27
9 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3 .1 Anatomi Vertebrae Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk berg e rak. Kolumna vertebralis terbentang dari kranium sampai ujung os coccygis . Kolumna vertebralis melindungi medulla spinalis, menyangga berat tubuh dan merupakan sumbu bagi tubuh yang sebagian kaku dan sebagian lentur, serta berfungsi sebagai poros untuk kepala berputar. 6 Kolumna vertebralis terdiri dari 33 vertebra , hanya 24 dari jumlah tersebut (7 vertebra servikalis, 12 vertebra torakalis dan 5 vertebra lumbalis) yang dapat digera k kan pada orang dewasa. Li ma vertebra sakralis melebur untuk membentuk os sacrum dan keempat vertebra coccygea melebur untuk membentuk os coccygis . Korpus vertebra berangsur menjadi lebih besar ke ujung kaudal kolumna vertebralis dan kemudian berturut-turut menjadi makin kecil ke ujung os coccygis . Perbedaan struktural ini berhubungan dengan keadaan bahwa daerah lumbal dan sakral menanggung beban yang lebih besar daripada servikal dan torakal. Lengkung torakal dan sakrokoksigeal mencekung ke arah ventral. Sedangkan servikal dan lumbal mencekung ke arah dorsal. 6,7

Bab III Tinjauan Pustaka (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

spondilolistesis

Citation preview

Page 1: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Vertebrae

Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang

memungkinkan untuk bergerak. Kolumna vertebralis terbentang dari kranium

sampai ujung os coccygis. Kolumna vertebralis melindungi medulla spinalis,

menyangga berat tubuh dan merupakan sumbu bagi tubuh yang sebagian kaku dan

sebagian lentur, serta berfungsi sebagai poros untuk kepala berputar.6

Kolumna vertebralis terdiri dari 33 vertebra, hanya 24 dari jumlah tersebut

(7 vertebra servikalis, 12 vertebra torakalis dan 5 vertebra lumbalis) yang dapat

digerakkan pada orang dewasa. Lima vertebra sakralis melebur untuk membentuk

os sacrum dan keempat vertebra coccygea melebur untuk membentuk os coccygis.

Korpus vertebra berangsur menjadi lebih besar ke ujung kaudal kolumna

vertebralis dan kemudian berturut-turut menjadi makin kecil ke ujung os coccygis.

Perbedaan struktural ini berhubungan dengan keadaan bahwa daerah lumbal dan

sakral menanggung beban yang lebih besar daripada servikal dan torakal.

Lengkung torakal dan sakrokoksigeal mencekung ke arah ventral. Sedangkan

servikal dan lumbal mencekung ke arah dorsal.6,7

Gambar 3.1. Anatomi Vertebrae

Page 2: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

10

Vertebra yang khas terdiri dari corpus vertebra dan arcus vertebra. Korpus

vertebra adalah bagian ventral yang memberi kekuatan pada kolumna vertebralis

dan menanggung berat tubuh. Korpus vertebra terutama dari vertebra torakalis IV

ke kaudal berangsur bertambah besar supaya dapat memikul beban yang makin

berat. Arkus vertebrae adalah bagian dorsal vertebra yang terdiri dari pedikel dan

lamina arkus vertebra. Pedikel adalah taju pendek yang kokoh dan

menghubungkan lengkung pada korpus vertebrae, incisura vertebralis merupakan

torehan pada pedikulus arkus vertebrae. Incisura vertebralis superior dan incisura

vertebralis inferior pada vertebra-vertebra yang bertetangga membentuk sebuah

foramen intervertebalis. Pedikulus menjorok kearah dorsal untuk bertemu dengan

dua lempeng tulang yang lebar dan gepeng, yakni lamina arkus vertebra. Arkus

vertebra dan permukaan dorsal korpus vertebra membatasi foramen vertebralis.

Foramen vertebralis berurutan pada kolumna vertebralis yang utuh membentuk

kanalis vertebralis yang berisi medulla spinalis, meningen, jaringan lemak, akar

saraf dan pembuluh darah. Tujuh prosesus menonjol dari arkus vertebra, yaitu:7

- Prosesus spinosus menonjol dari tempat persatuan kedua lamina dan

bertumpang di sebelah dorsal pada prosesus spinosus vertebra di bawahnya.

- Dua prosesus transversus menonjol ke arah dorsolateral dari tempat

persatuan pedikulus dan lamina arkus vertebra.

- Prosesus artikularis superior dan inferior, masing-masing terdapat di kanan

dan kiri juga berpangkal pada tempat persatuan pedikulus dan lamina.

Sendi korpus vertebralis termasuk jenis sendi kondral (simfisis) yang

dirancang untuk menanggung beban dan kekuatan. Permukaan vertebra-vertebra

berdekatan yang bersendi memperoleh hubungan melalui sebuah diskus dan

ligamentum. Setiap diskus intervertebralis terdiri dari anulus fibrosus yang

terbentuk dari lamel-lamel fibrokartilago yang teratur konsentris mengelilingi

nukleus pulposus yang berkonsistensi jeli. Antara vertebra servikalis I (atlas) dan

II (axis) tidak terdapat diskus intervertebralis. Ketebalan diskus intervertebralis di

berbagai daerah berbeda satu dari yang lain. Diskus intervertebralis yang paling

tebal terdapat di daerah lumbal dan yang paling tipis di daerah torakal sebelah

kranial.6

Page 3: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

11

Facet joint (articulatio zygapophysealis) adalah persendian kecil yang

menghubungkan tulang vertebra dengan yang lainnya. Facet joint merupakan

sendi diartrosis yang memungkinkan tulang belakang bergerak. Oleh karena

kelenturan kapsul sendi, tulang belakang mampu bergerak dalam batas wajar

dengan arah yang berbeda-beda.6

3.2 Definisi Spondilolistesis

Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata

spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti

“bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran

(biasanya ke anterior) dari vertebra terhadap vertebra yang dibawahnya.1

Spondilolistesis pertama kali digambarkan pada tahun 1782 oleh Herbinaux ahli

kandungan belgia yang menemukan suatu keadaan dislokasi lumbal kedepan

terhadap sakrum yang menghambat proses persalinan. Pembahasan mengenai

spondilolistesis tidak bisa dipisahkan dari spondilolisis (gambar 2.2a dan b).

Spondilolisis merupakan penyebab tersering spondilolistesis. Kata “lysis” berarti

defek atau rusak, istilah spondilolisis menggambarkan defek pars interartikularis

vertebra. Spondilolisis paling sering terjadi pada L5, sehingga L5 tergelincir

terhadap S1.2

Gambar 3.2a Spondilolisis, b. spondilolistesis3

3.3 Epidemiologi

Prevalensi spondilolistesis berkisar 6%- 9% dari populasi, tergantung pada

etiologi. Spondilolistesis dan spondilolisis terjadi pada 4% anak-anak usia 6

tahun, 6% pada usia dewasa dan sebanyak 47% pada atlet olahraga berisiko tinggi

seperti gymnastic. Insidensi spondilolistesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan

Page 4: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

12

studi otopsi. Spondilolistesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena

secara umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering

melibatkan level L4-L5, sekitar 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listesis tipe

ini.8

3.4 Etiologi dan Klasifikasi

Etiologi spondilolistesis multifaktorial. Ada lima jenis utama dari

Spondilolistesis dikategorikan oleh sistem klasifikasi Newman yang dinyatakan

lagi oleh Wiltse et al. berdasarkan etiologi dan anatomi:2,4

1. Tipe I : Displatik/Kongenital, defisiensi facet joint L5-S1, tanpa ada

kerusakan dan pemanjangan pars. Jenis displastik adalah spondilolistesis

kongenital murni karena anomali kongenital artikulasi lumbosacral dan

facet joint sehingga tidak dapat mencegah tergelincirnya L5 pada sakrum.

Facet dapat memiliki orientasi melintang, sagital atau melibatkan kifosis

lumbosakral akibat kegagalan pembentukan vertebrae anterior.

Gambar 3.3 Tipe I : Displastik Spondilolistesis

2. Tipe II : Ismik/Spondilolitik, lesi terletak pada bagian ismus atau pars

interartikularis, facet joint normal. Mempunyai angka kepentingan klinis

yang bermakna pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars

interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan

spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari

vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis. Tipe II

dibagi dalam tiga subkategori :

- Tipe IIA yang disebut dengan litik atau stress spondilolisthesis dan

umumnya diakibatkan oleh mikrofraktur rekuren yang disebabkan oleh

Page 5: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

13

hiperekstensi. Juga disebut dengan stress fracture pars interarticularis

dan paling sering terjadi pada laki-laki.

- Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars

interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars

interartikularis masih tetap intak, akan tetapi meregang dimana fraktur

mengisinya dengan tulang baru.

- Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada

bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam

menegakkan diagnosis kelainan ini.

Gambar 3.4 Type II : Isthmik/Spondilolitik

3. Tipe III : Degeneratif, spondilolistesis bisa disebabkan oleh penuaan dan

keausan tulang, jaringan, otot-otot dan ligamen tulang belakang disebut

sebagai spondilolistesis degeneratif. Termasuk artritis degeneratif pada facet

joint.

4. Tipe IV : Trauma, termasuk fraktur akut pada bagian vertebra lainnya selain

pars.

5. Tipe V : Patologis lesi pada pars atau pedikel karena penyakit tulang

sistemik seperti metastasis atau penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah

dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget, tuberkulosis dan tumor sel

raksasa.

Klasifikasi lainnya berdasarkan keparahan pergeseran vertebra, sistem

grading yang umum dipakai adalah sistem grading Meyerding (Gambar 2.5).

Page 6: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

14

Kategori ini didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior korpus vertebra

superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan

dengannya pada foto rontgen lateral. Jarak tersebut kemudian dibagi dengan

panjang korpus vertebra superior total (Gambar 2.6) :3

- Grade 1 adalah 0-25 %

- Grade 2 adalah 25-50 %

- Grade 3 adalah 50-75 %

- Grade 4 adalah 75-100 %

- Spondiloptosis lebih dari 100 %

Page 7: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

15

Gambar 3.5 Grade Spondilolistesis

Page 8: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

16

Gambar 3.6. Pengukuran Derajat Spondilolistesis

3.5 Patofisiologi

Spondilolistesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa akibat peningkatan

aktivitas fisik pada usia ini. Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam lima tipe

utama, masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara

lain tipe displastik, ismik, degeneratif, traumatik dan patologik.9,10

Spondilolistesis displastik merupakan kelainan kongenital yang terjadi

karena malformasi sendi lumbosakral dengan permukaan sendi yang kecil dan

inkompeten. Spondilolistesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi

cenderung berkembang secara progresif dan sering berhubungan dengan defisit

neurologis berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan

prosessus transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area

permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral. Spondilolistesis displastik

terjadi akibat defek arkus neural, seringnya pada sakrum bagian atas atau L5. Pada

tipe ini, 95 % kasus berhubungan dengan spina bifida occulta. Terjadi kompresi

serabut saraf pada foramen S1, meskipun peregserannya minimal.4

Spondilolistesis ismik merupakan bentuk spondilolistesis yang paling

sering. Spondilolistesis ismik (juga sering disebut spondilolistesis spondilolitik)

merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan prevalensi 5-7%.

Fredericson et al menunjukkan bahwa defek spondilolistesis biasanya didapatkan

pada usia 6-16 tahun dan pergeseran sering lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi,

jarang berkembang progresif. Spondilolistesis ismik umumnya tidak bergejala.

Sekitar 90% pergeseran ismus merupakan pergeseran tingkat rendah (low grade,

kurang dari 50%) dan sekitar 10% bersifat high grade (lebih dari 50% yang

mengalami pergeseran).4,9 Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam

perkembangan spondilolisis menjadi spondilolistesis. Tekanan / kekuatan

gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars

interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan

penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan

Page 9: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

17

pars interartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya

aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars

interartikularis.9

Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit

diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan

spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3

kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5 dan wanita usia tua

umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya terkena akibat stenosis resesus

lateralis sebagai akibat hipertrofi ligament atau permukaan sendi.10

Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang terkena / mengalami

fraktur, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.

Spondilolistesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau

berasal dari metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan

mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior

sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi

pada penyakit Pagets, tuberculosis tulang, Giant cell Tumor dan metastasis

tumor.4,9

3.6 Gejala klinis

Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis pergeseran

dan usia pasien. Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis dapat

berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul dan

paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan

tingkat pergeseran, meskipun disebabkan ketidakstabilan segmental. Tanda

neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat pergeseran dan melibatkan

motorik, sensorik dan perubahan refleks yang sesuai untuk terlibatnya akar saraf

(biasanya S1).11

Gejala yang paling umum dari spondilolistesis adalah:4,11

1. Nyeri punggung bawah.

Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi

vertebra lumbal.

Page 10: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

18

2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan atau

kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf

dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung kemih.

3. Ketegangan paha belakang dan penurunan jangkauan gerak punggung

bawah.

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang

dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik atau kombinasi dari

gejala-gejala tersebut. Pergeseran paling umum adalah di L4-5 dan kurang umum

di L3-4. Gejala-gejala akibat stenosis recessus lateral facet, ligamen hipertrofi

dan/ atau herniasi diskus. Radix L5 paling sering terkena dan menyebabkan

kelemahan ekstensor halusis longus.11

Penyebab gejala klaudikasio selama pergerakan, multifaktorial. Rasa sakit

berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk atau

bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum

flavum. Hal ini mengurangi tekanan pada radix saraf sehingga mengurangi rasa

sakit.11

3.7 Pemeriksaan Fisik12

a. Inspeksi

Inspeksi pada tulang belakang dapat ditemukan skoliosis dan kifosis,

pastikan juga memeriksa postur, menilai kesimetrisan dan mengamati

setiap cacat pada garis tengah tubuh. Hemangioma atau kondisi abnormal

lainnya di sepanjang sumbu vertikal tubuh mungkin menandakan adanya

anomali intraspinal.

b. Palpasi

Seluruh tulang belakang harus dipalpasi untuk mengkonfirmasi lokasi

rasa sakit. Perhatikan jika nyeri dirasakan lebih pada struktur tulang dari

tulang belakang atau di otot paraspinal.

c. Rentang gerak

Page 11: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

19

Setelah lokus nyeri dikonfirmasi, pasien diinstruksikan untuk fleksi dan

ekstensi tulang belakang untuk menilai perburukan nyeri. Temuan ini

patognomonik untuk spondilolisis dan spondilolistesis. Tes lain yang

berguna untuk membuat diagnosis adalah tes hiperekstensi satu kaki.

Pasien diminta untuk menaikkan satu kaki dari tanah dan bersandar ke

belakang. Jika nyeri timbul selama gerakan, mengindikasi adanya cedera

punggung, termasuk spondilolisis atau spondilolistesis. Hasil positif

dengan uji hiperekstensi satu kaki saja, bukan penanda klinis untuk

spondilolisis.

d. Tanda-tanda dan gejala otot

Hamstring tightness merupakan gejala yang 80% dikeluhkan pasien.

Akibatnya, pasien tidak mampu memfleksikan pinggul dan ekstensi lutut

secara bersamaan.

e. Fungsi motorik dan sensorik

Pemeriksaan fungsi motorik dan sensorik penting untuk membedakan

kondisi neurologis dari kondisi ortopedi. Refleks tendon dalam, kekuatan

motorik ekstremitas bawah dan kemampuan sensorik juga perlu penilaian

hati-hati. Sensasi diregio cauda equina perlu evaluasi lebih lanjut karena

kemungkinan kompresi cauda equina. Hiperefleks menunjukkan lesi

upper motor neuron, sedangkan hiporefleks menunjukkan lesi lower

motor neuron. Seorang pasien dengan tanda-tanda neurologis positif

harus dirujuk ke spesialis neurologi.

3.8 Diagnosis Banding

Spondilolistesis bermanifestasi sebagai nyeri punggung bawah dengan

diagnosis banding luas. Penyebab patologis nyeri pinggang jauh lebih umum

daripada penyebab berhubungan dengan kelemahan struktural atau trauma. Perlu

kehati-hatian dalam membedakan keadaan ini, sehingga patologi dapat

diidentifikasi dan diobati dengan tepat. Diagnosis banding untuk nyeri punggung

bawah pada pasien termasuk:12

Page 12: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

20

- Nyeri di malam hari atau dengan demam atau gejala umum lainnya: tumor atau

infeksi

- Nyeri akut: herniasi diskus, spondilolisis, fraktur tulang belakang atau

ketegangan otot

- Nyeri kronis: kyphosis Scheuermann, spondiloarthropati, inflamasi atau

masalah psikologis

- Nyeri dengan fleksi ke depan tulang belakang : herniasi diskus atau tergelincir

apofisis

- Nyeri tulang belakang dengan ekstensi: spondilolisis, spondilolistesis, lesi atau

luka di pedikel atau lamina (lengkung posterior)

- Nyeri dengan onset baru skoliosis: tumor, infeksi, hernia diskus atau skoliosis

idiopatik

3.9 Pemeriksaan Penunjang

Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang

belakang. X-ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang

bergeser ke depan dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Jika pasien

mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai, pemeriksaan penunjang

tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat disebabkan stenosis atau

penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai. CT scan atau MRI dapat

membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang berhubungan dengan

spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat membantu menentukan

adanya proses akftif pada tulang yang mengalami kelainan. Pemeriksaan ini juga

berperan dalam menentukan terapi pilihan untuk spondilolistesis.11

1. Foto Polos Vertebrae

Empat proyeksi x-ray tulang belakang yang diperlukan untuk evaluasi

radiologi lengkap: antero-posterior (AP) (gambar 4.1), lateral (gambar 4.2) dan

obliq bilateral (4.3). Dibawah ini merupakan foto lumbosakral proyeksi

anteroposterior pasien laiki-laki 21 tahun dengan spondilolistesis derajat berat

menunjukkan gambaran densitas curvilinier pada daerah sacrum membentuk

gambaran topi Napoleoon terbalik (Inverted napoleon’s hat sign). Bentukan ini

akibat listesis L5 terhadap S1.11

Page 13: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

21

Gambar 4.1 Inverted Napoleon’s Hat sign

Foto lateral pada gambar di bawah ini berguna dalam mendeteksi

spondilolistesis dan menunjukkan bagian yang mengalami kerusakan.3

Gambar 4.2 Spondilolistesis grade I. Radiografi lateral yang setentang vertebrae L4-S1 menunjukkan lusensi di daerah pars (panah). Pars bilateral mengalami kerusakan

sehingga tampak dalam proyeksi lateral1.

Proyeksi obliq sangat berguna dalam memvisualisasikan kerusakan pars

interarticularis, yang memiliki penampilan Scottie dog sign karena terlihat seperti

kerah di leher anjing terrier Skotlandia. Pemanjangan pars juga dapat terlihat.

Gambar 4.3a menunjukkan adanya pars cacat bilateral (panah), dengan

penampilan menyerupai Scottie dog with a collar (leher adalah kerusakan pars).

Gambar 4.2b Diagram dalam proyeksi miring menunjukkan komponen tulang

belakang yang mengakibatkan munculnya Scottie dog with a collar.1,3

Page 14: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

22

Grade spondylolistesis dapat diukur dengan menggunakan tampilan lateral

(seperti yang terlihat pada gambar di bawah).

2. CT Scan

Gambar 4.3a1 Gambar 4.3b1

Gambar 4.3a Spondilolisis dan Spondilolistesis gr. I pada

pasien anak1

Gambar 4.3b Gr IV traumatik spondilolishesis1

Gambar 4.3c. Spondilolisis (panah)3

Gambar 4.3d. Scotty dog sign3

Page 15: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

23

Visualisasi spondilolistesis pada radiografi polos terutama lateral,

menegaskan adanya spondilolistesis. Etiologinya mungkin tidak mudah terlihat

sehingga dibutuhkan modalitas lainnya untuk memperjelas. CT Scan dapat

membantu memperlihatkan gambar dalam berbagai potongan tubuh sehingga

dapat menentukan etiologi yang mungkin. Pada anak yang mengalami trauma,

pseudosubluksasi vertebra servikal dapat terjadi, temuan tersebut dapat

menyebabkan kebingungan dengan spondilolistesis traumatis. Korelasi klinis

dapat membantu dan CT scan mungkin diperlukan. CT scan tulang belakang dapat

dilakukan dengan atau tanpa kontras intratekal.12

Gambar 4.4a,b,c Potongan Sagital CT scan menunjukkan spondylolisthesis grade I dengan defek pars interartikulris.1

Page 16: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

24

Gambar 4.5 CT Scan potongan axial menunjukkan spondilolisis bilateral (panah) tanpa elongasi kanalis spinalis.1

3. Single-photon-emission CT (SPECT)

Standaert dan Herring menyarnkan CT dikombinasikan dengan SPECT

sebagai standar untuk diagnosis lesi pars interartikularis. Banyak kasus

dilaporkan, hasil CT negatif bahkan ketika hasil SPECT abnormal, yang

menunjukkan bahwa kedua studi ini dibutuhkan. Pada kasus lain, CT dapat

membantu mengidentifikasi asal kelainan yang terlihat pada SPECT. Kerugian

untuk menggunakan kedua modalitas adalah pasien terkena radiasi tambahan. Jika

hanya satu metode yang akan digunakan, SPECT lebih direkomendasikan.3

Gambar 4.6 Spondilolistesis. Vertebra lumbal pasien 14 tahun dengan nyeri punggung. note hot spot di L5.5

Gambar 4.7 Spondilolistesis. Axial single-photon emission CT (SPECT) menunjukkan bilateral hot spots pada pars, mengindikasikan spondilolisis.1

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI lebih disukai dari CT dan SPECT karena tidak menggunakan radiasi

pengion. MRI kurang efektif mendeteksi spondilolisis dan spondilolistesis.

Literatur menunjukkan bahwa MRI tidak sensitif seperti SPECT dalam

mengidentifikasi stress fracture pada pars interartikularis. Secara umum, MRI

lebih unggul untuk memvisualisasikan patologi jaringan lunak (misalnya,

Page 17: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

25

penyakit disk, kompresi akar saraf, peradangan), sedangkan CT lebih unggul

untuk visualisasi tulang. Dalam konteks nyeri punggung, MRI dapat informatif

bila diduga etiologi selain spondilolsis dan spondilolistesis. Feldman et al

merekomendasikan MRI untuk pasien dengan nyeri punggung menetap, nyeri

radikuler, nyeri malam hari dan / atau disertai keabnormal pemeriksaan

neurologis.3

Gambar 4.8 Pra operasi MRI T2 menunjukkan stenosis kanalis spinalis berat pada L59

2.11 Penatalaksanaan

2.11.1 Nonoperatif

Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservatif. Pengobatan non

operatif diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau defisit

neurologis yang stabil. Hal ini dapat berupa pengurangan berat badan, stretching

exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting dalam

manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasien.3,4

2.11.2 Operatif

Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas,

yang gagal dengan non operatif manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila

radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan

untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip

50% pada waktu diagnosis, indikasi untuk fusi. Pada high grade spondilolistesis

Page 18: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

26

walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus dilakukan. Dekompresi tanpa fusi

dilakukan pada pasien dengan gejala neural kompresi. Bila manajemen operatif

dilakukan pada dewasa muda maka fusi harus dilakukan karena akan terjadi

peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan operasi tanpa fusi. Jadi indikasi

fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang sangat

aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi dievaluasi melalui lateral x-ray. Fusi

tidak dilakukan bila multi level disease, motivasi rendah, aktivitas rendah,

osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka

kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical non

union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu dapat

dilakukan dengan beberapa pendekatan:3,4

1. anterior approach

2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)

3. posterior lateral approach

2.12 Komplikasi

Progresifitas pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan

(traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang

membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan

spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%),

kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi (5%-25%),

infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada pasien yang

perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat melakukan fusi ialah

(>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk

menderita spondilolistesis ismik atau kongenital yang lebih progresif. Radiografi

serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui

perkembangan pasien ini.5

2.13 Prognosis

Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal

kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien

Page 19: Bab III Tinjauan Pustaka (1)

27

dengan perubahan vertebra yang progresif dan degeneratif kemungkinan akan

mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya

spondilolistesis degeneratif meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan

pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran

vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan

penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini akan

membutuhkan pembedahan dekompresi.7