36
REFERAT DEMAM THIPOID PADA ANAK OLEH: DELLA CHIKHITA NOVIANA. S. Ked NPM 08700266 PEMBIMBING Dr. TRIASTUTIK S. Sp,A UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA TAHUN 2013

BAB I1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah terindah jaya abadi

Citation preview

Page 1: BAB I1

REFERAT

DEMAM THIPOID PADA ANAK

OLEH:

DELLA CHIKHITA NOVIANA. S. Ked

NPM 08700266

PEMBIMBING

Dr. TRIASTUTIK S. Sp,A

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN 2013

Page 2: BAB I1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas tinjauan pustaka dengan judul “DEMAM THYPOID PADA ANAK”.

Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas kepanitraan klinik pediatric.

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak terutama kepada Dokter. Pembimbing

kami Dr. Triastutik. SpA yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini . Kami menyadari

sepenuhnya bahwa tugas ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik kami harapkan demi

perbaikan penulisan ini di masa yang akan datang.

Semoga tugas referat pediatri ini dapat lebih menambah pengetahuan kita dan bermanfaat

demi perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

Page 3: BAB I1

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid (bahasa inggris : typoid fever) merupakan penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh bakteri salmonella enterica. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di

topang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi

bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe

usus dan peyer’s patch. .

Di negara-negara berkembang perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10

sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka kejadian demam tifoid turun dengan adanya

sanitasi pembuangan di berbagai negara berkembang, diperkirakan setiap tahun masih terdapat

35 juta kasus dengan 500.000 kematian terdapat di dunia. Di Indonesia demam tifoid masih

merupakan penyakit endemik dengan angka kejadian yang masih tinggi diperkirakan 800-

100.000 orang terkena penyakit demam tipoid spanjang tahun terutama muncul di musim

kemarau.. Demam ini Mulai dari bayi, anak-anak dan dewasa Di antara penyakit yang tergolong

penyakit infeksi usus, demam tifoid menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis.

. Terdapat dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan

yang lebih sering karier . Mikroorganisme penyebab demam tifoid adalah salmonella typhii

turunan lainya salmonella paratypii A dan salmonella parathypii B banyak terdapat di kotoran

tinja manusia dan makanan atau minuman yang terkena mikroorganisme yang di bawa oleh lalat

sehingga memudahkan penularan melalui fecal oral.. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini

adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat . mikroorganisme ini hidup di sanitasi yang buruk

seperti lingkungan kumuh, makanan dan minuman yang tidak higenis

Prevalensi kasus 91% demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun , kejadian meningkat

setelah usia 5 tahun . Pada minggu pertama sakit demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan

penyakit demam yang lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan

biakan kuman untuk konfirmasi demam yang terjadi biasanya bertipe berkepanjangan (

prolonged fever) yaitu demam yang berlangsung minimal lebih dari 5 hari dengan pola yang

Page 4: BAB I1

biasanya khas yaitu demam yang rendah berlahan – lahan meningkat dari hari ke hari sehingga

cenderung tinggi . namun pola demam yang seperti itu sudah jarang ditemui karena pengaruh

pemakaina antibiotik delam pengobatan pribadi.

Pada anak-anak demam tifoid cukup sering ditemui, salah satu penyebabya sanitasi

adalah system kekebalan atau imunitas yang belum berkembang dengan baik. Komplikasi atau

penyulit sering terjadi seperti gangguan SSP (delirium sampai gangguan kesadaran) dan

perforasi usus yang menyebabkan peritonitis sedangkan pada bayi relatif jarang ditemukan

karena masih mendapatkan perlindungan dari ASI yang mengandung igA sekretori yang

memnberikan proteksi lokal khususnya saluran cerna.

Page 5: BAB I1

BAB II

ISI

II.1 Definisi

Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan

oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan

bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus

multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s

patch.

II.2 Epidemiologi

Demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan sedang berkembang. Besarnya angka

kasus demam typhoid di dunia ini sangat sukar di tentukan sebabab penyakit ini di kenal

mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Di perkirakan angka kejadian dari

150/100.000/tahuan di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur di Indonesia

( daerah endemis ) di laporkan antara 3 smpai 19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang

kurang lebih sama juga di laporkan dari Amerika Selatan.

Salmonella Typhi dapat hidup dalam tubuh manusia ( manusia sebagai natural reservoir).

Manusia yang terinfeksi Salmonella Typhi dapat mengeksresikanya melalui sekret saluran nafas,

urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella Typhi yang berada di luar

tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau

kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi Salmonella Typhi hanya dapat hidup

Page 6: BAB I1

kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah di matikan dengan klorinasi dan pasteurisasi

(temperatur 63 C ).⁰

Terjadinya penularan Salmonella Typhi sebagian besar melalui minuman atau makanan

yang tercemar oleh mikroorganisme yang berasal dari penderita atau pembawa mikroorganisme

biasanya keluar bersama- sama dengan tinja ( melalui rute oral fekal, jalur oro, fenal ).Dapat juga

terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia ke pada

bayinya, pernah di laporkan pula transmisi oro fekal dari seorang ibu pembawa mikrooranisme

pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber mikroorganisme berasal dari

labolatorium penelit

II.3 Etiologi

Salmonella adalah motil tidak mebentuk spora ,

tidak berkapsul, batang gram-negatif, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 µm x 0.5-

0,8 µm. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana hampir tidak pernah

memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa,

biasanya memporoduksi hidrogen sulfide . Organisme salmonella tumbuh secara aerobic dan

mampu tumbuh secara anaerobic fakultatif

Dapat hidup pada suhu rendah beberapa hari dan dapat bertahan hidup selam berminggu –

minggu dalam sampah, bahan makanan kering, agen farmakeutika dan bahan tinja. Mempunyai

anti gen somatik ( O ) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen ( H ) yang terdiri dari

protein dan envelopeantigen ( K ) yang tediri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler

Page 7: BAB I1

lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari diding sel yang di namakan

endotoksin. Salmonella Typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan

resistensi terhadap multiple antibiotik.

II.4 Patogenesis

Patogenesis demam typhoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme Yaitu:

1) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’spatch,

2) mikroorganisme bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus

limfatikus mesenterikus dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial,

3) mikroorganisme bertahan hidup di dalam aliran darah,

4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar CAMP di dalam kripta usus dan

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.

Mikroorganisme Salmonella Typhi dan Salmonella parathyphi masuk ke dalam tubuh

manusia melalui makanan atau minuman terkontaminasi. Sebagian mikroorganisme di

musnahkan dalam lambung dengan pH < 2,sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya

berkembang biak dalam payer patch . Untuk menimbulkan infeksi diperlukan S.typhi sebanyak

105-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung dapat

menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH 2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh

dengan cepat dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan seperti aklorhidria, post gastrektomi,

penggunaan obat-obatan seperti antaida , H2 – bloker dan proton pump inhibitor .

Bila respon imunitas humoral mukosa ( IgA ) usus kurang baik maka mikroorganisme

akan menembus sel-sel epitel ( terutama sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi peyer

pacth , merupakan port de entry kuman ini ) dan selanjutnya ke lamina propia.Di lamina propia

mikroorganisme berkembang biak dan difagosit oleh makrofag.Mikroorganisme dapat hidup dan

berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke peyer pacth di ileum distal

kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat pada magrofag masuk dalam

sirkulasi darah ( menyebabkan bacteria pertama yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke

seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ RES ini kuman

Page 8: BAB I1

meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembsng biak di luar sel atau ruang sinusoid dan

selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bekteremia kedua dengan

disertai tanda- tanda dan gejala sistemik.

Dalam hepar kuman masuk ke dalam kandung empedu , berkembang biak dan

bersama cairan empedu dieksresikan secara “intermiten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman

dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.

Proses yang sama terulang kembali, berhubungan dengan magrofag telah teraktifasi dan

hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi

yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti malaise, mialgia,

sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipsi, sampai delirium. Biasanya delirium terjadi

dalam waktu 3 hari berturut- turut.

Dalam payer pacth makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplai jaringan ( S. typhi

intra magrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan

nekrosis organ) perdarahan saluran cerna dapar terjadi akibat erosi pmbuluh darah sekitar peyer

pacth yang sedang nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel-sel mononuclear dinding usus.

Proses patologis limfoid ini dapat berkembang hingga lapisan otot , serosa usus dan dapat

menempel di reseptor sel endothelial kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti

gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan ganguan organ lainya.

Peran endotoksin dalam patogenesisnya demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti

dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulai penderita melalui pemeriksaan limulus. Di

duga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi magrofag di hepar, lien, folikel usus

halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokinin dan zat-zat lain . produk dari

makgrofag inilah yang dapat menimbulkan kelaina anatomis seperti nekrosis sel, system

vaskuler, yang tidak stabil, demam , depresi sumsum tulang , kelainan pada darah dan juga

stimulasi sistem imunologis.

Page 9: BAB I1

II. 5 Gejala Klinis Demam Tifoid

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, mulai dari gejala yang ringan sekali sehingga tidak

terdiagnosis, dengan gejala yang khas (sindrom demam tifoid), sampai dengan gejala klinis berat

yang disertai komplikasi. Gejala klinis demam tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin

muda umur anak, gejala klinis demam tifoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit

berlangsung dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu.

Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah sebagai berikut:

Demam

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Demam atau panas merupakan gejala

utama demam tifoid. Awalnya, demam hanya subfebris , selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni

pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam

dapat mencapai 39-40 ºC.dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.

Pada minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal pada akhir minggu ketiga.

Intensitas demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot,

pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu ada bentuk

demam yang khas pada demam tifoid (step – ledder temperature chart) . Tipe demam menjadi

tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih

awal. Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.

Mekanisme demam sendiri sama dengan demam akibat infeksi pada umumnya. Dimana

salmonella typhi yang memproduksi endotoksin merupakan pirogen eksogen selain mediator

radang yang disekresikan oleh sel-sel mukosa usus yang mengalami infeksi (IL-1, IL-6, TNF-

alfa, IFN-6) yang merupakan pirogen endogen. Kedua pirogen ini mengaktifasi pelepasan

fosfolipase A2 pada membrane sel yang mana akan mengaktivasi asam arakidonat yang melalui

jalur siklooksigenase memproduksi prostaglandin E2 (PGE2) .nprostaglandin E2 bersama AMP

siklik yang diaktivasinya mengubah setting thermostat yang terdapat di hipotalamus sehingga

terjadilah demam.

Page 10: BAB I1

Gangguan saluran pencernaan

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan

terkadang pecah-pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan

tepi lidah kemerahan (tifoid tongue) dan tremor, pada penderita anak jarang ditemukan.

Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan

muntah. Penderita anak lebih sering mengalami diare, konstipasi sampai hepato-splenomegali.

Gejala-gejala lain yang tidak spesifik seperti mual, anoreksia karena baktei menempel pada

mukosa usus dan berkembang biak dalam peyer pacth di dalamnya maka tidak jarang akan

menimbulkan gejala seperti diare atau kadang diselingi konstipasi. Diare merupakan respon

terhadap adanya bakteri dalam lumen usus yang perlu secepatnya di keluarkan , namun tidak

sampai menyebabkan dehidrasi. Konstipasi yang mungkin baru dialami setelah beberapa kali

diare.

Kuman yang mengalami perjalanan dalam sirkulasi (bakterimia) juga menimbulkan gejala pada

organ RES. Hepato- splenomegali terjadi akibat dari replikasi kuman sel-sel fagosit atau

sinusoid. Replikais hepar dan lien ini menyebabkan repon inflamasi local yang melibatkan

mediator sel radang seperti interleukin (IL-1,IL-6) prostaglandin(PGE-2) dimana menyebabkan

permeabilitas kapiler akan meningkat karena oedema. Pembesaran umumnya tidak selalu nyeri

tekan dan hanya berlangsung singkat ( terutama terjadi waktu bakterimia kedua) . penanda ini

cukup spesifik dalam membantu diagnostic.

Gangguan kesadaraan

Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran terjadi bila toksin

yang menembus blood brain barier. Pada anak gangguan system saraf akibat tifoid sering bersifat

sindrom otak organic yang berarti kelainan ekstra cranial seperti delirium, somnolen, spoor dan

koma. Pada anak-anak tanda-tanda ini muncul watu mereka tidur dengan manifestasi khas”

ngelindur” gangguan otak organic ini biasanya lebih berat ditemukan pada demam tifoid pada

keadaan lanjut yang sudah mengalami komplikasi.

Bradikardia relatif dan gejala lain

Page 11: BAB I1

Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi

nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1 C tidak diikuti⁰

peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Bradikardi relatif tidak sering ditemukan,

mungkin karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan.

Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid adalah rose spot (bintik kemerahan

pada kulit) berupa ruam makulo papular kemerahan yang berukuran 1-5mm mirip ptichiae yang

biasanya ditemukan di perut, punggung dan ekstremitas. Penyebab rese spot ini adalah emboli

basil dalam kapiler kulit yang terkumpul di bawah permukaan kulit . mucul pada hari ke 7-8 dan

bertahan selama 2-3 hari.. Rose spot pada anak sangat jarang ditemukan.

Page 12: BAB I1

Masuk saluran cerna dalam jumlah

Minimal 105-109 menimbulkan operasi

Makanan yang terkontaminasi kuman salmonella typhii

Masuk ke dalam usus halus melalui mikrovilli

Mencapai peyer pacth

Masuk pembuluh darah

(bakterimia primer)

Mencapai organ RES

(hepar, lien) = bakterimia sekunder

Bakteri , toksin, factor virulensinya menyebabkan proliferasi sel-sel organ

organomegali

hepatomegali

Splenomegali

Bakteri memproduksi endotoksin (pirogen eksogen)

Mukosa usus yang terinfeksi menstimulasi datangnya sel-sel fagosit( netrofil dan magrofag)

Sekresi mediator peradangan

Aktivasi fosfolipase A2 pada membrane fosfolipid

Aktivasi asam arakidonat

Asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase membuat prostaglandin E2

Aktifasi AMP siklik mengubah thermostat hipotalamus

Suhu tubuh diatur lebih tinggi

DEMAM

Page 13: BAB I1

BAB III

Diagnosis

III.1 anamnesis

Diagnosis di tegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan

mungkin di sertai perubahan dan gangguan kesadaran dengan kriteria ini maka seorang klinis

dapat membuat diagnosis tersangka demam typhoid.

Anamnesa yang perlu dievaluasi untuk mengarahkan kecurigaan terhadap demam tifoid :

1) Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit) , tipe demam ( demam malam hari

turun saat pagi hari) , menggigil atau tidak, keringat dingin , sejak kapan mulai demam

tinggi terus tanpa suhu turun, disertai kejang atau tidak.

2) Gejala GIT. Diare (sejak kapan, frekuensi, volume, ampas +/-, warna, bau, darah, lender),

konstipasi (sejak kapan tidak BAB) , mual , muntah, anorekia, malise, kembung

3) Gejala SSP, apakah anak sampai ytidak sadar? Atau hanya sebatas ngelindur / mengugau

saat tidur

4) Riwayat Penyakit Dahulu : apakah pernah sakit seperti ini ? karena demam tifoid

biasanya terjadi carier meskipun tidak menunjukan gejala.

5) Riwayat terapi 0bat

6) Riwayat sosial : lingkungan padat, sanitasi personal yang buruk, riwayat makanan yang

kurang higienis , riwayat pemberian ASI (pada bayi dan balita)

7) Riwayat imunisasi

III.2 Pemeriksaan fisik

Pemeiksaan fisik tergantung pada keadaaan pasien yang bervariasi menurut sudah sampai

dimana perjalananya.

Keadaan umum anak biasanya lemah, lebih rewel dari biasanya. Pada keadaan sudah terjadi

komplikasi sangat mungkin keadaan menjadi toksik , salah satunya adalah penurunan

kesadaran muali dari delirium , sopor hingga koma.

Page 14: BAB I1

Pemeriksaan kepala – leher observasi tanda-tanda dehidrasi yang mungkin terjai akibat diare

sebagai symptom yang dapat terjadi pada demam tifoid. Tanda- tanda dehidrsi dinilai dengan

melihat mata cowong, ubun-ubun besar cekung, bibir kering. Evaluasi juga lidah apakah

didapatkan tifoid tongue.

Pemeriksaan thorax pada umumnya jarang didapatkan kelainai, kecuali pada demam tifoid

yang sangat berat dengan komplikasi yang sangat berat extraintestinal pada cavum pleura

yang menyebabkan pleuitis, namun sangat jarang terjadi pada anak-anak.

Pemeriksaaan abdomen adalah yang paling penting . meteorismus dapat terjadi Karena

pengaruh kuman salmonella thyphii pada intestinal atau akibat pengaruh diare yang diselingi

konstipasi .palpasi organ kemungkinan didapatkan hepato-splenomegali ringan dengan

permukaan rata dan nyeri tekan.

Pada ekstremitas , thotax, abdomen biasanya didapatkan rose sport/ roseola.

III.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunologi,

mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan

diagnosis (ada kalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau

perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.

1. Hematologi

• Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau

perforasi.

• Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

• Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.

• LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat

• Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

Gambaran Darah Tepi

Anemia normokrom normositik terjadi sebagai akibat perdarahan usus atau supresi pada sumsum

tulang jumlah leukosit rendah, namun jarang di bawah 3000 /µl³. Apabila terjadi abses piogenik

maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000-25.000 /µl³. Trombositopenia sering

dijumpai, kadang-kadang berlangsung beberapa minggu.

Page 15: BAB I1

2. Urinalis

• Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)

• Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

3. Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis

Akut.

4. Imunologi

• Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang

spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang

yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam

tifoid. Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah

dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya

aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.Dari ketiga aglutinin

(aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis.

Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai

penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan

ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali

lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal

adalah sebagai berikut :

a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita

infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

.

Page 16: BAB I1

5. Mikrobiologi

• Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/

paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/

Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena

hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah

terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah

dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat

pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan

sudah mendapat vaksinasi.

Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk

pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada pertumbuhan koloni

ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah,

kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.

6. Pemeriksaan serologi (igMdan IgG anti salmonella)

Pemeriksaan diagnostic in vitro semikualitatif yang cepat dan mudah untuk mendeteksi

infeksi demam tifoid akut. Pemeriksaaan ini mendeteksi antibody IgM terhadap antigen lipo

polisakarida bakteri salmonella thypii dan sensitivitas dan spesitifitas mencapai > 95%

dan>91%.

Kelebihan pemeriksaan menggunaan IgM anti salmonella :

Mendeteksi infeksi akut salmonella

Muncul pada hari ke3 demam

Sensitifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman salmonella

Smpel darah yang diperlukan relative sedikit.

Hasil dapat diperoleh lebih cepat.

Pemeriksan radiologi, bukan merupakan pemeriksaan wajib untuk menegakan diagnose, tapi

evaluasi sudah terjadi komplikasi atau belum:

Foto thorax, apabila saat perawatan didapatkan sesak, sangat mungin terjadi infeksi

sekunder berupa pneumoni.

Foto polos abdomen (BOF) , bila diduga sudah terjadi komplikasi intestinal seperti

komplikasi intestinal seperti perforasi usus. Gambaran yang tampak bisa distribusi udara

Page 17: BAB I1

yang tidak merata, air fluid level, bayangan radiolusen di daerah hepar , tanda-tanda

udara bebas dalam cavum abdomen.

III.4 Komplikasi

Komplikasi dibagi 2 yaitu :

Komplikasi Intestinal :

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak

membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok.

Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5

ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun

dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh

nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke

seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai

syok.

Komplikasi Ekstraintestinal :

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis

dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi intravaskuler diseminata,

dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

Page 18: BAB I1

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, , meningitis, polineuritis perifer, psikosis,

III.5 Diagnose banding

Pada stadium dini dmam tifoid, bebrapa penyakit kadang-kadang dapat menjadi diagnosis

bandiing demam tifoid diantaranya :

Influenza,Bronchitis dan Broncopneumoni bila didapatkan tanda-tanda sesak , batuk, dan

demam.Gastroenteritis,Tuberculosa,Malaria,Sepsis,ISK, DF dan DHF

BAB IV

Page 19: BAB I1

Penatalaksanaan

IV.1 Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap demam tifoid merupakan gabungan antara pemberian

antibiotik yang sesuai, perawatan penunjang termasuk pemantauan, manajemen cairan,

serta pengenalan dini dan tata laksana terhadap adanya komplikasi (perdarahan usus,

perforasi dan gangguan hemodinamik).Pengobatan akan berhasil dengan baik bila

penegakan diagnosis dilakukan dengan tepat. Demam lebih Penderita demam tifoid

dengan gejala klinik jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit. Di samping untuk

optimalisasi pengobatan, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi komplikasi dan

mencegahan pencemaran dan atau kontaminasi.

• Tirah baring Penderita yang dirawat harus tirah baring (bed rest) dengan

sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila gejala

klinis berat, penderita harus istirahat total.

• Nutrisi Cairan Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral

maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada

komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung

elektrolit dan kalori yang optimal. Diet harus mengandung kalori dan protein yang

cukup. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan

perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas diet cair,

bubur lunak, tim, dan nasi biasa

.

• Terapi simptomatik

Pemilihan antibiotik sebelum dibuktikan adanya infeksi Samonella dapat dilakukan

secara empiris dengan memenuhi kriteria berikut (1) spektrum sempit, (2) penetrasi ke jaringan

cukup, (3) cara pemberian mudah untuk anak, (4) tidak mudah resisten, (5) efek samping

minimal, dan (6) adanya bukti efikasi klinis.

Penggunaan antibiotik yang dianjurkan selama ini adalah sebagai berikut :

Lini pertama

Page 20: BAB I1

Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik, diberikan

dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis selama 10-14 hari.

Banyak penelitian membuktikan bahwa obat ini masih cukup sensitif untuk Salmonella

typhi namun perhatian khusus harus diberikan pada kasus dengan leukopenia (tidak

dianjurkan pada leukosit <2000/ul)>.pada kasus malnutrisi atau didapatkan infeksi

sekunder pengobatan diperpanjang 21 hari. Kelemahan antibiotik ini mudah terjadi relaps

atau kambuh dan carier.

Ampisilin dan amoxicillin dengan dosis 100-200 mg/kgBB/hari diberikan dibagi jadi 4

dosis selama 14 hari, penurunan demam lebih lama daripada klorampenicol

Lini ke dua,

Sefalosporin generasi ketiga merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau

bahkan lebih dari klorampenicol dan cotrimoxazole serta lebih ensitif terhadap

salmonella thypii.

ceftriaxone dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, IV dibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4

gram / hari) selam 5-7 hari .

cefixime dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari,

adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.

Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan.

Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pemberian obat dianjurkan 2-10 hari.

Pengobatan suportif akan sangat sangat menentukan keberhasilan pengobatan demam

tifoid dengan antibiotik. Pemberian cairan dan kalori yang adekuat sangat penting.

Penderita demam tifoid sering menderita demam tinggi, anoreksia dan diare, sehingga

keseimbangan cairan sangat penting diperhatikan. Pemberian antipiretik masih

kontroversial, di satu pihak demam diperlukan untuk efektifitas respons imun dan

pemantauan keberhasilan pengobatan, namun di pihak lain ketakutan akan terjadinya

kejang dan kenyamanan anak terganggu, sering membutuhkan pemberian antipiretik.

Dianjurkan pemberian antipiretik bila suhu di atas 38,5ºC.

IV.2 Terapi penyulit

Pemberian kortikosteroid juga dianjurkan pada demam tifoid berat, misalnya bila

ditemukan status kesadaran delir, stupor, koma, ataupun syok. Deksametason diberikan dengan

Page 21: BAB I1

dosis awal 3 mg/kbBB dalam 30 menit untuk dosis awal, diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam

selama 2 hari.

Untuk demam tifoid dengan penyulit pendarahan usus kadang-kadang diperlukan transfusi

darah.sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera dilakukan laparotomi disertai

antibiotika metronidazol.

IV.3 Pencegahan

Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar (Salmonella Typhi ) maka

setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.

Salmonella Typhi di dalam air akan mati apabila di panaskan setinggi 57 C untuk beberapa⁰

menit atau dengan proses iodinasi atau klorinasi. Untuk makanan pemanasan sampai suhu 57⁰

C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan

endemisitas suatu negara atau daerah tergantung baik pada baik buruknya pengadaan sarana air

dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi.

Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam typhoid.

IV.4 Vaksin Demam Tifoid

Vaksin capsular Vi polisaccharida (vaksin suntikan polisakarida)

Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan dilakukanetiap 3 tahun.Kemasan dalam

prefilled sringe 0,5 ml , pemberian secara intramuscular.

Tifoid oral Ty21a

Diberikan pada umur lebih dari 6 tahunmas dalam kapsul , diberikan 3 dosisdengan interval

selang sehari( hari 1,3 dan5). Imunisasi ulangan diperlukan untuk turis yang akan berkunjung ke

daerah endemis tifoid.

Page 22: BAB I1

BAB V

Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia dan keadaan kesehatan

sebelumnya , dan ada tidaknya komplikasi . dinegara maju , dengan terpi antibiotik yang

adekuat, angka mortalitas < 1)% , biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan

pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau pendarahan hebat,

meningitis, nendokarditis dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalita tinggi.

Relaps dapat timbul beberapa kali . individu yang mengeluarkan S.ser. Typhi≥ 3 bulan setelah

infeksi umumnya karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat

seuai usia. Karier kronik terjadi 1-5%dari seluruh paien demam tifoid . inidens penyakit traktus

biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkandengan populasi umum. Walaupun karier

urin kronis juga dapt terjadi dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.

Page 23: BAB I1

BAB VI

Kesimpulan

Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan

oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan

bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus

multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s

patch.

Demam tifoid pada anak memiliki gejala yang cukup spesifik berupa demam terjadi lebih

dari 7 hari terutama pada malam hari, gangguan GIT bida terjadi diare diselingi konstipasi,

gangguan SSP. Pada cavum oris bisa didapatkan tifoid tongue.kap, Diagnosis ditegakan secara

klinis dengan pemeriksaan penunjang widal, darah lengkap, pemeriksaan serologi khususnya

yaitu IgM dan IgG anti salmonella

Komplikasi terdiri dari intestinal berupa perdarahan dan perforasi usus. Sedangkan

komplikasi ekstraintestinal tersering didapatkan gangguan neuropsikiatrikselain hematologi.

Pencegahan demam tifoid terutama menjaga sanitasi atau hygiene pribadi dan lingkungan ,

mengurangi makanan yang memiliki resiko tertular penyakit ini , serta dengan cara vaksinasi.

Prognosis dipengaruhi dengan masa inkubasi, ketepatan terapi, usia dan keadaan

kesehatan sebelumnya , dan ada tidaknya komplikas.

Page 24: BAB I1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. ii

DAFTAR ISI........................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................... 1

BAB II .ISI ………………………………………………………………

BAB III.DIAGNOSIS…………………………………………………….

BAB IV. PENATALAKSANAAN…………………………………………….

BAB V.PROGNOSIS………………………………………………….

BAB VI. KESIMPULAN…………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..

Page 25: BAB I1

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi IV;Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007

2. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update.

Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003

3. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Demam Tifoid. Jakarta : FK UI, 2000.

4. Rampengan. T H : Penyakit infeksi Tropis pada Anak ; edisi 2. Jakarta : EGC 2007

5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia : A Samik

Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.

6. Satgas imunisasi IDAI.jadwal imunisasi rekomendasi IDAI.sari pediatric 2:1 ,juni 2000

7. Sumarmo S.Poorwo Soedarmo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro, Hindra Irawan Satari.

2008. Demam Tifoid. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.Jakarta: IDAI. Hal 338 – 346.

8. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; Edisi kedua;

Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta : 2010.

9. Wilson , dan prince. 2002 . patofisiologi volume I edisi keenam.penerbit buku kedokteran EGC :

Jakarta.

10. www.medicastore.com

11. www. Pediatric.com