Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN MITIGASI RISIKO PADA
RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN) BERAS DI KECAMATAN
KUNDURAN BLORA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik
Oleh :
RILVA DENI
D 600 140 075
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
ii
iii
1
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN MITIGASI RISIKO PADA RANTAI
PASOK (SUPPLY CHAIN) BERAS DI KECAMATAN KUNDURAN
BLORA
Abstrak
Kabupaten Blora merupakan salah satu kabupaten penghasil beras terbesar
di provinsi Jawa Tengah. Kurangnya kesadaran para pelaku yang terlibat dalam
jaringan rantai pasok beras dalam melakukan pengolahan hasil pertanian
menyebabkan nilai produk yang dihasilkan kurang maksimal, maka dari itu dalam
penelitian ini akan dilakukan perhitungan nilai tambah menggunakan metode
Hayami pada setiap mata rantai pasok beras, hal lain yang diperhatikan adalah
gangguan dan risiko yang dapat menghambat proses rantai pasok beras. Salah satu
metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko adalah metode House of
Risk. Dari hasil perhitungan yang dilakukan mata rantai dengan nilai tambah
terbesar didapat oleh pedagang besar dengan nilai tambah sebesar Rp.1.316
dengan rasio nilai tambah sebesar 18% serta nilai komulatif risiko sebesar 17%,
sementara mata rantai dengan nilai tambah terkecil adalah petani dengan nilai
tambah sebesar Rp.603 dengan rasio nilai tambah sebesar 12% serta nilai
komulatif risiko sebesar 37%. Untuk identifikasi risiko yang dilakukan terdapat
18 kejadian risiko yang disertai dengan 33 agen risiko, dari agen risiko tersebut
terpilih 3 agen risiko dengan nilai ARP tertinggi untuk dilakukan proses mitigasi
risiko, 3 agen risiko tersebut dilakukan proses perancangan strategi mitigasi risiko
dan diperoleh 8 rancanagan strategi untuk mengatasi risiko yang terjadi.
Kata Kunci : Rantai Pasok, Managemen Risiko, Beras, Nilai Tambah, HOR
Abstract
Blora Regency is one of the largest rice producing districts in the province
of Central Java. The lack of awareness of the actors involved in the rice supply
chain network in processing agricultural products causes the value of the product
to be produced to be less than optimal, therefore in this study the calculation of
value added using the Hayami method in each rice supply chain, another thing to
note is the disruption and risk that can hinder the rice supply chain process. One
method used to identify risks is the House of Risk. From the results of
calculations carried out by the chain with the largest added value obtained by
wholesalers with an added value of Rp.1,316 with a ratio of added value of 18%
and a cumulative risk value of 17%, while the chain with the smallest added value
is a farmers with added value of Rp.603 with a value added ratio of 12% and a
cumulative risk value of 37%. For risk identification carried out there are 18 risk
events accompanied by 33 risk agents, from the risk agent selected 3 risk agents
with the highest ARP value to carry out the risk mitigation process, 3 risk agents
carried out the process of designing risk mitigation strategies and obtained 8
strategy plans for overcome the risks that occur
Keywords: Supply Chain, Risk Management, Rice, Value Added, HOR
2
1. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari 3 kebutuhan pokok yang
saling berkaitan, yaitu kebutuhan sandang, pangan dan papan.dari segi kebutuhan
pangan, negara Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia dengan
penduduknya bermata pencarian sebagai seorang petani. Beras merupakan
komuditas penting bagi perekonomian negara Indonesia, selain sebgai makanan
pokok, kegiatan produksi beras dan aktivitas lainya menyangkut 60% penduduk
Indonesia.
Sebagai salah satu kabupaten penghasil beras terbesar di provinsi Jawa
Tengah, kabupaten Blora selayaknya untuk mengembangkan sektor pertanian
padi guna meningkatkan sektor ekonomi masyarakat kabupaten Blora, karena
tanaman padi merupakan sektor andalan bagi masyarakat Blora terutama di daerah
pedesaan. Salah satu kecamatan penghasil beras di kabupaten Blora adalah
kecamatan Kunduran, memiliki luas wilayah 12.789 Ha, yang terdiri dari tabah
sawah seluas 5.554,590 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 65.947 jiwa. Pada
tahun 2014 produksi padi di kecamatan Kunduran mencapai 54.338 ton dan terus
meningkat pada tahun berikutnya.
Produksi beras memegang peranan penting untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat kabupaten Blora. Kurangnya kesadaran petani dan mata rantai setelah
petani terhadap nilai produk yang dihasilkan perlu dilakukanya peningkatan
terhadap nilai produk serta risiko yang sering di hadapi oleh jaringan-jaringan
yang terlibat pada rantai pasok beras tersebut serta kurangnya data dan informasi
mengenai aliran informasi, barang dan keuangan pada masing-masing jaringan
yang terlibat dalam rantai pasok beras di kecamatan Kunduran. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk: (i) mengetahui proses aliran produk, informasi dan
keuangan pada rantai pasok beras di kecamatan Kunduran, Blora, (ii) menghitung
nilai tambah pada setiap elemen rantai pasok beras di kecamatan Kunduran, Blora,
(iii) menganalisis nilai tambah dan memberikan rekomendasi untuk
meningkatkan nilai tambah petani beras, (iv) mengidentifikasi risiko supply chain
beras di kecamatan Kunduran, Blora Jawa Tengah dan mitigasi risiko.
3
2. METODE
Proses pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara langsung terhadap
petani, penebas, pedagang besar beras, serta pedagang eceran dan menggunakan
kuesioner untuk mengetahui data-data yang diperlukan dalam perhitungan nilai
tambah dan identifikasi risiko pada masing-masing jaringan yang terlibat. Adapun
prosedur perhitungan nilai tambah Hayami dapat di lihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Rumus Perhitungan Nilai Tambah
Keluaran (Output), Masukan (Input), dan Harga
1 Output/produk total A
2 Input bahan baku B
3 Tenaga kerja C
4 Faktor konversi D = A/B
5 Koefisien Tenaga Kerja E = C/B
6 Harga Output F
7 Upah rata-rata tenaga kerja G
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga input bahan baku H
9 Sumbangan input lain I
10 Nilai output J = D x F
11 a. Nilai tambah
b. Rasio nilai tambah
K = J-I-H
L (%) = (K/J) x 100%
Metode selanjutnya yang digunakan dalam menganalisis dan mitigasi
risiko yang terjadi pada jaringan rantai pasok beras yaitu metode House of Risk
(HOR). Berikut merupakan tahapan-tahapan dalam metode House of Risk (HOR).
HOR 1 merupakan tahap identifikasi risiko serta nilai keparahanya, identifikasi
agen risiko dan nilai keseringan, penentuan korelasi antara risiko dan agen risiko
serta menghitung nilai sggregate risk potential (ARP). Adapun tabel House of
Risk (HOR) 1 dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
4
Tabel 2. House of Risk 1 (HOR 1)
Business
Processes
Risk Event
(Ei)
Risk Agent
(Aj)
Severity of
Risk Event
(Si)
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7
Plan E1 R11 R12 R13 S1
E2 S2
Source E3 R21 R22 S3
E4 S4
Make E5 R31 S5
E6 S6
Deliver E7 S7
E8 S8
Return E9 S9
Accurrence of Agent j O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7
Aggregate Risk Potential j AR
P1
AR
P2
AR
P3
AR
P4
ARP
5
ARP
6
ARP
7
Priority rank of agent j
Tahap selanjutnya yaitu fase House of Risk 2 (HOR 2) yaitu: (i)
menentukan rangking nilai ARP tertinggi untuk dijadika penyebab risiko, (ii)
mengananisis langkah proactive action yang relevan untuk mencegah agen risiko,
(iii) menentuka korelasi pada masing-masing PA dan agen risiko, (iv) mentukan
nilai koefisien masing-masing PA, (v) menentukan drajat kesulitan (Dk), (vi)
menghitung rasio total efektifitas dengan tingkat kesulitan, (vii) memberikan nilai
prioritas pada PA yang paling efektif untuk mengurangi risiko sesuai kemampuan.
Tabel 3 House of Risk 2 (HOR 2)
To be Treated Risk Agen Aggregate Risk
Potentials
(A) PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 (ARP)
A1 ARP1
A2 ARP2
A3 ARP3
A4 ARP4
Total effectiveness of action k TE1 TE2 TE 3 TE4 TE5
Degree of difficulty performing
action k
D1 D2 D3 D4 D5
Effectiveness to difficulty ratio ETD1 ETD2 ETD3 ETD4 ETD5
Rank of priority R1 R2 R3 R4 R5
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Identifikasi Jaringan Rantai Pasok Beras
Model jaringan rantai pasok beras di kecamatan Kunduran, Blora terdiri dari 4
mata rantai yaitu petani padi, mata rantai penebas padi, mata rantai pedagang
besar beras serta yang terakhir mata rantai pedagang eceran. Model jaringan rantai
pasok beras di kecamatan Kunduran dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Petani PenebasPedagang Besar
(Gudang)Pedagang Eceran Konsumen
Gambar 1 Model Jaringan Rantai Pasok Terpilih
Struktur rantai pasok beras model 1 yang dapat dilihat pada gambar 1
merupakan struktur jaringan rantai pasok yang sering digunakan bahkan sudah
menjadi pilihan utama masyarakat di kecamatan Kunduran, Blora. Alur dari
struktur rantai pasok beras model 1 dimulai dari petani, petani melakukan
penanaman benih, proses pertumbuhan dan perkembangan hingga masa panen
akan tiba. Penebas melakukan tawar menawar harga padi dengan petani, penebas
kemudian melakukan proses pemanenan padi dan kemudian akan dikirim ke
pedagang besar (Gudang). Setelah padi sampai ke pedagang besar (Gudang), padi
akan dilakukan proses pengeringan selama kurang lebih 2-3 hari, setelah padi
kering kemudian dilakukan penggilingan sehinggaa menjadi beras, beras
kemudian di kirim ke pedagang eceran yang ada di kecamatan Kunduran dan
sekitarnya. Pedagang eceran akan menjual berasnya kepada konsumen di pasar
tradisional yang ada di kecamatan Kunduran dan sekitarnya.
3.2 Analisis Perhitungan Nilai Tambah
Perhitungan nilai tambah dilakukan dengan menggunkan metode Hayami,
perhitungan tersebut dilakukan untuk mengetahui nilai tambah terbesar hingga
terkecil dari jaringan rantai pasok di kecamatan Kunduran, Blora. Terdiri dari 15
petani, 4 penebas padi, 1 pedagang besar beras dan 4 pedagang eceran. Hasil
analisis dan perhitungan dapat dilihat pada penjelasan selanjutnya. Adapun hasil
perhitungan nilai tambah hayami pada rantai pasok beras di kecamatan Kunduran
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
6
Tabel 4. Perhitungan Nilai Tambah Hayami Rantai Pasok Beras
Tabel 5. Rasio Nilai Tambah
Dari hasil perhitungan nilai tambah diketahui bahwa rasio nilai tambah
terbesar adalah pedagang besar dengan nilai rasio sebesar 18% disusul mata rantai
penebas dengan persentase sebesar 17% kemudian mata rantai pedagang eceran
sebesar 16% dan petani padi sebesar 12%. Pada tabel 5 diketahui bahwa nilai
tambah terbesar adalah pedagang besar dengan nilai tambah sebesar Rp. 1.316
disusul mata rantai penebas dengan nilai tambah sebesar Rp. 907 kemudian mata
rantai pedagang eceran sebesar Rp. 1.793 dan petani sebesar Rp. 603
3.3 Analisis Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan identifikasi gejala
risiko yang ditimbulkan dari beberapa faktor baik faktor internal maupun faktor
internal dalam kaitanya dengan aliran barang dalam rantai pasok beras. Tahapan
Mata Rantai Nama Nilai Tambah (Rp) Rata rata Persentase Luas (Ha)
Sodikin 848Rp 0,25
Kasnuri 329Rp 0,25
Priyanto 632Rp 0,25
Gareng 813Rp
Junaidi 767Rp
Damari 1.089Rp
Imam 960Rp
Pedagang Besar KUD Klokah 1.316Rp 1.316Rp 18%
Konik 1.985Rp
Suwarno 1.987Rp
Sarijah 1.719Rp
Ningsih 1.483Rp
Rp 603 Petani
16%
12%
17%Penebas 907Rp
Rp 1.793 Pengecer
No Mata Rantai Rata-rata Rasio
1 Petani 603Rp 12%
2 Penebas 907Rp 17%
3 Pedagang Besar 1.316Rp 18%
4 Pedagang Eceran 1.793Rp 16%
7
awal yang dilakukan dalam identifikasi risiko dapat dilakukan dengan teknik
wawancara terhadap responden guna mengetahui penyebab dari risiko yang
ditimbulkan serta nilai severity dan occurance dari kejadian risiko dan agen risiko
(risk agent). Hasil identifikasi risiko yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 6
berikut.
Tabel 6. Hasil identifikasi Risiko Rantai Pasok Beras
Untuk mengetahui risiko yang paling dominan pada rantai pasok beras di
kecamatan Kunduran maka harus menghitung nilai ARP (Aggregate Risk
Potential) dengan menggunakan matrik HOR 1. Penentuan nilai ARP didasarkan
pada korelasi antara kejadian risiko dengan agen risiko. Berikut merupakan hasil
perhitungan menggunakan matrik HOR 1 yang dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Kejadian Risiko Petani Kode saverity Risk Agent Kode Occurance
Kurang adanya alat untuk melindungi bibit padi yaitu jaring A1 5
Lahan pembibitan dekan dengan perkampungan warga A2 4
Curah hujan pada saat pembibitan tinggi A3 6
Tanggul pada irigasi jebol A4 6
Kurangnya perawatan yaitu obat pembasmi rumput A5 5
Kekurangan air sehinngga rumput tumbuh di tanaman A6 5
Pada saat pertumbuhan kurang asupan air A7 7
Banyak hama yang menyerang yaitu, kresek, sundep dan beluk A8 6
Permainan harga dari tengkulak A9 5
Cuaca yang tidak menentu A10 6
Kejadian Risiko Penebas Kode saverity Risk Agent Kode Occurance
Terlalu lama proses pengiriman A11 5
Cuaca pada saat pemanenan panas A12 5
Salah perhitungan A13 7
Kurang ketelitian saat pengecekan padi A14 6
Gabah petani yang terkadang jelek kualitasnya A15 6
Pedagang besar yang sering mempermaikan harga gabah A16 4
Kejadian Risiko Pedagang Besar Kode saverity Risk Agent Kode Occurance
Hanya ada pada saat musim tanam padi A17 7
Kurangnya pasokan gabah dari luar daerah A18 5
Perawatan kurang baik A19 5
Pemakaian yang terus menerus A20 4Biaya transportasi pengiriman yang semakin
mahalE11 6 Naiknya harga bahan bakar minyak A21 4
Permintaaan beras yang menurun A22 5
Keterlambatan pengiriman beras A23 5
Beras yang digemari sering terlambat A24 7
Pedagang eceran beralih pelanggan A25 5
Usaha di cabut oleh pemerintah E14 7 Karena mempermainkan harga pasar A26 5
Kejadian Risiko Pedagang Eceran Kode saverity Risk Agent Kode Occurance
Kesulitan mencari jenis beras di daerah terdekat A27 4
Permintaan dari pedagang eceran lainya yang juga banyak A28 5
Kurangnya komunikasi antara pedagang eceran dan pedagang besar beras A29 3
Unsur kesengajaan dari pedagang besare beras A30 3
Banyak dihutang oleh para pelanggan dalam jumlah banyak A31 4
Jangka pembayaran yang lama A32 7
Beras rusak jika lama tidak laku E18 4 Minat pelanggan yang kurang terhadap jenis beras tertentu A33 7
5
5
6
6
7
8
6
6
Kekurangan pelanggan E13
6
6
Bibit padi tumbuh kurang baik karena
banyak dimakan hewanE1
Bibit terkena banjir dari pemukiman E2
8
6
Bobot gabah menyusut E6
Kerugian akibat salah perkiraan E7
Pertumbuhan padi terhambat oleh
pertumbuhan rumput yang lebatE3
Bobot padi kurang sempurna dan kualitas
menurunE4
Harga padi yang naik turun E5
7
6
6
Harga gabah yang tidak menentu E8
Pasokan gabah yang akan giling tidak terjadi
sepanjang waktuE9
Keterlambatan Stok beras yang banyak
dinikmatiE15
Kesalahan dalam pengiriman jenis beras
tertentuE16
Modal usaha sering kali terhambat E17
Mesin penggilingan sesekali rusak E10
Biaya simpan gudang yang tinggi E12
8
Tabel 7. Matrik House of Risk 1
Dari perhitungan matrik HOR 1 diatas diketahui sebanyak 3 agen risiko
diperoleh nilai ARP tertinggi. Agen risiko tersebut dihitung menggunakan teori
diagram Pareto yang dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
Gambar 2. Diagram Pareto Agen Risiko Tertinggi
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27 A28 A29 A30 A31 A32 A33
E1 Bibit padi tumbuh kurang baik karena banyak dimakan hewan 9 9 8
E2 Bibit terkena banjir dari pemukiman 1 3 1 6
E3 Pertumbuhan padi terhambat oleh pertumbuhan rumput yang lebat 9 3 1 7
E4 Bobot padi kurang sempurna dan kualitas menurun 1 1 9 9 1 6
E5 Harga padi yang naik turun 3 3 1 1 6
E6 Bobot gabah menyusut 9 1 1 7
E7 Kerugian akibat salah perkiraan 9 3 8
E8 Harga gabah yang tidak menentu 3 1 9 3 6
E9 Pasokan gabah yang akan giling tidak terjadi sepanjang waktu 3 3 6
E10 Mesin penggilingan sesekali rusak 9 3 5
E11 Biaya transportasi pengiriman yang semakin mahal 3 6
E12 Biaya simpan gudang yang tinggi 9 3 1 5
E13 Kekurangan pelanggan 3 3 1 6
E14 Usaha di cabut oleh pemerintah 3 3 3 7
E15 Keterlambatan Stok beras yang banyak dinikmati 1 9 9 6
E16 Kesalahan dalam pengiriman jenis beras tertentu 9 3 6
E17 Modal usaha sering kali terhambat 9 9 6
E18 Beras rusak jika lama tidak laku 9 4
Occurance 5 4 6 6 5 5 7 6 5 6 5 5 7 6 6 4 7 5 5 4 4 5 5 7 5 5 4 5 3 3 4 7 7
Aggregate Risk Potential 360 312 108 36 345 135 427 324 285 180 315 35 504 144 402 156 42 90 225 60 72 255 75 126 115 105 240 270 162 54 216 378 252
5 9 24 32 6 21 2 7 10 17 8 33 1 20 3 19 31 26 15 29 28 12 27 22 23 25 14 11 18 30 16 4 13Priority
Kejadian RisikoKode SaverityAgen Resiko
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27 A28 A29 A30 A31 A32 A33
E1 Bibit padi tumbuh kurang baik karena banyak dimakan hewan 9 9 8
E2 Bibit terkena banjir dari pemukiman 1 3 1 6
E3 Pertumbuhan padi terhambat oleh pertumbuhan rumput yang lebat 9 3 1 7
E4 Bobot padi kurang sempurna dan kualitas menurun 1 1 9 9 1 6
E5 Harga padi yang naik turun 3 3 1 1 6
E6 Bobot gabah menyusut 9 1 1 7
E7 Kerugian akibat salah perkiraan 9 3 8
E8 Harga gabah yang tidak menentu 3 1 9 3 6
E9 Pasokan gabah yang akan giling tidak terjadi sepanjang waktu 3 3 6
E10 Mesin penggilingan sesekali rusak 9 3 5
E11 Biaya transportasi pengiriman yang semakin mahal 3 6
E12 Biaya simpan gudang yang tinggi 9 3 1 5
E13 Kekurangan pelanggan 3 3 1 6
E14 Usaha di cabut oleh pemerintah 3 3 3 7
E15 Keterlambatan Stok beras yang banyak dinikmati 1 9 9 6
E16 Kesalahan dalam pengiriman jenis beras tertentu 9 3 6
E17 Modal usaha sering kali terhambat 9 9 6
E18 Beras rusak jika lama tidak laku 9 4
Occurance 5 4 6 6 5 5 7 6 5 6 5 5 7 6 6 4 7 5 5 4 4 5 5 7 5 5 4 5 3 3 4 7 7
Aggregate Risk Potential 360 312 108 36 345 135 427 324 285 180 315 35 504 144 402 156 42 90 225 60 72 255 75 126 115 105 240 270 162 54 216 378 252
5 9 24 32 6 21 2 7 10 17 8 33 1 20 3 19 31 26 15 29 28 12 27 22 23 25 14 11 18 30 16 4 13Priority
Kejadian RisikoKode SaverityAgen Resiko
9
Nilai ARP dengan prioritas tertinggi akan dilakukan proses perancangan
mitigasi risiko guna menanggulangi risko yang terjadi pada jaringan rantai pasok
beras. Berikut merupakan agen risiko yang akan dilakukan perancanagan mitigasi
risiko yang dapat dilihat pada tabel 8 berikut.
Tabel 8 Agen Risiko Terpilih
3.4 Mitigasi Risiko
Strategi perancangan mitigasi risiko digunakan untuk memberikan perbaikan
terhadap agen risiko terpilih dari perhitungan HOR 1. Dalam melakukan mitigasi
risiko tersebut diharapkan dapat meminimalisir terjadinya risiko. Adapun strategi
perancangan aksi mitigasi risiko dappat dilihat pada tabel 9 berikut.
Tabel 9. Strategi Perancangan Mitigasi Risiko
Pada tahap selanjutnya yaitu membuat perancangan strategi risiko
berdasarkan HOR tahap 2 yang terdiri dari 8 mitigasi risiko yang diperoleh dari 3
agen risiko terpilih. Perencangan strategi risiko digunakan untuk meminimalisir
terjadinya risiko yang dapat menghambat proses rantai pasok beras di kecamatan
Kunduran, Blora. Strategi perancanaan mitigasi risiko pada rantai pasok beras
dapat dilihat pada tabel 10 berikut.
Agen Resiko Ai ARP % %Komulatif
Salah Perhitungan Penebasan A13 504 8 8
Pada saat Pertumbuhan kurang asupan Air A7 427 6 14
Gabah Petani yang Kualitasnya Jelek A15 402 6 20
Agen Resiko Kode
PA1
PA2
PA5
Aksi Mitigasi
Salah Perhitungan Penebasan
Gabah Petani yang Kualitasnya
Jelek
Pembuatan embung penadah air hujan
Membuat sumur bor di setiap lahan pertanian
Membuat irigasi yang mengalir dan terjaga
Pada saat Pertumbuhan kurang
asupan Air
Memilih dengan detail padi yang akan di tebas
PA3
PA4
PA6
PA7
PA8
Melakukan perhitungan hasil panen dengan detail
Melakukan pengecekan terhadap kondisi padi
Memisahkan padi yang kualitas jelek dan bagus
Harus memperhitungkan keuntungan padi yang kualitasnya
jelek
10
Tabel 10 Matrik House of Risk 2 Strategi Mitigasi Risiko
Hasil yang didapat pada pengolahan House of Risk 2 dapat diketahui
urutan prioritas perancangan strategi mitigasi risiko. Berikut merupakan urutan
dari prioritas aksi mitigasi yang telah dilakukan yang dapat dilihat pada tabel 11
Tabel 11 Hasil Strategi Mitigasi Risiko
Berdasarkan pengolahan menggunakan matrik HOR 2 diperoleh aksi
mitigasi dengan rangking prioritas tertinggi adalah aksi mitigasi dengan
melakukan perhitungan hasil panen dengan detail dengan nilai ETDk sebesar
1323, sementara untuk aksi mitigasi dengan rangking prioritas terkecil adalah aksi
mitigasi membuat irigasi yang mengalir dan terjaga degan nilai ETDk sebesar
281. Aksi mitigasi risiko yang telah dilakukan diharapkan mampu mengurangi
dan meminimalisir terjadinya risiko pada jaringan rantai pasok beras yang berada
di kecamatan Kunduran, Blora serta memperlancar aliran barang, jasa maupun
keuangan pada jaringan rantai pasok beras di kecamatan Kunduran, Blora
PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7 PA8
Salah Perhitungan Penebasan 9 3 588
Pada saat Pertumbuhan kurang asupan Air 9 3 3 468
Gabah Petani yang Kualitasnya Jelek 9 3 3 427
TEk 5292 1764 4212 1404 1404 3843 1281 1281
Dk 4 3 5 4 5 4 3 4
ETDk 1323 588 842 351 281 961 427 320
Prority 1 4 3 6 8 2 5 7
ARPAgen RisikoStrategi Perancangan
Aksi Mitigasi ETDk Ranking Priority
Melakukan perhitungan hasil panen dengan detail 1323 1
Memilih dengan detail padi yang akan di tebas 961 2
Pembuatan embung penadah air hujan 842 3
Melakukan pengecekan terhadap kondisi padi 588 4
Memisahkan padi yang kualitas jelek dan bagus 427 5
Membuat sumur bor di setiap lahan pertanian 351 6
Harus memperhitungkan keuntungan padi yang kualitasnya jelek 320 7
Membuat irigasi yang mengalir dan terjaga 281 8
11
4. PENUTUP
Dari hasil perhitungan nilai tambah dengan metode Hayami maupun identifikasi
risiko dan mitigasi risiko dengan metode House of Risk pada rantai pasok beras di
kecamatan Kunduran Blora didapat kesimpulan sebagai berikut:
1) Terdapat 4 jaringan rantai pasok beras yaitu petani padi, penebas padi,
pedagang besar beras, serta pedagang eceran. Serta teridentifikasi aliran
produk, informasi dan keuangan dari rantai pasok beras.
2) Mata rantai dengan rasio nilai tambah terbesar adalah pedagang besar dengan
nilai rasio sebesar 18% disusul mata rantai penebas dengan persentase sebesar
17% kemudian mata rantai pedagang eceran sebesar 16% dan petani padi
sebesar 12%.
3) Mata rantai dengan nilai komulatif risiko tertinggi yaitu petani dengan
persentase sebesar 37%, sementara untuk nilai komulatif terkecil diperoleh
mata rantai pedagang besar dengan nilai komulatif sebesar 17%.
4) Identifikasi risiko jaringan rantai pasok beras diperoleh kejadian risiko
sebanyak 18 dan agen risiko sebanyak 33, serta terpilih 3 agen risiko dengan
nilai ARP tertinggi tang akan dilakukan proses mitigasi risiko.
5) Mitigasi yang dilakukan menghasilkan 8 rancangan strategi aksi mitigasi
risiko guna meminimalisir terjadinya risiko yang menghambat jaringan rantai
pasok.
DAFTAR PUSTAKA
Ari Nurjayanti, I. E. (2016). Pendapatan Dan Manfaat Usahatani Padi Organik Di
Kabupaten Pringsewu. Journal Agribisnis Pertanian, 4(2), 126–133.
Aries, M., & Martianto. (2008). Peningkatan Nilai Tambah dan Strategi
Pengembangan Usaha Pengolahan Salak Manonjaya. Journal of Biological
Sciences, 6(1), 208–215. https://doi.org/10.1108/00346651311327927
Budiman, C., Massie, J., & Wullur, M. (2015). Identifikasi Desain Jaringan
Manajemen Rantai Pasok Kopra di Kota Manado. Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 3(2), 65–76. Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/8356
12
Budiman, V. E. (2013). Evaluasi Kinerja Supply Chain Pada UD. Maju Jaya Di
Desa Tiwoho Kabupaten Minahasa Utara. Journal of Chemical Information
andModeling,53(9),1689–1699.
Kristanto, B. R., & Hariastuti, N. L. P. (2014). Aplikasi Model House of Risk (
Hor ) untuk Mitigasi Risiko pada Supply Chain Bahan Baku Kulit. Jurnal
Ilmiah Teknik Industri, 13(2), 1–10.
Laudine, H. (2007). Manajemen Risiko dan Aksi Mitigasi untuk Menciptakan
Rantai Pasok yang Robust. Supply Chain Management, 53–64.
Mahbubi, A. (2013). Model Dinamis Supply Chain Beras Berkelanjutan.
Jurnal Manajemen Dan Agribisnis, 10(2), 81–89.
Ngamel, A. K. (2012). Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut Dan Nilai
Tambah Tepung Karaginan Di Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku
Tenggara. Jurnal Sains Terapan Edisi II, 2(1), 68–83.
Prabowo, S. (2006). Pengolahan dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisik dan Kimia
serta Kualitas Beras. Jurnal Teknologi Pertanian, 1(2), 43–49.
Sari, P. N., & Nurmalia, R. (2013). Manajemen Rantai Pasok Pada Rantai Pasok
Berjaring Beras Organik. Forum Agribisnis, 3(2), 1–18. Retrieved from
http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/fagb/article/viewFile/8868/6941