Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Audit
2.1.1 Pengertian Audit
Setiap Perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba
disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua
tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa dan diteliti
secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung jawab. Seiring
berjalannya waktu masalah pada Perusahaan makin luas dan rumit. Tugas yang
dipikul oleh manajemen makin besar, oleh karena itu manajemen memerlukan alat
bantu yang dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama
manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit.
Menurut Arens et al (2010:4) audit adalah:
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about
information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and established criteria. Auditing should be done
by a competent, independent person.”
Menurut Mulyadi (2002) pengertian audit secara umum yaitu:
“Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan
tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit dilaksanakan oleh
orang yang kompeten dan independen dengan cara mengumpulkan bukti-bukti
9
yang ada serta mengevaluasi bahan bukti tersebut, yang bertujuan agar dapat
memberikan suatu pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan. Proses
pelaksanaan audit tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, auditor harus
mempunyai latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang memadai
sehubungan dengan pelaksanaan audit. Selain itu seorang auditor harus dapat
bersikap independen, bertindak sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan menjalankan kode etik profesi.
2.1.2 Jenis-jenis Audit
Arens et al (2010:12-14) mengelompokkan jenis-jenis audit ke dalam tiga
tipe, yaitu:
1. Operational Audits
2. Compliance Audits
3. Financial Statement Audits
Penjelasan dari tiga tipe audit diatas dapat diartikan bahwa:
1. Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari prosedur dan
metode operasi suatu organisasi. Pada saat selesainya audit operasional,
biasanya manajemen mengharapkan rekomendasi auditor untuk
meningkatkan kegiatan operasinya.
2. Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah klien telah
mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang tlah ditetapkan, seperti
pelaksanaan ketentuan upah minimum, pelaksanaan undang-undang
perpajakan, dan pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan oleh pimpinan
Perusahaan.
3. Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan
keuangan secara keseluruhan informasi yang diuji telah disajikan sesuai
10
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada umumnya kriteria yang telah
ditetapkan tersebut adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum yaitu
Standar Akuntasi Keuangan (SAK).
Dari berbagai jenis audit yang dilakukan kecuali audit laporan keuangan,
keseluruhan audit memiliki tujuan yang (hampir) sama yaitu menilai bagaimana
manajemen mengoperasikan Perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki,
meningkatkan efisiensi proses dalam mencapai tujuan Perusahaan sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
2.2 Audit Internal
2.2.1 Pengertian Audit Internal
Audit Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai
tujuan Perusahaan yang telah ditentukan. Perlunya konsep Audit Internal
dikarenakan bertambah luasnya ruang lingkup Perusahaan.
Profesi Audit Internal terus mengalami perkembangan sesuai dengan
tuntutan perkembangan dunia usaha. Semakin besar suatu Perusahaan maka
semakin luas pula rentang pengendalian yang dipikul pimpinan, sehingga
manajemen harus menciptakan suatu pengendalian intern yang efektif untuk
mencapai suatu pengelolaan yang optimal dengan mempertimbangkan manfaat
dan biayanya.
Audit Internal yang dilakukan dalam suatu Perusahaan merupakan
kegiatan penilaian dan verifikasi atas prosedur-prosedur, data yang tercatat
berdasarkan atas kebijakan dan rencana Perusahaan, sebagai salah satu fungsi
dalam upaya mengawasi aktivitasnya. Audit Internal juga merupakan aktivitas
pendukung utama untuk tercapainya tujuan pengendalian internal. Ketika
11
melaksanakan kegiatannya, Audit Internal harus bersifat objektif dan
kedudukannya dalam Perusahaan adalah independen.
Definisi Audit Internal menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI)
tahun 2004:
“Audit Internal adalah suatu aktivitas penilaian independen di dalam suatu
organisasi untuk penelitian kegiatan pembukuan, finansial, dan kegiatan
lainnya, sebagai dasar untuk membantu pimpinan Perusahaan.
Pemeriksaan itu mempunyai pengendalian manajerial yang berfungsi
dengan jalan mengukur dan menilai efektivitas sarana pengendalian.”
Sedangkan definisi Audit Internal menurut Tugiman (2006:11) adalah:
“Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian
yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi
kegiatan organisasi yang dilaksanakan.”
Definisi Audit Internal menurut The Institute of Internal Auditors (2011:2)
adalah:
“Internal auditing is independent, objective assurance and consulting
activity designed to add value and improve an organization’s operations.
It helps an organization accomplish its objectives by bringin a systematic,
disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk
management, control, and governance process.”
Definisi Audit Internal yang telah disebutkan oleh IIA dapat diartikan
sebagai aktivitas independen yang memberikan jaminan objektif dan konsultasi
yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi.
Aktifitas ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa
pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan
efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola.
12
Perbandingan konsep inti Audit Internal terdapat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 2.1
Perbandingan Konsep Inti Audit Internal
Lama (1947) Baru (1999)
Internal Control Risk Management, Control, Governance
Process
1. Fungsi penilaian independen yang
dibentuk dalam suatu organisasi
1. Suatu aktivitas independen objektif
2. Fungsi penilaian 2. Aktivitas pemberian jaminan keyakinan
dan konsultasi
3. Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas
organisasi sebagai bentuk jasa yang
diberikan bagi organisasi
3. Dirancang untuk memberikan suatu nilai
tambah serta meningkatkan kegiatan
organisasi
4. Membantu agar para anggota
organisasi dapat menjalankan
tanggung jawabnya secara efektif
4. Membantu organisasi dalam usaha
mencapai tujuannya
5. Memberi hasil analisis, penilaian,
rekomendasi, konseling, dan
informasi yang berkaitan dengan
aktivitas yang dikaji dan
menciptakan pengendalian efektif
dengan biaya yang wajar
5. Memberikan suatu pendekatan disiplin
yang sistematis untuk mengevaluasi dan
meningkatkan keefektivan manajemen
risiko, pengendalian dan proses
pengaturan dan pengelolaan organisasi
Sumber: (Tugiman, 2008:19)
Dari beberapa definisi tentang Audit Internal di atas, dapat disimpulkan
beberapa poin penting yaitu:
1. Audit Internal merupakan suatu fungsi penilaian independen dalam suatu
organisasi. Hal Ini menunjukkan bahwa orang yang melakukan penilaian
tersebut adalah anggota dari organisasi tersebut.
2. Dalam pengukuran yang dilakukan auditor internal, independensi dan
objektivitas harus dipegang.
3. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko
pengendalian dan proses pengelolaan organisasi.
13
4. Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik
finansial maupun non finansial.
5. Menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan
dijalankan sesuai target dalam mencapai tujuan organisasi.
2.2.2 Fungsi, Tujuan, dan Tanggung Jawab Audit Internal
Fungsi Audit Internal adalah membantu manajemen memberi landasan
tindakan manajemen yang selanjutnya. Konsorium Organisasi Profesi Audit
Internal (2004:19) menyataan bahwa penanggung jawab fungsi Audit Internal
harus mengelola fungsi audit intenal secara efektif dan efisien untuk memastikan
bahwa kegiatan fungsi tersebut dapat disimpulkan, bahwa fungsi Audit Internal
adalah sebagai alat bantu bagi manajemen untuk menilai efisien dan keefektifan
pelaksanaan struktur pengendalian intern Perusahaan, kemudian memberikan hasil
yang serupa berupa saran atau rekomendasi dan memberi nilai tambah bagi
manajemen yang akan dijadikan landasan untuk mengambil keputusan atau
tindakan yang selanjutnya.
Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15) menyatakan
bahwa:
“Tujuan, wewenang, dan tanggung jawab fungsi Audit Internal harus
dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan
Standar Profesi Audit Internal dan mendapat persetujuan dari Pimpinan
dan Dewan Pengawas Organisasi.”
Selain memiliki fungsi, Audit Internal juga memiliki tujuan. Audit Internal
bertujuan untuk membantu seluruh anggota manajemen agar dapat melaksanakan
tanggung jawab secara efektif dengan jalan memberikan analisis, penilaian,
rekomendasi, saran, dan keterangan dari kegiatan operasional Perusahaan yang
diperiksanya.
14
Menurut Tugiman (2008:2) tujuan dari Audit Internal adalah:
“Membantu para anggota organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung
jawabnya secara efektif. Untuk tujuan tersebut, Audit Internal
menyediakan bagi mereka analisis, penilaian rekomendasi, nasihat, dan
informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa.”
Tujuan Audit Internal dapat tercapai apabila fungsi dari Audit Internal
berjalan dengan baik. Untuk itu, Audit Internal harus mengetahui tugas dan
tanggung jawabnya secara jelas.
Tanggung jawab seorang Audit Internal menurut Komite SPAP Ikatan
Akuntansi Indonesia dalam Standar Profesi Akuntan Publik (2001:322) yaitu:
“Auditor Internal bertanggungjawab untuk menyediakan jasa analisis dan
evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lain
kepada manajemen entitas dan bagian komisaris atau pihak lain yang
setara wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung
jawabnya tersebut Auditor Internal mempertahankan objektivitasnya yang
berkaitan dengan aktiivitas yang diauditnya.”
Tujuan akhir dan tanggung jawab Audit Internal adalah untuk melindungi
harta Perusahaan, menjamin bahwa laporan keuangan dan non keuangannya dapat
dipercaya, ditaatinya kebijakan dan prosedur serta menjamin apakah aktivitas di
Perusahaan sudah berjalan secara efektif dan efisien. Untuk itu ruang lingkup dan
tanggung jawab dari Audit Internal tidak boleh dibatasi pada akuntansi dan
keuangan saja, namun harus mencakup segala aspek Perusahaan.
2.2.3 Ruang Lingkup Audit Internal
Ruang lingkup Audit Internal mencakup bidang yang sangat luas dan
kompleks meliputi seluruh tingkatan manajemen, yaitu mencakup segala aspek
Perusahaan, meliputi finansial dan non-finansial. Audit Internal membantu
manajemen dalam mengawai berjalannya roda organisasi.
15
Menurut IIA dalam buku Standar & Guidelines For the Professional
Practices of Internal Auditing (1998:23) ruang lingkup Audit Internal adalah
sebagai berikut:
“The scope of internal auditing should encompass the examination and
evaluation of the adequacy and effectiveness if the organization’s system
of interna control and the quality of performance in carrying out assigned
responsibilities.”
Pendapat IIA di atas dapat diartikan bahwa ruang lingkup Audit Internal
harus mencakup pemeriksaan dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas
sistem organisasi pengendalian intern dan kualitas kinerja dalam melaksanakan
tanggung jawab yang diberikan.
Perkembangan terbaru berdasarkan standar 2100 kode etik profesional
audit internal mengenai nature of work menurut IIA (2011:29) yaitu:
“The internal audit activity must evaluate and contribute to the
improvement of governanc, risk management, and control processes using
a systematic disclipined approach.”
Pendapat tersebut artinya bahwa kegiatan audit internal harus
mengevaluasi dan memberikan kontribusi pada perbaikan tata kelola, manajemen
risiko, dan proses pengendalian menggunakan pendekatan disiplin ilmu yang
sistematis.
2.2.4 Standar dan Pedoman Praktik Audit Internal
Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal menerbitkan Standar Profesi
Audit Internal (SPAI). SPAI ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi auditor
internal dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:5) SPAI
terdiri dari 3 standar, yaitu:
16
1. Standar Atribut
Standar atribut berkenaan dengan karakteristik organisasi, individu, dan
pihak-pihak yang melakukan kegiatan Audit Internal.
2. Standar Kinerja
Standar kinerja menjelaskan sifat dan kegiatan Audit Internal dan
merupakan ukuran kualitas pekerjaan audit, juga memberikan praktik-
praktik terbaik pelaksanaan audit mulai dari perencanaan sampai dengan
pemantauan tindak lanjut.
3. Standar Implementasi
Standar implementasi hanya berlaku untuk satu penugasan tertentu.
Standar implementasi yang akan diterbitkan di masa mendatang adalah
standar implementasi untuk kegiatan assurance, standar implementasi
untuk kegiatan consulting, standar implementasi untuk kegiatan
investigasi, dan standar implementasi Control Self Assessment (CSA).
2.3 Auditor Internal
2.3.1 Pengertian Auditor Internal
Auditor internal ialah orang yang melaksanakan aktivitas pemeriksaan.
Seorang auditor internal berusaha untuk menyempurnakan dan melengkapi setiap
kegiatan dengan penialaian langsung atas setiap bentuk pengawasan untuk dapat
mengikuti perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks.
Definisi auditor internal menurut Mulyadi (2010:29) auditor internal
adalah:
“Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam Perusahaan
(Perusahaan negara maupun Perusahaan swasta) yang tugas pokoknya
adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh
mnajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan
17
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.”
Audit Internal membantu manajemen dalam merancang dan memelihara
kecukupan dan efektivitas struktur pengendalian intern. Audit Internal juga
bertanggungjawab untuk meningkatan operasi organisasi serta menilai kecukupan
dan keefektifan dari masing-masing sitem pengendalian yang memberikan
jaminan kualitas dari proses pelaporan keuangan.
2.3.2 Kompetensi Auditor Internal
Fungsi Audit Internal tidak hanya terbatas kepada masalah keuangan saja,
melainkan juga meliputi seluruh aspek dan aktivitas yang ada di dalam
Perusahaan. Dengan dasar ini, maka auditor internal dituntut untuk memiliki
kompetensi yang tinggi, yaitu dengan mengembangkan kemampuan
profesionalnya secara berkelanjutan.
Kompetensi menurut Tugiman (2006:18) adalah sebagai berikut:
“Kompetensi adalah kemampuan profesional yang merupakan tanggung
jawab dari bagian Audit Internal dan masing-masing pemeriksa internal.”
Kompetensi setiap auditor internal merupakan tanggung jawab dari bagian
Audit Internal. Pimpinan Audit Internal dalam setiap pemeriksaan harus
menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk
melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.
Melihat banyak beban yang harus dipikul oleh tim Audit Internal, maka
dapat diidentifikasi kebutuhan yang sesuai akan kompetensi dasar (basic
competency) yang sama bagi para auditor. Menurut Valery G. Kumaat (2011: 25-
18
27) dijelaskan kompetensi Audit Internal mulai dari head of department hingga
para pelaksana sebagai berikut:
1. Soft Competency Audit Internal: Menentukan Sosok Audit yang Ideal
Kepribadian atau karakter positif yang kuat sekarang ini diakui
sebagai penentu keberhasilan seseorang dalam meniti karir, lebih dari
bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Sosok Audit Internal
yang ideal harus memiliki keunikan tersendiri, yaitu perpaduan karakter
yang jarang dijumpai pada posisi atau profesi lain. Karena harus
independen dalam mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan akar
masalah hingga mengeluarkan rekomendasi solusi, integritas menjadi hal
yang tidak dapat ditawar.
2. Hard Competency Audit Internal: Menentukan Bobot Auditor
Meskipun Soft Competency memegang peranan penting, auditor
juga dituntut memiliki tingkat berpikir, pengetahuan, dan keterampilan
(Hard Competency) di atas rata-rata, tepatnya sebuah kombinasi
kompetensi yang terdiri dari Analytical Thinking, Multi-Dimensional
Knowledge, dan Advisory Skill.
2.3.3 Standar Profesional Audit Internal
Menurut Hery (2010:73) standar profesional Audit Internal terbagi atas
empat macam diantaranya yaitu:
1. Independensi
2. Kemampuan Profesional
3. Lingkup Pekerjaan
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
19
Adapun penjelasan dari keempat standar profesional Audit Internal
tersebut adalah :
1. Independensi
Audit Internal harus mandiri dan objektif. Audit Internal harus
mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa. Auditor
inernal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara
bebas dan objektif. Kemandirian Audit Internal sangat penting terutama
dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral). Hal ini hanya
dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari para audit
interrnal. Status organisasi Audit Internal harus dapat memberikan
keleluasaan bagi Audit Internal dalam menyelesaikan tanggung jawab
pemeriksaan secara maksimal.
2. Kemampuan Profesional
a. Pengetahuan dan Kemampuan
Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh Audit Internal. Dalam
setiap pemeriksaan, pimpinan Audit Internal haruslah menugaskan
orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki
pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti
akuntansi, ekonomi, keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik,
perpajakan, dan hukum yang memang diperlukan unutk melaksanakan
pemeriksaan secara tepat dan pantas.
20
b. Pengawasan
Pimpinan Audit Internal bertanggung jawab dalam melakukan
pengawasan terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh
para stafnya. Pengawasan yang dilakukan sifatnya berkelanjutan, yang
dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan penyimpulan hasil
pemeriksaan yang dilakukan.
c. Ketelitian Profesional
Audit Internal harus dapat bekerja secara teliti dalam
melaksanakan pemeriksaan. Audit Internal harus mewaspadai berbagai
kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja,
kesalahan, kelalaian, ketidakefektifan, pemborosan (ketidakefesienan),
dan konflik kepentingan.
3. Lingkup Pekerjaan
a. Keandalan informasi
Audit Internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan
menentukan apakah berbagai catatan, laporan finansial dan laporan
operasional Perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat
dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna.
b. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan
perundang-undangan
Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang
dibuat dengan tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan,
seperti kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang-
21
undangan. Audit Internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah
sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai kegiatan yang
diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan.
c. Perlindungan aktiva
Audit Internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang
digunakan untuk melindungi aktiva Perusahaan terhadap berbagai jenis
kerugian, seperti kerugian yang diakibatkan oleh pencurian, dan
kegiatan yang ilegal. Pada saat memverifikasi keberadaan suatu aktiva,
Audit Internal harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai
dan tepat.
d. Penggunaan sumber daya
Audit Internal harus dapat memastikan keekonomisan dan
keefesienan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh Perusahaan.
Audit Internal bertanggung jawab untuk menetapkan suatu standar
operasional untuk mengukur keekonomisan dan efesiensi. Standar
operasional tersebut harus dipahami dan dipenuhi agar berbagai
penyimpangan dari standar operasional yang telah diidentifikasi,
dianalisis, dan diberitahukan kepada berbagai pihak yang bertanggung
jawab untuk dilakukan tindakan perbaikan.
e. Pencapaian tujuan
Audit Internal harus dapat memberikan kepastian bahwa semua
pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahan.
22
4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan
Audit Internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan
pemeriksaan dengan meliputi penetapan tujuan pemeriksaan dan
lingkup pekerjaan, memperoleh informasi dasar tentang objek yang
akan diperiksa lalu menentukan tenaga yang diperlukan untuk
melaksanakan pemeriksaan. Selanjutnya melakukan survei secara tepat
untuk lebih mengenali bidang atau area yang akan diperiksa untuk
penetapan program pemeriksaan.
b. Pengujian dan Pengevaluasian
Audit Internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian
terhadap semua informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari
informasi tersebut. Informasi inilah yang nantinya akan digunakan
untuk pemeriksaan.
c. Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Audit Internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang
dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat,
konstruktif dan tepat waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak
berpihak, dan terbebas dari distorsi. Laporan yang jelas adalah laporan
yang mudah dimengerti dan logis. Laporan yang singkat adalah laporan
yang diringkas langsung membicarakan pokok permasalahan dan
menghindari berbagai perincian yang tidak diperlukan. Laporan yang
konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan sifatnya akan
23
membantu pihak yang diperiksa dan organisasi serta menghasilkan
berbagai perbaikan yang diperlukan. Laporan yanng tepat waktu adalah
laporan yang pemberitaanya tidak ditunda dan mempercepat
kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif.
Audit Internal juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya
kepada pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan.
d. Tindak lanjut pemeriksaan
Audit Internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan
tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah
dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak
lanjut Audit Internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk
menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai
tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan
pemeriksaan yang dilaporkan.
2.4 Kecurangan (Fraud)
Pada kenyataannya fraud hampir terdapat di setiap lini pada organisasi,
mulai dari jajaran manajemen sampai kepada jajaran pelaksana bahkan bisa
sampai ke pesuruh (office boy). Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan
oleh seorang pegawai yang tampaknya jujur sekalipun.
Dalam kehidupan sehari-hari fraud dapat diartikan dengan istilah
pencurian pemerasan, penggelapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan,
kelalaian, dan lain-lain. Umumnya terdapat dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan
maupun ketidakberesan. Kekeliruan adalah kesalahan yang timbul karena
kesalahan manusia yang dilakukan oleh manajemen, maupun karyawan yang
disebabkan karena kesalahan. Sedangkan ketidakberesan adalah kesalahan yang
24
timbul karena kesengajaan dari pihak-pihak tertentu dalam Perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan.
2.4.1 Pengertian Fraud
Pengertian fraud menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:11) adalah sebagai
berikut:
“Dalam istilah sehari-hari, fraud dimaknai sebagai ketidakjujuran. Dalam
terminologi awam fraud lebih ditekankan pada aktivitas penyimpangan
perilaku yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperti penggelapan,
pencurian dengan tipu muslihat, fraud pelaporan keuangan, korupsi,
kolusi, nepotisme, penyuapan, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain”.
Adapun kecurangan didefinisikan oleh Hiro Tugiman (2004:63) adalah
sebagai berikut:
“Fraud mencakup perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran terhadap
peraturan dan perundang-undangan lainnya yang dilakukan dengan niat
untuk berbuat curang. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja demi
keuntungan atau kerugian suatu organisasi oleh orang dalam atau juga oleh
orang luar di luar organisasi tersebut.”
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan, kecurangan mengarah pada
ketidakwajaran dan suatu tindakan yang ilegal. Sebagian besar merupakan
penipuan yang disengaja dan dilakukan untuk manfaat atau kerugian organisasi.
Kecurangan ini pun bisa dilakukak oleh orang dalam atau luar organisasi.
Pada dasarnya fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa
merugikan berbagai pihak. Fraud merupakan suatu hal yang sangat sulit
diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistematis
sehingga perlu penanganan yang sistematis. Akan tetapi kita harus optimis bahwa
bisa dicegah atau paling sedikitnya bisa dikurangi dengan menerapkan
pengendalian anti fraud.
25
2.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Fraud
Menurut Tunggal (2001:11) ada beberapa faktor atau motif seseorang
melakukan kecurangan, yaitu:
“1. Egosentris
2. Ideologis
3. Psikotis”
Penjelasan mengenai motif tersebut adalah sebagai berikut:
1. Egosentris merupakan motif yang berasal dari fakta bahwa penipu
berusaha menunjukkan bahwa ia lebih tinggi daripada orang lain.
2. Ideologis yaitu memiliki motif yakni melakukan kecurangan untuk
memberikan protes yang kuat atas sesuatu yang akan terjadi.
3. Psikotis yaitu sebuah kebiasaan dimana melakukan kecurangan
mereka diluar kewajiban atau obsesi.
Menurut Arens et al (2008:340) terdapat tiga faktor seseorang melakukan
kecurangan yang dikenal sebagai fraud triangle, yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 2.1
Fraud Triangle
Opportunity
Pressure Rationalization
Sumber: Arens et al (2008:340)
26
Berikut penjelasan mengenai fraud triangle tersebut:
1. Pressure (tekanan)
Tekanan ekonomi merupakan salah satu faktor yang mendorong
seorang berani melakukan tindak kecurangan. Faktor ini berasal dari
idividu si pelaku di mana dia merasa bahwa tekanan kehidupan yang
begitu berat memaksa si pelaku melakukan kecurangan untuk keuntungan
pribadinya. Hal ini terjadi biasanya dikarenakan jaminan kesejahteraan
yang ditawarkan Perusahaan atau organisasi tempat dia bekerja kurang
atau pola hidup yang serba mewah sehingga si pelaku terus-menerus
merasa kekurangan.
2. Opportunity (kesempatan)
Merupakan faktor yang sepenuhnya berasal dari luar individu,
yakni berasal dari organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan.
Kesempatan melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan.
Dengan kedudukan yang dimiliki, si pelaku merasa memiliki kesempatan
untuk mengambil keuntungan. Ditambah lagi dengan sistem pengendalian
dari organisasi yang kurang memadai.
3. Rationalization (rasionalisasi)
Si pelaku merasa memiliki alasan yang kuat yang menjadi dasar
untuk mebenarkan apa yang dia lakukan. Serta mempengaruhi pihak lain
untuk menyetujui apa yang dia lakukan.
27
Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan yang ada dan adanya
pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Banyaknya fraud
yang terjadi mengakibatkan Perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar
sehingga Perusahaan dapat jatuh pada saat yang tidak tepat, misalnya kehilangan
uang atau saham.
2.4.3 Tanda-tanda kecurangan (Fraud)
Tanda-tanda fraud yang disebutkan oleh Tunggal (2001:61) antara lain
adalah:
1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan
tahun-tahun sebelumnya
2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas
3. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan
4. Pengendalian operasi yang tidak baik
5. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan.
Pernyataan itu memberikan penjelasan bahwa fraud dapat dideteksi dari
perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dari tahun-tahun sebelumnya.
Ini disebabkan karena laporan keuangan yang dimanipulasi untuk menutupi fraud
sehingga timbul perbedaan angka. Tidak adanya pembagian tugas dan tanggung
jawab yang jelas juga dapat menimbulkan fraud karena karyawan dapat bertindak
semena-mena tanpa memperdulikan tanggung jawabnya.
Karyawan harus dirotasi karena semakin lama karyawan ditempatkan di
bagian tertentu, mereka akan mengetahui banyak rahasia atau hal-hal penting yang
28
berkaitan dengan pekerjaannya. Selain itu, pengendalian operasi harus berjalan
dengan baik agar sumber daya efisien dan efektif.
Fraud biasanya muncul bersamaan dengan red flag. Red flag dapat
didefinisikan sebagai suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan
normal. Penjelasan lain, dapat dikatakan red flag adalah suatu indikasi akan
adanya sesuatu yang tidak biasa dan perlu penyidikan lebih lanjut.
Menurut Soejono Karni (2000:38) faktor pendorong atau indikasi
terjadinya kecurangan sebagai berikut:
1. Lemahnya pengendalian intern:
a. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan
b. Manajemen tidak menekankan perlunya peran intern control
c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal conflict interest
d. Internal auditor tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para
eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang besar.
2. Tekanan keuangan terhadap seseorang:
a. Banyak hutang
b. Pendapatan rendah
c. Gaya hidup mewah.
3. Tekanan non-financial
a. Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan
b. Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa
dikonsultasikan dulu kepada bawahannya
c. Penurunan penjualan.
29
4. Indikasi lain:
a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai
b. Meremehkan integritas pribadi
c. Kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal.
Pada umumnya faktor pendorong seseorang melakukan tindakan fraud
adalah tekanan, baik itu tekanan finansial maupun non finansial yang didukung
dengan adanya kesempatan karena Perusahaan tidak menindak tegas pelaku fraud
sehingga tidak membuat efek jera bagi para pelaku fraud.
2.4.4 Jenis-jenis Kecurangan
Menurut Association of Certified Fraud Examination (ACFE) dalam
Tuanakotta (2007:96), kecurangan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement)
Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai
kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk slaah saji
material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor.
Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non-financial
Kecurangan financial menggambarkan kecurangan dalam
menyusun laporan keuangan. Kecurangan ini berupa salah saji
(misstatements baik overstatements maupun understatements).
Kecurangan non-financial menggambarkan kecurangan dalam
menyusun laporan non-keuangan. Kecurangan ini berupa penyampaian
laporan non-keuangan yang menyesatkan lebih bagus dari keadaan yang
sebenarnya, dan seringkali merupakan pemalsuan dan pemutarbalikkan
30
fakta. Bisa tercantum dalam dokumen yang dipakai untuk kepentingan
intern maupun ekstern.
2. Penyalahgunaan Aset (Aset Misappropriation)
Asset Misappropriation atau “pengambilan” aset secara ilegal
dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun, dalam istilah hukum,
“mengambil” aset secara ilegal (tidak sah, atau melawan hukum) yang
dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau
mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan. Penyalahgunaan aset
dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas
persediaan dan aset lainnya, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara
curang (fraudulent disbursement).
3. Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut
ACFE. Korupsi di sini serupa tapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam
ketentuan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia. Korupsi menurut ACFE terbagi ke dalam empat bentuk, yaitu
pertentangan kepentingan (conflick of interest), suap (bribery), pemberian
ilegal (illegal grasatuities), dan pemerasan ekonomi (economic extortion).
2.4.5 Pendeteksian Kecurangan
Kecurangan merupakan tindakan yang sifatnya kontinyu dan memang sulit
dalam upaya menghapuskan tindakan tersebut, meski telah ada upaya internal
audit dalam suatu organisasi dikarenakan kecurangan itu sendiri telah membudaya
serta sifat manusia yang terkadang mempunyai sifat serakah yang akhirnya dapat
memicu hal tersebut. Meski demikian, internal audit tetap berupaya dalam
31
meminimalisir kecurangan dalam organisasi dengan mengupayakan pencegahan
dini, serta memberikan pembinaan-pembinaan dalam sebuah Perusahaan atau
organisasi.
Menurut Valery G. Kumaat (2011:156) mendeteksi kecurangan (Fraud
Detection) adalah sebagai berikut:
“Mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan indikasi
awal yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus
mempersempit ruang gerak para pelaku kecurangan (yaitu ketika pelaku
menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk
berkelit).”
Sedangkan menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:45) pendeteksian fraud
oleh internal auditor merupakan:
“Pendeteksian fraud oleh internal auditor merupakan pengidentifikasian
indikator-indikator fraud yang mengarahkan perlu tidaknya dilakukan
pengujian.”
Dari beberapa definisi di atas sudah jelas bahwa pendeteksian fraud
merupakan suatu deteksi awal yang harus dilakukan agar tindak fraud dapat
dicegah untuk tidak dilakukan, dan untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan
pengujian.
Berbagai teknik dapat diterapkan untuk mendeteksi kecurangan, seperti
yang dikutip dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP, 2000),
yaitu:
1. Critical atau Key Point Auditing
Critical point auditing adalah suatu teknik dimana melalui pemeriksaan
atas catatan pembukuan, gejala suatu manipulasi dapat diidentifikasi.
Keberhasilan untuk dapat mendeteksi fraud tergantung pada tiga faktor:
32
a. Besarnya organisasi dan jumlah transaksi catatan yang tersedia untuk
diperiksa
b. Jumlah item yang diperiksa
c. Jumlah kecurangan yang terjadi
2. Analisis Kepekaan Pekerjaan
Setiap pekerjaan dalam suatu organisasi meiliki berbagai peluang atau
kesempatan untuk terjadinya fraud. Teknik analisis pekerjaan (job
sensitivity analysis) ini pada prinsipnya didasarkan pada asumsi jika
seseorang karyawan bekerja pada posisi tertentu, peluang atau tindakan
negatif (kecurangan) apa saja yang dapat dilakukan.
Dengan kata lain teknik ini merupakan analisa dengan memandang
“pelaku potensial”. Sehingga pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya fraud
dapat dilakukan misalnya dengan memperketat pemeriksaan intern pada posisi
yang rawan fraud.
Audit akan dapat berjalan secara efektif jika mampu dalam mendeteksi
kecurangan dan mengurangi kegagalan dalam pendeteksian kecurangan melalui
tindakan dan langkah-langkah seagai berikut (SAS No.99):
1. Seluruh anggota tim harus memahami apa yang disebut dengan
kecurangan dan tindakan-tindakan apa saja yang dapat dikategorikan
sebagai kecurangan
2. Mendiskusikan di antara anggota tim mengenai risiko salah saji material
yang disebabkan oleh kecurangan
33
3. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi risiko
salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan
4. Mengidentifikasi masing-masing risiko yang mungkin menyebabkan salah
saji material yang berasal dari tindakan kecurangan
5. Menilai risiko-risiko yang teridentifikasi serta mengevaluasi pengaruhnya
pada akun
6. Merespon hasil penilaian mengenai risiko kecurangan. Respon yang harus
diberikan oleh auditor adalah:
a. Respon bahwa risiko keuangan memiliki efek pada bagaimana audit
akan dilaksanakan
b. Respon yang meliputi penentuan sifat, saat dan lingkup prosedur audit
yang akan dilaksanakan
c. Respon dengan merencanakan prosedur-prosedur tertentu dengan
tujuan mendeteksi salah saji material akibat tindakan kecurangan
7. Mengevaluasi hasil audit. Audit harus mengevaluasi:
a. Penilaian risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan
selama pelaksanaan audit
b. Mengevaluasi prosedur analitis yang dilaksanakan dalam pengujian
substantif atau review keseluruhan tahap audit yang
mengidentifikasikan tidak ditemukan risiko salah saji material yang
berasal dari tindakan kecurangan
c. Mengevaluasi risiko salah saji material yang disebabkan kecurangan
saat audit hampir selesai dilaksanakan
34
8. Mengkomunikasikan mengenai kecurangan pada manajemen, komite audit
atau pihak lain
9. Mendokumentasikan pertimbangan yang digunakan oleh auditor mengenai
kecurangan. Dokumentasi itu dalam bentuk:
a. Dokumentasi mengenai diskusi antar anggota tim audit dalam
perencanaan audit dalam hubungannya dengan pendeteksian
kecurangan yang mungkin terjadi dalam laporan keuangan entitas.
b. Prosedur yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan menilai salah saji yang
disebabkan oleh tindakan kecurangan
c. Risiko khusus yang teridentifikasi dan menilai salah saji material dan
respon auditor atas hal tersebut
d. Alasan untuk tidak dilaksanakannya prosedur tambahan tertentu
e. Bentuk komunikasi mengenai kecurangan pada manajemen, komite
audit atau pihak lain.
Dengan melaksanakan langkah-langkah tersebut, maka auditor diharapkan
dapat lebih efektif dalam melaksanakan pengauditan yang sekaligus dapat lebih
efektif dalam mendeteksi adanya kecurangan di dalam laporan keuangan serta
menghindari tuntutan hukum dikemudian hari.
Upaya pendeteksian ini bisa berlangsung dalam waktu relatif cepat, tetapi
terkadang harus membutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan. Menurut Valery
G Kumaat (2011:156) menyimpulkan bahwa cepat atau lambatnya pendeteksian
bergantung pada:
35
1. Faktor di pihak pelaku, yaitu kemampuannya menyiasati sistem atau
menutup celah dari praktek fraud nya, sehingga menentukan tingkat
kerumitan suatu tindak fraud.
2. Faktor yang ditentukan oleh kapasitas auditor sendiri, yaitu
kemampuannya mengembangkan audit berbasis resiko (risk based audit)
dan membangun Jaringan Informan (Audit Intelligence) dengan tetap
bersikap hati-hati.
Adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh Perusahaan dapat
memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat
terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh Perusahaan. Setiap karyawan
tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud
yang dapat merugikan banyak pihak.
AICPA bersama dengan organisasi profesional, menerbitkan Management
Anti Fraud Program and Controls: Guidance to Prevent, Deter, and Detect
Fraud. Dalam pedoman tersebut, mengungkapkan tiga unsur untuk mencegah,
menghalangi, dan mendeteksi kecurangan: budaya jujur dan etika yang tinggi,
tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi resiko kecurangan, dan
pengawasan oleh komite audit.
Mencakup ketiga hal di atas, maka pengendalian internal merupakan cara
yang paling efektif dalam mencegah dan menghalangi kecurangan. Namun,
penciptaan lingkungan pengendalian yang efektif tidak luput dari adanya nilai
atau norma yang dianut dalam Perusahaan tersebut. Dengan adanya nilai dan
norma dapat membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang tinggi.
36
Penciptaan budaya jujur dan etika yang tinggi menurut Tunggal (2012:220)
mencakup enam unsur:
1. Tone at the top.
Manajemen dan dewan direksi berada pada posisi atas. Dalam hal ini
manajemen dan dewan direksi selaku pemberi arahan terhadap
karyawannya serta tidak membiarkan karyawan yang tidak menanamkan
kejujuran dan perilaku etis.
2. Menciptakan lingkungan kerja positif.
Semangat karyawan akan semakin meningkat jika dalam Perusahaannya ia
merasa lebih santai, namun tetap memiliki dedikasi yang tinggi. Dengan
demikian, karyawan tidak merasa terabaikan dalam lingungannya,
misalnya seorang karyawan yang tidak mendapatkan tekanan berlebihan,
ancaman dan sebagainya.
3. Mempekerjakan dan mempromosikan pegawai yang tepat.
Perusahaan sebaiknya memprioritaskan karyawan untuk mendapat
promosi atau mempekerjakan berdasarkan tingkat kejujuranya agar
karyawan di dalamnya dapat lebih kompeten dan menanamkan
kejujurannya sehingga dapat membantu pencegahan terjadinya
kecurangan. Hal demikian dimaksudkan agar lebih mengefektifkan
pencegahan atau menghalangi kecurangan.
37
4. Pelatihan.
Pelatihan merupakan tool serta menjadi pegangan bagi karyawan dalam
Perusahaan agar mampu menerapkan perilaku etisnya. Pelatihan
merupakan bagian yang penting dalam pengendalian anti kecurangan ini.
5. Konfirmasi.
Adakalanya pegawai mengkonfirmasikan tanggung jawab serta perilaku
mereka selama bekerja tanpa melaporkan suatu tindakan yang melanggar.
Hal ini dapat mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu
pegawai untuk tidak melakukan kecurangan.
6. Disiplin.
Setiap pegawai harus mengetahui bahwa mereka akan dimintai
pertanggungjawaban jika tidak mengikuti kode perilaku Perusahaannya
atau melanggar nilai dan norma, sehingga pegawai akan merasa enggan
untuk berbuat tidak etis yang merujuk pada kecurangan.
2.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
2.5.1 Kerangka Pemikiran
Audit Internal sebagai suatu cara yang digunakan untuk mencegah
kecurangan dalam suatu organisasi yang kegiatannya meliputi pengujian dan
penilaian efektivitas serta kecukupan sistem pengendalian internal organisasi.
Fungsi Audit Internal dapat berupa layanan informasi, sistem atau proyek. Tanpa
Audit Internal, kepala instansi tidak akan memiliki sumber informasi internal
yang bebas mengenai kinerja dalam organisasi.
Audit Internal sangat erat berkaitan dengan masalah pendeteksian
kecurangan di dalam Perusahaan. Adanya Audit Internal dalam suatu Perusahaan
38
diyakini bermanfaat dalam membantu mencegah terjadinya kecuranan. Namun
demikian, Audit Internal tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan,
meskipun Audit Internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling
besar dalam masalah pendeteksian kecurangan.
Audit Internal harus bisa memastikan apakah kecurangan tersebut memang
ada atau tidak. Untuk memastikannya, Audit Internal akan melakukan evaluasi
terhadap Sistem Pengendalian Intern yang dibuat manajemen dan aktivitas
karyawan Perusahaan berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan
suatu rangkaian tindakan kepada pihak manajemen. Disamping itu, Audit Internal
harus mempunyai alat pengendalian yang efektif sehingga setiap kecurangan
dapat dideteksi dan dicegah sedini mungkin.
Dengan demikian, jelas bahwa Audit Internal membantu manajemen
dalam memberikan saran dan nasehatnya sehubungan dengan Sistem
Pengendalian yang dibuat oleh manajemen. Bukan menindaknya tapi sekedar
menilai dan mengevaluasinya, karena tindakan lebih lanjut sepenuhnya ada
ditangan manajemen.
Menurut Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan Audit Internal adalah
sebagai berikut:
“Audit Internal adalah agen yang paling “pas” untuk mewujudkan Internal
Control, Risk Management dan Good Corporate Governance yang
pastinya akan memberi Nilai Tambah bagi Sumber Daya dan Perusahaan.”
Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa Audit Internal merupakan
suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi guna menelaah atau
mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan Perusahaan untuk memberikan saran
kepada manajemen.
39
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:65) Audit Internal memainkan
peranan penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan
pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Aktivitas Audit Internal dapat
mencegah sekaligus mendeteksi fraud.
Pengertian Fraud berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga
menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja
maka kesalahan tersebut merupakan fraud (fraud ulent).
Adapun pengertian fraud menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:2) adalah
sebagai berikut:
“Fraud, sebagaimana yang umumnya dimengerti dewasa ini, berarti
ketidakjujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu
kesalahan penyajian yang dikehendaki atas suatu fakta yang material.”
Penelitian yang dilakukan penulis mengenai pengaruh Audit Internal
terhadap pendeteksian fraud ini menyebutkan bahwa Audit Internal berfungsi
membantu manajemen dalam pendeteksian fraud yang terjadi di suatu organisasi.
Tindakan fraud dapat dicegah dengan cara menciptakan budaya kejujuran, sikap
keterbukaan dan meminimalisasi kesempatan untuk melakukan tindakan fraud.
Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup
besar bagi Perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka
akan berakibat fatal bagi Perusahaan. Untuk itu manajemen Perusahaan harus
mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud.
Menurut Valery G Kumaat (2011:156) mendeteksi fraud (fraud detection)
adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak
fraud, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku fraud (yaitu ketika
pelaku menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk
40
berkelit). Maka dengan adanya Audit Internal di dalam Perusahaan tindak fraud
dapat dicegah dan dideteksi karena setiap gerak-gerik karyawan terawasi dan
terbatasi untuk melakukan tindakan fraud.
Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk
mengungkapkan symptom fraud yang berpotensi terjadi di lingkungan PDAM
Tirtawening Kota Bandung serta pengaruh Audit Internal terhadap pendeteksian
terjadinya fraud. Kerangka pemikiran tersebut adalah:
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
2.5.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah disusun,
maka peneliti mengemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Jika Audit Internal menjalankan perannya sebagai internal control dengan
baik maka akan berpengaruh dalam mendeteksi praktek kecurangan.
Audit Internal PDAM
Tirtawening Bandung
Fungsi Audit Internal
yang Memadai
Mendeteksi
Kecurangan