94
BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan merupakan suatu indikator sensitif kesehatan anak, status nutrisi dan latar belakang genetiknya di mana untuk dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologik seseorang yang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan yaitu faktor genetik, lingkungan bio- fisiko-psiko-sosial dan perilaku. 1 Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda yang memberikan ciri tersendiri pada setiap anak. Namun adanya penyimpangan dari pertumbuhan rata-rata baik itu tinggi badan ataupun berat badan dapat menunjukkan adanya masalah kesehatan. Salah satu penyimpangan tersebut dapat berupa suatu keadaan dimana tinggi badan seseorang di bawah ukuran normal sesuai umur dan jenis kelamin yang dikenal sebagai perawakan pendek. 2 Perawakan pendek merupakan suatu keadaan yang dapat mengakibatkan seorang anak menjadi frustrasi. Hal ini dapat terjadi karena berkurangnya bermacam kesempatan akibat tubuhnya yang pendek. Tak jarang orang tua khawatir tentang pertumbuhan anaknya dan sering bertanya - tanya berapa tinggi anaknya kelak setelah dewasa. Kekhawatiran akan bertambah lagi bila anaknya tampak lebih pendek dibanding teman – teman sebayanya, walaupun sering sekali ternyata tinggi anak tersebut dalam kisaran normal potensi genetiknya. Selain itu 1

Bagian Lapsus Bab III Edit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bagian Lapsus Bab III Edit

BAB I

PENDAHULUAN

Pertumbuhan merupakan suatu indikator sensitif kesehatan anak, status

nutrisi dan latar belakang genetiknya di mana untuk dapat mencapai tumbuh

kembang yang optimal tergantung pada potensi biologik seseorang yang

merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan yaitu faktor

genetik, lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial dan perilaku.1 Proses yang unik dan

hasil akhir yang berbeda-beda yang memberikan ciri tersendiri pada setiap anak.

Namun adanya penyimpangan dari pertumbuhan rata-rata baik itu tinggi badan

ataupun berat badan dapat menunjukkan adanya masalah kesehatan. Salah satu

penyimpangan tersebut dapat berupa suatu keadaan dimana tinggi badan

seseorang di bawah ukuran normal sesuai umur dan jenis kelamin yang dikenal

sebagai perawakan pendek.2

Perawakan pendek merupakan suatu keadaan yang dapat mengakibatkan

seorang anak menjadi frustrasi. Hal ini dapat terjadi karena berkurangnya

bermacam kesempatan akibat tubuhnya yang pendek. Tak jarang orang tua

khawatir tentang pertumbuhan anaknya dan sering bertanya - tanya berapa tinggi

anaknya kelak setelah dewasa. Kekhawatiran akan bertambah lagi bila anaknya

tampak lebih pendek dibanding teman – teman sebayanya, walaupun sering sekali

ternyata tinggi anak tersebut dalam kisaran normal potensi genetiknya. Selain itu

budaya kita sering mengkaitkan tinggi badan seseorang dengan status sosial dan

sering orang yang pendek dianggap kurang mampu.

Perawakan pendek sendiri bukan merupakan suatu diagnosis klinis.

Perawakan pendek merupakan suatu keadaan di mana tinggi badan seseorang di

bawah ukuran normal sesuai umur, jenis kelamin dan mudah diketahui dengan

segera. Dikatakan seorang berperawakan pendek bila tinggi badan seseorang

berada di bawah 2 standar deviasi (SD) dari rata-rata populasi atau di bawah

persentil 3 kurva pertumbuhan.2

Kejadian perawakan pendek cukup sering, namun sangat sedikit data

tentang epidemiologi perawakan pendek.2 Perawakan pendek sendiri dapat

merupakan variasi normal pertumbuhan ataupun kondisi patologis yang

1

Page 2: Bagian Lapsus Bab III Edit

disebabkan oleh berbagai hal antara lain kelainan endokrin, penyakit kronis,

malnutrisi dan displasia skeletal.3

Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar

etiologinya dan keluarga perlu dijelaskan mengenai potensi normal pertumbuhan

seorang anak sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagian kasus tidak perlu

langsung diterapi, dapat hanya dengan pemantauan berkala, namun sebagian kasus

yang jelas penyebabnya dapat diterapi sesuai penyebabnya.2

2

Page 3: Bagian Lapsus Bab III Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perawakan Pendek

Perawakan pendek (short stature) adalah tinggi badan seseorang yang berada pada

-2 standar deviasi (SD) atau di bawah persentil ke 3 pada kurva pertumbuhan

yang berlaku pada populasi tersebut atau baku NCHS.2 Perawakan pendek bukan

merupakan suatu diagnosis klinis namun merupakan suatu keadaan dimana tinggi

badan seseorang di bawah ukuran normal jika dibandingkan dengan anak lain

pada usia dan jenis kelamin yang sama namun dengan tetap mempertimbangkan

tinggi badan anggota keluarganya.3

Perawakan pendek harus dibedakan dengan gagal tumbuh (failure to

thrive). Gagal tumbuh lebih merupakan ketidakmampuan untuk meningkatkan

berat badan dibandingkan pertumbuhan linearnya yang berakibat penurunan rasio

berat badan terhadap tinggi badan. Walaupun gagal tumbuh berhubungan dengan

perawakan pendek atau laju pertumbuhan yang pelan, gagal tumbuh terutama

menunjukkan ketidakmampuan mencapai berat badan yang optimal dan gangguan

dalam pertumbuhan linier hanya merupakan akibat sekunder.4 Definisi gagal

tumbuh sendiri cukup banyak namun beberapa ilmuwan mendiagnosa gagal

tumbuh bila berat badan anak berada di bawah persentil 5 kurva NCHS atau

menyilang 2 garis persentil.

2.2 Epidemiologi

Tidak banyak data – data yang ada mengenai epidemiologi perawakan pendek di

Indonesia, bahkan untuk data tentang orang berperawakan pendek yang datang

dan menjalani pengobatan di suatu RS atau poliklinik. Di poliklinik endokrin anak

dan remaja FKUI/ RSCM dari tahun 1983 sampai dengan 1985 terdapat 68 pasien

dari 367 pasien baru yang dibawa berobat dengan keluhan perawakan pendek.2 Di

RSUD dr. Soetomo Surabaya, dalam tahun 1989/1990 ditemukan 28 kasus

perawakan pendek di antara 209 kasus rujukan.

Bila berdasarkan definisi, 2,5% dari populasi penduduk Amerika Serikat

tergolong pendek. Namun ras bukan merupakan penyebab spesifik perawakan

3

Page 4: Bagian Lapsus Bab III Edit

pendek karena kriteria perawakan normal tidak sama pada masing-masing etnis.

Misalnya seseorang yang menurut orang Kamboja dianggap tinggi ternyata

dianggap pendek oleh orang Norwegia. Selain itu, perawakan pendek juga dapat

terjadi pada semua golongan usia dan jenis kelamin walaupun dengan penyebab

utama yang berbeda, misalnya sindrom Ullrich-Turner yang hanya terjadi pada

perempuan.

2.3 Fisiologi pertumbuhan

Pertumbuhan normal merupakan hasil akhir dari interaksi berbagai faktor antara

lain faktor hormonal, lingkungan, nutrisi dan genetik yang semuanya itu

mempengaruhi tinggi badan seseorang.3 Secara genetik artinya tinggi badan

sangat dipengaruhi oleh tinggi badan kedua orangtuanya, dan dalam skala kecil

tinggi badan keluarga terdekat kedua orang tua. Selain itu faktor genetik

mengandung pengertian bahwa anaknya tidak menderita gangguan genetik

tertentu. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain adalah lingkungan selama

masih dalam kandungan, tingkat kesehatan, tidur yang cukup, olahraga, dan kasih

sayang dalam keluarga.4,5 Optimalnya semua faktor pendukung dan minimalnya

faktor penghambat tinggi badan (penyakit kronis) akan menghasilkan tinggi badan

yang sesuai dengan potensi genetiknya. Pemahaman mengenai hal-hal tersebut

berperan penting untuk mengetahui penyebab pertumbuhan yang terhambat dan

perawakan pendek.

Faktor hormonal terutama sekali dibutuhkan dalam jumlah dan pada waktu

yang tepat untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal. Hormon pertumbuhan

dan insulin-like growth factor I (IGF-I) memainkan peranan yang sangat penting

dalam proses pertumbuhan. Hormon-hormon yang lain seperti hormon thyroid,

insulin, sex steroids, dan glucocorticoid juga mempunyai pengaruh dalam

pertumbuhan melalui interaksinya pada hypothalamic-pituitary-GH-IGFaxis.4

Hormon pertumbuhan merupakan suatu molekul protein kecil yang terdiri

atas 191 asam amino yang disekresikan oleh kelenjar hypofisis anterior.6 Sekresi

hormon pertumbuhan dirangsang oleh hypotalamic GH-releasing factor (GRF),

dihambat oleh GH release inhibitory factor (somatostatin, SRIF) dan bersirkulasi

dengan cara berikatan dengan GH-binding protein. Sekresi hormon pertumbuhan

4

Page 5: Bagian Lapsus Bab III Edit

menyebabkan produksi dan sekresi insulin-like growth factor (IGF-1 dan IGF-2)

pada berbagai jaringan tubuh. Selain itu hormon pertumbuhan juga merangsang

produksi 6 jenis IGF binding protein yang berbeda dan yang paling banyak adalah

IGF BP3. Pengukuran kadar IGF-1 dan IGF BP3 berfungsi dalam mengukur

kecukupan hormon pertumbuhan.3

Hormon pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan seluruh jaringan tubuh

yang memang mampu untuk bertumbuh. Hormon ini menambah ukuran sel dan

meningkatkan proses mitosis yang diikuti dengan bertambahnya jumlah sel dan

diferensiasi khusus dari beberapa tipe sel seperti sel – sel pertumbuhan tulang dan

sel – sel otot awal. Selain efek dalam menyebabkan pertumbuhan, hormon

pertumbuhan juga mempunyai efek metabolik khusus lain yaitu peningkatan

kecepatan sintesis protein di seluruh sel – sel tubuh, peningkatan mobilisasi asam

lemak dari jaringan adiposa, meningkatkan asam lemak bebas dalam darah, dan

meningkatkan penggunaan asam lemak untuk energi, serta menurunkan kecepatan

pemakaian glukosa di seluruh tubuh.6

Efek hormon pertumbuhan dalam meningkatkan pertumbuhan struktur

rangka adalah melalui peningkatan timbunan protein oleh sel kondrositik dan sel

osteogenik yang menyebabkan pertumbuhan tulang dan juga meningkatkan

kecepatan reproduksi dari sel – sel tersebut. Selain itu, hormon pertumbuhan juga

memiliki efek khusus dalam mengubah kondrosit menjadi sel osteogenik, jadi

menyebabkan timbunan khusus tulang yang baru.

Hormon pertumbuhan merangsang semua proses pertumbuhan kartilago

epifisis dan pertumbuhan tulang panjang. Akan tetapi sekali epifisis sudah bersatu

dengan batang tulang, hormon pertumbuhan tidak mempunyai kemampuan lagi

dalam memanjangkan tulang. Hormon pertumbuhan juga dengan kuat

merangsang osteoblas. Oleh karena itu, tulang dapat terus membesar sepanjang

usia di bawah pengaruh hormon pertumbuhan. Hal ini benar terutama pada tulang

membranosa, sebagai contoh tulang rahang masih dapat dirangsang untuk tumbuh

bahkan setelah usia remaja, menyebabkan pipi menonjol ke depan dan

merendahkan gigi.

Kecepatan sekresi hormon pertumbuhan akan meningkat dan menurun

dalam beberapa menit yang kadang tidak diketahui penyebabnya. Namun pada

5

Page 6: Bagian Lapsus Bab III Edit

saat lain hal tersebut jelas berkaitan dengan keadaan nutrisi penderita atau

berkaitan dengan kondisi stres misalnya selama kelaparan, hipoglikemi,

rendahnya konsentrasi asam lemak dalam darah, olahraga, ketegangan dan

trauma. Yang khas dari sekresi hormon pertumbuhan adalah bahwa sekresi

hormon ini meningkat pada 2 jam pertama tidur lelap.6

2.4 Kurva pertumbuhan

Kurva pertumbuhan sudah lama sekali dikenal dan merupakan suatu rekaman

tentang pertumbuhan seseorang. Salah satu rekaman yang paling terkenal, tertua

dibuat pada abad ke 18 oleh Count Philibert Guneau de Montbeillard dengan

merekam panjang badan anak laki-lakinya setiap bulan sejak lahir sampai 18

tahun.2 Jika pertumbuhan dipandang sebagai suatu bentuk gerakan misalnya suatu

perjalanan, maka kurva ini menggambarkan jarak yang telah ditempuhnya.

Pertumbuhan manusia dicirikan dengan pertumbuhan janin yang cepat,

diikuti perlambatan pertumbuhan semasa bayi, pertumbuhan perlahan yang

konstan selama masa awal kanak – kanak, pertumbuhan cepat semasa remaja, dan

terhentinya pertumbuhan saat penyatuan epifisis. Setelah lahir, kurva

pertumbuhan individu dipengaruhi faktor genetik dan pengaruh lingkungan.

Kurva velositas atau laju pertumbuhan sebenarnya lebih menggambarkan

keadaan seorang anak pada setiap saat tertentu. Sejak lahir sampai umur 4-5 tahun

velositas pertumbuhan dengan cepat berkurang (deselerasi) dan kemudian

deselerasi ini mengurang secara perlahan-lahan hingga umur 5-6 tahun. Pada

Sejak saat ini sampai awal pacu laju pertumbuhan, maka pertumbuhan bersifat

konstan. Namun sering terjadi kenaikan kecil yang terjadi antara 6-8 tahun yang

secara umum menyebabkan suatu gelombang lagi pada kurva laju pertumbuhan,

tetapi hal ini tidak selalu ada. Pada umur 13-15 tahun yang merupakan masa

remaja terjadilah percepatan (akselerasi) pertumbuhan yang disebut pacu tumbuh

adolesen.1

Pada umumnya anak perempuan lebih pendek dari anak laki-laki sampai

masa adolesen dengan rata-rata kenaikan tinggi badan pada anak prasekolah

adalah 6-8 cm per tahun. Kemudian pada masa remaja terjadi pacu tumbuh

adolesen, yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan seperti halnya berat

6

Page 7: Bagian Lapsus Bab III Edit

badan. Anak perempuan umumnya memulai pacu tumbuh tinggi badan

adolesennya kira-kira pada umur 10,5 tahun dan mencapai puncaknya kira-kira

umur 12 tahun di Inggris dan 3 bulan lebih awal di Amerika. Anak laki-laki

memulai pacu tumbuh dan mencapai puncaknya 2 tahun kemudian. Namun

puncak untuk anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Rata-rata laju

pertumbuhan tinggi badan anak laki-laki adalah 10,3 cm per tahun sedangkan

pada anak perempuan adalah 9 cm per tahun.1

Kenaikan tinggi badan ini akhirnya berhenti pada umur 18-20 tahun di

mana tulang-tulang anggota gerak berhenti bertambah panjang. Tetapi ruas-ruas

tulang belakang berlanjut tumbuh sampai umur 30 tahun, dengan pengisian tulang

pada ujung atas dan bawah korpus-korpus ruas-ruas tulang belakang sehingga

tinggi badan sedikit bertambah yaitu sekitar 3-5 mm. Antara umur 30-45 tahun,

tinggi badan tetap statis dan kemudian menyusut.1

Peningkatan nilai rata-rata tinggi badan orang dewasa suatu bangsa

merupakan indikator peningkatan kesejahteraan atau kemakmuran yang meliputi

perbaikan gizi, perawatan kesehatan dan keadaan sosial ekonomi jika potensi

genetik belum tercapai secara optimal.

2.5 Pengukuran pertumbuhan

Pengukuran tinggi badan atau panjang badan dan berat badan yang akurat

sebaiknya diplot ke kurva pertumbuhan yang berlaku pada masing-masing daerah.

Namun karena Indonesia belum memiliki kurva pertumbuhan yang berlaku secara

nasional maka digunakanlah kurva pertumbuhan yang dikeluarkan oleh Center for

Disease Control and Prevention (CDC).

Pengukuran panjang badan pada anak sampai umur 2 tahun, diukur dengan

posisi tidur terlentang dan selanjutnya di atas umur 2 tahun tinggi badan diukur

dengan posisi berdiri. Namun panjang badan pada posisi tidur terlentang pada

umumnya 1 cm lebih panjang daripada tinggi berdiri pada anak yang sama meski

diukur dengan teknik pengukuran yang terbaik dan secara cermat.2

Pengukuran terhadap rentang lengan juga penting dalam mendiagnosis

sindrom Marfan atau Klinefelter, short-limbed dwarfism ataupun kondisi

dismorfik lainnya. Rentang lengan diukur dengan membandingkan panjang antara

7

Page 8: Bagian Lapsus Bab III Edit

ujung-ujung jari dengan merentangkan tangan secara horizontal sambil berdiri di

atas permukaan yang keras.2

Perbandingan segmen atas dan bawah tubuh merupakan rasio segmen atas,

yang didapatkan dengan mengurangi ukuran antara simfisis pubis dan lantai (yang

dikenal dengan segmen bawah) dengan tinggi badan total, terhadap segmen

bawah. Rasio ini berubah seiring usia. Pada bayi, perbadingan segmen atas dan

bawah adalah 1,7:1, pada usia 1 tahun perbandingannya adalah 1,4:1 dan pada

usia 10 tahun perbadingannya menjadi 1:1.2

2.6 Prediksi tinggi akhir

Rumus prediksi tinggi akhir anak sesuai potensi genetiknya berdasarkan data

tinggi badan orangtua dengan asumsi semuanya tumbuh optimal sesuai potensinya

adalah sebagai berikut:1,2

Rumus prediksi tinggi akhir anak sesuai potensi genetiknya :

Anak Perempuan :

( tinggiayah−13 )+ tinggiibu2

±8,5

Anak Laki-laki :

( tinggiibu+13 )+ tinggiayah2

±8,5

2.7 Etiologi

Perawakan pendek disebabkan oleh berbagai macam faktor dan terdapat beberapa

teknik klasifikasi perawakan pendek. Dalam tulisan ini digunakan klasifikasi

menurut etiologi dari European Society for Paediatric Endocrinology yang

klasifikasinya adalah sebagai berikut7,8,9:

1. Idiopathic short stature

a. Familial short stature

Seseorang dengan perawakan pendek familial memiliki kecepatan

pertumbuhan yang normal meskipun itu berada di bawah persentil 5,

pertumbuhan rangkanya tidak terhambat (umur tulang sesuai dengan umur

kronologis), pubertas dan pacu tumbuh pubertasnya terjadi pada usia

kronologis yang normal, tinggi badan akhirnya masih dalam rentang

8

Page 9: Bagian Lapsus Bab III Edit

potensi genetiknya, dan adanya riwayat pendek terutama salah satu atau

kedua orang tua.

b. Non-Familial Short Stature

Normal onset of puberty

Constitutional delay of growth

Seseorang dengan Constitutional delay of growth mengalami

perlambatan pertumbuhan pada dua tahun pertama hidupnya, dengan

kecepatan pertumbuhan normalnya didapatkan saat umur 3 tahun dan

terus berlanjut selama masa kanak-kanak, maturitas rangkanya juga

terhambat, dan oleh karena waktu terjadinya pubertas berhubungan

dengan umur rangka maka pubertas dan pacu tumbuh pubertasnya juga

terhambat.

2. Primary Growth Failure

a. Clinically Defined Syndrome with Chromosomal Abnormality

Sindrom Ullrich-Turner

Sindrom Down

b. Clinically Defined Syndrome without Known Chromosomal Abnormality

Sindrom Noonan

Sindrom Russel-Silver

c. Intrauterine Growth Retardation with Failure to Demonstrate Catch-up

Growth in Height or Weight

d. Skeletal Dysplasia

Biasanya ditandai dengan dimensi tubuh yang abnormal berupa

ekstremitas bawah yang pendek. Kelainannya bervariasi dari

achondroplasia yang parah hingga hipochondroplasia yang bersifat lebih

ringan dengan angka insiden sekitar 1 dalam 15.000 kelahiran hidup.

e. Disorder of Bone Metabolism

Merupakan kelainan yang jarang terjadi. Dapat berupa

mukopolisakaridosis atau mukolipidosis. Hampir semuanya ditandai

dengan punggung yang lebih pendek dibandingkan kakinya.

9

Page 10: Bagian Lapsus Bab III Edit

3. Secondary Growth Failure

a. Disorder in Spesific System

Paru : asma, PPOK

Jantung : hipoksemia, gagal jantung kongestif

Ginjal : gagal ginjal, insufisiensi ginjal kronis, ginjal tubular asidosis

Gastrointestinal : Inflammatory bowel disease, sindrom malabsorpsi

Sistem saraf pusat

Hematologi : hemoglobinopati

Hati : penyakit hati kronis

b. Endocrine Disorder

Ditandai dengan kegagalan dalam mencapai pertumbuhan linear yang

lebih besar dibandingkan dengan penurunan berat badan. Penyebabnya

dapat berupa :

Hipotiroid

Defisiensi hormon pertumbuhan

Sindrom Cushing

c. Metabolic Disorder

Dapat berupa kelainan dalam penyimpanan glukosa yang menyebabkan

perawakan pendek dengan obesitas di daerah perut namun kurus di daerah

ekstremitas.

d. Disorder of Calsium and Phosphate Metabolism

Dapat berupa pseudohipoparatiroid dengan hipokalsemia, yang

menyebabkan perawakan pendek, obesitas dan pemendekan metacarpal,

penyakit ricket dan osteogenesis imperfecta.

e. Iatrogenic Short Stature

Dapat disebabkan oleh pengobatan keganasan pada anak-anak atau

pengobatan dengan glukokortikoid. Dosis steroid yang dapat

menyebabkan perawakan pendek jauh lebih rendah daripada dosis yang

dapat menyebabkan gejala sindrom cushing lainnya. Oleh karena itu,

10

Page 11: Bagian Lapsus Bab III Edit

pertumbuhan semua anak yang mengkonsumsi steroid sebaiknya dipantau

secara berkala.

f. Psycohosocial Short Stature

Lingkungan emosional yang kurang baik dapat menyebabkan perawakan

pendek psikososial yang dikenal dengan sebutan dwarfism psikososial

atau emosional

Selain itu, gangguan pertumbuhan sekunder juga dapat disebabkan karena

malnutrisi dan malnutrisi masih merupakan penyebab terbanyak dalam

gangguan pertumbuhan di seluruh dunia.

2.8 Pendekatan diagnosis

Untuk menghindari pemborosan pemeriksaan serta sebaliknya

kemungkinan terlewatkan diagnosis patologik yang dapat menyebabkan hilangnya

kesempatan untuk meningkatkan tinggi badan, maka langkah awal yang harus

dilakukan adalah menentukan apakah perawakan pendek ini patologik atau

normal. Kriteria awal untuk melakukan pemeriksaan terhadap anak pendek

adalah:2

1. Tinggi badan terletak dibawah 2 SD atau persentil 3 dibawah tinggi rata-

rata populasi berdasarkan kurva pertumbuhan.

2. Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25 kurva kecepatan tumbuh atau

kurang 4 cm/tahun pada anak berumur 4 – 10 tahun.

3. Prakiraan tinggi dewasa di bawah potensi tinggi genetiknya.

4. Kecepatan tumbuh melambat setelah umur 3 tahun dan turun menyilang

garis persentilnya pada kurva panjang/tinggi badan.

2.8.1 Anamnesa

Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesa untuk melakukan

pemeriksaan terhadap anak pendek :

1. Riwayat keluarga :

Tinggi badan orang tua dan saudara kandung, anamnesis mengenai

umur saat pubertas dan umur saat mencapai tinggi badan dewasa.

Masalah kesehatan pada orang tua dan saudara kandung

11

Page 12: Bagian Lapsus Bab III Edit

Riwayat kelainan kongenital pada keluarga

2. Riwayat kelahiran :

Masalah yang dihadapi ibu selama kehamilan

Berat badan dan panjang badan lahir

Kelahiran prematur, kesulitan saat melahirkan dan kelahiran

sungsang

Masalah – masalah dan komplikasi yang terjadi setelah kelahiran

3. Perkembangan anak

Milestone perkembangan anak

Umur saat gigi tanggal dan tercabut

Prestasi sekolah

4. Nutrisi

5. Riwayat pengobatan

Untuk mengetahui apakah anak pernah mendapat terapi obat berupa

methylpenidate atau obat stimulan lainnya, antikonvulsan, dan

antidepresan.

6. Keadaan kesehatan umum :

Infeksi telinga berulang

Infeksi saluaran kemih

Konstipasi

Kurangnya nafsu makan

Diare

7. Aktifitas

Aktifitas fisik

Stamina

8. Perkembangan pubertas

Perkembangan payudara

Perkembangan genitalia

Perkembangan rambut pubis dan axial

9. Kejadian – kejadian khusus : cedera kepala, riwayat pembedahan.

10. Gejala-gejala lain yang menetap : sakit kepala, masalah penglihatan dan

pendengaran, kulit kering, alergi.

12

Page 13: Bagian Lapsus Bab III Edit

2.8.2 Pemeriksaan fisik

Hal-hal yang diamati dalam pemeriksaan fisik adalah :

1. Penampakan wajah dan tanda-tanda maturitas

2. Bentuk dismorfik : bentuk langit-langit mulut, penempatan telinga, bentuk

dan ukuran tangan dan kaki

3. Kulit : jerawat, rambut wajah, temperatur.

4. Proporsi badan : rentang lengan, rasio tinggi berdiri dan tinggi duduk,

lingkar kepala

5. Tangan : metacarpal yang pendek, nailbeds < 80% dari lebar ujung jari

6. Dada : jarak putting susu yang lebar, pectus excavatum, bentuk dada yang

lebar

7. Perkembangan payudara

8. Pemeriksaan status general : jantung, paru, abdomen

9. Genitalia

2.8.3 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Lab:

Serum level IGF-I dan IGFBP-3

Serum level dari Growth Hormone

Serum total thyroxine (total T4) and thyrotropin (TSH) level

Darah lengkap

LED, CRP

Urea dan elektrolit

Tes fungsi hati

Pengukuran kadar cortisol pada jam 9 pagi

Prolaktin

Urinalisis

Karyotipe

2. Pemeriksaaan imaging : Rontgen tulang jari-jari tangan kiri untuk menilai

umur tulang.

2.9 Penatalaksanaan

13

Page 14: Bagian Lapsus Bab III Edit

Setiap anak dengan perawakan pendek harus diketahui penyebabnya dan

keluarga perlu dijelaskan mengenai potensi normal pertumbuhan seorang anak

sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagian kasus tidak perlu langsung diterapi,

dapat hanya dengan pemantauan berkala, namun sebagian kasus yang jelas

penyebabnya dapat diterapi sesuai penyebabnya. Kasus yang jelas penyebabnya

seperti kelainan endokrin antara lain defisiensi hormon pertumbuhan dan

defisiensi hormon tiroid dapat segera diobati. Gangguan pertumbuhan sekunder

seperti malnutrisi dan penyakit kronis juga harus segera diobati sesuai

penyebabnya.

Khusus defisiensi hormon pertumbuhan dapat diberikan terapi substitusi

hormon pertumbuhan. Terapi defisiensi hormon pertumbuhan adalah terapi

substitusi growth hormone (somatotropin recombinant), dengan dosis 0,05

U/kg/hari, diberikan 6-7 kali per minggu. Dikatakan terapi responsif dengan

Growth Hormone apabila kecepatan tumbuh minimal 2 cm per tahun di atas

kecepatan tumbuh sebelum diberikan terapi. Biasanya kecepatan tumbuh pada

tahun pertama pengobatan adalah 9-12 cm per tahun.

Sebelum terapi dimulai, kriteria anak dengan defisisensi hormon

pertumbuhan harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai berikut10 :

Tinggi badan di bawah persentil 3 atau -2 SD

Kecepatan tumbuh di bawah persentil 25

Bone age terlambat > 2 tahun

Kadar Growth Hormone/hormon pertumbuhan < 7 ng/ml dengan 2 jenis uji

provokasi

IGF – 1 rendah

Tidak ada kelainan dismorfik, tulang dan sindrom tertentu

Beberapa penyakit dengan perawakan pendek yang berhasil dengan

pemberian hormon pertumbuhan adalah anak dengan defisiensi/kekurangan

hormon pertumbuhan, sindrom Turner, berat badan lahir rendah, gagal ginjal

kronis, dan sindrom Prader Willi. Kondisi lain dengan perawakan pendek yang

juga diberikan hormon pertumbuhan ialah "pendek tanpa sesuatu sebab patologis"

(idiopathic short stature). Pada kondisi terakhir ternyata pemberian hormon

pertumbuhan memberikan respons yang cukup baik.

14

Page 15: Bagian Lapsus Bab III Edit

Terapi hormon dihentikan bila lempeng epifisis telah menutup atau respon

terapi tidak adekuat. Ciri respon terapi yang tidak adekuat adalah pertambahan

kecepatan pertumbuhan yang lebih kecil dari 2 cm per tahun.

2.10 Pencegahan

Langkah preventif yang dapat dilakukan untuk setidaknya dapat mencegah

terjadinya perawakan pendek pada anak adalah dengan terus memantau

perkembangan tinggi badan anak.

Pengukuran tinggi badan harus dilakukan secara periodik, setiap bulan

pada anak usia 0 – 12 bulan, setiap 3 bulan pada usia 1 – 2 tahun, setiap 6 bulan

pada usia 2 – 12 tahun, dan setiap tahun pada usia 12 tahun sampai akhir masa

pubertas. Adapun interpretasi dari hasil pengukuran adalah :

c. Tinggi badan antara -2 SD dan -3 SD, 80% merupakan varian normal. Bila

tinggi badan kurang dari -3 SD pada umumnya 80% patologis.

d. Penurunan kecepatan pertumbuhan anak antara umur 3 dan 12 tahun

(memotong beberapa garis persentil) harus dianggap patologis kecuali

dibuktikan lain.

e. Berat badan menurut tinggi badan mempunyai nilai diagnostik dalam

menentukan etiologi. Pada kelainan endokrin umumnya tidak mengganggu

berat badan sehingga anak telihat gemuk. Kelainan sistemik umumnya lebih

mengganggu berat badan daripada tinggi badan sehingga anak lebih terlihat

kurus.

2.2 Global Developmental Delay

Global developmental delay (GDD) atau keterlambatan perkembangan global

(KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain

perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,

personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak

berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun

saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang

dipergunakan adalah retardasi mental. Anak dengan KPG tidak selalu menderita

retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak

15

Page 16: Bagian Lapsus Bab III Edit

mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi

psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.2,3

2.2.1 Epidemiologi

Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika

Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5

tahun.3 Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta

mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat bervariasi,

sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom, asfiksia

perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20% nya belum

diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan global dapat

dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra uterin, serta

asfiksia perinatal.3

Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak

RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari

12 bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan

terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan

berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien.

Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah ditemukan

pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%

mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan

40 (60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan pada

61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral

disgenesis, palsi serebral.

2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan

interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau

keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.6

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta

sosialisasi dan kemandirian.6

16

Page 17: Bagian Lapsus Bab III Edit

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara

simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi

kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya

perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi.

Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.

Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses

pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri

yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain

perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada

tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan

perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi

dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta

perkembangan memiliki tahap yang berurutan. 6,7

Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga

memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan

sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan

anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan

merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat

diramalkan.6,7

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal

yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-

faktor tersebut antara lain faktor internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa,

keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,

diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,

infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan,

faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis

dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan,

stimulasi, dan obat-obatan).6,8

2.3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau

17

Page 18: Bagian Lapsus Bab III Edit

Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi6:

1. Motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak

melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti

duduk, berdiri, dan sebagainya.

2. Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan

dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat

seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.

3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,

berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.

4. Personal dan sosial adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan

mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah

dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan

lingkungannya, dan sebagainya.

2.3.4 Periode Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan

berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh

kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak

adalah sebagai berikut6,8:

1. Masa prenatal atau masa intra uterin

Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:

Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.

Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum

yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism, terjadi

diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.

Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir

kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur

kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada

masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia

sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi.

18

Page 19: Bagian Lapsus Bab III Edit

Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini

pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.

Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.

Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan

Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.

2. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan)

Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:

a. Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)

Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi

b. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan)

Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan

berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem

saraf.

Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI

eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping

ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh

yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak

terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat

besar.

3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)

Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan

dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi

ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa

balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan

dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan

serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan pengaturan

hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi segala

kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga

bersosialisasi.

Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada

masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak

19

Page 20: Bagian Lapsus Bab III Edit

dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya

manusia dikemudian hari.

4. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan)

Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan

dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan

proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka

lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini juga anak

dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima

rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar

dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah

dengan cara bermain.

2.4 Etiologi

KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan

neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar) hingga kelainan

neuromuskular. Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :

Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters

AV, 2010)8

Kategori PenjelasanGenetik atau SindromikTeridentifikasi dalam 20% dari mereka yang tanpa tanda-tanda neurologis, kelainan dismorfik, atau riwayat keluarga

Sindrom yang mudah diidentifikasi, misalnya Sindrom Down

Penyebab genetik yang tidak terlalu jelas pada awal masa kanak-kanak, misalnya Sindrom Fragile X, Sindrom Velo-cardio-facial (delesi 22q11),Sindrom Angelman, Sindrom Soto, Sindrom Rett, fenilketonuria maternal, mukopolisakaridosis, distrofi muskularis tipe Duchenne, tuberus sklerosis, neurofibromatosis tipe 1, dan delesi subtelomerik.

MetabolikTeridentifikasi dalam 1% dari mereka yang tanpa tanda-tanda neurologis, kelainan dismorfik,

Skrining universal secara nasional neonatus untuk fenilketonuria (PKU) dan defisiensi acyl-Co A Dehidrogenase rantai sedang.

20

Page 21: Bagian Lapsus Bab III Edit

atau riwayat keluarga Misalnya, kelainan siklus/daur urea

Endokrin Terdapat skrining universal neonatus untuk hipotiroidisme kongenital

Traumatik Cedera otak yang didapatPenyebab dari lingkungan Anak-anak memerlukan kebutuhan

dasarnya seperti makanan, pakaian, kehangatan, cinta, dan stimulasi untuk dapat berkembang secara normal

Anak-anak tanpa perhatian, diasuh dengan kekerasan, penuh ketakutan, dibawah stimulasi lingkungan mungkin tidak menunjukkan perkembangan yang normal

Ini mungkin merupakan faktor yang berkontribusi dan ada bersamaan dengan patologi lain dan merupakan kondisi yaitu ketika kebutuhan anak diluar kapasitas orangtua untuk dapat menyediakan/memenuhinya

Malformasi serebral Misalnya, kelainan migrasi neuronPalsi Serebral dan Kelainan Perkembangan Koordinasi (Dispraksia)

Kelainan motorik dapat mengganggu perkembangan secara umum

Infeksi Perinatal, misalnya Rubella, CMV, HIV

Meningitis neonatalToksin Fetus: Alkohol maternal atau obat-

obatan saat masa kehamilan Anak: Keracunan timbal

2.5 Deteksi Dini

Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan

pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap

tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan

normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali

terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua

perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak.9 Untuk mengetahui

apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data /

21

Page 22: Bagian Lapsus Bab III Edit

laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining

perkembangan pada anak.

Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara

komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan

mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini

dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya

pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan

indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan

dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan

penilaian perkembangan.6,9

Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat

dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang

tercantum di bawah 9,10:

Tanda bahaya perkembangan motorik kasar

1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh

bagian kiri dan kanan.

2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari

usia 6 bulan

3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot

4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh

5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol

Tanda bahaya gangguan motorik halus

1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan

2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun

3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat

dominan setelah usia 14 bulan

4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten

Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)

22

Page 23: Bagian Lapsus Bab III Edit

1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap

suatu benda pada usia 20 bulan

2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan

3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan

Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)

1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,

misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons

2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan

dengan orang lain pada usia 20 bulan

3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan

Tanda bahaya gangguan sosio-emosional

1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain

2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah

3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya

4. 15 bulan: belum ada kata

5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura

6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti

7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi /

interaksi

Tanda bahaya gangguan kognitif

1. 2 bulan: kurangnya fixation

2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda

3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara

4. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’

5. 24 bulan: belum ada kata berarti

6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata

Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini

gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau

panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental

23

Page 24: Bagian Lapsus Bab III Edit

Screening Test – II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan

motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s

Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining

yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)

dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai

kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3

tahun.10,11

2.6 Gejala Klinis

Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian

dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila

di perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli

dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining

prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan

berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan

beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,

lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang

berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,

motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari

dimana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal

spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait

ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya,

yaitu10,11:

1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan

2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan

3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk

4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan

5. Anak memiliki masalah komunikasi

6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus

2.7 Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

24

Page 25: Bagian Lapsus Bab III Edit

Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi, resiko biologi akibat dari

gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat salah asuh, dan

akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat masih bayi

dan balita.

Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis

dan Judith, 199410

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.

Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)

adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering

dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit

dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10 Pemeriksaan secara terstruktur dari mata,

yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat bayi dan balita, dengan

menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya

lampu. Saat anak sudah memasuki usia prasekolah, pemeriksaan yang lebih

mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat

ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test

dengan menggunakan brain-stem evoked potentials pada balita. Saat umur

memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan

peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa

menggunakan audiometer portabel. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari

infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi

25

Page 26: Bagian Lapsus Bab III Edit

secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan

kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit

ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan

dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang

berhubungan dengan perkembangan seperti adanya refleks, yaitu moro reflex,

hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.10,11

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan

gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan

pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun

beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12:

a. Skrining metabolik

Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,

bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik

rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan

sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya

bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang

mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-

anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas

kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak

dengan gangguan tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin

phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit

muscular dystrophy.

b. Tes sitogenetik

Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak

ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan

suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi fragile X, dilakukan bila adanya

riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk fragile X lebih sering

dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas yang

lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila terdapat

indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan pada

26

Page 27: Bagian Lapsus Bab III Edit

wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat

dijelaskan.

c. Skrining tiroid

Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital

perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya

dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.

d. EEG

Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki

riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).

Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum

dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG

tanpa riwayat epilepsi.

e. Imaging

Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG

(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus

lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara

klinis sebelumnya.

2.8 Diagnosis Banding

Terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD,

namun memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral,

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder

(ASD).12

2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum

ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-

anak belajar dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan

kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan KPG

dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor

yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain6,9,12:

1. Speech and Language Therapy

27

Page 28: Bagian Lapsus Bab III Edit

Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,

autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities.

Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak

tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang

yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada

mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak

dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat

yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi

tersebut.

2. Terapi okupasi

Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri

dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka

antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi,

memakai pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami

kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka

meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.

3. Terapi fisik

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan

halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya.

Kemampuan motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang

besar seperti berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat.

Kemampuan motorik halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti

kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau

perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan

sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini

dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak

tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Terapi perilaku

Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan

memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau

buruk seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-

28

Page 29: Bagian Lapsus Bab III Edit

lain. Terapi perilaku melibatkan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi

masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini

dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun,

terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi

kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi

sikap tertentu, sedangkan terapi perilaku dilakukan dengan mengubah dan

mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan. Beberapa terapis

mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-behavioural

therapy.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni

kemunduran perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak

tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya

aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi

akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya. Sehingga

anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.

2.11 Prognosis

Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan

penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan

pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang

baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi

hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam

menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif

(faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan

menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami

kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan

dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya.6,9

2.10 Hipotiroid Kongenital

2.10.1 Anatomi Kelenjar Tiroid

29

Page 30: Bagian Lapsus Bab III Edit

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang

dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus tiroid

berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar

tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang dewasa berat

normalnya antara 10-20 gram. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada

fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan

terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk

menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid

atau tidak.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari : A. Tiroidea superior yang

merupakan cabang dari A. Carotis Externa dan A. Tiroidea Inferior yang

merupakan cabang dari A. Subclavia,. Sistem venanya berasal dari pleksus

parafolikuler yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior,

lateral dan inferior. Vena tiroidea superior berjalan bersama arteria tiroidea

superior dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis interna. Vena

thyroidea media terpisah dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis

interna. Vena tiroidea inferior mendrainase darah dari kutub bawah tiap lobus dan

berjalan ke vena brachicephalica dextra.

Persarafan kelenjar tiroid:

1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior

2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang

N.vagus)

3. N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita

suara terganggu (serak/stridor)

Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan

pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat

berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian

ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk

menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.

B. Fisiologi Kelenjar Tiroid

Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid dikendalikan oleh mekanisme:

30

Page 31: Bagian Lapsus Bab III Edit

a. Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin

hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang

tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi

hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid;

b. Autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam

hubungannya dengan suplai iodinnya;

c. Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH.

Kemampuan dari limfosit B untuk mensintesis antibodi reseptor TSH yang

dapat menghambat aksi dari TSH ataupun meniru aktivitas TSH dengan

berikatan dengan daerah-daerah yang berbeda pada reseptor TSH memberikan

suatu bentuk pengaturan tiroid oleh sistem kekebalan. Dengan demikian,

sintesis dan sekresi dari hormon tiroid dikontrol oleh tiga tingkatan yang

berbeda: (1) tingkat dari hipotalamus, dengan mengubah sekresi TRH; (2)

tingkat hipofisis, dengan menghambat atau merangsang sekresi TSH; dan (3)

tingkat tiroid, melalui autoregulasi dan blokade atau perangsangan dari reseptor

TSH .

Pembentukan hormon tiroid melalui beberapa proses diantaranya :

1. Iodide Trapping, yaitu penangkapan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.

2. Iodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid

merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai

status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.

3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu

tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim

tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

4. Pembentukan iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)

menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin)

dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi

oleh enzim tiroperoksidase.

5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi

dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada

dalam sel folikel.

31

Page 32: Bagian Lapsus Bab III Edit

6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.

Proses ini dibantu oleh TSH.

7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,

dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan

dalam proses ini.

Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan

kompleks golgi.

2.10.2. Definisi dan Klasifikasi Hipotiroid

Hipotiroid artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon yang

dikeluarkan oleh kelenjar tiroid. Hipotiroid anak dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Hipotiroidisme Kongenital

a. Hipotiroid Kongenital menetap

b. Hipotiroid Kongenital transien

2. Hipotiroidisme Didapat (Acquired)

a. Hipotiroidisme Primer (kelainan pada kelenjar tiroid)

b. Hipotiroidisme Sekunder (kelainan pada hipofisis)

c. Hipotiroidisme tersier (kelainan hipotalamus)

d. Resistensi Perifer terhadap kerja hormon tiroid

1. Hipotiroidisme Kongenital

a. Hipotiroid kongenital menetap

1) Disgenesis Tiroid

Disgenesis tiroid disebabkan tidak adanya jaringan tiroid total

(agenesis) atau parsial (hipoplasia) yang dapat terjadi akibat gagalnya

penurunan kelenjar tiroid ke leher (ektopik). Disgenesis tiroid

merupakan penyebab terbesar hipotiroidisme kongenital non endemik,

yaitu 85-90 %.

Kebanyakan bayi dengan hipotiroidisme kongenital pada saat lahir

tidak bergejala walaupun ada agenesis total kelenjar tiroid. Situasi ini

dianggap berasal dari perpindahan transplasenta sejumlah sedang

tiroksin ibu (T4) yang memberikan kadar janin 25-50% normal pada

32

Page 33: Bagian Lapsus Bab III Edit

saat lahir. Kadar T4 serum yang rendah ini dan secara bersamaan kadar

TSH meningkat memungkinkan pendeteksian neonatus dengan

hipotiroid.

Jaringan tiroid ektopik (lidah, bawah lidah, subhioid) dapat

memberikan jumlah hormon tiroid yang cukup selama bertahun-tahun

atau dapat gagal pada masa anak-anak.

2) Dishormogenesis

Dishormogenesis meliputi kelainan proses sintesis, sekresi, utilisasi

hormon tiroid sejak lahir. Dishormogenesis disebabkan oleh defisiensi

enzim yang diperlukan dalam sintesis hormon tiroid. Kelainan ini

mencakup 10% dari kasus hipotiroid kongenital. Kelainan ini dapat

terjadi karena :

a) Kelainan reseptor TSH / Resisten TSH

Thyroid Stimulating Hormone (TSH) resisten adalah

suatu keadaan kelenjar tiroid refakter terhadap

rangsang TSH. Hal ini dapat disebabkan karena defek

pada reseptor atau post reseptor. Hilangnya fungsi

reseptor TSH , akibat mutasi reseptor TSH defek

molekuler pada sebagian keluarga kasus dengan

resisten TSH yang ditandai dengan kadar serum TSH

tinggi , dan serum hormon tiroid normal atau menurun,

disertai kelenjar tiroid normal atau hipoplastik.

b) Kegagalan menangkap yodium

Kelainan ini jarang terjadi dan disebabkan oleh

kegagalan fungsi pompa yodium untuk memompa

yodida konsentrat menembus membran sel tiroid.

c) Kelainan organifikasi

Kelainan organifikasi disebabkan oleh defisiensi

enzim tiroid peroksidase menyebabkan yodida tidak

dapat dioksidasi sehingga tidak dapat mengikat diri

pada tirosin di dalam tiroglobulin.

33

Page 34: Bagian Lapsus Bab III Edit

d) Defek coupling

Disebabkan oleh kegagalan enzim untuk

menggabungkan MIT dan DIT menjadi T3 ataupun

DIT dan DIT menjadi T4.

e) Kelainan reseptor hormon tiroid perifer

Kelainan ini terjadi akibat gagalnya ikatan hormon

tiroid dengan reseptor di inti sel jaringan target

sehingga hormon tidak dapat berfungsi.

3) Hipotiroid sentral

a) Aplasia hipofisis kongenital

b) Idiopatik, beberapa diantaranya dengan riwayat trauma

lahir, hipoksia, dan hipotensi sehingga mengakibatkan

infark hipofisis.

c) Defisiensi TSH

Hipotiroidisme karena defisiensi TSH dapat terjadi

pada keadaan apapun yang terkait dengan defek

perkembangan kelenjar pituitaria atau hipotalamus.

Lebih sering pada keadaan ini, defisiensi TSH akibat

defisiensi hormon pelepas tiroropin (TRH). Mayoritas

bayi yang terkena memiliki defisiensi kelenjar

pituitaria multipel dan datang dengan hipoglikemi,

ikterus persisten, dan mikropenis bersama dengan

displasia septo-optik, celah bibir linea mediana,

hipoplasia wajah tengah, dan anomali wajah linea

mediana yang lain.

b. Hipotiroid kongenital transien

1) Defisiensi Yodium pada ibu atau paparan yodium pada janin atau

bayi baru lahir

2) Pengobatan ibu dengan antitiroid

34

Page 35: Bagian Lapsus Bab III Edit

Dapat terjadi pada ibu yang diberikan obat antitiroid (PTU

atau karbimasol atau metimasil) untuk penyakit graves, bayi nya

ditandai oleh pembesaran kelenjar tiroid, sehingga dapat

mengakibatkan gangguan prnafasan, khususnya bila diberikan obat

yang dosisnya tinggi.

3) Transfer antibodi antitiroid dari ibu

Reseptor TSH (TSHR) berbentuk seperti jangkar terhadap

permukaan sel epitel tiroid (Tirosid) yang mengatur sintesis dan

lepasnya hormon tiroid . bila terjadi blok TSH endogen dapat

mengakibatkan hipotiroidisme. TSH binding inhibitor

imunoglobulin dari ibu mampu menembus plasenta yang

selanjutnya menyebabkan hipotiroid.

4) Hipotiroid sekunder transien

Bayi preterm dan bayi berat lahir rendah dapat mengalami

imaturitas organ yakni imaturitas aksis hipotalamus-hipofisis,

produksi dan sekresi TRH kurang, respon kelenjar tiroid terhadap

TSH imatur, kapasitas sel folikuler tiroid terhadap organifikasi

yodium tidak efisien dan kapasitas untuk merubah T4 menjadi T3

aktif rendah. Bila bayi lahir preterm, kadar T4 lebih rendah

dibanding bayi aterm, ini berhubungan dengan umur kehamilan dan

berat badan lahir.

Dalam keadaan normal bayi aterm pada saat lahir, karena

suhu lingkungan sekitar rendah, terjadi kenaikan TSH sekitar 80

μU/L dalam waktu 30 menit. Keadaan ini merangsang kelenjar

tiroid melepaskan T3 dan T4 dalam jumlah besar diatas kadar

normal. Pada bayi aterm kadar T4 total dan T4 bebas menurun

setelah 4-6 minggu, namun setelah 6 bulan kadarnya masih tetap

lebih tinggi dibanding anak yang lebih besar dan dewasa. Kadar T3

secara bertahap mencapai kadar bayi normal antara 2-12 minggu.

Pada bayi preterm, kejadiannya sama, TSH, T4 dan T3

meningkat cepat, tatpi tidak terlalu tinggi. Pada bayi yang lahir

dengan umur kehamilan lebih dari 30 minggu, kadar T4 dan T4

35

Page 36: Bagian Lapsus Bab III Edit

bebas setelah 6-8 minggu meningkat ke kadar yang sama dengan

bayi yang lahir aterm. Namun pada bayi yang lahir kurang dari 30

minggu dan berat badan lahir sangat rendah (kurang dari

1500gram), kenaikan kadar TSH dan T4 terbatas bahkan seringkali

T4 turun dalam minggu pertama sampai kedua setelah lahir,

seringkali terjadi hipotiroksinemia.

2. Hipotiroidisme Didapat

a. Primer

1) Tiroiditis Hasimoto :

a) Dengan goiter

b) Atropi tiroid idiopatik, diduga sebagai stadium akhir penyakit

tiroid autoimun, setelah tiroiditis Hashimoto atau penyakit

Graves.

2) Terapi iodin radioaktif untuk penyakit Graves.

3) Tiroidektami subtotal untuk penyakit Graves atau goiter nodular.

4) Asupan iodide berlebihan (kelp, zat warna kontras)

5) defisiensi iodide.

6) bahan goitrogenik lain seperti litium; terapi dengan obat antitiroid.

b. Sekunder : Hipopituitarisme karena adenoma hipofisis, terapi ablasi

hipofisis, atau destruksi hipofisis.

c. Tersier : Disfungsi hipotalamus (jarang).

d. Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid.

2.10.3. Patogenesis Hipotiroid

Hipotiroid dapat terjadi melalui beberapa jalur berikut :

1. Jalur 1

Agenesis tiroid dan keadaan lain yang menyebabkan sintesis dan sekresi

hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan peningkatan

kadar TSH tanpa adanya struma.

2. Jalur 2

36

Page 37: Bagian Lapsus Bab III Edit

Defisiensi yodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid

menurun sehingga hipofisis mensekresi TSH lebih banyak untuk memacu

kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid sesuai kebutuhan.

Akhirnya kadar TSH meningkat dan kelenjar tiroid membesar (stadium

kopensasi). Pada stadium ini kadar TSH meningkat dan kadar hormon tiroid

normal. Bila kompensasi ini gagal maka akan terjadi stadium dekompensasi,

yaitu terdapatnya struma difusa, peningkatan kadar TSH, dan kadar hormon

tiroid rendah.

3. Jalur 3

Semua hal yang terjadi pada kelenjar tiroid dapat mengganggu atau

menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/obat goitrogenik, tiroiditis,

pascatoidektomi, pasca terapi dengan yodium radioaktif, dan adanya kelainan

enzim dalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis sehingga

terjadi hipotiroid dengan kadar TSH tinggi, dengan atau tanpa struma

tergantung penyebabnya.

4. Jalur 4a

Semua keadaan yang menyebabkan turunnya kadar TSH akibat kelainan

hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH

rendah atau tak terulur.

5. Jalur 4b

Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TRH menurun akan

menimbulkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan tanpa struma.

2.10.4. Manifestasi Klinis Hipotiroid

Gejala hipotiroid sangat bervariasi tergantung berat ringannya kekurangan

hormon tiroid. seringkali pada minggu-minggu pertama setelah lahir, bayi nampak

normal atau memperlihatkan gejala tidak khas seperti kesulitan bernafas, bayi

kurang aktif, malas menetek, ikterik berkepanjangan karena keterlambatan

maturasi enzim glukoronil transferase hati, hernia umbilikalis, kesulitan buang air

besar, kecenderungan mengalami hipotermi. Bila tidak segera diobati(sebelum

bayi berumur 1 bulan) akan terlihat gejala hambatan pertumbuhan dan

perkembangan anak berpenampilan jelek.

37

Page 38: Bagian Lapsus Bab III Edit

Tubuh pendek (cebol), muka hipotiroid yang khas, muka sembab, lidah

besar, bibir tebal, hidung pesek, mental terbelakang, bodoh (IQ dan EQ rendah),

kesulitan bicara. Gambaran klinis klasik (lidah besar, suara tangisan serak, wajah

sembab, hernia umbilikalis, hipotonia, kulit belang belang, akral dingin,letargi)

tidak jelas.

Dicurigai adanya hipotiroid bila skor hipotiroid kongenital lebih dari 5;

tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan

kemungkinan hipotiroid kongenital.

Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan

tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan

mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini

tidak berhubungan dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan

hipertrofi hipofisis yang berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.

2.10.5. Pemeriksaan Penunjang Hipotiroid

a. Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan diagnosis.

intepretasi hasil pemeriksaan laboratoitum adalah sebagai berikut:

1) Kadar T4 bebas yang rendah dan meningkatnya kadar TSH

mengkonfirmasi hipotiroid primer, sedangkan kadar T4 bebas rendah

dan TSH rendah pula mengarahkan pada diagnosis hipotiroid sekunder

atau tersier.

2) Pada hipotiroid transien kadar T4 mula-mula rendah dan TSH tinggi,

lalu pada pemeriksaan selanjutnya kadar T4 dan TSH normal.

3) Pada defisiensi TBG kadar T4 rendah , TSH normal dan kadar TBG

rendah.

Pada bayi preterm sering dijumpai kadar T3 dan T4 rendah sedangkan TSH

normal. Keadaan ini merupakan adaptasi fisiologis bayi yang mendapat stres

tertentu, maka tidak boleh dianggap sebagai hipotiroid. Pada bayi prematur

kadar T3 dan T4 akan mencapai kadar sesuai bayi aterm setelah usia 12 bulan.

b. Pemeriksaan darah perifer lengkap

c. Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa antibody

antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila

dengan hormon tiroid tidak ada respon.

38

Page 39: Bagian Lapsus Bab III Edit

d. Pemeriksaan radiologis :

1) Color Doppler ultrasonografi , tidak menggunakan radiasi, prosedur ini

merupakan alternative pertama yang dianjurkan untuk pencitraan tiroid

2) Bone age, adanya retardasi perkembangan tulang misalnya disgenesis

epifise atau deformitas veterbra

3) Untuk menentukan penyebabnya maka dilakukan pemeriksaan skintigrafi

kelenjar tiroid untuk membantu memperjelas penyebab yang mendasari

bayi dengan hipotiroidisme kongenital. Pasien meminum radioaktif

yodium atau technetium dan ditunggu hingga substansi tersebut ada pada

kelenjar tiroid. Jika tiroid berfungsi maka akan terlihat level penyerapan

yang sama pada seluruh kelenjar tiroid. Bila ada aktivitas berlebih akan

terlihat daerah berwarana putih. Sedangkan area yang kurang aktif akan

terlihat lebih gelap.

4) X-foto tengkorak, menunjukkan adanya fontanella besar dan sutura yang

melebar, tulang antar sutura (wormian) biasanya ada, terlihatnya sella

tursika yang membesar dan bulat, dan mungkin terlihat adanya erosi dan

penipisan

2.10.6. Penatalaksanaan Hipotiroid

Pengobatan hipotiroid adalah dengan memberikan penggantian hormon

tiroid yang kurang dengan tablet hormon tiroid sintetik, disebut levotiroksin atau

L-tiroksin(L-T4) setiap hari. hormon sintetik ini khasiatnya sama seperti hormon

yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid.

39

Page 40: Bagian Lapsus Bab III Edit

Dosis L-Tiroksin pada hipotiroid kongenital

2.10.7. Komplikasi Hipotiroid

Komplikasi hipotiroid diantaranya adalah :

a. Keadaan hipotiroid pada masa anak-anak mengganggu tumbuh kembang fisik

dan mental.

b. Pembesaran tiroid saat lahir dapat mengakibatkan distres pernafasan

c. Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati.

Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi,

hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. Pemeriksaan

menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat. Tes serum akan menunjukkan

FT4 yang rendah dan biasanya TSH yang sangat meningkat. Asupan iodin

radioaktif tiroid adalah rendah dan antibodi antitiroid biasanya positif kuat,

menunjukkan dasar tiroiditis EKG menunjukkan sinus bradikardi dan tegangan

rendah. Seringkali bila pemeriksaan laboratorium tidak tersedia, diagnosis

harus dibuat secara klinis.

2.10.8. Prognosis Hipotiroid

Penderita hipotiroid kongenital yang mendapat pengobatan adekuat dapat

tumbuh secara normal. Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu, IQ

penderita hipotiroid dapat normal. Walaupun secara umum tidak ditemukan

kelainan mental, tetapi ada beberapa kekurangan pada anak dengan hipotiroid

kongenital. Kasus berat dan tidak mendapat terapi adekuat pada 2 tahun pertama

40

Page 41: Bagian Lapsus Bab III Edit

kehidupan akan mengalami gangguan perkembangan intelektual dan neurologis.

Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat dijumpai kelainan neurologis

berupa gangguan koordinasi motorik kasar dan halus, ataksia, tonus otot menurun,

gangguan pemusatan perhatian, gangguan bicara, dan tuli sensorineural.

2.11 Sindrom Bardet-Biedl

Sindrom Bardet-Biedl atau Bardet Biedl Syndrome (BBS) adalah gangguan pada

silia yang bersifat jarang, diperantarai oleh kromosom autosom resesif dan

ditandai dengan distrofi retina, obesitas, polidaktili, disfungsi ginjal, kesulitan

belajar dan hipogonadisme. Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan

dikonfirmasi oleh gen penyebab penyakit yang ditemukan pada 80% pasien. Gen

BBS mengkode protein yang terdapat pada silia dan corpus basalis yang berperan

dalam biogenesis dan fungsi silia.

2.11.1 Gambaran Klinis

Fenotipe BBS berkembang perlahan-lahan dalam dekade pertama

kehidupan, meskipun dapat juga bervariasi. Sebagian besar pasien didiagnosis

pada akhir masa kanak-kanak atau dewasa awal. Post axial polydactyly sangat

umum dan mungkin satu-satunya bentuk dismorfik yang jelas saat lahir. Kelainan

ini dapat mengenai keempat ekstremitas atau hanya ekstremitas atas atau bawah

dan bisa juga terjadi brakidaktili dan / atau sindaktili. Manifestasi klinis BBS

yaitu rabun senja dengan onset bertahap, diikuti fotofobia dan hilangnya fokus

penglihatan dan warna. Elektroretinografi adalah pemeriksaan pilihan dan dapat

menunjukkan perubahan awal dalam dua tahun pertama kehidupan, meskipun

perubahan signifikan jarang terlihat sebelum usia lima tahun. Gejala biasanya

berkembang dalam dekade pertama kehidupan dan sebagian besar pasien

mengalami kebutaan pada dekade kedua atau ketiga. Kelainan mata lainnya

seperti katarak dan gangguan refraksi juga sering terjadi pada BBS.

Obesitas adalah temuan klinis utama lainnya di mana terjadi pada 72-86%

populasi BBS. Berat badan lahir biasanya dalam kisaran normal, meskipun

terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan beberapa berat badan bayi berada

dalam distribusi di atas rata-rata. Sepertiga dari mereka dengan berat lahir normal

41

Page 42: Bagian Lapsus Bab III Edit

mengalami obesitas pada usia satu tahun. Diabetes tipe 2 umum terjadi di antara

pasien. Hal ini mungkin terkait dengan tingkat obesitas dan sering ditemukan

kaitannya dengan tanda-tanda lain sindrom metabolik. Hipogonadisme

bermanifestasi berupa pubertas tertunda atau hipogenitalisme pada laki-laki dan

kelainan genital pada wanita. Hal ini dapat terjadi sendiri atau bersama dengan

hipogonadisme. Berbagai macam malformasi genital telah diamati pada

perempuan, berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kesuburan. Pada laki-laki

hampir selalu mengalami infertil. Keterlambatan perkembangan dan defisit fungsi

kognitif juga umum terjadi pada BBS. Keterlambatan perkembangan sering

terjadi menyeluruh namun dapat pula spesifik pada area tertentu

Anak-anak dengan BBS sering dilaporkan memiliki perilaku labil dan

frustrasi. Mereka cenderung memilih memiliki rutinitas tetap, berperilaku obsesif

kompulsif dan kurangnya dominasi sosial. Beberapa lainnya memiliki perilaku

lebih parah dan berkembang dengan gangguan autistik atau psikosis. Selain itu

kelainan ginjal bisa menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian di BBS.

Gangguan konsentrasi urin umum terjadi bahkan pada pasien dengan fungsi ginjal

yang mendekati normal dan tidak terdapat kista. Gangguan berbicara juga telah

dilaporkan pada 60% pasien terutama berbicara dengan nada tinggi dan anak-anak

biasanya belum dapat berbicara jelas sebelum usia empat tahun. Kesulitan

berbicara mungkin dipersulit dengan gangguan pendengaran yang dilaporkan

dalam 17-21% pasien. Kebanyakan pasien menderita gangguan pendengaran

konduktif sekunder akibat otitis media kronis. Keterlambatan bicara pada anak

dengan BBS umumnya responsif terhadap terapi wicara

Keterlibatan sistem organ lain seperti jantung dan sistem pencernaan juga

diamati. Abnormalitas jantung yang diamati pada BBS sangat bervariasi. Sebuah

penelitian menggunakan echocardiography dari 22 orang mengungkapkan

frekuensi kelainan jantung mencapai 50%. Beales et al menemukan frekuensi

hanya 7% dalam penelitian didasarkan pada 109 pasien. Kelainan jantung

termasuk katup stenosis, patent ductus arteriosis dan kardiomiopati. Keterlibatan

hati berkisar dari fibrosis hingga dilatasi kistik saluran empedu, saluran

intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyakit Hirschsprungs telah dilaporkan dalam

BBS namun insidennya tidak diketahui. Gigi yang berdesakan dan langit-langit

42

Page 43: Bagian Lapsus Bab III Edit

tinggi melengkung juga umum terjadi. Kelainan lainnya termasuk hipodonia,

maloklusi dan hipoplasia enamel. Anosmia telah dijelaskan dalam pengamatan

pada model tikus. Dalam sebuah penelitian terhadap 19 pasien BBS, 9 mengalami

anosmia / hiposmia. Beberapa penderita BBS mengalami kecanggungan dan 40%

dari satu penelitian menggambarkan tanda-tanda ataksia dan koordinasi yang

buruk. Disdiadokokinesia dan past pointing sering ditemukan (79%) seperti

kesulitan dengan tandem walking dan Fogg test.

Gambar 1. Gambaran klinis pasien yang menunjukkan bentuk dismorfik berkaitan

dengan BBS. (a–d) menunjukkan gambaran tipe wajah. Biasanya hampir tidak

disadari dan tidak selalu muncul. Gambarannya berupa mata yang dalam,

hipertelorisme, fisura palpebral turun, jarak nasal datar, mulut kecil, hipoplasia

malar and retronagsia. (e) Brakidaktili dan jaringan parut bekas eksisi digiti

aksesori. (f) Gigi yang berdesakan. (g) palatum yang melengkung tinggi. (h)

Fundoskopi menunjukkan distropi sel kerucut dan sel batang pada retina.

43

Page 44: Bagian Lapsus Bab III Edit

Tabel 1. Fitur diagnostik dan prevalensi pada BBS

2.11.2 Penatalaksanaan

Pendekatan multidisiplin diperlukan dalam penatalaksanaan efektif erhadap

kondisi pleiotrofik. Sindrom ini masih terus diteliti namun target terapi masih

belum ditentukan. Komplikasi sindrom ini perlu ditangani secara simtomatis.

44

Page 45: Bagian Lapsus Bab III Edit

Tekanan darah sebaiknya diukur setiap 6 bulan sekali untuk mengetahui adanya

hipertensi. Obat antihipertensi dan antilipid diperlukan bila pasien mengalami

hipertensi. Setiap pasien BBS setidaknya diperiksa kelainan renal melalui

ultrasound. Anamnesis terkait gejala diabetes insipidus juga diperlukan. Pasien

yang mengalami gangguan fungsi ginjal sebaiknya dirujuk kebagian nefrologi.

Pengkajian oftalmologi meliputi elektroretinogram dibutuhkan untuk

menentukan onset dan derajat distrofi sel batang dan sel kerucut dan menskrining

defek visual lainnya seperti kelainan refraktif, retinopati diabetikum, ataupun

katarak. Koreksi visual dan latihan mobilitas dapat meningkatkan kualitas hidup

pada pasien yang mengalami gangguan visual. Terapi terhadap berat badan

berlebih diperlukan untuk mencegah morbiditas obesitas seperti sindrom

metabolik. Pengkajian perkembangan dan edukasi secara rutin diperlukan untuk

memastikan pasien memperoleh lingkungan yang optimal dalam proses

pembelajaran. Sebagian besar pasien memperoleh manfaat yang besar dari terapi

psikologi dalam masalah kecemasan, depresi, maupun masalah perilaku.

Pengkajian endokrin terutama berkaitan dengan diabetes mellitus meliputi tes

glukosa oral juga diperlukan, selain pengkajian fungsi hormon tiroid, profil lipid,

dan perkembangan seksual sekunder. Rujukan ke ortodontis mengenai penilaian

hipodontia dan pertumbuhan gigi yang tumpang tindih serta kardiologis mengenai

pengkajian abnormalitas struktur jantung.

2.11.4 Konseling Genetik

BBS merupakan kelainan yang melibatkan kromosom autosomal resesif.

Meskipun terdapat kelainan trialelik yang terjadi pada 10% kasus. Keluarga

pasien dan pasien sendiri memerlukan konseling genetik terkait risiko penurunan

autosomal secara resesif. Saudara dari pasien BBS memiliki risiko sebesar 25%

terhadap BBS, 50% sebagai karier asimtomatik, dan 25% terbebas baik dari BBS

maupun sebagai karier. Dalam keluarga di mana mutasi penyebab penyakit

diketahui, diagnosis genetik pra-implantasi atau tes prenatal mungkin dilakukan

atau dalam keluarga berisiko di mana mutasi telah diketahui, sonografi pada

trimester kedua dapat diterapkan untuk visualisasi post axial polydactyly dan

malformasi ginjal untuk diagnosis BBS. Pasien dan orang tua harus diberitahu

45

Page 46: Bagian Lapsus Bab III Edit

mengenai sifat heterogen dari kondisi. Meskipun infertilitas adalah umum, namun

hal tersebut tidak dapat diasumsikan karena terdapat beberapa laporan dari pria

dan wanita dengan BBS yang telah memiliki anak.

BAB III

LAPORAN KASUS

46

Page 47: Bagian Lapsus Bab III Edit

3.1 Identitas Penderita

Nama : IGA

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 2 tahun 6 bulan

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Belum sekolah

Alamat : Br. Gede Desa Muncan Selat, Karangasem

Tanggal kunjungan ke RS : 7 Mei 2014

3.2 ANAMNESIS

Heteroanamnesis (Ibu Pasien)

Keluhan Utama

Pasien dikeluhkan belum dapat berjalan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan pasien kontrol rutin di Poliklinik Anak Bagian Endokrin RSUP

Sanglah, datang dalam kedaan sadar diantar oleh kedua orang tuanya ke Poliklinik

Anak Bagian Endokrin pada hari Selasa, tanggal 7 Mei 2014 pukul 10.30 WITA.

Pasien dikeluhkan belum dapat berjalan hingga saat ini, dimana pasien saat ini

telah berusia 2 tahun 6 bulan. Pasien sejak lahir dirasakan mengalami kelainan

dan keterlambatan dalam tumbuh dan berkembang jika dibandingkan dengan

anak-anak lain seusianya. Pasien telah dilatih berjalan sejak usia 10 bulan, namun

hingga saat ini pasien belum mampu menegakkan kedua kakinya untuk berdiri

ataupun mempertahankan kedua kakinya saat dipapah dan dituntun untuk

berjalan. Pasien hanya mampu merangkak dan menegakkan kepala serta duduk

dibantu, dan belum dapat membalikkan badan atau bangun dari posisi tiduran

secara mandiri.

Pasien juga dikeluhkan gemuk oleh kedua orang tuanya. Pasien disadari memiliki

berat badan berlebih sejak berusia 1 tahun. Awalnya saat pasien lahir, berat badan

lahir dikatakan normal, sebesar 2800 gram, dimana pasien lahir secara spontan,

47

Page 48: Bagian Lapsus Bab III Edit

segera menangis, dan cukup bulan. Pasien hanya diberi asupan ASI hingga usia 6

bulan dan susu formula sekitar 6-8 kali sehari (±1440-1920 cc/hari), namun berat

badan pasien mengalami kenaikan yang pesat rata-rata sekitar 1,5-2 kg/bulan

hingga pasien berusia 2 tahun. Dimana saat berusia 1 tahun berat badan pasien

mencapai 1450 gram, setlah menjalani terapi diet dan nutrisi dari dokter pasien

mengalami penuruan berat badan menjadi 1300 gram pada usia 2 tahun dan saat

ini menjadi 1250 gram. Pasien hingga saat ini pasien belum mampu mengunyah

makanan padat, sehingga pasien hanya minum ASI dan susu formula. Pasien

sendiri menjalani diet sejak 6 bulan terakhir untuk menurunkan berat badan

pasien. Frekuensi pemberian susu ditingkatkan dengan jumlah yang lebih sedikit.

Pasien juga dikeluhkan sulit diajak berkomunikasi dengan kedua orang tuanya

maupun kakak kandungnya di rumah, serta orang-orang disekitarnya. Pasien

belum dapat berbicara selain mengucapkan kata ”Aji” dan cenderung berteriak

”Aaaa..” bila pasien merasa tidak nyaman. Pasien baru mampu mengucapkan

bunyi ”Aaa..” sejak usia 1 tahun, dan baru mampu mengucapkan kata ”Aji” sejak

nerusia 2 tahun. Pasien sendiri secara rutin diberikan stimulasi dan dilatih

berbicara oleh kedua orangtuanya dan kakaknya sejak lahir. Pasien juga masih

diasuh oleh ibu pasien dan tidak pernah menggunakan pengasuh. Pasien sendiri

menjalani terapi wicara sejak berusia 1 tahun secara rutin setiap 1 kali dalam 2

minggu. Pasien sendiri mampu tersenyum pada ibu dan ayah pasien serta

mempertahankan kontak mata dan terlihat memahami perkataan kedua orang

tuanya.

Pasien diakatakan memiliki nafsu makan yang baik. Pasien kuat minum dan saat

ini pasien diberikan asupan ASI on demand dan susu formula. BAB dan BAK

dikatakn normal, dengan frekuensi BAB skeitar 1x/hari, konsistensi lunak,

berwarna kuning, sedangkan BAK dikatan sebanyak 6-8x/hari menggunakan

diapers, volume diperkirakan 1 kali BAK sekitar 1/4 -1/2 diapers dan berwarna

kuning jernih.

Riwayat Penyakit Dahulu

48

Page 49: Bagian Lapsus Bab III Edit

- Penderita pernah memiliki benjolan di kepalanya sejak saat lahir

dikatakan meningochepalocele yang dioperasi pada usia 4 hari di

RSUP Sanglah.

- Penderita dikatakan mengalami kekurangan hormon tiroid dikatakan

hipotiroid kongenital yang diketahui setelah operasi pengangkatan

benjolan dikepalanya. Pasien sendiri rutin mengkonsumsi obat tiroksin

yang diresepkan dokter di Poliklinik Anak RSUP Sanglah dan rutin

menjalani pemeriksaan laboratorium kadar hormon tiroid setiap 3

bulan sekali.

- Pasien juga mengalami kegemukan sejak usia 1 tahun.

- Pasien juga mengalami keterlambatan tumbuh kembang sejak lahir dan

sudah menjalani terapi rehabilitasi medic di klinik swasta setiap 2 kali

seminggu.

- Riwayat tekanan darah tinggi (-), sakit jantung (-), kencing manis (-),

asma (-). diare (-), alergi (-).

Riwayat Pengobatan

- Penderita mengonsumsi L-tiroksin sejak usia 4 hari sampai sekarang

untuk meningkatkan hormon tiroidnya.

- Penderita sudah menjalani terapi di fisioterapi untuk memperbaiki

perkembangan tubuhnya.

- Penderita memiliki riwayat operasi pengangkatan

meningoencephalocele pada usia 4 hari.

Riwayat Keluarga/Sosial

- Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, dimana kakak pasien

disangkal mengalami keluhan yang sama.

- Ibu dan ayah penderita tidak terlalu tinggi.

- Ibu penderita selama kehamilan tidak pernah mengalami infeksi berat,

tidak mengambil obat-obatan di luar resep, tidak merokok dan minum

minuman beralkohol.Konsumsi iodium dikatakn berasal dari garam

beriodium dan dikatakan konsumsi cukup selama kehamilan. Ibu

pasien juga menyangkal riwayat sakit gondok sebelumnya.

49

Page 50: Bagian Lapsus Bab III Edit

- Ibu penderita umur menarche 12 tahun dan ayah penderita dikatakan

tidak mengalami keterlambatan pubertas.

Riwayat Persalinan

Pasien dilahirkan di bidan di Karangasem secara spontan segera menangis

dengan berat badan lahir 2800 gram, panjang badan dan lingkar kepala

dikatakan lupa. Saat dilahirkan terdapat benjolan di kulit kepala dibagian

ubun-ubun kecil berwarna agak kemerahan, sehingga pasien dibawa ke RSUD

Karangasem dan akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah.

Riwayat Nutrisi

ASI : 0-2 tahun 6 bulan

Susu formula : 6 bulan-2 tahun 6 bulan

Bubur susu : Belum mampu

Nasi Tim : Belum mampu

Makanan dewasa : Belum mampu

Riwayat Imunisasi

Riwayat imunisasi dasar diakui lengkap oleh ibu penderita.

Umur Jenis Imunisasi

0 bulan HB1, BCG, Polio 1

2 bulan HB 2, DPT 1, Polio 2

3 bulan HB 3, DPT 2, Polio 3

4 bulan DPT 3, Polio 4

9 bulan Campak

Riwayat Tumbuh Kembang

Perkembangan pasien dikategorikan terlambat berdasarkan pemeriksaan yang

telah dilakukan dengan Denver II.

1. Aspek Personal-Sosial

IGA dapat menatap muka, membalas senyum, tersenyum

spontan, merusaha mencapai mainan, menetang jika

mainannya diambil.

50

Page 51: Bagian Lapsus Bab III Edit

IGA belum dapat makan biskuit sendiri, bermain cilukba,

mula—mula malu terhadap orang lain, bermain tanah

liat/lilin, menyatakan maksud dengan tangan tanpa

menangis, bermain bola dengan si pemeriksa, minum dari

gelas, meniru pekerjaan rumah, membuka baju,

menggunakan sendok tanpa banyak tumpah, dapat

membantu pekerjaan rumah, memakai baju, bermain

dengan anak lain, memakai baju dengan pengawasan,

ataupun mudah dipisahkan dari ibu.

2. Aspek Motorik Halus-Adaptif

IGA dapat bereaksi terhadap bel dan melihat manik-manik

IGA belum dapat gerakan 2 yang sama, mengikuti sampai

lewat garis tengah, kedua tangan didekapkan, mengikuti

180°, memegang kericikan, mengambil benda,

memindahkan kubus ketangan lain, duduk mencari benang,

duduk mengambil 2 kubus, berhasil mengambil manik-

manik, memegang dengan jempol dan keempat jari,

membenturkan 2 kubus yang dipegang, memegang dengan

jempol dan telunjuk, membangun menara dari 2 kubus,

menegluarkan manik-manik dari botol dengan contoh,

mencoret sendiri, membangun menara dari 4 kubus,

mengeluarkan manik-manik dari botol dengan sendiri,

meniru garis verikal dalam batas 30°, mengikuti membuat

0, ataupun membangun menara dari 8 kubus.

3. Aspek Bahasa

IGA dapat bereaksi terhadap bel, bersuara dan bukan

menangis, tertawa, berteriak, berpaling terhadap panggilan,

papa/mama (asal bunyi), meniru bunyi kata-kata,

papa/mama berpengertian

IGA belum dapat mengatakan 3 kata selain mama papa,

menyebut salah satu bagian tubuh, menggabung 2 kata

berlainan, menyebut 1 gambar, mengikuti perintah 2 dari 3,

51

Page 52: Bagian Lapsus Bab III Edit

memakai kata majemuk, ataupun menyebut nama dan nama

keluarga.

4. Aspek Motorik Kasar

IGA dapat tengkurap kepala diangkat, tengkurap kepala

diangkat 45°, dan tengkurap kepala diangkat 90°.

IGA belum dapat duduk kepala tegak, tengkurap pada

diangkat dan ditahan kedua lengan, membalik, bangkit

duduk dengan kepala tegak, belajar berdiri, duduk tanpa

bantuan, berdiri dengan pegangan, bangun sendiri untuk

berdiri, dapat duduk sendiri, merambat, berdiri sebentar,

berdiri sendiri dengan baik, bungkuk dan bangun, berjalan

baik, berjalan mundur, naik tangga, melempar bola, lompat

ditempat, naik sepeda roda 3, berdiri pada 1 kaki selama 1

detik, ataupun lompatan lebar.

Hasil Denver II :

Motorik halus = ≥2 delay

Motorik kasar = ≥2 delay

Personal sosial = ≥2 delay

Bahasa = ≥2 delay

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Kesan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Nadi : 80 kali/menit, reguler, isi cukup

Laju respirasi : 24 kali/menit (reguler)

Suhu aksila : 36,5°C

Status Antropometri

Berat Badan : 12,5 kg

52

Page 53: Bagian Lapsus Bab III Edit

Berat Badan Ideal : 11 kg

Lingkar Lengan Atas : 18 cm

Panjang Badan : 84 cm

Lingkar Kepala : 40 cm

BMI : 15 kg/m2

TB Ayah : 162 cm

TB Ibu : 160 cm

Target tinggi akhir : 167,5 cm

Prediksi tinggi akhir : 159-176cm

(potensi tinggi genetik)

Status gizi:

CDC Growth Chart :

BB/PB = 1-2 (z-score)

PB/Umur = <-3 (z-score)

BB/Umur = <-1 (z-score)

Berat badan ideal menurut Waterlow : 11 kg

Interpretasi status gizi : 114 % (Gizi berlebih)

Status General

Kepala

Inspeksi : Mikrocephali, wajah dismorfik (+)

Palpasi : Ubun-ubun besar menutup

Mata: anemia -/-, ikterus -/-, Refleks Pupil +/+ isokor

THT

Telinga

Inspeksi : dalam batas normal

Hidung

Inspeksi : napas cuping hidung (-), sianosis (-)

Tenggorokan

Inspeksi : Faring hyperemis (-),Tonsil T1/T1hyperemia (-)

53

Page 54: Bagian Lapsus Bab III Edit

Leher

Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)

Palpasi : pembesaran kelenjar (-)

Kaku Kuduk : (-)

Thoraks : simetris

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : thrill (-), RV heave (-), LV impuls (-),

Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), A1>P2

Paru

Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : gerakan dada simetris

Perkusi : perkusi paru sonor, batas jantung paru dalam batas normal

Auskultasi : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor (+) normal

Genital : normal, perempuan

Extremitas

Inspeksi : normal, dismorfik (-)

Palpasi : Akral hangat (+)

Tenaga : (+)

Tonus : (+)

3.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Endokrinologi

Tanggal fT4 TSH

11 November 2011 1,01 (0,93-1,70) 19,13 (0,25-5,00)

12 Maret 2012 0,86 (0.93-1,70) 5,13 (0,25-5,00)

29 Oktober 2013 1,26 (0,93-1,70) 3,07 (0,27-4,20)

26 April 2014 20,13 (10,6-19,4) 3,56 (0,25-5,00)

54

Page 55: Bagian Lapsus Bab III Edit

Darah Lengkap

19 November 2011

Parameter Hasil Nilai rujukan Keterangan

WBC 24,61 9,80 – 34,00 Normal

RBC 4,71 4,00 – 6,60 Normal

HGB 16,50 14,50 – 22,50 Normal

HCT 47,30 45,00 – 67,00 Normal

MCV 100,50 92,00 – 121,00 Normal

MCH 35,10 31,00 – 37,00 Normal

MCHC 34,90 29,00 – 36,00 Normal

PLT 214,00 140,00 – 440,00 Normal

Pemeriksaan Kimia Klinik

19 Maret 2012

Parameter Nilai Nilai rujukan Keterangan

Bilirubin total

Bilirubin indirek

Bilirubin direk

Alkali fosfatase

SGOT

SGPT

Gamma GT

Total protein

Albumin

Globulin

Kolesterol

HDL direk

LDL

Trigliserida

0,55

0,32

0,23

183

42,00

32,00

30,00

6,10

4,00

2,09

193,00

45,70

100,30

235,00

84,00

0,00 -6,00

<0,8

0,00 – 0,40

0,00 - 231,00

11,00 – 27,00

11,00 – 34,00

7,00 – 32,00

4,60 – 7,00

3,80 – 4,20

3,20 – 3,70

140 – 199

40,00 – 65,00

<100

<150

80,00 – 100,00

Normal

Normal

Normal

Normal

Tinggi

Normal

Normal

Normal

Normal

Rendah

Normal

Normal

Tinggi

Tinggi

Normal

3.1.5 Diagnosis kerja

55

Page 56: Bagian Lapsus Bab III Edit

Hipotiroid kongenital + global delayed development + Bardet Biedl

syndrome + perawakan pendek (short stature) + overweight + gizi berlebih

3.1.6 Planing Terapi

L-tyroxin 1 x 25 mcg per oral

Fisioterapi URM

Cek fT4 dan TSH Juli 2014 (3 bulan lagi)

3.1.7 Planing Monitoring

Pengukuran secara berkala setiap tahun sampai pubertas.

Monitoring aspek psikososial-depresi

56

Page 57: Bagian Lapsus Bab III Edit

BAB IV

PEMBAHASAN

Perempuan, usia 2 tahun 5 bulan, suku Bali, beragama Hindu, dengan gejala

keterlambatan perkembangan personal sosial, motorik halus, motorik kasar, dan

bahasa untuk anak seusianya. Dari pemeriksaan fisik sendiri pasien nampak sulit

berkomunikasi dan sering berteriak, dengan wajah dismorfik, dan dari

antropometri pasien termasuk kedalam kriteria mikrosepali, severely stunted, dan

overweight, dimana dari pemeriksaan dengan Denver II pasien juga mengalami

global delayed development. Hasil pemeriksaan penunjang sebelumnya

menyatakan pasien mengalami hipotiroid kongenital yang sedang dalam terapi

hormon tiroksin. Pasien juga sudah menjalani terapi rehabilitasi medik untuk

membantu perkembangan dan pertumbuhan pasien.

Kasus Teori

Pasien mengalami global delayed development,

severely stunted, overweight, serta gangguan

visual. Pasien didiagnosis hipotiroid kongenital

sejak berumur 4 hari melalui pemeriksaan

hormon TSH dan fT4.

Hipotiroid kongenital merupakan salah satu

penyebab gangguan pertmubuhan dan

perkembangan pada bayi dan anak-anak.

Hormon tiroid sendiri berfungsi dalam

metabolism sel terhadap karbohidrat, lipid, dan

vitamin. Reseptor hormon tiroid terletak

intranuklear dan berfungsi dalam transkripsi

DNA pada sintesis protein, peningkatan

konsumsi O2 sel, pemicu pertumbuhan dan

diferensiasi sel, terutama sel-sel yang aktif

membelah pada masa awal kehidupan, seperti

sel neuron, osteosit, myosit, dll. Hipotiroid

menyebabkan gangguan pertumbuhan sel

neuron dan berdampak pada perkembangan

pembelajaran anak pada awal masa kehidupan

mereka, serta menghambat proses pertumbuhan,

dan metabolism karbohidrat, lipid, dan protein

yang berjung pada ketidakseimabgan

katabolisme dan anabolisme.

57

Page 58: Bagian Lapsus Bab III Edit

Pasien menjalani pengobatan L-thyroxin

dengan dosis 1x25 mcg hingga saat ini untuk

hipotiroid kongenital.

Sodium L-tyhroxine secara oral merupakan

pilihan terapi pada hipotiroid kongenital. Sekitar

80% hormon T3 yang beredar dibentuk oleh

proses monodeiodinasi T4 di serum, hal ini

memungkinkan kadar T3 dan T4 pada anak-

anak yang diterapi dapat mencapai kadar

normal. Pada neonatus dosis awal sebesar 10-15

µg/kg. Tablet tiroid tidak boleh dicampur

dengan protein kedelai ataupun zat besi, hal ini

dapat menghambat absorbs karena berikatan

dengan T4. Kadar T4 dan TSH harus dimonitor

dan dijaga tetap dalam kisaran normal sesuai

dengan umur. Anak-anak dengan hipotiroid

memerlukan dosis 4 µg/kgBB/jam.

Penghentian obat pada usia 3 tahun selama 3-4

minggu yang berujung pada peningkatan kadar

TSH menunjukkan pasien tersebut mengalami

hipotiroidisme permanen.

Pemberian obat secara berlebihan berisiko

terhadap kraniosinostosis dan gangguan

perilaku.

Pasien juga didiagnosis mengalami Bardet

Biedl syndrome dan menjalani terapi diet dan

trapi rehabilitasi medik.

BBS merupakan sindrom congenital yang

diturunkan secara autosomal resesif. Sindrom

ini terdiri dari didtrofi retina, obesitas,

polidaktili, ganguan renal, hipogonadisme, serta

gangguan belajar. Defek genetik terjadi pada

DNA yang mengkode protein silia dan corpus

basalis.

Terapi dilakukan secara simtomatik dan

melibatkan berbagai disiplin ilmu. Terapi diet

bermanfaat dalam mencapai berat badan yang

ideal, sedangkan rehabilitasi medic

memungkinkan pasien mencapai lingkungan

yang optimal dalam pembelajarannya. Terapi

psikiologis mungkin diperlukan pada anak-anak

dengan usia lanjut, mengingat gangguan

perilaku maupun tingkat depresi cukup tinggi

58

Page 59: Bagian Lapsus Bab III Edit

pada pasien dengan sindrom ini.

BAB V

KESIMPULAN

Perawakan pendek merupakan simptom dimana tinggi badan seseorang

dibawah ukuran normal sesuai umur, jenis kelamin dan mudah diketahui dengan

segera.Setiap anak yang pertumbuhannya melambat, turun dari garis persentil

kurvanya setelah umur 3 tahun, tinggi badandi bawah persentil 3 atau TB jelas

dibawah potensi genetik harus segera ditindak lanjuti.Terdapat carta tersendiri

untuk menentukan tinggi anak secara berpatutan dalam kaitannya dengan tinggi

orang tua mereka.

Kejadian perawakan pendek cukup sering, namun sangat sedikit data

tentang epidemiologi perawakan pendek. Orang tua sering mencurigai suatu

penyakti endokrin (misalnya, defisiensi hormon pertumbuhan) sebagai penyebab

utama perawakan pendek pada anak mereka,tetapi sesungguhnya, sebanyak 95%

atau kebanyakan dari anak-anak dengan pertumbuhan yang lambat ( percepatan <

5 cm/tahun) tidak mempunyai suatu penyakit endokrin. Kekurangan gizi adalah

penyebab yang paling umum perawakan pendek ini di seluruh dunia.Diagnosa

banding untuk perawakan pendek adalah banyak dan merangkumi penyebab

endokrin maupun bukan endokrin.

59

Page 60: Bagian Lapsus Bab III Edit

Perawakan pendek kebanyakannya bermanifestasi sebagai variasi normal

atau konsekuensi daripada kronik, penyakit non endokrin.Gejala-gejala klinis

berbeda tergantung jenis kondisi dan penyebabnya. Anak-anak dengan familial

short stature tidak mempunyai penyakit yang berhubungan dengan simptom dan

memperoleh tinggi yang secara tipikal sama dengan orang tua mereka. Anak-anak

yang dengan delay puberty atau ‘late bloomers’, akan meningkat lagi tinggi

badannya suatu saat nanti.Anamnesis yang detail, pemeriksaan fisik, kurva dan

poin pertumbuhan memberikan petanda etiologi yang sama penting dengan

evaluasi laboratorium.

Pengukuran tinggi badan merupakan hal yang mudah dilakukan dan tidak

memerlukan peralatan canggih dan dapat dilaksanakan secara rutin sejak mulai

bayi seperti halnya berat badan.Perawakan pendek dapat dicegah dengan

mengamalkan pemakanan yang seimbang dan bernutrisi, ibu hamil dengan

mendapatkan nutrisi yang baik dan tidak mengambil obat-obatan sembarangan

tanpa preskripsi dokter.

Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar

etiologinya dan keluarga perlu dijelaskan mengenai potensi normal pertumbuhan

seorang anak sesuai dengan potensi genetiknya. Sebagian kasus tidak perlu

langsung diterapi, dapat hanya dengan pemantauan berkala, namun sebagian kasus

yang jelas penyebabnya dapat diterapi sesuai penyebabnya. Keterlambatan

diagnosis dan pengobatan penyebab perawakan pendek jelas akan membuat

kegagalan untuk mencapai potensi genetik.

60

Page 61: Bagian Lapsus Bab III Edit

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, Hadinegoro SR, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjiadi AH,

Kosim MS, Rusmil K. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Ed. Ke-

I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 2004. hal. 34-38

2. Jose FK, Update On Short Stature. (Diakses: 1 April 2008). Diunduh dari:

URL : http://www.e-medicine.com/medline/sds4/html

3. M. Rudolph A, Robert KK, Overby JK, Rudolph’s Fundamental of Pediatric 3rd International Edition. Philadelphia: Mc Graw Hill : 2002. hal 747-751

4. Scott Moses, Constitutional Short Stature. (Diakses: 1 April 2008).

Diunduh dari: URL :

http://www.familypractisenotebook.com/online/sry11/html

5. Scott Moses, Familial Short Stature. (Diakses: 1 April 2008). Diunduh

dari: URL :

http://www.familypractisenotebook.com/online/sr4/html

6. Soetjiningsih. Penilaian pertumbuhan fisik anak, dalam: Ranuh, IG.N (ed),

Tumbuh Kembang Anak, edisi I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,

hal. 37-38: 1995.

7. Robert JF, Short Stature. (Diakses: 1 April 2008). Diunduh dari: URL :

61

Page 62: Bagian Lapsus Bab III Edit

http://www.e-medicine.com/medline/aar/455/html

8. Aman B, Pulyan, Apakah Anak Pendek Dapat Diobati. (Diakses: 1 April

2008). Diunduh dari: URL :http://www.IDAI.com/arp/335 /html

9. J.Frenny,Varian Short Stature. (Diakses: 1 April 2008). Diunduh dari:

URL :

http://www.nucleosino.com/wep/56645/html

10. Parrick A. Clark, Constitutional Growth Delay. (Diakses: 1 April 2008).

Diunduh dari: URL :http://www.e-medicine.com/aap/6745/html

11. Soetjiningsih & Suandi. Petunjuk pemeriksaan fisik pada bayi dan anak, , Denpasar: 2000.

12. Markum (1999), Ilmu Kesehatan Anak., Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

62