30
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian Pendidikan Moral Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Nurul Zuriah, 2008:26) Konsep Ki Hajar Dewantara dalam Wahab (2015:89) tentang pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. “Pendidikan nilai adalah nilai pendidikan”, bahasa lain bisa berarti: “pendidikan moral adalah moral pendidikan”. Moral pendidikan adalah nilai-nilai yang terkandung secara built in dalam setiap bahan ajar atau ilmu pengetahuan, seperti build in-nya perasaan, pikiran, rasa lapar, rasa bahagia atau sedih yang hadir dalam diri setiap manusia. Karena itu, suatu nilai datang tanpa diundang, hadir tanpa dipikir, jumpa tanpa dipinta, namun baru bermakna bila dicerna lewat pendidikan yang mampu membermaknakan kebermaknaanya makna. (Mursidin, 2011:9) Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang memiliki tujuan tertentu . Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang mengandung arti adat kebiasaan. (Nurul Zuriah, 2008:17) Istilah moral lebih sering digunakan untuk menunjukkan kode, tingkah laku,

BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Moral

1. Pengertian Pendidikan Moral

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara. (Nurul Zuriah, 2008:26)

Konsep Ki Hajar Dewantara dalam Wahab (2015:89) tentang

pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi

pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intelek), dan tubuh

anak.

“Pendidikan nilai adalah nilai pendidikan”, bahasa lain bisa berarti:

“pendidikan moral adalah moral pendidikan”. Moral pendidikan adalah

nilai-nilai yang terkandung secara built in dalam setiap bahan ajar atau

ilmu pengetahuan, seperti build in-nya perasaan, pikiran, rasa lapar,

rasa bahagia atau sedih yang hadir dalam diri setiap manusia. Karena

itu, suatu nilai datang tanpa diundang, hadir tanpa dipikir, jumpa tanpa

dipinta, namun baru bermakna bila dicerna lewat pendidikan yang

mampu membermaknakan kebermaknaanya makna. (Mursidin,

2011:9)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan

bahwa pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tingkah

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan yang memiliki tujuan

tertentu .

Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang

mengandung arti adat kebiasaan. (Nurul Zuriah, 2008:17) Istilah

moral lebih sering digunakan untuk menunjukkan kode, tingkah laku,

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

9

adat, atau kebiasaan dari individu atau kelompok, seperti apabila

seseorang membicarakan tentang moral orang lain.

Menurut Helden dalam Syaiful (2013:241) merumuskan pengertian

moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan

dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan

terhadap prinsip dan aturan.

Menurut Sjarkawi (2014:102) mengemukakan moral atau moralitas

merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa

yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga

merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan

dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan

oleh manusia.

Penulis berpendapat bahwa dapat disimpulkan moral adalah hal

yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik

sebagai kewajiban atau norma. Moral dapat diartikan sebagai sarana

untuk mengukur benar tidaknya atau baik tidaknya tindakan manusia.

Apabila berbicara mengenai moralitas suatu perbuatan, berarti dari

segi moral satu perbuatan atau keseluruhan asas dan nilai tersebut

berkaitan dengan ukuran baik dan buruk.

Isi ajaran dari moralitas adalah tentang bagaimana manusia harus

hidup secara baik agar menjadi manusia yang baik dan bagaimana

manusia harus menghindari perilaku ang tidak baik. Moralitas adalah

seluruh kualitas perbuatan manusia yang dikaitkan dengan nilai baik

dan buruk. (Sjarkawi, 2014:28)

Dapat disimpulkan bahwa moralitas adalah sistem nilai tentang

bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia.

Moralitas ini terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat dalam

bentuk petuah, nasehat, wejangan, peraturan, perintah, dan

semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama

atau kebudayaan tertentu.

Pendidikan moral dapat disebut sebagai pendidikan nilai atau

pendidikan afektif. Dalam hal ini hal-hal yang disampaikan dalam

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

10

pendidikan moral adalah nilai-nilai yang termasuk domain afektif.

Nilai-nilai afektif tersebut antara lain, meliputi: perasaan, sikap,

emosi, kemauan, keyakinan, dan kesadaran. (Winarno, 2000:89)

Pendidikan moral berusaha untuk mengembangkan pola perilaku

seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini

berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi nilai-nilai dan

kehidupan yang berada dalam masyarakat. Karena menyangkut dua

aspek inilah, yaitu (a) nilai-nilai, dan (b) kehidupan nyata, maka

pendidikan moral lebih banyak membahas masalah dilema (seperti

makan buah simalakama) yang berguna untuk mengambil keputusan

moral yang terbaik bagi diri dan masyarakatnya. (Nurul Zuriah,

2008:19)

Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan

luar sekolah) yang mengorganisasikan dan “menyederhanakan”

sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan

pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. (Nurul Zuriah,

2008:22)

Menurut paham ahli pendidikan moral, jika tujuan pendidikan

moral akan mengarahkan seseorang menjadi bermoral, yang penting

adalah bagaimana agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan

tujuan hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, dalam tahap awal perlu

dilakukan pengkondisian moral (moral conditioning) dan latihan

moral (moral training) untuk pembiasaan. (Sjarkawi, 2014:66)

Pengertian moral dalam pendidikan moral disini hampir sama saja

dengan rasional, dimana penalaran moral dipersiapkan sebagai prinsip

berpikir kritis untuk sampai pada pilihan dan penilaian moral (moral

choice and moral judgmet) yang dianggap sebagai pikiran dan sikap

terbaiknya (Sjarkawi, 2014:68)

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

pendidikan moral adalah suatu program yang memiliki tujuan untuk

mengembangkan perilaku seseorang agar lebih baik lagi, dapat

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

11

menyesuaikan diri dengan menyesuaikan tujuan hidup masyarakat

yang bermoral.

2. Konsep Moral dan Perkembangan Pendidikan Moral

Menurut Harshorne dan May, dalam Suparno (2002:198)

menyatakan bahwa Keefektifan pendidikan moral disekolah

ditemukan hal-hal berikut:

a. Pendidikan watak atau karakter dan pengajaran agama dikelas

tidak memengaruhi perbaikan perilaku moral.

b. Pendidikan etika yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian

nilai, yakni pengajaran tentang aturan-aturan berperilaku benar

dan baik disekolah sedikit berpengaruh terhadap pembentukan

moral sebagaimana yang dikehendaki.

Menurut Kohlberg dalam Nina Syam (2011:94) temuan penelitian

Hartshorne dan May dapat diinterpretasikan bahwa pendidikan moral

disekolah tidak efektif. Ketidakefektifan itu disebabkan oleh karakter

moral telah dibentuk lebih awal dirumah karena pengaruh orang tua.

Karakter moral juga dianggap sebagai sesuatu yang tidak tetap dan

merupakan emosi mendalam yang keberadaannya tidak konsisten.

Seseorang berperilaku amoral lebih disebabkan oleh faktor-faktor

situasional dan bukan merupakan hasil pemikiran yang didasarkan

atas perkembangan moral.

Sedangkan menurut Frankena dalam Nina Syam (2011:96)

perilaku amoral bukan merupakan refleksi dari pengalaman

pendidikan yang berpusat pada nilai-nilai moral yang diajarkan. Hal

inilah yang menjadi penyebab mengapa pendidikan moral selama

dekade tersebut dinyatakan kurang berhasil, bahkan dianggap gagal,

yaitu karena kurang mengikutsertakan faktor kognitif.

Perilaku moral dianggap sebagai sesuatu yang ditentukan oleh

kecenderungan bertindak yang dimotivasi oleh sifat perilaku dan

kebiasaan. Artinya, perilaku moral bukan merupakan hasil

pertimbangan moral yang berpijak pada konsep nilai kemanusiaan dan

keadilan.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

12

Sebaliknya, pandangan yang beranggapan bahwa pilihan perilaku

moral pada hakikatnya bersifat rasional sebagai respon yang

bersumber dan diturunkan dari pemahaman serta penalaran

berdasarkan tujuan kemanusiaan dan keadilan, disebut pandangan

baru.

Menurut Dewey dalam Nina Syam (2011:3) menyatakan bahwa

ciri utama pendidikan moral berdasarkan pandangan baru tersebut

pendidikannya menggunakan pendekatan perkembangan kognitif.

Disebut kognitif, karena menghargai pendidikan moral sebagai

pendidikan intelektual yang mengusahakan timbulnya berpikir aktif

dalam menghadapi isu-isu moral dan dalam menetapkan suatu

keputusan moral. Disebut perkembangan, karena tujuan pendidikan

moral untuk mengembangkan tingkat pertimbangan moral sesuai

dengan tahap-tahap yang telah ditentukan.

Tingkat perkembangan moral dalam kajian ini dijadikan variabel

pengukur perolehan belajar siswa karena perilaku moral dianggap

sebagai hasil berpikir yang merupakan refleksi dan pengalaman

belajar seseorang.

Konsekuensi dari pandangan rasional adalah bahwa suatu

perilaku moral dianggap tidak memiliki nilai moral apabila perilaku

itu tidak dilakukan berdasarkan kemauan sendiri secara sadar sebagai

implikasi pemahaman dari nilai-nilai yang dipelajari sebelumnya.

Artinya, betapa bermanfaatnya suatu perilaku moral terhadap nilai

kemanusiaan, apabila tindakan itu tidak disertai dan didasarkan pada

perkembangan moral maka tindakan itu belum dapat dikatakan

sebagai perilaku moral yang mengandung nilai moral.

Suatu perilaku moral dianggap bernilai moral jika perilaku itu

dilakukan secara sadar atas kemauan sendiri dan bersumber dari

pemikiran moral yang bersifat otonom. (Frankena dalam Nina Syam,

2011:98)

Dengan demikian dapat disimpulkan, perilaku moral dapat

dikatan bermoral jika perilaku tersebut dilakukan secara sadar atas

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

13

kemauan sendiri sebagai hasil berpikir yang merupakan refleksi dan

pengalaman belajar seseorang.

3. Teori Pendidikan Moral

Menurut Dewey dalam Sagala (2013:201) menyatakan bahwa pada

dasarnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan

intelektual dan moral. Prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat

membantu sekolah untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan

dalam membangun kepribadian siswa yang kuat.

Menurut Shaver dalam Suparno (2002:142) mengemukakan bahwa

sekolah sebagai lembaga pendidikan bertanggung jawab untuk

meningkatkan kemampuan berpikir dan kecakapan siswa dalam

menetapkan suatu keputusan untuk bertindak atau untuk tidak

bertindak.

Menurut Goods dalam Wibowo (2001:100) menyatakan bahwa

pendidikan moral dapat dilakukan secara formal maupun insidental,

baik di sekolah maupun di lingkungan rumah.

Akan tetapi menurut Durkheim dalam Wibowo (2001:124)

menekankan agar pendidikan moral dipindahkan dari lingkungan

rumah ke sekolah karena sekolah mempunyai tugas khusus dalam hal

moral.

Lebih tegas lagi menurut Raths dalam Wibowo (2001:167)

menyatakan bahwa sekolah harus lebih sensitif pada masalah

kemampuan berpikir moral dan keterampilan berperilaku moral.

Sekolah bukan saja harus memerhatikan secara khusus aspek

intelektual dan perilaku moral, tetapi lebih dari dua yaitu seluruh

fungsi dan isi pendidikan di sekolah harus didasarkan pada suatu

rencana kerja serta kurikulum yang mengarah kepada usaha nyata

demi tercapainya peningkatan moral. (Wibowo, 2001:86)

Menurut Suni (2008:61) menyatakan Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

14

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Selanjutnya pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Menurut Ardhana (2007:143) menyatakan bahwa negara Indonesia

merupakan suatu negara yang menaruh perhatian besar pada masalah

pendidikan moral. Kurikulum sekolah mulai dari tingkat yang paling

rendah hingga paling tinggi, mengalokasikan waktu yang cukup

banyak bagi bidang studi yang potensial untuk pembinaan moral,

antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan

Ilmu Pengetahuan sosial.

Menurut Rosjidan (2007:128) bahwa yang penelitiannya

menggunakan responden siswa, orang tua siswa, dan guru,

mengungkapkan bahwa faktor penyebab adanya perilaku negatif yang

dilakukan para remaja ialah karena kurang efektifnya pendidikan

moral disekolah. Oleh karena itu, responden menyarankan agar

pendidikan moral di sekolah lebih ditingkatkan dan diintensifkan.

Dengan demikian berbicara mengenai pendidikan, apapun dan

bagaimanapun tidak dapat menghindari tugas pengembangan moral

dan etika. Kemampuan tersebut terkait dengan nilai-nilai, terutama

nilai yang bersifat humanis. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga

pendidikan mempunyai beban dan tanggung jawab untuk

melaksanakan pendidikan moral dan membantu siswa

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

15

mengembangkan cara berpikirnya dalam menetapkan keputusan

moralitasnya.

4. Tujuan Pendidikan Moral

Adapun tujuan pendidikan moral menurut Nurul Zuriah (2008:36)

adalah:

a. Anak mampu memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan

keluarga, lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat,

hukum, undang-undang, dan tatanan antar bangsa.

b. Anak mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara

konsisten dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-

tengah rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.

c. Anak mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat

secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah

melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti.

d. Anak mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik

bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan

bertanggung jawab.

Menurut Bergling dalam Wibowo (2001:146) bahwa

mengembangkan dua macam metode pendidikan moral yang

diprediksi memiliki kemampuan yang sama dalam meningkatkan

pertimbangan moral siswa. Kesamaan kekuatannya dapat ditemukan

pada tujuannya, yakni meningkatkan moralitas siswa. Tinggi atau

rendahnya moralitas siswa dapat dilihat dari tingkat pertimbangan

moralnya.

Menurut Kohlberg dalam Nina Syam (2011:211) bahwa

menyatakan menekankan tujuan pendidikan moral adalah merangsang

perkembangan tingkat pertimbangan moral siswa. Kematangan

pertimbangan moral jangan diukur dengan standar regional, tetapi

hendaknya diukur dengan pertimbangan moral yang benar-benar

menjungjung nilai kemanusiaan yang bersifat unviersal, berlandaskan

prinsip keadilan, persamaan, dan saling terima.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

16

Menurut Kohlberg dalam Nina Syam (2011:212) menyatakan

bahwa untuk tercapainya tujuan pendidikan moral tersebut, konsep

pengembangan pembelajaran yang lebih sesuai adalah melalui

imposisi, tidak menyatakan secara langsung sistem nilai yang konkret.

Oleh karena itu, dianjurkan agar para pendidik di sekolah harus

meningkatkan pemahamannya mengenai hakikat pengembangan

moral serta memahami metode-metode komunikasi moral.

Menurut Frankena dalam Nina Syam (2011:224) menyatakan

bahwa tugas program pendidikan moral menyampaikan dan

mempertahankan moral sosial, meningkatkan kemampuan berpikir

moral secara maksimal.

Lebih khusus lagi menurut Maritain dalam Nurul (2008:123)

menegaskan bahwa tujuan pendidikan moral adalah terbentuknya

kejujuran dan kebebasan mental spiritual.

Lebih lanjut menurut Frankena, Nina Syam (2011:395)

mengemukakan lima tujuan pendidikan moral sebagai berikut:

a. Mengusahakan suatu pemahaman “pandamgan moral” ataupun

cara-cara moral dalam mempertimbangkan tindakan-tindakan dan

penetapan keputusan apa yang seharusnya dikerjakan, seperti

membedakan hal estetika, legalitas, atau pandangan tentang

kebijaksanaan.

b. Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadopsian satu

atau beberapa prinsip umum yang fundamental, ide atau nilai

sebagai suatu pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral

dalam menetapkan suatu keputusan.

c. Membantu mengembangkan kepercayaan pada dan atau

pengadopsi norma-norma konkret, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan

seperti pada pendidikan moral tradisional yang selama ini

dipraktikkan.

d. Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu

yang secara moral baik dan benar.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

17

e. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau

kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat

seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-ide dan prinsip-

prinsip, dan aturan-aturan umum yang sedang berlaku.

Menurut Kohlberg dalam Aryani (2010:128) bahwa

menggabungkan tujuan pendidikan moral dengan tujuan pendidikan

Civics (Pendidikan Kewarganegaraan). Dinyatakan bahwa selain

harus mempertimbangkan tercapainya tujuan moral secara filosofis,

juga mengembangkan tingkat pertimbangan moral yang secara ideal

menentukan apa yang seharusnya dilakukan.

Tujuan moral secara filosofis menyerukan kebebasan dan

kebiasaan berpikir sehingga mampu melahirkan pertimbangan moral

yang bernilai universal untuk seluruh umat manusia. Prinsip moral

secara filosofis tidak membedakan seluruh peraturan, sedangkan nilai

moral secara konkret didasarkan pada aturan khusus yang berlaku

untuk suatu masyarakat tertentu. (Kohlberg dalam Aryani, 2010:129)

Menurut Beddoe dalam Nurul (2008:119) menyarankan agar

pendidikan moral hendaknya dilaksanakan dengan mengembangkan

suatu kehidupan yang memungkinkan seseorang memiliki sikap

respect yang mendalam kepada orang lain. Pembelajaran yang

dianjurkan ialah dengan cara memecahkan masalah melalui konflik

moral agar mampu meningkatkan pertimbangan moral.

Berangkat dari tujuan tersebut diatas maka dalam pelaksanaannya

terdapat tiga faktor penting dalam pendidikan moral di Indonesia yang

perlu diperhatikan yaitu:

a. Peserta didik yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan dan

perbedaan perkembangan kesadaran moral yang tidak merata

maka perlu dilakukan identifikasi yang berujung pada sebuah

pengertian mengenai kondisi perkembangan moral dari peserta

didik itu sendiri.

b. Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan

perkembangan moral manusia maka perlu diketahui pula tingkat

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

18

tahapan kemampuan peserta didik. Hal ini penting mengingat

dengan tahapan dan tingkatan yang berbeda itu pula maka semua

nilai-nilai moral yang terkandung dalam pendidikan moral

tersebut memiliki batasan-batasan tertentu untuk dapat terpatri

pada kesadaran moral peserta didik.

c. Guru Sebagai fasilitator, apabila kita kembali mengingat teori

perkembangan moral manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya

maka guru seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan

kemungkinan bagi siswa untuk memahami dan menghayati nilai-

nilai pendidikan moral itu.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya

tujuan pendidikan moral di sekolah membantu siswa mempertinggi

tingkat pertimbangan, pemikiran, dan penalaran moralnya sesuai

dengan tahapan dan tingkatannya.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral

Menurut Mudjiran (2007:202) faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan moral yaitu:

a. Orang tua atau guru sebagai model

b. Ineraksi dengan teman sebaya.

Menurut Syamsu (2014:133) beberapa faktor yang mempengaruhi

perkembangan moral anak, diantaranya sebagai berikut:

a. Konsisten dalam mendidik anak

Orang tua harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama

dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada

anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orang tua pada

suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada

waktu lain.

b. Sikap orang tua dalam keluarga

Secara tidak langsung sikap orang tua terhadap anak, sikap

ayah terhadap ibu atau sebaliknya, dapat mempengaruhi

perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan

(imitasi). Sikap orang tua yang keras (otoriter) cenderung

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

19

melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang

acuh tak acuh atau sikap masa bodoh cenderung mengembangkan

sikap kurang bertanggung jawab dan kurang memperdulikan

norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orang

tua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah, dan

konsisten.

c. Penghayatan dan pengalaman agama yang dianut

Orang tua merupakan panutan (teladan) bagi anak,

termasuk panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua

yang menciptakan iklim yang religius (agamis), dengan cara

memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama

kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral

yang baik.

d. Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma

Orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong

atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya

dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orang tua

mengajarkan kepada anak agar berperilaku jujur, bertutur kata

yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama, tetapi orang

tua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak

akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan

ketidak konsistenan (ketidakajegan) orang tua sebagai alasan

untuk tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orang tuanya,

bahkan mungkin dia akan berperilaku seperti orang tuanya.

Dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral seorang siswa

banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Anak memperoleh nilai-nilai

moral dari lingkungannya, terutama dari orang tuanya. Anak belajar

untuk mengenal nilai-nilai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai

tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orang tua

sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

20

6. Proses Perkembangan Moral

Menurut Syamsu (2014:34) bahwa perkembangan moral anak

dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut:

a. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian

tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk

oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya. Disamping itu,

yang paling penting dalam pendidikan moral ini adalah

keteladanan dari orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya

dalam melakukan nilai-nilai moral.

b. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru

penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi

idolanya (seperti orang tua, guru, kyai, artis, atau orang dewasa

lainnya).

c. Proses coba-coba (trial and error), yaitu dengan cara

mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah

laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus

dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan

hukuman atau celaan akan dihentikannya.

Dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan moral dengan

cara memberikan pendidikan secara langsung baik disekolah maupun

dikeluarga, siswa biasanya akan meniru orang yang ia kagumi atau

diidolakan.

7. Indikator Pendidikan Moral

Menurut Lickona dalam Doni Kusuma (2007) akan pentingnya tiga

komponen dari karakter yang baik yaitu moral knowing atau

pengetahuan tentang moral, moral feeling adalah perasaan tentang

moral dan moral action atau perilaku dan perbuatan bermoral. moral

knowing terdiri dari enam hal pokok yang seharusnya diajarkan yaitu:

a. adanya kesadaran moral

b. mengetahui nilai-nilai moral

c. perspective taking

d. penalaran moral

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

21

e. pengambilan keputusan

f. pemahaman diri sendiri.

Sementara moral feeling atau perasaan moral merupakan

sumber kekuatan untuk selalu bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip

moral. Dalam kaitan dengan perasaan moral ini juga terdapat enam hal

yang perlu ditanamkan kepada anak sesuai dengan tahapan

perkembangannya yaitu :

a. penajaman hati nurani

b. penguatan rasa percaya diri

c. peningkatan empathy atau pelatihan untuk dapat merasakan apa

yang dirasakan orang lain

d. mencintai kebenaran

e. kemampuan untuk dapat terus menerus mengontrol diri

f. upaya untuk mengasah kerendahan hati.

Moral action adalah perilaku yang didasari pertimbangan moral,

perilaku moral adalah pengejawantahan dari pengetahuan tentang

moral yang termanifestasi dalam tindakan atau perilaku nyata:

a. Perasaan

b. Sikap

c. Emosi

d. Kemauan

e. Keyakinan

f. Kesadaran

B. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SD

Menurut Aryani (2010:63) mengatakan bahwa Hakekat

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Sekolah Dasar adalah sebagai

program pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai pancasila untuk

mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar

pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang

diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari hari.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

22

Pelajaran yang dalam pembentukan diri yang beragam dari segi

agama, sosial, budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa memfokuskan

pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu

melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang

diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan

merupakan suatu program mata pelajaran yang dapat menyisipkan

nilai-nilai moral yang terkandung dalam pancasila.

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Menurut Suni (2008:167) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran

PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan

kompetensi sebagai berikut:

a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

Kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak

secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia

secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh

Djahiri (1995:10) adalah sebagai berikut:

a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung

keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu:

“Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia

Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur,

memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

23

jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa

tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan

diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang

memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa

dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama,

perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,

perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan

kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan

golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun

kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku

yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial

seluruh rakyat Indonesia.

Sedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan

Kewarganegaraan adalah dengan partisipasi yang penuh nalar dan

tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat

kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional

Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung

jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan

keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta.

Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan

lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak

tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta

dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang

sehat serta perbaikan masyarakat.

Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar

menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan

“warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan

negara, beragama, demokratis, dan Pancasila sejati”. (Somantri,

2001:279)

Sedangkan Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui

Pendidikan Kewarganegaraan siswa diharapkan untuk memahami dan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

24

menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah,

dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI, menghayati maupun

meyakini tatanan dalam moral, dan mengamalkan suatu sikap perilaku

diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.

Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa

tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar

setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good

citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics

inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual

yang memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility),

dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Setelah

menelaah pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan,

maka dapat di simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan

berorientasi pada penanaman konsep Kenegaraan dan juga bersifat

implementatif dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah untuk

menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku

yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan

nusantara , serta ketahanan nasional dalam diri seseorang.

Selain itu juga Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bertujuan

untuk meningkatkan kualitas manusia yang berbudi luhur,

berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, profesional, dan bertanggung

jawab.

C. Perilaku Siswa

1. Pengertian Perilaku

Menurut Gunarsa (1999:38) menyatakan bahwa perilaku adalah

sesuatu atau tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara yang ada

dalam suatu kelompok. Berdasarkan pengertian diatas, perilaku adalah

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh siswa sesuai dengan nilai-nilai

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

25

norma ataupun nilai yang ada dalam masyarakat yang sudah ada

sebelumnya dalam suatu kelompok sosial masyarakat.

Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala

perbuatan yang dilakukan oleh mahkluk hidup menurut Scheneider

(dalam Syamsu Yusuf 2003:14) mengartikan penyesuaian diri sebagai

“suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun

mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,

ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara

keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan

(norma) lingkungan.

Menurut Kartono (1997:6) menyatakan bahwa perilaku adalah

segala aktivitas perbuatan, penampilan diri yang dilakukan manusia

dalam kehidupannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi

melalui proses adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya

sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, dan bersikap yang

merupakan refleksi dari berbagai aspek baik fisik maupun non fisik.

Perilaku juga dapat diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang

yang digolongkan dalam dua golongan yaitu bentuk pasif (tanpa

tindakan nyata) dan bentuk aktif (tindakan konkrit).

Seorang siswa harus belajar konsep belajar moral yang harus

diperhatikan dalam perilakunya terus menerus setiap kali ia menemui

situasi yang sama. Melalui orang lain maka ia dapat belajar bagaimana

tingkah laku yang baik. Orang lain dalam hal ini adalah guru

Pendidikan Kewarganegaraan.

Siswa merupakan salah satu lapisan masyarakat yang merupakan

bagian dari generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa

dan bersumber daya manusia yang memiliki peran strategis dan

mempunyai ciri dan sifat yang khusus, serta memerlukan pembinaan

dan perlindungan dari orang tua maupun guru dalam rangka menjamin

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial serta

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

26

perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan

mereka.

Sejak lahir seorang siswa sudah mempunyai sifat seorang anak

dapat berbuat sesuatu adalah dari luar dirinya, keluarga dan lingkungan

dapat menjadi penentu baik buruknya tingkah laku seorang anak.

Apabila seorang anak mendapat kasih sayang cukup dari orang tuanya,

lingkungan serta mempunyai pendidikan, ia akan dapat berbuat dan

berperilaku yang baik.

Sebagai siswa yang telah menerima dan memperhatikan didikan

dari orang tua maupun guru di sekolah akan dapat berpikir secara

dewasa dan berkembang dengan baik terutama bagi siswa yang telah

dibimbing, dibina, dan diarahkan oleh gurunya disekolah diharapkan

dapat perilaku baik sesuai dengan kepribadian siswanya.

Perilaku dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu:

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, seperti mengetahui situasi atau

rangsangan dari luar.

b. Perilaku dalam bentuk sikap, seperti batin terhadap keadaan

rangsangan dari luar dari subyek.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang suda konkret yang berupa

tindakan terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

Dari pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa perilaku terjadi

karena adanya proses antara pemikiran dan sikap untuk melakukan

tindakan yang dirugikan.

Menurut Fauzan (2004:54) perilaku adalah gerak-gerik yang

berhubungan dengan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari seperti

bekerja, beriman, berpikir dan sebagainya. Dengan perilaku ini kita

akan mengenal seseorang, perilaku terbentuk melalui proses tertentu.

Dari pendapat diatas ternyata bahwa pembentukan perilaku itu

senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungan,

pembentukan perilaku itu senantiasa berlangsung dalam interaksi

manusia dengan lingkungan. Pembentukan dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti kecerdasan, dorongan atau minat dan objek serta hasil

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

27

kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk

perilaku. Faktor-faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku

yang terbentuk, yang dapat diterima oleh individu itu sendiri dan

lingkungannya.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Siswa

Menurut Gunarsa (2007:141) menyatakan bahwa faktor yang akan

mempengaruhi perilaku anak adalah:

a. Lingkungan Rumah

Orang harus dapat menciptakan suatu keadaan dimana anak

berkembang dalam suasana ramah, jujur, kerjasama yang

diperlihatkan masing-masing anggota keluarga dalam hidup

mereka setiap hari sebaliknya sulit untuk menumbuhkan sikap-

sikap yang baik pada anak dikemudian hari, bilamana anak

tumbuh dan berkembang dalam suasana dimana anak hidup dalam

pertikaian, pertengkaran antara sesama anggota keluarga.

b. Lingkungan Sekolah

Hubungan antara murid dengan guru dan murid dengan

murid banyak mempengaruhi aspek kepribadian termasuk

perilaku anak yang memang masih memahami peraturan-

peraturan.

c. Lingkungan Teman Sebaya

Anak yang bertindak langsung sebagai pemimpin dengan

sikap-sikap menguasai anak-anak yang lain akan besar

pengaruhnya terhadap pola-pola sikap atau kepribadian. Maka

lingkungan teman sebaya juga menentukan dalam pembentukan

perilaku pada diri siswa.

d. Segi Keamanan

Perilaku yang diperlihatkan oleh seorang anak tidak

ditentukan oleh kepandaian, pengertian, atau pengetahuan yang

dimiliki anak, melainkan bergantung sepenuhnya kepada

penghayatan nilai-nilai keagamaan dan perilaku dan hubungannya

dengan anak yang lain.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

28

Menurut Notoatmodjo (2003:27) menyatakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku siswa adalah

a. Genetika

b. Sikap

Suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku

tertentu.

c. Norma sosial

Pengaruh tekanan sosial.

d. Kontrol perilaku pribadi

Kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan suatu

perilaku.

Menurut Gina (2003:124) mengatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku ada tujuh, yakni:

a. Keturunan

Keturunan adalah pembawaan atau karunia dari Tuhan Yang Maha

Esa. Keturunan sering disebut dengan pembawaan yang meliputi:

1) Tiap sifat makhluk hidup dikendalikan oleh faktor lingkungan.

2) Tiap pasangan merupakan penentu alternatif bagi keturunannya.

3) Pada waktu pembentukan sel kelamin, pasangan keturunan

memisah dan menerima pasangan faktor keturunan.

b. Lingkungan

Lingkungan sering disebut milu, environment atau nurture.

Lingkungan dalam pengertian psikologi adalah segala apa yang

berpengaruh pada diri individu dalam berperilaku. Lingkungan turut

berpengaruh terhadap perkembangan pembawaan dan kehidupan

manusia. Lingkungan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1) Lingkungan manusia, meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat

serta termasuk didalamnya kebudayaan, agama, dan taraf

kehidupan.

2) Lingkungan benda, benda yang terdapat disekitar manusia yang

turut memberi warna pada jiwa manusia yang disekitarnya.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

29

3) Lingkungan geografis, lingkungan ini turut mempengaruhi corak

kehidupan manusia. Masyarakat yang tinggal didaerah pantai

mempunyai keahlian, kegemaran, dan kebudayaan yang berbeda

dengan manusia yang tinggal didaerah yang gersang. Pengaruh

lingkungan pada individu sebagai sasaran yaitu lingkungan

membuat individu sebagai makhluk sosial dan lingkungan

membuat wajah budaya bagi individu.

c. Emosi

Emosi merupakan konsep dasar dalam pembentukan perilaku.

Perubahan perilaku manusia dapat ditimbulkan akibat kondisi emosi.

Perubahan yang didasari emosi memungkinkan mengubah sifat atau

perilakunya. Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang

disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses

fisiologis.

d. Persepsi

Persepsi merupakan pengamatan pembentukan perilaku yang

berbeda karena pengamatannya berbeda. Pengalaman yang dihasilkan

dari indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan lain sebagainya

setiap orang memiliki persepsi yang berbeda meskipun obyeknya

sama.

e. Motivasi

Motivasi adalah daya dorong menjadi penguat terhadap

perilakunya. Dorongan untuk bertindak guna mencapai suatu tujuan

sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan fisiologi, psikologi, dan sosial.

f. Belajar

Ketika seseorang sudah matang masa perkembangannya, otomatis

akan mempengaruhi perkembangan psikis seseorang. Kematangan dan

perkembangan menampilkan kemampuan seseorang sesuai kebutuhan.

g. Intelegensi

Ketika seseorang mempunyai intelegensi tinggi, akan memberikan

kegunaan pada perilakunya. Kemampuan seseorang dalam

menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

30

Menurut Wilson (2003:142) menyatakn bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku adalah:

a. Faktor personal

Faktor personal adalah faktor biologis terlibat dalam seluruh

kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor

sosiopsikologis.

Faktor sosiopsikologis dapat diklasifikasikan kedalam tiga

komponen, yaitu:

1) Komponen afektif, merupakan aspek emosional dari

sosiopsikologis.

2) Komponen kognitif, aspek intelektual yang berkaitan dengan apa

yang diketahui manusia.

3) Komponen situsional, perilaku manusia yang dipengaruhi oleh

lingkungan atau situasi.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan faktor-

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku siswa adalah faktor biologis

dan faktor sosiologis. Dari faktor biologis perilaku siswa berasal dari

genetik. Jika genetiknya memiliki perilaku yang baik, maka perilaku

yang dilakukan juga akan mencerminkan perilaku yang baik. Namun,

ketika genetiknya kurang baik maka perilaku yang dilakukan juga akan

mencerminkan perilaku yang kurang baik pula. Dari faktor sosiologis,

perilaku siswa meliputi komponen afektif (sikap), komponen kognitif

(pengetahuan), serta komponen konatif (kebiasaan dan kemauan

bertindak)

3. Faktor Pembentukan Perilaku siswa

Menurut Gita (2005:21) mengatakan bahwa faktor-faktor yang

memegang peranan dalam pembentukan perilaku dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal yaitu kecerdasan, persepsi, motivasi, minat,

emosi, dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari

luar.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

31

b. Faktor eksternal

Faktor internal yaitu obyek, orang, kelompok, dan hasil-hasil

kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk

perilaku yang selaras dengan lingkungannya, dan dapat diterima

oleh individu yang bersangkutan.

Dapat disimpulkan bahwa faktor pembentukan perilaku siswa

yaitu terdiri atas dua faktor yaitu fator internal yang berasal dari diri

sendiri dan juga faktor ekternal yang berasal dari lingkungan dimana

ia tinggal.

4. Proses Pembentukan Perilaku

Menurut Walgito (2003:146) pembentukan perilaku dibagi

menjadi tiga cara sesuai keadaan yang diharapkan, yakni:

a. Cara pembentukan perilaku dengan kebiasaan

Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan

kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku

seperti yang diharapkan, maka akhirnya akan terbentuklah

perilaku tersebut.

b. Pembentukan perilaku dengan cara pengertian

Disamping pembentukan perilaku dengan cara kebiasaan,

pembentukan perilaku juga dapat ditempuh dengan pengertian.

Cara ini didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu belajar disertai

dengan adanya pengertian.

c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model

Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan menggunakan

model atau contoh. Pemimpin atau guru dijadikan model atau

contoh bagi yang dipimpinnya yaitu siswa.

Menurut Notoatmodjo, 2003:174, mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang

tersebut terjadi proses pembentukan perilaku yaitu:

a. Kesadaran (Awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus atau rangsangan baru.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

32

b. Tertarik (Interest)

Dimana orang mulai tertarik pada stimulus atau rangsangan

baru.

c. Evaluasi (Evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus

atau rangsangan tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti bersikap

responden sudah lebih baik lagi.

d. Mencoba (Trial)

Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Menerima (Adoption)

Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus atau

rangsangan baru.

Maka dapat disimpulkan bahwa proses pembentukan perilaku

ialah dengan kebiasaan, kesadaran, imitasi dan menerima perilaku

baru sesuai dengan apa yang ia lihat.

5. Indikator perilaku siswa

Menurut Paul Suparno (2002:63) mengenai indikator perilaku

siswa adalah sebgaai berikut:

1. Jujur

2. Tolong menolong

3. Tanggung jawab

4. Interaksi sosial

5. Peduli lingkungan

6. Tata krama

D. Kerangka Pemikiran

Menurut Muhammad Nurdin. (2010:103). Guru adalah pendidik,

yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau

bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya

agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

33

tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk

sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri.

Menurut Hadari Nawawi (2007:164), mengatakan bahwa guru

adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang

ikut bertanggung jawab serta membantu anak-anak dalam mencapai

kedewasaan masing-masing.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara. (Nurul Zuriah, 2008:26)

Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk karakter

peserta didik. Tujuan yang diharapkan dalam pendidikan tertuang dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dalam pasal 3 yang isinya adalah: pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab”.

Menurut Aryani (2010:63) mengatakan bahwa Hakekat Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) di Sekolah Dasar adalah sebagai program

pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai pancasila untuk mengembangkan

dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa

yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku

dalam kehidupan sehari hari.

Pelajaran PKn yang dalam pembentukan diri yang beragam dari

segi agama, sosial, budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa memfokuskan

pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu

melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

34

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan

oleh pancasila dan UUD 1945.

Moral merupakan suatu nilai hidup yang amat penting

dipertahankan supaya tindakan dan pemikiran manusia tidak bercanggah

dengan fitrah kejadian manusia, alam dan segala kehidupan di muka bumi

ini.

Pendidikan moral dapat disebut sebagai pendidikan nilai atau

pendidikan afektif. Dalam hal ini hal-hal yang disampaikan dalam

pendidikan moral adalah nilai-nilai yang termasuk domain afektif. Nilai-

nilai afektif tersebut antara lain, meliputi: perasaan, sikap, emosi,

kemauan, keyakinan, dan kesadaran.

Pendidikan Moral ialah satu program yang mendidik pelajar

supaya menjadi insan yang bermoral atau berakhlak mulia dengan

menekankan aspek perkembangan pemikiran moral, perasaan moral dan

tingkah laku moral. Terdapat berbagai pandangan tentang konsep moral

dan konsep pendidikan moral yang juga bersifat “multi- dimensional”.

(Sugarman, 2007:76)

Seseorang yang berpegang pada pandangan yang tertentu akan

mempengaruhi pemikiran dan kehidupannya seterusnya melahirkan insan

yang berbeda dari aspek kemoralan.

Menurut Gunarsa (2007:97) menyatakan bahwa perilaku adalah

sesuatu atau tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara yang ada

dalam suatu kelompok. Berdasarkan pengertian diatas, perilaku adalah

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh siswa sesuai dengan nilai-nilai

norma ataupun nilai yang ada dalam masyarakat yang sudah ada

sebelumnya dalam suatu kelompok sosial masyarakat.

Menurut Kartono, (1997:6) menyatakan bahwa perilaku adalah

segala aktivitas perbuatan, penampilan diri yang dilakukan manusia dalam

kehidupannya.

Siswa merupakan salah satu lapisan masyarakat yang merupakan

bagian dari generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan

bersumber daya manusia yang memiliki peran strategis dan mempunyai

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

35

ciri dan sifat yang khusus, serta memerlukan pembinaan dan perlindungan

dari orang tua maupun guru dalam rangka menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental, dan sosial serta perlindungan dari segala

kemungkinan yang akan membahayakan mereka.

Gambar 2.1 Hubungan Pendidikan Moral dengan Perilaku Siswa

E. Penelitian Yang Relevan

Dari judul diatas, dapat dikaitkan dengan berbagai karya ilmiah

yang relevan. Berikut ini beberapa karya ilmiah yang memiliki tema yang

mirip dengan tema skripsi ini, diantaranya yaitu:

1. Alfiah dalam penelitian skripsi tahun 2006 yang berjudul “Hubungan

Pengajaran Akidah Akhlak Dengan Perilaku Belajar Siswa di MAN

Karangampel Kabupaten Indamayu” menyimpulkan bahwa terdapat

korelasi antara pengajaran akidah akhlak dengan perilaku belajar

siswa yang mendapatkan signifikasi sedang akan mendekati tinggi

(0,70), artinya perilaku belajar siswa akan lebih baik lagi apabila

ditunjang dengan penambahan pengajaran akidah akhlak yang lebih

profesional lagi. Sedangkan pengalaman pengajaran akidah akhlak

yang mendapatkan signifikasi cukup baik dengan prosentase sebesar

Perilaku Siswa

Pendidikan Moral

Guru

Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn)

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

36

58% dan perilaku belajar akidah akhlak mencapai nilai 54% yang

berarti cukup baik.

2. Lilik Musyafa’ah dalam penelitian skripsi tahun 2003 yang berjudul

“Hubungan Hasil Belajar Mata Pelajaran Akidah Akhlak Dengan

Perilaku Siswa di MTs Riyadlul’Ulum Desa Bendungan Kecamatan

Pangenan Kabupaten Cirebon” menyimpulkan bahwa 1) prestasi

belajar siswa pada mata pelajaran akidah akhlak mencapai nilai rata-

rata 7,3 (kategori baik), 2) perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari

belum menunjukkan hasil yang maksimal karena hanya 23,7% yang

berada pada kategori baik. 3) korelasi antara hasil belajar dengan

perilaku siswa diperoleh r hitung sebesar 0,53 (korelasi cukup).

3. Jaka Setiawijaya dalam penelitian skripsi tahun 2003 yang berjudul “

Hubungan Pendidikan Akhlak Dengan Perilaku Santri Taman

Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Darussalam Desa Pipitan Kecamatan

Walantaka Kabupaten Serang” menyimpulkan bahwa pendidikan

Islam yang dilaksanakan sudah cukup baik dengan rata-rata skor

sebesar 3,3. Sedangkan akhlak santri TPA “Darussalam” juga

tergolong cukup, yakni skor rata-rata sebesar 3,4. Dan hubngan antara

pendidikan akhlak dengan perilaku santri TPA darussalam

menunjukkan korelasi positif yang tergolong tinggi, yakni 0,81 atau

81%.

Dari ketiga penelitian diatas tidak ada yang sama perisis

permasalahannya dengan masalah yang diteliti yaitu 1) pada

penelitian pertama yang digunakan adalah pengajaran akidah akhlak.

2) pada penelitian yang kedua yang digunakan adalah hasil belajar

mata pelajaran akidah akhlak. 3) pada penelitian ketiga yang

digunakan adalah pendidikan akhlak. Namun dari ketiga hasil

penelitian tersebut memiliki persamaan dengan masalah yang diteliti

yaitu sama-sama masalah “hubungan perilaku siswa”.

Dengan demikian, penelitian yang berjudul “Hubungan Antara

Pendidikan Moral Dengan Perilaku Siswa”, dapat dilakukan karena

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Moral 1. Pengertian ...sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413173047.pdfSedangkan menurut Sapriya (2001:147) tujuan pendidikan Kewarganegaraan

37

masalah yang diteliti bukan duplikasi dari penelitian-penelitian

sebelumnya.