Upload
tajul-patas
View
18
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah terindah jaya abadi
Citation preview
REFERAT
DEMAM THIPOID PADA ANAK
OLEH:
DELLA CHIKHITA NOVIANA. S. Ked
NPM 08700266
PEMBIMBING
Dr. TRIASTUTIK S. Sp,A
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas tinjauan pustaka dengan judul “DEMAM THYPOID PADA ANAK”.
Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas kepanitraan klinik pediatric.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak terutama kepada Dokter. Pembimbing
kami Dr. Triastutik. SpA yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini . Kami menyadari
sepenuhnya bahwa tugas ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik kami harapkan demi
perbaikan penulisan ini di masa yang akan datang.
Semoga tugas referat pediatri ini dapat lebih menambah pengetahuan kita dan bermanfaat
demi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid (bahasa inggris : typoid fever) merupakan penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh bakteri salmonella enterica. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di
topang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan peyer’s patch. .
Di negara-negara berkembang perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10
sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka kejadian demam tifoid turun dengan adanya
sanitasi pembuangan di berbagai negara berkembang, diperkirakan setiap tahun masih terdapat
35 juta kasus dengan 500.000 kematian terdapat di dunia. Di Indonesia demam tifoid masih
merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi diperkirakan 800-
100.000 orang terkena penyakit demam tipoid spanjang tahun terutama muncul di musim
kemarau.. Demam ini Mulai dari bayi, anak-anak dan dewasa Di antara penyakit yang tergolong
penyakit infeksi usus, demam tifoid menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis.
. Terdapat dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan
yang lebih sering karier . Mikroorganisme penyebab demam tifoid adalah salmonella typhii
turunan lainya salmonella paratypii A dan salmonella parathypii B banyak terdapat di kotoran
tinja manusia dan makanan atau minuman yang terkena mikroorganisme yang di bawa oleh lalat
sehingga memudahkan penularan melalui fecal oral.. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini
adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat . mikroorganisme ini hidup di sanitasi yang buruk
seperti lingkungan kumuh, makanan dan minuman yang tidak higenis
Prevalensi kasus 91% demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun , kejadian meningkat
setelah usia 5 tahun . Pada minggu pertama sakit demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan
penyakit demam yang lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan
biakan kuman untuk konfirmasi demam yang terjadi biasanya bertipe berkepanjangan (
prolonged fever) yaitu demam yang berlangsung minimal lebih dari 5 hari dengan pola yang
biasanya khas yaitu demam yang rendah berlahan – lahan meningkat dari hari ke hari sehingga
cenderung tinggi . namun pola demam yang seperti itu sudah jarang ditemui karena pengaruh
pemakaina antibiotik delam pengobatan pribadi.
Pada anak-anak demam tifoid cukup sering ditemui, salah satu penyebabya sanitasi
adalah system kekebalan atau imunitas yang belum berkembang dengan baik. Komplikasi atau
penyulit sering terjadi seperti gangguan SSP (delirium sampai gangguan kesadaran) dan
perforasi usus yang menyebabkan peritonitis sedangkan pada bayi relatif jarang ditemukan
karena masih mendapatkan perlindungan dari ASI yang mengandung igA sekretori yang
memnberikan proteksi lokal khususnya saluran cerna.
BAB II
ISI
II.1 Definisi
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan
oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s
patch.
II.2 Epidemiologi
Demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan sedang berkembang. Besarnya angka
kasus demam typhoid di dunia ini sangat sukar di tentukan sebabab penyakit ini di kenal
mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Di perkirakan angka kejadian dari
150/100.000/tahuan di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur di Indonesia
( daerah endemis ) di laporkan antara 3 smpai 19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang
kurang lebih sama juga di laporkan dari Amerika Selatan.
Salmonella Typhi dapat hidup dalam tubuh manusia ( manusia sebagai natural reservoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella Typhi dapat mengeksresikanya melalui sekret saluran nafas,
urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella Typhi yang berada di luar
tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau
kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi Salmonella Typhi hanya dapat hidup
kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah di matikan dengan klorinasi dan pasteurisasi
(temperatur 63 C ).⁰
Terjadinya penularan Salmonella Typhi sebagian besar melalui minuman atau makanan
yang tercemar oleh mikroorganisme yang berasal dari penderita atau pembawa mikroorganisme
biasanya keluar bersama- sama dengan tinja ( melalui rute oral fekal, jalur oro, fenal ).Dapat juga
terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia ke pada
bayinya, pernah di laporkan pula transmisi oro fekal dari seorang ibu pembawa mikrooranisme
pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber mikroorganisme berasal dari
labolatorium penelit
II.3 Etiologi
Salmonella adalah motil tidak mebentuk spora ,
tidak berkapsul, batang gram-negatif, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 µm x 0.5-
0,8 µm. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana hampir tidak pernah
memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa,
biasanya memporoduksi hidrogen sulfide . Organisme salmonella tumbuh secara aerobic dan
mampu tumbuh secara anaerobic fakultatif
Dapat hidup pada suhu rendah beberapa hari dan dapat bertahan hidup selam berminggu –
minggu dalam sampah, bahan makanan kering, agen farmakeutika dan bahan tinja. Mempunyai
anti gen somatik ( O ) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen ( H ) yang terdiri dari
protein dan envelopeantigen ( K ) yang tediri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari diding sel yang di namakan
endotoksin. Salmonella Typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotik.
II.4 Patogenesis
Patogenesis demam typhoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme Yaitu:
1) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’spatch,
2) mikroorganisme bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus
limfatikus mesenterikus dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial,
3) mikroorganisme bertahan hidup di dalam aliran darah,
4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar CAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
Mikroorganisme Salmonella Typhi dan Salmonella parathyphi masuk ke dalam tubuh
manusia melalui makanan atau minuman terkontaminasi. Sebagian mikroorganisme di
musnahkan dalam lambung dengan pH < 2,sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak dalam payer patch . Untuk menimbulkan infeksi diperlukan S.typhi sebanyak
105-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat
menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh
dengan cepat dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan seperti aklorhidria, post gastrektomi,
penggunaan obat-obatan seperti antaida , H2 – bloker dan proton pump inhibitor .
Bila respon imunitas humoral mukosa ( IgA ) usus kurang baik maka mikroorganisme
akan menembus sel-sel epitel ( terutama sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi peyer
pacth , merupakan port de entry kuman ini ) dan selanjutnya ke lamina propia.Di lamina propia
mikroorganisme berkembang biak dan difagosit oleh makrofag.Mikroorganisme dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke peyer pacth di ileum distal
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat pada magrofag masuk dalam
sirkulasi darah ( menyebabkan bacteria pertama yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ RES ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembsng biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bekteremia kedua dengan
disertai tanda- tanda dan gejala sistemik.
Dalam hepar kuman masuk ke dalam kandung empedu , berkembang biak dan
bersama cairan empedu dieksresikan secara “intermiten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali, berhubungan dengan magrofag telah teraktifasi dan
hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi
yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipsi, sampai delirium. Biasanya delirium terjadi
dalam waktu 3 hari berturut- turut.
Dalam payer pacth makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplai jaringan ( S. typhi
intra magrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan
nekrosis organ) perdarahan saluran cerna dapar terjadi akibat erosi pmbuluh darah sekitar peyer
pacth yang sedang nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel-sel mononuclear dinding usus.
Proses patologis limfoid ini dapat berkembang hingga lapisan otot , serosa usus dan dapat
menempel di reseptor sel endothelial kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan ganguan organ lainya.
Peran endotoksin dalam patogenesisnya demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti
dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulai penderita melalui pemeriksaan limulus. Di
duga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi magrofag di hepar, lien, folikel usus
halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokinin dan zat-zat lain . produk dari
makgrofag inilah yang dapat menimbulkan kelaina anatomis seperti nekrosis sel, system
vaskuler, yang tidak stabil, demam , depresi sumsum tulang , kelainan pada darah dan juga
stimulasi sistem imunologis.
II. 5 Gejala Klinis Demam Tifoid
Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, mulai dari gejala yang ringan sekali sehingga tidak
terdiagnosis, dengan gejala yang khas (sindrom demam tifoid), sampai dengan gejala klinis berat
yang disertai komplikasi. Gejala klinis demam tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin
muda umur anak, gejala klinis demam tifoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit
berlangsung dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu.
Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
Demam
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Demam atau panas merupakan gejala
utama demam tifoid. Awalnya, demam hanya subfebris , selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni
pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam
dapat mencapai 39-40 ºC.dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Pada minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga.
Intensitas demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot,
pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu ada bentuk
demam yang khas pada demam tifoid (step – ledder temperature chart) . Tipe demam menjadi
tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih
awal. Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.
Mekanisme demam sendiri sama dengan demam akibat infeksi pada umumnya. Dimana
salmonella typhi yang memproduksi endotoksin merupakan pirogen eksogen selain mediator
radang yang disekresikan oleh sel-sel mukosa usus yang mengalami infeksi (IL-1, IL-6, TNF-
alfa, IFN-6) yang merupakan pirogen endogen. Kedua pirogen ini mengaktifasi pelepasan
fosfolipase A2 pada membrane sel yang mana akan mengaktivasi asam arakidonat yang melalui
jalur siklooksigenase memproduksi prostaglandin E2 (PGE2) .nprostaglandin E2 bersama AMP
siklik yang diaktivasinya mengubah setting thermostat yang terdapat di hipotalamus sehingga
terjadilah demam.
Gangguan saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan
terkadang pecah-pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan
tepi lidah kemerahan (tifoid tongue) dan tremor, pada penderita anak jarang ditemukan.
Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan
muntah. Penderita anak lebih sering mengalami diare, konstipasi sampai hepato-splenomegali.
Gejala-gejala lain yang tidak spesifik seperti mual, anoreksia karena baktei menempel pada
mukosa usus dan berkembang biak dalam peyer pacth di dalamnya maka tidak jarang akan
menimbulkan gejala seperti diare atau kadang diselingi konstipasi. Diare merupakan respon
terhadap adanya bakteri dalam lumen usus yang perlu secepatnya di keluarkan , namun tidak
sampai menyebabkan dehidrasi. Konstipasi yang mungkin baru dialami setelah beberapa kali
diare.
Kuman yang mengalami perjalanan dalam sirkulasi (bakterimia) juga menimbulkan gejala pada
organ RES. Hepato- splenomegali terjadi akibat dari replikasi kuman sel-sel fagosit atau
sinusoid. Replikais hepar dan lien ini menyebabkan repon inflamasi local yang melibatkan
mediator sel radang seperti interleukin (IL-1,IL-6) prostaglandin(PGE-2) dimana menyebabkan
permeabilitas kapiler akan meningkat karena oedema. Pembesaran umumnya tidak selalu nyeri
tekan dan hanya berlangsung singkat ( terutama terjadi waktu bakterimia kedua) . penanda ini
cukup spesifik dalam membantu diagnostic.
Gangguan kesadaraan
Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran terjadi bila toksin
yang menembus blood brain barier. Pada anak gangguan system saraf akibat tifoid sering bersifat
sindrom otak organic yang berarti kelainan ekstra cranial seperti delirium, somnolen, spoor dan
koma. Pada anak-anak tanda-tanda ini muncul watu mereka tidur dengan manifestasi khas”
ngelindur” gangguan otak organic ini biasanya lebih berat ditemukan pada demam tifoid pada
keadaan lanjut yang sudah mengalami komplikasi.
Bradikardia relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi
nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1 C tidak diikuti⁰
peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Bradikardi relatif tidak sering ditemukan,
mungkin karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid adalah rose spot (bintik kemerahan
pada kulit) berupa ruam makulo papular kemerahan yang berukuran 1-5mm mirip ptichiae yang
biasanya ditemukan di perut, punggung dan ekstremitas. Penyebab rese spot ini adalah emboli
basil dalam kapiler kulit yang terkumpul di bawah permukaan kulit . mucul pada hari ke 7-8 dan
bertahan selama 2-3 hari.. Rose spot pada anak sangat jarang ditemukan.
Masuk saluran cerna dalam jumlah
Minimal 105-109 menimbulkan operasi
Makanan yang terkontaminasi kuman salmonella typhii
Masuk ke dalam usus halus melalui mikrovilli
Mencapai peyer pacth
Masuk pembuluh darah
(bakterimia primer)
Mencapai organ RES
(hepar, lien) = bakterimia sekunder
Bakteri , toksin, factor virulensinya menyebabkan proliferasi sel-sel organ
organomegali
hepatomegali
Splenomegali
Bakteri memproduksi endotoksin (pirogen eksogen)
Mukosa usus yang terinfeksi menstimulasi datangnya sel-sel fagosit( netrofil dan magrofag)
Sekresi mediator peradangan
Aktivasi fosfolipase A2 pada membrane fosfolipid
Aktivasi asam arakidonat
Asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase membuat prostaglandin E2
Aktifasi AMP siklik mengubah thermostat hipotalamus
Suhu tubuh diatur lebih tinggi
DEMAM
BAB III
Diagnosis
III.1 anamnesis
Diagnosis di tegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan
mungkin di sertai perubahan dan gangguan kesadaran dengan kriteria ini maka seorang klinis
dapat membuat diagnosis tersangka demam typhoid.
Anamnesa yang perlu dievaluasi untuk mengarahkan kecurigaan terhadap demam tifoid :
1) Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit) , tipe demam ( demam malam hari
turun saat pagi hari) , menggigil atau tidak, keringat dingin , sejak kapan mulai demam
tinggi terus tanpa suhu turun, disertai kejang atau tidak.
2) Gejala GIT. Diare (sejak kapan, frekuensi, volume, ampas +/-, warna, bau, darah, lender),
konstipasi (sejak kapan tidak BAB) , mual , muntah, anorekia, malise, kembung
3) Gejala SSP, apakah anak sampai ytidak sadar? Atau hanya sebatas ngelindur / mengugau
saat tidur
4) Riwayat Penyakit Dahulu : apakah pernah sakit seperti ini ? karena demam tifoid
biasanya terjadi carier meskipun tidak menunjukan gejala.
5) Riwayat terapi 0bat
6) Riwayat sosial : lingkungan padat, sanitasi personal yang buruk, riwayat makanan yang
kurang higienis , riwayat pemberian ASI (pada bayi dan balita)
7) Riwayat imunisasi
III.2 Pemeriksaan fisik
Pemeiksaan fisik tergantung pada keadaaan pasien yang bervariasi menurut sudah sampai
dimana perjalananya.
Keadaan umum anak biasanya lemah, lebih rewel dari biasanya. Pada keadaan sudah terjadi
komplikasi sangat mungkin keadaan menjadi toksik , salah satunya adalah penurunan
kesadaran muali dari delirium , sopor hingga koma.
Pemeriksaan kepala – leher observasi tanda-tanda dehidrasi yang mungkin terjai akibat diare
sebagai symptom yang dapat terjadi pada demam tifoid. Tanda- tanda dehidrsi dinilai dengan
melihat mata cowong, ubun-ubun besar cekung, bibir kering. Evaluasi juga lidah apakah
didapatkan tifoid tongue.
Pemeriksaan thorax pada umumnya jarang didapatkan kelainai, kecuali pada demam tifoid
yang sangat berat dengan komplikasi yang sangat berat extraintestinal pada cavum pleura
yang menyebabkan pleuitis, namun sangat jarang terjadi pada anak-anak.
Pemeriksaaan abdomen adalah yang paling penting . meteorismus dapat terjadi Karena
pengaruh kuman salmonella thyphii pada intestinal atau akibat pengaruh diare yang diselingi
konstipasi .palpasi organ kemungkinan didapatkan hepato-splenomegali ringan dengan
permukaan rata dan nyeri tekan.
Pada ekstremitas , thotax, abdomen biasanya didapatkan rose sport/ roseola.
III.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunologi,
mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan
diagnosis (ada kalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
1. Hematologi
• Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau
perforasi.
• Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
• Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.
• LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat
• Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
Gambaran Darah Tepi
Anemia normokrom normositik terjadi sebagai akibat perdarahan usus atau supresi pada sumsum
tulang jumlah leukosit rendah, namun jarang di bawah 3000 /µl³. Apabila terjadi abses piogenik
maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-25.000 /µl³. Trombositopenia sering
dijumpai, kadang-kadang berlangsung beberapa minggu.
2. Urinalis
• Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
• Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis
Akut.
4. Imunologi
• Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang
yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam
tifoid. Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.Dari ketiga aglutinin
(aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis.
Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai
penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan
ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali
lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal
adalah sebagai berikut :
a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut
b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita
infeksi
c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.
.
5. Mikrobiologi
• Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/
paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/
Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena
hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah
terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah
dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat
pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan
sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk
pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada pertumbuhan koloni
ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah,
kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.
6. Pemeriksaan serologi (igMdan IgG anti salmonella)
Pemeriksaan diagnostic in vitro semikualitatif yang cepat dan mudah untuk mendeteksi
infeksi demam tifoid akut. Pemeriksaaan ini mendeteksi antibody IgM terhadap antigen lipo
polisakarida bakteri salmonella thypii dan sensitivitas dan spesitifitas mencapai > 95%
dan>91%.
Kelebihan pemeriksaan menggunaan IgM anti salmonella :
Mendeteksi infeksi akut salmonella
Muncul pada hari ke3 demam
Sensitifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman salmonella
Smpel darah yang diperlukan relative sedikit.
Hasil dapat diperoleh lebih cepat.
Pemeriksan radiologi, bukan merupakan pemeriksaan wajib untuk menegakan diagnose, tapi
evaluasi sudah terjadi komplikasi atau belum:
Foto thorax, apabila saat perawatan didapatkan sesak, sangat mungin terjadi infeksi
sekunder berupa pneumoni.
Foto polos abdomen (BOF) , bila diduga sudah terjadi komplikasi intestinal seperti
komplikasi intestinal seperti perforasi usus. Gambaran yang tampak bisa distribusi udara
yang tidak merata, air fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar , tanda-tanda
udara bebas dalam cavum abdomen.
III.4 Komplikasi
Komplikasi dibagi 2 yaitu :
Komplikasi Intestinal :
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok.
Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5
ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun
dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke
seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai
syok.
Komplikasi Ekstraintestinal :
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis
dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi intravaskuler diseminata,
dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, , meningitis, polineuritis perifer, psikosis,
III.5 Diagnose banding
Pada stadium dini dmam tifoid, bebrapa penyakit kadang-kadang dapat menjadi diagnosis
bandiing demam tifoid diantaranya :
Influenza,Bronchitis dan Broncopneumoni bila didapatkan tanda-tanda sesak , batuk, dan
demam.Gastroenteritis,Tuberculosa,Malaria,Sepsis,ISK, DF dan DHF
BAB IV
Penatalaksanaan
IV.1 Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap demam tifoid merupakan gabungan antara pemberian
antibiotik yang sesuai, perawatan penunjang termasuk pemantauan, manajemen cairan,
serta pengenalan dini dan tata laksana terhadap adanya komplikasi (perdarahan usus,
perforasi dan gangguan hemodinamik).Pengobatan akan berhasil dengan baik bila
penegakan diagnosis dilakukan dengan tepat. Demam lebih Penderita demam tifoid
dengan gejala klinik jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit. Di samping untuk
optimalisasi pengobatan, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi komplikasi dan
mencegahan pencemaran dan atau kontaminasi.
• Tirah baring Penderita yang dirawat harus tirah baring (bed rest) dengan
sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila gejala
klinis berat, penderita harus istirahat total.
• Nutrisi Cairan Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral
maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung
elektrolit dan kalori yang optimal. Diet harus mengandung kalori dan protein yang
cukup. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan
perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas diet cair,
bubur lunak, tim, dan nasi biasa
.
• Terapi simptomatik
Pemilihan antibiotik sebelum dibuktikan adanya infeksi Samonella dapat dilakukan
secara empiris dengan memenuhi kriteria berikut (1) spektrum sempit, (2) penetrasi ke jaringan
cukup, (3) cara pemberian mudah untuk anak, (4) tidak mudah resisten, (5) efek samping
minimal, dan (6) adanya bukti efikasi klinis.
Penggunaan antibiotik yang dianjurkan selama ini adalah sebagai berikut :
Lini pertama
Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik, diberikan
dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis selama 10-14 hari.
Banyak penelitian membuktikan bahwa obat ini masih cukup sensitif untuk Salmonella
typhi namun perhatian khusus harus diberikan pada kasus dengan leukopenia (tidak
dianjurkan pada leukosit <2000/ul)>.pada kasus malnutrisi atau didapatkan infeksi
sekunder pengobatan diperpanjang 21 hari. Kelemahan antibiotik ini mudah terjadi relaps
atau kambuh dan carier.
Ampisilin dan amoxicillin dengan dosis 100-200 mg/kgBB/hari diberikan dibagi jadi 4
dosis selama 14 hari, penurunan demam lebih lama daripada klorampenicol
Lini ke dua,
Sefalosporin generasi ketiga merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau
bahkan lebih dari klorampenicol dan cotrimoxazole serta lebih ensitif terhadap
salmonella thypii.
ceftriaxone dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, IV dibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4
gram / hari) selam 5-7 hari .
cefixime dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari,
adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.
Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan.
Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pemberian obat dianjurkan 2-10 hari.
Pengobatan suportif akan sangat sangat menentukan keberhasilan pengobatan demam
tifoid dengan antibiotik. Pemberian cairan dan kalori yang adekuat sangat penting.
Penderita demam tifoid sering menderita demam tinggi, anoreksia dan diare, sehingga
keseimbangan cairan sangat penting diperhatikan. Pemberian antipiretik masih
kontroversial, di satu pihak demam diperlukan untuk efektifitas respons imun dan
pemantauan keberhasilan pengobatan, namun di pihak lain ketakutan akan terjadinya
kejang dan kenyamanan anak terganggu, sering membutuhkan pemberian antipiretik.
Dianjurkan pemberian antipiretik bila suhu di atas 38,5ºC.
IV.2 Terapi penyulit
Pemberian kortikosteroid juga dianjurkan pada demam tifoid berat, misalnya bila
ditemukan status kesadaran delir, stupor, koma, ataupun syok. Deksametason diberikan dengan
dosis awal 3 mg/kbBB dalam 30 menit untuk dosis awal, diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam
selama 2 hari.
Untuk demam tifoid dengan penyulit pendarahan usus kadang-kadang diperlukan transfusi
darah.sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera dilakukan laparotomi disertai
antibiotika metronidazol.
IV.3 Pencegahan
Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar (Salmonella Typhi ) maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.
Salmonella Typhi di dalam air akan mati apabila di panaskan setinggi 57 C untuk beberapa⁰
menit atau dengan proses iodinasi atau klorinasi. Untuk makanan pemanasan sampai suhu 57⁰
C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan
endemisitas suatu negara atau daerah tergantung baik pada baik buruknya pengadaan sarana air
dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi.
Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam typhoid.
IV.4 Vaksin Demam Tifoid
Vaksin capsular Vi polisaccharida (vaksin suntikan polisakarida)
Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan dilakukanetiap 3 tahun.Kemasan dalam
prefilled sringe 0,5 ml , pemberian secara intramuscular.
Tifoid oral Ty21a
Diberikan pada umur lebih dari 6 tahunmas dalam kapsul , diberikan 3 dosisdengan interval
selang sehari( hari 1,3 dan5). Imunisasi ulangan diperlukan untuk turis yang akan berkunjung ke
daerah endemis tifoid.
BAB V
Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia dan keadaan kesehatan
sebelumnya , dan ada tidaknya komplikasi . dinegara maju , dengan terpi antibiotik yang
adekuat, angka mortalitas < 1)% , biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan
pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau pendarahan hebat,
meningitis, nendokarditis dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalita tinggi.
Relaps dapat timbul beberapa kali . individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi≥ 3 bulan setelah
infeksi umumnya karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat
seuai usia. Karier kronik terjadi 1-5%dari seluruh paien demam tifoid . inidens penyakit traktus
biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkandengan populasi umum. Walaupun karier
urin kronis juga dapt terjadi dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.
BAB VI
Kesimpulan
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan
oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s
patch.
Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa demam terjadi lebih
dari 7 hari terutama pada malam hari, gangguan GIT bida terjadi diare diselingi konstipasi,
gangguan SSP. Pada cavum oris bisa didapatkan tifoid tongue.kap, Diagnosis ditegakan secara
klinis dengan pemeriksaan penunjang widal, darah lengkap, pemeriksaan serologi khususnya
yaitu IgM dan IgG anti salmonella
Komplikasi terdiri dari intestinal berupa perdarahan dan perforasi usus. Sedangkan
komplikasi ekstraintestinal tersering didapatkan gangguan neuropsikiatrikselain hematologi.
Pencegahan demam tifoid terutama menjaga sanitasi atau hygiene pribadi dan lingkungan ,
mengurangi makanan yang memiliki resiko tertular penyakit ini , serta dengan cara vaksinasi.
Prognosis dipengaruhi dengan masa inkubasi, ketepatan terapi, usia dan keadaan
kesehatan sebelumnya , dan ada tidaknya komplikas.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II .ISI ………………………………………………………………
BAB III.DIAGNOSIS…………………………………………………….
BAB IV. PENATALAKSANAAN…………………………………………….
BAB V.PROGNOSIS………………………………………………….
BAB VI. KESIMPULAN…………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi IV;Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007
2. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update.
Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003
3. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Demam Tifoid. Jakarta : FK UI, 2000.
4. Rampengan. T H : Penyakit infeksi Tropis pada Anak ; edisi 2. Jakarta : EGC 2007
5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia : A Samik
Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.
6. Satgas imunisasi IDAI.jadwal imunisasi rekomendasi IDAI.sari pediatric 2:1 ,juni 2000
7. Sumarmo S.Poorwo Soedarmo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro, Hindra Irawan Satari.
2008. Demam Tifoid. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.Jakarta: IDAI. Hal 338 – 346.
8. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; Edisi kedua;
Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta : 2010.
9. Wilson , dan prince. 2002 . patofisiologi volume I edisi keenam.penerbit buku kedokteran EGC :
Jakarta.
10. www.medicastore.com
11. www. Pediatric.com