29
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Massa Jika di tinjau secara asal usul katanya, komunikasi massa berasal dari : (1) mass communications dan (2) mass communications (pakai s) menunjuk pada media mekanis yang digunakan dalam komunikasi massa yakni media massa. Sementara itu mass communication menunjuk pada teori atau proses teoritik (proses dalam komunikasi massa itu sendiri) (Nurudin, 2017: 92). Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan orang banyak dengan memanfaatkan media massa sebagai sarananya. Istilah media massa mengacu kepada sejumlah media media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu tetap digunakan hingga saat ini seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, dan internet (Morissan, 2013: 479). Kata “massa” itu sendiri menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa, contohnya khalayak, audiens, penonton, pemirsa atau pembaca. Bagi Nabeel Jurdi dalam bukunya Reading in Mass Comunication (1983) disebutkan bahwa “in mass communication, there is no face-to-face contact (Dalam komunikasi massa, tidak ada tatap muka antar penerima pesan) (Nurudin, 2013: 63). Ada beberapa ciri-ciri komunikasi massa yang sekaligus membedakannya dengan bentuk komunikasi lain: 1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Massaeprints.umm.ac.id/41181/3/BAB II.pdf · A. Komunikasi Massa Jika di tinjau secara asal usul katanya, komunikasi massa berasal dari : (1)

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Massa

Jika di tinjau secara asal usul katanya, komunikasi massa berasal dari : (1) mass

communications dan (2) mass communications (pakai s) menunjuk pada media mekanis yang

digunakan dalam komunikasi massa yakni media massa. Sementara itu mass communication

menunjuk pada teori atau proses teoritik (proses dalam komunikasi massa itu sendiri)

(Nurudin, 2017: 92).

Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan dengan orang banyak dengan

memanfaatkan media massa sebagai sarananya. Istilah media massa mengacu kepada

sejumlah media media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu tetap digunakan hingga

saat ini seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, dan internet (Morissan, 2013: 479).

Kata “massa” itu sendiri menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media

massa, contohnya khalayak, audiens, penonton, pemirsa atau pembaca. Bagi Nabeel Jurdi

dalam bukunya Reading in Mass Comunication

(1983) disebutkan bahwa “in mass communication, there is no face-to-face contact (Dalam

komunikasi massa, tidak ada tatap muka antar penerima pesan) (Nurudin, 2013: 63).

Ada beberapa ciri-ciri komunikasi massa yang sekaligus membedakannya dengan

bentuk komunikasi lain:

1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga

9

Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan individu tetapi lembaga media.

Memang ada individu yang paling berpengaruh dalam lembaga media tetapi ia bukan

komunikator sebagaimana yang dimaksud. Komunikatornya tetap lembaga media tersebut.

Jadi disimpulkan, maka ciri lembaga komunikator dalam komunikasi massa antara

lain; (a) kumpulan individu-individu (organisasi), (2) dalam berkomunikasi individu-

individu itu terbatasi perannya dengan system media massa (3) pesan yang di sebarkan atas

nama media, bukan atas nama pribadi, dan (4) bertujuan untuk mencapai keuntungan

ekonomis.

2. Komunikan dalam komunikasi massa heterogen

Komunikan dalam komunikasi massa tidak saling mengenal satu sama lain. Begitu

juga, mereka bermacam-macam atau heterogen (status sosial, latar belakang pendidikan,

pakaian yang dipakai, motivasi menonton, umur, posisi saat menonton apakah berdiri,

duduk, jongkok dan sebagainya).

3. Pesannya bersifat umum

Bersifat umum disini berarti untuk memenuhi kepentingan orang banyak yang

memungkinkan mereka bisa menikmatinya.

4. Komunikasinya berlangsung satu arah

Komunikasi dalam komunikasi massa berlangsung satu arah. Dalam komunikasi

massa umpan baliknya tertunda (delayed feedback).

5. Pesannya disebarkan secara serentak

Serentak di sini tentu tergantung kelebihan dan kekurangan masingmasing media

massa. Tapi ide disebarkannya pesan dari komunikator itu inginnya serentak.

10

6. Mengandalkan peralatan teknis

Beberapa alat teknis yang dimaksud antara lain pemancar, satelit, mesin cetak

massal, stasiun relay dan lain-lain. Media massa modern tentu sangat bergantung pada alat

teknis tersebut.

7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper

Secara harfiah gatekeeper berarti penapis informasi. John R. Bittner (1996)

mengatakan bahwa gatekeeper adalah individu-individu atau kelompok orang-orang yang

bertugas memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi massa. Karena

bertugas memantau arus informasi gatekeeper berfungsi sebagai orang yang ikut

menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang

disebarkan lebih mudah dipahami.

Menurut De Vito (1997) ada beberapa fungsi yang diemban komunikasi massa, yakni

(Winarni, 2003: 45-47):

1. Menghibur

Media massa sebagian besar melakukan fungsi sebagai media yang memberikan

penghiburan bagi khalayaknya. Hal ini terlihat pada acara humor, artikel humor, irama

musik, tarian, dan lain-lain. Dimana pesanpesan yang menghibur tersebut di desain

sedemikian rupa sehingga menarik dan menghibur khalayak.

2. Meyakinkan

Media mempunyai fungsi untuk meyakinkan khalayaknya persuasi ini dapat datang dalam

bentuk :

11

a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang. Media akan

kesulitan untuk mengubah orang dalam suatu sikap tertentu ke sikap yang lain. Lebih

sering media mengukuhkan atau membuat kepercayaan, sikap, nilai, opini kita menjadi

kuat.

b. Mengubah sikap, nilai, kepercayaan seseorang. Media akan mengubah sementara orang

yang tidak memihak dalam suatu masalah tertentu.

c. Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Dari sudut pandang pengiklan,

fungsi media adalah menggerakan konsumen/khalayak dibentuk atau suatu pola

perilaku dimantapkan media massa berfungsi menyalurkan, mengendalikannya ke arah

tertentu.

d. Menawarkan etika atau sistem nilai tertentu. Media dapat mengungkapkan secara

terbuka adanya penyimpangan tertentu dari suatu norma yang berlaku. Media dapat

merangsang masyarakat untuk mengubah situasi. Media menyajikan etika kolektif

kepada khalayak.

3. Menginformasikan

Media memberikan informasi tentang peristiwa, baik yang bersifat lokal, regional,

nasional, dan internasional kepada khalayaknya. Kita tahu bahwa sebagian besar informasi,

kita dapatkan dari media. Baik itu informasi musik, politik, film, seni, ekonomi, sejarah,

dan lain-lain.

4. Menganugerahkan status

Menurut Paul Lazarsfeld dan rober K. Merton, “Jika anda benar-benar penting, anda

akan menjadi pusat perhatian massa dan jika anda menjadi pusat perhatian massa, berarti

12

anda memang penting”. Sebaliknya,” Jika anda tidak mendapatkan perhatian massa, maka

anda tidak penting.” Orangorang yang penting setidaknya di mata masyarakat adalah

orang-orang yang sering dimuat di media.

5. Membius

Fungsi membiusnya media terjadi bila media menyajikan informasi tentang sesuatu,

penerima percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil. Sebagai akibatnya penerima

terbius dalam keadaan tidak aktif seakan berada dalam pengaruh narkotik.

6. Menciptakan rasa kebersatuan

Media mampu menciptakan/membuat kita/khalayak merasa menjadi anggota suatu

kelompok.

a. Privatisasi

Media mampu/memiliki kecenderungan menciptakan lawan dari rasa kesatuan dan

hubungan yaitu membuat seseorang untuk menarik diri dari kelompok sosial dan

menguatkan diri kedalam dunianya sendiri.

b. Parasosial

Hubungan yang dikembangkan oleh pemirsa/khalayak dengan tokohtokoh media atau

tokoh dramatik. Biasanya dalam bentuk menulis surat, telepon, faksimile, email, kepada

tokoh-tokoh seperti dokter, pengacara, dai, dan lain-lain untuk mendapatkan nasehat.

Dari beberapa penjelasan fungsi-fungsi komunikasi tersebut dapat kita lihat bahwa

beberapa komunikasi massa sangat penting dalam kehidupan kita dan membuat manusia

menjadi bergantung pada media.

13

B. Media Massa

Media massa kini, semakin tidak dapat dipisahkan dari masyarakat modern. Menurut

perkiraan industri, orang dewasa saat ini menghabiskan lebih dari setengah waktu mereka

dengan media saat mereka terbangun-lebih lama dari waktu tidur. Sepanjang hari rata-rata

setiap orang menghabiskan waktu lebih banyak dengan media daripada tanpa media. Beberapa

bentuk media massa menyentuh anda setiap hari secara ekonomis, sosial, dan budaya.

Terkadang, media massa mempengaruhi apa yang anda makan, bicarakan, kerjakan, pelajari,

dan beristirahat (Shirley, 2010:5).

Denis McQuail (1987) pernah menyodorkan beberapa asumsi arti penting media massa

(Nurudin, 2007:34) :

1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja,

barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan

industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi

tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya.

2. Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam

masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya

lainnya.

3. Media merupakan lokasi (atau norma) yang semakin berperan untuk menampilkan

peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun

internasional.

4. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan.

Bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi

14

juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.

Media massa terbagi menjadi tiga, yakni media massa cetak (koran, tabloid, majalah),

media massa elekktronik (televisi dan radio), dan media massa baru (web, portal berita, blog,

dan lain-lain).

Perkembangan zaman yang semakin maju mendatangkan kemunculan media massa baru

(new media) yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dengan media massa cetak

maupun elektronik. Media massa baru atau lebih sering di sebut new media ini, dalam proses

komunikasi massanya mereka menggunakan kekuatan internet. Sehingga untuk penyebaran

informasinya new media lebih cepat dibandingkan oleh media massa tradisional (cetak dan

elektronik). Meskipun terbilang cukup baru, namun new media sudah dapat menarik khalayak

dengan jumlah yang terbilang cukup besar. Kebutuhan masyarakat untuk memperoleh

informasi dengan cepat/ dimanfaatkan oleh new media untuk memberikan informasi dengan

cepat dan edukasi yang luas.

Media massa diyakini memiliki kekuatan yang maha dasyat dalam mempengaruhi

pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa dengan mudah dapat

mengarahkan masyarakat membentuk opini akan suatu peristiwa yang selanjutnya akan terjadi.

Media massa mampu mengarahkan, membimbing, dan mempengaruhi kehidupan di masa kini

dan dimasa mendatang (Nurudin, 2009: 255).

C. Peran media massa

Peran media massa dalam kehidupan sosial, terutama dalam masyarakat modern telah

memainkan peranan yang begitu penting. Menurut McQuail (2011:63) dalam bukunya Mass

15

Communication Theories, ada enam perspektif dalam hal melihat peran media dalam kehidupan

social, antara lain :

1. Melihat media massa seabagai window on event and experience. Media dipandang sebagai

jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau

media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.

2. Media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a

faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang

merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah”

jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain,

karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta,

terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi

yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan

khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.

3. Memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk

diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk content

yang lain berdasar standart para pengelolanya.

Disini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat

perhatian.

4. Media massa seringkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang

menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang

beragam.

5. Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-

ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.

16

6. Media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya

informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi

interaktif.

D. Jurnalisme Online

Perkembangan teknologi yang semakin canggih, kian memberikan kemudahan bagi setiap

orang untuk memperoleh informasi. Jurnalisme yang awalnya berbasis cetak, kini kian bergeser

ke jurnalisme online untuk penyebaran informasinya. Jurnalisme online memiliki arti kegiatan

jurnalistik yang memanfaatkan internet untuk proses komunikasi massanya. Melalui jurnalisme

online seseorang akan dapat memperoleh informasi secara up to date dan gratis. Hal tersebut

membuat seseorang kini sudah jarang berlangganan koran.

Sifatnya yang berbeda dengan jurnalisme cetak, jurnalisme radio ataupun jurnalisme

televisi, membuat jurnalisme online memiliki karakteristik yang khas. Jurnalisme online

berbeda dengan jurnalisme cetak yang mempunyai kekuatan pada bahasa cetaknya yang bisa

dibaca verbal. Jurnalisme online juga berbeda dengan jurnalisme penyiaran, yang bertumpu

pada bahasa visual baik untuk verbal maupun nonverbal. Jurnalisme online mempunyai karakter

yang berbeda karena tipikal jurnalisme dalam media baru ini mengonvergensikan sifat media,

baik media cetak maupun media siar. Terkadang juga mengadaptasi secara persial, seperti

berita-berita pada Detiknews.com atau siar saja Detiktv.

Mark Deuze mengidentifikasikan dalam jurnalisme online terdapat tiga hal-hal yang dapat

diidentifikasikan sebagai bahasa operasinya, yaitu hypertextuality, multimediality dan

interactivity (Wadhani: 2012: 136).

17

Hypertextuality, dimaksudkan sebagai penekanan pada jurnalime yang hyperlink, yang

terbentuk karena banyaknya teks yang terhubung atau kaitannya dengan informasi terdekat.

Dengan hyperlink ini mereka mengakses berita melalui online bisa mendapatkan informasi yang

lebih dengan sudut banyak informasi daripada yang dibutuhkan oleh pengaksesnya.

Multimediality, dimakasudkan dengan melalui jurnalisme online yang dapat dilakukan

dengan ruang lingkup yang lebih sempit namun efisien. Media baru menawarkan efektifitasan

lebih dengan mengintegrasikan pekerjaan media yang tradisional dengan pekerjaan yang web

based.

Interactivity, dimaksudkan sebagai penggambaran bagaiamana interaktivitas yang terjadi

dalam media baru. Internet merupakan media yang interaktif sejauh akses terhadap file, data,

dokumen, dan konten media lainnya terpenuhi. Proses interaktivitas ini meliputi

interconnectivity dan interoperability. Interconnectivity mengacu pada kapasitas yang

memungkinkan untuk berhubungan dan berinteraksi melalui jaringan yang berbeda. Adapun

interoperability diartikan sebagai kapasitas untuk mengakses semua bentuk informasi yang

memungkinkan untuk diakses dan isi media menggunakan system operasi yang berbeda

(Zulkarnain, 2016: 133).

E. Pengertian Berita

Berita adalah sebuah informasi yang tidak biasa, yang ditujukan kepada masyarakat yang

berisikan tentang suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi, yang diliput oleh wartawan dan

dikemas dalam bentuk tulisan, gambar, atau video. Djafar Husin Assegaf dalam bukunya

jurnalistik masa kini berpendapat, “Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa,

yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik pembaca, entah

18

karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest,

seperti humor, emosi, dan ketegangan” (Nasrullah, 2010: 65).

Faktor peristiwa atau kejadian menjadi pemicu utama terjadinya sebuah berita (Husnun,

2009:9). Menurut Northcliffe, “if a dog bites a man, that’s not news; if a man bites a dog, that’s

news.”(kalau anjing menggigit orang, itu bukan berita; kalau orang menggigit anjing, itu baru

berita) (Hikmat Kusuma Ningrat, 2012:33).

Untuk memahami berita, poin-poin berikut ini penting untuk diketahui

(Tom E. Rolnicki, 2008:2) :

1. Berita harus faktual, tetapi tidak semua fakta adalah berita

2. Berita mungkin berupa opini, khususnya dari tokoh atau otoritas dibidang tertentu.

3. Berita terutama adalah tentang orang, tentang apa yang mereka katakan dan lakukan.

4. Berita tidak selalu berupa laporan kejadian terkini. Teks lengkap dari berita tidak selalu

tentang peristiwa terbaru. Sering kali paragraf pertama dan beberapa paragraf selanjutnya

memuat fakta dan opini yang membuat berita lama menjadi baru kembali. Sebuah peristiwa

yang terjadi sebulan lalu atau bahkan setahun lalu mungkin akan menjadi berita jika ia baru

diungkap.

5. Apa-apa yang merupakan berita penting bagi satu komunitas atau universitas mungkin tidak

penting atau kurang penting atau bahkan tidak punyak nilai berita bagi komunitas atau

universitas lain.

6. Apa-apa yang menjadi berita disatu komunitas atau universitas mungkin juga merupakan

berita bagi setiap komunitas atau universitas lainnya.

7. Apa-apa yang hari ini menjadi berita sering kali sudah bukan berita lagi keesokan harinya.

19

8. Apa yang dianggap berita oleh seseorang belum tentu dianggap berita pula bagi orang lain.

9. Dua faktor yang penting bagi berita, daya tarik dan arti penting, tidak selalu sinonim karena

berita baru yang paling penting tidak selalu menarik.

F. Nilai berita (layak berita)

Nilai berita adalah seperangkat kriteria/acuan wartawan untuk menilai apakah sebuah

fakta yang ada di lapangan cukup pantas untuk dijadikan sebuah berita atau tidak. Seseorang

wartawan dalam menulis sebuah berita harus mengetahui unsur-unsur nilai berita. Nilai berita

merupakan salah satu unsur penguat berita, karena tidak hanya melengkapi sebuah berita,

namun juga membuat berita lebih layak untuk dipublikasikan ke khalayak dan dapat menarik

pembaca untuk membaca berita yang dihasilkan. Nilai berita juga menjadi prioritas bagi

seorang editor (pengedit berita sebelum berita dipublish) dalam mempertimbangkan mana

berita terpenting dan terbaik untuk dimuat ataupun mana pula berita yang menarik untuk ditaruh

di halaman depan.

Seperti yang dikatakan oleh Husnun pada bukunya yang berjudul

“Panduan Menulis Berita” (2006), terdapat 13 unsur berita yang sangat penting untuk

diketahui sebelum menulis karena akan menjadi panduan bagi seorang wartawan untuk

memutuskan suatu kejadian, informasi atau keadaan itu layak diberitakan atau tidak. Ketiga

belas unsur tersebut antara lain adalah:

1. Aktual atau Termasa

20

Salah satu ciri bisnis media massa adalah berpacu dengan waktu. Koran harian saling

berpacu paling cepat sampai ditangan pembacanya. Salah satu modal untuk memenangkan

persaingan bisnis antar media satu sama lain.

2. Kedekatan

Secara psikologis, sesesorang akan terpengaruh oleh berita yang berhubungan dengan

dirinya, baik secara pribadi maupun kelompok masyarakat. Bukan hanya kepentingan yang

bersifat kejiwaan, tapi juga lokasi kejadian.

3. Penting

Wartawan harus berpikir bahwa beritanya itu bisa merangsang orang untuk

membacanya. Ketertarikan itu bisa karena adanya kepentingan masyarakat yang ada dalam

berita itu. Penting tidaknya sebuah berita tidak ditentukan oleh besar kecilnya atau panjang

pendeknya berita, tapi ditentukan sejauh mana masyarakat membutuhkan. Kebutuhan ini

tidak sekedar kebutuhan informasi tapi juga menyangkut hasrat orang banyak.

4. Luar Biasa

Hal-hal yang sudah biasa terjadi tidak menarik untuk diberitakan, kecuali diantara

rutinitas itu muncul sesuatu yang baru dan menarik. Dibutuhkan kejelian dan ketajaman

intuisi wartawan untuk menelisik masalah yang terjadi di masyarakat dari berbagai upaya

itu bisa jadi akan ditemukan sesuatu yang luar biasa. Contohnya, peristiwa yang tak terduga

seperti bencana alam, maupun peristiwa yang tidak pernah ada sebelumnya seperti seekor

kambing melahirkan anak yang wajahnya mirip anjing, dan lain sebagainya.

5. Tokoh

21

Untuk menentukan sumber berita, harus dilihat kadar ketenaran , kepintaran, dan

pengaruh seseorang di masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh seorang tokoh masyarakat

(public figure) menarik untuk diberitakan, baik tingkah laku maupun ucapannya. Ada dua

kategori tokoh dalam berita yakni tokoh masyarakat dan tokoh dalam berita. Tokoh dalam

berita tidak harus public figure, tapi siapa saja yang terlibat dalam sebuah peristiwa yang

jadi publikasi media massa atau siapa saja yang paling tau soal sebuah peristiwa.

6. Eksklusif

Persaingan bisnis media saat ini membutuhkan kiat khusus agar bisa tetap survive.

Masing-masing media harus punya keunggulan yang ditawarkan kepada pembacanya.

Keunggulan media elektronik dan internet yang mampu menampilkan peristiwa secara live

menjadi ancaman serius bagi eksistensi media cetak. Banyak cara untuk bisa mendapatkan

berita yang

eksklusif, antara lain :

a. Menemui banyak sumber

Wartawan harus jeli dan peka dalam keseharian yang ditemuinya, karena banyak hal yang

menarik yang dapat dijadikan bahan berita.

b. Jeli memanfaatkan kesempatan

Berita eksklusif tidak hanya sesuatu yang diperoleh sendirian, tapi soal penyajian dan

materi juga berperan penting. Sebuah peristiwa besar misalnya kecelakaan atau ledakan

bom, yang diliput banyak wartawan, tentu punya banyak sisi yang bisa diungkap. Banyak

orang yang bisa ditanya untuk menceritakan sebuah kejadian tersebut.

22

7. Ketegangan

Berita yang baik adalah berita yang mampu mempengarui pembacanya, baik secara

positif maupun negatif. Pengaruh berita kepada pembacanya terjadi karena yang pertama

ialah materi berita, kedua ialah cara penyajian sebuah tulisan agar menarik untuk dibaca, dan

yang ketiga ialah peran redaktur sebagai pembimbing dan pendamping dalam menuliskan

berita.

8. Konflik

Pers dituding sebagai provokator yang menimbulkan kerusuhan, padahal sampai

sekarang tidak ada bukti otentik bahwa berita pers menimbulkan kekacauan bahkan

kerusushan di masyarakat. Disatu sisi masyarakat menuduh, pers sebagai. menimbulkan

ketegangan dan kerusushan, tapi disisi lain mereka sangat menggemari berita-berita

pertentangan/konflik.

9. Human Interest

Dalam penulisan berita, tidak ada satupun yang lepas dari unsur human interest karena

melibatkan perasaan manusia sebagai sumber berita. Setiap kali kita membaca sebuah berita,

ada unsur kemanusiaan di dalamnya yang membuat perasaan kita tersentuh.

10. Seks

Beragam berita yang terkait dengan seks sealu menarik minat pembaca, baik seks

dalam artian harfiah maupun dalam arti yang luas.

11. Progresif

23

Contohnya, Sebuah berita besar tidak akandiberitakan hanya sekali tetap terus

menerus sampai beberapa edisi, karena ketertarikan pembaca untuk mengetahui

perkembangan berita tersebut.

12. Trend

Perkembangan yang terjadi dimasyarakat modern berlangsung cepat. Trend bukan

hanya soal munculnya produk baru yang digemari masyarakat tapi juga menyangkut tingkah

laku dan ucapan.

13. Berita Humor

Humor menjadi bahan yang menarik untuk penyeimbang dengan topik berita lain

seperti kriminal, politik, sosial dan lain-lain. Humor dapat dikemas dalam wujud tulisan dan

gambar.

G. Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia

Kode Etik berasal dari dua kata, yakni kode yang berarti adalah sistem pengaturan-

pengaturan. Dan etik yang berarti adalah norma perilaku, suatu perbuatan di kategorikan etik

apabila sesuai dengan aturan yang menuntun perilaku baik manusia. Sedangkan jurnalistik

sendiri memiliki arti sebuah profesi dalam kegiatan tulis menulis berita atau kewartawanan.

Kode Etik ialah norma yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai pedoman dalam tingkah

laku. Kode Etik Jurnalistik merupakan himpunan etika para profesi kewartawanan dan

ditetapkan oleh Dewan Pers. Dewan Pers merupakan sebuah badan atau lembaga yang

mengawasi dan mengontrol keguatan jurnalistik atau segala sesuatu yang berkaitan dengan

Pers. Etika Pers adalah ketika semua orang yang terlibat dalam pers mengatur tingkah laku pers.

Sumber Etika Pers adalah kegiatan moral pers mengenai pengetahuan baik dan buruk, benar

24

dan salah, serta tepat dan tidak tepat bagi orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Kode Etik

memiliki beberapa ciri-ciri antara lain yaitu sebagai berikut :

1. Kode Etik dibuat dan disusun oleh organisasi profesi yang bersangkutan dan sesuai dengan

aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.

2. Sanksi bagi siapa saja yang melanggar Kode Etik bukan pidana, melainkan bersifat moral

atau mengikat secara moral pada anggota kelompok tersebut. Daya jangkau suatu kode etik

hanya berlaku pada anggota organisasi yang memiliki kode etik tersebut bukan pada

organisasi lain.

Untuk wartawan Indonesia Kode Etik Jurnalistik pertama kali di keluarkan oleh

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi tunggal waratawan pada masa orde

baru. Fungsi kode etik menurut M.Alwi Dahlan

adalah :

1. Melindungi keberadaan seseorang professional dalam berkiprah di bidangnya.

2. Melindungi masyarakat dari malpraktik oleh praktisi yang kurang

professional.

3. Mendorong persaingan sehat antar praktisi.

4. Mencegah kecurangan antar rekan profesi.

5. Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber.

25

H. Objectifitas Berita

Sikap objektif dalam berita merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh seorang

wartawan, karena apabila wartawan dalam memberitakan sebuah fakta tidak memiliki sikap

objektif, hal tersebut akan membuat media menjadi berpihak. Dalam sebuah berita, objektif

memiliki arti selaras dengan kejadian/fakta yang terjadi, tidak berat sebelah dan bebas dari

prasangka. Unsur objektif diharapkan dapat membuat seorang wartawan menjadi independent.

Pada pasal 1 Kode Etik Jurnalistik menyatakan bahwa wartawan Indonesia bersikap

independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikat buruk. Apabila

seorang jurnalis mampu melakukan sikap tersebut, maka dapat dipastikan jurnalis akan

menghasilkan berita yang memiliki informasi yang berkualitas.

Konsep paling inti dari teori media yang berkaitan dengan kualitas informasi barangkali

adalah objectivitas, terutama jika berhubungan dengan informasi berita. Objectivitas adalah

bentuk tertentu dari praktik media dan juga merupakan sikap tertentu dari tugas pengumpulan,

pengelolahan, dan penyebaran informasi. Ciri utamanya adalah penerapan posisi keterlepasan

dan netralitas terhadap objek peliputan. Kedua, terdapat upaya untuk menghindari keterlibatan:

tidak berpihak dalam penyelisihan atau menunjukan bias. Ketiga, objectivitas membutuhkan

ketertarikan yang kuat terhadap akurasi dan jenis kebenaran media yang lain (seperti relevansi

dan keutuhan) (McQuail, 2011: 222).

Satu versi dari komponen objectivitas oleh Westerstahl (1983) di dalam konteks

penelitian mengenai tingkat objectivitas yang ditunjukan oleh sistem penyiaran Swedia. Versi

ini memperlihatkan bahwa objectivitas harus berhadapan dengan fakta dan bahwa fakta juga

harus memiliki dampak yang evaluative.

26

Dalam skema faktualitas (factuality) ini merujuk, pertama pada bentuk peliputan yang

berkaitan dengan peristiwa dan pernyataan yang dapat diperiksa terhadap sumber dan

ditampilkan bebas dari komentar atau setidaknya dipisahkan dari komentar apapun. Faktualitas

melibatkan beberapa kriteria kebenaran yang lain: keutuhan laporan, akurasi, dan niat untuk

tidak menyesatkan dan menyembunyikan hal yang relevan ( kepercayaan yang baik).

Aspek utama yang lain dari faktualitas adalah ‘relevansi’. Hal ini lebih sulit untuk didefinisikan

maupun diraih dalam cara yang objektif. Konsep ini berkaitan dengan proses seleksi (McQuail,

2011:223).

Berbeda halnya dengan skema impartiality, yang merupakan wujud dari skema yang

menjelaskan tentang aspek evaluative. Dalam skema impartiality, penulis dapat mengevaluasi

subyektivitas (penilaian, interpretasi, dan opini pribadi) wartawan tak terlibat dalam memproses

fakta menjadi berita. Aspek evaluative ini dibedakan menjadi dua, yaitu balance dan neutrality.

Umumnya standar normal dari keberimbangan (balance) membutuhkan keseimbangan dalam

pilihan dan penggunakan sumber, sebagaiamana juga mencerminkan sudut pandang yang

berbeda dan juga penyajian dari dua (atau lebih) sisi di mana penilaian fakta di perbandingkan

(McQuail, 2011: 97). Intinya balance berkaitan dengan pemberian kesempatan dan perhatian

yang seimbang, yang peneliti contohkan disini adalah kedua belah pihak yang terkait dengan

konflik serangan

USA ke Suriah. Dalam memberitakan sebuah berita tentang konflik, media memberikan porsi

yang seimbang terhadap pemberitaan kesempatan dan perhatian kedua nara sumber agar

menghasilkan berita yang balance.

27

Lalu aspek lain yakni neutrality (netralitas). Wujud dari netralitas dalam penyajian berita

adalah memisahkan fakta dari opini, menghindari penilaian atau bahasa dan gambar yang

emosional. Istilah “sensational” telah digunakan untuk

merujuk pada betuk penyajian yang lepas dari standart objektifitas.

Dari segala penjelasan di atas kesimpulannya, paling tidak terdapat tiga gambaran

persyaratan utama bagi seorang wartawan dan media massa agar dapat menhasilkan kualitas

informasi yang baik sehingga dapat menghasilkan berita yang berkualitas:

1. Media massa harus menyediakan pasokan yang menyeluruh atas berita yang relevan serta

latar belakang informasi mengenai peristiwa yang terjadi di masyarakat dan sekeliling dunia.

2. Informasi harus objektif dalam artian memiliki bentuk yang faktual akurat, jujur, utuh, dan

jujur terhadap realitas, dan dapat di andalkan dalam artian dapar diperiksa dan memisahkan

antara fakta dan opini.

3. Informasi harus berimbang dan adil (tidak memihak), melaporkan sudut pandang alternative

dan penafsiran dengan cara yang sedapat mungkin tidak sensasional atau tidak bias

(McQuail, 2011: 224).

Berkaitan dengan penelitian ini, keberpihakan media massa dalam penyajian berita serangan

balasan USA ke Suriah, penulis memfokuskan pada

“Keberpihakan Media”. Dalam hal ini, penulis melawan konsep objectivitas yang ada agar

menemukan unsur keberpihakan. Keberpihakan memiliki arti berpihak pada salah satu pihak

yang terkait konflik, dan di dalam media massa yang cenderung berpihak ditonjolkan dalam

bentuk informasi yang disajikan tidak objektif maupun tidak seimbang, kebijakan

redaksional media dalam pemilihan narasumber tertentu, adanya pencampura fakta dan opini

dalam berita, adanya pemberitaan porsi yang berbeda terhadap pihak-pihak tertentu, adanya

28

gambaratau tulisan yang sensasional dan mengandug unsur mengadu domba, terdapat bias

dalam sisi peliputan, adanya pembenaran kepada pihak-pihak tertentu yang terkait konflik

dalam sajian berita.

I. Media massa dan konflik

Konflik secara etimologi memiliki banyak arti, bias berarti bentrokan, cidera, fisik,

kelahi, kontrofersi, percekcokan, pergesekan, perpecahan, perselisihan (Endarmoko,

2000:333). Adapun secara istilah, konflik dapat didefinisikan sebagai sebuah perbedaan posisi

antar manusia atau perselisihan yang termanifestasikan sebagai sebuah perbedaan posisi antar

manusia atau perselisishan yang terwujud dalam bentuk pertentangan fisik dan non-fisik antara

beberapa pihak dalam arena distribusi sember daya yang terbatas (Littlejohn dan Domenici,

2007: 9; dan Putnam, 2006: 5).

Konflik yang terjadi di masyarakat tentunya memiliki faktor penyebab, faktor tersebut

antara lain adalah faktor pertama penyebab konflik adalah adanya kepercayaan sebuah

kelompok bahwa mereka mampu mendapatkan sesuatu nilai dari tindakan kolektif yang mudah

mendorong terjadinya konflik besar. Faktor pemicu kedua adalah adanya presepsi tentang

aspirasi dari pihak lain. Presepsi yang negatif yang muncul dari aspirasi pihak lain mendorong

emosi agresif yang mendorong dan memicu tindakan irasional yang bergerak menurut

presepsinya sendiri. Faktor pemicu konflik yang ketiga adalah tidak adanya alternatif yang

dapat diterima semua pihak (M.Fikri, 2015:8).

Media massa adalah sarana bagi masyarakat untuk memperoleh informasi peristiwa

yang terjadi di luar. Konflik menjadi salah satu peristiwa yang memiliki nilai berita yang

29

banyak dilirik oleh media massa. Di manapun dan kapanpun konflik selalu menarik dijadikan

bahan pemberitaan. Oleh karenanya media massa dalam memberitakan sebuah konflik

wartawan sudah seharusnya berhati-hati karena apabila tidak mematuhi unsur kode etik maka

besar kemungkinan media massa tersebut dapat memperburuk keadaan.

Adapun dalam peliputan dan penulisan berita konflik harus dilakukan secara kredibel,

ketaatan pada prinsip etika juga perlu disepakati bersama untuk menyisihkan kesemena-

menaaan sehingga gilirannya mampu memberikan jaminan keamanan bagi individu, kelompok

dan masyarakat di dalammnya (Prajarto, 2011: 375).

Media online sebagai salah satu bentuk media massa, berperan sebagai sumber

informasi bagi user dan konstelasi tiga bentuk, yaitu pertama menjadi pemertajam konflik,

yang dimaskud pemertajam konflik adalah media dengan sendirinya mengambil posisi pada

salah satu pihak yang berkonflik (Prajarto, 1993:32). Bentuknya bisa memberikan porsi

pemberitaan yang lebih besar kepada salah satu pihak, atau mewawancarai satu saja pihak

narasumber yang berkonflik dan mengabaikan narasumber pada pihak lain. Jika media massa

bersikap demikian maka hasilnya kemungkinan besar berita menjadi tidak lengkap,

menimbulkan salah paham, menuai protes dan kritik, terutama pada hal teknis seperti pemuatan

narasumber, identitas penyerang, maupun asal-usul kelompok yang berkonflik.

Bentuk yang kedua adalah media menjadi pereda konflik. Pada posisi media sebagai

pereda konflik ini, bentuk yang dimunculkan adalah peristiwa lain yang dinilai memiliki daya

tarik setara, sehingga meskipun konflik yang terjadi sebenarnya heboh, tapi tidak diketahui

masyarakat luas, karena sangat mungkin ketika media bungkam terhadap isu konflik, perhatian

khalayak terhadapnya juga semakin kecil, dan dapat membuat meredahnya konflik.

30

Bentuk ketiga media berita menjadi pihak netral, caranya dengan memberitakan insiden

konflik itu apa adanya, tidak menambah atau mengurangi. Media berita tidak dipengaruih oleh

siapa pun, mampu melepaskan diri dari suatu kekuatan dan tekanan dari pihak-pihak yang

bertikai dakam konflik. Teori posisi media berita menjadi story teller yang netral adalah yang

paling ideal. Namun pada realitanya posisi ini relatif lebih sulit dibandingkan dengan posisi

lainnya.

Sebagai seorang jurnalis, wartawan dituntut dapat menghasilkan berita konflik yang

berkualitas, dan hal tersebut dapat terpenuhi apabila seorang wartawan memiliki kredibilitas

dan pengalaman meliput konflik secara balance. Yang kedua media memberitakan peristiwa

konflik harus independent, betulbetul menginformasikan fakta, tidak lebih dan tidak kurang,

dan berimbang. Tidak berpihak kepada pihak yang bertikai (Prajarto, 1993:208). Dalam media

massa, media seharusnya menselaraskan dua kelompok yang bertikai, karena hakikatnya media

massa memiliki dua peluang yakni media menjadi penyatu dan media juga dapat menjadi

pemecah berai masyarakat.

J. Fokus Penelitian

Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun maksud dalam

merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu pertama, penetapan

fokus dapat membatasi studi; kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhui inklusi-

inklusi atau kriteria masuk-keluar (inclusion- exlusion criteria) atau informasi baru yang

diperoleh di lapangan sebagaimana dikemukakan Moleong (2004:93-94). Dalam metode

kualitatif, fokus penelitian berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus

penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan. Oleh karena

31

itu fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang dan mengarahkan

penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada keberpihakan yang

ditonjolkan dalam penyajian berita mengenai pro-kontra serangan rudal Tomahawk Amerika

ke Suriah. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah:

1. Kecenderungan media mendukung berita serangan rudal Tomahawk Amerika ke Suriah:

a. Kebijakan redaksional media dalam pemilihan nara sumber tertentu

2. Sikap mendukung dari seorang wartawan yang terwujud dalam penyajian berita yang

mengandung:

a. Adanya percampuran fakta dan opini

b. Adanya pemberian porsi yang berbeda terhadap pihak-pihak yang terkait konflik

c. Adanya gambar atau tulisan yang sensasional dan mengandung unsure mengadu domba.

d. Terdapat bias dalam sisi peliputan.

e. Adanya pembenaran kepada pihak-pihak tertentu yang terkait konflik dalam bentuk sajian

berita

K. Struktur Kategori

Kategorisasi dalam analisis merupakan bagian terpenting yang digunakan untuk

mengklasifikasi isi media. Ketepatan dalam melaksanakan kategorisasi akan memperjelas

tentang topik penelitian. Menyusun kategorisasi haruslah secara baik dan hati-hati. Terdapat

32

tiga prinsip penting dalam menyusun kategorisasi (Nuendorf, 2002, dalam Eriyanto. 2011: 203).

Yaitu:

1. Terpisah Satu Sama Lain (Mutually Exclusive), yakni dapat dibedakan secara jelas antarsatu

kategori dengan kategori lain.

2. Lengkap (Exhaustive), yakni dapat menampung semua kemungkinan yang muncul.

Menyertakan semua kategori yang ada, sehingga semua kemungkinan tersedia

3. Kehandalan atau dapat dipercaya (Realiabel), yakni kategori yang dibuat juga harus reliable,

dapat dipahami secara sama oleh semua orang. Coding sheet yang dibuat tidak boleh ada

beda penafsiran antara satu orang dengan orang lainnya.

Struktur kategorisasi yang dibuat oleh peneliti di sini, berupa penyajian berita mengenai

pro-kontra serangan rudal Tomahawk USA ke Suriah yang mengandung unsur keberpihakan

yang ditonjolkan dalam sajian berita.

Struktur Kategori

Kecenderungan Media Mendukung Berita Serangan Rudal Tomahawk Amerika

ke Suriah

Kategori Penjelasan

Kebijakan redaksional

media dalam pemilihan

nara sumber tertentu

Terdapat satu narasumber yang paling ditonjolkan

dalam penyajian berita mengenai serangan rudal

Tomahawk USA ke Suriah

33

Kecenderungan Pro-Kontra dalam Penyajian Berita Serangan

Rudal Tomahawk ke Suriah pada Kompas.com dan Detik.com

Kecenderungan Pro

Kecenderungan Kontra

Terdapat pemilihan kata untuk judul yang

terlalu menggiring opini publik untuk

membenarkan tindakan USA

Terdapat pemilihan kata untuk judul yang

menggiring opini publik untuk menentang

tindakan USA

Terdapat pemilihan gambar pada satu item

berita yang cenderung berpihak kepada USA

Terdapat banyak kalimat dalam satu item berita

yang berisi menyalahkan tindakan USA

Dalam satu item berita, terdapat banyak

paragraf yang mengandung kecenderungan

berpihak kepada USA

Terdapat banyak kalimat ketidaksetujuan

terhadap serangan rudal USA dalam satu item

berita

Terdapat banyak statment yang diambil dari

narasumber, yang mengandung pembenaran

atas sikap USA

Terdapat kalimat provokatif untuk

menyudutkan pihak USA

34

Terdapat kalimat tuduhan terhadap pihak Suriah

Terdapat banyak statment yang diambil dari

narasumber yang pro terhadap suriah

Terdapat kalimat provokatif untuk

menyudutkan pihak Suriah

Terdapat banyak statment yang diambil dari

narasumber yang tidak setuju terhadap tindakan

USA

Dalam satu item berita terdapat banyak banyak

paragraf yang memuat keterangan dari

narasumber yang pro terhadap USA

Terdapat banyak statement dalam satu item

berita, dari narasumber yang mengandung

bantahan terhadap tuduhan USA

Terdapat gambar yang menyudutkan

atastindakan yang sudah diambil USA

35

Sikap Mendukung dari Seorang Wartawan yang Terwujud dalam Penyajian

Berita

NO Kategori Penjelasan

1

Adanya Percampuran

Fakta dan Opini

Terdapat fakta dan opini dalam sajian berita, hal

tersebut bukan saja melanggar kode etik

pemberitaan, namun juga menghasilkan

2

Adanya Pemberitaan

Porsi yang Berbeda

Terhadap Pihak-Pihak

yang Terkait Konflik

Terdapat pembagian porsi yang berbeda dalam satu

sajian berita, yang dilakukan dengan

sengaja oleh wartawan.hal itu tampak apabila dalam

satu berita terdapat banyak paragraf yang di berikan

oleh pihak tertentu dan porsi aragraf kepada pihak

tertentu. Media massa di Indonesia dimiliki oleh

individu-individu yang mempunyai kepentingan

ekonomi dan politik sehingga objektivitas

pemberitaannya perlu dipertanyakan kembali

3

Adanya Gambar, Judul,

36

Tulisan yang

Sensasional dan

Mengandung Unsur

Mengadu Domba

Terdapat kata-kata, kalimat, ataupun gambar yang

mengandung undur sensasional dan mengadu

domba.

Seperti kata, biadab, dictator, dan lain-lain. Di media

sosial baik melalui kegiatan jurnalistik atau media

komunikasi lainnya, tidak mengindahkan

nilai-nilai etika, moral dan cenderung provokatif

4 Adanya Bias dalam Sisi

Peliputan

Bahwa liputan-liputan yang mereka turunkan

mengandung bias kepentingan dan membuat publik

menikmati sajian informasi yang tidak berimbang

5 Adanya Pembenaran

Kepada Pihak-Pihak

Tertentu yang Terkait

Konflik Dalam Bentuk

Sajian Berita

Terdapat penekanan yang lebih banyak pada satu

aspek tertentu dari suatu peristiwa dan menafikan

aspek lainnya dalam sajian berita. Dengan begitu

media dengan sengaja menciptakan suatu frame yang

dimaksudkan untuk membentuk opini publik atau

menyetir wacana di media