Bab I. Skripsi Eful

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk Negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km, serta letaknya yang sangat strategis di antara dua benua dan dua samudra yang dilalui garis khatulistiwa (ekuator). Selain itu, Indonesia memiliki sumberdaya laut dan pesisir yang melimpah di seluruh wilayah sekitar garis pantai Indonesia, baik hayati maupun nonhayati. Salah satu sumberdaya laut dan pesisir yang terdapat di Indonesia adalah ekosistem hutan mangrove yang berada hampir di setiap wilayah pesisir dan garis pantai Indonesia. Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000 : 13). Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Tirtakusumah, 1994 : 17). Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestarian, seperti; penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan (Permenhut, 2004). Luas ekosistem hutan mangrove yang ada di Indonesia sekitar 4.251.011 Ha yang tersebar di beberapa pulau, seperti Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua/Irian yang dimana persebaran ekosistem hutan mangrove terbesar terdapat di Papua/Irian ( 65%) dan Sumatera ( 15%) (WCMC World Conservation Monitoring Centre, 1992). Tetapi, lebih dari setengah luas ekosistem hutan mangrove yang ada di Indonesia ternyata dalam kondisi rusak parah, diantaranya 1,6 juta Ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta Ha di luar kawasan hutan (Ginting, 2006 : 17).

Keberadaan ekosistem mangrove di wilayah Provinsi NTB sendiri telah berada pada kondisi kritis. Secara pasti: ini terlihat dari perkembangan luas dan kualitas vegetasi mangrove-nya yang semakin menyusut. Data yang ada menunjukkan bahwa tahun 1993, hutan mangrove di NTB masih seluas 49.174 hektare (ha). Angka ini rupanya tidak dapat bertambah, justru sebaliknya menurun drastis. Di mana pada kurun waktu enam tahun

berikutnya, yaitu tahun 1999, hutan mangrove mengalami penyusutan dan tersisa sekitar 20.234 ha. Benar-benar kronis.

Hal ini menunjukkan bahwa laju kerusakan hutan mangrove pada kurun waktu 19931999 mencapai 28,940 ha, atau dengan kata lain kerusakan hutan mangrove di NTB mencapai 4.823 ha setiap tahunnya. Kondisi yang memprihatinkan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu, sampai tahun 2006 dengan 18.357 ha. Berdasarkan kajian peta GIS terakhir, tahun 2008, hutan mangrove di NTB hanya tersisa 18.098 ha. Terdiri dari 10.571 ha yang berlokasi di luar kawasan hutan dan 7.526 ha di dalam kawasan hutan dengan kondisi sekitar 54 persen telah mengalami kerusakan. Kondisi yang masih baik dan relatif baik terutama terdapat di dalam kawasan hutan dan kawasan konservasi laut daerah.

Sementara hasil sebuah riset ilmu pengetahuan mencatat berbagai kegunaan mangrove. Dan itu sangat mencengangkan. Menyadari arti pentingnya tanaman pesisir ini, Bappeda Provinsi NTB menggagas kegiatan lokakarya sehari bekerjasama dengan Balai Mangrove Indonesia, 11 Mei 2010 lalu. Tema acara yang dipusatkan di ruang rapat Pelaparado, Kantor Bappeda Provinsi NTB ini, Rapat Koordinasi Pokja Pengelolaan Ekosistem Mangrove Mataram. Prof. DR. Agil Al-Idrus, pakar mangrove dari FKIP Unram, mengatakan, mangrove sebagai salah satu indikator terbaik untuk mengukur tingkat pencemaran air laut. Keunikan kompleks mangrove di Gili Sulat, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, sebagai miniatur yang sangat lengkap dan nyaris sempurna sebagai tempat untuk mengamati keberadaan setiap unsur dari ekosistem peralihan. Pola tumbuh tanaman mangrove di Gili Sulat sebagai yang paling unik di dunia. Itu karena spesies mangrove tertentu yang mestinya terdapat di pinggir, malah tumbuhnya di tengah,ujar Agil dalam paparannya di acara tersebut. Kondisi ini digambarkan terbolak-balik dari pola tumbuh tanaman mangrove di manapun di tempat lain. DR. Harry Irawan Johari, akademisi dari Universitas Gunung Rinjani, Lombok Timur, menekankan pentingnya ekosistem mangrove. Produktivitas dan potensi hutan mangrove di NTB, kata dia, dapat memberikan manfaat secara langsung terhadap kemampuan ekosistem mangrove untuk menghasilkan berbagai macam spesies ikan yang bernilai penting, baik secara ekologi maupun ekonomi.

Aktivitas penduduk merupakan suatu wujud kegiatan atau tindakan yang memiliki pola tertentu dari manusia di dalam penduduk yang dapat menimbulkan wujud kebudayaan. Aktivitas penduduk terdiri dari berbagai macam bidang, yaitu bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Untuk aktivitas ekonomi penduduk terdiri dari pangan dan sandang, tempat tinggal/perumahan, pendapatan/penghasilan dan pekerjaan/mata pencaharian (Melly, 1989). Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas ekonomi penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove tersebut. Aktivitas ekonomi penduduk yang menyebabkan kerusakan ekosistem hutan mangrove, yaitu pengalih fungsian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, pertanian, perumahan, permukiman, dan raklamasi pantai untuk kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, pohon mangrove dimanfaatkan sebagai bahan bakar (kayu bakar, arang dan alkohol), bahan bangunan (balok perancah, atap rumah, tonggak, dan badan kapal) danbahan baku industri (makanan, minuman, pupuk, obat-obatan dan kertas) (Saenger, 1983 : 23 ).

Ekosistem hutan mangrove yang sudah dieksploitasi oleh aktivitas ekonomi penduduk biasanya tidak dilakukan upaya pelestariannya sehingga ekosistem hutan mangrove akan terus-menerus mengalami kerusakan dan akhirnya menjadi punah. Untuk ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi penduduk perlu dilakukan upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove oleh pemerintah dan masyarakat dengan konservasi, reboisasi, dan rehabilitasi hutan mangrove. Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove yang dilakukan oleh pemerintah biasanya dilakukan oleh Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun dari Pemerintah daerah setempat kemudian dibantu oleh masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan alam. Terkait dengan permasalahan-permasalahan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Labuhan Sawo Desa Penyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa.

B. Identifikasi Masalah

Beberapa permasalahan yang terkait dengan pengaruh aktivitas penduduk terhadap ekosistem hutan mangrove di Labuhan Sawo Desa Penyaring Kecamatan Moyo Utara

Kabupaten Sumbawa, yaitu: (1). Kondisi fisik ekosistem hutan mangrove; (2). Fungsi dan manfaat ekosistem hutan mangrove; (3). Kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove; (4). Aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove; dan (5). Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove, aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove, dan upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk di Labuhan Sawo Desa Penyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa. . D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove di Labuhan Sawo Desa Panyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa ? 2. Bagaimana aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Labuhan Sawo Desa Panyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa ? 3. Bagaimana upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk di Labuhan Sawo Desa Panyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk Mengetahui kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove di Labuhan Sawo Desa Panyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa ? 2. Untuk Mengetahui aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Labuhan Sawo Desa Panyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa ?

3. Untuk Mengetahui upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk di Labuhan Sawo Desa Panyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa ?

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Sebagai bahan masukan bagi instansi pemerintah dan swasta di Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan khususnya di Labuhan Sawo Desa Panyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa dalam mengambil kebijakan tentang pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove. 2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi penduduk yang berdomisili di Labuhan Sawo Desa Panyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa. 3. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam menulis karya ilmiah berbentuk skripsi. 4. Sebagai bahan pembanding bagi penulis lain untuk meneliti masalah yang sama pada waktu dan daerah yang berbeda.

G. Asumsi

Asumsi adalah anggapan dasar tentang

suatu masalah atau fakta yang sudah

mengandunga kebenaran dan tidak memerlukan pembuktian secara empiris. Sehubungan dengan asumsi ini ada pendapat yang menyatakan bahwa : Asumsi adalah sesuatu yang tidak diselidiki. (Ridjin, 1979 : 15). Pendapat lain menyatakan bahwa : Asumsi adalah anggapan Dasar atau pendekatan yang menjadi tumpuan segala pandangan dan kegiatan terhadap masalah yang sedang dihadapi. Pendekatan ini menjadi titik pangkal suatu penelitian, sehingga tidak lagi menjadi keragu-raguan penyelidik. (Surachmad, 1980 : 38). Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan asumsi adalah suatu kepastian yang mendukung masalah berikutnya yang tidak diselidiki karena tidak diragukan kebenarannya. Beberapa asumsi yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : G.1. Baik saat ini maupun masa yang akan dating Kelestarian hutan mangrove perlu kita jaga. G.2. Pengrusakan hutan mangrove akan membawa dampak negative bagi masyarakat sekitar pesisir.

H. Hipotesis Hipotesis adalah suatu pernyataan yang belum sepenuhnya diakui kebenarannya. Benar tidaknya hipotesis itu harus diuji terlebih dahulu. (Netra, 1974 ; 26). Sedangkan Sutrisno Hadi Menyatakan bahwa : Hipotesis adalah suatu dugaan sementara yang mungkin benar atau mungkin juga salah, tergantung pada data yang dikumpulkan.(Hadi, 1976 ; 74). Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara, yang kebenarannya harus diuji terlebih dahulu berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Bahwa ada pengaruh aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Labuhan Sawo Desa Penyaring Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa.

I. Metode Pendekatan Penelitian Dalam Buku Metodologi penelitian dijelaskan bahwa : Metode pendekatan penelitian ada dua macam yaitu : (1). Metode Empiris yaitu suatu cara pendekatan dimana gejala yang akan diselidiki itu telah ada secara wajar, (2) Metode Eksperimen yaitu suatu cara pendekatan dimana gejala yang akan diselidiki itu ditimbulkan secara sengaja (Netra, 1974 ; 39). Berdasarkan paendapat tersebut di atas, maka metode pendekatan subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan eksperimen. Hal ini disebabkan karena gejala yang akan diteliti ditimbulkan secara sengaja dan perlu adanya pengkajian teoritis mendalam.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Hutan Mangrove Menurut etimologi (asal kata), kata mangrove berasal berasal dari kata Mangue (Bahasa Prancis) dan kata at Grove (Bahasa Inggris) yang artinya komunitas tanaman yang tumbuh di daerah berlumpur dan pada umumnya ditumbuhi oleh sejenis pohon bakau (Rhizophera sp) (Davis, 1940). Hutan mangrove merupakan hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

terpengaruh oleh iklim sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000). Noor (1999) memberikan batasan tentang hutan mangrove bahwa hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari hutan ini terdiri dari tegakan pohon Rhizhophor, Bruguiera, Sonneratia, Nypa, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Aegiceras, Xylocarpus dan Scyphyphora. Menurut Bengen (2000), Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas yang dimana dalam hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus). Sugiarto (1996) menyatakan bahwa di dalam ekosistem hutan mangrove terdapat berbagai macam jenis tumbuhan mangrove, yaitu Bakau (Rhizophora mucronata), Tanjang (Bruguiera gymnorrizha), Tenngar (Ceriops tagal), Perapat/Bogem/Pedada (Sonneratia alba), Api-Api (Avicennia marina), Niri/Nyiri (Xylocarpus moluccensis), Bayur Laut/Cerlang Laut (Heritiera littoralis), Kayu Kuda (Dolichaudrone spathacea), Terutum (Lumnitzera littorea), Perepat Kecil/Gedangan/Tanggung (Aegiceras cornoculatum), Jeruju (Acanthus ilicifolius), Kayu Buta-Buta (Excoecaria agallocha), Paku Laut (Acrostichum aureum), Gelang Laut/Gelang Pasir (Sasuvium portulacastrum), Alur (Sueda maritima), Tuba Laut (Derris heterophylla), Gambir Laut (Chlerodendron inerme), Triantheum portulacastrum dan Phyla nodiflora. Menurut Chapman (1984) bahwa flora yang terdapat dalam ekosistem hutan mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu; (1). Flora mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi hutan mangrove, contoh: Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone; dan (2). Flora mangrove peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi hutan mangrove, tetapi juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lain, contoh: Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littorelis, Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain. Flora mangrove umumnya di dalam ekosistem hutan mangrove tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan yang mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan (Saenger, 1983). Saenger (1983); Salim (1986); dan Naamin (1990) menyatakan bahwa fungsi ekosistem mangrove mencakup: (1) Fungsi fisik; menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut; dan mengolah bahan limbah, (2) Fungsi biologis ; tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air; tempat bersarangnya burung; habitat alami bagi berbagai jenis biota, dan (3) Fungsi ekonomi sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan.

Saenger, (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutan mangrove, antara lain; bahan bakar (kayu bakar, arang dan alkohol), bahan bangunan (balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api, pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah), pertanian (makanan ternak, pupuk dan sebagainya), perikanan (tiangtiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringan ikan, bahan penyamak jaring dan lantai), dan bahan baku industri (makanan, minuman, obatobatan, kertas, dan sebagainya). Berdasarkan pada KMNL (1995/1996) bahwa potensi ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat, yaitu (1). Membantu mencegah terjadinya abrasi laut; (2). Mengatur keseimbangan antara ketersediaan garam dan air tawar dalam memelihara ekosistem; (3). Akar pohon mangrove dapat menahan gerakan pasang surut air laut; (3). Sebagai sumber makanan, tempat berlindung dan tempat bereproduksi bagi hewan laut dan satwa liar darat; dan (4). Sebagai sumber bahan bakar, bahan bangunan dan bahan baku industri kimia. Dilihat dari segi ekonomi, ekosistem hutan mangrove sangat berfungsi dan bermanfaat bagi kehidupan manusia terutama penduduk setempat yang berdomisili di dekat ekosistem hutan mangrove, misalnya sebagai sumber pendapatan/penghasilan tambahan atau sebagai sumber mata pencaharian/pekerjaan sampingan penduduk setempat (Anwar dan Gunawan, 2007). 2. Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Sumberdaya alam ekosistem mangrove termasuk dalam sumber daya wilayah pesisir, merupakan sumber daya yang bersifat alami dan dapat diperbaharui (renewable resources) yang harus dijaga keutuhan fungsi dan kelestariannya, supaya dapat menunjang pembangunan dan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan pengelolaan yang lestari. Menurut Dahuri (2003), ada tiga parameter lingkungan utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien, dan stabilitas substrat. Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan kondisi fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi (rusak) yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Tirtakusumah, 1994). Pada umumnya kerusakan ekosistem hutan mangrove disebabkan oleh aktivitas manusia dalam pendayagunaan sumberdaya alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestarian, seperti; penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan pertambangan (Permenhut, 2004). Bengen (2001) menjelaskan bahwa kerusakan ekosistem hutan mangrove dikarenakan adanya fakta bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan ekosistem hutan mangrove menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Hal itu dikarenakan memang pada dasarnya hutan mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Khomsin (2005: 190) menyatakan bahwa: Kerusakan alamiah ekosistem hutan mangrove timbul karena peristiwa alam seperti adanya gelombang besar pada musim angin timur dan musim kemarau yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan akumulasi garam dalam tanaman. Selain itu, Gelombang besar dapat menyebabkan tercabutnya tanaman muda atau tumbangnya pohon, serta menyebabkan erosi tanah

tempat bakau tumbuh. Kekeringan yang berkepanjangan bisa menyebabkan kematian pada vegetasi mangrove dan menghambat pertumbuhannya. Konversi hutan mangrove terus meningkat untuk dijadikan lahan pertanian atau tambak ikan/udang, sehingga menyebabkan penurunan produktivitas ekosistem tersebut (Dave, 2006; Prima-vera, 2005). Menurut Irwanto (2008) bahwa banyak kegiatan manusia di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove yang berakibat perubahan karakteristik fisik dan kimiawi di sekitar habitat hutan mangrove sehingga tempat tersebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di dalam ekosistem hutan mangrove. Menurut Soesanto (1994) bahwa dalam usaha pengembangan ekonomi kawasan mangrove seperti pembangkit tenaga listrik, lokasi rekreasi, pemukiman dan sarana perhubungan serta pengembangan pertanian pangan, perkebunan, perikanan dan kehutanan harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya wilayah pesisir. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan tuntutan untuk mendayagunakan sumberdaya mangrove terus meningkat. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, maka kondisi ekosistem hutan mangrove dibagi menjadi tiga kriteria yang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1: Kriteria Ekosistem Hutan Mangrove. No Kriteria Penutupan Kerapatan Pohon/Ha 1 Baik 75% 1500 Pohon/Ha 2 Sedang 50% - < 75% 1000 - < 1500 Pohon/Ha 3 Rusak < 50% < 1000 Pohon/Ha Sumber : Dahuri, 1996 dalam Sunarto, 2008, hal. 26 Dilihat dari tabel 1 kriteria ekosistem hutan mangrove dapat diketahui bahwa (1) kondisi ekosistem hutan mangrove tergolong baik apabila jumlah vegetasi hutan mangrove yang menutupi lahan 75% dan kerapatan pohon yang tumbuh di lahan hutan mangrove 1500 Pohon/Ha; (2) kondisi ekosistem hutan mangrove tergolong sedang apabila jumlah vegetasi hutan mangrove yang menutupi lahan 50% - < 75% dan kerapatan pohon yang tumbuh di lahan hutan mangrove 1000 - < 1500 Pohon/Ha; dan (3) kondisi ekosistem hutan mangrove tergolong rusak apabila jumlah vegetasi hutan mangrove yang menutupi lahan < 50% dan kerapatan pohon yang tumbuh di lahan hutan mangrove < 1000 Pohon/Ha. Selain itu, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan (Dahuri, 1996), yaitu: A. Kerusakan Ringan Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong ringan apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 50% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 1000 pohon/Ha. Untuk kerusakan ringan ekosistem hutan mangrove hanya berpengaruh kecil terhadap kelangsungan hidup fauna yang berhabitat disana maupun aktivitas ekonomi penduduk yang tinggal di daerah tersebut. B. Kerusakan Sedang Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong sedang apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 30% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 600

pohon/Ha. Untuk kerusakan sedang ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan sebagian besar fauna kehilangan sumber makanan dan tempat tinggal, serta sebagian besar aktivitas ekonomi penduduk dalam memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove akan berkurang. C. Kerusakan Berat Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong berat apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 10% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 200 pohon/Ha. Untuk kerusakan berat ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan kehidupan fauna yang berhabitat disana terancam bahaya bahkan kepunahan dan aktivitas ekonomi penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove akan terhenti, selain itu daerah tersebut akan terancam dari bencana alam tsunami, gelombang laut besar dan abrasi yang membahayakan kehidupan manusia. 3. Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Menurut Soesanto dan Sudomo (1994), kerusakan ekosistem hutan mangrove dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain: (1). Kurang dipahami kegunaan ekosistem hutan mangrove; dan (2). Meskipun hutan mangrove terus terancam kelestariannya, namun berbagai aktivitas penyebab kerusakan hutan mangrove terus terjadi dan adakalanya dalam skala dan intensitas yang terus meningkat (Kusmana, 2002). Perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama pembukaan areal untuk pertambakan, pertanian maupun pembangunan (Rudianto, 2009). Bengen (2004: 4) menyatakan bahwa: Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, dll), tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir, khususnya ekosistem hutan mangrove, semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya berdampak terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove itu sendiri baik secara langsung (misalnya kegiatan penebangan atau konversi lahan) maupun tak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan ). Menurut Ibrahim (2006) bahwa penyebab ancaman dan kerusakan ekosistem hutan mangrove antara lain: (1). Meningkatnya jumlah penduduk yang bermukim di lingkungan sekitar ekosistem hutan mangrove, sehingga pemanfaatan sumberdaya alam hutan mangrove semakin meningkat; (2). Pemanfaatan sumberdaya alam hutan mangrove yang semula dilakukan secara tradisional berubah menjadi secara komersial; (3). Ekosistem hutan mangrove peka terhadap perubahan dan tekanan dari luar yang melampaui kemampuan dan daya dukungnya, misalnya pencemaran lingkungan berupa limbah industri dan sampah di dalam ekosistem hutan mangrove; (4). Semakin meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan kawasan ekosistem hutan mangrove diubah menjadi perumahan, permukiman, perkantoran, industri, pelabuhan, tempat rekreasi (objek wisata), dan lain-lain; serta (5). Kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi berkurang karena adanya perubahan pemanfaatan lahan hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, baik tambak ikan maupun tambak udang. Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan hutan mangrove dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat

rusaknya hutan, antara lain: (1). Keinginan untuk membuat pertambakan dengan lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan menguntungkan, karena mudah dan murah; (2). Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga, karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang bisa ditebang; dan (3). Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove, adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional (Perum Perhutani 1994). Menurut Dahuri (1996) bahwa dampak potensial yang dapat timbul akibat aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove yang dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2: Beberapa Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Dampak Potensial Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove. No Aktivitas Penduduk Dampak Potensial 1 Tebang Habis Berubahnya komposisi tumbuhan, pohon pohon mangrove akan digantikan oleh spesiesspesies yang nilai komersialnya rendah dan terjadinya penurunan fungsi sebagai feeding, nursery dan spawning ground. 2 Pengalihan aliran air tawar misalnya pada pembangunan irigasi Terjadinya peningkatan salinitas dan penurunan kesuburan mangrove. 3 Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan, pemukiman Mengancam regenerasi stok ikan dan udang diperairan lepas pantai, terjadi pencemaran laut oleh pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat mengrove. Terjadi pendangkalan pantai, abrasi dan intrusi air laut. 4 Pembuangan sampah cair Penurunan kandungan oksigen, munculnya gas H2S. 5 Pembuangan sampah padat Memungkinkan tertutupnya pneumatopor yang berakibat kematian mangrove dan perembasan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat. 6 Pencemaran tumpahan minyak Mengakibatkan kematian mangrove. 7 Penambangan dan ekstraksi mineral, baik dalam hutan maupun

daerah sekitar hutan Kerusakan total ekosistem mangrove sehingga menghancurkan fungsi bioekologis mangrove dan terjadinya pengendapan sedimen yang berlebihan yang dapat mematikan mangrove. Sumber: Dahuri, 1996 dalam Sunarto, 2008, hal. 31 4. Upaya Pelestarian Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Akibat Aktivitas Ekonomi Penduduk Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove di beberapa daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, maupun Papua telah dilakukan berkali-kali (Rimbawan, 1995; Sumarhani, 1995; Fauziah, 1999). Upaya ini biasanya dilakukan oleh pemerintah berupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun dari Pemerintah daerah setempat, namun hasil yang dipeorleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah (Saparinto, 2007). Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang ikut berpertisipasi membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup khususnya ekosistem hutan mangrove dengan metode, yaitu konservasi, reboisasi dan rehabilitasi (Rahmawaty, 2006). Kusmana (2005: 8) menyatakan bahwa: Secara umum, semua habitat pohon mangrove di dalam ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat memperbaiki kondisinya seperti semula secara alami dalam waktu 15 20 tahun apabila (1). Kondisi normal hidrologi tidak terganggul; dan (2). Ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi normal atau mendekati normal tetapi biji pohon mangrove tidak dapat mendekati daerah rehabilitasi, maka dapat direhabilitasi dengan cara penanaman. Oleh karena itu, habitat pohon mangrove dapat diperbaiki tanpa penanaman, maka rencana rehabilitasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan pohon mangrove. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 43 tentang kehutanan bahwa dalam kaitan kondisi hutan mangrove yang rusak pada setiap orang yang memiliki, mengelola atau memanfaatkan hutan mangrove wajib melaksanakan rehabilitas untuk tujuan perlindungan konservasi. Rudianto (2007) menyatakan bahwa salah satu cara melindungi hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi, dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai. Menurut Sugandhy (1994) bahwa ada beberapa permasalahan yang terdapat dalam kawasan ekosistem hutan mangrove yang dengan upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove, yaitu; (1). Pemanfaatan ganda yang tidak terkendali; (2). Permasalahan tanah timbul akibat sedimentasi yang berkelanjutan; (3). Konversi kawasan hutan mangrove menjadi kawasan lain; (4). Permasalahan sosial ekonomi; (5). Permasalahan kelembagaan dan pengaturan hukum kawasan pesisir dan lautan; dan (6). Permasalahan informasi kawasan pesisir. Menurut Anita (2002) bahwa usaha-usaha yang harus dikembangkan dalam upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove, antara lain; (1).

Perlindungan kawasan hutan mangrove yang bernilai konservasi tinggi; (2). Peremajaan perlu dilakukan pada hutan mangrove yang telah rusak untuk memulihkan fungsi ekosistem dan untuk meningkatkan nilai manfaat langsungnya; dan (3). Pencagaran ekosistem hutan mangrove hendaknya berdasarkan kriteria yang jelas dan pertimbangan yang rasional. Sugiarto (1996) menyatakan bahwa kawasan ekosistem hutan mangrove banyak dikonservasi dalam kawasan terpisah maupun kawasan tergabung dalam cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional berdasarkan pada empat strategi pokok konservasi, yaitu pelindung proses ekologis dan penyangga kehidupan kawasan, pengawet keragaman sumberdaya plasma nutfah, pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem, serta tata guna dan tata ruang kawasan hutan mangrove. Menurut Perum Perhutani (1994) dalam pelaksanaan reboisasi (penghijauan) kawasan ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat dilakukan dengan cara pengadaan bibit, seleksi bibit, persemaian bibit, menggunakan media semai, pengangkutan bibit, penanaman bibit, serta pemeliharaan dan perlindungan. B. Kerangka Berpikir Kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan dapat disebabkan oleh dua faktor penyebab, yaitu penyebab alami dan penyebab manusia. Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang berasal dari faktor penyebab alami pada umumnya disebabkan oleh gempa bumi, badai angin, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor penyebab yang relatif kecil, sedangkan, kerusakan ekosistem hutan mangrove yang berasal dari faktor penyebab manusia merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove, seperti penebangan pohon mangrove (sebagai bahan bakar dan bahan baku industri kimia), membuat areal pertambakan (tambak ikan atau udang), dan pembangunan (permukiman, industri, pelabuhan dan tempat rekreasi) (Tirtakusumah, 1994). Faktor kerusakan ekosistem hutan mangrove yang disebabkan oleh manusia pada umumnya terjadi karena manusia memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari, seperti sebagai sumber pendapatan/penghasilan tambahan ataupun sebagai sumber pekerjaan/mata pencaharian sampingan pada para nelayan yang tinggal di daerah sekitar tersebut (Melly, 1989). Oleh sebab itu, diperlukan upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat yang ikut berpartisipasi menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan metode konservasi, reboisasi dan rehabilitasi (Rahmawaty, 2006). Gambar 1: Skema Kerangka Berpikir Ekosistem Hutan Mangrove Upaya Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove Aktivitas Ekonomi Penduduk Proses Alamiah Kerusakan Ekosistem Eksploitasi Hutan Mangrove

Pemerintah Masyarakat Konservasi Reboisasi Rehabilitasi BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan. Adapun alasan penulis mengambil daerah ini sebagai lokasi penelitian adalah: 1. Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan yang terletak di daerah pesisir dengan tepi pantai yang berlumpur sehingga banyak pohon mangrove yang tumbuh disana membentuk ekosistem hutan mangrove seluas 163 Ha. 2. Sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian yang sama di daerah ini. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berdomisili di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan dengan jumlah penduduk 13.618 jiwa atau 3.144 kepala keluarga (KK) (BPS Kota Medan Tahun 2008). 2. Sampel Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi penelitian yang berjumlah 3.144 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Apabila sampel tersebut sudah lebih dari 1000 kepala keluarga (KK), maka diperlukan perhitungan sampel dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut: a. Menghitung variabilitas (V) terlebih dahulu untuk mengambil jumlah sampel sebagai berikut. Rumus 1: b. Selanjutnya menghitung jumlah sampel (n) dari Variabilitas (V) yang sudah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Rumus 2: V p 100 p

p persentase karakteristik sampel yang dianggapbenar V Variabilitas Keterangan

:2

C nZV () () : C Batas kepercayaan Confidence Limit V Variabilitas Z Tingkat kepercayaan Confidence Level n Jumlah sampel Keterangan

c. Kemudian menghitung jumlah sampel yang sebenarnya (n) digunakan rumus jumlah sampel yang dikoreksi sebagai berikut. Rumus 3: Untuk perhitungan yang menentukan jumlah sampel dari populasi di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada lampiran III. Jadi, jumlah sampel yang sebenarnya dalam penelitian ini adalah 93 kepala keluarga (KK) untuk populasi 3.144 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan sebagai lokasi penelitian. C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini berupa variabel bebas (X), yaitu aktivitas ekonomi penduduk dan variabel terikat (Y), yaitu kerusakan ekosistem hutan mangrove yang dapat dilihat pada gambar 2 berikut. Gambar 2: Variabel Penelitian N n nn

1 ' ( arg ) 2 ' : N Jumlah populasi Kepala Kelu a n Jumlah sampel yang dihitung berdasarkan rumus n Jumlah sampel yang telah dikoreksi Keterangan

Variabel Bebas (X) Aktivitas Ekonomi Penduduk Variabel Terikat (Y) Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove 2. Definisi Operasional Untuk memahami variabel penelitian dari penelitian ini, maka perlu penjelasan berupa definisi operasional sebagai berikut: a. Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan kondisi fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi (rusak) yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. b. Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan lebih dominan disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas penduduk. c. Aktivitas penduduk adalah suatu wujud kegiatan atau tindakan yang memiliki pola tertentu dari manusia di dalam penduduk yang dapat menimbulkan wujud kebudayaan yang terdiri dari bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. d. Aktivitas penduduk di bidang ekonomi yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove karena pemanfaatan sumberdaya alam hutan mangrove sebagai sumber pendapatan/penghasilan tambahan atau sebagai sumber pekerjaan/mata pencaharian sampingan. e. Untuk variabel kerusakan ekosistem hutan mangrove diperlukan data deskritif kualitatif berupa luas lahan kerusakan ekosistem hutan mangrove dengan tingkat kerusakan ringan, sedang dan berat. f. Untuk variabel aktivitas ekonomi penduduk diperlukan data deskriptif kualitatif berupa jenis pekerjaan/mata pencaharian penduduk yang mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove. D. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer 1.1. Observasi Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang gambaran umum aktivitas yang dilakukan oleh penduduk yang berpotensi menyebabkan kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan dengan mengamati secara langsung ke lokasi penelitian menggunakan lembar observasi. 1.2. Angket Angket digunakan untuk menjaring data tentang aktivitas penduduk yang dapat mempengaruhi kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan yang dimana penduduk yang berdomisili di lokasi penelitian dijadikan sebagai responden penelitian. Untuk memilih responden yang akan dipilih pada jumlah sampel untuk mengisi angket dilakukan teknik sampel keseluruhan (Total Sampling) yang berjumlah 93 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan. 2. Data Sekunder 2.1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari referensi-referensi dari para ahli yang relevan sesuai dengan msalah yang diteliti. 2.2. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi pada penelitian ini dilakukan di Kantor Kecamatan Medan Belawan dan Kantor Kelurahan Bagan Deli untuk mengambil data sekunder untuk mengetahui tentang kerusakan ekosistem hutan mangrove dan aktivitas ekonomi penduduk yang menjadi salah satu penyebab kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskritif kualitatif. Dengan menganalisis dan menyajikan data-data dan secara sistematis kemudian perhitungan persentase dari tabel-tabel frekuensi yang dilengkapi dengan kategori-kategori data. BAB IV DESKRIPSI GEOGRAFI LOKASI PENELITIAN A. Kelurahan Bagan Deli 1. Sejarah Sebelum penjajahan masuk ke Indonesi, Kelurahan Bagan Deli termasuk wilayah Desa Belawan dan belum bernama Desa Bagan Deli. Pada masa penjajahan di Indonesia banyak penduduk yang berdatangan dan tinggal di Desa Belawan, sebagian penduduk dari Desa Belawan mendirikan desa baru bernama Desa Bagan Deli. Pada tahun 1973, Kelurahan Bagan Deli merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan Labuhan Deli yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang, yaitu bernama Desa Bagan Deli. Kemudian berdasarkan pada dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 tahun 1973 tanggal 9 Mei mengenai perluasan wilayah, maka Kecamatan Labuhan Deli terbagi menjadi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Labuhan, dan Kecamatan Medan Deli yang dimana Desa Bagan Deli menjadi termasuk wilayah Kecamatan Medan Belawan. Kemudian dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1979 tentang pemerintah desa/kelurahan maka desa-desa yang berada di ibukota provinsi diganti dengan kelurahan, sehingga berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 140/4078/K/1987 tentang pemekaran kelurahan dan perubahan nama kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan yang dimana Desa Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan berubah namanya menjadi Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan. 2. Fisik 2.1.Letak dan Luas Kelurahan Bagan Deli adalah salah satu kelurahan yang terdapat di wilayah administrasi Kecamatan Medan Belawan. Kelurahan Bagan Deli merupakan kelurahan yang terletak paling Barat di Kecamatan Medan Belawan dengan luas wilayah administrasi 2,3 km2 atau 230 Ha dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Berdasarkan pada letak astronomis, Kelurahan Bagan Deli terletak pada 03o 47 LU 03o 48 LU dan 98o 41 BT 98o 42 BT. Sedangkan, berdasarkan pada letak geografis, Kelurahan Bagan Deli terletak berbatasan dengan : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Belawan I, dan Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang 3) Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka 4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Belawan II dan Kelurahan Belawan Bahari

Kelurahan Bagan Deli memiliki luas wilayah administrasi 2,3 km2 atau 230 Ha yang terdiri dari 15 lingkungan yang dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 3: Luas Wilayah Untuk Setiap Lingkungan di Kelurahan Bagan Deli. No Lingkungan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Lingkungan I 6,78 2,95 2 Lingkungan II 8,37 3,64 3 Lingkungan III 9,60 4,17 4 Lingkungan IV 10,20 4,43 5 Lingkungan V 12,85 5,59 6 Lingkungan VI 12,22 5,31 7 Lingkungan VII 13,30 5,78 8 Lingkungan VIII 15,91 6,92 9 Lingkungan IX 14,37 6,25 10 Lingkungan X 16,95 7,37 11 Lingkungan XI 17,60 7,65 12 Lingkungan XII 18,88 8,21 13 Lingkungan XIII 20,10 8,74 14 Lingkungan XIV 21,07 9,16 15 Lingkungan XV 31,80 13,83 Jumlah 230 100,00 Sumber. Kantor Kelurahan Bagan Deli, 2010 Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa lingkungan terluas di Kelurahan Bagan Deli adalah Lingkungan XV dengan luas 31,80 Ha (13,83%) dan lingkungan terkecil di Kelurahan Bagan Deli adalah Lingkungan I dengan luas 6,78 Ha (2,95%). Pada sebelumnya Kelurahan Bagan Deli hanya memiliki 14 lingkungan saja, tetapi semenjak dibangun jembatan gantung yang menghubungkan ke daerah seberang dipisahkan oleh muara sungai yang disebut Bagan Tambahan Seberang sehingga daerah tersebut menjadi wilayah Lingkungan XV Kelurahan Bagan Deli. 2.2.Iklim dan Topografi Berdasarkan pada data sekunder yang bersumber dari Badan Meteorologi Maritim Indonesia (BMMI) Cabang Kota Medan tahun 2010 bahwa Kelurahan Bagan Deli memiliki suhu udara rata-rata antara 28o 35o per tahun dan curah hujan rata-rata antara 2600 3500 mm/tahun. Kelembaban udara rata-rata di Kelurahan Bagan Deli 75 79% per bulan, laju rata-rata total evaporasi (penguapan) di Kelurahan Bagan Deli 138 mm/bulan, dan kecepatan angin ratarata 0,52 m/s per bulan. Sehingga dapat diketahui bahwa menurut iklim Koppen bahwa Kelurahan Bagan Deli termasuk ke dalam iklim lautan tropik atau Af karena iklim di Kelurahan Bagan Deli dipengaruhi oleh laut, yaitu Selat Malaka. Berdasarkan pada letak wilayah administrasi Kelurahan Bagan Deli memiliki keadaan topografi relatif datar dengan ketinggian antara 0 1 meter di atas permukaan laut (dpl) dan kemiringan antara 0o 3o. Dengan demikian, wilayah Kecamatan Medan Belawan termasuk wilayah pesisir yang dipengaruhi pasang surut air laut, sehingga sebagian besar air bersifat payau. 2.3.Sungai Di wilayah administrasi Kelurahan Bagan Deli hanya mamiliki satu sungai kecil dan pendek yang bernama Sungai Paluh Perta dengan memilki banyak cabang anak sungai lebih kecil yang membagi Kelurahan Bagan Deli menjadi dua wilayah dengan panjang sungai lebih kurang 5 km dan lebar rata-rata sungai antara 5 8 meter dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Bagan lebih kurang

4.158 Ha yang berhulu dari Kelurahan Belawan II dan bermuara langsung ke Selat Malaka. Sedangkan, Sungai Belawan dan Sungai Deli menjadi batas wilayah administrasi antara Kelurahan Bagan Deli dengan wilayah-wilayah lainnya. Sungai Belawan dijadikan batas wilayah administrasi antara Kelurahan Bagan Deli dengan Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang dan Sungai Deli dijadikan batas wilayah administrasi antara Kelurahan Bagan Deli dengan Kecamatan Medan Labuhan. 2.4.Sumberdaya Alam Sumberdaya alam yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli, antara lain sebagai berikut: 2.4.1. Sumberdaya alam dapat diperbarui Sumberdaya alam dapat diperbarui yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli, yaitu: a. Hutan Mangrove Kelurahan Bagan Deli terletak di daerah pesisir yang dimana tepi pantainya berlumpur sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya hutan mangrove yang membentuk ekosistem hutan mangrove telah dimanfaatkan sumberdaya alamnya oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam aktivitas ekonomi. Selain itu, tidak hanya aktivitas ekonomi penduduk saja yang memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove saja, tetapi juga telah dimanfaatkan oleh para pengusaha industri sebagai bahan baku utama dalam proses produksi industri di Kota Medan maupun di luar Kota Medan. Menurut Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 jumlah total produksi hutan mangrove yang dimanfaatkan di Kelurahan Bagan Deli sebanyak 15. 472 ton/tahun (Grand Aston, 2011). b. Perikanan Laut Kelurahan Bagan Deli yang terletak di daerah pesisir yang berbatasan langsung dengan laut, yaitu Selat Malaka sehingga memiliki sumberdaya alam yang melimpah berupa perikanan laut. Sumberdaya alam perikanan laut yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli, antara lain berbagam macam jenis ikan, udang, kerang, cumi-cumi, sotong dan lain-lain. Menurut Dinas Perikanan Dan Kelautan Kota Medan (2011) jumlah total produksi perikanan laut hasil tangkapan di Kecamatan Medan Belawan sebanyak 32. 195 ton/tahun dengan jumlah total konsumsi perikanan laut sebanyak 10,13 kg/tahun/kapita (Grand Aston, 2011). 2.4.2. Sumberdaya alam tidak dapat diperbarui Kelurahan Bagan Deli untuk saat ini masih belum ada eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam tidak dapat diperbarui. Namun di Kelurahan Bagan Deli terdapat industri pengolahan bahan baku yang berasal dari sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui. Contohnya industri pengolahan minyak mentah yang diambil dari Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. 2.5.Fasilitas Kota Fasilitas kota yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli antara lain sebagai berikut: 2.5.1. Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli adalah berupa gedung-gedung sekolah milik pemerintah maupun swasta dengan tingkat yang berbeda dengan frekuensi pada tabel 4 sebagai berikut (Kantor Kecamatan Medan Belawan 2008). Tabel 4: Fasilitas Pendidikan Menurut Jumlah Sekolah di Kelurahan Bagan Deli.

No. Tingkat Pendidikan Status Frekuensi (unit) Negeri 0 1 Taman Kanak-Kanak (TK) Swasta 1 Negeri 2 2 Sekolah Dasar (SD) Swasta 2 Negeri 0 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta 0 Negeri 1 4 Sekolah menengah Atas (SMA) Swasta 0 Jumlah 6 Sumber : Kantor Kecamatan Medan Belawan, 2008 2.5.2. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli adalah berupa Rumah Sakit yang berjumlah 0 unit, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang berjumlah 1 unit dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang berjumlah 6 (Kantor Kecamatan Medan Belawan 2008). 2.5.3. Fasilitas Rumah Ibadah Fasilitas rumah ibadah yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli adalah berupa Mesjid yang berjumlah 2 unit, Langgar yang berjumlah 7 unit, Gereja yang berjumlah 2 unit dan Kelenteng yang berjumlah 1 unit dengan frekuensi sebagai berikut (Kantor Kecamatan Medan Belawan 2008). 2.5.4. Fasilitas Olah Raga Fasilitas olah raga yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli adalah berupa lapangan olah raga beserta atributnya, yaitu sepak bola yang berjumlah 1 unit, bola voli yang berjumlah 0 unit, bulu tangkis yang berjumlah 0 unit dan tenis meja yang berjumlah 1 unit (Kantor Kecamatan Medan Belawan 2008). 2.6.Penggunaan Lahan Penggunaan lahan dari luas keseluruhan wilayah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang diklasifikasikan penggunaannya yang dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5: Penggunaan Lahan di Kelurahan Bagan Deli No Penggunaan Lahan Klasifikasi Frekuensi (unit) Luas (Ha) Umum 15 34 Real Estate 0 0 TNI, ABRI/Polri 0 0 KPR-BTN 0 0 1 Permukiman Pejabat Pemerintah 0 0 Sekolah 5 Perkantoran 1 Perdagangan/pertokoan 13 0,5 Pasar 1 Terminal 0 0

Rumah Ibadah 15 0,5 Makam/Kuburan 1 1 Jalan 23 6 2 Sarana & Prasarana Lain-Lain - Pengairan Teknis (Irigasi) 0 0 Setengah Teknis 0 0 Tadah Hujan 0 0 Pasang Surut 0 0 3 Pertanian Sawah Ladang/Tegalan 0 0 Tambak 7 20 4 Perikanan Kolam 0 0 Empang 0 0 Taman Rekreasi 0 0 Lapangan Sepak Bola 1 Lapangan Bola Voli 0 0 Lapangan Bola Basket 0 0 Lapangan Bulu Tangkis 0 0 5 Rekreasi & Olah Raga Lapangan Tenis Meja 1 6 Daerah Tangkapan Air - 1 38 7 Hutan Mangrove - 1 125 8 Rawa-Rawa - 0 0 9 Lahan Kritis - 0 0 Jumlah 86 230 Sumber: Kantor Kelurahan Bagan Deli, 2011 3. Non-fisik 3.1.Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli berjumlah 15.525 jiwa dengan kepadatan penduduk 68 jiwa/Ha (Kantor Kelurahan Bagan Deli 2011) seperti yang tersaji pada tabel 6. Tabel 6: Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Bagan Deli. No Lingkungan Laki-Laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah Frekuensi (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/Ha) 1 Lingkungan I 461 442 903 133 2 Lingkungan II 490 456 946 113 3 Lingkungan III 675 671 1.346 140 4 Lingkungan IV 770 761 1.531 150 5 Lingkungan V 775 708 1.483 115 6 Lingkungan VI 481 640 1.121 92

7 Lingkungan VII 1.112 1.026 2.138 161 8 Lingkungan VIII 144 143 287 18 9 Lingkungan IX 223 192 415 29 10 Lingkungan X 548 495 1.043 62 11 Lingkungan XI 46 33 79 4 12 Lingkungan XII 543 503 1.046 55 13 Lingkungan XIII 1.344 104 1.448 72 14 Lingkungan XIV 275 301 576 27 15 Lingkungan XV 650 513 1.163 37 Jumlah 8.537 6.988 15.525 1.208 Sumber: Kantor Kelurahan Bagan Deli, 2011 Dilihat dari tabel 6 diatas maka dapat diketahui bahwa komposisi penduduk menurut jenis kelamin di Kelurahan Bagan Deli dengan jumlah penduduk laki-laki 8.537 jiwa dan perempuan 6.988 jiwa. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Lingkungan VII, yaitu 2.138 jiwa sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Lingkungan XI, yaitu 79 jiwa. Kepadatan penduduk terbesar terdapat di Lingkungan VII, yaitu 161 jiwa/Ha sedangkan kepadatan penduduk terkecil terdapat di Lingkungan XI, yaitu 4 jiwa/Ha. Untuk data penduduk menurut angka Sex Ratio di Kelurahan Bagan Deli dilihat dari jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dapat dilihat sebagai sebagai berikut. Rumus 4: 100 6.988 Sex Ratio Sex Ratio Sex Ratio 8.537 1,221 122,1 100

Sex Ratio 122 Berdasarkan pada hasil perhitungan di atas, maka dapat diketahui angka Sex Ratio di Kelurahan Bagan Deli adalah 122 yang artinya diantara jumlah penduduk 100 perempuan terdapat jumlah penduduk 122 laki-laki. 100

Jumlah Penduduk Perempuan Sex Ratio Jumlah Penduduk Laki Laki 3.2.Aktivitas Ekonomi Bentuk aktivitas ekonomi yang terdapat di Kelurahan Bagan Deli beraneka ragam yang terdiri dari industri (dari industri besar, industri sedang, industri kecil hingga industri rumah tangga), restoran/rumah makan, warung makan, pedagang (dari pedagang besar hingga pedagang eceran), akomodasi, pergudangan dan komunikasi. itu, ada juga aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli berupa berbagai jenis perusahaan-perusahaan baik di bidang barang maupun jasa yang dikelola oleh pemerintah ataupun pihak swasta dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7: Aktivitas Ekonomi Penduduk Menurut Jenisnya di Kelurahan Bagan Deli.

No Jenis Aktivitas Ekonomi Frekuensi (unit) 1 Industri Besar/Sedang 8 2 Industri Kecil 2 3 Industri Rumah Tangga 27 4 Restoran/Rumah Makan 24 5 Warung Makan 38 6 Pedagang Besar/Eceran 679 7 Akomodasi 430 8 Pergudangan & Komunikasi 307 9 Industri Pengolahan 26 10 Listrik, Gas & Air 49 11 Konstruksi 13 12 Real Estate, Persewaan & Jasa Perusahaan 72 13 Jasa Pendidikan 16 14 Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 8 15 Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya & Hiburan 124 Jumlah 1.823 Sumber: Kantor Kecamatan Medan Belawan, 2010 Dilihat dari tabel 7, maka dapat diketahui bahwa aktivitas ekonomi penduduk di di Kelurahan Bagan Deli yang paling banyak adalah perdagangan besar/eceran berjumlah 679 unit sedangkan aktivitas ekonomi penduduk yang paling sedikit adalah industri kecil berjumlah 2 unit. Aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli tentunya memerlukan lokasi atau tempat usaha untuk dapat menjalankan aktivitas perekonomiannya yang dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8: Jumlah Lokasi Bangunan Usaha di Kelurahan Bagan Deli. No Lokasi Bangunan Usaha Jenis Bangunan Usaha Frekuensi (unit) Bangunan Khusus Untuk Usaha 496 1 Dalam Bangunan Tempat Usaha Tersendiri & Lokasi Tetap Bangunan Campuran 478 Los 120 2 Di Luar Bangunan/Dalam Bangunan Yang Bukan Bangunan Untuk Usaha Kaki Lima 88 Jumlah 1.182 Sumber: Kantor Kecamatan Medan Belawan, 2010 Dilihat dari tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah lokasi bangunan usaha di Kelurahan Bagan Deli paling banyak terdapat pada bangunan khusus untuk usaha berjumlah 496 unit, sedangkan yang paling sedikit terdapat pada kaki lima berjumlah 88 unit. Namun ada juga aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli dengan bekerja sebagai tenaga kerja di instansi pemerintahan maupun swasta dalam bentuk mata pencaharian penduduk yang dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9: Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Bagan Deli. No Mata Pencaharian Frekuensi (jiwa)

1 Pegawai Negeri 138 2 Pegawai Swasta 1.016 3 TNI/Polri 25 4 Petani 0 5 Nelayan 1.693 6 Pedagang 1.945 7 Pensiunan 27 8 Lainnya 84 Jumlah 5.566 Sumber: Kantor Kecamatan Medan Belawan, 2010 Dilihat dari tabel 9 dapat diketahui bahwa komposisi mata pencaharian penduduk di Kelurahan Bagan Deli mata pencaharian paling banyak jumlahnya adalah pedagang yang berjumlah 1.945 jiwa sedangkan paling sedikit jumlahnya adalah TNI/Polri yang berjumlah 25 jiwa, tetapi tidak ada penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani. 3.3.Kondisi Sosial Budaya Sejak dahulu sebelum penjajahan masuk ke Indonesia, penduduk asli yang tinggal di Kelurahan Bagan Deli berasal dari suku Melayu yang tinggal di tepi pantai dan muara sungai bekerja sebagai nelayan dan pedagang. Penduduk asli tersebut membangun pelabuhan kecil untuk nelayan dan kapal niaga yang terletak di daerah muara Sungai Belawan yang disebut Buluh Cina. Pada saat masuknya bangsa asing untuk menjajah di Indonesia, berbagai macam suku, agama dan etnik yang berbeda dari berbagai daerah yang datang dan menetap di Kelurahan Bagan Deli, seperti suku Jawa, Batak, Aceh, Minang, etnis Cina dan Thiong Hoa. Setelah Indonesia merdeka dari panjajahan, Kelurahan Bagan Deli semakin ramai didatangi dari berbagai daerah sehingga jumlah penduduk semakin bertambah dan pelabuhannya pun semakin berkembang dan bertambah luas. Kemudian setelah wilayah Kelurahan Bagan Deli masuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Medan Belawan secara otomatis juga masuk ke dalam wilayah administrasi Kota Medan, maka Kelurahan Bagan Deli semakin berkembang karena adanya Pelabuhan Belawan dijadikan sebagai pelabuhan internasional dan adanya pembangunan perindustrian dan perdagangan, seperti industri pengolahan minyak mentah, industri pupuk, industri pengalengan ikan dan lain-lain. Sehingga aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli menjadi sangat sibuk. Akibatnya interaksi sosial penduduk menjadi rendah karena banyak penduduk melakukan aktivitas perekonomiannya tanpa mempedulikan di sekitarnyanya. Gambar 3: Kantor Kelurahan Bagan Deli

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Dalam analisis data pada bab ini akan diuraikan pokok bahasan tentang bagaimana aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Dari pembahasan ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang bagaimana aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove sehingga nantinya dapat menjadi penentu tentang kondisi yang sebenarnya di

daerah penelitian. Seperti yang telah dijelaskan pada BAB III Metode Penelitian bahwa sampel penelitian berjumlah 93 kepala keluarga (KK) dari populasi berjumlah 3.144 kepala keluarga (KK) yang mewakili jumlah penduduk berdomisili di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan angket ke seluruh sampel penelitian dan observasi langsung ke daerah penelitian kemudian dianalisis berdasarkan data yang telah diambil dari responden dan observasi langsung tersebut. Hasil penelitian skripsi yang berjudul Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang berdasarkan dari tujuan penelitian yang tercantum dalam Bab I adalah sebagai berikut. 1. Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Pada hasil penelitian dengan data sekunder yang bersumber dari Kantor Kelurahan Bagan Deli untuk mengetahui tentang kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dapat diketahui bahwa luas keseluruhan kawasan ekosistem hutan mangrove di daerah penelitian sebesar 125 Ha (54,35%) dari luas wilayah administrasi Kelurahan Bagan Deli 230 Ha ( Kantor Kelurahan Bagan Deli, 2011) yang dimana luas lahan kawasan ekosistem hutan mangrove terbagi menjadi tiga tingkatan menurut kondisinya berdasarkan pada kriteria ekosistem hutan mangrove yang dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10: Luas Lahan Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove Menurut Tingkat Kondisi Di Kelurahan Bagan Deli. No Tingkat Kondisi Luas (Ha) Persentase (%) 1 Baik 12 9,60 2 Sedang 19 15,20 3 Rusak 94 75,20 Jumlah 125 100,00 Sumber: Kantor Kelurahan Bagan Deli, 2011 Dilihat dari tabel 10 dapat diketahui bahwa terdapat tiga tingkatan kondisi ekositem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, yaitu (1) kondisi baik sekitar 12 Ha (9,60%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove 75% dan kerapatan pohon mangrove 1500 Pohon/Ha; (2) kondisi sedang sekitar 19 Ha (15,20%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove 50% - < 75% dan kerapatan pohon mangrove 1000 - < 1500 Pohon/Ha; dan (3) kondisi rusak sekitar 94 Ha (75,20%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove < 50% dan kerapatan pohon mangrove < 1000 Pohon/Ha. Untuk luas lahan kawasan ekosistem hutan mangrove dengan kondisi rusak di Kelurahan Bagan Deli sekitar 94 Ha (75,20%) dengan tingkat kerusakan yang berbeda dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11: Luas Lahan Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove Menurut Tingkat Kerusakan Di Kelurahan Bagan Deli. No Tingkat Kerusakan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Ringan 5 5,32 2 Sedang 17 18,08 3 Berat 72 76,60

Jumlah 94 100,00 Sumber: Kantor Kelurahan Bagan Deli, 2011 Dilihat dari tabel 11 dapat diketahui bahwa terdapat tiga tingkat kerusakan ekositem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, yaitu (1) kerusakan ringan sekitar 5 Ha (5,32%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove < 50% dan kerapatan pohon mangrove < 1000 Pohon/Ha; (2) kerusakan sedang sekitar 17 Ha (18,08%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove < 30% dan kerapatan pohon mangrove < 600 Pohon/Ha; dan (3) kerusakan berat 72 Ha (76,60%) yang dimana persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove < 10% dan kerapatan pohon mangrove < 200 Pohon/Ha yang dapat dilihat pada gambar 4 dan 5. Gambar 4: Ekosistem Hutan Mangrove Dalam Kondisi Baik Gambar 5: Ekosistem Hutan Mangrove Dalam Kondisi Rusak Untuk mengetahui persebaran vegetasi hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada peta persebaran vegetasi hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli sebagai berikut. 2. Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Ada berbagai macam aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh penduduk yang berdomisili di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun hanya aktivitas ekonomi tertentu saja yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, antara lain sebagai berikut. 2.1. Pengalihfungsian Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove Berdasarkan pada data primer hasil observasi penelitian yang tercantum pada lampiran I dapat diketahui beberapa data sebagai berikut. 2.1.1. Pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pertambakan Kawasan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang dijadikan sebagai lahan pertambakan dapat dilihat pada tabel 12. 2.1.2. Pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan untuk pembangunan Kawasan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang dijadikan sebagai lahan pertambakan dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 12: Pengalihfungsian Lahan Kawasan Hutan Mangrove Menjadi Lahan Pertambakan di Kelurahan Bagan Deli. No Jenis Tambak Nama Pemilik Nama Budidaya Luas (Ha) Hasil Produksi (ton/tahun) Keterangan H. Nasyir Ikan Mujahir & Bandeng 15 5.524 Modern

Sahadan Ikan Mujahir & Bandeng 4 1.473 Tradisional Kamaluddin Ikan Mujahir & Bandeng 0,5 185 Tradisional Sunardi Ikan Mujahir & Bandeng 6 2.210 Tradisional Ahmad Ganti Ikan Mujahir & Bandeng 4 1.492 Tradisional Makamicun Ikan Mujahir & Bandeng 6 2.237 Tradisional 1 Tambak Ikan Togong Siregar Ikan Mujahir & Bandeng 0,04 14,72 Tradisional Jumlah 35,54 13.135,72 Aminuddin Udang Teger, Jala & Kelong 10 3.685 Modern Jaka Udang Teger, Jala & Kelong 3 1.106 Tradisional Sahadan Udang Teger, Jala & Kelong 4 1.488 Tradisional Ahmad Ganti Udang Teger, Jala & Kelong 4 1.463 Tradisional H. Nasyir Udang Teger, Jala & Kelong 18 6.730 Modern Togong Siregar Udang Teger, Jala & Kelong 6 2.257 Tradisional 2 Tambak Udang Sunardi Udang Teger, Jala & Kelong 6 2.291 Tradisional Jumlah 51 19.020 Amrun Kepiting Batu, Kelapa, Ranjungan 0,03 11,12 Tradisional Anto Kepiting Batu, Kelapa, Ranjungan 0,02 8,34 Tradisional Manulang Kepiting Batu, Kelapa, Ranjungan 0,10 36,86 Tradisional Togong Siregar Kepiting Batu, Kelapa, Ranjungan 0,04 14,73 Tradisional Aminuddin Kepiting Batu, Kelapa, Ranjungan 0,02 8,69 Tradisional Sahadan Kepiting Batu, Kelapa, Ranjungan 0,06 22,15 Tradisional 3 Tambak Kepiting Jaka Kepiting Batu, Kelapa, Ranjungan 0,08 29,58 Tradisional Junlah 0,35 131,47 Total 86,89 32.287,19 Sumber: Lembar Observasi Penelitian di Kelurahan Bagan Deli, 2011 Dilihat dari tabel 12 dapat diketahui bahwa pengalihfungsian lahan kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pertambakan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dengan luas lahan seluruhnya 86, 89 Ha dan jumlah seluruh hasil produksinya 32.287,19 ton/tahun. Luas lahan pertambakan yang terbesar adalah tambak udang milik H. Nasyir dengan luas lahan 18 Ha dan hasil produksi 6.730 Ha, sedangkan luas lahan pertambakan yang terkecil adalah tambak kepiting milik Aminuddin dengan luas lahan 0,02 Ha dan hasil produksi 8,69 ton/tahun. Pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pertambakan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, seperti tambak ikan, tambak udang dan tambak kepiting dapat dilihat pada gambar 6 8. Gambar 6: Tambak Ikan Milik Penduduk Setempat

Gambar 7: Tambak Udang Milik Penduduk Setempat Gambar 8: Tambak Kepiting Milik Penduduk Setempat Tabel 13: Pengalihfungsian Lahan Kawasan Hutan Mangrove Menjadi Lahan Pembangunan di Kelurahan Bagan Deli. No Jenis Pembangunan Nama Bangunan Nama Pemilik Luas (Ha) Lokasi ------------1 Perumahan ---Bagan Tambahan Seberang Ling. XV Milik Penduduk Setempat 31,80 Lorong Veteran Lingkungan I Milik Penduduk Setempat 6,78 Lorong Mesjid Lingkungan V Milik Penduduk Setempat 12,85 Lorong Ujung Tanjung Lingkungan VI Milik Penduduk Setempat 12,22 Lorong Ujung Tanjung 2 Permukiman Lingkungan X Milik Penduduk Setempat 16,95 Lorong Pertamina TK Al-Khair Yayasan (Swasta) 1,28 Jl. Besar Bagan Deli SD Negeri 060970 Pemerintah 1,50 Lorong Proyek SD Negeri 065009 Pemerintah 1,85 Lorong II Veteran SD Al-Wasliyah Yayasan (Swasta) 1,72 Jl. Besar Bagan Deli 3 Pendidikan SMA Negeri 20 Medan Pemerintah 2,47 Lorong Mesjid PT. Ecogreen Oleochemical BUMS 7,21 Jl. Gabion PT. Pertamina BUMN 7,53 Jl. Gabion PT. Semen Padang BUMN 7,69 Jl. Gabion PT. Waruna Nusa Sentana BUMS 7,36 Jl. Gabion 4 Industri PT. Bakrie Group BUMS 7,95 Jl. Pelabuhan Raya IV PT. Pelindo Pelabuhan I Belawan BUMN 27,64 Jl. Raya Pelabuhan

Obyek Wisata Pantai Olo & Restoran Ocean Pasific Alm. Olo Pangabean 5,18 Jl. Gabion Sarana Kesehatan - 6,23 Sarana Rumah Ibadah - 4,89 5 Sarana & Prasarana Jalan - 24,75 Jumlah 195,85 Sumber: Lembar Observasi Penelitian di Kelurahan Bagan Deli, 2011 Dilihat dari tabel 13 dapat diketahui bahwa pengalihfungsian lahan kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pembangunan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dengan luas seluruhnya 195,85 Ha yang terdiri dari permukiman penduduk, pendidikan berupa gedung sekolah, industri, sarana dan prasarana. Namun pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan untuk pembangunan yang lebih dominan adalah pembangunan permukiman penduduk dan industri dengan luas lahan yang besar dan jumlahnya terus bertambah dari waktu ke waktu. Pengalihfungsian lahan kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pembangunan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan berupa permukiman penduduk, gedung sekolah, industri, sarana dan prasarana, baik milik pemerintah (BUMN) maupun milik swasta (BUMS), seperti industri pengolahan minyak mentah PT. Pertamina, industri produksi semen PT. Semen Padang, industri produksi bahan baku kimia PT. Ecogreen Oleochemical, industri pengolahan minyak kelapa sawit PT. Bakrie Group, industri produksi dan perbaikan kapal besi yang besar PT. Waruna Nusa Sentana, Pelabuhan Internasional Belawan PT. Pelindo Pelabuha I Belawan dan obyek wisata Pantai Olo beserta Restoran Ocean Pasific yang dapat dilihat pada gambar 9 s/d 17. Gamabar 9: Permukiman Penduduk di Kelurahan Bagan Deli Gamabar 10: Gedung Sekolah SMA Negeri 20 Medan di Kelurahan Bagan Deli Gambar 11: Industri PT. Pertamina di Kelurahan Bagan Deli Gambar 12 : Industri PT. Semen Padang di Kelurahan Bagan Deli Gambar 13 : Industri PT. Ecogreen Oleochemical di Kelurahan Bagan Deli Gambar 14: Industri PT. Bakrie Group di Kelurahan Bagan Deli Gambar 15: Industri PT. Waruna Nusa Sentana di Kelurahan Bagan Deli Gambar 16: Pelabuhan Internasional Belawan PT. Pelindo Pelabuha I Belawan Dermaga Kapal Niaga di Kelurahan Bagan Deli Gambar 17: Obyek Wisata Pantai Olo beserta Restoran Ocean Pasific di Kelurahan Bagan Deli 2.2. Pemanfaatan Sumberdaya Ekosistem Hutan Mangrove Aktivitas ekonomi penduduk yang mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan adalah pemanfaatan sumberdaya yang terdapat dalam ekosistem hutan mangrove. Pemanfaatan sumberdaya ekosistem hutan mangrove oleh pemduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dapat diketahui dari hasil pengumpulan data primer yang bersumber dari angket yang diberikan langsung kepada responden dari sampel penelitian yang berjumlah 93 Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dengan hasil sebagai berikut. 2.2.1. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Mangrove Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai

pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove, maka jawaban responden yang memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove sebanyak 55 KK (59,14%) dan jawaban responden yang tidak memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove sebanyak 38 KK (40,86%). Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. 2.2.2. Bagian Yang Dimanfaatkan Dari Sumberdaya Hutan Mangrove Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai bagian yang dimanfaatkan dari sumberdaya hutan mangrove, maka jawaban responden yang memanfaatkan pohon mangrove (kayu, buah, biji dan akar) sebanyak 48 KK (53,70%), jawaban responden yang memanfaatkan biota laut yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove sebanyak 7 KK (7,82%) dan dan tidak ada responden yang menjawab lainnya. Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan memanfaatkan pohon mangrove, baik kayu, buah, biji, maupun akar. 2.2.3. Penggunaan Bagian Dari Hutan Mangrove Tersebut Yang Dimanfaatkan Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai penggunaan bagian dari hutan mangrove tersebut yang dimanfaatkan, maka jawaban responden yang penggunaannya untuk kebutuhan sendiri sebanyak 46 KK (51,45%), jawaban responden yang penggunaannya langsung dijual sebanyak 9 KK (10,07%), dan tidak ada responden yang menjawab untuk diolah kembali. Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan penggunaan bagian dari hutan mangrove tersebut yang dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri. 2.2.4. Pengalihfungsian Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove Dijadikan Lahan Pertambakan Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan pertambakan, maka jawaban responden yang menyatakan adanya pengalihfungsian tersebut sebanyak 89 KK (95,70%), dan jawaban responden yang menyatakan tidak ada pengalihfungsian tersebut sebanyak 4 KK (4,30%). Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan menyatakan adanya pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan pertambakan. 2.2.5. Pengalihfungsian Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove Dijadikan Lahan Untuk Pembangunan Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan untuk pembangunan, maka jawaban responden yang menyatakan adanya pengalihfungsian tersebut sebanyak 83 KK (89,25%), dan jawaban responden yang menyatakan tidak ada pengalihfungsian tersebut sebanyak 10 KK (10,75%). Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan menyatakan adanya pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan untuk pembangunan. 3. Upaya Pelestarian Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Akibat Aktivitas Ekonomi Penduduk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang telah dibahas sebelumnya harus dilakukan upaya menjaga kelestarian ekosistem hutan

mangrove oleh pemerintah daerah/setempat dan penduduk juga harus ikut berpartisipasi membantu pemerintah dalam upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove di daerah penelitian tersebut dengan cara konservasi, rehabilitasi maupun reboisasi. Sebelum tahun 2011, pemerintah daerah/setempat yang bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara untuk melaksanakan program upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dengan melakukan rehabilitasi dan reboisasi. Program tersebut sudah terlaksana dengan reboisasi atau menanam kembali pohon mangrove sebanyak 30.000 pohon di lokasi dekat garis pantai. Kemudian pemerintah daerah/setempat yang bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara berencana melakukan program upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan pada bulan Mei Juni 2011 dengan melakukan reboisasi atau menanam kembali pohon mangrove sebanyak 50.000 pohon di daerah lahan garapan di Lingkungan VI dan lahan pertambakan di Lingkungan XV yang dapat dilihat pada gambar 18 dan 19 (Rencana Penanaman Kebun Bibit Rakyat/RPB-KBR Kota Medan, 2011). Gambar 18: Lokasi Penanaman Kembali (Reboisasi) Pohon Mangrove di Lahan Garapan Lingkungan VI Kelurahan Bagan Deli Gambar 19: Lokasi Penanaman Kembali (Reboisasi) Pohon Mangrove di Lahan Pertambakan Lingkungan XV Kelurahan Bagan Deli Selain itu, menurut hasil data primer dalam pengumpulan data berupa angket yang dijawab oleh responden dari sampel penelitian sebanyak 93 Kepala Keluarga (KK) adalah sebagai berikut. 3.1.Perencanaan Melakukan Upaya Menjaga Kelestarian Ekosistem Hutan Mangrove Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai perencanaan melakukan upaya menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove, maka jawaban responden yang menyatakan ikut berpartisipasi dalam perencanaan tersebut sebanyak 27 KK (29,03%) dan jawaban responden yang menyatakan tidak ikut berpartisipasi dalam perencanaan tersebut sebanyak 66 KK (70,97%). Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan menyatakan ikut berpartisipasi dalam perencanaan melakukan upaya menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove. 3.2.Upaya Dari Pemerintah Daerah/Setempat Yang Melakukan Upaya Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai upaya dari pemerintah daerah/setempat yang melakukan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove, maka jawaban responden yang menyatakan adanya upaya dari pemerintah daerah/ setempat sebanyak 80 KK (86,02%) dan maka jawaban responden yang menyatakan tidak ada upaya dari pemerintah daerah/ setempat sebanyak 13 KK (13,98%). Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan menyatakan adanya upaya dari pemerintah daerah/ setempat yang melakukan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove. 3.3.Upaya Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Daerah/Setempat Dalam Menjaga Kelestarian Ekosistem Hutan Mangrove Menurut hasil jawaban responden dari sampel penelitian mengenai upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah/setempat dalam menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove, maka jawaban responden yang menyatakan reboisasi

sebanyak 22 KK (23,66%), jawaban responden yang menyatakan rehabilitasi sebanyak 11 KK (11,82%), tidak ada responden yang jawabannya menyatakan konservasi dan jawaban responden yang menyatakan ketiga-tiganya, yaitu reboisasi, rehabilitasi dan konservasi sebanyak 47 KK (50,54%). Hal ini berarti responden dari sampel penelitian ternyata lebih dominan menyatakan upaya dari pemerintah daerah/ setempat yang melakukan upaya menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove dengan melakukan ketiga-tiganya, yaitu reboisasi, rehabilitasi dan konservasi. Selain melakukan penanaman kembali reboisasi) pohon mangrove, pemerintah daerah/setempat juga melakukan rehabilitasi dan konservasi ekosistem hutan mangrove dengan cara (1) mengawasi dan menjaga secara langsung ke lapangan kondisi ekosistem hutan mangrove, (2) memberikan sanksi dan hukuman tegas kepada pelaku illegal logging pohon mangrove di daerah pelarangan kawasan hutan mangrove dan (3) memperbaiki pohon-pohon mangrove yang telah rusak tanpa reboisasi, misalnya memperbaiki dahan dan cabang pohon mangrove yang patah. B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang tiga tingkatan kerusakan ekosistem hutan mangrove (Dahuri, 1996) yang dimana dari hasil penelitian luas kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan lebih dominan termasuk kerusakan berat sebesar 72 Ha (76,60%) dengan persentasi penutupan vegetasi hutan mangrove di lahan kawasan ekosistem hutan mangrove kurang dari 10% dan kerapatan pohon mangrove kurang dari 200 Pohon/Ha. Sehingga kerusakan ekosistem hutan mangrove yang termasuk tingkat berat di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dapat mengakibatkan kehidupan fauna yang berhabitat disana terancam bahaya bahkan dapat mengalami kepunahan dan aktivitas ekonomi penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove akan terhenti, selain itu daerah garis pantai dan pesisir Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan akan terancam dari bencana alam tsunami, gelombang laut besar dan abrasi yang dapat membahayakan kehidupan penduduk yang berdomisili di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. 2. Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Aktivitas ekonomi penduduk yang dapat mengakibat kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dari hasil penilitian berupa pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pertambakan (seperti tambak ikan, tambak udang dan tambak kepiting) dan lahan untuk pembangunan (seperti perumahan, permukiman, gedung sekolah, industri, sarana dan prasarana) serta pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove yang terdapat disana (seperti memanfaatkan bagian dari pohon mangrove maupun biota laut yang terdapat disana) untuk digunakan langsung untuk kebutuhan sendiri maupun dijual ke pihak lain. Semua aktivitas ekonomi penduduk tersebut merupakan penyebab ancaman dan kerusakan ekosistem hutan mangrove yang dikemukakan oleh Ibrahim (2006). Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi penduduk untuk memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehingga

mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove sesuai dengan pernyataan Perum Perhutani (1994) disebabkan karena faktor keinginan untuk membuat lahan pertambakan dengan lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan menguntungkan karena mudah dan murah, kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga, karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang bisa ditebang, dan rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove, adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional. 3. Upaya Pelestarian Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Akibat Aktivitas Ekonomi Penduduk Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang dilakukan oleh pemerintah daerah/setempat dan penduduk juga harus ikut berpartisipasi membantu pemerintah dalam upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove di daerah penelitian tersebut dengan cara konservasi, rehabilitasi maupun reboisasi seperti yang dikemukakan oleh Rahmawaty (2006). BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian ini yang telah dibahas pada BAB V, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan dengan luas kerusakan hutan mangrove 94 Ha (75,20%) dari luas seluruh hutan mangrove 125 Ha, tetapi kerusakan hutan mangrove tergolong kondisi berat 72 Ha (76,60%) dari luas kerusakan hutan mangrove 94 Ha. 2. Aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan berupa pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi lahan pertambakan dan lahan untuk pembangunan, serta pemanfaatan sumberdaya yang terkandung dalam ekosistem hutan mangrove, baik pohon mangrove maupun biota laut yang terdapat disana. 3. Upaya pelestarian kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan yang dilakukan oleh pemerintah daerah/setempat bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan partisipasi penduduk dalam penanaman kembali (reboisasi) sebanyak 50.000 pohon di daerah lahan garapan di Lingkungan VI dan lahan pertambakan di Lingkungan XV pada bulan Mei Juni 2011. B. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian dan kesimpulan, naka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada pemerintah daerah untuk benar-benar menjalankan program pelestarian ekosistem hutan mangrove dengan baik di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan agar program tersebut benar-benar terlaksana dengan baik. 2. Diharapkan kepada pemerintah daerah hendaknya melakukan penyuluhan

langsung ke lapangan tentang pemanfaatan dan pelestarian ekosistem hutan mangrove kepada seluruh penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan agar penduduk dapat mamahami, memanfaatkan, dan melestarikan sebaik mungkin sumberdaya yang terdapat dalam ekosistem hutan mangrove. 3. Program pemerintah daerah tentang pelestarian ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan sangat perlu didukung dengan informasi yang jelas dan transparansi kepada penduduk yang berdomisili di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. 4. Diharapkan kepada pemerintah daerah juga bersedia dan siap untuk mengawasi dan menjaga ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan agar tidak mengalami kerusakan yang lebih parah lagi dari sebelumnya. 5. Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan kepada pemerintah daerah juga bersedia dan siap untuk mengawasi pembuangan limbah padat dan cair yang bersumber dari industri, pelabuhan, kapal niaga maupun nelayan dan rumah tangga agar limbah tersebut tidak terlalu banyak mencemari kawasan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2003. Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Hutan Mangrove Indonesia, Kondisi, Manfaat dan Pengelolaannya. , (Online), (http://www.google.com/jurnalmangrove/, diakses 13 Juli 2010). Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove Fungsi & Manfaatnya.Yogyakarta : Kanisius. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ghostrecon. 2008. Jurnal Indoskripsi. Kerusakan dan Usaha Rehabilitasi Hutan Mangrove di Indonesia, (Online), (http//www.indoskripsi.com, diakses 28 September 2010). Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove & Aplikasinya Dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hasan, TWN. 2007. Harian Sinar Indonesia Baru (SIB). Kerusakan Hutan Bakau di Sumut Mencapai 62,7 Persen dari Luas 83.550 Ha, (Online), (http://www.hariansib.com/?p=10858, diakses 5 Agustus 2010). Irwanto. 2008. Irwantoshut.com. Hutan Mangrove dan Manfaatnya, (Online), (http://www.irwantoshut.com/penelitian/hutan_mangrove/, diakses 7 September 2010). Isma. 2009. Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove di Desa Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Onrizal. 2010. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia. Bogor: DIPA Puslit Biologi-LIPI Bogor (2): hlm 163-170. Rizka, Meika. 2010. Upaya Pelestarian Hutan Mangrove Berdasarkan Pendekatan Masyarakat. Karya Ilmiah. Bengkulu: Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu (1): hlm. 3-13.

S, Nasib. 2008. Kecamatan Medan Belawan Dalam Angka. Medan: Katalog BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Medan. Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Semarang: Dahara Prize. Sugiarto (dkk). 1996. Penghijauan Pantai. Jakarta: Penebar Ilmu. Suhendang, E. dan Kusuma C. 1993. Kelestarian Hasil Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove. Jakarta: Lestari. Sulastri. 2005. Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Hutan Mangrove di Desa Lubuk Kasih Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wahyuni, Sri. 2009. Pengelolaan Hutan Mangrove di Kelurahan Belawan Sicanang Kecamatan Medan Belawan. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Tambunan, Patiar. 2009. Kajian Potensi Ekonomi Mangrove (Studi Kasus di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai). Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Tika, Moh. Pandu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara. Umairoh. 2010. Kajian Kelembagaan dan Persepsi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove (Studi Kasus di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai). Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Lampiran I

LEMBAR OBSERVASIA. Biodata Nama : Muhammad Fadhlan NIM : 061233310038 Jurusan : Pendidikan Geografi Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Universitas : Universitas Negeri Medan (UNIMED) Judul Skripsi : Pengaruh Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Lokasi Penelitian Kelurahan : Kelurahan Bagan Deli Kecamatan : Kecamatan Medan Belawan Waktu Penelitian :........................................................................................................................ B. Data Observasi 1. Pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan pertambakan No Jenis Tambak Nama Pemilik Nama Budidaya Luas (Ha)

Hasil Produksi (ton/tahun) Keterangan 1 Tambak Ikan Jumlah 2 Tambak Udang Jumlah 3 Tambak Kepiting Junlah Total 2. Pengalihfungsian kawasan ekosistem hutan mangrove dijadikan lahan untuk pembangunan No Jenis Pembangunan Nama Bangunan Nama Pemilik Luas (Ha) Lokasi 1 Perumahan 2 Permukiman 3 Pendidikan 4 Industri 5 Sarana & Prasarana Jumlah Lampiran II

ANGKET PENELITIANA. Pendahuluan Sudilah kiranya Bapak/Ibu menjawab daftar pertanyaan di bawah ini, diisi dengan sejujurnya sesuai dengan keadaan sebenarnya. Adapun tujuan pengisian angket ini adalah untuk memperoleh data tentang Pengaruh Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Jawaban Bapak/Ibu sangat dibutuhkan dalam penyusunan skripsi dan dijamin kerahasiaannya serta tidak mempengaruhi kehidupan pribadi Bapak/Ibu. Akhir kata, atas bantuannya diucapkan terima kasih. B. Petunjuk: Isilah titik-titik dari data-data di bawah ini yang disediakan atau beri tanda silang ( X ) atau lingkaran (O) pada data responden berikut sesuai dengan data diri dan pilihan Bapak/Ibu dan pada pilihan jawaban yang telah disediakan sesuai dengan kondisi nyata atau fakta di lapangan! C. Data Responden: Nama Lengkap :..................................................................................................................

Nama Panggilan :.................................................................................................................. Jenis Kelamin : a. Laki-Laki b. Perempuan Alamat :.................................................................................................................. Agama :.................................................................................................................. Suku :.................................................................................................................. Daerah Asal :.................................................................................................................. Usia/Umur :.................................................................................................................. Tempat & Tanggal Lahir :.................................................................................................................. Pendidikan Terakhir :.................................................................................................................. Status Perkawinan : a. Kawin b. Tidak Kawin Jumlah Anggota Keluarga :......................................Orang Pekerjaan Utama :.................................................................................................................. Pekerjaan Sampingan :.................................................................................................................. Pendapatan/Penghasilan :.................................................................................................................. 1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang hutan mangrove? a. Ya b. Tidak 2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui tentang fungsi dan manfaat dari hutan mangrove? a. Ya b. Tidak 3. Berapa jarak lokasi ekosistem hutan mangrove dari tempat tinggal Bapak/Ibu? a. Dekat (0 500 m) b. Jauh (500 1000 m) 4. Bagaimana kondisi/keadaan hutan mangrove di daerah tempat tinggal Bapak/Ibu d