21
Tugas Keperawatan Anak II Asuhan Keperawatan Appendisitis AkutDisusun Oleh: Anis Khilya K. Laily (06060018 ) Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Apendicitis Acut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Apendicitis Acut

Tugas

Keperawatan Anak II

“Asuhan Keperawatan Appendisitis Akut”

Disusun Oleh:

Anis Khilya K. Laily (06060018 )

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MALANG

2009

Page 2: Apendicitis Acut

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendicitis akut adalah suatu keadaan yang sering terjadi yang membutuhkan

operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosisnya sulit pada anak-anak, merupakan factor

yang memberikan angka perforasi 30-60%. 50% anak dengan appendicitis perforasi

diketahui oleh dokter sebelum diagnosis. Resiko untuk perforasi terbanyak pada usia 1-4

tahun (70-75%) dan terendah pada remaja (30-40%), yang insiden tertingginya menurut umur

adalah pada masa anak. Kesulitan dalam membedakan dari penyebab nyeri perut lazim lain

dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas yang menyertai perforasi pada appendicitis

merupakan perhatian klinis penting dokter ahli anak.

Insiden appendicitis bayi dan anak sampai berumur 2 tahun terdapat 1%, umur 2-3

tahun terdapat 15%, frekuensi mulai menanjak setelah umur 5 tahun dan mencapai puncak

berkisar 9-11 tahun. Sekitar 80.000 anak pernah menderita appendicitis di Amerika Serikat

setiap tahun, angkanya 4 per 1000 anak di bawah usia 14 tahun. Appendicitis jarang pada

Negara ketiga yang dietnya kaya akan serat. Namun, tidak ada hubungan sebab akibat antara

diet kaya serat dengan appendicitis. Kejadian appendicitis meningkat dengan bertambahnya

umur, memuncak pada remaja dan jarang terjadi pada anak kurang dari usia 1 tahun.

Kecenderungan dalam keluarga untuk terjadi appendicitis pernah dilaporkan. Laki-laki lebih

banyak, pengelompokkan kasus terjadi, dan kasus terjadi lebih sering di musim gugur dan

semi.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan appendicitis akut

1.2.2 Tujuan Khusus

Memahami pengertian appendicitis akut.

Untuk mengerti dan memahami etiologi appendicitis akut.

Untuk mengerti dan memahami patologi appendicitis akut

Untuk mengerti dan memahami patofisiologi appendicitis akut

Page 3: Apendicitis Acut

Untuk mengerti dan memahami gejala klinik appendicitis akut

Untuk mengerti dan memahami diagnosis appendicitis akut

Untuk mengerti dan memahami pemeriksaan pencitraan appendicitis akut

Untuk mengerti dan memahami pengobatan appendicitis akut

Untuk mengerti dan memahami komplikasi appendicitis akut

Page 4: Apendicitis Acut

BAB II

TINJAUAN TEORI

APENDICITIS ACUT

2.1 Konsep Dasar Kasus

1. Pengertian

Apendisitis akut adalah suatu keadaan yang sering terjadi yang membutuhkan

operasi kegawatan perut pada anak.

Apendisitis akut adalah pada vermiform appendiks (kelenjar buntu yang terdapat

di akhir caecum)

2. Etiologi

Pada penelitian, ligasi (obstruksi) apendiks menyebabkan peningkatan mencolok

tekanan intralumen, yang dengan cepat melebihi tekanan darah sistolik. Pada awalnya

kongesti darah vena memburuk menjadi thrombosis, nekrosis, dan perforasi. Secara

klinis, obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Obstruksi ini disebabkan

oleh pengerasan bahan tinja (fekolit). Bahan yang mengeras ini bisa mengapur, terlihat

dalam foto rontgen sebagai apendiks kolik (15-20%). Obtruksi akibat dari edema mukosa

dapat disertai dengan infeksi virus atau bakteri (yersinia, salmonella, shigella) sistemik.

Mucus yang tidak normal terkesan sebagai penyebab meningkatnya insiden apendisitis

pada anak dengan kistik fibrosis. Tumor karsinolit, benda asing, dan askaris jarang

menjadi penyebab apendisitis.

3. Patologi

Perubahan patologi pada apendisitis memburuk melalui 3 fase. Pada mulanya

dengan obstruksi lumen, kongestif vena memburuk menjadi iskemia mukosa, nekrosis,

dan ulserasi. Infasi bakteri dengan infiltrate radang menembus semua lapisan dinding

apendiks menandai fase kedua. Organisme dapat dibiakkan dari permukaan serosa

sebelum perforasi secara mikroskopis. Akhirnya, nekrosis dinding menyebabkan

perforasi dan kontaminasi peritoneum. Perforasi ini biasanya terjadi pada ujung apendiks

distal dari obstruksi fekolit.

Kelanjutan dari perforasi, kontaminasi mikrobiologis tinja mungkin terbatas pada

pelvis atau fossa iliaca kanan dengan omentum dan lengkung usus halus yang berdekatan

Page 5: Apendicitis Acut

atau mungkin menyebar diseluruh rongga peritoneum. Anak kecil mengalami

perkembangan omentum yang buruk dan perforasi local biasanya tidak dapat dibatasi.

Infasi bakteri vena mesenterika bias menyebabkan sepsis vena porta (pileflebitis) dan

selanjutnya pembentukan abses hati. Proses radang yang disertai dengan perforasi bisa

berlanjut dengan obstruksi usus dan illeus paralitik.

4. Patofisiologi

Appendicitis disebabkan mula-mula oleh karena sumbatan lumen. Obstruksi

lumen appendicitis oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia jaringan limfoid

submukosa. Faeses yang terperangkap dalam lumen appendiks mengalami penyerapan air

dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Hal tersebut dapat

menimbulkan keluhan sakit disekitar umbilicus serta epigastrium, nausea dan muntah.

Proses selanjutnya adalah invasi kuman E. choli dan spesibakterioles dari lumen ke

lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke peritoneum parietalis,

terjadilah peritonitis local kanan bawah yang diikuti mulai naiknya suhu tubuh.

Page 6: Apendicitis Acut

Obstruksi akut aliran sekresi mukosa (dibendung)

Tekanan di lumen apendiks meningkat

Inkompresi pembuluh darah

Ischemia

Necrose menyebabkan perforasi dan pecah

Fecal dan bakteri keluar ke rongga peritonium

Radang meluas secara cepat di rongga abdomen (peritonitis)

Gangguan: obstruksi ileus mengakibatkan gangguan kehilangan cairan ekstraseluler maka terjadi ketidakseimbangan elektrolit

yang menyebabkan hypovolemik syok

Kematian

Gangguan rasa nyaman nyeri

Resiko infeksi Gangguan keseimbangan

cairan (dehidrasi)

Operasi Resiko cedera b/d anastesi Cemas b/d lingkungan asing Resiko gangguan keseimbangan cairan (puasa) Resiko infeksi sekunder Nyeri b/d luka operasi Perubahan proses famili

Page 7: Apendicitis Acut

5. Gejala Klinik

Gejala umumnya adalah kolik abdomen dan tegang pusat nyeri terlokalisir di peri

umbilical biasanya menurun di kuadran kanan bawah (titik Mc. Burney). Nyeri hebat

menetap dan terlokalisir. Nyeri akan bertambah jika melakukan gerakan mengendarai

sepeda. Jika nyeri mulai timbul maka disertai dengan mual, muntah dan anoreksia. Pada

anak gejala lain adalah diare, infeksi saluran nafas bagian atas, letargi, irritable dan tidak

suka makan. Suhu tubuh mencapai 39 derajat celcius dan suara bising usus tidak ada jika

perforasi.

6. Diagnosis

Aspek yang terkait riwayat yang menyokong diagnosis appendicitis meliputi

mulainya nyeri sebelum muntah dan diare, kehilangan nafsu makan, berpindahnya nyeri

dari periumbilikus ke kuadran kanan bawah, dan nyeri bertambah berat saat perjalanan ke

tempat praktek atau rumah sakit. Appendicitis yang tidak terobati berlanjut dengan

perforasi dalam 48-72 jam, karenanya, lamanya gejala sangat penting dalam

mengintepretasi tanda fisik dan dalam menentukan strategi pengobatan. Pemeriksaan

fisik harus dimulai dengan inspeksi tingkah laku anak dan keadaan perutnya. Anak

dengan appendicitis sering bergerak perlahan dan terbatas, membungkuk ke depan, dan

sering dengan sedikit pincang. Anak tersebut akan memegang kuadran kanan bawah

dengan tangan dan enggan naik ke meja periksa.

Auskultasi bisa menunjukkan suara usus normal atau hiperaktif pada appendicitis

dini diganti dengan suara usus hipoaktif ketika memburuk menjadi perforasi. Palpasi

abdomen harus dilakukan dengan lembut setelah pelaporan dan dibantu dengan selingan

berbicara atau bantuan orang. Tanda fisik yang paling penting pada appendicitis adalah

nyeri tekan menetap pada saat palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus. Jika anak takut

atau agitasi saat pemeriksaan sebelumnya maka otot perut mungkin tegang keseluruhan,

membuat intepretasi temuan ini tidak dimungkinkan. Perkusi jari dengan lembut pada

semua kuadran merupakan pemeriksaan yang lebih baik dari iritasi peritoneum berulang

pada semua kelompok umur tetapi terutama pada anak yang takut.

Setelah pemeriksaan difokuskan pada perut, pemeriksaan bagian tubuh lain yang

cermat termasuk telinga, membrane mukosa, paru-paru, dan kulit, untuk tanda penyakit

Page 8: Apendicitis Acut

lain harus dilakukan. Perhatian yang cermat harus diberikan untuk mengenali syok karena

sepsis, dehidrasi atau keduanya.

7. Pemeriksaan pencitraan

Pemeriksaan pencitraan yang mungkin membantu dalam mengevaluasi anak

dengan kecurigaan appendicitis adalah foto polos perut atau dada, enema barium, dan

kadang-kadang CT scen. Temuan appendicitis pada foto perut meliputi apendikolit yang

mengalami klasifikasi, usus halus yang distensi atau obstruksi, dan efek massa jaringan

lunak. Kadang-kadang apabila pemeriksaan klinis tidak meyakinkan, diagnosis bias

dibantu dengan enema barium atau CT scen perut. Temuan pada enema barium adalah

temuan pengaruh massa pada sekum karena proses radang dan lumen appendiks tidak

terisi atau terisi sebagian. CT scen perut kadang-kadang bisa membantu dalam mencari

komplikasi perforasi dengan abses dalam perut yang multiple.

8. Pengobatan

Anak dengan appendicitis perforate membutuhkan persiapan prabedah minimal

dengan cairan intravena dan antibiotic. Appendiktomi harus dilakukan dalam beberapa

jam setelah diagnose ditegakkan dan biasanya dikerjakan dengan insisi kuadran kanan

bawah. Jika appendiks telah perforasi, terutama dengan peritonitis menyeluruh, resusitasi

cairan yang cukup dan antibiotic spectrum luas mungkin diperlukan beberapa jam

sebelum appendiktomi. Pengisapan nasogastrik harus digunakan jika ada muntah yang

berat dan perut kembung.

Antibiotic harus mencakup organism yang sering ditemukan (bakteroides,

Escherichia coli, klebsiella, dan pseudomonas spesies). Regimen yang sering digunakan

secara intravena adalah ampisilin (100 mg/kg/24 jam), gentamisin (5 mg/kg/24 jam), dan

klindamisin (40 mg/kg/24 jam), atau metronidazole (flagyl) (30 mg/kg/24 jam).

Appendiktomi dikerjakan dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum, dan antibiotic

diteruskan sampai 7-10 hari. Kadang-kadang abses yang terlokalisasi akan dialirkan

dengan cara terbuka atau perkutan dan jadwal appendiktomi sebagai tindakan efektif

kedua dalam 4-6 minggu. Sebaliknya appendicitis non-perforata, perjalanan pasca

bedahnya ditandai oleh kebutuhan cairan terus menerus, demam, pembentukan abses

intraabdomen, sepsis, dan illeus paralitikus yang lama (4-5 hari).

Page 9: Apendicitis Acut

9. Komplikasi

Komplikasi terjadi pada 25-30% anak dengan appendicitis, terutama komplikasi

yang dengan perforasi. Cara yang paling efektif mengurangi komplikasi appendicitis

adalah mengurangi insiden perforasi. Komplikasinya terutama adalah infeksi. Infeksi

luka mempersulit penyembuhan 0-2% anak dengan appendicitis non-perforasi dan pada

10-15% anak dengan appendicitis perforasi. Pengobatan meliputi membuka luka dengan

penyembuhan dengan tujuan sekunder. Antibiotic selanjutnya tidak diperlukan kecuali

kalau disertai selulitis atau tanda toksisitas sistemik. Abses intraabdomen jarang pada

appendicitis yang sederhana tapi terjadi pada 4-6% anak dengan perforasi. Biasanya

abses adalah soliter dan dapat dialirkan dengan pendekatan perkutan dengan petunjuk CT

scan. Abses intraabdomen multiple paling baik diobati dengan laparotomi terbuka dengan

drainase. Obstruksi intestinum sering merupakan komplikasi dan biasanya dikelola

dengan pengisapan nasogastrik jika obstruksi ini terjadi pada masa pascabedah awal.

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Apendisitis Akut

1. Pengkajian

Dapatkan riwayat penyakit dengan cermat.

Observasi adanya manifestasi klinis appendicitis, antara lain:

Nyeri abdomen kuadran kanan bawah

Demam

Abdomen kaku

Bising usus menurun atau tidak ada

Muntah (biasanya mengikuti awitan nyeri)

Konstipasi atau diare dapat terjadi

Anoreksia

Takikardia, pernafasan cepat dan dangkal

Pucat

Lethargi

Peka rangsang

Postur bungkuk

Observasi adanya tanda-tanda peritonitis:

Page 10: Apendicitis Acut

Demam

Hilangnya nyeri secara tiba-tiba setelah perforasi

Peningkatan nyeri, yang biasanya menyebar dan disertai kaku abdomen

Distensi abdomen progresif

Takikardia

Pernafasan cepat dan dangkal

Pucat

Menggigil

Peka rangsang

Bantu dengan prosedur diagnostic, misalnya: hitung SDP, radiografi abdomen.

2. Diagnosa keperawatan

Perawatan praoperasi

a. Dx: Nyeri b/d appendiks yang terinflamasi

Sasaran pasien: Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat

yang dapat diterima anak

Intervensi keperawatan/rasional:

Beri posisi yang nyaman (biasanya dengan kaki fleksi) karena hal ini dapat

bervariasi pada setiap anak.

Beri bantal kecil untuk membebat abdomen

Beri analgesic untuk mengurangi nyeri

Hasil yang diharapkan:

Anak beristirahat dengan tenang tidak melaporkan dan atau menunjukkan adanya

bukti-bukti ketidaknyamanan

b. Dx: Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan

masukan dan kehilangan sekunder karena kehilangan nafsu makan dan

muntah.

Sasaran pasien: Pasien mendapatkan cairan untuk hidrasi yang adekuat.

Intervensi keperawatan/rasional:

Pertahankan puasa untuk meminimalkan kehilangan cairan melalui muntah dan

meminimalkan distensi abdomen.

Page 11: Apendicitis Acut

Pertahankan integritas area infusan untuk pemberian cairan intravena dan

elektrolit.

Beri cairan intravena dan elektrolit sesuai ketentuan.

Pantau masukan dan keluaran untuk mengkaji hidrasi.

Hasil yang diharapkan:

Anak mendapatkan cairan yang cukup untuk menggantikan kehilangan.

Anak menunjukkan tanda hidrasi yang adekuat.

c. Dx: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kemungkinan rupture.

Sasaran pasien: Pasien mengalami resiko yang minimal terhadap infeksi.

Intervensi keperawatan/rasional:

Pantau dengan ketat tanda-tanda vital, khususnya adanya peningkatan frekuensi

jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk mendeteksi

rupturnya appendiks.

Observasi adanya tanda-tanda lain dari peritonitis (misalnya: hilangnya nyeri

secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi, diikuti dengan peningkatan nyeri yang

menyebar dan kaku abdomen, distensi abdomen, kembung, sendawa [karena

akumulasi udara], pucat menggigil, dan peka rangsang).

Hindari pemberian laktasif karena tindakan ini merangsang motilitas usus dan

meningkatkan resiko perforasi.

Pantau jumlah Sel Darah Putih (SDP) sebagai indicator infeksi.

Hasil yang diharapkan:

Anak tetap bebas dari gejala peritonitis.

Tanda-tanda peritonitis dikenali sejak dini.

Perawatan pascaoperasi

a. Dx: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur bedah, anastesia.

Sasaran perawat 1: Menerima anak pada saat kembali dari pembedahan.

Intervensi keperawatan/rasional:

Tempatkan anak di tempat tidur dengan menggunakan teknik yang tepat untuk

tipe pembedahan untuk mencegah cedera.

Gantungkan alat IV dan sambungkan alat yang diperlukan (mis: alat

penghisap,traksi).

Page 12: Apendicitis Acut

Tempatkan pada posisi nyaman dan aman yang sesuai dengan instruksi bedah.

Lakukan aktivitas segera.

Hasil yang diharapkan:

Anak dipindahkan ke tempat tidur tanpa cedera dengan stress minimum.

Sasaran pasien 2: Pasien menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka tanpa bukti

infeksi luka.

Intervensi keperawatan/rasional:

Gunakan teknik mencuci tangan yang tepat dan kewaspadaan universal lain,

terutama bila terdapat drainase luka.

Lakukan perawatan luka dengan hati-hati untuk meminimalkan resiko infeksi.

Jaga agar luka bersih dan balutan utuh.

Pasang balutan yang meningkatkan kelembaban penyembuhan luka.

Ganti balutan bila diindikasikan, jika kotor, buang balutan yang kotor dengan

hati-hati.

Lakukan perawatan luka khusus sesuai ketentuan.

Bersihkan dengan preparat yang ditentukan.

Berikan larutan antimicrobial dan atau salep sesuai instruksi untuk mencegah

infeksi.

Laporkan adanya tampilan tidak umum atau drainase untuk deteksi dini adanya

infeksi.

Tempatkan popok di bawah balutan abdomen, bila tepat untuk mencegah

kontaminasi.

Bila anak mulai makan per oral, berikan diet bergizi sesuai instruksi untuk

meningkatkan penyembuhan luka.

Hasil yang diharapkan:

Anak tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi luka.

b. Dx: Cemas/takut berhubungan, dengan bembedahan, lingkungan asing,

perpisahan dari system pendukung, ketidak nyamanan.

Sasaran pasien: Pasien mengalami penurunan kecemasan

Intervensi perawatan/rasional:

Pertahankan sikap yang tenang dan meyakinkan.

Page 13: Apendicitis Acut

Dorong ekspresi perasaan untuk memudahkan koping.

Jelaskan prosedur dan aktivitas lain sebelum memulai.

Jawab pertanyaan dan jelaskan tujuan aktivitas.

Tetap menginformasikan kemajuan.

Tetap bersama anak sebanyak mungkin.

Berikan dorongan dan umpan balik positif atas kerjasamanya dalam perawatan.

Dorong keberadaan orangtua segera setelah diizinkan untuk menurunkan stress

perpisahan.

Bila prosedur kedaruratan, tinjau ingatan anak tentang kejadian sebelumnya,

sehingga kesalahan konsep dapat diperjelas.

Hasil yang diharapkan:

Anak istirahat dengan tenang.

Anak mendiskusikan prosedur dan aktivitas tanpa bukti kecemasan.

Page 14: Apendicitis Acut

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Appendicitis akut adalah suatu keadaan yang sering terjadi yang membutuhkan operasi

kegawatan perut pada anak. Diagnosisnya sulit pada anak-anak, merupakan factor yang

memberikan angka perforasi 30-60%. 50% anak dengan appendicitis perforasi diketahui oleh

dokter sebelum diagnosis. Resiko untuk perforasi terbanyak pada usia 1-4 tahun (70-75%) dan

terendah pada remaja (30-40%), yang insiden tertingginya menurut umur adalah pada masa anak.

Kesulitan dalam membedakan dari penyebab nyeri perut lazim lain dan meningkatnya morbiditas

dan mortalitas yang menyertai perforasi pada appendicitis merupakan perhatian klinis penting

dokter ahli anak.

Pada penelitian, ligasi (obstruksi) apendiks menyebabkan peningkatan mencolok tekanan

intralumen, yang dengan cepat melebihi tekanan darah sistolik. Pada awalnya kongesti darah

vena memburuk menjadi thrombosis, nekrosis, dan perforasi. Secara klinis, obstruksi lumen

merupakan penyebab utama apendiksitis. Obstruksi ini disebabkan oleh pengerasan bahan tinja

(fekolit). Bahan yang mengeras ini bisa mengapur, terlihat dalam foto rontgen sebagai apendiks

kolik (15-20%). Obtruksi akibat dari edema mukosa dapat disertai dengan infeksi virus atau

bakteri (yersinia, salmonella, shigella) sistemik. Mucus yang tidak normal terkesan sebagai

penyebab meningkatnya insiden apendisitis pada anak dengan kistik fibrosis. Tumor karsinolit,

benda asing, dan askaris jarang menjadi penyebab apendisitis.

Appendicitis disebabkan mula-mula oleh karena sumbatan lumen. Obstruksi lumen

appendicitis oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia jaringan limfoid submukosa. Faeses

yang terperangkap dalam lumen appendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit

yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Hal tersebut dapat menimbulkan keluhan sakit disekitar

umbilicus serta epigastrium, nausea dan muntah. Proses selanjutnya adalah invasi kuman E. choli

dan spesibakterioles dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya

ke peritoneum parietalis, terjadilah peritonitis local kanan bawah yang diikuti mulai naiknya

suhu tubuh.

Page 15: Apendicitis Acut
Page 16: Apendicitis Acut