12
PENURUNAN PENDENGARAN KARENA TRAUMA AKUSTIK Pada sebagian besar negara industri, ketulian disebabkan oleh pekerjaanakibat paparan bising. The National Institute of Safety and Health (NIOSH) memperkirakan bahwa 14% dari para pekerja terpapar suara bising lebih dari 90dB (Kersebaum, 1998). Ketulian akibat terpapar bising memiliki standarpengaturan dari pemerintah membolehkan para pekerja terkena paparan bising.Para pekerja di era pertengahan tahun 1960 boleh terpapar tingkat kebisinganlebih tinggi asalkan tidak ada hukum yang memerintahkan penggunaan alatpelindung pendengaran. Berdasarkan survey ”Multi Center Study” di Asia Tenggara, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%,sedangkan 3 negara lainnya yaitu Sri Langka (8,8%), Myammar (8,4%) dan India(6,3%). Ketulian akibat bising dilaporkan lebih banyak terjadi pada priadibandingkan wanita. Dari segi usia, tidak ada kejelasan pasti mengenaiperbedaan antara usia tua maupun muda yang menderita ketulian akibat bising (Cetin, 2005). Ketulian akibat kebisingan merupakan gangguan pendengaran yangpermanen dihasilkan dari lamanya paparan tingkat kebisingan yang tinggi.Paparan tingkat bising yang berlebihan adalah penyebab yang paling utama dariketulian. Misalkan paparan letusan senjata api baik kaliber besarmaupun kecil dapat menyebabkan trauma akustik. Trauma akustik sering dipakaiuntuk menyatakan ketulian akibat pajanan bising, maupun tuli mendadak akibatledakan hebat, dentuman, tembakan pistol, serta trauma langsung ke kepala dantelinga akibat satu atau beberapa pajanan dalam bentuk energi akustik yang kuatdan tiba-tiba. Pajanan yang terjadi bisa sekali atau

148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

PENURUNAN PENDENGARAN KARENA TRAUMA AKUSTIK

Pada sebagian besar negara industri, ketulian disebabkan oleh

pekerjaanakibat paparan bising. The National Institute of Safety and Health

(NIOSH) memperkirakan bahwa 14% dari para pekerja terpapar suara bising lebih

dari 90dB (Kersebaum, 1998). Ketulian akibat terpapar bising memiliki

standarpengaturan dari pemerintah membolehkan para pekerja terkena paparan

bising.Para pekerja di era pertengahan tahun 1960 boleh terpapar tingkat

kebisinganlebih tinggi asalkan tidak ada hukum yang memerintahkan penggunaan

alatpelindung pendengaran. Berdasarkan survey ”Multi Center Study” di Asia

Tenggara, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup

tinggi yaitu 4,6%,sedangkan 3 negara lainnya yaitu Sri Langka (8,8%), Myammar

(8,4%) dan India(6,3%). Ketulian akibat bising dilaporkan lebih banyak terjadi

pada priadibandingkan wanita. Dari segi usia, tidak ada kejelasan pasti

mengenaiperbedaan antara usia tua maupun muda yang menderita ketulian akibat

bising (Cetin, 2005).

Ketulian akibat kebisingan merupakan gangguan pendengaran yangpermanen

dihasilkan dari lamanya paparan tingkat kebisingan yang tinggi.Paparan tingkat

bising yang berlebihan adalah penyebab yang paling utama dariketulian. Misalkan paparan

letusan senjata api baik kaliber besarmaupun kecil dapat menyebabkan trauma

akustik. Trauma akustik sering dipakaiuntuk menyatakan ketulian akibat pajanan

bising, maupun tuli mendadak akibatledakan hebat, dentuman, tembakan pistol,

serta trauma langsung ke kepala dantelinga akibat satu atau beberapa pajanan dalam

bentuk energi akustik yang kuatdan tiba-tiba. Pajanan yang terjadi bisa sekali atau

Page 2: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

beberapa kali dan dapatmengenai satu atau kedua telinga yang berakibat

kerusakan pada sistempendengaran (Schacht, 2012).

Efek bising terhadap pendengaran seseorang dapat dibagi menjadi tiga

kelompok, yaitu trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat

bisingyang berlangsung sementara (Noice Induced Temporary Threshold Shift/

TTS) dan perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen(Noice

Induced Permanent Threshold Shift/ PTS). TTS merupakan tuli sensorineural

sementara berlangsung jam sampai beberapa hari.Batas ambang pendengaran ini

mampu menekan aktivitas metabolik. Oleh karenaitu, para pekerja sebaiknya

menghindari dari kebisingan paling sedikit 24 jam atau48 jam sebelumnya

dilakukan tes audiometri untuk mencegah efek dari TTStersebut. PTS merupakan

tuli sensorineural permanen yang secara langsungmengakibatkan injuri pada

organ corti. Tuli akibat kebisingan pada umumnyamempengaruhi pendengaran

antara 3000-6000 Hz dengan injuri maksimal puncak sekitar 4000 Hz, sebuah

petunjuk penting yang perlu kita ingat (National Dissemination Center for

Children with Disabilities, 2010).

Trauma akustik sering dipakai untuk menyatakan ketulian akibat

pajananbising, maupun tuli mendadak akibat ledakan hebat, dentuman, tembakan

pistol,serta trauma langsung ke kepala dan telinga akibat satu atau beberapa

pajanandalam bentuk energi akustik yang kuat dan tiba-tiba. Trauma akustik

adalah Trauma akustik adalah terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara yang

sangat besar. Trauma akustik dapat disebabkan oleh bising yang keras dan secara

tiba-tiba atau secara perlahan-lahan yang dapat disebabkan oleh suara ledakan

bom,petasan, tembakan, konser, dan telepon telinga (earphone) (Tomita, 2004).

Page 3: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

Gambar 1 Faktor Risiko Trauma Akustik

Sumber : Harvard Medical School, 2012

Gambar 2 Etiologi Gangguan Pendengaran

Sumber : Harvard Medical School, 2012

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga (auditory

canal),dibatasi oleh membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai

microfonyaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani

bergetar.Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membran timpani

Page 4: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

bergetarbegitu juga pula sebaliknya. Telinga tengah menghubungkan membran

timpani sampai ke kanalissemisirkularis yang berisi cairan. Di telinga tengah ini,

gelombang getaran yangdihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang

pendengaran sampai ke cairandi kanalis semisirkularis , adanya ligamen antar

tulang mengamplifikasi getaranyang dihasilkan dari gendang telinga. Telinga

dalam terdiri dari koklea (rumah siput) dan tiga kanalissemisirkularis. Membran

koklea terbagi menjadi tiga skala yaitu skala media yangmengandung endolimfe,

skala vestibuli,dan skala timpani yang mengandungperilimfe. Skala media

berbentuk segitiga dan dasarnya dikenal sebagai membranbasalis. Sebelah oblique

dari segitiga disebut membran Reissner. Organ cortidibentuk dari Inner Hair Cell

(IHC) dan Outer Hair Cell (OHC). Sel-sel rambut diapit oleh serabut syaraf

koklearis (N.VIII) dan berhubungan dengan membrantektorial. Sekitar 95% dari

nervus auditori berakhir di IHC, sedangkan 5%berakhir di OHC. Kumpulan

rambut pada puncak sel rambut dinamakan stereocilia (Stachler, 2012).

Pada fisiologi pendengaran normal, getaran suara ditangkap oleh daun

telinga yang diteruskan ke liang telingadan mengenai membran timpani sehingga

membran timpani bergetar. Getaran iniditeruskan ke tulang-tulang pendengaran

yang berhubungan satu sama lain.Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang

juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui

membran Reissneryang mendorong endolimfe dan membran basalis ke arah

bawah. Perilimfe dalamskala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum

terdorong ke arah luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut corti berkelok dan

denganterdorongnya membran basalis, ujung sel rambut itu menjadi lurus.

Rangsanganfisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan

Page 5: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

ion natrium dan kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus

vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik

pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis (Stachler,

2012).

Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya

energisuara yang sangat besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya

kemampuanfisiologis telinga dalam sehingga terjadi gangguan kemampuan dalam

meneruskan getaran ke organ corti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang

telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan langsung organ

corti. Pada trauma akustik,cedera koklea terjadi akibat rangsangan fisik berlebihan

berupagetaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada

pajananberulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses fisika berupa

mekanik semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang

secaraberlebihan merangsang sel-sel tersebut (Stachler, 2012).

Pada proses mekanik terjadi pergerakan cairan dalam koklea yang

begitukeras menyebabkan robeknya membran Reissner dan terjadi percampuran

cairanperilimfe dan endolimfe sehingga menghasilkan kerusakan sel-sel

rambut,pergerakan membran basilaris yang begitu keras menyebabkan rusaknya

organkorti sehingga terjadi percampuran cairan perilimfe dan endolimfe akhimya

terjadi kerusakan sel-sel rambut. Pada proses metabolik juga dapat merusak sel-

selrarnbut melalui cara vasikulasi dan vakuolasi pada retikulum endoplasma sel-

selrambut dan pembengkakkan mitokondria yang akan mempercepat

rusaknyamembran sel dan hilangnya sel-sel rambut. Selama paparan

traumaakustik, jaringan di telinga dalam memerlukan oksigen dan nutrisi lain

Page 6: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

dalam jumlah besar. Oleh sebab itu terjadi penurunan tekanan O2 di dalam

koklea,sehingga konsumsi O2 akan meningkat. Peneliti lain mengatakan pada

kondisitersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah di dalam koklea (Hall,

2002).Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut yang

mengakibatkangangguan ambang pendengaran sementara atau justru kerusakan

sel-sel rambutyang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen

(Australian Hearing, 2003).

Pada trauma akustik yang menyebabkan gangguan pendengaran

sementara, terjadi perubahan fisiologi dari metabolisme sel yang mengakibatkan

gangguan dari sel rambut. Sel rambut menjadi edema dan mengganggu arah

putaran daristereosilia ke membrana tektoria. Gangguan ini hanya terjadi selama

beberapa jam atau hari (Harvard Medical School, 2012).

Pada trauma akustik yang mengakibatkan penurunan pendengaran

permanen terjadi edema sel rambut sampai terjadi ruptur sehingga

gangguanpendengaran diakibatkan karena sel rambut akan menjadi distorsi dan

arahstereosilia tidak dapat kembali ke membrana tektoria. Apabila terjadi

kerusakanyang progresif dapat terjadi degenerasi syaraf pendengaran dan

perubahan daripusat pendengaran. Apabila penurunan ambang dengar

terjadidalam beberapa minggu, maka gangguan dengar tersebut bersifat permanen,

dan bila penurunan ambang dengar mencapai 70 dB serta mencakup pula

frekuensipercakapan, maka dipastikan telah terjadi kerusakan pada serabut saraf

pendengaran dan telinga dalam (Harvard Medical School, 2012).

Page 7: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

Gambar 3 Kerusakan Hair Cell pada trauma akustik

Sumber : Harvard Medical School, 2012

Suatu trauma akustik dengan frekuensi tinggi akan

mengakibatkanrusaknya sel sel rambut bagian basal, sedangkan trauma akustik

dengan frekuensirendah akan mengakibatkan rusaknya sel sel rambut bagian apex.

Bila kerusakanakibat frekuensi nada tinggi akan di dekat foramen ovale, dan

frekuensi nadarendah di daerah apex. Lokasi kerusakan terletak 10-15 mm dari

foramen ovale yakni pada reseptor frekuensi 4000 Hz (Antonelli, 2002).

Perubahan fisiologis dalam tubuh hanya mulai terjadi pada tingkat

tekanansuara yang lebih besar . Pada sekitar 120 dB ketidaknyamanan dimulai di

telingadan nyeri terjadi ketika tingkat tekanan suara mencapai gendang telinga

sekitar140 dB. Gendang telinga bisa pecah atau rusak jika tekanan suara sekitar

160 dB. Penelitian telah menyimpulkan bahwa dengan suara frekuensi rendah di

wilayah 50-100 Hz dengan tingkat suara 150 dB atau lebih, sensasi

getarannyaberpengaruh buruk pada dada dan organ thorax walaupun telinga

terlindungi darigetaran tersebut. Perubahan fisiologis lain yang terjadi meliputi

Page 8: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

getaran di dadadan perubahan irama pernafasan, serta sensasi getaran hipofaring

(sesak nafas) (Meltser, 2008).

Rentang frekuensi antara 50-100 Hz pada tingkat tekanan suara 150-

155dB berakibat mual ringan dan pusing. Pada level tekanan 150 -155 dB (0,63-

1,1kPa); berpengaruh pada respirasi. Hal ini termasuk juga ketidaknyamanan

subcostal, batuk, tekanan substernal parah, respirasi tersedak, dan

ketidaknyamanan hipofaring. Pada tingkat tekanan yang cukup tinggi di wilayah

140 dB maka efeknya bisa menghilangnya pendengaran bersifat sementara atau

permanen bilatekanan suara di level atasnya 140 dB ke atas. Pada tingkat akustik

di atas 185 dB membran timpani bisa pecah .Pada tingkat akustik dari sekitar 200

dB, paru-paru mulai pecah, dan di atas sekitar 210 dB berakibat pada kematian

(National Institute of Deafness and Other Communication Disorders, 2012).

Gejala ketulian akibat trauma akustik adalah tinnitus (suara mendenging),

ringing (suara berisik di telinga), gejala sensasi penuh (fullness), nyeri

telinga,kesulitan melokalisir suara, dan kesulitan mendengar di lingkungan bising.

Berikut adalah tabel derajat kerusakan pada telinga dalam (National Institute of

Deafness and Other Communication Disorders, 2012).

Page 9: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksan fisik (otoskop),

serta pemeriksaan penunjang (audiometri). Pada anamnesis dapat ditanyakan juga

apakah pemah bekerja atau sedang bekerja dilingkungan bising dalam jangka

waktu yang cukup lama biasanya 5 tahun ataulebih. Pernahkah terpapar atau

mendapat trauma pada kepala maupun telinga baik itu berupa suara bising, suara

ledakan, suara yang keras dalam jangka waktu yang cukup lama (National

Institute of Deafness and Other Communication Disorders, 2012).

Pada pemeriksaan fisik telinga tidak ditemukan adanya kelainan

daritelinga luar hingga membran timpani. Pada tes dengan garpu tala

menunjukkanadanya tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni

didapatkan tulisensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada

frekuensi 4000 Hz, sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis

ketulian akibat taruma akustik (National Institute of Deafness and Other

Communication Disorders, 2012).

Page 10: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

Gambar 3 Audiogram Pada Trauma Akustik

Sumber : Harvard Medical School, 2012

Penatalaksanaan pada trauma akustik ini dapat diberikan

secepatnyasetelah trauma. Trauma akustik akut sebaiknya diobati sebagai

kedaruratan medis. Apabila penderita sudah sampai pada tahap

gangguanpendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan berkomunikasi maka

dapatdipertimbangkan menggunakan ABD (alat bantu dengar). Latihan

pendengarandengan alat bantu dengar dibantu dengan membaca ucapan bibir,

mimik, anggotagerak badan, serta bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada trauma akustik adalah kehilangan

pendengaran progresif (National Institute of Deafness and Other Communication

Disorders, 2012).

Page 11: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

Pencegahan terhadap trauma akustik antara lain dengan menghindari

suarabising dan gaduh (mendengarkan musik yang terlalu keras dalam jangka

waktuyang lama), berhati-hati dalam aktivitas yang berisiko seperti

menembak,epelindung pendengaran. Langkah terakhir dalam pengendalian

kebisingan adalahdengan menggunakan alat pelindung pendengaran (earplug,

earmuff, dan helmet). Pencegahan kebisingan dapat dilakukan juga dengan

pencegahan secara medisyaitu dengan cara pemeriksaan kesehatan secara teratur.

Jenis ketulian pada trauma akustik ini merupakan ketulian saraf kokleayang

sifatnya menetap dan tidak dapat diobati, maka prognosisnya kurang baik

sehingga faktor pencegahan lebih diutamakan (National Institute of Deafness and

Other Communication Disorders, 2012).

Page 12: 148090539 Penurunan Pendengaran Karena Trauma Akustik(1)

DAFTAR PUSTAKA

Antonelli (2002) An Overview of Hearing Loss. Florida : University of Florida.

Australian Hearing (2003) Causes of Hearing Loss. Canberra : Australia

Bashiruddin, S (2010) Tuli Mendadak. Dalam Ilmi Telinga Hidung Tenggorok.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bhaya, Sperling, Madel (2011) Ketulian dan Pemeriksaan Pendengaran. Dalam

Esensial THT. Jakarta : Erlangga.

Cetin, B (2005) Relation Between Acoustic Trauma and Serum Level of Vitamin

B12, Folic Acid, Zinc, Magnesium and Malondialdehyde. The

Mediterranean Journal of Otology.

Harvard Medical School (2012) Common Causes of Hearing Loss. Massachusetts

: Harvard Medical School.

Meltser (2008) Estrogen Receptor Beta Protecs Against Acoustic Tauma in Mice

Journal of Clinical Investigation 188 (4).

National Dissemination Center for Children with Disabilities (2010) Deafness and

Hearing Loss Washington DC : NICHCY

National Institute of Deafness and Other Communication Disorders (2012)

NIDCD Factsheet on Hearing Loss. Washington DC : NIDCD.

Schacht, J. (2012) Hearing Loss in Acoustic Trauma, Biochemical Process and

Theurapetic Promises. Michigan : Michigan University Publication.

Stachler (2012) Clinical Practice Guidelines for Sudden Hearing Loss American

Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation 146 (1).

Tomita. M. (2004) Effect of Acoustic Trauma on the representation of a voice

onset time continuum in cat primary auditory cortex. Hearing Research 1

(193)