22
9 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pluralisme Agama a. Makna Pluralisme Masalah pluralitas dan pluralisme begitu hangat diperbincangkan akhir-akhir ini, bahkan mengundang perdepatan hingga pro dan kontra. Pluralisme yang secara umum diartikan sebagai cara pandang terhadap fenomena pliralitas atau kemajemukan, begitu sering dikumandangkan dan sekaligus ditentang. Bagi para penganjur pluralisme, paham ini sangat diperlukan, karena kita hidup dilingkungan majemuk, serba berbeda dan serba beragam, sehingga kita harus mengakui perbedaan tersebut sebagai suatu keniscayaan. Sanusi (2009: 359), (sunnatullah) dalam kehidupan, di lain pihak, para penentang pluralisme selalu memperingatkan bahwa pluralisme adalah paham yang berbahaya, karena dalam mengakui pluralisme kita berarti mengakomodasi pandangan dan keyakinan lain, sehingga kita bisa kehilangan identitasnya. Secara harfiah, makna pluralisme adalah suatu keadaan dimana terdapat dua atau lebih kelompok, prinsip, keyakinan, kekuasaan, dan lain-lain yang berada atau hidup secara berdampingan, dalam wilayah yang lebih sempit yaitu pluralisme agama, pluralisme disini sebagai paham sebelumnya, naturalisme, eksklusivisme, dan inklusivisme. Makna pluralisme agama adalah suatu realitas tunggal tertinggi yang dipahami dan diyakini secara berbeda-beda dalam tradisi agama, dimana agama tersebut menawarkan jalan yang berbeda-beda menuju tujuan tertinggi yang sama. 9

BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pluralisme Agama

a. Makna Pluralisme

Masalah pluralitas dan pluralisme begitu hangat diperbincangkan akhir-akhir ini,

bahkan mengundang perdepatan hingga pro dan kontra. Pluralisme yang secara

umum diartikan sebagai cara pandang terhadap fenomena pliralitas atau

kemajemukan, begitu sering dikumandangkan dan sekaligus ditentang. Bagi para

penganjur pluralisme, paham ini sangat diperlukan, karena kita hidup dilingkungan

majemuk, serba berbeda dan serba beragam, sehingga kita harus mengakui perbedaan

tersebut sebagai suatu keniscayaan. Sanusi (2009: 359), (sunnatullah) dalam

kehidupan, di lain pihak, para penentang pluralisme selalu memperingatkan bahwa

pluralisme adalah paham yang berbahaya, karena dalam mengakui pluralisme kita

berarti mengakomodasi pandangan dan keyakinan lain, sehingga kita bisa kehilangan

identitasnya.

Secara harfiah, makna pluralisme adalah suatu keadaan dimana terdapat dua atau

lebih kelompok, prinsip, keyakinan, kekuasaan, dan lain-lain yang berada atau hidup

secara berdampingan, dalam wilayah yang lebih sempit yaitu pluralisme agama,

pluralisme disini sebagai paham sebelumnya, naturalisme, eksklusivisme, dan

inklusivisme. Makna pluralisme agama adalah suatu realitas tunggal tertinggi yang

dipahami dan diyakini secara berbeda-beda dalam tradisi agama, dimana agama

tersebut menawarkan jalan yang berbeda-beda menuju tujuan tertinggi yang sama.

9

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

10

Definisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak yang

mendefinisikan pluralisme, khususnya pluralisme agama, sebagai “semua agama

sama saja”, jadi boleh memeluk agama ini atau itu, dan bebas melakukan pribadatan

agam ini atau itu, dan dengan bebas bisa berpindah-pindah agama, pemahaman

seperti ini nampaknya cukup beredar luas dimasyakat, entah apakah mereka

membentuk pemahaman sendiri ataukah ditanamkan oleh kelompok tertentu dengan

pemahaman semacam itu. Bertolak dari pemahaman yang demikian, biasanya mereka

kemudian menolak atau menentang pluralisme.

Tampaknya atas dasar pemahaman seperti itu Majelis Ulama Indonesia (MUI)

mengeluarkan fatwa bahwa pluralisme (beserta sekularisme, dan liberalisme, biasa

disingkat “sipilis”) adalah haram. Dalam fatwa No. 7/MUNAS VII/MUI/II/2005

tersebut, MUI menyebutkan pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan

bahwa semua agama adalah sama karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif.

Pluralisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam. Oleh

karena itu umat Islam haram mengikuti paham pluralisme agama.

Senada dengan itu, berita yang cukup menghebohkan baru-baru ini adalah hasil

survei yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang menyatakan bahwa sebagian besar dosen

perguruan tinggi islam, khusunya studi islam (Islam Studies) ternyata bersikap

menentang pluralisme. Survei tersebut dilakukan pada bulan Oktober 2008 kepada

500 orang dosen studi islam diseluruh pulau Jawa. PPIM sampai pada kesimpulan

tersebut dengan melihat butir-butir hasil survei antara lain: sebanyak 62,4% dari

mereka yag menolak pemimpin non-muslim, 68,6% menolak pejabat non muslim di

kampus, 73,1% menentang umat agama lain mendirikan tempat beribadah

dilingkungan sekitar mereka, direktur PPMF Jajat Burhanudin dalam Nafi‟ah (2010:

363) menyatakan bahwa ternyata konservatisme atau radikalisme tidak hanya terjadi

kepada dan ditanamkan oleh kelompok-kelompok tertentu, namun sudah begitu

mengakar dalam sistem pendidikan kita.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

11

Selanjutnya Osman (2006: 4), menambahkan bahwa pluralisme menuntut suatu

pendekatan terhadap upaya memahami pihak lain dan kerjasama yang membangun

untuk kebaikan semua, semua manusia seharusnya dapat menikmati hak-hak dan

kesempatan yang sama, sekaligus harus memenuhi kewajiban yamg sama, setiap

kelompok harus memiliki hak untuk berhimpun dan berkembang memelihara

identitas dan kepentingannya, dan menikmati kesetaraan hak dan kewajiban baik

dalam suatu negara maupun dunia internasional.

Menurut Narwoko dalam Effendi ( 2009: 76 ), istilah pluralisme berasal dari

akar kata latin, plus, pluris, yang secara harfiah berarti lebih dari satu. Dalam

pengertian filosofinya, pluralisme adalah paham atau ajaran yang mengacu kepada

keberbagaian kelompok didalam masyarakat, dan juga mempuyai pandangan yang

beraneka terhadap apa yang secara sosial dipahaminya dan dikehendakinya.

Berdasarkan penjelasan di atas menurut penulis, makna pluralisme adalah

dapat dipahami bahwa sesungguhnya pluralisme itu lebih mengacu kepada

keberagaman dalam beragama yang ada dalam berbagi kelompok atau masyarakat

dimana kita tinggal.Sebagimana diketahui, bahwa dalam masyarakat selalu ada

berbagai kelompok masyarakat yang keberadaannya dikonkretasikan dalam lembaga-

lembaga sosial. Dimana lembaga-lembaga sosial seperti itu terbentuk, makin marak

pula pluralisme didalam masyarakat.

Pluralisme tidak semata menunjukan pada kenyataan tantang adanya

kemajemukan, seperti pengertian pluralisme itu sendiri menurut kamus lengkap

Bahasa Indonesia modern oleh Ali ( 2000: 318), yang diambil dari kata “pluralis”,

yang artinya “Jamak”, atau lebih dari satu, namun yang dimaksud adalah keterlibatan

aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Seseorang baru dapat dikatakan

menyandang sifat tersebut apabila ia dapat berinteraksi secara positif dalam

lingkungan kemajemukanya.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

12

Menurut Diana dalam Shofan (2008: 57-58), Professor of comparative

religion ang Indian studies dan pluralism project di Harvard University, menyatakan

ada tiga hal tentang pluralisme yang dapat menjelaskan arti proyek pluralisme itu

sendiri, yaitu:

1. Pluralisme bukan hanya beragam atau majemuk, pluralisme lebih sekedar

majemuk atau beragam dengan ikatan aktif kepada kemajemukan tadi. Meski

pluralisme dan keragaman terkadang diartikan sama, namun ada perbedaan

yang harus ditekankan. Keragaman adalah fakta yang dapat dilihat tentang

dunia dengan budaya yang beraneka ragam, sedangkan pluralisme

membutuhkan keikutsertaan didalamnya.

2. Pluralisme bukan sekedar toleransi, pluralisme lebih dari sekedar toleransi

dengan usaha yang aktif untuk memahami orang lain. Toleransi dapat

menciptakan iklim untuk menahan diri, namun tidak untuk memahami.

Toleransi saja tidak banyak menjembatani jurang stereotip dan kehawatiran

yang bisa jadi justru mendominasi gambaran bersama mengenai orang lain.

Sebuah dasar yang terlalu rapuh untuk sebuah masyarakat yang kompleks

secara religius.

3. Bahwa pluralisme bukan sekedar relativisme, pluralisme adalah peraturan

antara komitmen religius yang nyata. Pluralisme didasarkan pada perbedaan

bukan persamaan, pluralisme adalah sebuah ikatan bukan pelepasan

perbedaan dan kekhususan, dan kita harus saling menghormati dan hidup

bersama secara damai.

Bahkan Hamdie ( 2009:119), dalam pembicaraanya tentang “akar-akar pluralisme

dan dialog antar agama dalam sufisme”, mengatakan bahwa pluralisme tidak cukup

hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk,

tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan itu sebagai

sebuah nilai positif. Pluralisme tidak boleh dipahami sekedar kebaikan negatif yang

dilihat kegunaanya untuk menyingkirkan fanatisme, yang hanya mengesankan

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

13

fragmentasi. Tetapi pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan

dalam ikatan keadaban, dan bahkan pluralisme adalah masalah ajaran agama, dan

keharusan bagi keselamatan umat manusia, bukan masalah prosedur atau tata cara

pergaulan semata.

Bagi penulis, pluralisme itu sesungguhnya bukan hanya sekedar mengetahui dan

menerima keberagaman beragama yang ada dikehidupan masyarakat, melainkan

pluralisme itu sendiri lebih kepada keikutsertaan setiap pribadi kedalam kehidupan

masyarakat yang majemuk tersebut dengan memahami setiap perbedaan yang ada.

Dengan demikian, jika setiap masyarakat sadar dan benar-benar memahami makna

pluralisme tersebut, maka kehidupan masyarakat yang majemuk ini dapat berjalan

dengan baik sesuai dengan kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Pengertian Agama

Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk, yang terdiri dari berbagai suku,

bangsa dan hidup dalam sebuah negara kepulauan. Masing-masing mempuyai latar

belakang yang sosio-kultural yang berbeda. Tambahan lagi dalam kehidupan dan

pertumbuhan masyarakat kebangsaan kita, hidup dan berkembang berbagai agama

dengan berbagai alirannya masing-masing. Hal ini menambah tingkat dan

kemajemukan bangsa kita dengan berbagai, aspek kehidupan, sosial, politik, ekonomi

maupun budaya.

Kemajemukan sebagai kemajemukan tidaklah serta merta bersifat dan berakibat

negatif dan destruktif, bahkan batas tertentu, justru unsur dinamik dan kreatif dari dan

dalam kehidupan masyarakat. Ia memacu dinamika dan kreatifitas masyarakat untuk

mempertahankan dan mengembangkan eksistensi masing-masing. Mungkin terjadi

persaingan yang kalau dikelolah dan diarahkan akan menjadi unsur pemacu kemajuan

hidup masyarakat kita. Akibat negatif akan muncul apabila persaingan beralih

menjadi pertentangan yang mewujudkan dalam konflik sosial.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

14

Memang sudah kodrati bahwa kemajemukan itu terkandung potensi konflik,

persoalanya adalah bagaimana mengarahkan kemajemukan hingga tidak tumbuh liar

dan tidak mengejewantah dalam konflik sosial dalam kehidupan masyarakat kita

dalam kaitan inilah masalah pengembangan etika sosial lebih penting. (Effendi,

2010:78).

Agama mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar dapat

memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat, baik kepada dirinya sendiri maupun

kepada masyarakat sekitarnya.Sebagai suatu sistem keyakinan, agama berbeda dari

sistem-sistem keyakinan atau isme-isme lainya karena landasan keyakinan

keagamaan adalah pada konsep suci (sacred), dan pada yang ghaib atau supranatural

yang menjadi lawan dari hukum-hukum alamiah.

Agama juga dibedakan dari isme-isme lainya karena ajaran-ajaran agama selalu

bersumber pada wahyu yang berisikan petunjuk –petunjuk tuhan dan wangsit (dalam

agama-agama primitif atau lokal) yang diturunkan kepada nabi atau pesuruhnya,

agama sebagai sebuah keyakinan, berisikan ajaran dan petunjuk bagi para

penganutnya supaya selamat dalam kehidupan setelah mati. Dengan cara mengikuti

kewajiban-kewajiban dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan agama yang dianut

dan diyakininya.

Merujuk agama berdasarkan Kamus lengkap Bahasa Indonesia Modern, maka

agama diartikan sebagai “kepercayaan kepada Tuhan, ajaran kebaikan yang bertalian

dengan kepercayaan itu”( Ali, 2000 : 3).

Berbeda dengan pendapatnya Thalhas (2006: 19), menjelaskan bahwa, secara

harfiah, agama bersal dari bahasa sansakerta, menurut pengertian umat Hindu

penganut mazhab Siwa, kata agama yang dipergunakan dalam bahasa indonesia

sebagi istilah kerohaniaan berasal dari kata “agam” yang berarti pergi, gam diberi

awalan “a” yang berarti “agam” yakni kebalikan dari pergi yang artinya datang, dan

diberi akhiran “a” menjadi “agama” dengan arti kedatangan. Kata agama yang

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

15

berarti kedatangan itu kemudian berubah maknanya dari arti semula menjadi

“pramana” yang berarti ukuran, jalan, atau cara. Sementara itu, adapula yang

mengartikan bahwa agama menurut bahasa sansakerta terdiri dari dua kata “a” dan

“gama” a yang berarti tidak dan gama yang berarti kacau balau, jadi agama

mempuyai arti tidak kacau balau (teratur).

Dari pengertian awal yang mengartikan agama sebagai kedatangan atau sesuatu

yang datang, kemudian berubah arti menjadi jalan atau cara, dan adapula yang

mengartikan sebagai sesuatu yang tidak kacau, maka peneliti mengambil kesimpulan

bahwa sesungguhnya agama itu adalah sesuatu yang datang dengan jalan kebenaran

dan kebaikan untuk mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.

Sedangkan kahmad (2009: 13), agama dikenal dengan kata Al-din dan al-milah.

Kata al-din sendiri mengandung berbagai arti. Ia dapat diartikan sebagai al-mulk,

(kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-ihsan (kebajikan), al-adat (kebiasaan), al-

ibadat (pengabdian), al-qohr wa al-sulthan (kekuasaan dan pemerintahan), al-

tadzallul wa al-khudu (tunduk dan patuh), al-tha’at (taat), al-islam al-tauhid

(penyerahan dan mengesakan tuhan), jadi, pengertian al-din yang berarti agama

adalah nama yang bersifat umum. Artinya, tidak ditunjukan kepada salah satu agama,

ia adalah nama untuk kepercayaan yang ada di dunia ini.

Peneliti mencoba mengartiakan kata agama tersebut yang secara lebih umum dan

universal tanpa mengkhususkan satu agama yang ada. Dari pengertian agama yang

dikenalkan dari asal kata Al-din, yang kemudian diikuti dengan kata lain yang saling

berhubungan dengan kata agama, mencerminkan bahwa semua agama yang ada di

dunia ini sebenarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu kembali kepada pengesahan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena sesungguhnya kata agama itu merupkan suatu

kata yang bersifat umum.

Sedangkan menurut T. H. Thalhas. (2006: 19), menjelaskan agama dari bahasa

latin, agama diartikan sebagi religi sering dieja “religio”. Menurut orang Eropa,

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

16

agama hanya diartikan sebagai sumber perlindungan manusia terhadap keyakinannya

kepada hal-hal yang ghaib.

Pendapat di atas mengambil kata agama itu dari bahasa latin, sehingga wajar

pengertain agama itu sendiri lebih mengarah kepada kekuatan-kekuatan supranatural

diluar kekuatan manusia. Dalam hal ini agama dianggap sebagai hubungan atau

interaksi antara manusia dengan kekuatan-kekuatan lain diluar dari kekuatan

manusia.

Dalam bukunya ST. Sunardi (1994:60), dikemukakan beberapa definisi agama

yang dirumuskan oleh beberapa ahli, diantaranya:

a) E. B. Taylor (1994: 60), mengatakan bahwa agama adalah suatu kepercayaan

kepada hal-hal yang ghaib atau rohani tak kelihatan (religion is a belief in

spiritual beings).

b) Emile Durkheim (1994: 60), dari Perancis memberikan definisi sebagai

berikut, religion is an interdependent whole composed of beliefs and rites

(faith and practices) related to sacred things, unites adherents in a single

community known as a church. Bahwa agama itu adalah suatu keseluruhan

yang bagian-bagiannya saling bersandar yang satu pada yang lain, terdiri dari

akidah-akidah (kepercayaan) dan ibadat-ibadat semuanya dihubungkan

dengan hal-hal yang suci, dan menginggat pengikutnya dalam suatu

masyarakat yang disebut gereja.

c) J.G. Frazer (1994: 60),, merumuskan bahwa agama adalah suatu ketaatan atau

penyerahan diri kepada kekuatan yang lebih tinggi dari manusia yang

dipercaya mengatur dan mengontrol, mengatur jalan alam dan kehidupan

tentang manusia (religion is propitiation conciliation of powers superior to

man wich believed and controle the course of nature and of human life).

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

17

d) Sigmund Freud (1994: 60), merumuskan definisinya sebagai berikut, religion

is a projection pf feel or wish ful thinking. Bahwa agama hanya merupakan

proyeksi dan gambaran dari sebuah perasaan atau pikiran yang tak menentu.

Jadi dapat disimpulkan menurut peneliti bahwa agama merupakan sebuah sistem

keyakinan yang harus dihayati didalam diri setiap manusia, yang berisikan ajaran dan

petunjuk bagi para penganutnya agar mendapati keselamatan dalam hidup, baik di

dunia maupun di akhirat. Namun, yang perlu ditekankan dari makna agama itu sendiri

adalah ajarannya untuk hidup dalam kebersamaan dengan orang lain atau hidup

bermasyarakat.

Prof. Koentjaraningrat (1987: 145) mempunyai konsep bahwa tiap-tiap religi

merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat komponen. Konsep-konsep tersebut

sebagai berikut:

1) Emosi keagamaan yang menyebabkan menusia menjadi religius.

2) Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan

manusia tentang sifat-sifat tuhan, serta tentang wujud dari alam ghaib

(supranatural).

3) Sistem upacara religius yang bertujuan memberi hubungan manusia dengan

tuhan, dewa-dewa, atau makhluk halus yang mendiami alam ghaib.

4) Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut

sistem kepercayaan tersebut dan yang melakukan sistem upacara-upacara

tersebut dalam upacara tersebut.

Dari keempat konsep tersebut, setidaknya dapat diketahui bahwa setiap religi atau

agama memiliki beberapa komponen di dalamnya yang menjadikan manusia dalam

menganut agama tersebut yakin atau percaya terhadap agama yang dianutnya. Dan

tentunya hal itu dapat menambah nilai saklar tersendiri pada orang yang menjalaninya

dengan penghayatan yang penuh.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

18

Patut diperhatikan menurut Pasurdi Suparlan dalam Williams (1995: 13), tersebut

adalah bahwa tipe-tipe keagamaan tersebut dapat dilihat sebagai milik individu-

individu secara perseorangan dan dapat juga dilihat sebagai milik suatu masyarakat

yang anggota-anggotanya tergolong-golong dalam tipe-tipe tinkat keagamaan

tersebut. Antara lain seperti golongan santri, abangan, priyai, yang ada dalam

masyarakat Jawa. Dapat disimpulkan pendapat diatas adalah bahwa agama

merupakan masalah individual yang sifatnya pribadi atau personal yang penuh

dengan muatan emosi dan perasaan dan pemikiran-pemikiran mengenai manusia dan

dunianya.

Oleh karena itu agama merupakan maslah yang sifatnya individual yang tegolong

masalah yang sangat sensitif ketika dibicarakan karena penuh dengan muatan emosi

dan perasaan, maka dari itu ada baiknya masalah agama itu sendiri tidaklah dijadikan

sebagai percakapan umum yang dengan mudahnya dibicarakan secara terbuka.Karena

nantinya bukan toleransi beragama yang didapat, malah cenderung terciptanya

ketegangan antar pemeluk agama sehingga menimbulkan antipati sosial diantaranya.

Para ahli sosiologi agama memandang sebagai suatu pengertian yang luas dan

universal, dari sudut pandang sosial dan bukan dari sudut pandang individual. Hal itu

berarti kajian dari sosiologi agama tidak selalu membicarakan suatu agama yang

diteliti oleh para penganut agama tertentu, tetapi agama dan disemua daerah di dunia

yang memihak dan memilah-milah, dimana pengkajianya bukan diarahkan kepada

bagaimana cara seseorang beragama, melainkan diarahkan kepada kehidupan agama

secara kolektif terutama dipusatkan kepada fungsi agama dalam mengembangkan

atau menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan kelompok-kelompok

masyarakat.

Weber dalam Robertson (1995: 4), dengan istilah “agama dunia”. Kita memahami

lima agama atau sistem pengaturan kehidupan yang ditentukan oleh agama mengenai

bagaimana menghimpun begitu banyak pelaku dosa disekelilingnya, agama

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

19

Konfusius, Hindu, Budha, Kristen, dan Islam, semuanya termasuk dalam kategori

agama dunia. Agama keenam Judaisme, juga termasuk disini, judaisme dimasukan

karena mengandung prasyarat sejarah yang menentukan dalam memahami kristen dan

islam, dan karena makna sejarah dan otonominya bagi perkembangan etika ekonomi

modern.

c. Pluralisme dalam Kehidupan Beragama di Indonesia

Indonesia dilihat dari sisi manapun tidak bisa dilepaskan dari pluralitas,

kemajemukan etnis, suku dan agama dengan segala aliranya merupakan realitas

keindonesiaan yang tidak bisa dipungkiri, siapa pun, keragaman tersebut pada

giliranya melahirkan keragaman budaya, pandangan, dan bahkan dunia kehidupanya

sendiri yang satu dengan yang lain tidak bisa disimplifikasi sesuatu yang monolitik.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Yewangoe (2009: 77), di Indonesia terdapat

sekiyan banyak agama. Itu berarti terdapat pluralisme agama-agama, namun secara

resmi hanya diakui lima agama yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu

dan Budha. Belakangan di era pemerintahan Abdurahman Wahid, Khonghucu diakui

sebagi agama setelah bertahun-tahun ditekan oleh rezim Soeharto. Perjuangan Gusdur

dan lainya yang ingin agar semua orang yang disebut “kaum minoritas” diberi hak

dan kebebasan mengungkapkan keberagamannya dimuka umum, sehingga tidak ada

istilah tentang agama resmi dan tidak resmi, diakui dan tidak diakui. Ketika berbicara

mengenai pluralisme agama-agama, kita membatasi diri hanya pada agama-agama

yang diakui negara, melainkan juga yang berada diluarnya. Tetapi untuk mengakui

kenyataan ini, kepada kita dituntut kedewasaan beragama, tercakup didalam

kedewasaan beragama adalah pengakuan bahwa orang lainpun berhak untuk

menyatakan imannya di muka bumi.

Namun sayangnya, pluralisme di Indonesia selalu menjadi problem, baik ketika

menyangkut sistem ekonomi, ideologi politik, maupun struktur sosial, apalagi

masalah agama-agama, dimana seperti yang dikatakan oleh Zada, (2008:423),

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

20

mengatakan sejarah bangsa Indonesia sejak satu dekade, terutama setelah zaman

reformasi banyak diwarnai kekerasan atas nama agama, seperti konflik antar agama,

kerusuhan berbau SARA, dan aksi pengeboman, fenomena konflik kekerasan sudah

sering kita alami, sejak terjadinya kerusahan Pekalongan (1995), Tasikmalaya (1996),

Rengasdengklok (1997), samapai Ambon (1999) hubungan antar agama tidak

berjalan harmonis. Fenomena ini dapat kita lihat pada periode berikuntnya terjadi

pengeboman Bali (2001) dan peledakan hotel JW. Marriot dan kedubes Amerika.

Semuanya ini menunjukan bahwa pemahaman agama masyarakat kita masih

diwarnai oleh watak ekslusif dan intoleran, yang biasa saja disampaikan oleh ruang-

ruang publik.Semisal disekolah, pesantren, atau tempat-tempat umum lainya.

Menurut Shofan (2008:74) dalam karnya tentang “menuju pluralisme global”.

Munculnya Truth claim dan salvatoin claim yang mengatasnamakan iman merupakan

fenomena yang marak dijumpai pada masyarakat kita, memang setiap agama

memiliki kebenaran. Namun dalam tataran sosiologis, klaim kebenaran akan berubah

menjadi simbol agama yang dipahami secara subjektif, personal atau setiap pemeluk

agama, dan ia tidak lagi utuh dan absolut, pluralitas manusia menyebabkan wajah

kebenaran itu tampil beda ketika akan dimaknakan dan dibahsakan. Sebab perbedaan

ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari berbagai referensi dan latar belakang yang

diambil orang yang menyakininya. Ini yang biasa digugat oleh berbagai gerakan

keagamaan (harokah) pada umumnya, mereka mengklaim telah memahami, memiliki,

bahkan menjalankan secara murni dan konsekuaen nilai-nilai suci itu.

Menurut Kahmad (2009: 170), menyebutkan Absolutisme, (kesombongan

Intelektual), ekslusivisme (kesombongan sosial), fanatisme (kesombongan

emosional), ekstremisme (berlebih-lebihan dan bersikap) dan agresivisme (berlebih-

lebihan dalam melakukan tindakan fisik) adalah penyakit yang biasanya

menghinggapi aktivis gerakan keagamaan. Dan penyakit-penyakit seperti ini biasnya

terjadi di Indonesia antar umat agama Islam dan Kristen yang memiliki sikap fanatik

tehadap agama yang dipeluk dan diyakinnya.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

21

Dengan demikian, pluralisme bisa muncul pada masyarakat, manapun ia berada,

sebab pluralisme harus dimaknai sebagai keonsekuensi logis dan keadilan ilahi,

bahwa keyakinan seseorang tidak dapat diklaim, benar atau salah tanpa mengetahui

dan memahami terlebih dahulu latar belakang pemebentukanya, karena sebagaimana

yang diketahui, bahwa pluralisme, lebih kepada suatu hal, yang dinamis yang

keberadaannya seharusnya diterima dengan kelapangan dan kedewasaan sebagai rasa

syukur dari keberagaman yang tuhan ciptakan dalam kehidupan manusia.

Melihat fakta historis tersebut menurut Madjid dalam Khamad (2009:174),

berpendapat bahwa, sistem nilai plural adalah aturan tuhan (sunahtulla) yang tidak

mungkin berubah, diubah, dilawan dan diingkari, barang siapa yang mencoba

mengingkari hukum kemajemukan budaya, maka akan timbul fenomena pergolakan

yang tidak berkesudahan. Boleh dikatakan bahwa memahami, pluralitas agama dan

budaya merupakan bagian dari memahami agama.

Sebab memahami agama pada dasarnya juga memahami kebudayaan masyarakat

secara menyeluruh. Dan jika agama dipahami secara integral dengan kondisi sosial

culturnya, pada saat itupula akan nampak dengan sendirinya mana aspek budaya yang

selaras dengan misi agama, dan mana yang tidak. Langkah bijaksana bagi setiap umat

adalah belajar dari kenyataan sejarah, yaitu sejarah yang mendorong terwujudnya

masyarakat plural dan integratif. Oleh karena itu, agenda yang perlu dirumuskan oleh

umat beragama Indonesia adalah mengubah pluralisme sebagai ideologi dalam

kehidupan konkret.

Dari asumsi tersebut tampaknya jelas bahwa pluralisme yang ada dalam suatu

masyarakat merupakan suatu nilai-nilai plural yang telah menjadi aturan dan

ketetapan tuhan dalam kehidupan bermasyarakat, tidak ada yang mengubahnya atau

bahkan membubarkanya, sehingga yang dibutuhkan dalam menghadapu pluralisme

ini sesungguhnya hanya sebuah kedewasaaan dalam memahami keberagaman dan

kemajemukan yang ada dalam masyarakat.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

22

d. Kerukunan Antar Umat Beragama

Kerukunan hidup beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan di bidang

agama.Gagasan ini muncul terutama karena dilatarbelakangi oleh beberapa kejadian

yang memperlihatkan gejala hubungan antar agama yang makin meruncing.Gejala ini

terlihat kentara pada tahun 60 an. Hal ini terutama berhubungan dengan isu

kristenisasi yang makin santer pada saat itu. Ali dalam Effendi (2010: 61),

melontarkan gagasan dialog pemuka agama, sebagai usaha untuk mempertemukan

tokoh-tokoh berbagai agama dalam satu forum percakapan bebas dan terus terang

dimana masing-masing pihak saling mengemukakan pendapatnya tentang masalah-

masalah yang menjadi kepentingan bersama. Sejak itu kegiatan dialog diprogamkan

dan merupakan kegiatan utama dari proyek kerukunan hidup beragama.

Menurut Yewangoe (2009: 92), mengartikan kata “rukun” berasal dari bahasa

arab dan memaknakan tiang atau pilar yang menopang, dalam kaitan ini,

menyinggung arkan Al-islam (eksoteris) dan arkan Al-iman (esoteris) yang

didalamnya iman berlangsung tertib dan aman, dalam pandanganya pengertian

tentang tiang-tiang islam dan tiang-tiang iman ini merujuk kepada kepada

kepelbagaian tiang yang menopang islam agar manusia dapat dengan aman dan damai

mengalami sebuah kehidupan yang beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia kata rukun berarti “bersatu

hati” serta menurut istilah kerukunan juga dimaknai dengan istilah toleransi, istilah

toleransi sendiri berasal dari bahasa latin, “tolerare” yang berarti membiarkan mereka

yang berpikiran lain atau berpandangan lain tanpa dihalang-halangi. Ditinjau dari

kacamata sejarah, toleransi dibagi menjadi dua, yaitu toleransi formal, dan toleransi

material. Toleransi formal berarti membiarkan saja pandangan-pandangan dan

parktik-praktik politik atau agama yang tidak sesuai dengan pandangan kita sejauh itu

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

23

tidak menggangu. Sedangkan teloransi material adalah suatu pengakuan terhadap

nilai-nilai positif yang mungkin terkandung dalam pemahaman yang berbeda itu.

Namun dalam kaitan dengan relasi antar umat beragama di Indonesia lebih senang

memakai istilah kerukunan dari pada toleransi, karena istilah kerukunan lebih

dinamis, kreatif, dan positif.Dalam pemakaian istilah kerukunan menemukan watak

ontetik bangsa Indonesia yang memang sejak dahulu senang berinteraksi dengan

siapa saja tanpa membeda-bedakan agama yang dianut. Hal itu terlhat dengan sangat

jelas di daerah pedesaan yang secara sangat spontan saling tolong-menolong apabila

ada kesulitan dan bergembira ria bersama apabila ada kesukaan. Itulah sebabnya

istilah kerukunan dipandang sebagai suatu yang sifatnya lebih dinamis sesuai dengan

sifat dari manusia itu sendiri.

Menurut Mudzhar (2004:16), menjelaskan konsep kerukunan antar umat

beragama pernah dirumuskan dan ditetapkan oleh pemerintah orde baru dengan

melibatkan semua tokoh agama-agama yang ada di Indonesia. Istilah kerukunan umat

beragama secara formal digunakan pertama kali ketika penyelenggaraan musyawarah

antar umat beragamaoleh pemerintah pada tanggal 30 November 1967 di gedung

dewan pertimbangan agung, Jakarta. Diselengarakanya musyawarah antar umat

beragama tersebut karena saat itu bangsa kita mengalami ketegangan hubungan antar

berbagai penganut agama di beberapa daerah, yang jika tidak segera diatasi akan

dapat membahayakan persatuan bangsa indonesia. Dan pertemuan tersebut

merupakan pertemuan awal antara pemimpin atau pemuka berbagai agama di

Indonesia dalam rangka membahas masalah-masalah mendasar dalam hubungan antar

umat beragama di Indonesia. Selama orde baru, relatif tidak ada konflik antar

pemeluk agama yang berbeda.

Mungkin orang akan mengira bahwa itu merupakan keberhasilan menerapkan

konsep kerukunana. Namun, ketika di Ambon, Aceh, Kupang dan berbagai daerah

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

24

lainya terjadi berbagai kerusakan dan tindakan kekerasan yang berbau agama, konsep

kerukunan antar umat beragam kembali dipertanyakan.

Oleh karen itu perlu adanya pengakajian ulang terhadap konsep kerukunan antar

umat beragama yang selama ini diterapkan pemerintah. Ia tidak lagi hanya sebagai

bungkus formal dari kenyataan pluralitas agama di Indonesia, tetapi harus menjadi

motivator bagi terbentuknaya kesadaran beragama dan berteologi di Indonesia. Jika

tidak, maka konflik antar agama tidak bisa terhindarkan, akan selalu meledak.

Apabila terjadi, hal ini akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan

bernegara, baik aspek politis, ekonomi, maupun sosial budaya.

Menurut Kahmad (2009:175) menyatakan bahwa kerukunan antar umat beragama

menjadi etika dalam pergaulan kehidupan beragama, demi kerukunan antar umat

beragama harus dihindari “standar ganda” , orang-orang kristen atau islam, misalnya,

selalu menerapkan standar-standar yang berbeda untuk dirinya, biasanya standar yang

ditujukan bersifat ideal dan normatif. Sedangkan terhadap agama lain, mereka

memakai standar lainyang lebih bersifat realistis dan historis. Melalui standar ganda

inilah, muncul prasangka teologis yang selanjutnya memperkeruh suasana hubungan

antar umat beragama. Dalam sejarah, standar ganda ini biasanya dipakai untuk

mengklaim agama lain dalam derajat keabsahaan teologis dibawah agamanya sendiri,

melalui standar ganda inilah terjadinya perang dan klaim-klaim kebenaran dari satu

agama atas agama lain.

A. Kajian Sosiologi

1. Pengertian Sosiologi

Sejak kelahiranya, ilmu-ilmu sosial tidak memiliki batasan atau definisi pokok

bahsan yang bersifat eksak. Artinya, berbeda dengan ilmu eksata, yang rumusanya

telah pasti, rumusan dalam ilmu sosial bersifat tidak pasti karena titik beratnya pada

prilaku manusia yang dinamis, selalu berubah dari waktu ke waktu mengikuti

perkembangan zaman. Kondisi yang sama juga ditemukan pada kaijan sosiologi,

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

25

yang sampai saat ini tidak ada batasan yang pasti dan baku tentang pegertian dari

sosiologi itu. Sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni yang

hanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan

kualitas ilmu itu sendiri, namun sosiologi bisa juga menjadi ilmu terapan yang

menjanjikan cara-cara untuk mempergunakan ilmiahnya guna memecahkan masalah

praktis atau masalah sosial yang perlu ditanggulangi.

Pendapatnya Setiadi (2011:1), kata sosiologi itu berasal dari kata latin socius, yang

artnya teman, dan kata bahasa yunani logos yang berarti cerita, yang diungkapkan

pertama kali, Narwoko (2007:4) mengatakan pandangannya bahwa sosiologi berarti

berbicara tentang kemasyarakatan.

Kata sosiologi, menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia Modern adalah ilmu

yang mempelajari sifat dan pertumbuhan masyarakat, atau suatu kehidupan manusia

dalam masyarakat, banyak para ahli yang mendefinisikan pengertian sosiologi,

diantanya sebagai berikut:

a) Soerjono Soekanto, mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang

memusatkan perhatiannya pada segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan

berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

b) Max Weber yang lebih berorientasi pada behavioralis (pendekatan tingkah

laku) menekankan sosiologi sebagai ilmu yang berupaya memahami tindakan-

tindakan sosial.

c) Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemantri, membatasi sosiologi sebagai ilmu

yang mempelajari struktur sosial, yaitu keseluruhan jalinan antara unsur-unsur

sosial, lembaga-lembaga sosial kelompok-kelompok sosial, dan lapisan sosial,

dan proses-proses sosial yang berupa pengaruh timbal balik antara pelbagai

kehidupan bersama seperti kehidupan ekonomi dan kehidupan politik,

kehidupan hukum, dan kehidupan agama, dan lain sebagainya, termasuk

didalamnya adalah perubahan-perubahan sosial.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

26

d) Roucek dan Warren, mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang

mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok.

e) Mayor Polak mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan diantara

manusia dan kelompok, baik kelompok formal, maupun kelompok material

atau baik kelompok statis maupun kelompok dinamis.

Dari berbagai definisi para ahli tersebut, peneliti mengambil kesimpulan bahwa

sosiologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari

tentang pola-pola hubungan antara manusia, baik secara individu maupun kelompok

yang berakibat pada lahirnya pola-pola sosial, seperti nilai-nilai, norma-norma, dan

kebiasaan yang di anut oleh individu di dalam kelompok tersebut.

2. Objek Kajian Sosiologi

Dalam bukunya Setiadi (2011:2) mengatakan bahwa, objek kajian sosiologi

yaitu manusia, yang bukan hanya dikaji oleh sosiologi saja tetapi juga oleh berbagai

disiplin keilmuan lain, seperti ilmu kedokteran, psikologi, antropologi, demografi,

dan sebagainya. Hal ini dekarenakan, manusia memiliki banyak aspek yang dapat

dijadikan sebagai objek kajian ilmu pengetahuan, diantaranya, aspek fisik, psikis,

sosial, rohani, dan sebagainya.

Sosiologi memiliki kekhususanya sendiri, dimana kekhusanya sosiologi

adalah bahwa prilaku manusia selalu dilihat dalam kaitanya dengan stuktur-struktur

kemasyarakatan dan kebudayaan yang dimiliki, dibagi, ditunjang bersama, sosiologi

mempelajari prilaku dan interaksi kelompok, menelusuri asal-usul pertumbuhanya,

serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok terhadap angotanya, masyarakat,

komunitas, keluarga, perubahan gaya hidup, struktur, mobilitas sosial, gender,

interaksi sosial, dan sebagainya, adalah sejumlah contoh yang memperlihatkan betapa

luaanya ruang kajian sosiologi.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

27

Jadi dapat dikatakan bahwa manusia yang dimaksud sebagai objek kajian

sosiologi adalah mahkluk sosial yang senantiasa berhubungan atau berinteraksi

dengan manusia lain dalam suatu kelompok. Adapun masyarakat yang menjadi objek

kajian sosiologi adalah kesatuan hidup manusia dengan kesatuan masyarakat desa,

masyarakat kota, dan lainya sebgai kesatuan yang paling mudah diamati, dengan

demikian, masyarakat sendiri merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi

menurut sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa

identitas bersama. Bahwa atas dasar itulah sosiologi tidak mempelajari manusia

sebagai individu tetapi mempelajari manusia sebagai mahluk sosial, dengan

demikian, objek kajian sosiologi hanyalah kehidupan manusia yang hidup didalam

kelompok sosial yang disebut masyarakat.

3. Peran Sosiologi dalam Kehidupan Bermasyarakat

Seringkali ketidaktepatan sasaran kebijakan politik yang dibuat oleh

pemerintah atau ketidaktepatan sasaran kebijakan pemasaran suatu perusahaan

merupakan akibat ketidakteklitian dalam menganalisis situasi sosial yang ada pada

keputusan itu diambil.Berangkat dari persoalan ini maka sosiologi memiliki peranan

yang diperlukan untuk menganalisis suatu langkah kebijakan publik sebelum

kebijakan ini digulingkan. Sosiologi memiliki kompetensi dibidang penelitian, survei,

dan perangkat kegiatan ilmiah lainya untuk menemukan gejala sosial kemasyarakatan

terutama yang menyangkut sikap, prilaku, opini, kultur sosial, sehingga dapat diukur

ketepatan atau ketidaktepatan dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan

publik. Horton dan Hunt dalam Narwoko (2007:12), ada beberapa peran sosiologi

yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat terutama berkaitan dengan

proses pembangunan suatu bangsa, diantaranya adalah sebagai berikuta:

a) Sosiologi sebagai ahli riset, baik riset ilmiah untuk kepentingan

pengembangan keilmuan atau riset yang diperlukan sektor industri. Dimana

tugas sosiologi yaitu mencari dat empiris, tentang suatu gejala sosial

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

28

sebagimana seorang dokter yang melakukan diagnosis suatu penyakit yang

diderita oleh pasiennya.

b) Sosiologi sebagai kosultan kebijakan, banyak gejala-gejala penyakit

masyarakat yang tidak terselesaikan, hal ini disebabkan oleh kurang

pahamnya pembuat kebijakan publik dalam mengenai persoalan ini, sehingga

disini sosiolog khususnya ikut membantu untuk memperkirakan pengaruh dari

kebijakan sosial tertentu.

c) Sosiolog sebagai teknisi, atau lebih popular disebut sosiolog klinis, yakni ikut

terlibat didalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan

masyarakat.

Dari beberapa perana sosiologi yang telah dipaparkan di atas, maka

sesungguhnya dapat diketahui bahwa sosiologi bukan hanya ilmu yang statis pada

suatu bidang atau kajian tertentu, karena sebagaimana yang diketahui, banyak orang

yang masih berpikir ulang ketika dirinya dihadapkan dalam pilihan untuk menjadi

seorang sosiolog. Ini dikarenakan masih adanya kekhawatiran dalam diri mereka

yang menggangap tidak dapat berkembangnya seorang sosiolog dengan ilmunya

dalam dunia perkerjaan karena sulitnya mencari kerja. Namun faktanya tidak

demikian, terbukti banyaknya peranan-peranan yang dapat diemban oleh para

sosiolog dengan ilmu yang ditekuninya.

C. Kajian Penelitian yang Relavan

Ada beberapa hasil penelitian yang relavan dengan penelitian ini kiranya

dapat dijadikan sebagai rujukan dalam proses penelitian ini sebagai berikut:

1. Sebuah Jurnal Religio dengan judul „’Titik Temu Agama-agama, Sebuah

Analisis Interpretatif.” Yang disusun oleh Basyir dari Fakultas Ushuluddin

IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2011.

Jurnal tersebut merupakan sebuah tulisan agama yang menjelaskan tentang

keadaan interaksi umat beragama di Indonesia yang selalu ditandai oleh

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

29

suasana yang cenderung esklusif, dan saling bermusuhan, dituliskan dalam

jurnal tersebut, “bahwa tidak hanya tantangan eksternal seperti globalisasi dan

keterbukaan yang dihadapi oleh Indonesia, namun tantangan internalpun,

semisal kemajemukan, disintegrasi, dan problem kerukunan menjadi masalah

utama dalam konsep pluralisme beragama di Indonesia. Oleh karena itu

penulis dalam tulisan ini mencoba mencari letak titik temu dan titik singgung

agama-agama besar di dunia dengan menggunakan metode analisis

interpretatif.

2. Sebuah Tesis dengan judul, ”Cigugur, Arena Kontestasi Dalam

Keberagaman.” Yang disusun oleh Mohammad Fathi Royyani Dari

Universitas Indonesia tahun 2004.

Tesis tersebut merupakan karya ilmiah yang disusun berdasarkan temuan

peneliti dalam kehidupan keberagaman masyarakat Cigugur yang ternyata

kehidupannya keberagamannya lebih kentara terlihat adalah kontestasinya

bukan ketergantungan antar kelompok, dalam temuannya tersebut peneliti,

melihat bahwa proses negosiasi dan kontestasi dalam masyarakat yang plural

mensyaratkan suatu kebebasan terhadap kelompok minoritas untuk

mengekspresikan dirinya sehingga kesetaraan dan persamaan dalam

memperoleh ruang akan terjaga. Dan dari data-data yang diperoleh peneliti

dapat mengetahui bahwa negosiasi dan kontestasi yang terjadi di Cigugur

penuh strategi dengan menggunakan segala kapital yang dimiliki, sehingga

ketika terjadi proses tersebut saling tafsir dan saling serap tidak bisa dihindari

yang berimplikasi pada munculnya budaya cangkokan.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. 1. Pluralisme Agama a. Makna ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21410140039.pdfDefinisi di atas adalah definisi literal. Namun demikian, banyak pihak

30

D. Kerangka Pemikiran

Bagan I

Kerangka pemikiran

Gambar di atas merupakan alur berpikir dalam penelitian ini, dimana subjek

dalam penelitian ini ialah masyarakat Cigugur yang yang dilihat dari segi kehidupan

bermasyarakatnya bersifat plural dengan kerukunan antar umat beragamanya yang

saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Adapun fokus masalah yang

menjadi rumusan atau pertanyaan dari penelitian ini ialah model kerukunan umat

beragama pada masyarakat Cigugur Kuningan Jawa Barat, yang mana penelitian

kualitatif ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang menggambarkan,

meringkas dan menjelaskan segala kondisi, situasi, dan fenomena yang terjadi pada

kehidupan beragama masyarakat Cigugur yang sesuai dengan fakta dan realita sosial.

Model kerukunan umat

beragama Di Cigugur

Kerukunan antar umat

beragama (kaijan

sosiologis)

Masyarakat Cigugur

Penelitian kualitatif ini

menggunakan metode

deskriptif dengan cara

melakukan observasi,

wawancara, dan studi

dokumentasi dengan teknik

pemeriksaan data trianggulasi