57
Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah Kantor Bahasa Bengkulu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

Amir Si Tukang Semir

Defita Juliansyah

Kantor Bahasa Bengkulu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Page 2: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

ii

Amir Si Tukang Semir Penulis: Defita Juliansyah ISBN : 978-602-50957-5-7 Editor : Halimi Hadibrata, M.Pd. Penyunting : Hellen Astria, S.Pd. Desain Sampul dan Tata Letak: Defita Juliansyah & Riza Oktamarina Penerbit : Kantor Bahasa Bengkulu Redaksi : Jalan Kapuas 4 Nomor 9 Padang Harapan, Bengkulu 38225 Telepon 0736 5612999 Email: [email protected] Cetakan pertama, November 2017 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 3: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

iii

Kata Pengantar

Kementerian Pendidikan Nasional melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010) telah memberi arahan mengenai pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang terdiri atas delapan belas nilai pendiikan karakter, di antaranya religius, jujur, toleran, disiplin, dan kerja keras. Nilai-nilai pendidikan itu merupakan nilai kehidupan mengenai hak dan kewajiban sesuai kedudukan dan peran anak. Setiap anak Indonesia berkedudukan dan berperan sebagai individu, anggota keluarga, dan anggota masyarakat, serta warga negara dan warga dunia.

Semua nilai itu perlu ditanamkan sedini mungkin, kepada anak-anak Indonesia khususnya kepada anak SD/MI. Salah satu cara menanamkan nilai-nilai tersebut, yaitu melalui buku bahan bacaan anak. Karena itu, diperlukan upaya penyediaan bahan bacaan yang mengandung nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa tersebut.

Page 4: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

iv

Masyarakat Provinsi Bengkulu memiliki berbagai macam nilai kearifan lokal yang dapat membentuk karakter baik anak-anak sekolah dasar melalui buku bahan bacaan. Buku bahan bacaan, seperti buku cerita yang ada di tangan pembaca ini dapat menjadi sumber pengetahuan tentang pendidikan moral, sejarah, kebudayaan, adat-istiadat, dan alam lingkungan. Selain itu, dan dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi terbentuknya sikap dan kepribadian anak, serta terbentuknya dasar-dasar keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak di masa yang akan datang. Sayang sekali, bahan bacaan seperti itu masih terhitung langka. Karena itu, Kantor Bahasa Bengkulu menyelenggarakan sayembara penulisan buku bahan bacaan anak SD/MI se-Provinsi Bengkulu 2017 dengan tema sikap hidup dalam keluarga dan lingkungan sekitar.

Buku cerita yang sekarang berada di tangan Anda ini merupakan salah satu buku bahan bacaan anak SD/MI, hasil dari sayembara tersebut. Isi cerita dan cara penceritaan tentu saja sudah disesuaikan dengan sasran pembaca dan tema tersebut di atas.

Page 5: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

v

Latar cerita pun tentang khasanah manusia, alam, dan budaya masyarakat Provinsi Bengkulu. Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa penceritaan sesuai dengan sasaran pembaca, agar dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas, baik masyarakat Bengkulu maupun di luar Bengkulu. Dari buku cerita ini diharapkan dapat diambil pelajaran, pengetahuan, sikap, dan keterampilan hidup yang berguna bagi generasi pelapis perjuangan bangsa untuk membentuk karakter unggul sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat, serta warga Negara dan warga dunia yang baik.

Selamat membaca.

Karyono, S.Pd., M.Hum.

Kepala Kantor Bahasa Bengkulu

Page 6: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

vi

Daftar Isi Kata Pengantar III

Daftar Isi VI

Amir Si Tukang Semir 1

Biodata Penulis 50

Page 7: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

DEFITA JULIANSYAH

Amir

si Tukang Semir

Page 8: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

1

Amir, si tukang semir

Ini adalah sebuah kisah tentang seorang anak

bernama Amir. Hidupnya tak seberuntung teman-teman

sebayanya. Sejak berumur dua hari, ia telah dititipkan

kepada Pak Malim. Pak Malim adalah kerabat orang tua

Amir. Amir terpaksa dititipkan karena mereka tak

punya biaya menghidupi anaknya. Walau berat hati,

orang tua Amir harus ikhlas anaknya diasuh oleh orang

lain.

Saat Amir berumur 4 tahun, Pak Malim harus

pindah bekerja ke Bandung. Sedangkan Amir harus

dikembalikan kepada orang tua kandungnya. Seminggu

sebelum berangkat ke bandung, Pak Malim mencari

orang tua kandung Amir. Namun, orang tua kandung

Amir tidak ditemukan. Menurut warga desa, keduanya

meninggal saat banjir besar melanda tempat tinggal

mereka.

Page 9: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

2

Pak Malim pun bingung harus menyerahkan Amir

kepada siapa. Sedangkan ia telah berjanji akan

mengembalikan Amir kepada keluarga kandungnya

apabila Pak Malim tidak lagi tinggal di Bengkulu. Pak

Malim terus mencari keluarga Amir yang masih ada.

Menurut kepala desa, kakek Amir masih hidup. Saat ini

ia tinggal di Kota Bengkulu.

Mendapat kabar tersebut, Pak Malim langsung

pergi ke Kota Bengkulu. Di daerah pasar Panorama,

kakek Amir tinggal. Sewaktu Pak Malim tiba di sana,

Pak Malim langsung menyerahkan Amir kepada

kakeknya, Bunan. Sembari menitihkan air mata, Bunan

menceritakan kisah hidupnya yang malang. Banjir besar

yang melanda desanya dua tahun lalu melenyapkan

semua yang ia miliki. Termasuk kedua orangtua Amir.

Hingga akhirnya kini ia tinggal di Kota Bengkulu.

***

Page 10: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

3

Setelah mendengar cerita Bunan, Pak Malim pamit.

Amir yang telah diasuhnya selama 4 tahun terpaksa ia

tinggal. Amir sudah dianggap anak kandung oleh Pak

Malim. Namun begitu, Pak Malim harus ikhlas. Pak

Malim berjanji akan mengunjungi Amir apabila ada

kesempatan. Anak malang itu menangis sejadi-jadinya,

saat ditinggal oleh Pak Malim. Ia belum kenal siapa

Bunan. Walaupun Bunan adalah keluarga kandungnya,

tetapi Amir sudah terbiasa tinggal bersama Pak Malim.

Bunan memeluk cucunya. Namun Amir menggeliat,

seakan tak terima berpisah dengan Pak Malim. Amir

terus berteriak memanggil Pak Malim. Amir terus

meronta-ronta tidak ingin ditinggal.

***

Dua tahun berlalu...

Hari ini adalah hari yang spesial bagi Amir, sebab

hari ini ia mulai masuk sekolah. Sudah lama bocah ceria

Page 11: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

4

ini ingin sekolah. Tahun ini umurnya sudah cukup. Ia

bisa masuk sekolah. Hatinya amat gembira, diantar

kakeknya ke sekolah. Diantar sampai ke kelas. Saat

bertemu guru kelasnya, Amir langsung mencium tangan

gurunya. Sambil mengucap “Assalamualaikum”. Gurunya

pun menjawab “waalaikum salam” sambil tersenyum

manis. Hari pertama sekolah, Amir belajar membaca

dan menulis huruf.

***

Bel tanda pulang berbunyi. Semua siswa keluar

kelas sembari mencium tangan Bu Sanaria. Amir

memanggil “Kakek”

“Oh, cucuku. Sudah pulang rupanya?”

“Amir pikir kakek sudah pulang.”

“Belum, kan kakek menunggu Amir. Ya sudah ayo

kita pulang.”

***

Page 12: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

5

Esok harinya di sekolah...

Bel berbunyi. Tanda waktu istirahat. Amir merasa

lapar. Ia tidak sarapan tadi pagi. Ia tak punya uang

jajan. Amir memilih untuk menulis saja. Tak sadar,

bukunya yang tipis kini habis. Semua lembar sudah

tertulis huruf A dan B. Amir berhenti menulis.

Bel berbunyi lagi. Waktu istirahat telah berakhir.

Ibu Sanaria melanjutkan pelajaran hari itu.

***

Hari ini kakek tidak menjemput. Amir ingin

mengingat jalan pulang sendiri. Hari itu ia tidak pulang

ke rumah. Dia langsung mampir ke tempat kakeknya

bekerja. Bunan bekerja di pasar. Menjadi tukang sol

sepatu dan sendal.

“Kakek, aku pulang” Amir mencium tangan. “Wah,

cucu kakek sudah pulang. Amir lapar?” tanya Bunan.

“Iya kakek. Kakek sudah makan?” balas Amir.

Page 13: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

6

“Belum, kakek nunggu Amir. Amir mau makan apa?”

“Terserah kakek saja. Amir suka semua” jawab

Amir sambil tersenyum.

“Kalau begitu kita beli nasi telur saja ya. Biar bisa

2 bungkus.” Bujuk Bunan.

Amir masih memikirkan bukunya yang habis

terpakai. Sambil menunggu, Amir melihat dua orang di

dekatnya. Orang yang duduk di tanah itu, sedang

menyemir sepatu milik orang yang duduk di kursi.

Setelah menyemir, dapat uang.

Bunan kembali. Membawa satu kantong hitam.

Kantong itu berisi 2 bungkus nasi dan air minum. “Mir,

ayo kita makan” ajak Bunan. Bunan membuka satu

bungkus nasi. Satu bungkusnya lagi diberikan kepada

Amir.

“Kakek, boleh tidak aku makan berdua sama

kakek? Aku ingin disuapi kakek.” Kata Amir.

Page 14: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

7

“Tentu saja” jawab kakeknya. Dia tersenyum

melihat Amir.

“Kakek, tadi aku melihat orang itu membersihkan

sepatu. “Oh itu. Dia penyemir sepatu.” jelas Bunan

“Apa yang ada di dalam kotak itu kek?” sembari

menujuk ke arah kotak tukang semir yang ia lihat.

“Itu kotak semir. Isi nya sikat semir, pewarna

semir dan kain lap.” Jawab Bunan

***

Hari itu Amir mencari cara agar dapat membeli

buku. Ia harus mencari uang untuk membeli buku. Ia

ingat dengan tukang semir yang ia lihat tadi.

“Bagaimana kalau aku jadi tukang semir”. Selesai

makan, Amir bergegas pulang. Ia mencari kain lap di

rumah. Lalu pergi ke pasar. Ia sengaja pergi ke arah

yang berbeda dari tempat kerja kakeknya.

Page 15: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

8

Amir duduk di bawah pohon duri di pinggir jalan.

Terlihat seorang Bapak mengenakan sepatu kulit di

pasar. Sepatu Bapak itu kotor. Di pinggiran sepatunya

menempel tanah bercampur lumpur. Amir

memberanikan diri untuk bicara.

“Permisi, Pak. Sepatunya kotor. Mau saya

bersihkan?” tawar Amir

“Oh boleh. Ini” Bapak itu melepaskan sepatunya.

Amir membersihkan sepatu bapak itu dengan kain

lap miliknya “Ini Pak sepatunya. Maaf saya tidak semir

sepatu Bapak. Saya cuma bersihkan tanah dan

lumpurnya saja.” “Tidak apa-apa. Terima kasih, ya” kata

Bapak itu, lalu memberi uang. Amir tersenyum senang.

Akhirnya ia dapat membeli buku tulis baru. Amir lekas

pergi ke toko alat tulis. Membeli buku tulis baru.

***

Page 16: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

9

Hari mulai sore. Amir masih di pasar. Ia lelah

berjalan. Peluhnya bejatuhan. Hingga membasahi leher

bajunya yang lusuh. Ia berhenti di dekat warung sate.

Warung itu ramai sekali. Si tukang sate tampak

kerepotan. Bapak penjual sate sibuk mengipas sate dan

menyiapkan lontong. Sesekali melayani pembeli yang

baru memesan. Ada juga pembeli yang menunggu ingin

membayar sate. Piring kotor tampak menumpuk. Sesaat

Amir teringat nasehat Bunan, kakeknya. “Tolonglah

orang yang sedang kesusahan, dengan apa yang bisa

kamu lakukan”. Amir berniat membantu tukang sate itu.

Amir mencuci piring yang menumpuk. Walau tanpa

diminta.

Tukang sate itu terkejut dan menoleh ke arah

Amir. Dilihatnya Amir dari jauh sambil sedikit curiga.

Karena banyak pembeli yang menunggu, ia melanjutkan

Page 17: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

10

lagi mengipas sate. Tapi matanya terus melirik ke

belakang.

Hari semakin meredup. Waktu menunjukkan pukul

4:30 sore. Pembeli di warung sate juga sudah sepi.

Amir masih mencuci piring. Bapak tukang sate itu

memanggil Amir.

“Hei nak, ke sini dulu” panggilnya. Amir pun

mendekat.

“Siapa kamu?” sambung Bapak itu.“Amir pak.”

jawabnya

“Siapa yang suruh nyuci?”

“Emmm. Maaf pak, saya tidak izin masuk dan

mencuci piring Bapak” Amir merasa bersalah.

“Kok kamu mau nyuci piring-piring kotor Bapak?”

“Saya cuma mau bantu Bapak. Kata kakek, kita

harus bantu orang yang sedang susah. Maafkan saya

Pak”

Page 18: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

11

“Oh kalau begitu Bapak malah berterima kasih

sekali. Kamu sudah membantu pekerjaan Bapak.” Jawab

Bapak itu

Amir tersenyum. “Sama-sama pak.” balas Amir.

“Duduk dulu, Mir. Ini minumlah. Bapak siapkan sate

untukmu.” Tawar si tukang sate.

Amir duduk. Tak lama si tukang sate membawakan

sate untuk Amir. Satu porsi, tapi tusuk satenya ada

banyak. “Silakan dimakan.” Si Tukang sate ikut duduk

bersama Amir. “Nama Bapak Sito. Panggil saja Pak

Sito” sambungnya.

“Baik Pak Sito” jawab Amir sambil menyantap.

“Kamu dari mana Mir? Sampai berkeringat

begitu?” tanya Pak Sito.

“Tadi saya kelilling pasar. Nyari orang yang

sepatunya kotor. Tapi lama-lama capek juga, akhirnya

saya berhenti di sini.” Jelas Amir.

Page 19: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

12

“Amir tukang semir?” tanya Pak Sito lagi.

“Bukan, Pak. Cuma pembersih sepatu.” Jawab Amir.

“Sudah lama menjadi pembersih sepatu?” Pak Sito

penasaran

“Baru hari ini, Pak”

“Sekarang sudah hampir malam. Kalau begitu.

Pulanglah. Nanti kamu dicari. Besok mainlah ke sini

lagi.” Kata Pak Sito sambil memberikan sejumlah uang

kepada Amir. Tanpa pikir panjang Amir langsung

menerimanya. “Terima kasih, Pak.”

Amir pamit pulang. Saat di perjalanan ia berhenti

membeli alat semir. Ia ingin mulai menyemir sepatu.

Uang yang diberikan Pak Sito dibelikan semir dan sikat.

***

Setibanya di rumah, ternyata kakek belum pulang.

Amir segera menyimpan buku dan alat semir di dalam

tasnya. Lalu ia mandi dan mengganti baju. Kemudian

Page 20: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

13

membuka lagi buku tulisnya. Saat Bunan pulang dari

pasar. Amir masih belajar. “Bagaimana di sekolah?

Senang?” tanya kakek.

“Iya kek” Amir tersenyum senang.

“Belajar yang rajin, biar jadi polisi” kata Bunan.

***

Keesokan harinya, Amir dan teman-teman pulang.

Ia berjalan menuju pasar. Lalu berhenti di warung sate

Pak Sito. Suasana warung masih sepi. Amir mengganti

bajunya dan menitipkan tas di tempat Pak Sito. Pak

Sito mengajak Amir makan sate bersama.

“Kamu mau kemana Mir? Kenapa tidak pulang dulu?

Nanti kakekmu mencari.” Kata Pak Sito. “Tidak pak,

kakek lagi di pasar. Saya mau menyemir hari ini. Saya

sudah membeli alat semirnya kemarin. Amir tak sabar

ingin mencobanya.” Jawab Amir.

“Kalau begitu habiskan dulu satenya” kata Pak Sito

Page 21: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

14

“Iya,Pak, nanti Amir ke sini lagi”.

Sehabis makan, Amir menelusuri pasar. Ia mencari

orang yang ingin disemir sepatunya. Ia berjalan dari

toko ke toko. Keluar –masuk pasar, menawarkan jasa.

Tapi kebanyakan yang ia dapat hanya penolakan dan

senyuman lirih. Sudah lelah berjalan. Amir pun kembali

ke warung Pak Sito. Hari ini ia hanya dapat menyemir

satu sepatu.

Sembari membantu Pak Sito berjualan, Amir juga

menawarkan jasa semir kepada para pembeli sate.

Sebab pelanggan Pak Sito beragam. Ada pegawai,

tukang parkir, pedagang di pasar, polisi, hingga orang-

orang yang sedang belanja di pasar.

“Permisi pak. Mau saya semir sepatunya?”.

“Oh boleh” kata seorang Bapak berpakaian dinas.

Page 22: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

15

Amir mengeluarkan peralatan semirnya. Dan

menyodorkan sendal kepada si Bapak agar kakinya tidak

kotor.

Sementara Amir menyemir sepatu, pemilik sepatu

menikmati sate. Semakin sore, pelanggan Pak Sito

semakin ramai. Sampai-sampai Amir juga kebagian

untung.

Pak Sito menghampiri Amir yang sedang

menggenggam uang hasilnya menyemir.

“Dapat berapa Mir?”

“Ada 13 Pak”

“Wah, dapat banyak Mir. Jadi berapa uangnya?”

“Tidak tahu Pak. Pokoknya banyak”

Page 23: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

16

Amir sedang menyemir sepatu di warung sate Pak Sito

Page 24: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

17

Sore itu, Pak Sito menutup warungnya, piring-

piring yang kotor pun sudah dicuci oleh Amir. Pak Sito

bermaksud mengajak Amir pergi makan di rumah

makan. Dalam hati Amir, ia sangat ingin ikut Pak Sito.

Tapi ia takut kakeknya cemas. Ia memilih pulang saja.

Melihat seperti itu, Pak Sito masuk lagi ke warung.

Mengambil sesuatu. Tak lama ia keluar lagi. Pak Sito

memasukkan sesuatu ke saku baju Amir. Amir sedikit

terkejut. Amir merogoh sakunya. Ternyata uang.

Jumlahnya sangat banyak. “Terima saja, Nak. Bapak

ikhlas. Anggap saja ucapan terima kasih Bapak.” Amir

ingin menolak tapi tak bisa. Pak Sito langsung

menyuruhnya pulang. Karena sudah sore.

***

3 tahun berlalu, Amir kini sudah di kelas 4. Ia

selalu menjadi yang nomor satu di kelasnya. Menjadi

Page 25: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

18

bintang kelas. Ia juga semakin rajin belajar. Semua

buku yang ia punya sudah habis dibaca.

Sejak kelas 3 SD Amir sudah terbiasa meminjam

buku di perpustakaan sekolah. Terkadang ia juga

meminjam buku anak tetangga yang sama kelasnya.

Setiap malam Amir mencoba belajar dan mengerjakan

soal yang ada di buku-buku tersebut. Bunan pun tak

sungkan menemani Amir belajar.

Selama 3 tahun berlalu Amir terus merahasiakan

pekerjaannya dari Bunan. Ia selalu pulang ke warung

sate Pak Sito. Setiap pukul 5 sore Amir baru pulang.

Uang yang ia dapatkan disimpan dalam celengan. Pak

Sito yang ajarkan. Celengan-celengannya disembunyikan

di balik lipatan baju.

Malam itu Amir memeriksa celengannya. Sudah

berjajar 3 celengan di balik lipatan baju. Tak muat lagi

jika harus ditambah menjadi 4 celengan. Diambilnya

Page 26: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

19

dua celengan dan satunya ia tinggalkan. Dua celengan

itu ia masukan ke dalam tas sekolahnya.

Setelah semua pekerjaannya selesai, Amir bersiap

untuk pergi. Tak lupa ia membawa tasnya yang berisi 2

buah celengan. Setelah siap, Amir memeriksa kompor

dan jendela. Semua aman. Ia berangkat dan tak lupa

mengunci pintu rumah.

Tengah hari di kota Bengkulu sangat panas. Amir

dan teman-teman baru selesai mengerjakan tugas

kelompok. Amir berjalan pulang sendiri. Di pasar, Amir

berhenti di warung Pak Sito. Melihat Pak Sito sudah

selesai memasak sate. Amir mengambil tasnya. Ia

mengeluarkan 2 buah celengan yang ia bawa. Pak Sito

menyarankan untuk menyimpan uang itu di bank.

“Besok kita buatkan buku tabungan untukmu.

Bapak akan menemanimu membuatnya. Besok sepulang

sekolah kamu ke sini dulu. Bantu Bapak menutup warung

Page 27: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

20

sebentar. Kemudian kita ke bank bersama. Setelah dari

bank baru kita ke warung lagi.” “Baik Pak. Kalau begitu,

Amir titip celengan ini ya pak” ujar Amir.

***

Pagi yang cerah. Udara terasa sejuk. Hari ini

adalah hari pembagian rapor. Amir bersiap pergi.

Setiap hari pembagian rapor Amir selalu ditemani

Bunan. Dan setiap hari itu juga Amir libur menyemir.

Hari ini Amir akan menerima rapor hasil belajarnya

selama di kelas 5. Amir sudah berpakaian rapi. Tapi

Bunan belum bangun. Amir memanggil kakeknya itu.

Bunan tampak kurang sehat. Mukanya pucat.

Karena ini hari yang penting bagi Amir, maka ini juga

hari yang penting untuk Bunan. Sakit ini tak seberapa

baginya. Setelah semua siap, mereka berangkat ke

sekolah.

Page 28: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

21

Setiba di gerbang sekolah, muka Bunan semakin

pucat. Badannya lesu. Suhu badannya panas. Bibir Bunan

kering. Tiba-tiba saja Bunan jatuh. Amir pun terkejut.

Dia berteriak sejadi-jadinya.

“Kakek! Toloooong! Kakek! Tolong kakek saya!”

Warga di sekitar mengangkat Bunan. Amir

menangis tersedu melihat kakeknya. Bunan langsung

dibawa ke puskesmas terdekat. Dari puskesmas

langsung dirujuk ke rumah sakit. Amir terus menangis

melihat kakeknya.

Di warung sate, Pak Sito dapat kabar kalau

kakeknya Amir masuk rumah sakit. Mendengar kabar

tersebut Pak Sitobergegas ke rumah sakit.

Amir hanya menangis dari tadi. Bunan, kakeknya

tak kunjung sadar. Pak Sito yang baru tiba di rumah

sakit langsung memeluk Amir. Tak lama dokter pun

keluar. Mengabarkan bahwa Bunan sudah sadar. Ia

Page 29: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

22

meminta Pak Sito untuk segera mengurus

administrasinya.

Amir melihat kakeknya. Bunan sudah sadar. Amir

baru lega. Perawat meminta Amir membelikan roti

untuk Bunan.

Pak Sito menemani Amir membeli roti dan sekalian

mengurus administrasi rumah sakit. Pak Sito

menanggung semua biaya rumah sakit Bunan.

Amir mendekati Bunan dengan membawa roti dan

minuman. Bunan menoleh dan memanggil Amir. Bunan

masih memikirkan rapor amir.

“Bapak istirahatlah dulu. Nanti saya akan

mengambilkan rapor Amir. Makanlah dulu roti ini” Pak

Sito menyela.

“Terima kasih. Anak ini siapa?” tanya Bunan.

Page 30: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

23

“Saya Sito, Pak. Saya penjual sate di pasar. Amir

anak yang baik. Ia sudah saya anggap sebagai anak

saya” ujar Pak Sito.

Sambil makan Bunan memegang tangan Amir dan

juga berbincang dengan Pak Sito. Sejak itu Bunan baru

tahu kalau Amir sering ke warung Pak Sito sepulang

sekolah.

Saat ngobrol bersama, Pak Sito tak sengaja

menceritakan tentang pekerjaan Amir sebegai

penyemir. Bunan terkejut, saat tahu kalau cucunya

menyemir sepatu sepulang sekolah. Pak Sito pun merasa

bersalah, karena membuka rahasia Amir. Dengan

gelagapan, Pak Sito berusaha menjelaskan. “Maaf, Pak.

Jangan marah dulu kepada cucu bapak. Ia melakukan

semua itu karena ingin belajar mandiri. Tak ingin terus

membebani kakeknya.”

Page 31: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

24

Mata Bunan berkunang-kunang. Antara sedih,

marah dan haru. Namun Amir tak ingin kakeknya sedih.

“Maafkan Amir kek. Amir tidak akan menyemir lagi bila

kakek tidak izinkan.” Sejenak, suasana hening. Bunan

meneteskan air mata. Tak berkata apa-apa.

***

Sekarang Amir tidak hanya menyemir di pasar

saja, tapi juga di masjid-masjid. Bunan tak bisa

melarang lagi. Itu sudah keinginan Amir. Bunan juga

sering sakit akhir-akhir ini. Bunan hanya bisa

menyemangati Amir. Ia juga tak lupa untuk terus

memberi nasehat kepada cucu semata wayangnya itu.

***

Suatu hari, saat sedang menunggu waktu ashar di

masjid. Amir bertemu seorang polisi. Polisi itu duduk di

depan masjid. Ia juga sedang menunggu waktu ashar.

Amir pun menawarkan jasanya kepada polisi itu.

Page 32: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

25

Sambil menyemir, Amir banyak bertanya. “Nama

Bapak, Wahyu ya?” kata Amir

“Iya. Kamu baca papan nama Bapak ya?” kata polisi

“Iya. Bapak bekerja di mana?” tanya Amir.

“Di Polda, Nak. Namamu siapa?” tanya Pak Wahyu

balik

Page 33: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

26

“Amir pak”

“Sudah sekolah?”

“Iya pak. Sekarang kelas 8.” Jawab Amir bangga

“Wah sudah hampir SMA juga ya. Badanmu kecil.

Tak tampak seperti sudah SMP” goda Pak Wahyu. Amir

pun tertawa.

“Kamu tidak takut melihat Bapak?” tanya Pak

Wahyu lagi

“Kenapa harus takut pak?” Amir balas bertanya

“Biasanya anak-anak sering takut dengan polisi

berbadan besar dan tinggi seperti Bapak”

“Tidak, Pak. Malah saya mau jadi polisi seperti

Bapak”

“Bagus sekali” Pak Wahyu tersenyum bangga.

“Kalau ingin jadi polisi, kamu harus pintar.

Berbadan tinggi dan besar. Kamu harus tegas dan

Page 34: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

27

tegap. Coba kamu berdiri” pinta Pak Wahyu. Amir pun

berdiri.

“Kamu masih kurang tinggi. Badanmu juga masih

kurang berisi. Harus banyak makan yang bergizi. Harus

sering olah raga” godanya sambil tertawa dan

memegang lengan Amir.

“Oh ya Amir, Kenapa menjadi penyemir? Kamu

tidak malu sama teman-temanmu?”

“Tidak, Pak. Pekerjaan ini tidak salah. Dan hanya

ini yang bisa saya lakukan untuk membantu kakek.”

Jawab Amir

“Kakek? Kamu tinggal bersama kakekmu?”

“Iya pak”

“Orang tuamu mana?”

“Mereka sudah tiada pak”

“Maaf, bukan maksud Bapak membuatmu sedih.

Berapa umur kakekmu?”

Page 35: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

28

“82 tahun pak”

“Masih bekerja?”

“Iya. Dia menjadi tukang sol sepatu di pasar”

“Rumahmu di mana?”

“Kontrakan kami di jalan manggis pak”

“Ini Pak, sepatunya. Sudah selesai” Amir

memberikan sepatu Pak Wahyu. Pak Wahyu

memberikan uangnya ke Amir.

***

Seminggu ini Pak Wahyu rutin shalat di masjid itu

tiap Ashar. Setiap menunggu waktu ashar ia memanggil

Amir dan meminta Amir menyemirkan sepatunya.

Mereka akrab. Sesekali bercanda.

Pak Wahyu menanyakan kabar kakek Amir.

Ternyata si kakek sedang sakit. “Bapak ingin menjenguk

kakekmu. Tapi Bapak tidak tahu yang mana

kontrakanmu. Bisa antar bapak?”

Page 36: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

29

“Siap Pak” Amir berdiri dan mengangkat tangannya

memberi hormat. Pak Wahyu pun tertawa.

***

Sejak sore Pak Sito sudah ada di rumah Amir. Pak

Sito menemani Bunan, menyiapkan makanannya dan

membantu Bunan jika ingin ke belakang. Pak Sito sudah

menganggap Bunan seperti Bapaknya sendiri. Pak Sito

selalu datang ke rumah jika Bunan sakit. Dia menemani

Bunan sampai setelah shalat Isya. Sebelum pulang, Pak

Sito biasanya makan bersama Amir dan Bunan. Mereka

sudah menjadi keluarga. Selesai makan barulah ia

pulang.

“Assalamu’alaikum” Amir pulang

“Wa’alaikum salam” jawab Bunan dan Pak Sito

Pak Sito membuka pintu. Ada dua orang di depan

pintu. Amir dan seorang polisi.

“Ini siapa, Mir?” tanya Pak Sito

Page 37: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

30

“Ini Pak Wahyu Pak. Dia ingin menjenguk kakek”

jawab Amir. Mereka masuk. Pak Sito pun menyambut

dengan baik.

“Silakan masuk pak!” sambut Pak Sito.

Mereka berjabat tangan. Pak Wahyu memberikan

buah yang ia bawa ke Pak Sito. Bunan pun ikut duduk di

depan. Mereka saling memperkenalkan diri. Lalu

berbincang. Seusai berbincang, mereka makan bersama.

***

Sudah beberapa bulan berlalu. Amir sedang

mengikuti ujian kenaikan kelas. Keinginan Amir untuk

menjadi polisi semakin kuat. Sebisa mungkin Amir

mengikuti saran dari Pak Wahyu. Ia sering berolah

raga. Setiap selesai salat Subuh Amir keluar untuk

berlari. Ia juga sebisa mungkin mengatur makanan yang

ia makan.

Page 38: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

31

Pak Wahyu sesekali mengajak Amir ke rumahnya.

Isteri Pak Wahyu juga suka kepada Amir. Amir anak

yang rajin, sopan dan taat beribadah.

Hingga pada hari itu, Pak Wahyu berkunjung ke

rumah Bunan. Amir sedang mengikuti ujian di sekolah.

Hanya ada Bunan di rumah. Sakit Bunan semakin sering

kambuh. Umurnya yang sudah tua membuat daya tahan

tubuhnya semakin berkurang.

“Assalamu’alaikum” Pak Wahyu sambil mengetuk

pintu rumah. Tak terdengar jawaban.

“Mungkin sedang tidak ada orang di rumah” pikir

Pak Wahyu.

Tiba-tiba “wa’alaikum salam” terdengar jawaban

dari dalam rumah. Bunan membuka pintu rumah. Pak

Wahyu pun dipersilakan masuk. Saat itu lah Pak Wahyu

menyampaikan niatnya.

Page 39: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

32

“Begini, Pak. Saya lihat Amir sangat ingin menjadi

polisi. Saya melihat usaha kerasnya. Saya berniat ingin

membantu cucu Bapak. Saya ingin membantu

mewujudkan cita-citanya. Saya ingin mengajak ia untuk

tinggal di rumah saya.” Jelas Pak Wahyu kepada Bunan

Tampaknya Bunan tidak tega melepas Amir. Pak

Wahyu terus mencoba membujuk Bunan. Karena

memikirkan cita-cita Amir, Bunan pun dengan berat

hati melepaskan Amir ke Pak Wahyu.

Sepulang sekolah Bunan pun memberi tahu Amir.

Pak Wahyu ingin mengangkat Amir menjadi anaknya. Ia

juga memberi pesan kepada Amir agar jangan pernah

meninggalkan shalat. Amir diantarkan Bunan ke rumah

Pak Wahyu.

***

Page 40: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

33

Sejak hari itu Amir tinggal di rumah Pak Wahyu.

Dia memanggil Pak Wahyu “ayah” dan memanggil isteri

Pak Wahyu “ibu”.

Amir juga dikenalkan dengan Pak Santo. Pak Santo

adalah adik Pak Wahyu. Dia adalah seorang tentara.

Sejak di rumah Pak Wahyu, Amir tak lagi

diperbolehkan menyemir sepatu. Walau terkadang Amir

masih mencuri waktu menyemir sepatu.

***

Saat Amir kelas 9, kebiasaannya mencuri-curi

waktu menyemir menjadi kenangan indah. Hari itu Pak

Wahyu sedang bertugas di pasar panorama. Tugas

pengamanan. Amir tahu orang nomor 1 di Indonesia

berkunjung ke Bengkulu. Presiden Indonesia Pak Joko

Widodo. Walau takut ketahuan oleh Pak Wahyu, tapi

Amir penasaran. Ingin berjumpa presiden. Ia berangkat

ke pasar Panorama. Mampir sebentar di rumah Bunan.

Page 41: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

34

Saat iring-iringan mobil tiba. Amir ikut bersama

kerumunan. Namun tubuhnya yang kecil tak sanggup

menembus banyaknya orang. Semua berkumpul, ingin

berjabat tangan. Atau hanya sekadar melihat dari

dekat sang Presiden. Tubuh Amir terdorong. Ia

berusaha melompat-lompat. Hanya terlihat sedikit.

Benar! Itu Joko Widodo. Presiden Indonesia. Pemimpin

yang dikenal dekat dengan rakyatnya.

Akhirnya Amir menyerah. Ia kembali ke warung

Pak Sito. Ia kecewa. Keinginannya untuk berjabat

tangan dengan Presiden tak tercapai.

Tapi tak lama...

Warung Pak Sito mendadak ramai. Amir dan Pak

Sito pun kaget. Belum sadar apa yang terjadi. “Jokowi!

Jokowi! Pak Presiden!” teriak orang-orang. Rupanya

sang Presiden lapar. Ia mampir ke warung sate Pak

Sito. Jokowi menjabat tangan Pak Sito, kemudian

Page 42: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

35

menjabat tangan Amir. Lalu memesan sate untuk makan

siang. Pak Sito masih terdiam mematung. Tak menduga

hal tersebut terjadi. Amir juga sama. Wajahnya

berkeringat dingin. “Pak satenya ya” kata Jokowi. “iy...

iya... Pak. Siap laksanakan!” Pak Sito bergerak cepat.

Mengajak amir mengipas sate dan memotong ketupat.

Amir sangat gembira. Bagai mimpi baginya bertemu dan

bejabat tangan langsung dengan presiden RI ke-7.

Kenangan yang tak pernah ia lupakan.

***

Kini Amir sudah duduk di bangku SMA. Sudah

hampir ujian kelulusan. Niatnya untuk menjadi polisi

seperti Pak Wahyu, Bapak angkatnya akan segera

tercapai. Amir akan ikut seleksi menjadi perwira polisi.

Semakin hari, Amir semakin tak sabar. Dia sangat ingin

mewujudkan cita-citanya.

Page 43: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

36

Pak Wahyu menyuruh Amir berlatih bersama Pak

Santo. Amir cemberut. Karena takut jika harus

berlatih bersama Pak Santo. Apalagi Pak Santo jarang

sekali tersenyum. Sekali bicara, akan membuat orang

ketakutan. Tapi tidak ada pilihan selain berlatih

bersama Pak Santo.

“Besok Ayah ajak Paman Santo ke rumah. Jadi

mulai besok kamu berlatih sama dia.”

***

Keesokan harinya, sepulang sekolah. Pak Santo

sudah berdiri di depan pintu. Menunggu Amir pulang.

Amir seakan ragu mau pulang. Tiba-tiba...

“Amir!” panggil Pak Santo

“Iya paman” Amir berlari kecil masuk ke dalam

rumah. Amir mengganti pakaian kaos olahraga.

“Sudah makan?” Tanya Pak Santo

“Su...su...sudah paman” Amir gugup

Page 44: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

37

Amir ikut Pak Santo ke lapangan tenis di seberang

jalan. Hari masih sedikit panas. Tak lupa Amir

membawa minum dalam botol.

Amir disuruh menggerakkan tubuhnya untuk

pemanasan. Mulai dari kepala, bahu, tangan, pinggang,

hingga kaki. Kemudian diperintahkan untuk berlari

mengelilingi lapangan tenis.

Amir langsung lari. Ia berlari pelan. Supaya tidak

kelelahan. Tapi nampaknya Pak Santo tidak suka dengan

gaya lari Amir. “Amir! Angkat kakinya lebih tinggi!”

Amir mengangkat kaki lebih tinggi, hingga Amir

berlari marathon. “Lebih cepat!” kata Pak Santo.

Amir berlari semakin cepat. Sudah sekitar dua

belas putaran. Amir mulai ngos-ngosan berlari.

Amir ingin sekali berhenti, tapi Pak Santo tak

mengizinkan. Tenggorokan Amir terasa kering.“Minum

saja. Tapi jangan berhenti”

Page 45: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

38

Amir minum sambil berlari. Keringat mulai

mengucur dari pori-pori kulitnya. Baju olahraganya pun

basah kuyup. Penuh dengan bau keringat.

Entah sudah berapa puluh kali Amir mengelilingi

lapangan tenis itu. Tapi belum ada tanda-tanda Pak

Santo menyuruh Amir berhenti. Amir sudah mulai

kelelahan.

Amir semakin merasa tersiksa. Lututnya sudah

gemetar.Telapak kakinya mulai sakit. Jantungnya

bedegup cepat. Pandangannya berkunang-kunang.

Seakan tak mampu lagi, Amir tetap berlari

sempoyongan. Tiba-tiba...

“Berhenti!”

Amir terkaget dan langsung berhenti. Amir tak

mampu lagi duduk. Ia membaringkan badannya di

lapangan. Lutut dan paha Amir sakit. Nafasnya

tersendat-sendat.

Page 46: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

39

Pandangan Amir gelap. Aliran darah yang mengalir

ke sekujur tubuhnya terasa deras. Keringat pun

berjatuhan. Hingga membasahi sudut lapangan tenis

itu.

“Hebat juga kamu. Mampu keliling lapangan tenis

100 kali” kata Pak Santo.

Amir masih terbaring. Nafasnya sudah mulai

teratur.Tapi paha dan lututnya masih sakit. Amir

perlahan mengangkat badannya. Ia bangun dengan

susah payah karena kelelahan.

“Kita pulang” kata Pak Santo.

Tapi Amir belum berdiri. Ia masih duduk. Amir tak

sanggup berdiri. Pak Santo menopang tubuh Amir agar

berdiri. Amir berdiri. Mereka pulang.

***

Page 47: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

40

Keesokan harinya...

“Amir! Bangun!” suara teriakan datang dari depan

pintu kamar Amir. “Jangan jadi pemalas!Ayo bangun!”

Bangunlah Amir. Ia berjalan dengan sedikit

terpincang. Ternyata Pak Santo sudah datang. Karena

hari minggu. Jadi mereka latihan dari pagi.

Amir ke kamar mandi, mencuci muka dan berganti

pakaian. Ia pakai baju olah raga lainnya. Lalu, Amir

melakukan pemanasan di depan rumah.

“Ayo ikut paman” kata Pak Santo. Pak Santo

langsung berlari kecil.

Amir ikut berlari tapi dengan terpincang-pincang.

Ia masih merasa sakit di lutut dan pahanya. Mereka

bukan ke lapangan tenis. Tapi berlari menyusuri jalan.

Sudah lumayan jauh Amir berlari mengikuti Pak

Santo. Nafas Amir mulai ngos-ngosan lagi. Tapi Pak

Santo tidak. Nafasnya masih teratur.

Page 48: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

41

Melihat Pak Santo yang semangat, Amir juga

tambah semangat. Rasa takutnya terhadap Pak Santo

sudah berkurang. Semua instruksi yang diberikan Pak

Santo diikuti oleh Amir.

Minuman yang dibawa Amir sudah hampir habis.

Tapi Pak Santo belum juga mengajaknya berhenti. Amir

memandang ke depan. Pantai! Amir dan Pak Santo sudah

sampai pantai Panjang. Tak terasa jauhnya, tiba-tiba

sudah di pantai.

Di pantai Pak Santo mengajak Amir berhenti.

Sembari beristirahat, Pak Santo bercerita. Bagaimana

dulunya ia bisa jadi tentara.

Pak Santo dulu juga berasal dari keluarga

sederhana. Bersama Pak Wahyu, Pak Santo berniat

mewujudkan cita-cita. Mereka selalu berlatih bersama.

Tapi Pak Wahyu tak sekuat dan setangguh Pak Santo.

Page 49: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

42

Namun kerena keinginan yang kuat, akhirnya mereka

dapat menggapai cita-cita.

Setelah itu mereka pulang. Amir cemberut. Ia

pikir sudah selesai lelahnya. Tetapi ternyata belum

juga. Masih harus berjalan pulang.

***

Tiga bulan lamanya Amir berlatih bersama Pak

Santo. Sampai-sampai badannya mengurus. Dari Pak

Santo, Amir belajar banyak hal. Didikan dan pelatihan

yang keras membuat Amir menjadi lebih tangguh. Ia

belajar tentang bagaimana menguatkan tekad,

bermimpi dan menggapai mimpi. Belajar lebih sabar,

karena hasil yang baik tidak bisa didapat dengan cara

instan. Dan yang paling penting, belajar disiplin.

***

Amir sudah menyelesaikan Ujian Nasional di

tingkat Sekolah Menengah Atas. Dua hari lagi tes

Page 50: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

43

kepolisian dibuka. Latihan Amir semakin ditingkatkan.

Bahkan waktu libur ujian, Amir masih sibuk dengan

latihan fisik. Push up, sit up, lari keliling lapangan dan

angkat beban.

Apalagi Pak Santo semakin keras melatih,

membuat Amir merasa jenuh. Ia rindu kakeknya. Ingin

dipeluk kakeknya. Amir memberanikan diri, minta izin

kepada Pamannya, Pak Santo. “Paman, boleh tidak saya

tidak latihan hari ini?”

“Memangnya ada apa? Kamu sakit?”

“Tidak, Paman. Aku rindu kakek. Aku mau

menjenguknya”

“Cengeng sekali. Pokoknya jangan kemana-mana

sebelum tes kepolisian!” Pak Santo bicara dengan nada

lantang.

“Tapi, Paman. Aku rind...”

“Tidak usah menjawab. Lanjutkan latihan!”

Page 51: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

44

Amir tidak menjawab. Wajahnya pucat murung. Ia

melanjutkan latihan.

***

Malam itu, Amir tak bisa tidur. Ia memikirkan

kakeknya. Bagaimana keadaannya. Ia keluar dari kamar.

Suasana sepi, Pak Wahyu belum pulang. Waktu sudah

pukul 9 malam. Amir tak lagi tahan. Ingin bertemu

kakek.

Amir masuk kamar, dan mengambil tas sekolahnya.

Ia pergi tanpa pamit. Menemui kakeknya. Untung,

malam itu masih ada angkot menuju panorama. Ia

berangkat sendirian. Di angkot itu juga sepi. Sang sopir

tak bicara padanya. Suasana senyap. Hanya suara

knalpot angkot yang terdengar. Amir memeluk tasnya.

Untuk mengurangi rasa dingin malam itu.

Ia tiba di panorama. Rumah kontrakan kakeknya

tampak sepi. Amir segera turun dari angkot. Mengetuk

Page 52: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

45

pintu rumah Bunan. Tok...tok...tok... “Asalamualaikum.

Kakek! Ini Amir.” Namun belum ada tanda-tanda dari

dalam rumah. Amir memanggil lagi “Asalamualaikum,

Kek. Ini Amir. Kakek ada di dalam?”

“Waalaikum salam.” Bukan Bunan yang keluar.

“Oh, Pak Sito. Kakek ada di dalam?”

“Amir? Mari masuk. Kakekmu ada. Ia sedang tidur”

Pak Sito mengajak Amir masuk. Pak Sito heran, ada apa

gerangan Amir datang malam-malam.

“Ada apa, Mir? Kok malam-malam begini datang?”

“Tidak ada, Pak. Aku cuma rindu kakek. Rasanya

aku tidak pernah serindu ini padanya sebelumnya.

Bagaimana keadaan kakek , Pak?” Amir sambil mengelus

tangan keriput kakeknya.

“Mir, Kakekmu sakitnya semakin parah. Sudah dua

hari bapak menemaninya di sini. Bapak mau ajak ke

rumah sakit, tapi kakekmu tidak mau. Dia juga rindu

Page 53: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

46

kamu, Mir. Bapak mau menjemputmu kemarin, tapi

kakekmu melarang. Katanya jangan ganggu kamu. Dia

mau kamu fokus untuk tes kepolisian. Dia mau kamu

berhasil. Karena cuma kamu satu-satunya keluarga yang

ia punya.”

Tiba-tiba...

“Amir...” suara serak Bunan terdengar.

“Kakek? Ini Amir, Kek”

“Kamu ....” suara kakeknya terhenti. Tampak ia

meahan rasa sakit.

“Kakek?” Amir pun cemas. “Pak, kita bawa saja

kakek ke rumah sakit sekarang!” Karena khawatir, ia

tak mau membuang waktu. Pak Sito segera mencari

angkot di depan gang. Setelah mendapatkan angkot.

Bunan segera dibawa ke rumah sakit.

Saat di perjalanan menuju rumah sakit, Bunan

sempat berkata “Kakek baik-baik saja. Kamu jangan

Page 54: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

47

khawatir. Ini sudah biasa. Kamu harus siapkan diri

untuk tes polisi.”

Nafas Bunan semakin cepat-pendek. Ia

menyerengit menahan sakit. Amir memeluknya

sepanjang perjalanan. Tak henti-henti memegang

tangannya.

Setiba di rumah sakit, ia langsung dibawa ke ruang

Unit Gawat Darurat (UGD). Pak Sito segera mengurus

segala administrasi. Dokter segera menangani Bunan.

***

Keluarga Pak Wahyu sibuk mencari Amir. Mereka

bingung. Amir tak pernah pergi tanpa pamit. Pak Wahyu

segera mencari ke rumah Pak Santo. Ternyata tak ada.

“Amir pasti ke rumah kakeknya.” Kata Pak Santo.

Mereka menuju rumah Bunan. Setibanya di sana.

Tak ada orang. Seorang tetangga memberi tahu bahwa

Page 55: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

48

Bunan dibawa ke rumah sakit. Tak menunggu lama. Pak

Wahyu dan Pak Santo menyusul.

Tampak di depan ruang UGD Pak Sito duduk lesu.

Mereka segera ke dalam. Amir meringkuh sambil

menangis. “Kakek, ayah!”

“Innalillahi wa-ina ilaihi raji’un”

***

Sejak kepergian Bunan, Amir menjadi murung. Tes

kepolisian gagal diikuti. Ia tak ada semangat untuk

melanjutkan cita-citanya. Pak Santo yang tegas pun tak

bisa memaksanya untuk bangkit. Ia tak pernah keluar

rumah selain berziarah.

Jum’at itu. Pak Sito datang menemui Amir. Kondisi

Amir semakin menyedihkan. Ia berusaha bicara dengan

Amir. Hingga sampai pada cerita tentang Bunan.

“Mir, kakekmu malam itu selalu menyebut namamu,

sebelum kau tiba di rumahnya. Ia ingin bapak berjanji

Page 56: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

49

untuk selalu menjagamu dan membantumu agar menjadi

polisi, cita-citamu. Jika ia masih hidup, dia pasti

melakukan apapun agar kamu menjadi polisi. Dia pasti

bangga sekali jika kau melanjutkan cita-citamu.

Sekarang sudah waktunya kamu membuatnya bangga.

Berhentilah meratap!”

Perlahan, Amir berusaha bangkit kembali. Ia

kembali latihan dan mendaftarkan diri menjadi perwira

muda. Serangkaian tes berhasil diselesaikan. Ia pun

diterima dan menjadi polisi. Ia persembahkan itu untuk

Bunan.

Page 57: Amir Si Tukang Semir Defita Juliansyah - Kemdikbud

50

Biodata Penulis

Defita Juliansyah, duta bahasa 2013. Berdasarkan

KTP lahir di Kelobak, Kabupaten Kepahiang Tanggal 11

Juli 1994. Muslim tulen dari lahir. Belajar menulis sejak

bekerja di Media Massa TVRI Bengkulu dan Bengkulu

Ekspress TV. Pernah beberapa kali menulis cerpen, dan

pernah juga menang di beberapa lomba. Penulis saat ini

masih aktif bekerja di BETV. Nomor ponsel yang bisa

dihubungi 081367763207