Upload
hekrusty-madiyana
View
76
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGEMBANGAN PERANGKAT EVALUASI
BERDASARKAN TAKSONOMI THE STRUCTURE OF THE OBSERVED
LEARNING OUTCOME (SOLO) PADA MATA PELAJARAN
BAHASA INDONESIA
Subyantoro
Universitas Negeri Semarang
ABSTRAK
Rangkaian pembelajaran bukan hanya proses pembelajaran melainkan dimulai
dengan perencanaan pembelajaran dan diakhiri dengan evaluasi. Perangkat
evaluasi taksonomi SOLO ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif cara
mengevaluasi pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia pada tiap
jenjang pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dalam
kerangka besarnya menggunakan pendekatan research development (Gall dan
Borg 1983:775-776)
untuk pelaksanaan penelitiannya, sedangkan detail
pelaksanaan penelitiannya melibatkan penelitian deskripsif (pada tahap awal
penelitian), penelitian pengembangan (untuk mengembangkan perangkat evaluasi
mata pelajaran bahasa Indonesia), dan penelitian eksperimen (pada akhir
penelitian untuk menguji efektivitas perangkat evaluasi mata pelajaran bahasa
Indonesia). Hasil penelitian ini yang berupa perangkat evaluasi mata pelajaran
Bahasa Indonesia pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berdasarkan
Taksonomi SOLO yang diharapkan mampu menjadi perangkat evaluasi
pembelajaran yang bermanfaat bagi para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di
SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA untuk melaksanakan evaluasi pembelajaran
Bahasa. Karena dengan perangkat evaluasi yang tepat itulah akan mewujudkan
pembelajaran yang serius sehingga siswa mempunyai tanggung jawab untuk terus
berusaha lebih baik.
Kata kunci: evaluasi pembelajaran, perangkat evaluasi, taksonomi SOLO
PENDAHULUAN
Dari enam mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN), bahasa
Indonesia adalah mata pelajaran yang paling banyak membuat siswa tidak lulus
UN. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kota Semarang, ada 733 siswa
SMA/MA/SMK harus mengulang mata pelajaran ini dalam UN ulangan 10-14
Mei. (CyberNews, Suara Merdeka).
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh
menyampaikan, kebanyakan peserta UN SMA/MA 2010 yang mengulang adalah
pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Biologi. (sosialbudaya.tvone.co.id)
2
Di sebuah running text sebuah tv berita tanggal 27 April 2010 malam, saya
membaca bahwa siswa yang tidak lulus kebanyakan adalah untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia. Ketika hari ini saya tanyakan pada kawan yang anaknya
kebetulan lulus UN 2010 ini, dia mengatakan bahwa memang pelajaran Bahasa
Indonesia itu sulit. Kalau berita di running text itu benar, hal itu amat sangat
menyedihkan. Tentu kita bertanya tanya, mengapa pelajaran bahasa Indonesia
sulit bagi anak SMA/MA dan SMK. Sebabnya adalah sepele, pelajaran bahasa
Indonesia adalah termasuk mata pelajaran yang kurang mendapat perhatian.
Jelasnya bahasa Indonesia bukan mata pelajaran primadona. Para siswa lebih
mengutamakan pelajaran bahasa Inggris dari pada bahasa Indonesia. Bahkan
kalau perlu mereka Kursus Bahasa Inggris. Perlu kita ketahui bersama pula,
sampai saat ini tidak ada lembaga kursus Bahasa Indonesia.
(edukasi.kompasiana.com)
Di Sumatera Utara, untuk sekolah menengah atas negeri (SMAN) jurusan
IPS nilai rata- rata Bahasa Indonesia hanya 7,05, sementara Bahasa Inggris 7,90.
Bahkan, untuk sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) nilai rata-rata Bahasa
Indonesia hanya 6,67, sementara mata pelajaran Matematika mencapai 7,64. Dari
9.844 siswa yang tidak lulus UN, sebagian besar karena tak lulus mata pelajaran
Bahasa Indonesia. Itu, misalnya, terjadi di SMKN 7 Medan. Dari 162 siswa yang
tak lulus, sebanyak 145 orang di antaranya tidak mempunyai cukup nilai untuk
mata pelajaran Bahasa Indonesia sehingga dinyatakan tak lulus.
(www.usbypkp.ac.id)
Dari permasalahan tersebut, peneliti „melihat‟ adanya kesalahan evaluasi
pembelajaran yang saat ini diterapkan pada pelajaran bahasa Indonesia. Saat ini
model evaluasi yang digunakan adalah taksonomi Bloom yang belum
memfasilitasi siswa untuk perpikir kritis dan pemecahan masalah. Oleh karena itu,
peneliti mencoba menyampaikan bahwa model evaluasi yang sesuai saat ini
adalah menggunalan taksonomi SOLO.
Taksonomi yang dikembangkan oleh Biggs dan Collis pada tahun 1982
yang kemudian dikenal dengan taksonomi The Structure of Observed Learning
Outcome (SOLO). Taksonomi SOLO mengklasifikasikan tingkat kemampuan
3
siswa pada lima level berbeda dan bersifat hirarkis, yaitu prastruktural
(prestructural), unistruktural (unistructural), multistruktural (multystructural),
relasional (relational), dan extended abstract (Kenny, 2002).
Klasifikasi ini didasarkan pada keragaman berpikir siswa pada saat
merespon (baca: menjawab) masalah (baca: soal) yang disajikan. Tingkat
unistruktural menunjuk pada kemampuan siswa merespon masalah dengan satu
alternatif penyelesaian, sedangkan tingkat multistruktural menunjuk pada
kemampuan siswa merespon masalah dengan dua atau lebih alternative
penyelesaian.
Model taksonomi ini dipandang sangat menarik untuk diaplikasikan dalam
pembelajaran di sekolah, karena disamping bersifat hirarkis juga menuntut
kemampuan siswa memberikan beberapa alternatif jawaban atau penyelesaian
serta mampu mengaitkan beberapa jawaban atau penyelesaian tersebut.
Taksonomi ini memberikan peluang pada siswa untuk selalu berpikir alternatif
(kemampuan pada level multi-struktural), membandingkan antara suatu alternatif
dengan alternatif yang lain (kemampuan pada level relasional), serta memberikan
peluang pada siswa untuk mampu memberikan suatu yang baru dan berbeda dari
biasanya (kemampuan pada level extended abstract). Artinya taksonomi ini
disamping mangakomodasi tujuan langsung juga dipandang mampu
mengakomidasi tujuan tidak langsung pembelajaran bahasa Indonesia dan
menuntut siswa pada kemampuan kognitif tingkat tinggi.
Sedangkan taksonomi Bloom mempunyai kategorisasi tingkat tujuan
pembelajaran pada asfek kognitif (cognitive domain). Bloom membagi
pencapaian hasil belajar peserta didik pada domain kognitif menjadi enam level,
yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan
(aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
(Bloom 1979).
Taksonomi Bloom ini direvisi oleh Lorin W Anderson dan David R.
Krathwohl menjadi Taksonomi Bloom Dua Diemnsi. Model taksonomi ini
memandang tujuan pembelajaran dari dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif
(cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge). Istilah proses
4
kognitif sebagai pengganti behavior diperkenalkan dalam model taksonomi ini
untuk menghindari kerancuan, karena perspektif psikologi kognitif semakin luas
digunakan di dunia pendidikan dibanding dengan perspektif psikologi
behavioristik. Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi
Bloom ranah kognitif. Proses kognitif diklasifikasikan menjadi enam kategori,
yaitu ingatan (remember), pemahaman (understand), aplikasi (apply), analisis
(analyze), evaluasi (evaluate), dan kreatifitas (create). Dimensi pengetahuan
diklasifikasi menjadi empat kategori, yaitu pengetahuan faktual (factual
knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan
prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognif (metacognitive
knowledge) (Anderson 2001).
Pada saat sekarang, penggunaan model taksonomi Bloom memang masih
ada yang relevan. Namun, taksonomi Bloom belum mampu menampung evaluasi
pembelajaran yang menuntut siswa berpikir kritis dan pemecahan masalah. Oleh
karena itu, diperlukan model evaluasi yang mampu menampung hal tersebut.
Taksonomo Bloom yang dicetuskan Biggs dan Collis pada tahun 1982 yang
kemudian dikenal dengan taksonomi Structure of Observed Learning Outcome
(SOLO) memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi SOLO
Secara sederhana kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai suatu proses
berpikir atau kegiatan intelektual seseorang yang tidak dapat secara langsung
terlihat dari luar. Apa yang terjadi pada seseorang yang sedang belajar tidak dapat
diketahui secara langsung tanpa orang itu menampakkan kegiatan yang
merupakan fenomena belajar.
Kemampuan kognitif yang dapat dilihat adalah tingkah laku sebagai akibat
terjadinya proses berpikir seseorang. Dari tingkah laku yang tampak itu dapat
ditarik kesimpulan mengenai kemampuan kognitifnya. Kita tidak dapat melihat
secara langsung proses berpikir yang sedang terjadi pada seorang siswa yang
5
sedang dihadapkan pada sejumlah pertanyaan, akan tetapi kita dapat mengetahui
kemampuan kognitifnya dari jenis dan kualitas respon yang diberikan.
Teori perkembangan intelektual anak yang banyak diikuti adalah teori
perkembangan dari Piaget. Piaget berasumsi bahwa tingkat perkembangan stabil
dan tanpa balik, artinya respon siswa terhadap tugas-tugas yang sejenis atau
setingkat akan sama. Selanjutnya apabila dia berada pada suatu tingkat, maka
tidak akan kembali ke tingkat sebelumnya. Biggs dan Collis (1982) mengamati
bahwa ada penyimpangan dari asumsi Piaget tersebut, terutama di dalam
pembelajaran. Misalnya seorang anak responnya bervariasi terhadap tugas-tugas
yang sejenis. Suatu saat seorang anak menunjukkan tingkat yang lebih rendah,
tetapi disaat lain menunjukkan tingkat yang lebih tinggi. Bigg dan Collis
beranggapan bahwa hal ini bukanlah sekedar pengecualian tetapi memang begitu
sifat alami perkembangan intelektual anak.
Selanjutnya Bigg dan Collis (1982) menyatakan level respon seorang
murid akan berbeda antara suatu konsep dengan konsep lainnya, dan perbedaan
tersebut tidak akan melebihi tingkat perkembangan kognitif optimal murid
seusianya. Misalnya taraf perkembangan kognitif murid usia 7-11 tahun secara
teoritis dalam taksonomi SOLO optimalnya adalah pada tingkat Multistruktural.
Jika membandingkan jawaban terhadap suatu pertanyaan antara murid seusia 7–
11 tahun dengan murid berusia 18 tahun hasilnya tentu tidak sama, bisa jadi murid
yang berusia 18 tahun dengan cara berpikir yang lebih maju dapat mencapai
tingkat yang lebih abstrak diperluas. Namun demikian tidaklah mustahil dapat
terjadi murid berusia 18 tahun pun akan memberikan jawaban yang setara dengan
murid seusia 7-11 tahun, apabila antara lain tidak dikusainya bahan pelajaran.
Menurut Collis yang dikutip oleh Asikin (2002) penerapan Taksonomi
SOLO untuk mengetahui kualitas respon siswa dan analisis kesalahan sangatlah
tepat, sebab Taksonomi SOLO mepunyai beberapa kelebihan sebagai berikut.
1. Taksonomi SOLO merupakan alat yang mudah dan sederhana untuk
menentukan level respon siswa terhadap suatu pertanyaan fisika.
2. Taksonomi SOLO merupakan alat yang mudah dan sederhana untuk
pengkategorian kesalahan dalam menyelesaikan soal atau pertanyaan.
6
3. Taksonomi SOLO merupakan alat yang mudah dan sederhana untuk
menyusun dan menentukan tingkat kesulitan atau kompleksitas suatu soal
atau pertanyaan fisika.
Bigg dan Collis (1982) menyatakan bahwa pendekatan kognitif yang
dikembangkan adalah memandang manusia dalam eksistensinya sebagai subyek
yang secara bebas dan aktif dapat mengolah, menkoordinasi, mengkombinasi
stimulasi atau informasi yang masuk sehingga dapat memahami maknanya. Bigg
dan Collis menganggap bahwa klasifikasi yang diberikan oleh Piaget baru bersifat
hipotesis. Mereka menyebut sebagai HCS (Hipotetical Cognitive Structure) dan
hal ini tidak dapat diukur langsung serta bersifat tetap. Di lain pihak, respon nyata
dari seorang siswa pada suatu tugas dapat sangat berbeda dari tingkatnya dalam
HCS. Bigg dan Collis membuat klasifikasi respon nyata dari anak - anak yang
dinamakan Taksonomi SOLO (The Structure of the Observed Learning Outcome)
atau struktur hasil belajar yang dapat diamati. Taksonomi ini dengan resmi
diperkenalkan pada tahun 1982 dalam bukunya berjudul Evaluating the Quality of
Learning : The SOLO Taxonomy.
Pemeringkatan Pertanyaan Berdasarkan Taksonomi SOLO
Tingkat SOLO dari suatu pertanyaan pada penelitian ini didefinisikan
sebagai tingkat respon minimum siswa yang diperlukan untuk jawaban yang
memuaskan. Perlu dibedakan antara pengertian multistruktural, relasional dan
abstrak diperluas dengan pertanyaan multistruktural, pertanyaan relasional dan
pertanyaan abstrak diperluas. Multistruktural, relasional dan abstrak diperluas
adalah suatu tingkat respon siswa terhadap suatu pertanyaan dengan ciri-ciri
sebagaimana diuraikan di atas. Pertanyaan multistruktural, relasional dan abstrak
diperluas adalah suatu pertanyaan dengan criteria sebagaimana diuraikan oleh
Collis yang dikutip oleh Asikin (2002) sebagai berikut :
1. Pertanyaan unistruktural (U) : Pertanyaan dengan kriteria menggunakan sebuah
informasi yang jelas dan langsung dari stem (teks soal).
Pada soal unistruktural terdapat dua informasi yang termuat dalam stem,
namun dalam mencari penyelesaian akhir hanya menggunakan sebuah
7
informasi. Informasi tersebut bisa langsung digunakan untuk mencari
penyelesaian akhir.
2. Pertanyaan Multistruktural (M) : Pertanyaan dengan kriteria menggunakan dua
informasi atau lebih dan terpisah yang termuat dalam stem. Semua informasi
atau data yang diperlukan dapat segera digunakan untuk mendapatkan
penyelesaian. Pertanyaan multistruktural mungkin memerlukan rumus secara
implisit. Suatu pertanyaan mungkin memerlukan kelengkapan beberapa
subtugas multistruktural sebelum subtugas diselesaikan dalam multistruktural
induk. Hal ini dinamakan pertanyaan multistage multistruktural (MM)
Pada soal Multistruktural dua informasi yang terpisah bisa langsung digunakan
untuk mendapatkan penyelesaian.
3. Pertanyaan Relasional (R) : Pertanyaan dengan kriteria menggunakan suatu
pemahaman dari dua informasi atau lebih yang termuat dalam stem. Semua
informasi diberikan, namun belum bisa segera digunakan untuk mendapatkan
penyelesaian soal. Dalam kasus ini tersedia data yang harus diguanakan untuk
menentukan informasi sebelum dapat digunakan untuk memperoleh
penyelesaian akhir. Alternatif lain adalah menghubungkan informasi-informasi
yang tersedia dengan menggunakan prinsip umum atau rumus untuk
mendapatkan informasi baru. Dari informasi atau data baru ini selanjutnya
dapat digunakan untuk memperoleh penyelesaian akhir.
Untuk memperoleh penyelesaian dari soal Relasional perlu informasi baru
yang diperoleh dari hubungan informasi yang termuat dalam stem. Informasi
baru dihubungkan dengan informasi yang termuat sehingga diperoleh
penyelesaian akhir.
4. Pertanyaan Abstrak diperluas (E) : pertanyaan dengan kriteria menggunakan
prinsip umum yang abstrak atau hipotesis yang diturunkan dari informasi
dalam stem. Semua informasi atau data diberikan tetapi belum bisa segera
digunakan untuk mendapatkan penyelesaian akhir. Dari data atau informasi
yang diberikan itu masih diperlukan prinsip umum yang abstrak atau
menggunakan hipotesis untuk mengaitkannya sehingga mendapatkan informasi
8
atau data baru. Dari informasi atau data baru ini kemudian disintesakan
sehingga dapat diperoleh penyelesaian akhir.
Pada soal Abstrak diperluas informasi yang tersedia belum bisa digunakan
untuk memperoleh penyelesaian akhir, masih perlu informasi baru yang
diperoleh dengan mengaitkan ke prinsip umum. Informasi yang baru
disintesakan sehingga diperoleh penyelesaian akhir.
Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan
Penelitian selalu beranjak dari penelitian yang sudah ada, karena suatu
penelitian yang mengacu pada penelitian lain akan menjadi dasar dalam penelitian
selanjutnya. Dengan demikian, peninjauan terhadap penelitian sebelumnya
sangatlah penting, sebab bisa digunakan untuk mengetahui relevansi penelitian
yang telah lampau dengan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, peninjauan
penelitian sebelumnya dapat digunakan untuk membandingkan seberapa besar
keaslian dari penelitian yang akan dilakukan.
Penelitian pengembangan perangkat evaluasi pembelajaran merupakan
penelitian yang menarik. Cukup banyak penelilian tentang pengembangan secara
umum dan pengembangan alat evaluasi pembelajaran. Penelitian tentang
pengembangan secara umum dan pengembangan terhadap evaluasi telah banyak
dilakukan, antara lain: Masruroh (2007), Widoyoko (2008), Hamdani (2009), dan
Nursiyah (2010).
Masruroh (2007) judul penelitiannya Analisis Taksonomi Solo (The
Structure of the Observed Learning Outcome) pada Soal Ujian Akhir Sekolah
Mata Pelajaran Fisika di SMA Negeri Kutowinangun Kabupaten Kebumen Tahun
Pelajaran 2006/2007. Penelitian tersebut memunculkan simpulan, antara lain:
Ragam pertanyaan atau soal UAS mata pelajaran fisika SMA N Kutowinangun
Kabupaten Kebumen berdasarkan taksonomi SOLO adalah 33,3 % pada tingkat
Multistruktural, 50 % pada tingkat Relasional dan 16,7 % pada tingkat Abstrak
diperluas; Respon yang tepat yang diberikan siswa dalam mengerjakan soal UAS
pada tingkat Multisruktural 184,2 %, pada tingkat Relasional 148,6 % dan pada
tingkat Abstrak diperluas 63,2 %; Kecenderungan kesalahan siswa dalam
9
menyelesaikan soal UAS berdasarkan kriteria dari Watson adalah jenis kesalahan
data tidak tepat (id), ini menandakan bahwa siswa berusaha mengoperasikan pada
level yang tepat pada suatu masalah, tetapi memilih sebuah informasi atau data
tidak tepat.
Widoyoko (2008) judul penelitian Pengembangan Model Evaluasi Program
Pembelajaran IPS di SMP. Penelitian tersebut memunculkan simpulan, antara lain
bahwa output pembelajaran bukan hanya kecakapan akademik, tetapi juga
kecakapan personal dan kecakapan sosial. Cakupan evaluasi yang komperhensif
akan mampu menghasilkan informasi yang lebih lengkap.
Hamdani (2009) judul penelitiannya Taksonomi Bloom dan SOLO untuk
Menentukan Kualitas Respon Siswa terhadap Masalah Matematika. Penelitian ini
memaparkan model taskonomi dua dimensi ini dapat digunakan untuk menilai
kualitas respon siswa terhadap terhadap masalah matematika. Realitas di lapangan
menunjukkan bahwa, pada saat guru melakukan skoring terhadap kualitas
jawaban soal uraian masih menggunakan pendekatan “materi”. Artinya, kualitas
jawaban soal matematika bentuk uraian ditentukan oleh kompleksitas materi atau
panjang-pendek prosedur pengerjaan soal tersebut. Model taksonomi dua dimensi
ini tidak hanya mengukur kulitas jawaban dari sisi “isi materi”, tetapi dapat
mengukur kualitas berpikir subjek yang menjawab soal tersebut.
Hamdani (2009) judul penelitiannya Pengembangan Sistem Evaluasi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Taksonomi Solo. Dalam
penelitian tersebut dipaparkan antara lain: (1) Taksonomi SOLO merupakan
model taksonomi tujuan pembelajaran yang terdiri dari lima level kemampuan.
Kemampuan pada level-0 dinamakan prestruktural, kemampuan level-1
dinamakan unistruktural, kemampuan level-2 dinakaman multistruktural,
kemampuan level-3 dinamakan relational, sedangkan kemampuan level-4
dinamakan extended abstrack; (2) Model taksonomi SOLO menunjuk pada
kemampuan siswa untuk selalu berpikir dengan beberapa alternatif dan
komprehensif. Level-2 taksonomi SOLO (multistruktural) menuntut pada
kemampuan siswa untuk berpikir alternatif, level-3 taksonomi SOLO (relasional)
menuntut kemampuan siswa untuk berpikir komprehensif, dan level-4 taksonomi
10
SOLO (extended abstract) menuntut siswa kemampuan berpikir komprehensif dan
melakukan generalisasi solusi dari suatu masalah.
Nursiyah (2010) judul skripsinya Alat Evaluasi Pengajaran Bahasa
Indonesia di SMP Negeri 2 Surakarta. Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai
jenis alat evaluasi apa saja yang digunakan oleh guru Bahasa Indonesia di SMP
Negeri 2 Surakarta serta kelemahan dan kelebihan apa saja yang dihadapi guru
Bahasa Indonesia dalam melaksanakan penggunaan alat evaluasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekataran Research and Development (R
& D) dari Borg dan Gall (1983:775–776). Penelitian ini akan dilaksanakan dalam
lima tahap penelitian. Kelima tahapan tersebut disusun berdasarkan modifikasi
peneliti berdasarkan sepuluh (10) tahap pengembangan Borg & Goll (1983), yaitu
(1) Tahap I: analisis teoretis dan praktis; (2) Tahap II: analisis kebutuhan guru dan
siswa; (3) Tahap III: Penyusunan Prototipe Buku Pelajaran Berbasis Kesantunan;
(4) Tahap IV: Uji Ahli dan Guru; dan (5) Tahap V: Revisi Prototipe Berdasarkan
Telaah Ahli dan Guru.
Adapun instrumen penelitian ini meliputi (1) instrumen kebutuhan guru
dan siswa terhadap buku pelajaran Bahasa Indonesia dan instrumen
kecenderungan jenis dan modus tindak tutur siswa dak kesantunannya, (2)
instrumen penilaian/uji ahli dan guru terhadap prototipe produk pengembangan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Analisis Kebutuhan terhadap Perangkat Evaluasi berdasarkan Taksonomi
SOLO pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Kebutuhan guru terhadap perangkat evaluasi berdasarkan taksonomi SOLO
pada mata pelajaran bahasa Indonesia meliputi: (1) karakteristik soal pilihan
ganda, (2) karakteristik soal esai, (3) karakteristik soal menjodohkan, (4)
karakteristik soal penugasan, (5) kemampuan berpikir kritis, (6) kemampuan
memecahkan masalah.
1) Karakteristik Soal Pilihan Ganda
11
Analisis mengenai karakteristik soal pilihan ganda merupakan proses
memahami kebutuhan Guru dan pemahamannya terhadap soal pilihan ganda.
Dengan pengetahuan dasar mereka akan menjadi dasar penulis melangkah dalam
proses pembuatan prototipe yang nantinya dikembalikan lagi kepada guru
sehingga penulis mampu memberikan perangkat evaluasi yang benar dan tepat
bagi siswa sesuai pemahaman guru.
Dalam dimensi karakteristik soal pilihan ganda terdiri atas delapan
indikator, yaitu: (1) karakter jawaban, (2) kata dalam soal, (3) kalimat dalam soal,
(4) paragraf dalam soal, (5) jumlah pernyataan, (6) jumlah soal dalam waktu
tertentu, (7) persentase soal, (8) tingkatan pada taksonomi SOLO.
Tabel 1. Rekap Hasil Analisis Kebutuhan pada Perangkat Evaluasi
berdasarkan Taksonomi SOLO pada Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia
Dimensi Indikator
Pertanyaan Jumlah Guru
Poin Prioritas Pilihan
Jawaban
(1) (2) 1 2 3 4 5
karakte
ristik
soal
pilihan
ganda
karakter
jawaban
Dalam soal pilihan
ganda pelajaran bahasa
Indonesia berapa
pilihan yang tepat untuk
digunakan?
4 4
kata
dalam
jawaban
Dalam soal pilihan
ganda pelajaran bahasa
Indonesia berapa
panjang kata/kalimat
dalam pilihan yang
paling sesuai?
4 4
kalimat
dalam
soal
Dalam soal pilihan
ganda pelajaran bahasa
Indonesia berapa
panjang kata dalam
kalimat pertanyaan
yang paling sesuai?
4 4
paragraf
dalam
soal
Dalam soal pilihan
ganda jika soal diawali
dengan paragraf, berapa
jumlah kalimat yang
4 2 2
12
paling sesuai dalam
paragraf tersebut?
jumlah
pernyata
an
Dalam soal pilihan
ganda pelajaran bahasa
Indonesia berapa
jumlah pernyataan yang
paling sesuai digunakan
dalam pertanyaan?
4 2 2
jumlah
soal
dalam
waktu
tertentu,
Jika menggunakan soal
pilihan ganda pelajaran
bahasa Indonesia dalam
waktu 45 menit berapa
jumlah soal yang paling
sesuai?
4 4
persentas
e soal,
Jika menggunakan soal
pilihan ganda pelajaran
bahasa Indonesia
berapa persentase soal
mudah, sedang, dan
sulit?
4 4
tingkatan
pada
taksono
mi
SOLO.
Dalam soal pilihan
ganda pelajaran bahasa
Indonesia apakah satu
informasi dalam
pertanyaan sudah cukup
bagi siswa menjawab
pertanyaan?
4 4
Dalam soal pilihan
ganda pelajaran bahasa
Indonesia apakah dua
informasi dalam
pertanyaan sudah cukup
bagi siswa menjawab
pertanyaan?
4 4
Dalam soal pilihan
ganda pelajaran bahasa
Indonesia apakah dua
informasi yang belum
tentu berhubungan
dalam pertanyaan bisa
membantu siswa
menjawab pertanyaan?
4 4
13
Dalam soal pilihan
ganda pelajaran bahasa
Indonesia kompetensi
membaca kesastraan ,
apakah banyak
informasi dalam
pertanyaan bisa
membantu siswa
menjawab pertanyaan?
4 4
a) Karakter Jawaban
Berkaitan dengan karakter jawaban dalam soal pilihan ganda ada satu
pertanyaan, yaitu: Dalam soal pilihan ganda pelajaran bahasa Indonesia berapa
pilihan yang tepat untuk digunakan? Siswa memiliki lima pilihan yaitu: (1) 1
pilihan, (2) 2 pilihan, (3) 3 pilihan, (4) 4 pilihan, dan (5) 5 pilihan. Untuk
memperoleh gambaran tentang karakter jawaban dalam soal pilihan ganda dapat
dilihat pada tabel 2. di bawah ini.
Tabel 2. Karakter Jawaban
Pertanyaan Pilihan Poin Prioritas Pilihan
Jawaban
Total
5 4 3 2 1
Dalam soal
pilihan ganda
untuk
pelajaran
bahasa
Indonesia,
berapa pilihan
yang tepat
untuk
digunakan?
1 pilihan - - - - -
Jumlah poin - - - - -
2 pilihan - - - - -
Jumlah poin - - - - -
3 pilihan - - - - -
Jumlah poin - - - - -
4 pilihan - - - - -
Jumlah poin -
5 pilihan 4 - - - - 4 guru
Jumlah poin 20 - - - - 20 poin
Berdasarkan tabel 2. di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 4 guru dengan
poin maksimal 20, poin prioritasnya adalah: 20 poin untuk 5 pilihan, 16 poin
14
untuk 4 pilihan, 12 pilihan untuk 3 pilihan, 8 poin untuk 2 pilihan, dan 4 poin
untuk 1 pilihan. Dengan demikian, pertanyaan dalam soal pilihan ganda
pelajaran bahasa Indonesia berapa pilihan yang tepat untuk digunakan? Guru
memprioritaskan jawaban 5 pilihan.
b) Kata dalam Jawaban
Berkaitan dengan kata dalam jawaban soal pilihan ganda ada satu
pertanyaan, yaitu: Dalam soal pilihan ganda pelajaran bahasa Indonesia, berapa
panjang kata/kalimat dalam pilihan yang paling sesuai? Guru memiliki lima
pilihan yaitu: (1) 1 kata, (2) beberapa kata, (3) 1 kalimat, (4) beberapa kalimat,
dan (5) disesuaikan pertanyaan. Untuk memperoleh gambaran tentang kata dalam
jawaban soal pilihan ganda dapat dilihat pada tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Kata dalam Jawaban
Pertanyaan Pilihan Poin Prioritas Pilihan
Jawaban
Total
1 2 3 4 5
Dalam soal
pilihan ganda
untuk
pelajaran
bahasa
Indonesia,
berapa
panjang
kata/kalimat
dalam pilihan
yang paling
sesuai?
1 kata - 4 guru
Jumlah poin -
Beberapa kata -
Jumlah poin -
1 kalimat -
Jumlah poin -
Beberapa kalimat -
Jumlah poin - -
Disesuaikan
pertanyaan
- - - - 4
Jumlah poin - - - 20 20
Berdasarkan tabel 3. di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 4 guru dengan
poin maksimal 20, poin prioritasnya adalah: 20 poin untuk disesuaikan
15
pertanyaan, 4 poin untuk 1 kata, 8 poin untuk beberapa kata, 12 poin untuk 1
kalimat, dan 16 poin untuk beberapa kalimat. Dengan demikian, pertanyaan
dalam soal pilihan ganda untuk pelajaran bahasa Indonesia berapa panjang
kata/kalimat dalam pilihan yang paling sesuai? Guru memprioritaskan jawaban
disesuaikan pertanyaan.
c) Kalimat dalam Soal
Berkaitan dengan kalimat dalam soal pilihan ganda ada satu pertanyaan,
yaitu: Dalam soal pilihan ganda untuk pelajaran bahasa Indonesia, berapa panjang
kata dalam kalimat pertanyaan yang paling sesuai? Guru memiliki lima pilihan
yaitu: (1) 5-7 kata, (2) 8-10 kata, (3) 11-13 kata, (4) 14-16 kata, dan (5) 17-19
kata. Untuk memperoleh gambaran tentang kalimat dalam soal pilihan ganda
dapat dilihat pada tabel 4. di bawah ini.
Tabel 4. Kalimat dalam Soal
Pertanyaan Pilihan Poin Prioritas Pilihan
Jawaban
Total
1 2 3 4 5
Dalam soal
pilihan ganda
untuk
pelajaran
bahasa
Indonesia,
berapa
panjang kata
dalam kalimat
pertanyaan
yang paling
sesuai?
5-7 kata - - - - 4 4 guru
Jumlah poin - - - - 4 4 poin
8-10 kata 4 - - - 4 guru
Jumlah poin 20 - - - 20poin
11-13 kata - 4 - - - 4 guru
Jumlah poin - 16 - - - 16
14-16 kata - - 4 - - 4 guru
Jumlah poin - - 12 - - 12
17-19 kata - - - 4 - 4 guru
Jumlah poin - - - 8 - 8
Berdasarkan tabel 4. di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 4 guru dengan
poin maksimal 20, poin prioritasnya adalah: 20 poin untuk 8-10 kata, 16 poin 11-
16
13 kata, 12 poin untuk 14-116 kata, 8 poin untuk 17-19 kata, dan 4 poin untuk 5-7
kata. Dengan demikian, pertanyaan dalam soal pilihan ganda untuk pelajaran
bahasa Indonesia, berapa panjang kata dalam kalimat pertanyaan yang paling
sesuai? Guru memprioritaskan jawaban 8-10 kata.
d) Paragraf dalam Soal
Berkaitan dengan paragraf dalam soal pilihan ganda ada satu pertanyaan,
yaitu: Dalam soal pilihan ganda untuk pelajaran bahasa Indonesia, jika soal
diawali dengan paragraf, berapa jumlah kalimat yang paling sesuai dalam paragraf
tersebut? Guru memiliki lima pilihan yaitu: (1) 2 kalimat, (2) 3 kalimat, (3) 4
kalimat, (4) 5 kalimat, dan (5) 6 kalimat. Untuk memperoleh gambaran tentang
paragraf dalam soal pilihan ganda dapat dilihat pada tabel 5. di bawah ini.
Tabel 5. Paragraf dalam Soal
Pertanyaan Pilihan Poin Prioritas Pilihan
Jawaban
Total
1 2 3 4 5
Dalam soal
pilihan ganda
untuk
pelajaran
bahasa
Indonesia, jika
soal diawali
dengan
paragraf,
berapa jumlah
kalimat yang
paling sesuai
dalam paragraf
tersebut?
2 kalimat 4 4 guru
Jumlah poin 4 4
3 kalimat - - 4 - 4 guru
Jumlah poin - - 8 - 8
4 kalimat - - 4 - - 4 guru
Jumlah poin - - 12 - - 16
5 kalimat 4 - - - - 4 guru
Jumlah poin 20 20
6 kalimat 4 4 guru
Jumlah poin 16 16
Berdasarkan tabel 5. di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 4 guru dengan
poin maksimal 20, poin prioritasnya adalah: 20 poin untuk5 kalimat, 16 poin 6
17
kalimat, 12 poin untuk 4 kalimat, 8 poin untuk 3 kalimat, dan 4 poin untuk 2
kalimat. Dengan demikian, pertanyaan dalam soal pilihan ganda untuk pelajaran
bahasa Indonesia, jika soal diawali dengan paragraf, berapa jumlah kalimat yang
paling sesuai dalam paragraf tersebut? Guru memprioritaskan jawaban 5 kalimat.
e) Jumlah Pernyataan
Berkaitan dengan jumlah pernyataan dalam soal pilihan ganda ada satu
pertanyaan, yaitu: Dalam soal pilihan ganda untuk pelajaran bahasa Indonesia,
berapa jumlah pernyataan yang paling sesuai digunakan dalam pertanyaan? Guru
memiliki lima pilihan yaitu: (1) 1 pernyataan, (2) 2 pernyataan, (3) 3 pernyataan,
(4) 4 pernyataan, dan (5) 5 pernyataan. Untuk memperoleh gambaran tentang
jumlah pernyataan dalam soal pilihan ganda dapat dilihat pada tabel 6. di bawah
ini.
Tabel 6. Jumlah Pernyataan
Pertanyaan Pilihan Poin Prioritas Pilihan
Jawaban
Total
1 2 3 4 5
Dalam soal
pilihan ganda
untuk
pelajaran
bahasa
Indonesia,
berapa jumlah
pernyataan
yang paling
sesuai
digunakan
dalam
pertanyaan?
1 pernyataan 4 - - 4 guru
Jumlah poin 20 - - - - 20
2 pernyataan 4 - - - 4 guru
Jumlah poin 1- 16 - - - 16
3 pernyataan - 4 - - 4 guru
Jumlah poin - - 12 - - 12
4 pernyataan - - - 4 - 4 guru
Jumlah poin - - - 8 - 8
5 pernyataan - - - - 4 4 guru
Jumlah poin - - - - 4 4
Berdasarkan tabel 6. di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 4 guru dengan
poin maksimal 20, poin prioritasnya adalah: 20 poin untuk 1 pernyataan, 16 poin
18
untuk 2 pernyataan, 12 poin untuk 3 pernyataan, 8 poin untuk 4 pernyataan, dan 4
poin untuk 5 pernyataan. Dengan demikian, pertanyaan dalam soal pilihan ganda
untuk pelajaran bahasa Indonesia, berapa jumlah pernyataan yang paling sesuai
digunakan dalam pertanyaan? Guru memprioritaskan jawaban 1 pernyataan.
f) Jumlah Soal dalam Waktu Tertentu
Berkaitan dengan jumlah soal dalam waktu tertentu ada satu pertanyaan,
yaitu: Jika menggunakan soal pilihan ganda untuk pelajaran bahasa Indonesia,
dalam waktu 45 menit berapa jumlah soal yang paling sesuai? Guru memiliki
lima pilihan yaitu: (1) 1-10 soal tiap kompetensi, (2) 10-15 soal tiap kompetensi,
(3) 15-20 soal tiap kompetensi, (4) 20-25 soal tiap kompetensi, dan (5) 25-30 soal
tiap kompetensi. Untuk memperoleh gambaran tentang jumlah soal dalam waktu
tertentu dapat dilihat pada tabel 7. di bawah ini.
Tabel 7. Jumlah Soal dalam Waktu Tertentu
Pertanyaan Pilihan Poin Prioritas Pilihan
Jawaban
Total
5 4 3 2 1
Jika
menggunakan
soal pilihan
ganda untuk
pelajaran
bahasa
Indonesia,
dalam waktu
45 menit
berapa jumlah
soal yang
paling sesuai?
1-10 soal tiap
kompetensi
- - - - 4 4 guru
Jumlah poin - - - - 4 4
10-15 soal tiap
kompetensi
- - - 4 - 4 guru
Jumlah poin - - - 8 - 8
15-20 soal tiap
kompetensi
- - 4 - - 4 guru
Jumlah poin - - 12 - - 12
20-25 soal tiap
kompetensi
4 - - - - 4 guru
Jumlah poin 20 - - - - 20
25-30 soal tiap
kompetensi
- 4 - - - 4 guru
Jumlah poin - 16 - - - 16
19
Berdasarkan tabel 7. di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 4 guru dengan
poin maksimal 20, poin prioritasnya adalah: 20 poin untuk 20-25 pernyataan tiap
kompetensi, 16 poin untuk 25-30 pernyataan tiap kompetensi, 12 poin untuk 15-
20 pernyataan tiap kompetensi, 8 poin untuk 10-15 pernyataan tiap kompetensi,
dan 4 poin untuk 1-10 pernyataan tiap kompetensi. Dengan demikian, pertanyaan
Jika menggunakan soal pilihan ganda untuk pelajaran bahasa Indonesia, dalam
waktu 30 menit berapa jumlah soal yang paling sesuai? Guru memprioritaskan
jawaban 20-25 pernyataan tiap kompetensi.
g) Persentase Soal
Berkaitan dengan persentase soal ada satu pertanyaan, yaitu: Jika
menggunakan soal pilihan ganda untuk pelajaran bahasa Indonesia, berapa
persentase soal mudah, sedang, dan sulit? Guru memiliki lima pilihan yaitu: (1)
mudah 30%, sedang 30%, sulit 40%, (2) mudah 30%, sedang 40%, sulit 30%, (3)
mudah 40%, sedang 30%, sulit 30%, (4) mudah 25%, sedang 50%, sulit 25%, dan
(5) mudah 33,3%, sedang 33,3%, sulit 33,3%. Untuk memperoleh gambaran
tentang persentase soal dapat dilihat pada tabel 8. di bawah ini.
Tabel 8. Persentase Soal
Pertanyaan Pilihan Poin Prioritas Pilihan
Jawaban
Total
5 4 3 2 1
Jika
menggunakan
soal pilihan
ganda untuk
pelajaran
bahasa
Indonesia,
berapa
persentase soal
mudah,
sedang, dan
sulit?
mudah 30%,
sedang 30%, sulit
40%,
- - 1 1 2 4 guru
Jumlah poin - - 3 2 2 8
mudah 30%,
sedang 40%, sulit
30%
- - - 2 2 4 guru
Jumlah poin - - - 4 2 6
mudah 40%,
sedang 30%, sulit
30%
- 1 2 1 - 4 guru
Jumlah poin - 4 6 2 - 12
20
mudah 25%,
sedang 50%, sulit
25%
2 2 - - - 4 guru
Jumlah poin 10 8 - - - 18
mudah 33,3%,
sedang 33,3%, sulit
33,3%
2 1 1 - - 4 guru
Jumlah poin 10 4 3 - - 17
Berdasarkan tabel 8. di atas dapat dideskripsikan bahwa dari 4 guru dengan
poin maksimal 20, poin prioritasnya adalah: 18 poin untuk mudah 25%, sedang
50%, sulit 25%, 17 poin untuk mudah 33,3%, sedang 33,3%, sulit 33,3%, 12 poin
untuk mudah 40%, sedang 30%, sulit 30%, 8 poin untuk mudah 30%, sedang
30%, sulit 40%, dan 6 poin untuk mudah 30%, sedang 40%, sulit 30%. Dengan
demikian, pertanyaan Jika menggunakan soal pilihan ganda untuk pelajaran
bahasa Indonesia, berapa persentase soal mudah, sedang, dan sulit? Guru
memprioritaskan jawaban mudah 25%.
PENUTUP
Simpulan
Simpulan dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Kebutuhan siswa terhadap perangkat evaluasi berdasarkan taksonomi SOLO
pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas IV SD kompetensi membaca
meliputi: (1) jenis soal serta penyelesaian, dan (2) waktu penyelesaian soal.
Pertama, dalam dimensi jenis soal serta penyelesaian ini terdiri atas lima
indikator yang akan dipaparkan, yaitu: (a) jenis soal yang cocok, (b) pilihan
soal pilihan ganda, (c) panjang jawaban soal esai, (d) sisa jawaban soal bacaan
rumpang, (e) panjang jawaban soal penugasan, (f) jumlah kata pada
pertanyaan, dan (g) jumlah kalimat dalam pertanyaan keseringan membaca
buku. Kedua, dalam dimensi waktu penyelesaian soal ini terdiri atas lima
indikator yang akan dipaparkan, yaitu: (a) soal pilihan ganda, (b) soal esai, (c)
soal bacaan rumpang, dan (d) soal penugasan.
21
2. Kebutuhan guru terhadap perangkat evaluasi berdasarkan taksonomi SOLO
pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas IV SD kompetensi menulis
meliputi: (1) karakteristik soal pilihan ganda, (2) karakteristik soal esai, (3)
karakteristik soal bacaan rumpang, (4) karakteristik soal penugasan, Pertama,
dalam dimensi karakteristik soal pilihan ganda terdiri atas delapan indikator,
yaitu: (a) karakter jawaban, (b) kata dalam soal, (c) kalimat dalam soal, (d)
paragraf dalam soal, (e) jumlah pernyataan, (f) jumlah soal dalam waktu
tertentu, (g) persentase soal, dan (h) tingkatan pada taksonomi SOLO. Kedua,
dalam dimensi karakteristik soal esai terdiri atas lima indikator, yaitu: (a)
karakter jawaban, (b) kata dalam soal, (c) kalimat dalam soal, (d) jumlah soal
dalam waktu tertentu, (e) persentase soal, dan (f) tingkatan pada taksonomi
SOLO. Ketiga, dalam dimensi karakteristik soal bacaan rumpang terdiri atas
delapan indikator, yaitu: (a) karakter jawaban, (b) kata dalam soal, (c) kalimat
dalam soal, (d) paragraf dalam soal, (e) jumlah pernyataan, (f) jumlah soal
dalam waktu tertentu, (g) persentase soal, dan (h) tingkatan pada taksonomi
SOLO. Keempat, dalam dimensi karakteristik soal penugasan terdiri atas tujuh
indikator, yaitu: (a) karakter jawaban, (b) kata dalam soal, (c) pernyataan
dalam soal, (d) kalimat dalam soal, (e) jumlah soal dalam waktu tertentu, (f)
persentase soal, dan (g) tingkatan pada taksonomi SOLO.
Saran
Pengembangan perangkat evaluasi pembelajaran Bahasa Indonesia
hendaknya memperhatikan sejumlah aspek dalam penilaian yang meliputi jenis
dan bentuk alat evaluasi, struktur alat evaluasi, tingkat keterbacaan teks baik yang
berada pada pokok soal maupun pada butir jawaban soal, variasi tingkat
kesukaran, dan juga tingkat berpikir yang akan diukur. Hal tersebut perlu
ditekankan berdasarkan hasil analisis kebutuhan diperoleh informasi bahwa
berkaitan dengan soal UN bahasa Indonesia, ternyata banyak dikeluhkan baik oleh
siswa, guru, kepala sekolah, maupun pengawas sekolah. Untuk membaca soalnya
saja siswa telah kehabisan waktu, belum lagi menjawab pertanyaan. Hal tersebut
22
disebabkan oleh kurang terperhatikannya tingkat keterbacaan dan kesukaran
dalam menulis pokok soal dan butir jawaban.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson,Lorin W.;Krathwohl,David R. 2001. A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assessing. New York: Addison Wesley Logman.
Asikin, M. 2002. Penerapan Taksonomi Solo Dalam Penyusunan Item dan
Interprestasi Respon Mahasiswa Pada Perkuliahan.
Bigg, J. B. dan Collis. 1982. Evaluating The Quality of Learning : The Solo
Taxonomy. New York : Akademik Press Inc.
__________. 1982. Evaluating the quality of learning: The SOLO taxonomy. New
York: Academic Press; Biggs, J.1995. Assesing for learning: Some
dimensions underlying new approaches to educational assesment. The
alberta Journal of Educational Research 41 (1).
http://www.tedi.uq.edu.au/downloads/ Biggs_SOLO.pdf;
Bloom, Benyamin S. 1979. Taksonomy of Educational Objectives (The
Clasification of Educational Goals) Handbook 1 Cognitive Domain.
London: Longman Group Ltd.
Gall, Meredith D., Joyce P. Gall, dan Walter R. Borg. 1983. Educational
Research An Introduction (4th
ed.). New York : Pearson Education, Inc.
Hamdani, A. Saepul. 2009. Pengembangan Sistem Evaluasi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Berbasis Taksonomi Solo: Jurnal Pendidikan
Islam. Vol. 01, No.01, Juni 2009 ISSN 2085-3033
__________. 2009. Taksonomi Bloom dan SOLO untuk Menentukan Kualitas
Respon Siswa terhadap Masalah Matematika. mhtml:file://E:\payung
\taksonomi%20SOLO\TAKSONOMI%20BLOOM%20 DAN%20SOLO%20
UNTUK%20MENENTUKAN%20KUALITAS%20RESPON%20SISWA%20T
ERHADAP%20MASALAH%20MATEMATIKA.mht!http://batang-karso.
blogspot.com/2009/11/ taksonomi-bloom-dan-solo-untuk.html.
Kenny, John. 2002. SOLO Taxonomy. RMIT University.
(http://www.rmit.edu.au/browse?).
Masruroh, Siti. 2007. “Analisis Taksonomi SOLO (The Structure of The Observed
Learning Outcome) pada Soal Ujian Akhir Sekolah Mata Pelajaran Fisika di
SMA Negeri Kutowinangun Kabupaten Kebumen Tahun Pelejaran
23
2006/2007” Skripsi tidak diterbitkan. Semarang:Unnes.
Nursiyah. 2010. Alat Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2
Surakarta. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Widoyoko, Eko Putro. 2008. Pengembangan Model Evaluasi Program
Pembelajaran IPS di SMP. Penelitian Hibah Bersaing Ditjan Dikti tahun
2007-2008.
www.usbypkp.ac.id/.../451-bahasa-disepelekan-banyak-siswa-tak-lulus-un-
karena-nilai-bahasa-indonesia-rendah - Tembolok.
www.edukasi.kompasiana.com/.../ternyata-kebanyakan-siswa-tidak-lulus-un-
karena-bahasa-indonesia/ - Tembolok.
www.sosialbudaya.tvone.co.id/.../duh_kebanyakan_siswa_justru_tak_lulus_un_b
ahasa_indonesia - Tembolok.
www.suaramerdeka.com/.../Banyak-Siswa-tidak-Lulus-UN-Bahasa-Indonesia -
Tembolok.