkaitan dengan kepemimpinan-. Akan tetapi dilain sisi, pada

banyak kasus dalam masalah kepemimpinan perempuan ‘Ali< Jum‘ah

lebih banyak sejalan dengan ide-ide feminisme sebagaimana penulis

paparkan diatas.

Pada penafsirannya terkhusus pada penggalan ayat ( ال جيا قىاميىن

dalam Qs. al-Nisa (عليى ال سياء >’ (4) :34, ‘Ali> Jum‘ah menyatakan bahwa

para lelaki yakni jenis kelamin laki-laki adalah qawwa>mah yang bisa

berarti pemimpin dan penanggung jawab atas para perempuan.

Qawwa>mah bisa berarti ihsa>n al-isroh, al-ria>'yah wa al-ina>yah, al-nafaqah, tahqi<q maslah{ah dsb. Hal ini pula yang menjadi sebab

keutamaan laki-laki sebagaimana tercermin dalam kalimat setelahnya

bima> fad}d}ala Allahu ba’d}ahum ‘ala> ba’d }wa bima> anfaqu> min amwa>lihim yang dapat ditafsirkan bahwa Allah telah melebihkan

sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka yakni

laki-laki secara umum atau suami telah menafkahkan sebagian dari

harta mereka untuk membayar mahar dan biaya hidup untuk istri dan

anak anaknya.

Berdasarkan pernyataan diatas, ‘Ali< Jum‘ah menganggap

masalah Qiwa>mah sebagai masalah yang berkaitan dengan keluarga. Ia

membatasi keutamaan kepemimpinan laki-laki atas perempuan hanya

sebatas pada lingkup keluarga. Sedangkan berkaitan dengan ruang

lingkup politik, Ia menyatakan perempuan mempunyai hak politik dan

peran dalam kontestasi diruang publik dengan perlu adanya catatan,

diantaranya terdapat komunikasi dengan keluarga antara dirinya

dengan suami, terlebih perannya sebagai ibu untuk anak-anaknya, juga

diataranya tidak boleh adanya khalwat. Bagi ‘Ali< Jum‘ah, keputusan

perempuan untuk menempati jabatan publik adalah keputusan pribadi

antara dirinya dan suaminya. Islam tidak melarang kontestasi

perempuan di ruang publik selama hal berkaitan keluarga terpenuhi

Page 177: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

162 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

dan memperhatikan hak dan kewajibannya sebagai istri serta tidak

bersebrangan dengan syariat Islam.

D. Konsep Keadilan 2:1 dalam Pembagian Warisan

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang Pembagian Warisan

Dalam pembahasan mengenai pembagian warisan, ‘Ali< Jum‘ah

menekankan perlunya dogma yang harus dimiliki seorang muslim

secara teologis, bahwa ketentuan Allah berkaitan dengan keadilan

adalah mutlak dalam syariat, timbangan yang ditetapkan Allah tidak

seperti timbangan ukuran manusia dan harus diterapkan dalam setiap

menjalankan syariatnya. Ketidakadilan dalam syariat-Nya merupakan

hal yang mustahil sebagaimana dijelaskan dalam penggalan redaksi

ayat diantaranya: (اليظ ل ببلأ دالدا ) Qs. al-Kahfi< (18): 49, (اليظ مل تتليال )

Qs. Al-Isra> (17): 73, ( ملكلل هللا ) ,Qs. Al-H{ajj (22): 10 ( ليب بظال ل يبيلد د هللا

) ,Qs. Al-‘Ankabu>t (29): 40 (للليظ ما :Qs. al-Nisa>’ (4) ( ال يظ ملل يريللبا

124.106

Adapun masalah pembagian harta warisan dalam Islam telah

diatur dalam ilmu fara>id} yaitu ilmu yang berkaitan dengan harta

peninggalan, cara menghitung pembagiannya serta bagian masing-

masing ahli waris.107

Warisan secara etimologi perpindahan harta

benda dari seseorang kepada seseorang yaitu ahli waris setelah

kematian pewaris dengan hukum syariat. Perpindahan harta

kepemilikan ahli waris yang terjadi berdasarkan hubungan keturunan,

pernikahan yang sah, dan semacamya.108

106

‘Ali< Jum‘ah, Al-Mar’ah Fi< al-Had{a>rah al-Isla>miyah bayna al-Nus{u>s al-Shar‘i< wa Tura>th al-Fiqh, 19. Lihat juga: ‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 9.

107Wahbah al-Zuh}a>ili<, Al-Fiqh al-Isla>mi< wa Adillatuhu> (Beirut: Da>r al-

Fikr, 2004), Vol. ke-10, 7440. 108

Pada masa jahiliah disebutkan tiga penyebab utama saling mewarisi.

Pertama, karena nasab, yakni anak laki-laki dewasa yang sudah teruji mampu

mengangkat senjata dan sama sekali tidak melibatkan perempuan dewasa

sekalipun dan anak-anak, sekalipun anak-anak laki. Kedua, anak angkat, yakni

pengangkatan anak laki-laki dari orang lain oleh sescorang yang secara de facto diakui sebagai anak layaknya seorang anak kndung yang mendapatkan

hak waris. Ketiga, perjanjian atau sumpah setia, di mana seorang berjanji

Page 178: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

163 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Persoalan warisan erat kaitannya dengan kewajiban seorang

laki-laki (suami) memberikan nafkah kepada perempuan (istri). Laki-

laki mendapatkan warisan dua kali bagian perempuan karena laki-laki

berkewajiban memberikan nafkah kepada istri (keluarga) yang menjadi

tanggungannya.

Dalam hukum waris Islam ditetapkan bahwa laki-laki

mendapatkan dua bagian dibanding perempuan. Ayat yang

menjelaskan tentang pembagian terdapat dalam Qs. al-Nisa> (4): 11 dan

12.109

Menanggapi ayat ini, ‘Ali< Jum‘ah berpendapat bahwa ketentuan

seraya bersumpah dengan mengatakan kepada yang lain balwa "darahku adalah juga darahmu, dan kehancuranku adalah juga kehancuranmu" dan

karena itu kamu berhak mewarisi aku dan aku pun berhak mewarisi kamu.

Ketika salah satunya wafat, maka yang masih hidup otomatis menjadi ahli

warisnya. Lihat: Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>ghi<, Tafsi<r al- Mara>ghi< (Beirut: Da>r

al-Fikr, t.t.), Vol. ke- 2, 194-195. 109

QS. Al-Nisa (4): 11-12:

يا مييىصيب

حلي ب

لتييين

يىق اب

ي نسياء

يي ن ك

بيين

ن ي

يل حيل

مح

ك

لليي ي

ىك

ول

يه ي أ

ن الل و يي

ا ت

ييان ل

ن ك

يي يا ت مم ييد ييل واحيد م هميا الس

يه لو يى

وو

صيل ييا الن

ل

واحيدا ي

ان

ييد ك

يه ول

يي ل

ي ي

ي ن ل

ييد

ه ول

ي بهييييي يييييد وصييييب يى ييييأ ميييي ب ييييد يييييه الس م

ييييىا

خ ييييه

يييييان ل

يييي ن ك

ييييث

ليييييه الح م

يييييىاه

ييييه أ

وورب

كو ىييييي ؤييييييا

ا أ

ا ف

ن

ل

ق

أ ه ي

درون أ

ت

ل

كينا

ان علبما ح بما )وأ

ه ك

ن الل ه

م الل

11)

ي يا مم ال ي

ليد

ي ول

يان ل

ي ن ك

يد

ي ول

ي ل

ي ي

ن ل

يزواج

أ

ما ت

نصل

يد ول مي ب

ي ك

ا ت

يي و ىييي ول

ييا وصييب يىصييين بهييا أ م مم

يي الييح

لييد

ول يي

ييان ل

يي ن ك

ييد

ول يي

يي ل

ي يي

ن ل

تيي ك

ييا ت ييا مم ال

أ

ييه أ

ول

او اميي أ

أ

يي

بل

ك

ييان رجييل يييىر

ن ك و ىييي و

ىصييىن بهييا أ

ييد وصييب ت ميي ب ت

يي ك

لت

يي

خ

ييل واحييد و أ

و

وييد وصييب يى ييأ بهييا أ ييث ميي ب

لاء يي الح

يي ك

ش يي

لييك

ييى ميي

ك

ىا أ

ييان

يي ن ك

ييد ييار م همييا الس يييى م

ىييي غ

( حلب ه علبه والل

م الل

(11وصب

Artinya, "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yng ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia mewarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut di atas)

Page 179: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

164 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

yang Allah tetapkan bukan berarti sikap pilih kasih berdasarkan jenis

kelamin, akan tetapi ketentuan ini justru menunjukkan keseimbangan

dan keadilan, karena perbedaan tanggung jawab antara laki-laki dan

perempuan dalam kehidupan keluarga dan dalam sistem sosial Islam. 110

Hal senada dikemukakan oleh al-Sha‘ra>wi<, bahwa kandungan

ayat diatas tidak mendiskreditkan perempuan, justru memuat

penghargaan lebih kepada perempuan dengan alsan perempuan

mendapat bagian setengah dari laki-laki dalam hal warisan. Dengan

kata lain, laki-laki memperoleh bagian lebih dari perempuan

disebabkan tugas yang diemban laki-laki, yaitu memberi nafkah istri

sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaat bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".

"Dan bagimu (suami-istri) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Para istri memperoleh seperempat harta yang kanmu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta kamu yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam bagian yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun‛.

110‘Ali> Jum‘ah, Tafsi<r al-Qur’a>n al-Kari<m; Su>rah Al-Nisa> 11, diakses di

https://www.youtube.com/watch?v=S15eWrRs9z8&list=PLxQnfwkf6

ksirv4PiZ-Y8WTZocyK05Kvr&index=27 pada 12 Oktober 2019.

Page 180: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

165 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

dan anaknya. Sedangkan perempuan tidak mengemban tugas sebagian

laki-laki.111

Memperhatikan pernyataan ‘Ali< Jum‘ah dan al-Sha‘ra>wi diatas

dapat dipahami bahwa ayat yang disebut diatas berisi pesan kepada

manusia terkait pembagian warisan sebagaimana yang telah ditetapkan

Allah dalam ayat tersebut tidak boleh dirubah, karena sudah ketentuan

dari Allah. Manusia tidak pantas mengubah ketentuan pembagian

harta dan pusaka kepada anak dan keturunan mereka. Pembagian

warisan yang telah ditetapkan allah lebih baik dari pada yang

ditetapkan orang tua kepada anak-anaknya. Apa yang disyariatkan

Allah terhadap anak keturunan mereka adalah lebih bermanfaat

kehidupan mereka.

Al-Ra>zi< menjelaskan hikmah pelipatan bagian laki-laki 2:1

adalah: Pertama, karena perempuan lebih lemah dibanding dibanding

laki-laki, sehingga mereka jarang keluar untuk berperang dan berjuang.

Lagi pula dari segi nafkah perempuan sudah diberikan oleh suaminya.

Oleh karena kebutuhan dan tanggungjawab laki-laki lebih besar untuk

istri dan anak-anaknya maka dia membutuhkan harta yang lebih

banyak. Kedua, Laki-laki lebih sempurna keadaannya dari pada

perempuan, baik dari segi moral, intelektual, maupun agama, misalnya

ia boleh menjadi hakim dan imam. Demikian juga kesaksian

perempuan separo dari kesaksian laki-laki, schingga wajar untuk

mereka harus ditambah bagian harta warisan. Ketiga, Perempuan

sedikit akal tetapi banyak keinginan, jika harta ditambah lagi untuk

perempuan, maka akan semakin banyak peluang untuk terjadi

kerusakan. Manusia akan berlebihan apabila ia memiliki banyak harta.

Keempat, laki-laki karena kesempurnaan intelektualnya ia mampu

membelanjakan harta yang dimiliki untuk hal-hal bermanfaat.

Misalnya, membangun pesantren (lembaga pendidikan), menolong

orang menderita, dan menafkahi anak-anak yatim dan janda. Laki-laki

mampu berbuat seperti itu, karena dia banyak bergaul dengan orang

111

Muhammad Mutawali< Sha‘ra>wi<, Mukh{tas{ar Tafsir< al-Sha‘ra>wi <(Kairo: Dar al-Tau>fi<qiyah Li al-Tura>th, 2011), 20-25.

Page 181: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

166 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

lain, sementara perempuan lebih sedikit bergaul dengan orang lain,

sehingga dia tidak mampu berbuat demikian.112

Menurut ‘Ali< Jum‘ah, perbedaan dalam besar kecilnya bagian

waris tidak ditentukan oleh jenis kelamin, baik itu laki-laki atau

perempuan, tapi lebih ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini:

Pertama, tingkat kekerabatan antara ahli waris (baik itu laki-laki

maupun perempuan) dan orang yang meninggal. Semakin dekatnya

hubungan kekerabatan, maka semakin besar juga warisan bagian

warisan yang diterima.

Kedua, kedudukan tingkat generasi. Generasi muda dari

kalangan pewaris yang masa depannya masih panjang terkadang

memperoleh bagian warisan yang lebih besar dibanding generasi tua

tanpa memandang lelaki maupun perempuan. Sebagai contoh anak

perempuan (bint) mendapatkan warisan yang lebih banyak dari ibunya

atau ayahnya; anak laki-laki (ibn) mendaptkan warisan lebih banyak

dari ayahnya (ab).

Ketiga, tanggung jawab untuk menanggung kehidupan keluarga.

Poin inilah yang terkadang membuahkan perbedaan bagian hak waris

antara laki-laki dan perempuan, walaupun berada pada tingkat

kekerabatan yang sama. Sebab kedudukan anak laki-laki menanggung

nafkah istri dan keluarganya. Sedangkan anak perempuan tidak diberi

tanggung jawab sepeti laki-laki.113

Lebih lanjut ‘Ali< Jum‘ah menambahkan, hak waris perempuan

tidak selamanya lebih sedikit dari laki-laki. Sebaliknya dalam banyak

hal, perempuan mendapatkan bagian harta waris lebih banyak dari

laki-laki, bahkan beberapa keadaan perempuan mendapat bagian

warisan sedangkan laki-laki tidak. Seperti halnya berikut ini:

a. Ada empat keadaan, di mana bagian waris perempuan lebih

sedikit dari bagian waris laki-laki.

b. Dalam banyak kasus, perempuan mendapatkan bagian waris

yang persis sama dengan bagian waris laki-laki.

112

Fakhr al-Di<n al-Ra>zi<, al-Tafsi<r al-Kabi<r aw Mafa>tih al-Ghayib (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), Vol. ke- 9, cet 1, 168.

113‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Al-Al-Mar’ah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, (Kairo:

Nahdet Mis{r, 2008), 10.

Page 182: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

167 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

c. Beberapa kasus bagian waris perempuan lebih banyak dari

bagian waris laki-laki.

d. Dalam banyak kasus, perempuan mendapatkan bagian waris

yang tidak didapatkan oleh laki-laki.

Adapun sebagai penjelasan singkat keempat poin di atas penulis

uraikan sebagaimana halnya berikut:

A. Keadaan yang membuat bagian waris perempuan lebih

sedikit dari bagian waris laki-laki adalah sebagai berikut:

Ahli waris hanya anak laki-laki (ibn) dan anak perempuan

(bint), ataupun juga furu>‘ kebawah cucu laki-laki (ibn al-ibn) dan cucu perempuan (bint al-ibn) yaitu seperti yang

terkandung dalam firman-Nya: "Allah mensyari’at kan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan". QS. (4): 11.

Ahli waris hanya kedua orang tua mayit (al-ab wa al-umm),

dan si mayit tidak mempunyai anak maupun suami/istri,

yaitu seperti yang difirmankan Allah: .jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga QS. (4):

11.

Ahli waris hanya saudara dan saudari kandung mayit, yaitu

seperti yang difirmankan Allah: ‚Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan‛ QS. (4):

176.

Ahli waris hanya saudara dan saudari kandung mayit

saudara dan saudari seayah dari si mayit.

Tabel A.1 Bagian waris perempuan lebih sedikit dari bagian waris

laki-laki

Ahli Waris Bagian

Saudara Kandung (akh li ab): Saudari

Kandung (ukht li ab)

2:1

Anak Laki-laki (ibn) Anak :Perempuan (bint) 2:1

Page 183: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

168 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Saudara Kandung (Akh Shaq{i>q{) : Saudari

Kandung (Ukht Shaq{i>q{)

2:1

Ayah (al-ab) : Ibu (al-Umm) 2:1

B. Keadaan yang membuat bagian warisan perempuan sama

dengan laki-laki adalah sebagai berikut:

Ayah dan ibu dalam keadaan si mayit mempunyai furu’ anak

laki-laki

Tabel B. 1 Bagian warisan perempuan sama dengan laki-laki

Ahli Waris Bagian

Ayah (Ab) 1/6

Ibu (Umm) 1/6

Anak As}abah (Sisa)

Saudara/saudari Seibu atau lebih dari 2 saudara/saudari Seibu

Tabel B. 2 bagian warisan perempuan sama dengan laki-laki

Ahli Waris Bagian Jumlah

Suami (al-Zawj) ½ 3

Ibu (al-Umm) 1/6 1

Saudara Seibu (Akh li al-Umm) Bersekutu dalam

1/3

1

Saudari Seibu (Ukht li al-Umm)

1

Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan tidak

meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi

mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau

saudari perempuan (seibu saja), maka bagi kedua jenis

tersebut adalah 1/6.

Page 184: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

169 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Tabel B. 3 bagian warisan perempuan sama dengan laki-laki

Ahli Waris Bagian Jumlah

Suami ½ 3

Ibu 1/3 2

Saudara Seibu (Akh li al-Umm)

1/6 1

Bandingkan

Ahli Waris Bagian Jumlah

Suami ½ 3

Ibu 1/3 2

Saudara Seibu (Akh li al-Umm)

1/6 1

Saudara kandung dan 2 saudari perempuan mendapatkan

bagian yang sama dengan bersekutu dalam 1/3. Sebagaimana

seorang suami dan ibu dan 2 saudari seibu dan saudara

kandung. Hal ini sesuai pendapat Umar Ibn Khat{a>b, Zayd bin

Tha>bit dan Uthma>n ibn Affa<n.

Tabel B. 4 bagian warisan perempuan sama dengan laki-laki

Ahli Waris Bagian Jumlah

Suami ½ 3

Ibu 1/6 2

2 Saudara Seibu

(Ukh{ta>ni li al-Umm) Bersekutu dalam 1/3

1

Saudara Kandung

(Akh Shaq{i<q){

1

Bagian warisan ketika laki-laki atau perempuan dalam

keadaan tunggal. Sebagaimana seorang mayit yang mewaris

anak laki-laki tunggal, maka ahli waris mendapat bagian

As}abah (Sisa). Ataupun mewarisi anak perempuan tunggal,

maka bagian anak adalah ½ + As}abah (Sisa) dari pembagian

harta warisan.

Page 185: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

170 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Tabel B. 5 bagian warisan perempuan sama dengan laki-laki

Ahli Waris Bagian

Suami (al-zawj) ¼

Anak laki-laki Sisa

Bandingkan

Ahli Waris Bagian

Istri (al-zawjah) 1/8

Anak perempuan ½ + Sisa

Suami dengan saudari kandung. Hal ini sama dengan

pembagian jikalau posisi saudari kandung adalah seorang

laki-laki (saudara kandung). Sebagaimana seorang

perempuan mati meninggalkan suami dan saudari

kandungnya, maka bagi suami ½ dan saudari kandung

mendapatkan As}abah (Sisa).

Tabel B. 6 bagian warisan perempuan sama dengan laki-laki

Ahli Waris Bagian

Suami (al-Zawj) ½

Saudari Kandung (Ukh}t al-Shaqi<qah)

½ + Sisa

Bandingkan

Ahli Waris Bagian

Suami (al-Zawj) ½

Saudara Kandung (Akh al-Shaqi<q)

Sisa

Hak persamaan antara seorang perempuan dan seorang laki-

laki ketidak terhalangi dari warisan. Yaitu terdapat 6

persamaan kondisi yang tidak akan pernah terhalangi

mendapat warisan dimana 3 orang dari laki-laki terdiri suami

(al-zawj), anak laki-laki (al-ibn) dan ayah (al-ab) dan 3 orang

dari perempuan terdiri dari istri (al-zawjah), anak perempuan

(bint) dan ibu (al-umm).

Page 186: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

171 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

C. Keadaan yang membuat bagian waris perempuan lebih banyak

dari bagian laki-laki adalah sebagai berikut:

Tabel C.1 Perincian bagian warisan dalam Al-Qur’an dan Sunnah

Bagian Ahli Waris

2/3

2 Anak Perempuan (Binta>ni<)

2 Cucu Pr dari anak laki-laki (Binta>ni al-ibn)

2 Saudari Kandung (ukhta>ni< shaqi<qata>ni)

2 saudara seayah (ukh{ta>ni li al-ab)

½

1 anak perempuan (bint)

1 cucu perempuan dari anak laki-laki (bint al-ibn)

1 saudari kandung (ukht shaq{i<q{ah)

1 saudari seayah (uk{ht li al-ab)

Suami (al-zawj)

1/3

Ibu (al-Umm)

Saudari seibu (ukh{t li al-umm)

Saudara seibu (akh} li al-umm)

1/6

Ibu (al-Umm)

Nenek (al-jaddah)

Cucu dari anak laki-laki (ukh}t li al-ab)

Saudari seayah (ukh{t li al-ab)

Saudari seibu (ukh{t li al-umm)

Saudara seibu (akh li al-umm)

Ayah

Kakek

¼ Suami (al-zawj)

Istri (al-zawjah)

1/8 Istri (al-zawjah)

Dari tabel diatas dapat dipahami sebagai berikut:

i. Bagian terbesar dalam hukum waris yaitu (2/3) hanya

diperuntukkan perempuan.

Page 187: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

172 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

ii. Bagian ½ tidak didapati, kecuali hanya suami pada kasus

yang jarang terjadi, diantaranya karena mayit (istri) tidak

memiliki anak maupun tidak adanya ahli waris lainnya yang

mengurangi hak ½nya, sedangkan selabihnya, bagian ½

didapatkan oleh para perempuan dalam 4 kasus.

iii. Bagian terkecil 1/8 diperoleh istri karena adanya para ahli

waris lainnya yang mengurangi hak ¼ nya. Namun demikian

dalam ketentuan bagian ahli waris yang disebutkan dalam

Al-Qur’an dan sunnah, terdapat 17 kasus dimana

penerimanya adalah perempuan, dibanding laki-laki yang

hanya enam kasus. Misal lebih rinci sebagai berikut:

1). Misal ada perempuan mati dan meninggalkan uang

60 juta dengan bandingan ahli waris yang ada 2 kasus

sebagaimana berikut diantaranya:

Tabel C. 2 contoh bagian waris perempuan lebih banyak dari bagian

laki-laki

Ahli Waris Bagian Jumlah Jumlah

Warisan

Suami (al-zawj) ¼ 3 12 juta

Ayah (al-ab) 1/6+sisa 2+0 8 juta

Ibu (al-umm) 1/6 2 8 juta

2 anak perempuan

(binta>ni<) 2/3 8 32juta

Bandingkan

Ahli Waris Bagian Jumlah Jumlah

Warisan

Suami ¼ 3 15 juta

Ayah 1/6 2 10 juta

Ibu 1/6 2 10 juta

2 anak lai-laki (ibna>ni) ‘Asa}bah/Sisa 5 25 juta

Jadi dalam dua kasus diatas, 1 anak perempuan dapat

16 juta: Sedangkan anak laki-laki mendapat 12,5.

2). Misal seorang perempuan dan meninggalkan

warisan 48 juta dengan ahli waris sebagai berikut:

Page 188: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

173 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Tabel C. 3 contoh bagian waris perempuan lebih banyak dari bagian

laki-laki

Ahli Waris Bagian Jumlah Jumlah Warisan

Suami (al-zawj) ½ 3 18 juta

Ibu (al-umm) 1/6 1 48 juta/8 (‘awl)

= 6 juta

2 saudari

kandung

(shaqi<qatani<)

2/3 4 24 juta

Bandingkan

Ahli Waris Bagian Jumlah Jumlah Warisan

Suami (al-zawj) ½ 3 24 juta

Ibu (al-umm) 1/6 1 8 juta

2 saudara

kandung

(shaqi<qa>ni<)

‘Asa}bah/Sisa 48

juta/6x2

(‘awl)

16 juta

Jadi, dalam dua kasus diatas, 2 saudari kandung

mendapatkan 24 juta: Sedangkan 2 saudara kandung laki-laki

mendapat 16 juta.

D. Keadaan yang membuat harta warisan hanya didapatkan

perempuan dan tidak dapat oleh laki-laki, terdapat 2 contoh

seperti tabel dibawah ini:

1). Bila seorang perempuan mati dan meninggalkan harta 195

hektar dengan ahli waris sebagaimana berikut:

Tabel D. 1 contoh harta warisan hanya didapatkan perempuan dan tidak

dapat oleh laki-laki

Ahli Waris Bagian Jumlah Jumlah

Warisan

Suami (al-zawj) ¼ 3 39 ha

Ayah (al-ab) 1//6 + sisa 2 26 ha

Ibu (al-umm) 1/6 2 26 ha

anak perempuan

(bint) ½ 6 78 ha

Cucu perempuan 1/6 2 26 ha

Page 189: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

174 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

dari anak laki (bint al-ibn)

Bandingkan

Ahli Waris Bagian Jumlah Jumlah

Warisan

Suami (al-zawj) ¼ 3 45 ha

Ayah (al-ab) 1//6 + sisa 2 30 ha

Ibu (al-umm) 1/6 2 30 ha

anak perempuan

(bint) ½ 6 90 ha

Cucu laki-lki dari

anak laki (bin al-ibn)

Sisa - Nol

2). Bila seorang perempuan mati dan meninggalkan

harta 84 dengan ahli waris sebagaimana berikut:

Tabel D. 2 contoh harta warisan hanya didapatkan perempuan dan tidak

dapat oleh laki-laki

Ahli Waris Bagian Jumlah Jumlah Warisan

Suami (al-zawj)

½ 3 36 ha

Saudari

kandung (ukht} shaqi<qah)

½ 3 36 ha

Saudari seayah

(ukht{ li al-ab) 1/6 1 84 juta/7 (‘awl) =

12 ha

Bandingkan

Ahli Waris Bagian Jumlah Jumlah Warisan

Suami (al-zawj)

½ 1 42 ha

Saudari

kandung (ukht} shaqi<qah)

½ 1 42 ha

Page 190: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

175 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Saudara seayah

(akh{ li al-ab)

‘Asa}bah/Sisa - Nol

Dari paparan diatas terlihat dengan seksama bahwa hak

perempuan tidak selamanya harus lebih sedikit dari laki-laki.

Sebaliknya dalam banyak hal, perempuan justru mendapatkan bagian

hak warisnya lebih banyak daripada laki-laki. Bahkan dalam beberapa

keadaan harta warisan hanya didapatkan perempuan sedangkan hal

tersebut tidak didapatkan oleh laki-laki. Selain itu, besar atau kecilnya

bagian warisan tidak ditentukan oleh jenis kelamin, akan tetapi lebih

ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya: Pertama, tingkat

kekerabatan antara ahli waris (baik laki-laki maupun perempuan dan

orang yang meninggal. Kedua, kedudukan tingkat generasi. Dan

ketiga, tanggung jawab untuk menanggung kehidupan keluarga.

Mengomentari pembagian warisan sebagaimana tabel diatas,

‘Ali< Jum‘ah berpendapat bahwa seharusnya berkaitan dengan perincian

pembagian warisan sebagaimana diatas dapat menghilangkan shubha>t

dan keraguan konsep kadilan 2;1 pembagian warisan dari mereka yang

mengkritik akan ketidakadilan pembagian warisan, karena Allah SWT

menetapkan sebaik-baikya keadilan.114

Bagi ‘Ali< Jum‘ah, bahwasannya Allah SWT telah menetapkan

ketentuan bagian waris dengan rinci, maka apabila Allah SWT

menyebutkan suatu hukum dengan rinci berarti tidak ada ijtihad untuk

hukum tersebut. Sebagaimana kaidah yang dicetuskan ulama "La> Ijtiha>da Ma‘a al-Nas}s{" selama ada nas}s} maka nas}s} ini tidak perlu

ta’wi<l maupun ijtihad. Karena para ulama usul sepakat berpendapat

bahwa ruang lingkup ijtihad hanya pada ayat-ayat yang bersifat

z}anniyyah. Selama nas}s} bersifat q{at{'i< baik itu qat}‘i> al-thubu>t maupun

dala>lah maka tidak dapat diijtihadi lagi. Akan tetapi hanya al-ittiba>'.

114

‘Ali< Jum‘ah, Al-Al-Mar’ah Fi< al-Had{a>rah al-Isla>miyah bayna al-Nus{u>s al-Shar‘i< wa Tura>th al-Fiqh, h. 28. Lihat juga: ‘Ali> Jum‘ah, Al-Al-Mar’ah Fi< al-Had{a>rah al-Isla>miyah bayna al-Nus{u>s al-Shar‘i< wa Tura>th al-Fiqh, 28.

Page 191: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

176 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Maka hukum warisan Islam adalah hukum yang mutlaq sesuai nas}s}}

shar‘i yang tidak perlu ijtihad.115

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dengan Aspek Gender

Masalah pembagian waris merupakan salah satu masalah yang

senantiasa menjadi objek pembicaraan di kalangan umat Islam. Hal ini

disebabkan antara lain karena pembagian warisan merupakan masalah

yang langsung bersentuhan dengan praktek kehidupan juga berkaitan

dengan harta.

Pada masa kontemporer saat ini, konstruks hukum waris Islam

selalu mendapat kritikan dari cendekiawan muslim terutama dari

aktifis gender. Dengan begitu mereka menuntut adanya transformasi

berkaitan dengan keadilan 2:1 ini menjadi 1:1. Selain para

cendekiawan yang banyak melontarkan rekonstruksi keadilan terdapat

pula lembaga yang dalam banyak kasus memutuskan keadilan 1:1

dalam pembagian warisan. Banyak diantara mereka yang menyatakan

bahwa agama Islam menempatkan hak asasi manusia perempuan lebih

rendah daripada kaum laki-laki berkaitan dengan kewarisan. Hal itu

dapat dilihat dari aturan yang diterapkan dalam Islam tentang

pembagian harta warisan konsep keadilan 2:1 laki-laki atas perempuan.

Mereka mempersoalkan perbandingan yang tidak adil antara laki-laki

dan perempuan terutama ketika melihat penggalan ayat dalam surah

al-Nisa (4): 11 ‚Li al-dhakari mitslu haz{ al-unthaya>y<n‛. (Bagian dua

perempuan sebanding dengan satu orang laki-laki).

Di Indonesia, warisan 1:1 menjadi perbincangan yang

kontroversial dalam masyarakat seiring putusan sebuah pengadilan

agama di Medan. Dalam putusan Pengadilan Agama Medan No.

92/Pdt.G/2009/PTA.Mdn menyebutkan bahwa pembagian bagian hak

waris ahli laki-laki dan perempuan masing-masing yaitu kesemuanya

adalah 1/9 bagian dari harta warisan yang ditinggalkan (porsi

perbandingan bagian laki-laki dan perempuan 1:1). Pertimbangan

majelis hakim atas putusannya tersebut adalah majelis hakim tetap

menentukan asas pembagian harta peninggalan antara laki-laki dengan

115

‘Ali> Jum‘ah, Tafsi<r al-Qur’a>n al-Kari<m; Su>rah Al-Nisa> 11, diakses di

https://www.youtube.com/watch?v=S15eWrRs9z8&list=PLxQnfwkf6

ksirv4PiZ-Y8WTZocyK05Kvr&index=27 pada 12 Oktober 2019.

Page 192: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

177 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

perempuan adalah dua banding satu sesuai dengan Qs. al-Nisa>' (4): 11.

Akan tetapi ketentuan tersebut bukan harga mati karena realitas

menghendaki porsi dua bagi laki-laki dan porsi satu bagian perempuan

sewaktu-waktu berubah sesuai dengan perubahan ‘illat hukum.116

Sebelumnya pernyataan kontroversial serupa juga pernah

dilontarkan oleh Munawar Sjadzali dan memicu perdebatan dikalangan

para cendekiawan muslim. Munawir Sjazdzali melontarkan perubahan

pembagian 1:1 antara anak-laki-laki dan perempuan yang semula 2:1.

Munawir Sjadzali menggugat pola penafsiran secara tekstual selama

ini terhadap ayat-ayat Al-Qur’an mengenai hukum waris. Ia

menggugat konsep keadilan yang sudah mapan, lalu dihadapkan

kepada konsekuensi-konsekuensi zaman yang baru dan berkembang

dalam kehidupan sosial yang berbeda dengan masa lalu.117

Dalam hal

ini penulis merangkum argumen Munawir Sjadzali terkait konsep

pembagian waris antara anak laki-laki dan anak perempuan menjadi

1:1 tersebut. Diantaranya:

Pertama, sosio-histori konteks Arab saat diturunkannya ayat.

Bahwa sebelum Islam, budaya bangsa Arab ja>hiliyyah pada waktu itu

sangat memarjinalkan kaum perempuan, hanya kaum laki-laki saja

yang mendapatkan bagian harta warisan dan kaum perempuan tidak

mendapatkannya. Lalu dengan datangnya Islam, Nabi Muhammad

turut merombak keseluruhan sistem kewarisan bangsa Arab jahiliyyah

subjek penerima waris dengan konsep 2:1 untuk anak laki-laki dan

anak perempuan. Alasan dan tujuan dari formula 2:1 tersebut cocok

pada waktu itu, dikarenakan budaya bangsa Arab ketika itu masih

membatasi dimensi ruang gerak kaum perempuan. Atho Muzhar

menambahkan, ajaran Islam sering diberlakukan secara bertahap –

116

Abdul Mukhsin ‚Pergeseran Sikap Hakim Peradilan Agama di Kota

Medan‛ dalam jurnal Miqot Vol. XXXV No. 1 (Januari-Juni, 2014), 97. 117

Namun demikian, menurut pandangan Munawir Sjadzali tentunya

bukan dialah yang mengatakan bahwa hukum waris Islam seperti yang telah

ditentukan oleh Al-Qur’an itu tidak adil, menurutnya, justru Munawir hanya

menyoroti sikap dan perilaku masyarakat yang tampak sudah tidak percaya

lagi kepada keadilan dari pada ketentuan hukum fara>id. Lihat : Munawir

Sjadzali, Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, (Jakarta, Pustaka Panjimas:

1988), 5.

Page 193: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

178 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

sebagaimana hukum keharaman khamr-, maka dapat dipahami bahwa

terkait ayat waris, pada dasarnya usaha meningkatkan hak dan derajat

perempuan harus terus diberlakukan dan tidak boleh berhenti.118

Kedua, Pemahaman q{at}’i> dilalah al-nas}s} kewarisan Munawar

Sjadzali. Bagi Sjadzali, dalil qat}’i> merupakan hukum yang mengatur

bukan hukum yang mengikat. Sebagaimana menurut sebagian ulama,

q{at}’i> dilalah al-nas}s} kewarisan tidak mutlak diberlakukan. Ia

mencotohkan pada banyak kasus khalifah Umar bin Khat}ab yang tidak

melaksanakan hukum potong tangan yang seperti halnya terdapat pada

al-Ma>idah (5): 38 terhadap seorang pencuri. Lalu, Ia melarang

penjualan umm al-walad yang diberlaukan pada masa nabi bahkan

sampai ke masa Khalifah Abu Bakar, lalu Ia tidak lagi memberikan

bagian zakat kepada para al-muallafa>t qulu>buhum, sebagaimana

praktek ini telah dirintis oleh nabi Muhammad yang ditunjukkan

dalam Al-Qur’an dalam Qs. al-Tau>bah (9):60 dan juga contoh lain

yang berlakukan Umar. Dalam pandangan Munawir Sjadzali, sebagai

umat Islam tidak bisa mengatakan bahwa dengan kebijaksanaan-

kebijaksaan yang meninggalkan nas}s} s}ari>h atau dalil q{at}’i> itu Umar

Ibnu Kh{at{a>b telah melakukan suatu hal yang keliru dan digolongkan ke

dalam kelompok sembarangan, yang disebut juga sebagai kelompok

inka>r al-sunnah.119

Ketiga, Bersandar pada alur kebijakan nabi Muhammad terkait

pemberian izin penggunaan terhadap budak-budak hamba sahaya

sebagai penyalur alternatif kebutuhan biologis kaum pria selain istri

sebagaimana yang dimaksud dalam Qs. al-Nisa> (4): 3. Dalam hal ini,

Munawir Sjadzali mencoba membela atas realitas bahwa sampai pada

saat nabi Muhammad wafat belum menghilangkan dan menghapuskan

perilaku perbudakan secara tuntas, dalam pendapatnya ada diantara

para mujtahid yang menyatakan bahwa hal itu disebabkan karena nabi

118

‘Atho Mudzhar, Letak Gagasan Reaktualisasi Hukum Islam Munawir Sjadzali di Dunia Islam dalam Sulastomo dkk, Kontekstualisasi Ajaran Islam: 70 Tahun Prof. Dr. Munawir Sjadzali, MA. (Jakarta: IPHI dan

Paramdina, 1995), 311. 119

Munawir Sjadzali, Ijtihad dan Kemaslahatan Umat, (Jakarta,Paramadina: 1997), 123-125.

Page 194: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

179 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

masih khawatir terhadap reaksi masyarakat pada waktu itu, jika Ia

tegas menghapuskan perbudakan tersebut.

Dalam pandangan Munawir Sjadzali, jika metode penalaran

tersebut bisa diterima, maka ia akan memunculkan pertanyaan: kalau

dalam hal yang sedemikain mendasar seperti perbudakan, nabi

Muhammad masih memperhitungkan ketermungkinan reaksi dan sikap

masyarakat Arab pada waktu itu, maka apakah kita sebagai umat nabi

Muhammad bukannya seharusnya belajar dari kebijaksanaannya dalam

mempertimbangkan penyelesaian suatu hal permasalahan. Dari

pernyataan Munawir tersebut, secara tersirat ia ingin mengutarakan

bahwa sepatutnya melalui contoh dari alur kebijakan nabi Muhammad

tersebut.120

Hal tersebut diperkuat kembali dari segi pemahaman struktur

sosial. Sebagaimana diungkapkan Atho’ Mudzhar121

bahwa dalam

masyarakat Arab menganut sistem patrilinial maka aturan bagian lebih

kepada laki-laki memang sesuai dan berfungsi postif dalam

melestarikan kekerabatan. Tetapi masyarakat Islam didunia tidak

selamanya menggunakan kekerabatan patrilinial. Di Masyarakat

tertentu di Indonesia misalnya -spesifiknya di Sumatera Barat, sistem

kekerabatan yang berlaku adalah matrilinial. Sebagai akibatnya banyak

hak dan tanggung jawab juga berada pada kaum perempuan. Dalam

masyarakat modern dengan aspek gender yang menuntut kesetaraan

gender -atau sebagaimana bahasa yang digunakan Atho Mudhzar:

bilateral-, maka wajar saja kalau aspirasinya mengenai hak dan

kewajiban juga seimbang dalam hal ini termasuk dalam warisan.

Melihat konteks perbedaan antara konteks Indonesia dan Arab,

melalui pemikiran ‘Ali< Jum‘ah yang juga berdialog dengan konteks –

Mesir khususnya- penulis berpendapat, perempuan bangsa Arab pada

umumnya mendapatkan mahar sangat tinggi, diantaranya berupa

rumah beserta isinya, mobil dan pembantu-pembantu yang selalu siap

120

Munawir Sjadzali, Ijtihad dan Kemaslahatan Umat, (Jakarta:

Paramadina: 1997), 120. 121

‘Atho Mudzhar, Letak Gagasan Reaktualisasi Hukum Islam Munawir Sjadzali di Dunia Islam dalam Sulastomo dkk, Kontekstualisasi Ajaran Islam: 70 Tahun Prof. Dr. Munawir Sjadzali, MA. (Jakarta: IPHI dan

Paramdina, 1995), 311.

Page 195: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

180 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

sedia mengurusi segala keperluan mereka. Dikarenakan adanya mahar

yang tinggi, maka perempuan bangsa Arab kehidupannya menjadi

terjamin karena umumnya mahar yanga mereka terima adalah

seperangkat rumah. Selain itu, penulis setuju kekerabatan yang

diungkapakan ‘Atho Mudzhar bahwa kekerabatan patrilinial Arab

yang kental mengakibatkan sistem 2:1 cocok diterapkan di negara-

negara yang mempunyai kekerabatan patrilineal.

Perdebatan seputar keadilan 2:1 perempuan tak hanya di

Indonesia, pernyataan tersebut seringkali dilontarkan para

cendekiawan muslim mancanegara. Seperti pernyataan Amina Wadud

yang secara emplisit terkesan menolak formula pembagian waris

prinsip keadilan 2:1. Amina Wadud berpendapat bahwa pembagian

waris menurutnya, harus dilihat dari berbagai faktor yang lain, seperti

keadaan orang yang meninggal dan orang-orang yang ditinggal.

Sebelum warisan dibagi perlu dilihat seluruh anggota keluarganya

yang berhak, kombinasinya, dan kemanfatannya. Amina memberikan

contoh misalnya, jika dalam keluarga terdapat seorang anak laki-laki

juga orang anak perempuan, seorang ibu yang harus dirawat dan

ditanggung kehidupannya oleh salah seorang anak perempuannnya,

maka apakah anak laki-laki harus menerima bagian yang lebih besar?

Jadi menurut Amina Wadud, dalam masalah warisan haruslah

mempertimbangkan hal-hal berikut: Pembagian untuk keluarga dan

kerabat laki-laki dan perempuan yang masih hidup, sejumlah kekayaan

yang bisa dibagikan. Pembagian kekayaan juga harus

mempertimbangkan manfaatnya bagi yang ditinggalkan, dan manfaat

harta warisan itu sendiri. Dengan cara berpikir seperti itu dan juga

berdasarkan kemungkinan cara pembagian warisan yang dijelaskan

oleh al-Qur’an, maka pembagian warisan tersebut sangatlah fleksibel,

bisa berubah, dan yang pasti harus memenuhi asas manfaat dan

keadilan.122

Selanjutnya, komentar meragukan konsep keadilan warisan 2:1

datang dari Muhammad Shah}ru>r, Ia menyatakan bahwa penggalan ayat

ini merupakan batasan maksimal yang berlaku bagi (للاكر ملالحاألاييل ان)

122

Amina Wadud, Wanita dalam Al-Qur’an, Terj. Yaziar Radianti

(Bandung: Pustaka, 1994), 117-118.

Page 196: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

181 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

laki-laki dan batasan minimal yang berlaku bagi perempuan. Jika

beban ekonomi keluarga sepenuhnya atau seratus persen ditanggung

pihak laki-laki, kondisi batasan hukum Allah dapat diterapkan yaitu

memberikan dua bagian pada laki-laki dan satu bagian bagi

perempuan. Dengan begitu Ia menyatakan bahwa dari sisi persentase

bagian minimal bagi perempuan adalah 33,3 %, sedangkan bagian

maksimal bagi laki-laki adalah 66,6 %. Oleh karenanya jika memberi

laki-laki sebesar 75 % dan perempuan diberi 25 %, maka telah

melanggar batasan yang telah ditetapkan Allah. Namun jika membagi

60 % bagi laki-laki dan 40 % bagi perempuan, maka tidak melanggar

batasan hukum Allah karena masih berada dalam lingkup batas-batas

hukum Allah.123

Jama>l al-Banna> dalam Al-Mar’ah al-Muslimah Bayna Tah}ri>r Al-Qur’an wa Taqyi>d al-Fuqaha berpendapat bagian waris 2:1 sekilas

memang kurang adil bagi perempuan. Jika melihat realita kehidupan

saat ini di mana dunia sudah tidak mengenal lagi perbedaan antara

laki-laki dan perempuan karena keduanya memiliki kesempatan yang

sama baik dalam ruang publik maupun dalam ruang domistik, tentunya

ayat bagian tersebut sudah tidak relevan lagi. Namun hal yang perlu

dipahami bahwa nilai keadilan yang terdapat dalam ayat tersebut

adalah bagaimana proses Al-Qur’an memberikan hak waris bagi

perempuan yang dulunya bahkan dijadikan sebagai benda yang dapat

diwariskan.124

Walaupun terkesan ketidaksetujuan konsep 2:1 akan tetapi

Jama>l lebih mengedapankan aspek lain bahwa keadilan tersebut

terletak pada betapa Islam telah memberikan hak kepada anak

perempuan yang dulunya tidak mendapatkan waris. Hal yang menjadi

pertimbangan tentang keadilan dalam bagian waris 2:1 adalah

bagaimana proses Al-Qur’an mengupayakan agar perempuan berhak

memperoleh harta waris sebagaimana laki-laki. Perlu penulis tekankan

bahwa apa yang ditetapkan dalam Qs. al-Nisa> (4): 11, ini tidak serta

merta diterima oleh umat muslim pada saat itu. Dalam hal ini dasar

123

Muh{ammad Shahru>r, Al-Kita>b wa al-Qur’a>n Qira>’ah Mua>s{irah (Damaskus: Al-Aha>li< Li al-Tau>zi<‘ wa al-T{iba‘ah, 1990), 458.

124Jama>l al-Banna>, Al-Mar’ah al-Muslimah Bayna Tah}ri>r al-Qur’a>n wa

Taqyi>d al-Fuqaha, (Kairo: Dar al-Fikr, 1998), 113-115.

Page 197: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

182 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

hukum yang dipakai Jama>l al-Banna> dalam melahirkan sebuah hukum

adalah akal, nilai-nilai universal Al-Qur’an, sunnah dan kebiasaan.125

Pendapat kontras juga dikemukan Zaitunah Subhan dengan

mempertanyakan, apakah benar pembagian warisan 2:1 yang

dirumuskan Al-Qur'an itu, sepenuhnya mencerminkan keadilan?

Dengan mengutip pandangan Masdar F. Mas'udi, dia memahami

pembagian itu sebagai batasan kuantitatif yang telah diberikan setelah

minus yang pada dasarmya bukan merupakan nilai maksimal.

Menurutnya, apa yang digariskan Allah bukanlah angkanya, tetapi

semangat keadilan dan kemitraannya sebagai subyek yang sama-sama

mewarisi, setelah sebelumnya diperlakukan hanya sebagai obyek yang

diwariskan.126

Secara literal, pandangan-pandangan para tokoh yang penulis

sebutkan diatas tentu bertentangan dengan ayat al-Nisa >’ (4): 7,

padahal dalam ayat tersebut menyatakan bahwa bagian laki-laki dan

perempuan, sedikit atau banyak, merupakan bagian yang telah

ditetapkan berdasarkan ketentuan Allah. Juga ketika melihat dan

menelaah ayat-ayat lain akan ditemukan pembagian yang berbeda

dalam Al-Qur’an untuk perempuan. Hal tersebut dapat dilihat

sebagaimana ‘Ali< Jum‘ah jabarkan dalam Qada>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi< dan Al-Mar’ah Fi< al-Had{a>rah al-Isla>miyah bayna al-Nus{u>s al-Shar‘i< wa Tura>th al-Fiqh yang penulis paparkan dipembahasan

sebelumnya.127

Dari pendapat ‘Ali< Jum‘ah dalam karyanya tersebut,

nampaknya ‘Ali< Jum‘ah mencounter kurangnya pemahaman mereka

secara komprehensif pada teks tentang kewarisan yang mengakibatkan

salah kaprah bahkan menganggap hal tersebut bagian dari

ketidakadilan gender bahkan menganggap tidak berdasarkan HAM

(Hak Asasi Manusia).

125

Jama>l Al-Banna>, Nahw Fiqh Jadid (Kairo: Da>r al-Fikr al-Islami<,

2000), 195. 126

Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Tafsir al-Qur’a>n (Yogyakarta: LKIS, 1999), 127-128.

127Lihat tabel pembagian warisan tabel A. 1, B.1-B.6, C.1-C.3, dan

D.1-D.2 pada pembahasan poin pemikiran ‘Ali< Jum‘ah tentang pembagian

warisan.

Page 198: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

183 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Berkaitan dengan HAM, Mah{mu>d Shaltu>t menjawab bahwa

persoalan hak waris dalam Islam bukan dititikberatkan pada persoalan

hak asasi manusia yang harus sama rata antara laki-laki dan

perempuan, akan tetapi lebih melihat pada aspek kebutuhan dan

tanggungjawab laki-laki yang jauh lebih banyak daripada perempuan.

Laki-laki dalam Islam memiliki kewajiban untuk menafkahi istri, anak

dan sanak saudaranya, sedangkan perempuan tidak memiliki

tanggungjawab itu. Begitu juga laki-laki dalam Islam memiliki

kewajiban memberi maskawin atau mahar kepada istri, sementara istri

diberi hak untuk menentukan nominasi maharnya. Sehingga bagi

Mah{mu>d Shaltu>t, pembagian harta warisan yang diterima oleh laki-

laki melebihi jatah perempuan tidak bisa dikatakan sebagai

pelanggaran hak asasi manusia.128

Rashi<d Rid{a> menambahkan dalam karyanya Huq{u>q{ al-Nisa> fi< al- Isla>m bahwa tanggungjawab dan kebutuhan laki-laki terhadap harta

benda jauh lebih banyak dibanding perempuan. Ia memaparkan bahwa

laki-laki memiliki kewajiban membayar mahar ketika akan menikah

dan memiliki kewajiban untuk menafkahkan sebagian hartanya kepada

fakir miskin sebagaimana Mahmiu>d Shaltu>t jelaskan. ‘Ali< Jum‘ah

menambahkan bahwa laki-laki juga memiliki tanggung jawab istri

walaupun istri sudah mempunyai harta benda.129

Warisan dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai pembagian

harta tapi sebagai salah satu bentuk distribusi kekayaan dalam

masyarakat. Ajaran Islam menegaskan bahwa warisan dan nafkah

adalah dua hal yag saling terkait dan saling melengkapi.130

Ini berarti

bahwa pesan yang ingin disampaikan Al-Qur’an adalah transformasi

hukum berupa disyariatkannya hak waris bagi perempuan yang

sebelumnya tidak dikenal dalam tradisi jahiliyah.131

128

Mah{mu>d Shaltu>t, Al-Isla>m Aq{i<datum wa Shari<‘ah (Kairo: Da>r al-

Shuru>q{, 2001), 237-239. 129

‘Ali< Jum‘ah, Al-Mar’ah Fi< al-Had{a>rah al-Isla>miyah bayna al-Nus{u>s al-Shar‘i< wa Tura>th al-Fiqh (Kairo: Da>r al-Sala>m, 2006), 28.

130Muhammad Balta>ji <, Maka>nah al-Al-Mar’ah Fi< Al-Qur’an al-Az}i>m

(Kairo: Da>r al-Sala>m, 2000), 205. 131

Muhammad al-T}a>hir bin Ashur, Al-Tahri<r wa Al-Tanwi<r (Kairo:

Maktabah Isa> Ba>b al-Hala>bi<, 1963), 345.

Page 199: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

184 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Dalam konteks sosiologis, pembagian ini merupakan prinsip

keadilan yang diberikan oleh Islam. Sebab, pada zaman jahiliyah,

jangankan mendapakan warisan, perempuan justru menjadi obyek yang

diwariskan. Hal ini tidak didasarkan pada status seseorang melainkan

atas dasar tugas dan tanggung jawab. Laki-laki mendapat bagian lebih

besar dibanding perempuan, karena dia mendapat beban lebih berat

dari yang dipikul perempuan.132

Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah di atas dalam mengintepretasikan hukum

tampak menggunakan pendekatan tekstual sebagaimana para fuqaha

(ahli hukum Islam) telah menetapkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang

menjelaskan tentang bagian-bagian ahli waris merupakan ayat yang

qat}’i> al-dila>lah (penunjukkan hukumnya sudah pasti), sehingga tidak

membuka peluang untuk berijtihad di dalamnya. Meski begitu penulis

lebih mendukung apa yang dipaparkan ‘Ali< Jum‘ah dibanding para

aktifis keseteraan gender yang mengkritik tentang konsep 2:1 dalam

waris, karena menurut penulis mengikuti ketentuan pembagian hukum

waris adalah wajib bukan sunnah. Pembagian warisan diserahkan pada

pilihan dan kebebasan seseorang. Warisan dalam pandangan Islam

sangat penting karena Al-Qur’an menerangkannya dengan sangat rinci

dan detail supaya menjadi acuan dan pedoman. Karena itu, pembagian

warisan merupakan tuntutan syariat yang wajib diikuti. Hal ini dapat

dibuktikan dengan redaksi ayat-ayat Al-Qur’an yang mewajibkan

pembagian warisan sesuai ketetapan Allah: ( يص ب مف وض) Qs. al-Nisa> (4):

تلاك) ,Qs. al-Nisa> (4): 12 (وصا ما اه) ,Qs. al-Nisa> (4): 11 (ف يضا ما اه) ,7 .Qs. al-Nisa> (4): 13 dan Qs. al-Nisa> (4):7 (حوداه

Namun, pendapat ‘Ali< Jum‘ah diatas tak luput dari pertanyaan

dan kritik dari penulis, bahwa ‘Ali< Jum‘ah terlihat tidak menjelaskan

pembagian dua banding satu secara mendalam. Karena bisa saja hal

tersebut berbeda ketika laki-laki dan perempuan mempunyai

kesepakatan pembagian waris, sehingga pemikiran ‘Ali< Jum‘ah

terkesan masih tekstual dalam masalah kewarisan perempuan. ‘Ali<

Jum‘ah hanya melihat sisi tinjauan interpretasi hukum terhadap

132

Wahbah al-Zuha>ili<, Al-Tafsi>r wa al-Muni>r fi> al-‘Aqi>dah wa al-Shari<‘ah wa al-Manhaj, Vol. ke- 4 (Beirut: Da>r al-Fikr, 1998), 282-283.

Page 200: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

185 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

pembagian harta waris ketika ayat ini turun dan tidak mengangkat isu-

isu kontemporer tentang kewarisan juga tidak menghubungkan dengan

kondisi perempuan terutama yang sudah mulai berkembang. Semisal

mungkin saja, formula 2:1, yakni bagian laki-laki yang besarnya dua

kali lipat dari bagian perempuan, bisa saja perempuan mendapat

bagian yang sama dengan bagian laki-laki atau lebih banyak dari

bagian perempuan berdasarkan kebijakan hasil musyawarah antar

keluarga yang mana kebijakan tersebut tidak merubah ketentuan yang

ditetapkan Allah SWT. Akan tetapi penulis berpendapat, jika melihat

konteks Mesir yang menganut sistem kekerabatan patrilineal-

sebagaimana budaya Arab umumnya-, tentu hal tersebut berimbas

pada aspek gender dan aspek sosiologis struktur masyarakat di Mesir.

Misalnya seperti adat yang masih mengakar di Mesir yaitu

tingginya mahar dalam pernikahan, sehingga banyaknya para lelaki

membutuhkan biaya lebih banyak untuk mahar. Hal ini mengakibatkan

konsekuensi lain dari aspek sosiologis dan gender. Kekhawatiran

kebanyakan para pemuda yang semakin bertambah usia namun

kesiapan biaya untuk mahar yang sangat tinggi tidak mencukupi.

Sehingga banyak dari mereka, menikah secara rahasia -atau disebut

dalam istilah di Mesir dengan nika>h ‘urfi < - dan menghindari biaya-

biaya yang menyebabkan mahalnya biaya pernikahan di Mesir. Tentu

saja hal ini dari aspek gender tidak memihak kepada perempuan,

karena apabila ditinggalkan perempuan tidak punya hak hukum untuk

meminta cerai dengan alasan bahwa nika>h ‘urfi< dianggap ilegal

berdasarkan status hukum yang berlaku di Mesir. Keadaan istri akan

semakin sulit, apabila suami menikah lagi, berbeda dengan keadaan

istri, apabila menikah lagi dalam keadaan ditinggal suami, maka bisa

dituduh poliandri dan bisa dijatuhi hukuman berat yaitu dipenjara

selama tujuh tahun. Penulis berpendapat, tampaknya kondisi sosial di

Mesir ini mempengaruhi pemikiran ‘Ali< Jum‘ah berkaitan pembagian

warisan.

E. Kepemimpinan Perempuan dalam Shalat

1. Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah Tentang Kepemimpinan

Perempuan dalam Shalat

Page 201: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

186 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Menurut ‘Ali< Jum‘ah, para cendekiawan muslim dibelahan dunia

manapun sepakat keharusan menjunjung tinggi kehormatan martabat

perempuan. Melarang perempuan dari kepemimpinan laki-laki dalam

shalat bukan berarti merendahkan derajat perempuan justru hal

tersebut bagian dari menjunjung derajat mereka. Islam memerintahkan

perempuan berdiri dibelakang laki-laki dalam shalat. Karena dalam

shalat terdapat gerakan sujud yang berpotensi terbukanya aurat

perempuan dan dapat mengganggu kekhusyuan dalam shalat.

Sebagaimana pepatah Arab mengatakan ‚ أإيملل درلبأ ليرلدم . Keberadaan

barisan perempuan dibelakang shaf laki-laki bukanlah penurunan

martabat perempuan, melainkan dalam rangka menjunjung kemuliaan

mereka. Selain itu pula, untuk mempertimbangkan adab serta saling

menjaga pandangan antara laki-laki dan perempuan dari adanya kh}awf al-fitnah seperti hal-hal yang menimbulkan rangsangan bagi laki-

laki.133

Hal senada juga diungkapkan Sayyid T{anta>wi> yang

mengatakan bahwa tubuh perempuan adalah aurat dan dikhawatirkan

mengganggu kekhusyukan shalat apabila perempuan mengimami laki-

laki.134

Sebenarnya dalam realitas kepemimpinan perempuan dalam

shalat, dapat ditinjau dari dua sisi. Pertama, dari sisi historis bahwa

kenyataan sepanjang sejarah umat muslim sejak zaman nabi

Muhammad SAW tidak diketahui adanya shalat jama‘ah dimana

imamnya perempuan dan makmumnya laki-laki. Kedua, dari sisi

realitas rasionalitasnya, bahwa dalam warisan fiqh tidak ada pendapat

ulama melegalkan imamnya perempuan dan makmumnya laki-laki.135

133

‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 47. Lihat Juga:

‘Ali< Jum‘ah, Fata>wa> al-Nisa>, 167-169. ‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke- 1, 56.

134Pendapat Sayyid al-T{anta>wi> tersebut dikutip oleh media online al-

Sharq al-Au>sat}, dengan judul ‚Shaykh al-Azhar: Ima>mah al-Mar’ah Li al-

Rija>l Ghairu Ja>’izah‛ diakses di

http://archive.aawsat.com/details.asp?issueno=9532&article=289131WDwM

bk-Dxk8 pada 23 Desember 2019. 135

‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 48.

Page 202: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

187 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Menurut Yu>suf al-Qarad{a>wi>136

> sekaligus diamini ‘Ali< Jum‘ah137

,

bahwa umat muslim di belahan dunia manapun tidak pernah

menyetujui atas perempuan untuk adzan, berkhutbah terlebih menjadi

imam shalat dalam jama’ah jum’at. Dalam realita sejarahnya, tidak

terdeteksi kondisi seperti ini lebih dari 14 abad. Disebutkan dalam

sejarah, bahwa seorang ratu yang terkemuka dalam sejarah dinasti

Mamluk, Shajar al-Durr yang mempunyai otoritas dalam permasalahan

negarapun tidak pernah berkhutbah dalam shalat jum’at terlebih

mengimami laki-laki. Akan tetapi penyelenggaraan khutbah dan shalat

jum’at dipimpin oleh laki-laki.138

Hal ini mengindikasikan

ketidakbolehan perempuan menjadi imam shalat berdasarkan

kesepakatan ulama salaf maupun kh{alaf. Dari sisi nas}s} shar‘i< dan pendapat para ulama klasik hingga saat

ini bahwasannya para ulama mendefinisikan ‘ima>mat al-s{ala>t’ yaitu

keterikatan seorang yang mengerjakan shalat dengan orang lain yang

mengerjakan shalat dengan syarat adanya syariat yang mengikat antara

mereka. Seorang imam tidak menjadi imam kecuali jikalau ada yang

mengikuti dalam shalatnya. Para ulama dalam banyak karya

memberikan banyak kriteria dan syarat untuk menjadi seorang imam

dalam shalat. Wahbah al-Zuhayli> dalam al-Fiqh al-Isla>mi< wa Adillatuhu> setidaknya menyebutkan 9 syarat yang harus dipenuhi oleh

seorang imam dalam shalat, diantaranya imam haruslah seorang laki-

laki.139

‘Ali< Jum‘ah mengemukakan terdapat 2 hadis berkaitan dengan

kepemimpinan perempuan dalam shalat bagi laki-laki. Hadis pertama

yang diriwayatkan Ja>bir ibn ‘Abd Alla>h yang banyak disandarkan para

ulama dalam ketidakbolehan perempuan menjadi imam dalam shalat

dan hadis Umm Waraqah binti ‘Abd Alla>h ibn al-Ha>rith yang

membolehkan perempuan menjadi imam shalat.

136

Yu>suf al-Qarad{a>wi>, ‚Mata> Taju>z Ima>mah al-Mar’ah Fi< al-S}ala>t‛

Diakses di http://www.qaradawi.net/new/Articles-1361 pada 21 Desember

2019. 137

‘Ali< Jum‘ah, Al-Mar’ah Fi< al-Had}arah Al-Isla>miyah; Bayna Nusūs al-Shar‘i > wa Turāth al-Fiqh wa al-Wāqiʻ al-Maʻish, 40.

138‘Ali< Jum‘ah, Q{ad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 48.

139Wahbah al-Zuhayli<, Al-Fiqh al-Islami< wa adillatuhu>, Vol. 1, 174.

Page 203: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

188 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

-قا ل:طببنا رلاالاه-رضاياهبنهما -اهاحليثايول:حيثج ب با ببا،،ولأبا اممها ج ا،،ولفا ج مؤمنا ،،إلأنيقها -صلىاهبل هوللم فق ل:لتؤمام أةرجا

140بسلب نخي فلاطهول فه

Hadis pertama: Dari Ja>bir bin Abd Allah, dari Nabi SAW

bersabda: ‚Janganlah sekali-kali perempuan menjadi imam shalat bagi

laki-laki, orang Arab Badui bagi orang-orang Muhajir (mereka yang

ikut hijrah bersama nabi ke Madinah), dan orang jahat bagi orang

mukmin kecuali karena paksaaan dari penguasa yang ditakuti

cambuknya atau pedangnya‛.

احليثالل ين:حيثأمورق أنالنيبصلىاهبل هوللمر نيزورها ب ها وجعال هل مؤذي، يؤذنهل ،وأم ه أنتؤمأهلداره

141

Hadis kedua: Rasulullah pernah mengunjungi Umm Waraqah di

rumahnya. Ia bahkan mengangkat mu'adzin untuknya dan

menyuruhnya mengimami keluarganya.

‘Ali< Jum‘ah bersandar pada H{ajar al-‘Asq{}ala>ni> dalam

melemahkan hadis pertama, bahkan kebanyakan ahli hadis

melemahkan hadis kedua.142

Ibn Quda>mah menjadikan hadis pertama

sebagai argumentasi ketidakbolehan perempuan menjadi imam bagi

laki-laki dalam shalat berjama’ah. Akan tetapi permasalahannya, pada

hadis tersebut terdapat dua orang perawi yang dinilai lemah oleh

kritikus hadis. Dua orang perawi yang dimaksud adalah ‘Ali< ibn Zayd

ibn Jud‘a>n dan ‘Abd Alla>h ibn Muhammad al-'Ada>wi>.143

140

Riwayat Ibn Majah dalam Sunan Ibn Majah, Riwayat al-Baihaqi

dalam Sunan Al-Kubra>, al-Thabra>ni< dalam Al-Au>sat}>. Lihat: ‘Ali< Jum‘ah,

Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, (Kairo: Nahdet Mis{r 2008), 49. 141

Riwayat Abu> Da>wud dalam Sunan Abu> Da>wud, Riwayat Ahmad bin

H{anbal dalam Al-Musnad, Riwayat al-Ha>kim dalam al-Mustadrak 'ala> Shahi<hayn, Ibn Huzaymah dalam Sunan Ibn Huzaymah, Riwayat al-Bayhaqi>

dalam Sunan Al-Kubra>. Lihat: ‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, (Kairo: Nahdet Mis{r 2008), 48.

142‘Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 49.

143Ibn Quda>mah, Al-Mughni<, (Kairo: Da>r al-Hadi<s), jlid 1, 534-535.

Page 204: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

189 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Menurut Ali Mustafa Ya‘qub, kendati hadis ini dinilai lemah

oleh sebagian ahli hadis, namun hadis d}a‘i>f (lemah) belum tentu

ditolak dan tidak boleh diamalkan. Terlebih lagi, substansi dan

kandungan hadis di atas dapat diterima dan diamalkan para ulama

sepanjang masa, sejak masa nabi SAW sampai sekarang. Oleh sebab

itu, hadis ini tetap diterima dan dijadikan dalil keharaman perempuan

menjadi imam salat laki-laki.144

Dengan demikian, sebagaimana

diungkapkan Ibnu Rushd bahwa hadis ini menjadi sandaran mayoritas

ulama bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam shalat bagi laki-

laki.145

Berbeda halnya dengan mayoritas ulama, sebagian ulama

membolehkan perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki.

Sebagaimana dikemukakan oleh Abu> Thawr, al-Muzani>, Al-T{abari>146

,

juga diikuti Muhyi< al-Di<n al-‘Arabi<.147

Hal ini didasarkan pada hadis

Umm Waraqah yang menjadi sandaran mereka yang membolehkan

imam shalat perempuan bagi laki-laki. Dalam hadis tersebut

disebutkan bahwa muadzin di rumah Umm Waraqah adalah seorang

laki-laki tua (shaykh kabi>r).148 Hadis ini disahihkan oleh Ibn

Khuzaymah dan al-Ba>ni> menilai-nya sebagai hadis h}asan. Terkait al-

Wali>d ibn Juma>i‘>, salah satu perawi yang dipermasalahkan, Muslim

ibn al-Hajjāj tetap menganggapnya kredibel (ta‘di>l). Al-S}an‘a>ni>

mengatakan hadis ini sebagai dalil keabsahan perempuan mengimami

keluarganya. Meskipun dalam keluarga tersebut terdapat laki-laki.

144

Ali Mustafa Ya‘qub, Imam Perempuan (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2006), 25. 145

Ibn Rushd, Bida>yah al-Mujtahid wa al-Niha>yah al-Muq{tas}id, Vol.

ke-1. 155 146

Wiza>rat al-Auqa>f wa al-Su’u>n al-Islamiyah. Mau>su>‘ah al-Fiqhiyah al- Islamiyah, Vol. ke-21 (Kuwait: 1992). 267. Abu> Zakariya> Muhy al-Din Al-

Nawawi>, Al-Majmu>: Sharh} al-Muhadhdhab, Vol. ke-4 (Jeddah: Maktabah al-

Irsya>d),152. Ibn Quda>mah, Al-Mughni<, (Kairo: Da>r al-Hadi<s), jlid 2, 146.

Bandingkan dengan Ibn Rushd, Bida>yah al-Mujtahid wa al-Niha>yah al-Muq{tas}id, Vol. ke-. 1. 155. Muhammad Ibn Isma>‘i<l al-S{an‘a>ni<, Subul al-Sala>m, Vol. ke-2 (Beirut: Da>r al-Ihya> al-Tura>th al-Arabi>, 1995), 581.

147Ali< Jum‘ah, Qad{a>ya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Isla>mi<, 49.

148Ibnu Khuzaymah, S}ahi>h Ibnu Khuzaymah, Vol. ke-3, No. 1676, 89.

Page 205: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

190 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Sebab dalam riwayat Umm Waraqah ini dikisahkan bahwa Ia memiliki

seorang muadzin laki-laki dan Ia mengimaminya beserta budak laki-

laki.149

Menurut Mustafa Ya‘qub, hadis Umm Waraqah ini tidak

menjadi pertimbangan untuk membolehkan perempuan untuk menjadi

imam shalat karena lemahnya periwayatan baik sanad maupun

matan.150

Ibn Quda>mah dalam al-Mughni< memberikan penjelasan

penafsirannya tentang berkaitan hadis Umm Waraqah. Pertama, Umm

Waraqah diizinkan nabi untuk mengimami jama’ah perempuan. Kedua,

kalaupun diantara jam’ah perempuan terdapat laki-laki, maka

sesungguhnya peristiwa ini berkaitan dengan shalat sunnah karena

sebagian fuqaha mazhab Hambali memang membolehkan perempuan

menjadi imam dalam shalat tarawih. Ketiga, apabila kisah Umm

Waraqah benar-benar berkaitan dengan shalat wajib, maka ketentuan

tersebut tidak pernah disyariatkan pada perempuan lain sehingga

bermakna khusus untnuk keluarga saja.151

Perdebatan seputar boleh tidaknya perempuan sebagai imam

telah ada dalam pemikiran-pemikiran ulama terdahulu. Keempat imam

mazhab secara tegas menolak kepemimpinan perempuan atas laki-laki.

Imam Ma>lik dan Abu> Hani<fah menolak perempuan sebagai imam laki-

laki karena imamah merupakan posisi yang terhormat dan agung yang

hanya menjadi kewenangan laki-laki. Hal ini berlaku secara mutlak.

Sementara itu, al-Shafi>‘i< dan Ah}mad bin H}anbal, membolehkan

perempuan menjadi imam terbatas pada sesama perempuan saja.152

Bagi ‘Ali< Jum‘ah imam shalat perempuan dibelakang barisan

laki-laki tidak dapat diterima. Sebagaimana konsesus para ulama baik

salaf maupun khalaf karena kuatnya dalil juga alasan yang tidak dapat

diterima dengan akal. ‘Ali< Jum‘ah tidak menerima pendapat mereka

yang membolehkan imam shalat perempuan, karena pendapat ini

menurut ‘Ali< Jum‘ah pendapat yang cacat dan mengaggapnya sebagai

pemikiran yang melenceng. Adapun hikmah dari menjauhkan

149

Muhammad Ibn Isma>‘i<l al-S{an‘a>ni<, Subul al-Sala>m, Vol. ke- 2, 381. 150

Ali Mustafa Ya’qub, Imam Perempuan, 38. 151

Ibn Quda>mah, Al-Mughni<, (Kairo: Da>r al-Hadi<s), jlid 1, 542-543. 152

Hasan Sulayma>n al-Nu>r Alwi< Abba>s al-Mala>ki<, Iba>nat Al-Ahka>m,

(Beirut: Da>r al-Thaqa>fah al-Islamiyah, 1909), 41.

Page 206: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

191 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

perempuan dalam imamah shalat merupakan perintah Islam yang

menjaga konsistensi tatanan Islam dalam kesucian. Karena perempuan

semua badannya aurat kecuali telapak tangan dan wajah. Maka

perintah berdiri dibelakang laki-laki karena shalat mencakup sujud

yang dengan sujud dapat perempuan terlihat auratnya.153

2. Relevansi Pemikiran ‘Ali< Jum‘ah dengan Aspek Gender

Masalah imam perempuan bagi laki-laki dalam kajian hukum

Islam terus menjadi perbincangan dikalangan para cendekiawan

muslim. Karena para feminis muslim terus menggugat perbedaan

penafsiran dan keabsahan terhadap dalil-dalil yang berkaitan dengan

masalah tersebut. Terlebih kasus tersebut selalu bermunculan dan

menjadi fenomena kontroversial yang berulang dalam masyarakat

muslim modern. Masalah imam perempuan bagi laki-laki mencuat

kepermukaan dan menghebohkan publik pada tahun 2018, ketika

Jamida Beevi memimpin shalat jum’at sekaligus berkhutbah di sebuah

masjid di Kerala, India. Menurutnya, tidak ada ayat suci yang

menghambat seorang perempuan untuk menjadi imam. Baginya Al-

Qur’an tidak diskriminatif terhadap perempuan, Gagasan yang

diajukan dalam teks adalah kesetaraan gender dan bukan

diskriminasi.154

Pertama kali dunia Islam dihebohkan pada tahun 2005 oleh

Amina Muhsin Wadud, -seorang Asisten Professor Studi Islam- di

Virginia University, New York, Amerika Serikat yang menjadi imam

sekaligus merangkap sebagai kh}a>tib dan makmunya kurang lebih

sekitar 50-an orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jama’ah

berbeda jenis kelamin tersebut berdiri sejajar tanpa ta’bir pemisah.155

Pasca peristiwa ini, muncul polemik dan mengundang reaksi

beberapa tokoh ulama diseluruh dunia diantaranya Sayyid T{anta>wi,

153

‘Ali< Jum‘ah, Al-Kalim al-T{ayib Fata>wa> As}riyah, Vol. ke- 1, 56. 154

https://www.memri.org/reports/indian-muslim-woman-leads-all-

male-friday-prayer-indias-kerala-state diakses pada 30 Desember 2019. 155

Respon ulama kontemporer terhadap Amina Wadud dapat dibaca

dalam penelitian Ahmed Elewa dan Lary Silvers, ‚I Am the One of The

People‛: A Survey And Analysis of Legal Arguments on Woman Led Prayer

in Islam‛, dalam Journal of Law and Religion, Vol. 26, No. 1 (2010), 114.

Page 207: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

192 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

<‘Ali< Jum‘ah melalui lembaga yang dipimpinnya kala itu Da>r Ifta> al-

Mis}riyah, walaupun pada awalnya ‘Ali< Jum‘ah156

tidak

mempermasalahkan fenomena kontroversial tersebut akan tetapi

karena dirasa meresakan publik, pada akhirnya Ia turut pula mengecam

fenomena tersebut bersama para ulama al-Azhar lainnya.157

Termasuk

juga diantaranya Yu>suf al-Q{ara>d}a>wi> yang< mengecam Amina telah

menyimpang dari tradisi Islam yang telah berjalan 14 abad. Sementara

‘Abd al-Azi>z bin Ba>z, mufti agung Arab Saudi, menganggap Amina

sebagai musuh Islam yang menentang hukum tuhan. Beberapa koran di

Mesir dan Arab Saudi menempatkan berita itu di halaman utama, dan

menganggap Amina sebagai perempuan sakit jiwa yang berkolaborasi

dengan barat untuk menghancurkan Islam.158

Sebaliknya, Jama>l al-Banna> justru mengkritik pendapat Sayyid

T{anta>wi<, ‘Ali< Jum‘ah, Yu>suf Q{ara>d}a>wi dan ulama al-Azhar lainnya

yang tidak membolehkan perempuan mengimami laki-laki. Jama>l

menulis buku khusus terkait persoalan ini dan disebarkan secara gratis

lewat internet. Dalam karyanya yang berjudul Jawa>z Ima>mat al-Mar’ah al-Rija>l, Ia tidak mempermasalahkan praktek ibadah yang

dilakukan oleh Amina Wadud. Menurutnya kasus ini perlu ditinjau dari

dua aspek: naq{l (teks) dan ‘aql (rasio). Kedua aspek ini perlu

dipertimbangkan dan tidak mungkin bertentangan, sekalipun dalam

masalah ibadah.159

156

Pendapat kebolehan tersebut dimuat dalam al-Arabiya dengan judul

‚Mufti Diya>r al-Mis}riyah al-Shaikh ‘Ali> Jum‘ah: Ikhtilaf al-Ulama>' Yuji>z Li

al-Duktu>rah Aminah Wadu>d An Taum Li al-RIja>l‛ Selengkapnya dapat

diakses di media online al-Arabiya pada 16 aret 2005

https://www.alarabiya.net/articles/2005/03/16/11294.html diakses pada 23

Desember 2019. 157

Fathi< al-Bayumi, Ula>ma Al-Azhar Yastankiruna Ima>mah Ami<na Wadu>d Li- al-Shala>t, dalam berita hariann di lahaonline pada 20 Maret 2005

https://www.lahaonline.com/articles/view/8055.htm diakses pada 18 Oktober

2019. 158

Jocelyne Cesari dan Jose Casanova, Islam, Gender, and Democracy in Comparative Perspective (New York: Oxford University Press, 2017), 121-

122. 159

Jama>l Al-Banna>, Jawa>z Ima>mah al-Mar’ah al-Rija>l (Tt: Tp, tt). Resensi ini dapat dica dalam artikel Faragh Isma‘il ‚Shaqi>q Hasan al-Banna>

Page 208: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

193 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Menurut Jama>l al-Banna>, ahli fiqh belum sepenuhnya mampu

keluar dari budaya patriarkis yang memposisikan perempuan sebagai

kelas kedua. Agar keluar dari budaya tersebut, ahli fiqh mestinya

melihat perempuan sebagai manusia, posisinya setara dengan laki-laki

sebagaimana dikatakan Al-Qur’an dan melihatnya sebagai makhluq

yang diistimewakan Allah SWT: mereka dapat hamil, menyusui,

mendidik, dan surga berada dibawah telapak kaki mereka.160

Senada dengan Jama>l al-Banna>, Khaled Abou el-Fad}l ketika

ditanya hukum perempuan mengimami shalat laki-laki, Ia mengatakan

bahwa tidak adil apabila perempuan dilarang mengimami shalat

dikarenkan Ia seorang perempuan. Seharusnya persyaratan dan standar

kelayakan iman difokuskan pada penguasaan terhadap ilmu agama dan

kesepakatan komunitas.161

Pada dasarnya, jika hadis Umm Waraqah

dikaji lebih jauh, kesempatan untuk mendapatkan posisi imam dapat

diperoleh siapapun, baik laki-laki maupun perempuan, sepanjang Ia

memiliki kualifikasi sebagai imam. Namun, karena di antara orang-

orang yang ada di rumah Umm Waraqah, hanya Ia yang memiliki

kualitas dan kemampuan dalam agama dan membaca Al-Qur'an dengan

baik, maka Nabi mengizinkannya menjadi imam. Dalam hal ini,

pertimbangan Nabi didasarkan bukan pada apa jenis kelaminnya, tapi

bagaimana kemampuannya. Argumentasi ini pula yang digunakan oleh

jama’ah Amina Wadud ketika menunjuknya agar mengambil andil

sebagai khatib dan imam salat jum'at.162

Mohammad Nawir dalam Kajian Hadis Relasi Kesetaraan Gender Dalam Fatwa MUI,163

mengungkapkan bahwa kaum feminis

Ima>mah al-Mar’ah al-Rija>l. https://www.Al-

Arabiya.net/articles/2005/08/19/16015.html diakses pada 23 November 2019. 160

Jama>l Al-Banna>, Jawa>z Ima>mah al-Mar’ah al-Rija>l, 67. 161

Lihat pendapat Khaled Abou el-Fadl di

http://www.scholarofthehouse.org/onwolepr.html . Diakses pada 25

November 2019. 162

Mohammad Nawir, ‚Kajian Tentang Hadis-Hadis Relasi Kesetaraan

Gender Dalam Fatwa MUI‛ (Tesis UIN Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif

Hidayatulla, Jakarta, 2016), 118. 163

Mohammad Nawir, Kajian Tentang Hadis-Hadis Relasi Kesetaraan Gender Dalam Fatwa MUI, 120-121.

Page 209: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

194 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

muslim umumnya berpendapat bahwa diskursus para ulama tentang

ima>mah perempuan mencerminkan keberpihakan mereka kepada

kepentingan patriarkhi. Hal ini terlihat dari adanya inkonsistensi

rasional dalam pemikiran mereka, di satu sisi dalam persyaratan imam

secara umum, pemahaman agama dalam bacaan Al-Qur'an dijadikan

sebagai kriteria utama. Namun, di sisi lain ketika membahas tentang

kepemimpinan perempuan, kriteria yang substansial itu justru tidak

diterapkan. Penolakan mereka tidak didasarkan pada pertimbangan

apakah perempuan memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan, tetapi

justru pada ‘karena Ia perempuan’. Sementara itu, Abu> Thawr, al-

T}abari< dan al-Muzani<, merupakan wakil ulama yang membolehkan

secara mutlak perempuan sebagai imam. Pendapat tersebut di perkuat

oleh hadis Umm Waraqah yang di riwayatkan oleh Abu> Da>wu>d, dalam

sarahnya al-S{an’a>ni< mengatakan bahwa kepemimpinan perempuan

dalam salat adalah sah sekalipun diantara makmum ada laki-laki

dewasa. Namun, pandangan kelompok ini sering tidak muncul

kepermukaan, bahkan hampir tenggelam dalam diskursus pemikiran

Islam.164

Bersandar pada Qa>sim Ami<n dalam bukunya Tahri<r al-Mar'ah,

Nawir mengatakan bahwa Islam dengan misi pembebasannya yang

berpijak pada tauhid harus selalu dihadirkan dalam realitas sosial

masyarakatnya sehingga mampu melakukan perubahan-perubahan

sosial, Ia menyimpulkan bahwa Islam memberikan posisi yang cukup

tinggi kepada perempuan, namun faktor tradisi yang kuat yang berasal

dari luar Islam menjadikan perempuan Islam terbelakang. Bahkan

menurutnya umat Islam mengalami kemerosotan karena separo dari

umatnya, yaitu perempuan mengalami kemunduran. Maka untuk

164

Ibn Rushd, Bida>yah al-Mujtahid wa al-Niha>yah al-Muq{tas}id, 175.

Bandingkan Muhammad Ibn Isma>‘i<l al-S{an‘a>ni<, Subul al-Sala>m, ditahqiq oleh

Abd al-Azi<z Hawli<, 35. Bandingkan dengan Wiza>rat al-Auqa>f wa al-Su’u>n al-

Islamiyah. Mau>su>‘ah al-Fiqhiyah al- Islamiyah, Vol. ke-21 (Kuwait: 1992).

267. Abu> Zakariya> Muhy al-Din Al-Nawawi>, Al-Majmu>: Sharh} al-Muhadhdhab, Vol. ke- 4 (Jeddah: Maktabah al-Irsya>d),152. Ibn Quda>mah, Al-Mughni<, (Kairo: Da>r al-Hadi<s), jlid 2, 146

Page 210: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

195 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

mendapatkan kembali kejayaan Islam tidak ada jalan lain kecuali

memberikan kemerdekaan kepada kaum perempuan.165

Di era sekarang dengan adanya emansipasi wanita ataupun

kesetaraan gender yang menuntut adanya kedudukan yang sama

dengan kaum laki-laki. Imam umumnya yang sudah disebut dalam

kitab-kitab klasik atau modern adalah seorang laki-laki. Perbedaan

antara tokoh tradisionalis dimana mereka berpendapat bahwa seorang

perempuan tidak boleh menjadi imam dalam shalat yang termaktub

dalam kitab-kitab fiqih klasik berbeda dengan kaum postra mereka

berpendapat bahwa seorang perempuan boleh menjadi imam dalam

shalat karena adanya kualitas yang lebih tinggi dibanding kaum laki-

laki.

Tentu, ide-ide feminisme diatas tidak sesuai dengan pemikiran

‘Ali< Jum‘ah. ‘Ali< Jum‘ah tidak sependapat kepemimpinan perempuan

di ranah ibadah. Fatwa ini pada dasarnya terlihat mempertegas hukum

tentang imam seorang perempuan dalam shalat bagi jama’ah laki-laki.

Fatwa ‘Ali< Jum‘ah konsisten mengikut pendapat para ulama fiqh يصل

ولاتتيا لبيق يى التياىا التى . Karena sebagaimana penulis paparkan bahwa

para ulama telah panjang lebar membicarakan terkait hal ini.

Disamping itu pula, panjang lebar ‘Ali< Jum‘ah memaparkan perbedaan

para ulama beserta dalil mereka dalam mengemukakan pendapatnya.

Berkaitan dengan kedua kelompok hadis yang ‘Ali< Jum‘ah

paparkan sebagai pegangan dalil yang saling kontradiktif (ta’arud}), dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya hadis yang melarang

perempuan mengimami laki-laki sanadnya adalah lemah (d}a‘i>f), tidak

shahih. Di lain sisi, hadis Umm Waraqah yang sering dipakai kalangan

feminis seperti Amina Wadud untuk menjustifikasi pemikiran mereka

tentang bolehnya seorang perempuan mengimami shalat laki-laki,

hadis tersebut juga tidak sahih. Maka disini ‘Ali< Jum‘ah merajihkan

kontradiksi literal tersebut ditinjau dari hukum Islam yaitu maslahah

karena efek yang ditimbulkan dari sosiologi masyarakat.

Dengan demikian, penulis berpendapat dengan mengacu pada

pemikiran ‘Ali< Jum‘ah, dilihat sosio-histori terkait dengan

165

Qasim al-Ami<n, Tahrir al-Al-Mar’ah (Kairo: al-Markaz al-Arabi> Li

al-Bah}th wa Al-Nashr, 1948), 98.

Page 211: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

196 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

kontektualisasi kedua hadis tersebut dalam memposisikan perempuan

sebagai imam shalat laki-laki, hal tersebut hanya akan menyulut

keresahan di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini, ketika kedua

hadis tersebut telah jelas-jelas tidak bisa dikatakan seratus persen

s}ahi>h, alias sama-sama terdapat perawi yang bermasalah, maka kaidah

fiqh yang berbunyi al-‘a>dah muhakkamah (adat kebiasaan itu

dipandang sebagai hukum), maka larangan masalah perempuan

mengimami shalat laki-laki adalah lebih tepat dan lebih selamat.

Selain itu, kaidah daf‘ul mafa>sid muqaddamun ‘ala> jalbi al-mas}alih} juga relevan untuk diterapkan dalam masalah ini. Perempuan

yang di depan publik mengimami shalat berjamaah, dimana di

dalamnya terdapat laki-laki, hanya akan menimbulkan efek negatif di

tengah masyarakat luas. Terlepas dari mereka tahu ataukah tidak

tentang shahih tidaknya dua hadis tersebut di atas, hal ini akan

dipandang sebagai sebuah penyimpangan agama dan keresahan publik.

Page 212: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

197 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Diagram

Genealogi Pemikiran ‘Ali> Jum‘ah Tentang

Wacana Kesetaraan Gender

Page 213: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

198 | Analisis Pemikiran Hukum Islam ‘Ali < Jum‘ah tentang Wacana Kesetaraan Gender

Tabel

Pembagian Pembahasan Gender dari Sumber Primer Rujukan Karya

‘Ali> Jum‘ah

Page 214: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

199 |Epilog

BAGIAN LIMA

EPILOG ----------------------------

‘Ali< Jum‘ah merupakan ulama kontemporer yang telah

berusaha memanfaatkan hasil ilmu kontemporer (antropologi) ketika

mengijtihadkan hukum-hukum fiqh dalam rangka menciptakan sebuah

sistem yang lebih padu dan komprehensif. ‘Ali< Jum‘ah dalam

berijtihad tidak berbeda dengan ulama kontemporer lainnya yang

menjadi rujukan umat muslim saat ini seperti Yu>suf al-Qarad}a>wi<,

Wahbah al-Zuhay<li>, Sai<d Ramd{a>n al-Bu>ti> dan lain ulama kontemporer

lainnya. Dimana metode yang biasa digunakan seperti metode ijtiha>d baya>ni<, ta‘li>li> dan istis}la>hi< serta tarji>hi> atau intiqa>’i>. Begitu juga ‘Ali<

Jum‘ah tidak berbeda dengan ulama terdahulu yang dalam banyak

karya-karyanya, ‘Ali< Jum‘ah cenderung menukil pendapat yang telah

ada dan telah disebutkan dalam literatur-literatur fiqh, khususnya

dalam mazhab al-Sha>fi>‘i><. Walaupun Ia menganut mazhab al-Sha>fi>‘i <,

tak lantas ‘Ali< Jum‘ah segan mengikuti mazhab lain sesuai konteks

maslahat yang dihadapi realita. Dalam kebanyakan fatwa yang Ia

keluarkan, Ia cukup banyak mengikuti mazhab lain dibanding mazhab

yang Ia anut.

Dalam kaitannya dengan usu>l al-fiqh sebagai landasan

epistimologi hukum Islam, dimana para pengusung teori pembaharu

marak mengkampanyekan rekonstruksi secara komprehensif seperti

H}asan al-Tura>bi<, Jama>l al-Di<n al-At}iyah dan Sali<m al-‘Awa>. ‘Ali

Jum‘ah menolak teori tersebut dengan alasan bahwa betapapun

seriusnya para ulama saat ini dalam upaya pembaharuan terhadap usu>l

al-fiqh, namun tidak mampu keluar dari prinsip-prinsip yang telah

ditetapkan oleh para ulama klasik. Selain itu, hal tersebut juga bentuk

ketidakhormatan terhadap warisan para ulama terdahulu. Dalam hal ini

‘Ali< Jum‘ah tidak merombak konstruksi yang selama ini telah mapan

dibangun oleh para ulama klasik, justru menurut ‘Ali Jum‘ah, sebagai

bentuk penghormatan warisan ulama klasik seharusnya yang perlu

diperbaharui adalah kritik terhadap tura>th dengan cara meninjau

kembali metodologi, sitematika penulisan, kesesuaian materi

Page 215: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

200 | Epilog

kaitannya dalam isi materi agar relevan dengan zaman kontemporer

saat ini dan memaksimalkan peran usu>l fiqh dalam menyelesaikan

problematika umat saat ini.

Perihal relevansi pemikiran hukum Islam ‘Ali Jum‘ah dengan

wacana kesetaraan gender, dapat disimpulkan bahwa ‘Ali Jum‘ah

memposisikan pada pemikiran semi-tekstual-moderat, karena dilihat

dari beberapa kasus, Ia bersikap tekstualis namun tidak sependapat

dengan pemikiran tradisional-konservatif. Pada kasus lain, Ia bersikap

konsteksual namun tidak sependapat dengan pemikiran sekular

ataupun liberal. Pemikirannya termanifestasi pada kasus isu gender

yang penulis batasi dalam penelitian ini pada lima kasus, antara lain:

berkaitan dengan h}ija>b. Pendapat ‘Ali< Jum‘ah terkait h}ija>b cenderung

tekstualis dengan pegang teguh nas}s} shar‘i >< yang bersifat q}at‘i< dan

mengunggulkan para ulama yang mewajibkan h}ija>b. Pemikiran

tekstualis serupa juga teraplikasi pada pembagian warisan, ‘Ali> Jum‘ah

memandang bahwa pengertian keadilan yang dimaksud Islam yaitu

konsep 2:1 (laki-laki: perempuan), hal tersebut didasari atas perbedaan

tanggung jawab, hak dan tanggung jawab laki-laki dengan perempuan.

Juga ‘Ali< Jum‘ah tidak menerima pendapat mereka yang membolehkan

imam shalat perempuan, karena pendapat ini menurut ‘Ali< Jum‘ah

pendapat yang cacat dan pemikiran yang melenceng.

Berbeda halnya dengan pendapat diatas yang cenderung

tekstualis, pendapat ‘Ali< Jum‘ah juga mempunyai kecenderungan

kontektualis. Dalam cadar, ‘Ali< Jum‘ah lebih banyak berbicara terkait

budaya Mesir yang mana cadar tidak relevan dengan konteks sosial

masyarakat Mesir. Penulis menduga bahwa pendapatnya terkait cadar

dipengaruhi inteferensi sosio-politik Mesir serta intelektualitas ‘Ali<

Jum‘ah sebagai akademisi Al-Azhar. Karena Al-Azhar secara ideologi

pemikiran, keagamaan serta politik kontradiktif dengan ikhwa>n al-

muslimi>n. Pemikiran kontekstualis serupa juga diaplikasikan pada

kepemimpinan perempuan diruang publik, Ali< Jum‘ah berpendapat

kebolehan perempuan menjadi kepala negara dan jabatan tinggi apapun

seperti hakim, menteri, anggota parlemen, dan lain-lain. Selama tidak

mencakup urusan agama - dalam hal ini kepemimpinan dalam shalat-

yang bertentangan dengan syariat. Istilah ini dikenal dengan al-ima>mah al-uz}ma> yang berarti kekuasaannya membawahi seluruh umat

Islam dunia dan salah satu tugasnya adalah menjadi imam shalat. Akan

Page 216: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

201 | Epilog

tetapi konteks al-ima>mah al-uz}ma> sudah tidak relevan dengan zaman

saat ini. Bahkan pemikiran ‘Ali> Jum‘ah berkaitan khita>n perempuan

lebih terkesan kontekstual-progresif dengan pelarangan ‘Ali> Jum‘ah

terhadap praktek khita>n yang telah mengakar pada budaya masyarakat

Mesir.

Page 217: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan
Page 218: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

202 |Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ahmed, Leila. A Quiet Revolution: The Veil's Resurgence from Middle East to America. New Haven: Yale University Press, 2011

Ali, Ausaf. Modern Muslim Thought. vol. 1. Karachi: Royal Book Company, 2000.

Al-Andalu>si<, Abu> Hayya>n. Al-Bah{r al-Muhi<t}. Beirut: Da>r al-Kutub Ilmiah,1993.

Al-Ashma>wi<, Muhammad Sa’i<d. Us}u>l al-Shari<’ah. Beirut: Da>r al-Iqra>, 1983

Al-At}iyah, Jama>l al-Di<n. Tajdi<d al-Fiqh al-Islami<, Damaskus: Da>r al-Fikr, 2000.

Al-Azhari<, Usa>mah Sayyid. Asa>nid al-Mash}riyi<n,. Kairo: Dār al-Faqīh, 2011.

________, Usa>mah Sayyid Al-Haq al-Mubi<n Fi< al-Radd Ala> Man Tala>ba Bi al-Di@n

(Abu Dhabi: Dar a-Faqih, 2015.

Al-Awa>, Muhammad Sali<m. Al-Isla>mi< Fi< al-T{ari<q al-Tajdi<d. Beirut: Maktab al-Isla>mi<,

1998.

Al-Banna>, Jama>l. Nahw Fiqh Jadid. Kairo: Da>r al-Fikr al-Islami<, 2000.

________. Al-Mar’ah Al-Muslimah Bai<na Tahri<r al-Qur’an wa Taqyi<d al-Fuqaha>. Kairo: Da>r al-Fikr al-Isla>mi<, 1999.

Al-Ba>ni@, Muhammad Na>sir al-Di<n. Hija>b al-Al-Mar’ah al-Muslimah Fi@ al-Kita>b wa al-Sunah Beiut: al-Maktabah al-Islami, 1987.

Al-Dahlawi, Sha>h Waliyullah bin Abd al-Rahm>an @, Hujjah Allah al-Ba>lighah. Kairo:

Maktabah Da>r al-Tura>th, 2005.

Al-Fad{l, Kha>led Abu.> Speaking In God’s Name: Islamic Law, Authority and Women.

Oxford: Oneworld Publication, 2003.

Al-Ha>di, Abu> Sari Muhamad Abd. Wa A<shiru>hunna Bi al-Ma’ru>f. Kairo: Maktabah al-

Turath al-Islami, 1988.

Al-Hashemi, Alkaf, Bushra & Ghaza, Rym. Grand Mufti calls for dialogue about the internet. Abu Dhabi, 21 : The National, February, 2012.

Al-H{ifna>wi@, Muhammad Ibra>hi@m. Dira>sa>t Us}u>liyah Fi@ al-Sunah al-Nabawiyah. Kairo:

Da>r al-Wafa>, 1991.

Al-I<ji>, Adh{d al-Din. Sharah al-Adh{d Ala> Sharh} Mukh{tas}ar Ibn al-Ha>jib. Beirut: Da>r al-

Kutub al-Ilmiyah, 2000

Al-Jabari@, Abd al-Muta’a>li Muhamad. Al-Mar’ah fi al-Tas}awwur al-Islami@ Kairo:

Maktabah Wahbah, 1994.

Al-Ja>biri<, A<bid ‘Ali<. Bunyah al-‘Aq{l wa al-‘Arabi<, Dira>sah Tahliliyah Naqdiyah Li al-Niza>mi al-Ma’rifah al-Thaqafah al-A’rabiyah Beirut: al-Markaz al-Thaqa>fi al-

‘Arabi<, 1993.

_________________ . Takwi<nul ‘Aqli li al-‘Araby. Beirut: Markaz Dirasah al-Wahdah

al-Arabiyyah: 1990.

Al-Jawzi< Ibnu Qayyim <, I‘la>m al-Muwa>qi‘i>n ‘an Rabb al-‘Ala>mi>n. Dammam: Da>r Ibnu

al-Jauziyyah, 2002.

Al-Mala>ki<, Hasan Sulai<ma>n al-Nu>r Alwi< Abba>s. Iba>nat Al-Ahka>m. Beirut: Da>r al-

Thaqa>fah al-Islamiyah, 1909.

Al-Mara>ghi<, Ah}mad Mus}t}afa.> Tafsi<r al- Mara>ghi<. Beirut: Da>r al-Fikr, t.t.

Al-Ma>wardi<, Abu> Hasan. Al-Ah{ka>m Al-Sult}a>niyyah. Kairo: Da>r al-Hadi<s, 2006.

Page 219: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

203 | Daftar Pustaka

Al-Nabha>ni<, Taq{i<y al-Di<n. Al-Niz}a>m al-Ijtima>’i< Fi< al-Isla>m. Beirut: Da>r al-Ummah,

1990.

Al-Naim, Abdullahi Ahmed. Towards An Islamic Reformation; Civil Liberties, Human Right And International Law. New York: Syracusse University Press, 1990.

Al-Qara>d}a>wi>, Yu>suf. Al-Fatwa> Bai<na al-Ind{iba>t} wa al-Tasayyub Beiru>t: al-Maktab al-

Isla>mi>, 1995

________________. Al-ijtiha>d Fi< al-Shari<ah al-Isla>miyah Ma'a Naza>ra>t Tahli<liyah Fi Ijtiha>d al-Muasir. Kairo: Maktabah Wahbah, 1987.

________________. Fiqh Tajdi<d al-Syahwah al-Isla>miyah. Kairo: Muassasah al-

Risalah, 1996.

________________. Min Hady> al-Isla>m: Fatawa Mua'shirah. Manshurah: Dar al-Wafa

li Thaba'ah wa al-Tauzi, 1994.

________________. Muslimah al-Gha>di. Beirut: Da>r al-Wafa>: 1995.

________________. Khuthāb wa Muhādarāt al-Qarādāwi ‘an al-Mar’at, Alih bahasa

oleh Tiar Anwar Bachtiar dengan judul ‚Qardawi Bicara Soal Wanita‛, Bandung:

Arasy, 2003.

Al-Q{urtu>bi<, Ah}mad bin Abi< Bakar Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān. Beirut: Muassasah

Risa>lah, 2006.

Al-Ra>zi<, Fakhr al-Di<n. al-Tafsi<r al-Kabi<r aw Mafa>tih al-Ghayib. Beirut: Da>r al-Kutub

al-Ilmiyah, 1990.

Al-S}abu>ni<, Ali< Rawa>’>i< al-Baya>n Fi< Tafsi<r A<ya>t al-Ahka>m. Beirut: Da>r al-Fikr, 2000.

Al-S{an’a>ni<, Muhammad Ibn Isma>’i<l. Subul al-Sala>m,ditahqiq oleh Abd al-Azi<z Hawli<. Beirut: Da>r al-Ihya> al-Tura>th al-Arabi<, 1995.

Al-Siba>’i@, Mus}ta}fa.> Al-Mar’ah Bai@na Fiqh wa al-Qa>nu>n. Kairo: Dar al-Salam, 2010.

Al-Shadr, M. Baqir dan Muthahari, Murtadha. Pengantar Ushul Fiqh dan Ushul Fiqh Perbandingan. Jakarta : Pustaka Hidayah, 1993.

Al-Sha‘ra>wi<, Muhammad Mutawali<. Mukh{tas{ar Tafsir< al-Sha‘ra>wi. < Kairo: Dar al-

Tawfi<qiyah Li al-Tura>th, 2011.

Al-Sahamra>ni@, As’ad. Al-Mar’ah fi@ al-Ta>ri@kh wa al-Shari@ah. Beirut: Dar al-Nafais,

1989.

Al-Suyu>ti@, Jala>l al-Di@n. Al-Ashba>h wa al-Nad}za>ir. Beirut: Da>r al-Kutub al Ilmiyah,

1983.

____________________. Taisi>r al-Ijtiha>d. Makkah: Maktabah Tija>riyah, 1982

Al-Tura>bi<, H{asan.Tajdi<d Usu>l al-Fiqh al-Isla>mi<. Kh}arto>um: Maktabah Da>r al-Fikr,

1980.

_______________. Q}ad{aya al-Tajdid Nahwa Manhaj Ushuli. Beirut: Da>r al-Ha>di: 2000.

Al-Yasu>’i<, Luwi<s Ma’lu>f. Al-Munjid Fi< al-Lughah wa al-A<dab wa al-Ulu>m Beirut: al-

Kathulikiyah, 1986.

Al-Zuhaylī, Wahbah. Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban. Yogyakarta: Dinamika,

1996. Diterjemahkan oleh M. Thahir.

__________________. Al-Fiqh al-Islami< wa adillatuhu>. Damaskus: Da>r al-Fikr ala-

Isla>mi<, 1996.

__________________. Al-Tafsi>r wa al-Muni>r fi> al-‘Aqi>dah wa al-Shari<’ah wa al-Manhaj, Beirut: Da>r al-Fikr, 1998.

_________________. Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>. Damaskus: Da>r al-Fikr, 1986.

Page 220: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

204 | Daftar Pustaka

Ami<n, Qa>sim. Tahrir al-Al-Mar’ah. Kairo: Al-Markaz al-Arabi< Li al-Baht wa Al-Nashr,

1948.

Anderson, J.N.D. Islamic Law In The Modern World, Islamic Law In The Modern World. New York University Press: 1959.

Anwar, Etin. Gender and Self In Islam. Canada\: Routledge, 2006.

Arivia, Gadis. Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2006.

A<shu>r, Muhammad Ibn T{a>hir. Maqa>sid al-Sha>ri<ah al-Islamiyah. Kairo: Da>r al-Salam,

2005.

_________________________. Al-Tahri<r wa Al-Tanwi<r . Kairo: Maktabah Isa> Ba>b al-

Hala>bi<, 1963.

Aziziy, A. Qadri. Reformasi Bermadzhab. Bandung: Penerbit teraju, 2003.

Badron, Margot. Feminism dalam John L. Esposito (ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World. New York: Oxford University Press, 1995.

Bai<da>wi, Jama>l A. Gender Equity In Islam Basic Principle. Durban: Islamic Dakwah

Movement Publications, 2016.

Balta>ji <, Muhammad. Maka>nah al-Al-Mar’ah Fi< al-Qur’a >n al-Az}i<m. Kairo: Da>r al-

Sala>m, 2000.

Bashin, Kamla & Khan, Nighat Said. Persoalan Pokok Mengenai Feminisme Dan Relevansinya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Bayyah, Abdallah Bin. S}ina>’ah al-Fatwa wa Fiqh al-Aqalliyya>t.Beirut: Da>r al-Minha>j,

2007.

Bayat, Asef. Post-Islamism; The Changing Faces of Political Islam. New York: Oxford

University Press, 2013.

Bungin, H. M. Burhan. Penelitian Kualaitatif . Jakarta: Kencana, 2012.

Bryson, Valerie. Feminist Political Theory: An Introduction. London: Macmillan,

1992.

Cesari, Jocelyne dan Casanova, Jose. Islam, Gender, and Democracy in Comparative Perspective. New York: Oxford University Press, 2017.

Elaine Showalter, (ed.), Speaking of Gender. London: Routledge, 1989.

Engineer, Ashgar Ali. Hak-Hak Perempuan dalam Islam, Terj. Farid Wajidi dan Cici

Farkha Assegaf, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1994.

_________________. Islam dan Teologi Pembebasan. Diterj. Agung Prihantoro.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

_________________. The Right of Women In Islam. New York: St. Martin’s Press:

1992.

Esposito, John L. (Ed), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Bandung: Mizan,

2002.

_______________. Islam and Development: Religion and Sociopolitical Change.

Syracuse: Syracuse University Press, 1980.

_______________. The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World. New

York: Oxford University Press, 1995.

Fakih, Mansour. Analisa Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1999.

Fayumi, Badriyah dkk. Keadilan dan Kesetaraan Jender Perspektif Islam, Jakarta: Tim

pemberdayaan Perempuan Bidang Agama RI, 2001.

Page 221: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

205 | Daftar Pustaka

Gregory M. Matoesian, Reproducing Rape: Domination Through Talk in The Courtroom. Chicago: University of Chicago Press, 1993.

Grewal, Zareena. Islam Is a Foreign Country: American Muslims and the Global Crisis of Authority. New York: University Press, 2010.

Handayani, Trysakti & Sugiarti. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Yogyakarta:

UMM Press, 2002.

Hasan, Ibra>hi<m Hasan, Ta>ri<kh} al-Isla>mi< Wa al-Dini al-Tha>qa>fi< wa al-Ijti<ma’i<. Kairo:

Maktabah al-Nahd{ah al-Mish{riyah, 1979

Hazm, Ibnu. Naqt al-Aru>s. Beirut: al-Muassah al-Arabiyah Li al-Dirasa>t wa al-Nashr,

1987.

Tierney, Helen (Ed.). Women’s Studies Encyclopedia. New York: Green World Press,

tt), Vol. I.

Lips, Hilary M. Sex & Gender; An Introduction. California: My Field Publsihing

Company, 1993.

Iqbal, Muhammad. The Reconstruction of Religion Thought in Islam. New Delhi:

Kitab Bhavan, 1930.

Ilyas, Yunahar. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

J. Donahue, John and L. Esposito, John. Islam in Transition.

Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1993.

Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan. Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s

Crisis Centre Pustaka, 1996.

Jum‘ah,‘Ali<. A. Responding from traditions. Kairo: al-Muqatam Publication: 2008.

__________. Al-Baya>n: Lima> Yashgal al-Adha>n. Kairo: Da>r al-Muqatam, 2005.

__________. Al-Kalim al-T{ayib: Fata>wa> As}riyah, Jilid. 1. Kairo: Da>r al-Salam, 2010.

__________. Al-Kalim al-T{ayib: Fata>wa> As}riyah, Jilid. 2. Kairo: Da>r al-Salam, 2010.

__________. A<liya>t al-Ijtiha>d Kairo: Da>r al-Fikr, 2004.

__________. Al-Mar'ah Ba>ina Ins}h>af al-Isla>m wa Shubha>t Al-Akha>r. Kairo: Wiza>ra>t

al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> Li al-Shuu>n al-Isla>miyah, 2006.

__________. Fata>wa> Al-Mar’ah Al-Muslimah wa Rud<d ‘Ala< Shubha>t Hawla Q{ad}aya> al-Mar’ah. Kairo: Nahd{ Mas{r, 2010.

__________. Mutashadidu>n; Manh}ajuhum wa Muna>q{ashat Aha{mm Q{ad{a>yahum. Kairo:

Da>r al-Muqatam, 2011.

__________. Ta>ri>kh Ushu>l al-Fiqh. Kairo: Da>r al-Muq{attam Li al-Nashr Wa Al-Tawzi>,

2014.

__________. Us}u>l al-Fiqh wa Ala>qatuhu Bi al-Falsafah. Kairo: Al-Ma'had Al-A<lami Li

al-Fikr al-Isla>mi<, 1996.

__________. Qad}<aya> Marah Fi< Al-Fiqh al-Islami>. Kairo: Nahdet Mis}r, 2008.

__________. Q}{a}diyah Tajdi<d Us}u>l al-Fiqh. Kairo: Dar al-Hida>yah, 1993.

Khairuddin, Wan Mohd Khairul Firdaus Bin Wan. ‛Metode Fatwa ‘Ali> Jum‘ah dalam Kitab Kallim al-Tayyib‛. Disertasi: Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas

Malaya, Kuala Lumpur, 2011.

Kementrian Waqaf Repbulik Arab Mesir,‚Al-Niqa>b A<datun Wa Lai@sa Iba>dah @(Kairo:

Dar al-Kutub al-Masriyah, 2008

Linda L. Linsey, Gender Roles a Sociological Perspective. New Jersey: Prentice Hall,

1990.

Page 222: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

206 | Daftar Pustaka

Mak}hlu>f, Husayn Muhammad, Fatāwa> Shar‘iyyah wa Buhūth al-Islāmiyyah. Kairo: al-

Madani, 1971.

Maranci, Gabriele. Studying Islam in Practice. New York: Routledge, 2013.

Mas’u>d, Muh}ammad Kha>lid. Shat{ibi’s Philoshophy of Islamic Law. Kuala Lumpur:

Islamic Book Trust, 1995.

Mernissi, Fatima. Beyond The Veil Male-Female Dinamics In Modern Muslim Society. Indiana: Indiana University Press, 1987

_______________. Women and Islam: a Historical and Theological Enquiry. Diterj

oleh Yaziar Radianti, Wanita dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1994.

_______________. Women’s Rebellion & Islamic Memory. Diterj oleh Rahmani Astuti,

Pemberontakan Wanita: Peran Intelektual Kaum Wanita Dalam Sejarah Muslim.

Bandung: Mizan, 1999.

Mernissi, Fatima dan Hasan, Riffat. Equal Before Allah, terj. Tim LSSPA Yogyakarta:

LSSPA, 2000.

Muammar, Arfan dkk, Bias Gender dalam Penafsiran Al-Qur’an; Memahami Pemikiran

Nasr Hamid Abu Zayd. Yogyakarta: Diva Press, 2012.

Mudzhar, Atho. Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: INIS, 1993.

Muhsin, Amina Wadud. Wanita dalam Al-Qur’an, Terj. Yaziar Radianti. ___________________. Qur’an and Women. Kuala Lumpur: Fajar Bakti SDN, 1994. Mulia, Siti Musdah. Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender .Yogyakarta: Kibar Press,

2007.

________________. Muslimah Sejati; Menempuh Jalan Islami Meraih Ridha Ilahi. Bandung: Marja, 2011.

Najm, Ibra>hi<m. The Epistemology of Excellence: A Journey into the Life and Thoughts of the Grand Mufti of Egypt. Beirut: InnoVatio Publishing, 2012.

Nawir, Mohammad, Kajian Tentang Hadis-Hadis Relasi Kesetaraan Gender Dalam Fatwa MUI (Tesis UIN Sekolah Pascasarjana, UIN Syarif Hidayatulla, Jakarta,

2016),

N. C., Asthana, & Nirmal, Anjali. Urban Terrorism: Myths and Realities. (Jaipur:

Pointer Publishers 2009

Neufealdt, Victoria (ed). Webster’s New World Dictionary. New York: Webster‟s New

World Clevenland, 1984.

Nyazee, Imran Ahsan Khan. Theories of Islamic Law; The Methodology of Ijtihad

(Islambad: Research Institute and International Institute of Islamic Islamic

Thought, 1945.

Oakley, Ann. Sex, Gender and Society. New York: Yale University Press, 1972.

Permada, Aji, dkk. Islam dan Negosiasi Relasi Gender (Medan: Perdana Publshing).

Power, David S. Studies In Qur'an and Haidth, The Formation of the Islamic Law of Inheritance. Berkeley: University of California Press, 1986.

P. Muniarti, Nunuk. Getar Gender Perempuan dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM. Jakarta: Yayasan Indonesia Tera IKAPI, 2004.

Qut{b, Sayyid. Tafsir< Fi< Zila>l al-Qur’a>n, Kairo: Da>r al-Shuru>q{, 2011.

Qutub, Muhammad. Islam the Missunderstood Religion, Alih bahasa oleh Fungky

Kusnaedi Timur dengan judul ‚Islam Agama Pembebas‛, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, Cet. I, 2001.

Page 223: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

207 | Daftar Pustaka

Rahman, Fazlur> Islam and Modernity Transformation of An Intellectual Tradition.

Chicago: The University of Chichago Press, 1996.

Ramazanoglu, Caroline. Feminism and Contradiction, London: Routledge, 1989.

Ratna Saptari, Briggte Holzner, Perempuan Kerja dan perubahan Soial; Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Kalyana Mitra, 1997.

Rushd, Abu> al-Wali<d Ibn. Bida>yah al-Mujtahid wa al-Nihayah al-Muq{tashid. Amman:

Bayt al-Afka>r al-Dawliyah, 2007

Rutherford, Bruce K. Egypt after Muba>rak: Liberalism, Islam, and Democracy in the Arab World New Jersey: Princeton University Press, 2008.

Saeed, Abdullah. Interpreting The Qur’an: Towards A Contemporary Approach. New

York: Routledge, 2006.

Schacht, Joseph. An Introduction to Islamic Law. London: Oxford at the Clarendon

Press,1971.

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku Pedoman Akademik 2016-2020.

Sevilla, Consuelo G. et.al,. Metode Penelitian. Jakarta: UI Press, 2006. Diterjemahkan

oleh Alimuddin Tuw.

Shah}ru>r, Muhammad. Nahwa Ushu>l Al-Jadi<dah Li Al-Fiqh Al-Isla>mi. Damaskus: Al-

Aha>li Li Al-Tauzi wa al-T{iba>’ah, 2008.

_________________. Al-Kita>b wa al-Qur’a>n Qira>’ah Mua>s{irah.Damaskus: Al-Aha>li< Li

al-Tawzi<’ wa al-T{iba>’ah, 1990.

Shihab, M. Quraish. Jilbab, pakaian Wanita Muslimah. Jakarta: Lentera Hati, 2005.

_______________. Membumikan al Qur’an. Jakarta : Mizan,1996.

_______________.Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta:

Lentera Hati, 2008

_______________. Perempuan. Jakarta: Lentera Hati, 2005.

Shaltu>t, Mahmu>d. al-Isla>m Aqi>datun wa Shari<atun. Beirut: Da>r al-Nafa>i<s, 1989.

Syah, Muhammad Ismail, et al.,. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara 1992.

Sha‘ra>wi, Mutawali<. Al-Fiqh Al-Muslimah Al-Mar’ah. Kairo: Maktabah al-Tawfikia).

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2011.

Subhan, Zaitunah. Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan. Jakarta : el-Kahfi,

2008.

_______________. Rekonstruksi Pemahaman Jender Dalam Islam: Agenda Sosio-Kultural dan Politik Perempuan. Jakarta: El-\Kahfi, 2002.

_______________. Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Tafsir al-Qur’a>n.

Yogyakarta: LKIS, 1999.

Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta,

2012.

Sugihastuti, Teori dan Apresisasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka belajar, 2002.

Sulai<ma>n, Abd al-Hami<d Abu.> Towards An Islamic Theory of International Relation: Directions For Methodology and Thought. Virginia: The International of Islamic

Thought, 1993.

Suru>r, Jama>l Abu> dkk, Khita>n al-Ina>th. Kairo: Jam’iyat al-Azhar al-Markazi al-Dauli

al-Islami Li al-Dirasat wa al-Buhuth al-Sakaniyah, 2013

Page 224: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

208 | Daftar Pustaka

The Most Influential Muslim-2009. Jordan : The Royal Islamic Strategic Studies

Centre, cet. 1 & 2, 2009.

The Most Influential Muslim-2010. Jordan : The Royal Islamic Strategic Studies

Centre, Vol. 1 & 2, 2010. \

Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:

Paramadina, 1999.

_______________. Bias Jender dalam Penafsiran Kitab Suci. Jakarta: Fikahati Anesha,

2000.

_______________. Paradigma Baru Teologi Perempuan. Jakarta: Fikahati Aneska,

2000.

Wa>fi@, Ali< Abd al-Wa>hid. Al-Musa>wa> Fi< al-Isla>m. Kairo: Dar al-Ma’arif, 1983.

Wiktorowicz, Quintan ‚Gerakan Sosial Islam: Teori, Pendekatan dan Studi Kasus‛,

terj.Tim Penerjemah Paramadina. Yogyakarta: Gading Publishing, 2012.

Yanggo, Huzaemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer. Bogor: Ghalia Indonesia,

2010.

Yu>su>f, Husa>in Muhammad. Ahda>f al-Usrah al-Isla>m. Kairo: Da>r al-I’tis}am, 1977.

Zahra>, Muhammad Abu.> Us}u>l al-Fiqh. Kairo: Da>r al-Fikr al-Arabi< 1958.

Zaqzu>q, Mahmu>d Hamdi.< H{aq}{a>iq Isla>miyah Fi< Muwa>jaha>t Hamala>t al-Tahqi<q. Kairo:

Wiza>ra>t al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> Li al-Shuu>n al-Isla>miyah, 2005.

Zayd, Nasr Hamid Abu. Dawa>ir al-Kha>wf: Qira>’ah Fi< Khita>b al-Mar’ah Beirut: al-

Markaz al-Thaqa>fi al-Araby, 2000.

Jurnal

Aini, Noryamin. ‚Rape and The Problems of Criminological Theories‛ Jurnal Hukum Islam, No. 6 Vol. II Maret, 1995

Alrawi, Karim, "Goodbye to the Enlightenment," dalam Index on Censorship 23, nos. 1

Vol. 2 (1994).

Barraclough, Steven. ‚Al-Azhar: Between the Government and the Islamists‛ dalam

Middle East Journal, Vol. 52, No. 2 (1998). https://www.jstor.org/stable/4329188

Brown, Jonathan. ‚Salafis and Salaf In Egypt‛, dalam Middle East The Carniege Papers, (Dec, 2011). https://www.jstor.org/stable/resrep13019

Brown, Nathan J. ‚The Egyptian Muslim Brotherhood: Islamist Participation in a

Closing Political Environment‛, dalam The Carnegie Middle East Center (9

March 2010). https://www.jstor.org/stable/resrep12813

Fadlan Al-Hanif "Islam, Feminisme dan Konsep Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur'an‛

dalam Jurnal Karsa, Vol. 19. No. 2, (2011).

Hallaq, Wael B. Was al-Shafi’I the Master Architect of Islamic Jurisprudence.

International Journal of Middle East Studies, Vol. 25, No. 4. (November, 1993).

Hallaq, Wael B. Was the gate of ijtihad closed?. International Journal of Middle East

Studies, vol. 16, no. 1, Maret, 1984.

Hermanto, Agus. ‚Khitan Perempuan Antara Tradisi dan Syari’ah‛ dalam jurnal Kalam: Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 10, No. 1, (Juni, 2016).

Khamdan Muh., ‚Rethinking Deradikalisasi: Konstruksi Bina Damai Penanganan

Terorisme‛ dalam jurnal Addin, Vol. 9, No. 1, Februari 2015.

Mark A. Hall dan Ronald F. Wright. ‚Systematic Content Analysis of Judicial

Opinions‛. California Law Review, vol. 96, no. I (Feb. 2008).

Page 225: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

209 | Daftar Pustaka

Mashour, Amira. ‚Islamic Law and Gender Equality: Could There Be a Common Ground?‛. Human Rights Quarterly, Vol. 27, No. 2. May, 2005.

Mesraini ‚Diskursus Gender Dalam Hukum Islam‛ dalam Jurnal Mizan Vol. 2 No. 1

2018.

Muhammadun, Muzdalifah. Fiqh Dan Permasalahan Perempuan Kontemprer. Jurnal Al-

Maiyyah, Vol. 8 No. 1, Januari-Juni 2015.

Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan; Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender. Yogyakarta: LKis, 2001.

Muzani, Ahmad. ‚Wanita Menjadi Imam Shalat; Diskursus dalam Perspekif Kesetaraan

Gender‛ dalam jurnal Sawwa, Vol. 10, No. 1, Oktober 2014

Oetari, Cut Riani. ‚Peran World Health Organization (WHO) Mengatasi Female

Genital Mutilation Di Mesir Tahun 2008-2012‛, dalam jurnal Jom Fisip, Vol. 3,

No. 1 (Feb, 2016).

Rabi@, Ibra>hi@m Abu.> ‚Islam Liberalism In The Middle East Viable‛ dalam Hamdard Islamicus, Vol XII, No 4, 1989.

Rofiq, Muhammad. Otoritas, Keberlanjutan Dan Perubahan Fiqh. Novelity; Jurnal

Hukum, Vol.7, No.1 Februari 2016.

Tolson, Jay. Finding the Voices of Moderate Islam. US News & World Report.

Washington D.C.: 2 April, 2008.

Tahir, Masnun. Perempuan dalam Bingkai Hak Asasi Manusia. Jurnal Musawa, Vol.

15, No. 1 Januari 2016.

Thorndike, Lynn. ‚Roger Bacon and Experimental Method in the Middle Ages‛,

dalam The Philosophical Review, Vol. 23, No. 3 (May, 1914).

https://www.jstor.org/stable/2178622

Zakariyah,Nur Mukhlis "Kegelisahan Intelektual Seorang Peminis: Telaah Pemikiran

Fatima Mernissi Tentang Hermeneutika Hadith‛ dalam jurnal KARSA, Vol. 19

No. 2 (2011)

Zamzami, Mukhammad ‚Rekonstruksi Nalar Fikih dalam Perspektif Studi Islam‛

dalam jurnal Al-Q{a>nu>n, Vol. 11, No.2, (Desember, 2008).

Zubeir, Rusdi. ‚Gender Dalam Perspektif Islam‛ dalam Jurnal An-Nisa'a, Vol. 7, No. 2,

Desember 2012.

Website

www.draligomaa.com

Al-Banna>, Jama>l. Jawa>z Ima>mah al-Mar’ah al-Rija>l. https://www.Al-

Arabiya.net/articles/2005/08/19/16015.html

Al-T{ant{a>wi<, Sayyid. Tawlia> al-Mar'ah Ria>sah al-Dawlah La> Yukh{lif al-Sharia>h. Dalam

Okaz Arab Saudi, edisi 28 Muharram 1429 H.

https://www.okaz.com.sa/article/161980

Issandr El Amrani, ‚Mufti not against women presidents after all?‛ artikel diakses pada

1 Agustus 2019

https://web.archive.org/web/20070510023418/http://arabist.net/archives/2007/02

/04/mufti-not-against-women-presidents-after-all/

Jum‘ah, ‘Ali.< "In Egypt's Democracy, Room for Islam" dalam The New York Time,

pada 1 April 2017.

https://www.nytimes.com/2011/04/02/opinion/02gomaa.html?_r=1

Page 226: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

210 | Daftar Pustaka

___________ ‚Fatwa> ‘Ali< Jum‘ah bi khus}us tad{ha>hara>ti yawm jum‘ah‛

https://www.youtube.com/watch?v=7leQwsEB0&list=FLHfyNVWjX2twX7IcYPOUR

ZA&index=32

_____________ ‚The Islamic view on female circumcision‛ dalam African Journal of Urology. Vol. 19, No. 3, (September, 2011).

http://www.dar-lifta.gov.eg/Foreign/ViewArticle.aspx?ID=40&CategoryID=5

___________ Tafsi<r al-Qur’a>n al-Kari<m; Su>rah Al-Nisa> 11, diakses di

https://www.youtube.com/watch?v=S15eWrRs9z8&list=PLxQnfwkf6ksirv4PiZ-

Y8WTZocyK05Kvr&index=27

___________."Ali Gomaa, former mufti of Egypt, cancels London visit for fear of

prosecution". Dalam Middle East Monitor 5 Februari 2014.

https://www.middleeastmonitor.com/20140205-sheikh-ali-gomaa-former-mufti-of-

egypt-cancels-london-visit-for-fear-of-prosecution/

____________‚Mufti Diya>r al-Mis}riyah al-Shaikh ‘Ali> Jum‘ah: Ikhtilaf al-Ulama>'

Yuji>z Li al-Duktu>rah Aminah Wadu>d An Taum Li al-RIja>l‛. Dalam media online

al-Arabiya pada 16 Maret 2005

https://www.alarabiya.net/articles/2005/03/16/11294.html

Mu’jam Al-Ma’a>ni< dan Mu’jam Al-Wasi<t{h. https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar / /سب=c?/الوالية

Schenker, David. ‚Qara>d{awi< and the Struggle for Sunni Islam‛ dalam The Washington Institute pada 16 oktober 2013. Diakses dari

https://www.washingtoninstitute.org/policy-analysis/view/qaradawi-and-the-

struggle-for-sunni-Islam

Terorism Has Not Religion‛ diakses dari http://theamericanmuslim.org pada 26 Juni

2019.

The 500-Most Influential Muslim 2009-2018. (Amman: The Royal Islamic Strategic

Studies Centre, 2009-2018). http://www.rissc.jo

Ula>ma Al-Azhar Yastankiruna Ima>mah Ami<na Wadu>d Li- al-Shala>t, 20 Maret 2005

https://www.lahaonline.com/articles/view/8055.htm

United Nations Population Fund Egypt. (n.d.). National Legislation, Decrees and Statements Banning FGM/C. Diakses di

http://egypt.unfpa.org/english/fgmStaticpages/3f54a0c6-f088-4bec-

86715e9421d2adee/National_Legislations_D

ecrees_and_Statements_banning_fgm.aspx

Wedeman, Ben. "Coup topples Egypt's Morsy; deposed president under house arrest'"

dalam CNN, 4 July 2013. https://edition.cnn.com/2013/07/03/world/meast/egypt-

protests

World Health Organization tentang Female Genital Mutilation di

https://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/female-genital-mutilation

Page 227: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan
Page 228: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

211 |Glosarium

GLOSARIUM

Fiqh Secara bahasa, fiqh berarti pemahaman. Sedangkan menurut

istilah, fiqh diartikan sebagai ilmu yang menerangkan tentang hukum-

hukum syara' yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang

diperoleh/digali dari dalil-dalil tafs}i>l (jelas).

H{ad Had asal artinya sesuatu yang membatasi di antara dua

benda. Bentuk jamaknya adalah hudu>d. Secara etimologi, berarti daya

usaha, kekuatan, dan kesulitan. Diartikan pula sebagai pengerahan

daya upaya untuk mencapai sesuatu. Sedangkan secara terminologi,

ijtihad berarti mengerahkan segala kemampuan dan daya upaya dalam

rangka memperoleh hukum-hukum shar’i<.

Istinba>t} Secara etimologi, kata istinba>t} bermakna air yang pertama

kali memancar pada sumur yang digali. Bermakna pula mengeluarkan.

Apabila dikaitkan dengan hukum, istinba>t} berarti sebuah upaya

menarik hukum dari al-Qur’an dan Sunnah dengan jalan ijtihad.

Adapun secara terminologi, al-Jurjani mendefinisikan istinba>t} dengan

pengertian mengeluarkan makna-makna (hukum-hukum) dari teks-teks

(baik al-Qur’an dan Sunnah) dengan ketajaman nalar dan kemampuan

yang maksimal.

Maqa>s}id al-Shari>‘ah Maqa>s}id al-Shari>‘ah merupakan gabungan dari dua kata

maqa>s}id dan al-shari>‘ah. Secara bahasa maqa>s}id merupakan bentuk

jamak dari maqs}u>d yang berarti tujuan-tujuan, dan al-Shari>‘ah berarti

jalan (dalam arti luas ajaran Islam). Tujuan syariah pada intinya adalah

kemaslahatan yang bersifat langgeng, universal, dan umum. Dalam

konteks hukum Islam, pengertian maqa>s}id al-shari>‘ah merujuk pada

nilai-nilai filosofis yang ingin dicapai oleh syariat atas pemberlakuan

ketentuan-ketentuan. Karena sejatinya setiap tujuan (maqa>s}id)

Page 229: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

212 | Glosarium

merupakan dasar dan prinsip utama dalam setiap sendi kehidupan

manusia. Pada umumnya, maqa>s}id al-shari>ah dirumuskan para ulama

ke dalam perlindungan lima prinsip universal yang popular disebut al-kulliyyah al-khamsah, yaitu h}ifz} al-di>n (melindungi agama, dan

kebebasan berkeyakinan), h}ifz} al-nafs (melindungi kehidupan/jiwa),

h}ifz} al-nasl (melindungi keturunan, generasi dan berkembangnya

komunitas), h}ifz} al-ma>l (melindungi kepemilikan, dan harta benda),

dan h}ifz} al-‘aql (melindungi eksistensi akal, kebebasan berpikir dan

berpendapat). Kelima prinsip universal ini adalah al-umu>r al-d}aru>riyyah (kebutuhan mendasar) bagi manusia.

Mukallaf Mukallaf adalah orang yang diberi beban takli>f/ ketentuan-

ketentuan syarak / hukum agama.

Usu>l al-Fiqh Secara bahasa, usu>l al-fiqh merupakan gabungan dari dua

kata yaitu ushul dan fikih. Usu>l berarti asal; landasan tempat

membangun sesuatu; dalil; kaidah umum. Sedangkan fiqh berarti

pemahaman; ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara'

yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari

dalil-dali tafsil (jelas). Adapun pengertian usu>l al-fiqh secara istilah

adalah pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara global, cara meng-

istinba>t} (menarik) hukum dari dalil-dalil itu, dan tentang hal ihwal

pelaku istinba>t}.

Hukum (shara‘) Menurut terminologi usu>l al-fiqh, hukum diartikan sebagai

khitab (kalam) Allah yang mengatur amal perbuatan orang mukallaf,

baik berupa iqtida>’ (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau

anjuran untuk meninggalkan), takhyi>r (kebolehan bagi orang mukallaf

untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan/ pilihan), atau

wad}‘ (ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau

penghalang).

Dalil Aqli>

Page 230: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

213 | Glosarium

Bukti rasional.Unsur dalam analisis hukum yang digalı dari

bukti atau petunjuk rasional.

Dalil Naq{li> Bukti atau isyarat tekstual. Bukti yang digali dari sebuah

sumber tekstual. Disebut juga dalil Nas}s}i.

Dar’u al-mafsadah awla> min jalb al-maşlahah Menghindari kerusakan lebih utama dari mengambil manfaat.

D{aru>riya>t (tunggal:d}aru>rah) Kepentingan manusia yang paling mendasar yang harus

dijadikan acuan dalam mengambil kesimpulan hukum.

Al-d{aru>riyat al-kh}amsah Lima nilai dasar yang dijaga oleh agama yaitu agama,

kehidupan, akal, kehormatan dan harta.

As}l (Jamak: uşu>l) Sumber, asal atau dasar. Dalam konteks hukum Islam berarti

prinsip dasar teologis uang tidak boleh diperselisihkan

Furu>‘ (tunggal far’) Cabang, sub bagian yang dibedakan dengan asl. Dalam

konteks hukum Islam berarti cabang atau sub bagian yang boleh

diperselisihkan.

Ma‘Iu>ma>t Informasi

Majma' Buhu>th al-Isla>miyah Lembaga Riset Islam al-Azhar-Kairo

Maşa>lih al-mursalah Disebut juga istis}lah yaitu menetapkan hukum dalam hal

yang tidak disebutkan dalam nass}} dengan pertimbangan untuk

Page 231: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

214 | Glosarium

kepentingan hidup manusia yang bersendikan asas menarik manfaat

dan menghindari mudarat.

Maşlahah Kepentingan publik. Asumsi hukum yang mempertimbangkan

kepentingan publik dan kesejahteraan dalam menerapkan ketentuan

hukum.

Matn Substansi. Dalam konteks hukum Islam berarti analisis

kandungan substansi sebuah hadis. Salah satu segi yang diteliti dalam

membedah otentitas sebuah hadis.

ljtiha>d intiqa>’i> Dalam arti upaya bersungguh-sunguh untuk memilih dan

mentarjihkan salah satu pendapat ulama yang ditemukan.

Ijtiha>d Insha>’i>

Yaitu menetapkan hukum pada masalah baru yang tidak

sama dengan ketetapan hukum yang ditemukan dalam literatur yang

ada baik masalahnya baru maupun lama.

Insida>d ba>b al-ijtiha>d Tertutupnya pintu ljtiha>d

Jam'iyah al-Ikhwa>n al-Muslimi<n Organisasi dakwah dan kemasyarakatan yang didirikan oleh

Hasan al-Banna> di Mesir.

Khila>fah al-Rashi<dah Sebutan untuk empat orang sahabat yang menggantikan nabi

setelah wafat. Mereka adalah Abu> bakar, Umar, Uthma>n dan Ali< bin

Abi< Ta>lib.

H}ajiya>t Kebutuhan yang ada di bawah peringkat d{aru>riya>t.

Page 232: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

215 | Glosarium

H{ija>b Secara literal hajaba bermakna menyembunyikan/ menutup.

Kerudung yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh perempuan.

Ijma>’ Secara literal berarti konsensus, persetujuan. Dalam konteks

hukum Islam berati konsensus pendapat hukum. Masih diperdebatkan

tentang kekuatan hukumnya, syarat keberlakuan dan penggugurannya

apakah dibatasi waktu dan tempat dan sebagainya.

Ijma> ahl al-Madi<nah Kesepakatan penduduk Madinah. Sebutan mazhab Ma>liki

yang mengakui arti penting adat atau tradisi lokal yang terlembaga.

Mukallaf Dalam konteks hukum Islam berati orang yang diberi beban

hukum atau kewajiban yang ditetapkan oleh Allah atas orang yang

berakal dan sehat dan telah mencapai usia puberitas.

Mujaddid Modernis

Naskh Ajaran bahwa Tuhan telah menghapus atau mengganti teks

atau kandungan hukum ayat-ayat tertentu dalam al-Qur'an. Masih

diperdebatkan kemungkinan terjadinya naskh.

Naz}ariyyat al-H{udu>d Suatu teori untuk memahami ayat-ayat dan mengambil

kesimpulan hukum. Teori ini dinyatakan oleh Muhammad Shahru>r.

Nus}u>s (tunggal: Nas{s{) Teks-teks dalam al-Qur’an atau Hadis

Qau>l jadi<d Fatwa dan pendapat hukum Imam Sha>fi'i< yang Ia keluarkan

setelah berdomisili di Mesir.

Page 233: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

216 | Glosarium

Sa>lih fi< kulli zaman wa maka>n Sesuai dan dapat beradaptasi di segala zaman dan tempat.

Salafiah Tradisionalis

Shari<’ah Secara literal berarti jalan, sumber air atau jejak langkah.

Dalam konteks hukum dan teologi Islam berarti jalan yang diberikan

Tuhan kepada manusia, jalan untuk menemukan kehendak Tuhan.

Pada umumnya istilah ini disalah pahami sebagai hukum Islam.Syariah

mengandung makna yang lebih luas dari pada keseluruhan kategorisasi

perbuatan manusia

Shi<’ah Secara literal berarti partai atau golongan. Secara historis

adalah sekolompok muslimin yang mendukung kekhalifaan Ali< setelah

nabi wafat sunnah Secara literal berarti jalan atau prilaku nabi. Dalam

konteks hukum Islam berarti contoh dari nabi yang dalam bentuk

pernyataan, perbuatan, atu persetujuan seperti yang dituturkan dalam

literatur hadis.

Shura> Prinsip atau nilai yaitu dialog dalam menyelesaikan suatu

masalah

Tajdi<d Pembaruan, pemurnian.

Tarji<h Cenderung, lebih suka, lebih kuat. Dalam konteks hukum

Islamm berarti memilih atau memberi bobot lebih terhadap bukti-bukti

atau pendapat tertentu berdasarkan prinsip-prinsip yang sistematis

terutama ketika bukti-bukti atau pendapat tersebut saling

bertentangan.

Page 234: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Studi Atas Wacana Kesetaraan Gender ۞

217 | Glosarium

Tasa>muh Sikap toleransi.

Qa>nu>n Dapat juga berarti hukum, undang-undang, dan peraturan.

Ada beberapa istilah yang sinonim dengan qanun yaitu dustu>r (konstitusi), rasm (jamak: rusu>m), hukm (jamak: ahka>m). Dalam

penggunaannya, Mahmasani menyebut bahwa qa>nu>n mempunyai tiga

makna, yaitu: pertama, kumpulan peraturan hukum atau undang-

undang, kedua, istilah yang merupakan padanan dari kata hukum,

ketiga, Undang-undang.

Taq{li<d Secara literal berarti peniruan. Dalam konteks hukum Islam

berarti mengikuti pendapat ulama

Talfi<q Memilih dan menggabungkan berbagai mazhab hukum

mencapai hasil yang tepat guna.

Tura>th

Tradisi. Produk materil dan pemikiran yang diwariskan oleh.

para pendahulu yang mana produk tersebut memainkan peran vital

dalam pembentukan kepribadian baik dalam rasional maupun prilaku.

Teori Hudu>d Teori yang dicetuskan Shahrur yang menyatakan bahwa Allah

hanya memberikan batasan saja dalam persoalan hukum dan manusia

bebas menciptakan hukum sesuai dengan nalarnya dengan tanpa

melanggar batas yang telah ditentukan oleh Allah

Uli> al-Amri> Pemimpin, pemerintah.

‘Urf

Page 235: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

218 | Glosarium

Tradisi suatu tempat. Nilai-nilai yang disepakati dan berlaku

dalam suatu masyarakatyang dijadikan sebagai sumer pengambilan

hukum.

Page 236: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

219 |I n d e k s

INDEKS

A

‘A<bid ‘Ali> Al-Ja>biri>, 1

Aan Oakley, 30

‘Abbas Mahmu>d, 80

‘Abd al-Fatta>h al-Si>si>, 80

‘Abd Alla>h bin Siddi<q al-Ghuma>ri, 74,

88

Abd Waha>b al-Kh}alla>f, 2

Abdullah Saeed, 11

Abdullahi Ahmed Al-Naim, 95

Abu> H{ani<fah, 70, 124, 160, 196

Adagium, 1

Ah}mad bin H}anbal, 124, 131, 158,

196

Al-Azhar, 21, 74, 78, 80, 85, 87, 88,

87, 91, 128, 139, 197

Ali Ashgar Engineer, 42, 50, 114

‘Ali< Jum‘ah, 2, 4, 10, 12, 13, 14, 15,

17, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,

72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80,

81, 87, 88, 87, 89, 90, 91, 92, 93,

94, 95, 96, 97, 96, 97, 99, 100, 101,

102, 103, 104, 105, 106, 109, 111,

112, 115, 116, 118, 119, 121, 122,

122, 124, 122, 124, 125, 126, 127,

128, 129, 130, 131, 132, 134, 135,

136, 138, 139, 140, 142, 143, 144,

145, 147, 148, 150, 151, 152, 156,

157, 159, 160, 166, 167, 168, 170,

171, 172, 180, 181, 188, 189, 190,

191, 192, 193, 194, 193, 194, 195,

196, 197, 198, 201, 207, 208

Al-Muwa>faqa>t, 104, 127

Al-Qara>d}a>wi>, 5, 8, 10, 19, 20, 21, 106,

113, 133

al-Sh>afi>‘i>, 5

al-Ta’a>rud{, 108

al-T{ahta>wi, 41

Al-Zuhayli>, 2, 72, 124, 145, 153, 193

8

Amina Wadud, 42, 62, 65, 113, 114,

162, 163, 185, 186, 199, 201

Amir Syarifudin, 3

Andree Feillard, 41

Ann Oakley, 30

Anwar Sada>t, 85, 86

Atho Mudzhar, 5, 5

Ausaf Ali, 12

B

Baghdad, 4

Bani< Asa}d, 46

Bani< Tami<m, 46

Baya>ni<, 207

C

Charlesworth, 9, 10

Chinkin, 9, 10

Constantine, 45

Courtney W. Howland, 10

D

D}aru>rat, 125

Da>r al-harb, 77

Da>r al-kufr, 77

Dār al-Ifta>’ al-Miṣriyah, 22

Demosthenes, 45

Dinasti Fatimiyah, 115

E

Egyptian coup d'état, 89

Egyptian Feminist Union, 43

Page 237: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

220 | I n d e k s

Ekstremisme, 9, 87, 92

F

Fatima Mernissi, 41, 42, 63, 71, 113,

114, 134

Fazlur Rahman, 5, 98

Female Genital Mutilation, 34, 35,

143, 146

Feminis, 11, 17, 25, 29, 31, 35, 36,

39, 42, 43, 60, 70, 113, 114, 119,

132, 160, 162, 166, 199, 201

Feminisme, 29, 32, 36, 37, 38, 39, 39,

43, 134, 160, 165, 166, 201

Fiqh, 2, 3, 4, 5, 8, 14, 17, 18, 19, 20,

70, 74, 76, 78, 93, 94, 95, 96, 97,

98, 99, 100, 101, 102, 103, 104,

105, 106, 108, 110, 128, 145, 162,

207

Fundamentalisme, 10

Furu>’, 102, 172

Furu>’iyah, 102

Furugh Farrukhzad, 43

G

Gender, 9, 14, 17, 25, 27, 28, 29, 30,

31, 32, 33, 35, 36, 39, 39, 42, 43,

48, 50, 51, 52, 59, 60, 61, 62, 71,

111, 114, 118, 119, 132, 162, 164,

165, 181, 188, 189, 200

Ghadah Samman, 43

Grand Mufti of Egypt, 13, 73, 75, 76,

77, 91

H

H{asan al-Banna, 21

H{asan Tura>bi, 99

Hanan Al-Shai<kh, 43

Hasanai@n Muhammad Makhlu>f, 141

Howland, 10

Huda Sha’ra>wi, 43

H{usni< Muba>rak, 86

I

Ibn Ashu>r, 98, 127

Ibn K{haldu>n, 72

Ibn Jari<r at-T{abari, 160

Ibn Qayyim al-Jauzi, 105

Ibra>hi<m Najm, 13, 73, 74, 75, 76, 77,

91

Ifta'>, 22, 78, 103, 108, 122, 159, 197

Ijma>’, 107, 135

Ijtiha>d, 4, 5, 5, 8, 17, 18, 23,24, 27,

71, 82, 87, 100, 102, 106, 121, 142,

181, 207

Ikhwa>n al-Muslimi<n, 21, 83, 84, 85,

87

‘Illat, 107, 131, 135

Imam Ma>lik, 70

Inji< Aflatun, 42

Islamic law, 3

Islamisme, 85, 86, 133, 134

Istidla>l, 106, 108

Istis}la>hi, 207

J

J.N.D Anderson, 2

Ja>d al-Haq{ Ali Ja>d al-Haq, 75, 88

Jama>l Abd al-Nas}r, 85

Jama>l al-Banna, 95, 114

Jama>l al-Di<n al-At}iyah, 99, 100, 102,

103, 207

John Esposito, 13, 83, 84

K

Kamla Bhasin, 37

Kha>lid Abu> al-Fad}l, 1

Khalaf, 101, 124, 196

Khita>b, 2

Page 238: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

221 | I n d e k s

Khulafa> al-Ra>shidi<n, 4

Konservatif, 11, 77, 81, 119

L

Lati<fah al-Zayya>t, 42

Liberal, 36, 36, 81

Linda L. Linsey, 30

London, 2, 31, 36, 89

Lut}fi< al-Sayyid, 81

M

Ma>lik, 74, 196

Mahmu>d Hamdi< Zaqzu>q, 113, 128

Mahmu>d Shaltu>t, 3, 10, 113, 142

Majma’ al-Buhu>th al-Isla>miyah, 79

manhaj, 20, 87

Mansour Fakih, 31, 32, 38, 61

Maqa>s}id shari>‘ <ah, 50

Marxis-Sosialis, 36, 36

Mesir, 13, 15, 17, 21, 22, 39, 40, 41,

42, 43, 75, 78, 79, 80, 81, 82, 83,

84, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 112,

115, 119, 122, 125, 127, 128, 132,

133, 134, 136, 139, 143, 144, 146,

147, 148, 150, 198

Misognis, 10

Muḥamamd Abu> al-Nu>r Zuhai<r, 74, 88

Muhammad A<bid al-Ja>biri, 1

Muhammad Abduh, 5, 81, 82, 112,

164

Muhammad Abu> Zahra, 2, 94

Muhammad Alwi< al-Ma>liki, 75

Muhammad Mutawali< Sha’ra>wi, 170

Muhammad Sa’i<d al-Ashma>wi, 98

Muhammad Sa>lim al-'Awa, 84

Muhammad Shahru>r, 18, 186

Must{afa> al-Siba>’I, 52

N

Nahi, 157, 159

Nancy F. Cott, 36

Nas}r Ha>mid Abu> Zai>d, 65

nas}s} shar’i, 8, 20, 93

Nasarudin Umar, 33, 43

Nasrani, 47

Nathan J. Brown, 84

Nawa>l Sa’da>wi, 42

Naz}ariya>t al-Hudu>d, 18

Nighat Said Khan, 30, 37

P

patriarki, 10, 16, 17, 29, 36, 36, 61, 70

Plato, 45

Pra-Arab, 48

Progresif, 12, 120, 139

Q

Qa>sim A<mi>n, 41

Qad{a>iyah, 155

Qat‘i><, 93, 107, 135

Qau>l al-Sa}ha>bi, 108

Qiya>s, 76, 106, 107, 110, 166

Quraish Shihab, 4, 19, 40, 45, 135,

136, 159, 162, 163

R

Radikal, 36, 36

Raymond Beker, 83

Rifa>’ah Ra>fi Al-T{ahta>wi, 41

Riffat Hassan, 42

Risa>lah, 5, 96, 124

Romawi, 45, 111, 140

Page 239: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

۞ Pemikiran Hukum Islam ‘Ali< Jum‘ah ۞

222 | I n d e k s

S

salaf, 96, 101, 124, 196

Sayyid al-T{anta>wi, 152

Sayyid Q{utb, 113

Sayyid Sa>biq, 142

Sexist, 31

Socrates, 44

Sufi< Abu> Ta>lib, 86

Sunni, 5, 90

T

T{aha> Ja>bir, 99

T{ahar al-Hadd<ad, 41

Ta>ri<kh Tashri<, 4

Ta>riq al-Bis}ri, 84

Tajdi<d, 8, 76, 96, 99, 100, 102

Takli<f, 10

Talaqqi, 78, 92

Ta‘li>li>, 207

Tanfi<dziyah, 155

Tarji<h, 106, 108, 110, 135

Tashri<’iyah, 155

Tekstual, 17, 20, 28, 58, 77, 119, 189,

190

Tura>th, 21, 208

U

Universal, 1, 4, 65, 118

‘Urf, 7, 57, 136, 108, 136

Usa>mah Sayyid Al-Azhari, 19, 84

Us{u>l fiqh, 4, 14, 25, 108, 128

Us{uli><, 103

W

Wael B. Hallaq, 5

Wah}bah al-Zuhai>li, 2

Women’s Federation di Turki, 43

Y

Yahudi, 47, 147

Yahya> Uwa>is, 75

Z

Z{hanni, 93, 107

Zaitunah Subhan, 52, 62, 162, 187

Zandukht Shirazi, 43

Page 240: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan

223 |Biografi Penulis

BIOGRAFI PENULIS

Ahmad Musabiq Habibie lahir di Pekalongan, 14

Oktober 1994. Riwayat pendidikan formal dimulai dari

MIN Karang Asih, Bekasi (2000-2006), kemudian

dilanjutkan ke jenjang pendidikan SLTP di sebuah pondok

pesantren modern di Bekasi, yaitu Ponpes Daruttakwien

(2006-2009). Selepas lulus dari ponpes Daruttakwien,

penulis melanjutkan pendidikan di tanah Jawa Tengah,

yaitu Solo tepatnya di MAPK MAN 1 Surakarta (2009-

2012). Ditahun yang sama setelah lulus dari MAPK,

penulis berkesempatan mengikuti seleksi masuk perguruan

tinggi Timur Tengah dan berhasil lulus dengan tujuan

Universitas al-Azhar, Cairo. Di akhir 2012, penulis berangkat ke Cairo untuk

melanjutkan pendidikan S1 di Universitas al-Azhar. Dan tercatat sejak tahun 2012

tersebut penulis resmi menjadi mahasiswa jurusan Syariah Islamiyah Fakultas

Syariah & Hukum, Universitas al-Azhar, Cairo-Mesir hingga selesai pada tahun

2016. Sekembalinya ke tanah air, penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada

jenjang strata dua pada Program Studi Pengkajian Islam Sekolah Pascasarjana (SPs)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi Syariah

(2017-sekarang).

Adapun pengalaman organisasi penulis sejak dari pondok pesantren hingga

sekarang: Bagian Pembinaan Bahasa MAPK MAN 1 Surakarta (2010-2011), Ketua

Billingual Bulletin Languadrenaline 2010-2011, Ketua Language Fair 2011, Bagian

Pendanaan MAPK Fair tingkat Jawa Tengah (2011), Manajer Personalia Griya Jawa

Tengah di Kairo (2013-2015), Sekretaris Redaksi Buletin Prestasi KSW Mesir

(2011-2012), Anggota kelompok kajian Walisongo Studi Center (WSC) Kairo 2012-

2013. Anggota kelompok kajian Misykati di Kairo (2012-2016). Petugas Haji di

Kantor Teknis Urursan Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah-Saudi

Arabia (2016). Koordinator Tim Legalisasi Pemberkasan & Tim Penerjemah OIAAI

(Organisasi Ikatan Alumni Al-Azhar Indonesia) 2017-sekarang. Koordiantor Studi

Timur Tengah Rehlata (2017-sekarang). Saat ini penulis berdomisili di Jl.

Kertamukti Gang Telaga Hijau No. 69 RT/RW.003/008 Kel. Pisangan. Ciputat

Timur. Tangerang Selatan-Banten. 15419. Untuk korespondensi bisa melalui surel:

[email protected].

Page 241: ِميِحrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50364... · 2020-02-25 · Syafaati, Radtria al-Kaf, Ahsana Fitria, Devi Mustika Sari, Suci Eryz Meryzka, dan teman seperjuangan