25
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Pengertian Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia sehingg mengkibatkan pengayaan ada unsur karbon. Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya memiliki unsur utama yang terdiri dari C (carbon), H (hydrogen), O (oxygen), N (nitrogen), S (sulphur), dan P (phospor). Pembentukan batubara diawali dengan proses peatification (penggambutan) dari sisa-sisa tumbuhan yang dapat berupa pepohonan ganggang, lumut, bunga, serta sisa tumbuhan lainnya dan terakumulasi pada lingkungan reduksi, yang berlanjut pada proses coalification (pembatubaraan) secara biologi, fisika maupun kimia yang terjadi karena pengaruh beban sedimen yang menutupnya (overburden), temperature, tekanan dan waktu. (Gambar 3.1) 10

9. Bab III Tinjauan Pustaka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Geologi, Batubara, Kualitas

Citation preview

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pengertian Batubara

Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia sehingg mengkibatkan pengayaan ada unsur karbon. Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya memiliki unsur utama yang terdiri dari C (carbon), H (hydrogen), O (oxygen), N (nitrogen), S (sulphur), dan P (phospor). Pembentukan batubara diawali dengan proses peatification (penggambutan) dari sisa-sisa tumbuhan yang dapat berupa pepohonan ganggang, lumut, bunga, serta sisa tumbuhan lainnya dan terakumulasi pada lingkungan reduksi, yang berlanjut pada proses coalification (pembatubaraan) secara biologi, fisika maupun kimia yang terjadi karena pengaruh beban sedimen yang menutupnya (overburden), temperature, tekanan dan waktu. (Gambar 3.1)

Gambar 3.1 Proses terbentuknya batubara, dari pengendapan sisa tumbuhan, penggambutan (peatification) dan pembatubaraan (coalification) (Anggayana, 2002)

Skema pembentukan batubara diperlihatkan pada Gambar 3.1. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara dikarenakan proses yang berlangsung selain melibatkan metamorphosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan waktu geologi dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Dalam suatu cebakan yang sama sifat- sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda- beda karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda dan juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kualits suatu batubara..

Gambar 3.2 Skema Pembetukan Batubara (Anggayana, 2002)

Kondisi lingkungan pengendapan dan proses geologi yang berlangsung juga mempengaruhi proses pembentukan batubara. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisan batubara (coal seam).

3.2. Proses Pembentukan Batubara

Dalam proses pembentukan batubara, terdapat dua proses utama yang berperan, yaitu proses penggambutan (peatification) dan proses pembatubaraan (coalification).3.2.1 Penggambutan (peatification)Gambut adalah sedimen organic yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam kondisi tertutup udara (dibawah air), tidak padat, memiliki kandungan air lebih dari 75% berat, dan kompisisi karbon lebih dari 60% dalam kondisi kering ( wolf, 1984 dalam Anggayana, 2002).Proses penggambutan ini merupakan tahap paling awal dari proses pembentukan batubara, yang meliputi proses mikrobil dan perubahan kimia (biokimia). Factor yang sangat penting dalam proses ini adalah keberadaan air dan mikroorganisme (bakteri).Tumbuhan tersusun dari berbagai unsur, yaitu C, H, O dan N. setelah tumbuhan mati maka terjadi proses degradasi biokimia, kemudiaan tumbuhan akan mengalami pembusukan, bakteri akan menguraikan unsur-unsur tersebut, memotong ikatan kimia sehingga menjadi humus. Dalam keadaan melimpahnya oksigen dan jumlah bakteri yang banyak, terjadi proses biokimia dan semua unsur tumbuhan akan terubah yang berakibat lepasnya H, O, N dalam bentuk cairan (H2O) dan NH3, sebagian unsur C dalam bentuk gas CO2, CO dan metana (CH4). Namun jik tumbuhan tertutup air (terendam) dengan cepat maka akan terhindar dari proses pembusukan, perubahan unsur pada tumbuhan tidak sempurna seluruhnya, sisa tumbuhan akan bertumpuk dan bereaksi menghasilkan gambut (peat). 3.2.2 Pembatubaraan (coalification)Pada tahap selanjutnya, proses enggambutan akan diikuti oleh proses pembatubaraan. Meliputi proses geologi dan perubahan kimia (geochemical coalification), pada tahap ini bakteri tidak ikut berperan lagi .Dalam proses peatification yang mencakup proses mikrobiologi dan perubahan kimia (biochemical coalification) yang terjadi pada sisa-sisa tanaman yang kemudian membentuk gambut (peat). Gambut merupakan tahap paling awal dari proses pembentukan batubara. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan gambut antara lain: a. Evolusi tumbuhan, hara merupakan unsur utama pembentukan batubara dan sebagai penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Metode yang digunakan untuk mengenal jenis tumbuhan pembentuk batubara yaitu paleobotani atau maceralb. Iklim kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan gambut. Iklim tropis dapat membentuk gambut lebih cepat karena kecepatan tumbuh dari tumbuhan lebih besar, lebih banyak ragam tumbuhan dalam waktu 7-9 tahun dapat mencapai ketinggian 30 meter. Sedangkan pada iklim sedang dapat mencapai ketinggian 5-6 meter dalam jangka waktu yang sama.c. Paleografi dan tektonik syarat terbentuknya formasi batubara adalah kenaikan muka air tanah yang lambat, adanya perlindungan rawa terhadap pantai atau sungai dan terdapat energy yang relatif rendah.Proses coalification adalah proses perkembangan dari gambut kemudian lignit, sub-bituminus, bituminous menjadi antrasit dan meta antrasit akibat adanya tekanan (pressure), pembebanan (burial) dan temperatur. Derajat transformasi atau coalification sering disebut dengan peringkat (rank) batubara. Coalification diawali dengan tahap awal biokimia dan diikuti oleh tahap geokimia. Pada tahap biokimia terjadi proses pengendapan dan pembebanan (selama diagenesis) dalam rawa, pada tahap ini peringkat brown coal dapat dicapai. Dengan bertambahnya pembebanan, aktivitas bakteri akan cenderung berhenti dan diikuti oleh proses kompaksi yang ditandai dengan berkurangnnya kandungan moisture dan bertambahnya nilai panas batubara.Genesa batubara berdasarkan tempat dibedakan menjadi dua, yaitu:a)Teori InsituBahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan itu mati,sebelum terjadi proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses cialification. Batubara dengan proses ini penyebarannya luas dan merata dan kualitasnya baik.b) Teori DriftBahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami transportasi oelh media air dan terakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan terjadi proses coalification. Batubara dengan proses drift penyebarannya tidak luas tapi banyak dan kualitasnnya kurang baik.

3.3. Komponen Penyusun Batubara

Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan didalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignit, dll. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya. Komponen batubara secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu moisture/air, mineral matter, dan organik. Berikut ini adalah ilustrasi jika batubara dimisalkan sebagai sebuah batang atau tabung silinder, maka bagian-bagian komponen batubara adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 Bagian- bagian komponen batubara

3.3.1. Coal proximateBatubara dapat dibagi menjadi 4 bagian dalam proximate, dimana pada bagian organik batubara dibagi lagi menjadi 2 berdasarkan sifat penguapan atau keteruraian dengan pemanasan pada suhu tertentu dan waktu tertentu. Bagian Organik yang menguap atau terurai ketika batubara dipanaskan tanpa oksigen pada temperature 900o Celsius digolongkan sebagai Volatile Matter. Sedangkan bagian organik batubara yang tetap pada pemanasan tersebut digolongkan sebagai Fixed Carbon atau karbon tetap. Volatile matter biasanya berasal dari struktur alifatik carbon yang mudah putus dengan thermal dekomposisi, sedangkan fixed carbon berasal dari gugus rantai carbon yang kuat seperti gugus aromatik. Semakin tinggi peringkat batubara semakin besar jumlah carbon yang membentuk aromatik, dan semakin tinggi juga fixed carbon dan semakin rendah Volatile Matter yang diperoleh. Oleh karena itu peringkat batubara dapat dilihat dengan penurunan Volatile matter.3.3.2. Coal ultimatePada penggolongan batubara ultimate, unsur moisture dan mineral matter tetap, tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan unsur pembentuk organik tersebut. Unsur -unsur pembentuk organik batubara terdiri dari Total Carbon, baik yang berasal gugus alifatik maupun yang berasal dari gugus aromatik, kemudian Hidrogen (tidak termasuk hidrogen yang berasal dari air atau moisture), Nitrogen, Sulfur, dan Oksigen. Dalam penentuannya Oksigen tidak secara langsung ditentukan melainkan dengan cara mengurangkan unsur organik yang 100% dikurangi dengan Carbon, Hidrogen, Nitrogen dan Sulfur.3.3.3. Coal maceralPada penggolongan Coal Maceral, unsur moisture dan mineral matter tetap, akan tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan substansi pembentuk batubara yang terdiri dari 3 golongan atau grup maceral yaitu Vitrinite, Exinite atau liptinite, dan Inertinite. Grup maceral ini didasarkan pada fosil atau bahan pembentuk batubara seperti daun, akar batang, cutikula, spora, dan lain-lain. VitriniteVitrinite adalah maceral yang paling dominan dalam batubara. Maceral ini berasal dari batang pohon, cabang, atau dahan, tangkai, daun, dan akar tumbuhan pembentuk batubara. Nilai reflectan dari Vitrinite dijadikan penentu peringkat batubara, dan sering dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang terdapat pada ASTM standard. Exinite atau liptiniteSeperti namanya, Liptinite berasal dari spora, resin, alga, cutikula (yang terdapat pad permukaan daun) lilin/parafin, lemak dan minyak. Suberinite tidak tercantum diatas namun hanya terdapat pada batubara tersier. Maceral ini berasal dari substansi semacam gabus yang terdapat pada kulit kayu, dan pada permukaan akar, batang dan buah buahan. Fungsi dari maceral ini sebenarnya untuk mencegah pengeringan pada tanaman. InertiniteMaterial pembentuk inertinite sebenarnya sama dengan pembentuk Vitrinite. Yang membedakannya adalah historikal pembentukannya yang disebut fusination. Charring atau oksidasi pada saat proses pembentukan batubara berlangsung merupakan proses yang membedakan substansi Vitrinite dan Inertinite. Inertinite ini biasanya memiliki kadar carbon yang tinggi, hydrogen yang rendah serta derajat aromatisisty yang tinggi. Fusinite sering juga disebut sebagai mother of charcoal karena diidentikan dengan terjadinya forest fire pada saat dekomposisi batubara. Pada batubara Indonesia Maseral dari grup inertinite seperti sclerotinite banyak ditemukan dan biasanya berasal dari sisa-sisa atau fosil fungi.

3.4. Kualitas dan Klasifikasi Batubara

Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboratorium diantaranya adalah proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, sulfur. Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara pada suatu daerah. Berikut ini tabel dari analisis kimia batubara

Tabel 3.1 komponen analisis kimia batubaraHasil Analisis Kimia

TM (Tital Moisture)FC (Fix Carbon)

IM (Inherent Moisture)TS (Total Sulfur)

Ash (Kadar Abu)CV (Calorific Value)

VM (Volatile Matter)

a. Total MoistureTotal moisture juga disebut sebagai as received moisture, atau as sampled moisture. Artinya contoh yang dianalisa sesuai keadaan pada waktu diterima di laboratoriumTotal moisture didefinisikan sebagai semua moistur yang terdapat dalam batubara yang tidak terikat secara kimia dalam substansi batubara atau kandungan mineralnya (mineral matter). Total moisture ditentukan dengan menggunakan prosedur dua tahap baik pada metode standard ASTM dan digunakan sebagai bagian untuk mengkalkulasi hasil analisa dalam air dried basis menjadi as received basis, pada saat batubara diperdagangkan.b. Inherent MoistureInherent Moisture adalah ketika batubara bias bertahan ketika dala keseteimbangan dengan suasana 100% kelembaban relatif. Pada praktiknya, kelembaban relatif biasa berada pada suasana 96%-97% pada kondisi tertentu. Inherent moisture yang disimpan di dalam kapiler zat batubara dan berada dalam tekanan dari kelembaban kapiler air permukaan. Untuk itu banyak energi yang perlu dibutuhkan untuk mengeluarkan air dari dalam permukaan partikel batubaras agar bisa menguap. Batubara yang hanya mengandung inherent moisture, tidak akan mengandung air pada permukaan partikelnya.c. Kadar AbuKadar abu (ash), sebagaimana ditentukan dalam analisis batubara, dapat didefinisikan sebagai residu yang tidak terbakar, saat batubara dibakar. Ini tidak terjadi pada batubara tetapi terbentuk sebagai hasil dari perubahan kimia yang terjadi dalam unsur mineral selama proses pengabuan. Oleh karena itu, lebih tepat untuk menggunakan istilah abu hasil daripada kadar abu.Abu sebagai material pembentuk batubara dibagi dalam dua jenis: extraneous mineral dan inherent ash. Extraneous mineral terdiri dari lempung atau unsur lanau, kalsit, pirit, atau komponen kecil seperti sulfat anorganik, klorida dan fluoride. Inherent ash mencakup unsur anorganik dikombinasikan dengan bagian organik dari batubara, asal- usul yang mungkin merupakan bahan tanaman dari batubara yang dibentuk. Biasanya perlu diperhatikan kuantitas yang signifikan ketika menentukan abu.

Tabel 3.2 Klasifikasi Abu menurut Graese,dkk (1992)Sangat TinggiKadar Abu 15 20 %

TinggiKadar Abu 10 15 %

SedangKadar Abu 5 10 %

RendahKadar Abu < 5 %

d. Volatile MatterVolatile Matter adalah zat terbang (bahan terbang), yaitu sebagian bahan-bahan yang keluar (terbang) dari batubara yang dibakar selain dari air yang menjadi uap dan gas. Hasil dari volatile matter ditentukan melalui analisis batubara, hasil ini tidak didapatkan langsung dari batubara tetapi melalui hasil pemanasan dari pembusukan diikuti proses peyulingan selama pemanasan kondisi dari batubara dalam keadaan tidak bergerak. Proses ini sering disebut destructive distillation. Hasil dari volatile matter pada batubara yang penentuannya melalui proses analisis terdiri dari air, oksida pada karbon, hidrogen dan metana, sulfida hydrogen, getah dan oksida dari sulfur dan nitrogen. Air dan gas dari karbon didapatkan dari proses penguapan yang dihasilkan dari proses pembusukan yang komplek dari karbon, hydrogen, dan oksigen

e. Total sulfurTotal sulfur benar-benar bervariasi pada batubara Indonesia, mulai dari kurang dari 0.05% sampai lebih dari 2.0%. Hasil ini tergantung dari endapan dan lingkungan di endapan rawa yang membentuk batubara. Nilai abu dan sulfur batubara yang rendah awalnya seperti gambut air tawar yang didasari oleh sedimen klastik air tawar yang tidak mengandung batugamping. Nilai abu dan sufur yang tinggi berhubungan dengan sedimentasi dalam payau atau lingkungan laut. Ketika air laut masuk ke rawa ion sulfat dalam air laut bercampur menjadi ion sulfide yang masuk ke dalam molekul batubara sebagai sulfur organik. Gambut tidak perlu secara langsung bercampur dengan air laut, pergerakannya pada strata yang berdekatan dapat mempengaruhi sulfur dalam gambut. Dengan kondisi ini penyebaran sulfur tidak akan sama pada lapisan batubara dengan lapisan sulfur tinggi yang ditemukan bersebelahan pada atas dan bawah dari lapisan batubara. Pyrit sulfur yang tinggi banyak terdapat dalam gambut laut. Lingkungan endapan yang kaya kalsium dengan pH yang tinggi mendorong aktivitas dari sulfur yang mengurangi bakteri yang mendukung pembentukan ion pirit. Keasaman tinggi, pH rendah, mendukung pembentukan abu yang rendah/batubara bersulfur rendah. Tingkat keasaman tinggi mendukung pembentukan abu yang rendah/batubara bersulfur rendah

Tabel 3.3 Kadar Peringkat Batubara Berdasarkan Data Kadar sulfurTinggiKadar Sulfur > 1%

SedangKadar Sulfur 1 0,55 %

RendahKadar Sulfur < 0,55 %

Kandungan sulfur didalam batubara terdiri dari:1. Sulfur sulfat, senyawa yang terbentuk sebagai kalsium sulfat (CaSO4) dalam batubara2. Sulfur pirit, sulfur yang terdapat pada batubara dalam bentu besi sulfida3. Sulfur organik, terikat secara kimia pada struktur molekul hidrokarbon pada struktur batubara dan tidak dapat dipisahkan4. Sulfur organik, terikat secara kimia pada struktur molekul 5.Fixed Carbon, adalah sisa karbon yang ada setelah menentukan analisis zat terbang. Fixed carbon merupakan hasil panas dari pembusukan jadi tidak terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara. Angka dari fixed carbon didapatkan dengan cara yang berbeda, yaitu subtraksi dari 100 penjumlahan moisture, ash dan angka volatile matter.6.Calorific Value, yaitu zat dari batubara yang dipilih untuk pembakaran yang mana untuk menentukan angka dari kalori pada batubara adalah karbon dan hidrogen dari material organic dan yang kedua adalah sulfur pirit. Ketika Gross Calorific Value ditentukan setiap uap air yang dihasilkan baik dari perkembangan air dalam conto batubara atau yang terbentuk oleh pembakran hidrogen, dikonversikan menjadi cairan moisture dan panas yang terpendam dari penguapan terlah diperoleh kembali. Dalam pembakaran batubara industri, air tetap sebagai uap dan panas dari penguapan hilang.

Tabel 3.4 Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM D-388, 1981 dalam Reifenstein)

3.5. Lingkungan Pengendapan Batubara

Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh-pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang bervariasi. Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, dan kualitas batubara. Untuk pembentukan suatu endapan yang berarti diperlukan suatu susunan pengendapan dimana terjadi produktifitas organik tinggi dan penimbunan secara perlahan-lahan namun terus menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi dimana terdapat sirukulasi air yang cepat sehingga oksigen tidak ada dan zat organik dapat terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di lingkungan pantai dan rawa.Menurut Diessel (1992) terdapat 6 lingkungan pengendapan utama pembentuk batubara (Tabel 3.5) yaitu gravelly braid plain, sandy braid plain, alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan mempunyai asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.Proses pengendapan batubara pada umunya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers, 1998).Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang terletak di atas permukaan laut (subaerial). Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta plain ialah endapan channel, levee, crevase, splay, flood plain, dan swamp. Masing-masing endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen. Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded bedding, paralel lamination, dan cross lamination yang berupa laminasi karbonan. Kontak di bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral endapan channelakan berubah secara berangsur menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam (natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah dari channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau dengan struktur sedimen ripple lamination dan paralel lamination.Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee dan membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus sedang dengan struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir, batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran butir berkurang semakin jauh dari channel utamanya dan umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas. Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi endapan flood plain. Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus yang diendapkan secara suspensi dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau, batulempung, dan batubara berlapis. Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara karena lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut.Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plai didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara berlapis (Allen, 1985).

Tabel 3.5. Lingkungan Pengendapan Pembentuk Batubara (Diesel, 1992)EnvironmentSubenvironmentCoal Characteristics

Gravelly braid plainBars, channel, overbank plains, swamps, raised bogsmainly dull coals, medium to low TPI, low GI, low sulphur

Sandy braid plainBars, channel, overbank plains, swamp, raised bogs,mainly dull coals, medium to high TPI, low to medium GI, low sulphur

Alluvial valley and upper delta plainchannels, point bars, floodplains and basins, swamp, fens, raised bogsmainly bright coals, high TPI, medium to high GI, low sulphur

Tabel 3.5. Lanjutan.

EnvironmentSubenvironmentCoal Characteristics

Backbarrier strand plainOff-, near-, and backshore, tidal inlets, lagoons, fens, swamp, and marshestransgressive : mainly bright coals, medium TPI, high GI, high sulphurregressive : mainly dull coals, low TPI and GI, low sulphur

Lower delta plainDelta front, mouth bar, splays, channel, swamps, fans and marshesmainly bright coals, low to medium TPI, high to very high GI, high sulphur

Estuarychannels, tidal flats, fens and marshesmainly bright coal with high GI and medium TPI

3.6. Geologist pada Pertambangan Batubara

Pertambangan batubara merupakan kegiatan yang melibatkan ahli-ahli dari banyak keilmuan termasuk geologist yang memiliki pengetahuan dalam mengidentifikasi lapisan-lapisan batuan pada permukaan dan bawah permukaan bumi. Pada PT. KPC secara umum geologist dibedakan menjadi dua yaitu Exploration geologist, yaitu geologist yang bertugas melakukan kegiatan eksplorasi seperti pemetaan permukaan dan pemetaan bawah permukan dengan tujuan untuk mendapatkan data-data geologi pada daerah prospek batubara. Mining geologist, yaitu geologist yang bertugas menerjemahkan atau mengolah data hasil eksplorasi sehingga dapat digunakan oleh user lainnya.

25