6

Click here to load reader

BAB IV Refrat Jiwa

  • Upload
    devia

  • View
    220

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV Refrat Jiwa

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien, Ny S, 21 tahun, laki-laki dibawa ke Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa dr.

Ernaldi Bahar dengan sebab utama mengamuk, gelisah dan memukul badan sendiri. Dari auto

dan allo anamnesis didapatkan riwayat ± 1 tahun yang lalu, pasien melihat bayangan merah

bertanduk, mengikuti, dan membisiki pasien kalau ia adalah orang jahat; pasien sering merasa

gelisah dan curiga. Jika marah, pasien sering membanting barang dan pernah memukuli

kepala dan badannya sendiri dengan menggunakan batu. Pasien pernah mendapat mimpi

buruk yang menyuruhnya untuk membalaskan dendam terhadap orang lain. Pasien pernah

merasa dirinya dimasuki oleh arwah kakek buyutnya.

Kurang lebih dua bulan yang lalu, pasien sering melamun dan berbicara sendiri di

dalam kamar; pasien sudah jarang mandi dan shalat. Dua hari yang lalu pasien pergi dari

rumah namun pulang lagi ke rumah keesokan harinya. Pasien dibawa oleh kakak tirinya

karena mengamuk, gelisah dan memukul badan sendiri.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan

dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang

amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang

jelas):

a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun

kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan

luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi pikirannya

tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan

tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak

berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara

jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau

penginderaan khusus). “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak

wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjizat.

Page 2: BAB IV Refrat Jiwa

c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara

mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara

halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau

politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya

mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan

dunia lain).

e) Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan

afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)

yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau

berbulan-bulan terus menerus.

f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),

yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh

tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

h) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus

jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi

neuroleptika.

Pada pasien didapatkan halusinasi auditorik berupa suara seperti mengancam, perilaku

stupor dan gejalan negatif seperti apatis, bicara yang jarang, respon emosional yang

menumpul. Gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu lebih dari satu

bulan dan terjadi secara konsisten dan bermakna dalam keseluruhan mutu kualitas hidup yang

enyebabkan pasien berhenti bekerja.

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) didapatkan bahwa

pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat yang bersama-sama

dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia.

Page 3: BAB IV Refrat Jiwa

Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup

sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan

gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit

skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara

bergantian dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam

kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana

perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis

gangguan skizoafektif.

Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan

mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang

diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa

pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala

skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga

termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan

gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu

deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi

boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah

terkendali.1,3

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis

di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan

gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki

prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki

prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki

prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah

didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun

setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga

perjalanan gangguan itu sendiri.

Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar,

mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan

bahwa pasien dengan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor

pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang

awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia.

Page 4: BAB IV Refrat Jiwa

Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik.

Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan

perjalanan penyakit.

Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis

kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku

bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki

dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan

skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.