Click here to load reader
View
235
Download
7
Embed Size (px)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan Preterm
2.1.1. Batasan persalinan preterm
Persalinan preterm menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists, 1995, adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari
37 minggu (Cunningham, 2010). Sedangkan definisi Badan Kesehatan Dunia
(WHO) untuk persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi antara umur
kehamilan 20 mingggu sampai dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu
(Widjayanegara, 2009).
Berdasarkan The American Academy of Pediatrics and the Americans
College of Obstrecians indikator yang sering dipakai untuk mengetahui awal
terjadinya persalinan adalah kontraksi uterus dengan frekuensi paling sedikit 4
kali setiap 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit dan disertai perubahan serviks
yang progressif, dilatasi serviks > 1 cm dan penipisan > 80% (Cunningham,
2010).
Pada penelitian ini dignosis persalinan preterm berdasarkan prosedur tetap
(protap) tahun 2003 yang berlaku di bag/SMF Obstetri Ginekologi Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
6
2.1.2. Insiden persalinan preterm
Sekitar 5-10% dari semua persalinan ialah persalinan preterm, jumlah ini
tidak berkurang dalam beberapa dekade terakhir (Haram, 2003). Angka kejadian
persalinan preterm berbeda-beda di beberapa negara, di Amerika Serikat pada
tahun 2000, sekitar 1 dari 9 bayi dilahirkan prematur (11,9%). Di negara
berkembang angka kejadian masih lebih tinggi, misalnya di india sekitar 30%,
Afrika Selatan sekitar 15%, dan Malaysia 10%. Belum didapatkan data angka
kejadian persalinan preterm di Indonesia, namun angka kejadian Bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) nasional sekitar 27,9% dapat memberikan
gambaran kasar angka kejadian prematuritas (Widjayanegara, 2009). Sedangkan
angka kejadian persalinan preterm di beberapa Rumah Sakit pemerintah pada
tahun-tahun terakhir menunjukkan persentasi yang bervariasi. Di RSU Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makasar periode 1 Juli 2000 sampai 31 Juli 2003 dari
1171 persalinan didapatkan sebanyak 86 kasus persalinan preterm (7,3%)
(Suhartini, 2004). Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2001 tercatat
angka kejadian persalinan preterm sebesar 6,7% (Santoso, 2002). Di RSUP
Sanglah sendiri, kejadian persalinan preterm periode Januari 2008 sampai dengan
Oktober 2011 sebesar 9,33% dari seluruh persalinan (SMF OBGIN, RSUP
Sanglah, Denpasar, 2011).
7
2.1.3. Klasifikasi persalinan preterm
Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi (Moutquin,
2003)
1. Idiopatik/Spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena itu
digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan preterm spontan.
Termasuk kedalam golongan ini antara lain persalinan preterm akibat
persalinan kembar, poli hidramnion atau persalinan preterm yang didasari oleh
faktor psikososial dan gaya hidup. Sekitar 12,5% persalinan preterm spontan
didahului oleh ketuban pecah dini (KPD), yang sebagian besar disebabkan
karena faktor infeksi (korioamnionitis).
2. Iatrogenik/Indicated Preterm Labor
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran
menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya
(Fetus as a Patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat
membahayakan janin, janin akan dipindahkan kedalam lingkungan luar yang
dianggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya.
Kondisi tersebut menyebabkan persalinan preterm buatan/iatrogenik yang
disebut juga sebagai elective preterm atau indicated preterm labor. Sekitar
25% persalinan preterm termasuk kedalam golongan ini.
a. Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan preterm adalah :
- Preeklamsi berat dan eklampsi,
- Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta),
- Korioamnionitis,
8
- Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru atau ginjal yang berat.
b. Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan preterm adalah :
- Gawat janin,
- Infeksi intrauterin,
- Pertumbuhan janin terhambat (IUGR),
- Isoimunisasi Rhesus.
Menurut usia kehamilannya, maka persalinan preterm digolongkan
menjadi (Moutquin 2003) :
1. Persalinan preterm (preterm), yaitu usia kehamilan 32-36 minggu.
2. Persalinan sangat preterm (very preterm), yaitu usia kehamilan 28-32
minggu.
3. Persalinan ekstrim preterm (extremely preterm), yaitu usia kehamilan 20-27
minggu.
Menurut berat badan lahir, maka bayi prematur dibagi dalam kelompok
(Widjayanegara, 2009) :
1. Berat badan bayi 1500 2500 gram disebut bayi dengan berat badan lahir
rendah.
2. Berat badan bayi 1000 1500 gram disebut bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah.
3. Berat badan bayi
9
2.1.4. Faktor resiko terjadinya persalinan preterm
Persalinan preterm dapat terjadi pada setiap kehamilan,tetapi pada
sebagian wanita hal ini lebih cenderung terjadi dari yang lainnya. Beberapa faktor
risiko yang diketahui meningkatkan persalinan preterm dibagi dalam dua kriteria
(Hole, 2001), yaitu:
1. Kriteria Mayor:
a. Kehamilan ganda
b. Hidramnion
c. Anomali uterus
d. Pembukaan serviks 2 cm pada usia kehamilan > 32 minggu.
e. Panjang serviks < 2,5 cm pada usia kehamilan > 32 minggu (dengan
TVS)
f. Riwayat abortus pada trimester II > 1x
g. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
h. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
i. Riwayat konisasi
j. Iritabilitas uterus
k. Penggunaan cocaine atau amfetamin
2. Kriteria Minor
a. Penyakit-penyakit yang disertai demam
b. Riwayat perdarahan pervaginam setelah usia kehamilan 12 minggu
c. Riwayat pielonefritis
d. Merokok lebih dari 10 batang per hari
e. Riwayat abortus pada trimester II
10
f. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2x
Wanita hamil tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terjadi persalinan
preterm jika dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor atau dua atau lebih
faktor risiko minor, atau ditemukan kedua faktor risiko (mayor dan minor).
2.1.5. Komplikasi persalinan preterm
Persalinan preterm merupakan masalah penting di bidang obstetri, 70%
kasus kematian perinatal/neonatal disebabkan oleh persalinan preterm (Hole,
2001). Di Amerika Serikat 54% kematian bayi preterm terjadi pada umur
kehamilan kurang dari 32 minggu. Berbagai usaha telah dilakukan dalam
mempertahankan kelangsungan hidup bayi lahir prematur, terutama difokuskan
bagi bayi yang lahir setelah 28 minggu, dimana angka kelangsungan hidup akan
meningkat hingga 95% pada umur kehamilan 28 minggu (perempuan) dan 30
minggu (laki-laki) atau berat badan lahir diatas 1000 g. (Cunningham, 2010)
Bayi yang lahir preterm sering mendapat risiko yang berkaitan dengan
imaturitas sistem organnnya. Komplikasi yang sering timbul pada bayi yang lahir
preterm adalah sindroma gawat nafas atau respiratory distress syndrome (RDS),
perdarahan otak atau intraventricular hemorrhage (IVH), bronchopulmonary
dysplasia (BPD), patent ductus arteriosus (PDA), necrotizing enterocolitis
(NEC), sepsis, apnea, dan retinopathy of prematurity (ROP) (Iam, 2003). Untuk
jangka panjang, bayi yang lahir preterm mempunyai risiko retardasi mental berat,
cerebral palsy, kejang-kejang, kebutaan, dan tuli. Di samping itu juga sering
dijumpai gangguan proses belajar, gangguan adaptasi terhadap lingkungannya,
dan gangguan motoris. Morbiditas jangka panjang ini kemudian menjadi masalah
sosial baik pada keluarga yang terlibat maupun biaya yang dikeluarkan untuk
11
perawatannya. (Hole, 2001; Cunningham, 2010). Karena adanya morbiditas
jangka pendek dan jangka panjang tersebut di atas, maka akan dapat
menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di masa yang akan
datang.
Morbiditas dan mortalitas tersebut berhubungan erat dengan umur
kehamilan dan berat badan lahir. Makin besar umur kehamilannya dan berat
bayinya, makin menurun angka morbiditas dan mortalitasnya. Tingginya biaya
perawatan intensif bayi baru lahir dan pengelolaan penyulit jangka panjang pada
bayi yang lahir preterm tersebut menyebabkan tindakan pencegahan sebelum
terjadi persalinan akan memberikan hasil yang lebih bermanfaat dan lebih
menghemat biaya.
2.1.6. Mekanisme terjadinya persalinan preterm
Persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm dan preterm merupakan
proses yang sama (common pathway), namun persalinan aterm melalui proses
yang normal (physiologic activation), sedangkan persalinan preterm melalui
proses abnormal (phatologic processes). Perbedaan mendasar antara persalinan
spontan aterm dan preterm adalah aktivasi fisiologis komponen-komponen
pathway tersebut pada persalinan aterm, sedangkan pada persalinan preterm
berasal dari proses patologis yang mengaktivasi salah satu atau beberapa
komponen pathway tersebut. Common pathway yang dimaksud adalah kejadian-
kejadian klinis, anatomi, biokimia, imunologi, endokrinologi, yang terjadi pada
ibu maupun janinnya baik pada persalinan aterm ataupun preterm. Komponen di
dalam common pathway ialah peningkatan